• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA PT.BPR SYARIAH HAJI MISKIN PANDAI SIKEK DAN PERBANDINGAN DENGAN PT.BPR LPN PADANG MAGEK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA PT.BPR SYARIAH HAJI MISKIN PANDAI SIKEK DAN PERBANDINGAN DENGAN PT.BPR LPN PADANG MAGEK SKRIPSI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA

PADA PT.BPR SYARIAH HAJI MISKIN PANDAI SIKEK DAN PERBANDINGAN DENGAN PT.BPR LPN PADANG MAGEK

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Perbankan Syariah

Oleh:

DWI PRASETYO EVANDO NIM :15301100028

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Dwi Prasetyo Evando, Nim 15301100028, dengan judul skripsi “Pelaksanaan Jaminan Fidusia pada PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan Perbandingan dengan PT.BPR LPN Padang Magek” Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Pada dasarnya jaminan fidusia juga merupakan produk konvensional yang diterapkan untuk memberikan perlindungan bagi kreditur khususnya, ketika debitur melakukan wanprestasi. Kreditur dapat meminta ganti rugi kepada debitur melalui eksekusi atas jaminan fidusia, eksekusi barang jaminan dapat dilakukan segera tanpa menunggu keputusan pengadilan, ketentuan ini juga di berlakukan pada perbankan syariah, hal ini membuat penulis ingin melihat dari 3 aspek yang terjadi, yaitu persyaratan yang digunakan, benda-benda yang dijadikan jaminan dancara mengatasi jika terjadi pembiayaan bermasalah, serta membandingkan pelaksanaan jaminan fidusia yang ada pada bank syariah dan bank konvensional.

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian lapangan

(fieldresearch) dapat juga dianggap sebagai metode untuk mengumpulkan data

kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan turun langsung kelapangan untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.Tujuan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuai unit sosial, individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang jaminan fidusia serta kedudukannya pada PT.BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT.BPR LPN Padang Magek yang mana jaminan fidusia tersebut diwajibkan apabila utang yang dijamin diatas Rp.10.000.000, namun apabila dibawah Rp.10.000.000 maka tidak dibuatkan akta jaminan fidusia, hal tersebut bertujuan untuk menghemat dana untuk pembuatan sertifikat fidusia jika transaksi dibawah Rp.10.000.000. Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan atau Accesoir dan yang merupakan perjanjian pokok. Dengan adanya akta jaminan fidusia maka bank sebagai

Kreditor memiliki hak Eksekutorial dimana bank dapat kapan saja dan dimanapun

mengambil barang jaminan apabila nasabah Wansprestasi terhadap perjanjiannya, hak Eksekoturial yang diberikan kepada bank sama kuat nya dengan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pelaksanaan jaminan fidusia pada PT.BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT.BPR LPN Padang Magek merupakan jaminan perorangan, benda yang dapat dijadikan jaminan fidusia adalah kendaraan bermotor dan mesin, sementara cara mengatasi pembiayaan bermasalah menggunakan jaminan fidusia adalah dengan cara memberikan SP 1 sampai dengan SP 3, jika masih melakukan pelanggaran maka pihak bank akan melakukan eksekusi langsung terhadap barang jaminan tanpa menunggu keputusan dari pihak pengadilan.

(6)

ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ABSTRAK ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR ...v BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...9

A. Landasan Teori ... 9 1. Jaminan ... 9 2. Fidusia ... 22 3. BPR... 28 4. BPR Syariah ... 30 5. Pembiayaan ... 36

B. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ...39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Latar dan Waktu Penelitian... 39

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Instrumen Penelitian ... 41

E. Sumber Data ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

(7)

iii

H. Teknik penjamin Keabsahan ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ...44

A. Gambaran Umum PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek ... 44

1. Sejarah Berdirinya PT BPR Syariah Haji Miskin ... 44

2. Visi, Misi dan Tujuan PT BPR Syariah Hanji Miskin ... 46

3. Profil Perusahan PT. BPR Syariah Haji Miskin ... 47

4. Produk-produk PT BPR Syariah Haji Miskin ... 49

5. Struktur Organisasi PT BPR Syariah Haji Miskin ... 51

B. Perbandingan Pelaksanaan Jaminan Fidusia Pada PT.BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT.BPR LPN Padang Magek ... 56

1. Persyaratan Pelaksanaan Jaminan Fidusia ... 56

2. Benda yang Dapat Diterima Sebagai Jaminan Fidusia ... 61

3. Cara Mengatasi Pembiayaan Bermasalah Dengan Jaminan Fidusia... 65

BAB V PENUTUP ...69

A. Kesimpulan... 69

B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA

(8)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Latar Dan Waktu Penelitian ...40 Tabel 4. 1 Profil PT. BPR Syariah Haji Miskin ...47

(9)

v

DAFTAR GAMBAR

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah,lembaga perbankandi Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat atas pelayanan keuangan berbasiskan syariahmemotivasi lahirnya lembaga keuangan syariah lainnya, salah satu faktor penentu pertumbuhan Bank Syariah adalah karena memang banyak penduduk beragama Islam di Indonesia meminta layanan perbankan tersebut, perbankan berbasis syariah semakin populer dengan makin suburnya bank yang menerapkan konsep syariah (Usman, 2012: 10).

Saat ini kita bisa melihat perkembangan dari beberapa Bank Syariah yang sangat pesat, baik dari sisi nasabah, aset, dan juga pegawainya.Menurut data statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK) pada Januari 2019, terdapat 14 Bank

Umum Syariahdengan 1.885 kantor dan jumlah pegawai mencapai 49.522

orang, 20 Unit Usaha Syariah dan 165 BPRS dengan jumlah pegawai

mencapai 4.830 orang, walaupun jumlahbank syariah mengalami

perkembangan namun jika dibandingkan dengan bank konvensional masih tertinggal, saat ini market share perbankan syariah sekitar 5,6% dan sisanya adalah bank konvensional.Bank dibedakan berdasarkan kegiatan usahanya yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan prinsip syariah, namun masih ada persepsi masyarakat yang menyamakan keduanya, itu tidak terlepas dari aturan yang berlaku di bank syariah maupun bank konvensional seperti dengan adanya pembiayan yang ada di bank tersebut.

