• Tidak ada hasil yang ditemukan

bronkopneumonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "bronkopneumonia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.3

Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.7

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.8

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. 7

I.2 TUJUAN PENULISAN

Untuk memahami bronkopneumonia berdasarkan definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7

Gambar 1. Bronkopneumonia

II.2 EPIDEMIOLOGI

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 8

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia

(3)

sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.6

II.3 ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :

a. Usia

b. Status imunologis c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

(4)

Gambar 4. Klebsiella sp

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.4

Tabel 1. Etiologi Pneumonia

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob Streptococcus grup B Streptococcus grup D Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie Virus CMV HMV 3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis Streptococcus

pneumonia

Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun

Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis Streptococcus

pneumonia

Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster Influenza

Parainfluenza 5 tahun –

remaja

Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza Mycoplasma pneumonia Legionella sp

(5)

Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus Virus Adenovirus Epstein-Barr Rinovirus Varisela zoster Influenza Parainfluenza II.4 KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 4

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumoni) Pneumonia interstitialis

b. Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia) c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut

(6)

Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

Tipe Klinis Epidemiologi

Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang tua

Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

II.5 PATOGENESIS

Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2

(7)

Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. 4

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.4

Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.4

Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral.S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme

(8)

dan penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6

Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1

II.6 GEJALA KLINIS

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8

II.7 PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut : • Suhu tubuh ≥ 38,5o C

• Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

(9)

Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit • Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

• Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

• Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.1,4

2. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. 6

(10)

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4

4. Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.4,6

5. Pemeriksaan Roentgenografi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.1,4,6

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

• Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis.

• Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,

(11)

berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia

• Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. 4

II.9 DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4

(12)

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun : • Pneumonia berat

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi - Sianosis

- Anak tidak mau minum

- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi) - Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

• Pneumonia

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

• Pneumonia

- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas - Harus dirawat dan diberikan antibiotik

• Bukan pneumonia

- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik II.10 PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan antibiotika

Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit • Pneumonia ringan

- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.

(13)

- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari

• Pneumonia berat

- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam - Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam

- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali

- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali

- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur • Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid - amoksisillin-asam klavulanat - amoksisillin + aminoglikosid - sefalosporin generasi ke-3

• Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) - beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat - golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin) • Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) - tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada analisis gas darah ≥ 60 torr

(14)

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).

- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).5

3. Penatalaksanaan bedah

Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.7

II.11 PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.1

(15)

BAB III KESIMPULAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada usia (menentukan jenis bakteri dan virus), status imunologis, status lingkungan, kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunisasi, faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4

Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. 2

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia.1,3,4,8

Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.1,4,6

(16)

Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan pemberian antibiotik, penatalaksanaan suportif dan penatalaksanaan bedah. Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.5,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.

2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554.

3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.

6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.

Gambar

Gambar 1. Bronkopneumonia  II.2 EPIDEMIOLOGI
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Pseudomonas sp
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

Referensi

Dokumen terkait

Dari anamnesis, manifestasi klinis pneumonia didahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk dan rinitis (pada pasien ini

Manifestasi klinis pneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk, sesak nafas) (Rahajoe

Salah satu penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan bawah yang menjadi perhatian adalah pneumonia, khususnya pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia)

peroxidase complex apusan darah tebal pasien dengan infeksi sekunder (positif IgM an IgG) yang belum memiliki IgM anti NS1 memperlihatkan 5 monosit dan 1 limfosit berwarna

Untuk mengetahui risiko leukosit, monosit, dan procalcitonin dengan terjadinya infeksi pada penderita stroke fase akut menggunakan uji regresi logistik..

Salah satu penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan bawah yang menjadi perhatian adalah pneumonia, khususnya pneumonia komunitas ( Community Acquired Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling

Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat menghirup