Pembiayaan pada dasarnya dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara

(11)

satu pihak pemberi hutang dengan pihak lainnya sebagai penerima pinjaman.Setelah perjanjian disepakati maka timbullah hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hak dan kewajiban debitor adalah bertimbal balik dengan kreditor. Selama proses itu tidak menghadapi masalah dalam arti kedua belah pihak melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang telah disepakati maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan akan muncul apabila nasabah lalai melakukan pelunasan uang pinjamannya. Kondisi yang demikian menyebabkan bank merasa tidak aman dan untuk mengembalikannya bank tentu akan meminta kepada nasabah untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban nasabah pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya. Oleh karena itu ilmu hukum telah menciptakan dan memberlakukan jaminan dalam bentuk kebendaan.

Jaminan (Kafalah) adalah proses penggabungan tanggungan dalam tuntutan atau permintaan dengan materi sama, kafalah digolongkan dalam beberapa bagian diantaranya kafalah dengan jiwa, yaitu keharusan yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan, selanjutnya kafalah dengan harta, kewajiban yang harus ditunaikan dengan pembayaran berupa harta. Kafalah dapat digunakan untuk pemberian jasa bank, antara lain garansi bank seperti jaminan uang muka atau jaminan pembayaran. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kafalah memberikan manfaat berupa pihak yang dijamin (nasabah) bahwa kafalah yang diberikan oleh bank nasabah bisa mendapatkan atau mengerjakan proyek dari pihak ketiga. Pihak yang terjamin (pemilik proyek) dengan adanya kafalah pemilik proyek mendapat jaminan bahwa proyek yang akan dikerjakan oleh nasabah akan diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan

Kafalah dalam syara’ hukumnya dibolehkan (Jaiz), berdasarkan

(12)

َهِمَأ ۡنِئَف

ٞۖٞتَضىُبۡقَّم ٞهَٰهِزَف اٗبِتاَك ْاوُدِجَت ۡمَلَو ٖزَفَس ٰىَلَع ۡمُتىُك نِإَو۞

ِّدَؤُيۡلَف ا ٗض ۡعَب مُكُض ۡعَب

ٱ

يِذَّل

ٲ

َهِمُت ۡؤ

ُهَتَى َٰمَأ

ۥ

ِقَّتَيۡلَو

ٱ

ََّللّ

ُهَّبَر

ۥ

ْاىُمُت ۡكَت َلََو

ٱ

َةَدَٰهَّشل

ُهَّوِئَف اَه ۡمُت ۡكَي هَمَو

ۥ

َق ٞمِثاَء

ۡل

ُهُب

ۥ

َو

ٱ

َُّللّ

ٞميِلَع َنىُلَم ۡعَت اَمِب

٣٨٢

Artinya: “ jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak

secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Q.S. al-Baqarah [2] : 283).

Ada beberapa macam jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum salah satu diantaranya adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.Jika debitur melunasi utangnya tepat waktu, maka kreditur akan mengembalikan hak kepemilikan tersebut kepada pemberi fidusia, namun jika pemberian fidusia tidak dapat melunasi utangnya, maka penerima fidusia berhak untuk menjual barang fidusia untuk melunasi utangnya tersebut, dalam fidusia ditekankan beberapa aspek; adanya hak jaminan, adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan, benda yang menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.

Ketika fidusia ditandatangani, maka pemilik yuridis objek fidusia adalah penerima fidusia, sedangkan pemilik manfaat adalah pemberi fidusia.Tujuan dari pendaftaran adalah memberikan kepastian hukum

(13)

kepada penerima fidusia dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang berkepentingan.Segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia terbuka untuk umum, kecuali terhadap barang persediaan melalui sistem pendaftaran diatur ciri-ciri yang sempurna dari jaminan fidusia sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan. Jaminan fidusia berupa jaminan yang disimpan dalam bentuk sertifikat fidusia oleh

lembaga fidusia kepada pemegang sertifikat (Bank) untuk

menarik/mengeksekusi jaminan dimanapun berada karena sertifikat fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan keputusan pengadilan(Tan Kamelo, 2004:22,57).

Pada dasarnya jaminan fidusia merupakan produk konvensional yang diterapkan untuk memberikan perlindungan bagi kreditur khususnya. Ketika debitur melakukan wanprestasi, kreditur dapat meminta ganti rugi kepada debitur melalui eksekusi atas jaminan fidusia. Pendaftaran fidusia, eksekusi barang jaminan dapat dilakukan segera tanpa menunggu putusan pengadilan.Kondisi semacam ini memberikan kemudahan bagi lembaga keuangan untuk menarik ganti rugi dari pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.

Model jaminan bersumber dari konvensional tersebut tidak serta merta dapat diterapkan di lembaga keuangan syariah.Indonesia menggunakan sistem hukum barat (warisan Belanda), sedangkan ekonomi syariah menggunakan sistem hukum Islam.Bank-bank yang berdiri saat ini umumnya berangkat dari sistem konvensional dengan model hukum konvensional pula, sehingga bank syariah pun banyak menerapkan sistem konvensional sehingga ditemukan inkonsistensi.Mestinya hukum Islam diterapkan secara utuh dalam lembaga keuangan syariah, mulai dari prinsipnya hingga penyelesaian sengketanya.Problem yang dihadapi lembaga keuangan syariah meliputi legislasi, jurisdiksi, pengaturan syariah, dan dokumentasi.Aspek legislasi terjadi karena ada perbedaan prinsip dan mekanisme dalam hukum Islam dan konvensional, dalam hal penyelesaian sengketa bank syariah diselesaikan dengan opsi di

(14)

pengadilan umum atau pengadilan agama. Lembaga keuangan syariah mestinya menjalankan usaha dengan model syariah (Sharia governance) bukan pada konvensional. Dokumentasi lembaga keuangan syariah mengalami kendala karena harus memenuhi hukum perikatan umum dan kontrak syariah (Rusni Hassan, 2011:128-129).

Jaminan fidusia juga diberlakukan pada bank syariah, keharusan penetapan jaminan fidusia didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia. Peraturan tersebut mewajibkan perusahaan pembiayaan yang melakukan

pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor menetapkan

pembebanan jaminan fidusia.Jaminan fidusia tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaankonsumen.Apabila perusahaan pembiayaan tidak melakukan pendaftaran fidusia, maka penarikan kendaraan bermotor dari nasabah tidak dibenarkan. (Pasal 3, "Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan"). Bank sebagai lembaga keuangan dalam kegiatannya menyalurkan dana bagi masyarakat memberikan fasilitas pembiayaan. Demi keamanan dan kepastian hukum diperlukan adanya jaminan bagi pembiayaan yang dilakukan oleh bank tersebut.

Ketika penulis melakukan observasi awal pada PT.BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT.BPR LPN Padang Magektentang jaminan fidusia adanya mekanisme awalyang sama seperti :

1) Adanya penyebutan secara terperinci benda-benda yang akan dipindahkan haknya

2) Ketergantungan dari debitur bahwa ia berwenang untuk menguasai dan berwenang menyerahkan hak milik atas benda tersebut

3) Sama-sama menggunakan jaminan berupa kendaraan bermotor

(15)

5) Jumlah utang yang dijamin harus diatas nominal >Rp.10.000.000, (Wawancara Osrizal, Yanti, Karyawan BPR BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan BPR LPN Padang Magek).

Memperdalam masalah lebih lanjut tentang sejauh mana pelaksanaan dan perbedaan mekanisme yang terdapat diantara kedua bank

tersebut penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul:

“PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA PT.BPR SYARIAH HAJI MISKIN PANDAI SIKEK DAN PERBANDINGAN DENGAN PT.BPR LPN PADANG MAGEK”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah :

1. Pelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek

2. Pelaksanaan jaminan fidusia diPT. BPR LPN Padang Magek

3. Perbandinganpelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji MiskinPandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian diatas makarumusan masalah yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek ?

2. Bagaimana pelaksanaan jaminan fidusia diPT. BPR LPN Padang Magek ?

3. Bagaimana perbandinganpelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji MiskinPandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek?

D. Tujuan Penelitian

(16)

1. Untuk mengetahui pelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR LPN Padang Magek.

3. Untuk mengetahui perbandinganpelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji MiskinPandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek.

E. Manfaat Penelitian

Agar peneliti maupun pembaca mengetahui mengenai

perbandinganpelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji MiskinPandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek, dan untuk mengetahui fungsi yang ada pada jaminan fidusia dalam pemberian pembiayaan di PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dalam

menginterpretasikan judul yang akan diteliti dan kekeliruan dalam memahami tujuan penelitian ini, maka peneliti memandang perlu untuk mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud judul “Pelaksanaan Jaminan Fidusia Pada PT.BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan Perbandingan dengan PT.BPR LPN Padang Magek” sebagai berikut : 1. Pelaksanaan yang dilakukan oleh PT.BPR Syariah Haji Miskin Pandai

Sikek dan PT.BPR LPN Padang magek adalah kegiatan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

2. Jaminan fidusia adalah jaminan yang disimpan dalam bentuk sertifikat fidusia oleh lembaga fidusia kepada pemegang sertifikat (Bank) untuk menarik/mengeksekusi jaminan dimanapun berada karena sertifikat

(17)

fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan keputusan pengadilan.

(18)

9 A. Landasan Teori

1. Jaminan

a. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu “zekerheid” atau “cautie”, yang secara umum artinya merupakan cara-cara nsabah menjamin dipenuhinya tagihan. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah bank kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Jaminan merupakan suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat kepercayaan dalam hutang piutang, barang itu boleh dijual kalau hutang tidak dapat dibayar, hanya penjualan itu hendaklah dengan keadilan, jaminan itu ada yang bersifat kebendaan dan ada yang bersifat perorangan, dimasyarakat relatif banyak menggunakan jaminan yang bersifat kebendaan (Shomad, 2010: 192). Jaminan menurut undang-undang perbankan adalah keyakinan atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan. UU Perbankan mengartikan istilah agunan dan istilah jaminan dalam arti yang berbeda, pada pasal 1 angka 23 undang-undang perbankan menentukan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Penjelasan pasal 8 undang-undang perbankan menjelaskan bahwa terdapat dua jenis agunan, yaitu :

1) Agunan pokok, yaitu barang, surat berharga, atau garansi yang berkaitan langsung denganobjek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan maupun tagihan-tagihan debitur.

(19)

2) Agunan tambahan, yaitu barang, surat berharga, atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambahkan sebagai agunan (Shomad, 2010: 192-193).

b. Jaminan Dalam Konteks Syariah 1) Ar-Rahn

a) Pengertian Ar-Rahn

Secara bahasa ar-rahn, jaminan, rungguhan atau jaminan yang mengandung arti tetap atau tertahan. Dilihat dari segi pengertian ar-rahn secara bahasa diatas, dapat dipahami bahwa

ar-rahn sama dengan gadai, yang pengertiannya adalah

menahan salah satu harta milik sipeminjam atas pinjaman yang diterimanya atau disebut dengan gadai, dengan demikian pihak yang menahan (orang yang memberikan utang) memperoleh jaminan untuk memperoleh jaminan untuk memperoleh kembali apa yang telah diutangkan (Syarifudin, 2003: 227).

Jaminan juga dapat diartikan sebagai suatu barang yang dijadikan peneguh atau penguat kepercayaan dalam utang piutang. Jaminan itu berkaitan erat dengan utang piutang. Sebenarnya pemberian utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong orang yang sedang kesulitan uang, namun untuk ketenangan hati si pembeli utang memerlukan suatu jaminan bahwa utang itu akan dibayar oleh orang yang berutang, untuk maksud itu pemilik utang boleh meminta jaminan dalam bentuk barang berharga.

b) Landasan Hukum Tentang Ar-Rahn

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) ulama Indonesia Nomor 25/DSN-MUI/I/III/2002 tentang rahn yang memberikan pelayanan jasa dalam bentuk jaminan yang menjadikan suatu benda sebagai jaminan utangnya tersebut.

(20)

Produk tersebut dinamkan rahn tasjili yang diatur Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 tentang rahn tasjili.Menurut fatwa DSN-MUI rahn tasjili adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetapi berada dalam penguasaan (pemanfaatan) rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin(DSN-MUI,2014: 741).

Menurut firman Allah SWT tentang jaminan, sebagai berikut:

ٞهَٰهِزَف اٗبِتاَك ْاوُدِجَت ۡمَلَو ٖزَفَس ٰىَلَع ۡمُتىُك نِإَو۞

ِّدَؤُيۡلَف ا ٗض ۡعَب مُكُض ۡعَب َهِمَأ ۡنِئَف

ٞۖٞتَضىُبۡقَّم

ٱ َّل

يِذ

ٲ

َهِمُت ۡؤ

ُهَتَى َٰمَأ

ۥ

ِقَّتَيۡلَو

ٱ

ََّللّ

ُهَّبَر

ۥ

ْاىُمُت ۡكَت َلََو

ٱ

َةَدَٰهَّشل

ُهَّوِئَف اَه ۡمُت ۡكَي هَمَو

ۥ

ٞمِثاَء

َق

ُهُبۡل

ۥ

َو

ٱ

َُّللّ

ٞميِلَع َنىُلَم ۡعَت اَمِب

٣٨٢

Artinya: “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian, dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. al-Baqarah [2] 283).

(21)

ويلع للها ىلص ِوَّللَا ُلوُسَر َلاَق لاَق ونع للها يضر َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَعَو

ِوِتَقَفَ نِب ُبَكْرُ ي ُرْهَّظلَا َناَك اَذِإ ملسو

ِوِتَقَفَ نِب ُبَرْشُي ِّرَّدلَا َُبََلَو ,اًنوُىْرَم

ُةَقَفَّ نلَا ُبَرْشَيَو ُبَكْرَ ي يِذَّلَا ىَلَعَو ,اًنوُىْرَم َناَك اَذِإ

)ُّيِراَخُبْلَا ُهاَوَر (

Artinya:”Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya.”( HR. Bukhari).

HR. Malik, Kitab kitab Al-Aqdiyat

ْنِم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر ىَرَ تْشا ْتَلاَق َةَشِئاَع ْنَع

يِدَح ْنِم اًعْرِد ُوَنَىَرَو اًماَعَط ٍّيِدوُهَ ي

.

Artinya:“Dari Aisyah berkata : Rasulullah saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّنلا َلَِإ ىَشَم ُوَّنَأ ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر سَنَأ ْنَع

ِزْبُِبِ

اًعْرِد َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ُِّبَِّنلا َنَىَر ْدَقَلَو ةَخِنَس ةَلاَىإَو يرِعَش

ِوِلْىَِلِ اًيرِعَش ُوْنِم َذَخَأَو ٍّيِدوُهَ ي َدْنِع ِةَنيِدَمْلاِب ُوَل

Artinya:“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”. (HR. Anas r.a)

Peminjaman tidak dapat mengembalikan peminjaman, maka barang jaminannya diberikan pada pemberi pinjaman senilai pinjaman yang dia tanggung.Apabila ada sisa nilai jaminan dari peminjamannya, maka harus dikembalikan, jika

(22)

kurang maka pemberi pinjaman berhak meminta kekurangannya. Berdasarkan Al-Quran dan hadis tersebut dinyatakan bahwasannya agama Islam adalah urusan muamalat tidak membedakan antara pemeluknya dengan yang lain. Wajib atas muslimin membayar hak pemeluk agama lain seperti terhadap sesama mereka. Begitu juga tidak halal harta mereka selain dengancara yang halal tergadap sesama muslim. Jaminan itu berkaitan dengan utang piutang.Sebenarnya pemberian utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong orang yang sedang kesulitan uang, namun untuk ketenangan hati si pemberi utang memerlukan suatu jaminan bahwa utang itu akan dibayar oleh orang yang berutang. Untuk maksud itu pemilik uang boleh minta jaminan dalam bentuk barang berharga (Veithzal,2008: 664).

Ketentuan memanfaatkan barang gadaian dalam islam bertujuan untuk meminta kepercayaan dan jaminan hutang, bukan untuk mencari keuntungan hasil. Oleh sebab itu, pada dasarnya orang yang menerima gadaian (murtahin) tidak boleh memanfaatkan barang gadaian, sekalipun diizinkan oleh orang yang mengadaikan (rahin) karena tindakan memanfaatkan barang gadaian tidak ubahnya seperti qard yang mengambil manfaat, dana yang demikian itu riba.

c) Pengambilan Manfaat Barang (Ar-Rahn)

Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa penerima jaminan tidak boleh mengambil manfaat dari barang jaminan.Fuquha lain berpendapat, apabila barang jaminan itu berupa hewan, maka penerima jaminan boleh mengambil air susu dan memungingkannya dalam kadar yang seimbang dengan makanan dan biaya yang diberikan kepadanya.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan

(23)

tanpa seizin pemegang jaminan, begitu pula pemegang jaminan tidak boleh memanfaatkannya tanpa seizin orang yang menjaminkan. Mereka beralasan bahwa barang jaminan harus tetap dikuasai oleh pemegang jaminan selamanya. Pendapat ini senada dengan pendapat ulama Hanabilah, sebab manfaat yang ada dalam barang jaminan pada dasarnya termasuk jaminan/rahn.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika pemegang jaminan mengizinkan orang yang menjaminkan untuk memanfaatkan barang jaminan, akad menjadi batal. Adapun pemegang jaminan dibolehkan memanfaatkan barang jaminan sekadarnya (tidak boleh lama) itu pun atas tanggungan orang yang menjaminkan. Sebagian ulama Malikiyah berpendapat, jika pemegang jaminan terlalu lama memanfaatkan barang jaminan, ia harus membayarnya. Sebagian lainnya berpendapat

tidak perlu membayar. Pendapat lainnya diharuskan

membayar, kecuali jika orang yang menjaminkan mengetahui dan tidak mempermasalahkannya.

Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa rahn boleh dilakukan asal barang yang jaminan di pegang/dikuasai secara hokum oleh pemberi piutang secara langsung. Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai adalah surat jaminan tanah tersebut.

Kemudian dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa:

أ

ُهَنَهَرَو ٍلَجَأ ىَلِإ ٍّيِدوُهَ ي ْنِم اًماَعَط ىَرَ تْشا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص َّيِبَّنلا َّن

ٍديِدَح ْنِم اًعْرِد

Artinya: “Sesungguhnya, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam membeli bahan makanan dari seorang yahudi dengan cara berutang, dan beliau menggadaikan baju besinya.” (Hr. Al-Bukhari no. 2513 dan Muslim no. 1603)

(24)

Imam Syafiy menjelaskan tentang pemanfaataan barang jaminan sebagai berikut: “Manfaat dari barang jaminan adalah bagi yang menjaminkan, tidak ada sesuatu pun dari barang jaminan itu bagi yang menerima jaminan, sedangkan pendapat senada diutarakan Ulama Safiiyah bahwa orang yang menjaminkan adalah yang mempunyai hak atas manfaat barang yang dijaminkan, meskipun barang yang dijaminkan itu ada di bawah kekuasaan penerima jaminan, kekuasaannya atas barang yang dijaminkan tidak hilang kecuali ketika mengambil manfaat atas barang jaminan tersebut, sedangkan penerima jaminan tidak boleh mengambil manfaat barang jaminan jika hal itu disyaratkan dalam akad, tetapi jika mengambil manfaatnya itu diizinkan oleh orang yang menjaminkan maka itu diperbolehkan.Jaminan itu tidak menutup akan yang punya dari manfaat barang itu, manfaatnya kepunyaan dia dan dia wajib mempertanggung jawabkan resikonya (kerusakan dan biaya).

Hadist yang dijadikan landasan oleh ulama yang membolehkan pemanfaatannya ialah Hadist yang diriwayatkan oleh shahih muslimsebagai berikut:

نع

َرْ يَرُى ِبَِأ

َة

َلاَق

َمَّلَس َ ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ِلوُسَر

ُرْهَّظلا

َناَك اَذِإ ِوِتَقَفَ نِب ُبَرْشُي ِّرَّدلا َُبََلَو ,اًنوُىْرَم َناَك اَذِإ ِوِتَقَفَ نِب ُبَكْرُ ي

ُةَقَفَّ نلا ُبَرْشَيَو ُبَكْرَ ي يِذَّلا ىَلَعَو ,اًنوُىْرَم

Artinya: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan

menanggung biayanya. Bagi yang

menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib

menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. (shahih muslim)

Pemanfaatan barang jaminan ulama Hambaliyah lebih menekankan pada jenis barang yang dijaminkan, yakni pada

(25)

apakah barang yang dijaminkan tersebut hewan atau bukan, dan bisa ditunggangi serta diperah susunya atau tidak. Jika barang yang dijaminkan tidak dapat ditungangi dan diperah, maka boleh bagi penerima jaminan mengambil manfaat atas barang jaminan. Sedangkan jika barang jaminan tersebut tidak dapat ditunggangi dan diperah maka barang tersebut dapat diambil manfaatnya dengan seizin yang menjaminkan secara suka rela dan selama sebab jaminan itu bukan dari sebab hutang.

Pengambilan manfaat pada benda-benda jaminan di atas ditentukan kepada biaya atau tenaga untuk pemeliharaan sehingga bagi yang memegang barang-barang jaminan seperti punya kewajiban tambahan. Pemegang barang jaminan berkewajiban memberikan makanan bila barang jaminan itu adalah hewan, harus memberikan bensin bila pemegang barang jaminan berupa kendaraan.Jadi, yang dibolehkan disini adalah adanya upaya pemeliharaanterhadap barang jaminan yang ada pada dirinya(Suhendi, 2010: 109).

d) Penyelesaian Jaminan (Ar-rahn)

Menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam jaminan tidak boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad jaminan diucapkan, “apabila rahin tidak mampu melunasi utangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka marhun menjadi milik murtahin sebagai pembayaran utang”, sebab ada kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk membayar utang harga marhun akan lebih kecil dari pada utang rahin yang harus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga harga marhun pada waktu pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak rahin.

(26)

Apabila syarat seperti diatas diadakan dalam akad jaminan, akad jaminan itu sah, tetapi syarat-syaratnya batal dan tidak perlu diperhatikan.Apabila pada waktu pembayaran yang telah ditentukan rahin belum membayar hutangnya, hak

murtahin adalah menjual marhun, pembelinya boleh murtahin

sendiri atau yang lain, tetapi dengan harga yang umum berlaku pada waktu itu dari penjualan marhun tersebut.Hak murtahin hanyalah sebesar piutangnya, dengan akibat apabila harga penjualan marhun lebih besar dari pada jumlah hutang, sisanya

dikembalikan kepada rahin.Apabila sebaliknya, harga

penjualan marhun kurang dari jumlah utang, rahin masih menaggung pembayaran kekurangannya.

2) Al-Kafalah

a) Pengertian Al-Kafalah

Secara bahasa Al-Kafalah adalah gabungan yang disebut juga dengan beban, jaminan, dan tanggungan.Menurut Syara’

Al-Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh kafil

(penanggung) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (Iska, 2012: 194).

b) Rukun dan Syarat Al-Kafalah

(1) Dhiman, Kafil, atau za‟im yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratakan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) yang dilakukan dengan kehendak sendiri.

(2) Madmun bih, yaitu orang yang berpiutang, disyaratkan ialah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Madmun lah disebut juga mafkul lah, madmun

lah disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia

tidak sama dalam hal tuntunan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.

(27)

(3) Madmu‟anu atau makful‟anhu adalah orang yang berpiutang

(4) Madmun bih atau makful‟anhu adalah utang, barang atau orang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap. (5) Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin,

tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara (Iska, 2012: 194).

c. Jenis-Jenis Jaminan 1) Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau pihak bank dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang atau nasabah. 2) Jaminan Kebendaan

a) Jaminan Benda Berwujud (1) Tanah

(2) Bangunan, Kendaraan sepeda motor (3) Mesin/peralatan

(4) Barang dagangan (5) Tanaman/kebun/sawah b) Jaminan Benda Tidak Berwujud

(1) Sertifikat saham (2) Sertifikat obligasi (3) Sertifikat tanah (4) Sertifikat deposito

(5) Rekening tabungan yang dibekukan (6) Rekening giro yang dibekukan (7) Wesel

(28)

Yaitu bank menjaminkan pembiayaan tersebut kepada pihak asuransi, terutama terhadap fisik objek pembiayaan, seperti kendaraan, gedung, dan lainnya. Jadi apabila terjadi kehilangan atau kerusakan maka jaminan asuransilah yang akan menanggung kerugian (Kasmir, 2004: 81).

d. Syarat Jaminan

Setiap bank mensyaratkan agar jaminan yang diserahkan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan memenuhi aspek yuridis, sehingga bila dikemudian hari terjadi masalah maka pihak bank tidak dalam posisi yang lemah.

Menurut surat keputusan direksi BI No. 23/69/kep/DIR tanggal 28 februari 1991 tentang jaminan pemberian pembiayaan pasal 2 ayat (1) dibenarkan bahwa bank tidak dibenarkan memberikan pembiayaan kepada siapapun tanpa adanya jaminan. Jaminan pembiayaan harus memenuhi persyaratan secara hukum dan ekonomis yag baik dan benar (Kasmir, 2001: 102).

1) Syarat-Syarat Barang Jaminan Secara Islam

a) Jaminan itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan hutang. b) Jaminan itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan.

c) Jaminan itu jelas.

d) Jaminan itu milik sah orang yang berhutang. e) Jaminan itu merupakan harta yang utuh. 2) Syarat Jaminan Secara Hukum

a) Jaminan harus berupa wujud yang nyata b) Jaminan tidak sedang dalam proses pengadilan c) Jaminan tidak dalam proses sengketa

3) Syarat Jaminan Secara Ekonomis

a) Jaminan mempunyai nilai ekonomis pasar

b) Harus mempunyai pasaran yang cukup luas dan mudah dijual c) Jaminan yang diajukan harus mempunyai standar tertentu e. Manfaat Jaminan

(29)

Manfaat yang diambil oleh bank dari prinsip jaminan adalah: 1) Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main

dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank.

2) Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja. Nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang

(marham) yang dipegang oleh bank.

Jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi dalam akad murabahah, jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar sipemesan tidak main-main dengan pesanannya. Sipembeli (penyedia pembiayaan/ bank) dapat meminta sipemesan (pemesan/ nasabah) suatu jaminan untuk dipegangnya, dalam teknis operasionalnya barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima sebagai pembayaran hutang(Sofyan Harahap, 2002: 96).

Manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya kongkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan asset tersebut. Jika penahanan asset berdasarkan fiducia (penahanan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum. Ketentuan syari’ah tidak mengatur mengenai jenis pengikatan barang agunan. Oleh karena itu, tata cara pengikatan barang harus berpedoman kepada ketentuan yang berlaku dalam hukum konvensional sebagai ketentuan publik yang mengikat perbankan syari’ah di Indonesia (Warkum Sumitro, 2002: 117). f. Penilaian Jaminan (Collateral)

1) Jaminan Berupa Tanah dan Bangunan

Jaminan berupa tanah dan bangunanharus berstatus kepemilikan SHM (Surat Hak Milik) atau SHGB (Surat Hak Guna Bangunan).Hal-hal pokok yang menjadi dasar penilaian

(30)

tanah dan bangunan sebagai agunan, sebagaimana dalam buku Yusak Laksmana adalah sebagai berikut:

a) Harga taksasi tanah yang digunakan adalah dengan membandingkan harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) terbaru dan harga pasar wajar.

b) Marketabilitas tanah yaitu nilai pasaran tanah apakah mudah dijual atau tidak.

c) Bank biasanya mengharuskan adanya bangunan di atas tanah yang dijaminkan. Bangunan tersebut juga wajib memiliki IMB, karena apabila bangunan tersebut tidak di dukung IMB maka bank akan mengabaikan nilai bangunan, sehingga hanya tanah saja yang diakui taksasinya.

2) Jaminan Berupa Kendaraan Bermotor dan Mobil

a) Unsur ekonomis sepeda motor ditambah jangka waktu pembiayaan adalah maksimal 5 tahun.

b) Kondisi fisik dari kendaraan. Tidak pernah ada kendaraan yang persis sama kondisinya meskipun jenis dan tahun pembuatannya sama. Mobil atau kendaraan yang masih “mulus” baik body maupun mesinnya akan lebih tinggi nilainya masuk bengkel karena kecelakaan

c) Unsur ekonomis mobil penumpang ditambah jangka waktu pembiayaan adalah maksimal 10 tahun.

d) Umur ekonomis mobil niaga ditambah jangka waktu pembiayaan adalah maksimal 5 tahun.

e) Merek serta peruntukannya. Mobil dengan merek keluaran jepang berbeda nilai taksasinya dengan pabrikan Eropa maupun Korea. Disamping itu mobil yang digunakan untuk penggunaan pribadi akan berbeda nilainya dengan mobil dinas ataupun mobil yang disewakan (Laksmana, 2009: 199).

(31)

3) Jaminan Berupa Mesin

Dengan ketentuan umur ekonomis mesin ditambah dengan jangka waktu pembiayaan maksimal 5 tahun. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah lokasi letak mesin. Bila mesin terletak melekat disuatu lahan pabrik misalnya, maka pastikan bahwa tanah pabrik tersebut tidak dijaminkan kepada bank atau pihak lain. Karena bila suatu saat lahan pabrik tersebut dikuasai oleh bank lain, boleh jadi mesin tersebut akan ikut di klaim sebagai asset yang dikuasai juga(Laksmana, 2009: 205).

2. Fidusia

a. Pengertian Fidusia

Fidusia berasal dari bahasa romawi yaitu fides yang berarti kepercayaan. Fidusia menurut Undang-Undang No. 42 tahun 1999 yang berbunyi yaitu: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Adapun barang-barang yang diikat dengan jaminan fidusia, yaitu sebagai berikut:

1) Stok barang-barang yang akan atau sedang diproduksi maupun barang yang diperdagangkan

2) Inventaris kantor, pabrik, mesin-mesin peralatan 3) Kendaraan bermotor

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam fidusia atau syarat-syarat minimum dari fidusia yaitu, sebagai berikut:

1) Adanya penyebutan secara terperinci benda-benda yang akan dipindahkan haknya

2) Identitas pihak pemberi dan penerima jaminan fidusia, serta nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia

(32)

3) Ketergantungan dari debitur bahwa ia berwenang untuk menguasai dan berwenang menyerahkan hak milik atas benda tersebut

4) Adanya pembatas-pembatas terhadap perbuatan debitur yang merugikan

Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya suatu pembiayaan, hal ini dikarenakan fidusia hanya bertindak sebagai jaminan acessoir atau jaminan tambahan. Jaminan utamanya tetap jaminan fixed asset. Dalam hal ini pemberi fidusia yaitu individu atau korporasiyang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin denagn jaminan fidusia(Sutedi,2009: 166). b. Unsur-unsur Fidusia

Fidusia memiliki unsur-unsur, yaitu: 1) Pengalihan atau pengoperan

2) Pengalihan dari pemiliknya kepada kreditur 3) Penyerahan bedasarkan kepercayaan

Perjanjian fidusia adalah pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat dalam hal ini adalah nasabah dan penerima fidusia sebagai pemilik yuridis dalam hal ini yaitu pihak perbankan.Jaminan fidusia menurut asal katanya berasal dari “fides” yang berarti kepercayaan.Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima

fidusia) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan

kepercayaan(Widjaja,2005: 113).

Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah dilunasi utangnya, sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang jamianan yang berada dalam kekuasaannya. Jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam masyarakat hukum romawi.Ada dua bentuk jaminan fidusia, yaitu fiducia cum creditore dan fiducia cum amico,

(33)

keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cession.Dalam bentuk yang pertama atau lengkapnya fiducia cum creditor

contracta, yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan

kreditur, dikatakan bahwa kreditur akanmengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditur sebagai jaminan atas hutangnya dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur apabila utangnya sudah dibayar lunas.Jika dihubungkan dengan sifat yang ada pada setiap pemegang hak, maka dikatakan bahwa debitur mempercayakan kewenangan atas suatu barang kepada kreditur untuk kepentingan kreditur sendiri (sebagai jaminan pemenuhan perikatan oleh kreditur).

Pasal 1 Undang-Undang tentang fidusia memberikan batasan dan pengertian sebagai berikut: “fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diahlikan tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Pasal 2 Undang-Undang jaminan fidusia memberikan batas ruang lingkup berlakunya Undang-Undang jaminan fidusia, yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam pasal 3 Undang jaminan fidusia yang menyatakan bahwa Undang-Undang jaminan fidusia ini tidak berlaku terhadap:

1) Jaminan fidusia yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,

sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku

menetukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib di daftar. Namun demikian, bangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat dibebabani jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang hak tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

(34)

2) Hipotik atas kapal

3) Hipotik atas pesawat terbang,dan 4) Gadai(Jumhana,2003: 417). c. Subjek dan Objek Fidusia

Subjek dari jaminan fidusia adalah mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan fidusia, yang dalam hal ini terdiri atas pemberi dan penerima fidusia. Antara objek jaminan fidusia dan subjek jaminan fidusia mempunyai kaitan yang erat, oleh karena benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yaitu:

1) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan diahlikan secara hukum 2) Dapat atas benda berwujud.

3) Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang. 4) Benda bergerak.

5) Benda tidak bergerak, yang tidak dapat diikat denagan jaminan fidusia

6) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotek. 7) Baik atas benda yang masih ada, maupun terhadap benda yang

akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.

8) Dapat atas satuan jenis benda.

9) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda. 10) Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia. 11) Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi

objek jaminan fidusia.

12) Benda persediaan (Invontory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia(Fuady, 2008: 76).

Berdasarkan Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia tersebut, objek jaminan fidusia dibagi 2 (dua) macam yaitu:

(35)

2) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani jaminan fidusia, yang dimaksud dengan bangunan yang tidak bergerak disini dalam kaitannya dengan bangunan rumah susun, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang rumah susun (Widjaja,2001: 142).

Objek jaminan fidusia dengan objek jaminan pada gadai ada perbedaanya.Untuk melihat perbedaan tersebut, perlu diuraikan tentang benda menurut KUH-Perdata sebagai berikut:

1) Menurut pasal 503 KUH-Perdata benda itu dapat dibagi dalam: (a) Benda yang berwujud, ialah segala sesuatu yang dapat diraba

oleh panca indra, seperti: rumah, mobil, buku.

(b) Benda yang tidak berwujud, ialah segala macam hak, seperti: hak cipta, hak merk perdagangan.

2) Menurut Pasal 504 KUH-Perdata benda itu dapat dibagi atas: (a) Benda bergerak, dapat dibagi menjadi:

(1) Benda bergerak menurut sifatnya ialah benda yang dapat dipindahkan (Pasal 509 KUH-Perdata), seperti: kursi, meja, buku.

(2) Benda bergerak menurut ketentuan Undang-Undang ialah hak-hak yang melekat atas benda bergerak(Pasal 511 KUH-Perdata), seperti: hak memungut hasil atas benda bergerak, saham-saham perusahaan, piutang-piutang.

(b) Benda tidak bergerak, dapat dibagi menjadi:

(1) Benda tidak bergerak menurut sifatnya ialah benda yang tidak dapat dipindah-pindahkan (Pasal 506 KUH-Perdata), seperti: tanah dan segala yang melekat diatasnya, rumah, gedung, pepohonan.

(2) Benda tidak bergerak tujuannya ialah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda

(36)

pokok untuk tujuan tertentu (Pasal 507 KUH-Perdata), seperti: mesin-mesin yang dipasang di suatu pabrik. (3) Benda tidak bergerak karena ketentuan Undang-Undang

ialah hak-hak yang melekat atas benda tidak bergerak (Pasal 508 KUH-Perdata)seperti: hipotik, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Zulkifli,2001: 153). Sebelum melakukan pengikatan jaminan fidusia harus dilakukan penelitian tentang:

1) Kebenaran barang yang dijaminkan baik-baik mengenai kualitas, dengan cara melakukan identifikasi tentang jumlah, merk, kapasitas, tahun pembuatan, ukuran harga dan tempat penyimpanan.

2) Apabila telah diyakini kebenarannya langsung dibuatkan akte FEO baik secara notaril maupun bawah tangan.

3) Bila barang yang dijaminkan adalah milik pihak ketiga maka pemilik jaminan harus ikut menandatangani akte pengikatan dan tidak diperbolehkan dikuasakan kepada debitur.

4) Akte harus menyebutkan dengan tegas daftar barang yang diikat, sehingga bila ada pergantian atau perubahan barang maka daftar barang FEO-kan harus diubah.

Untuk mengecek tentang keberadaan atau kecukupan barang yang diikat secara fidusia agar debitur secara berkala mengirimkan daftar-daftar baik volume maupun nilainya.Account Officer atau petugas jaminan secara berkala melakukan pemeriksaan jaminan secara dadakan, sehingga bila ditemukan perbedaan yang sangat menyolok antara laporan dan kenyataan pihak bank dapat segera melakukan langkah-langkah pengamanan(Veithzal,2007: 674). d. Hapusnya Jaminan Fidusia

Dalam setiap perjanjian pasti ada masa berakhirnya, pemberian jaminan fidusia bersifat accessoir terhadap perjanjian pokok dalam hal ini perjanjian kredit. Apabila kredit dan kewajiban

(37)

yang terkait dengan perjanjian kredit telah dilunasi maka perjanjian kredit juga hapus, dengan hapusnya perjanjian maka jaminan fidusia hapus.

Ketentuan hapusnya jaminan fidusia berdasarkan pasal 25 ayat (1) Undang-Uandang Jaminan Fidusia, yaitu:

1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia

2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oelh penerima fidusia atau 3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia

Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud pasal 10 huruf b, yaitu jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan. Apabila jaminan fidusia hapus penerima fidusia memberitahukan kepada kantor

pendaftaran fidusia menganai hapusnya jaminan fidusia,

sebagaimana dimaksud dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut.

Dengan hapusnya jaminan fidusia kantor pendaftaran fidusia mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia, selanjutnya kantor pendaftran fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bukti pendaftaran yang bersangkutan tidak berlaku lagi(Kashadi, 2001: 46).

3. BPR

a. Pengertian

Bank Perkreditan Rakyat adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabunganatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha bank, BPR merupakan bank yang tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang dalam

(38)

pelaksanaan kegiatan usahannya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang berada dalam lingkungan organisasi dengan perubahan yang cepat, oleh karena itu BPR harus mengakui secara konsisten perkembangan lingkungan. Jika BPR tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan maka akan kalah atau keluar dari persaingan. Salah satu perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap kegiatan bisnis BPR adalah perkembangan peraturan bank yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (Kusuma, 2018:419-427).

BPR berperan sebagai menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Dengan menggunakan diagram Alir Melingkar perekonomian dapat dijelaskan peranan BPR, yaitu menghimpun dana dari sektor rumah tangga (kelompok masyarakat berpendapatan rendah) dan menyalurkannya kepada sektor perusahaan (kelompok pengusaha ekonomi lemah). Munculnya BPR tersebut menunjukkan bahwa selama ini kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan yang sudah ada. Peranan lembaga keuangan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama kesejahteraan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah (Subagyo, 2002:119). b. Tujuan dan Strategi

Tujuan yang dikehendaki dengan berdirinya BPR adalah : 1) Memberikan dan menyalurkan dana kepada masyarakat

2) Meningkatnya pembangunan nasional secara merata disetiap daerah

3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas nasional

(39)

Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPR tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut :

1) BPR menghimpun dana masyarakat baik dalam deposito berjangka, tabungan, atau dalam bentuk lainnya.

2) BPR menyalurkan dana dalam bentuk kredit investasi, kredit perdagangan.

3) BPR menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bank Indonesia

c. Kegiatan Operasional

Kegiatan-kegiatan operasional BPR adalah sebagai berikut: 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

berupa deposito berjangka, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

2) Memberikan kredit

3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank indonesia

4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain.

4. BPR Syariah a. Pengertian

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) berdasarkan UU No21 tahun 2008 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya. Tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya maksudnya adalah BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan usaha dalam

(40)

valuta asing, melakukan penyertaan modal, melakukan usaha perasuransian dan melakukan usaha sebagaimana diluar kegiatan yang telah ditetapkan Undang-undang.

Pelaksanaan BPR dengan prinsip syariah diatur dalam surat keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/ KEP/DIR/1999 tanggal 12 mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah sebagai lembaga keuangan yang beroperasional menggunakan prinsip-prinsip syariah (Wiroso, 2005: 1-3).

b. Tujuan dan Strategi

Adapun tujuan yang dikehendaki dengan berdirinya BPR Syariah adalah :

1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.

2) Menambah lapangan kerja terutama ditingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.

3) Membina semangat ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang memadai (Sudarsono, 2003 : 73).

Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPR Islam tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut :

1) BPR islam tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisita/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.

2) BPR islam memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.

(41)

3) BPR mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan (Sumitro, 2004: 130).

c. Kegiatan Operasional

Kegiatan-kegiatan operasional BPR Syariah adalah sebagai berikut:

1) Mobilisasi Dana Masyarakat

BPR Syariah akan mengerahkan dana masyarakat dalam

berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadiah,

menyediakan tabungan dan deposito berjangka.Fasilitas ini dapat

digunakan untuk menitip infaq, sedekah dan zakat,

mempersiapkan ongkos naik haji (ONH), merencanakan qurban, akikah, khitanan, mempersiapkan pendidikan, pemilikan rumah, kendaraan, serta dapat juga dimanfaatkan untuk menitipkan dana yayasan, masjid, sekolah, pesantren, organisasi, badan usaha dan lain-lain.

a) Simpanan Amanah

BPR Syariah menerima titipan amanah (trustee

account)berupa dana infaq, sedekah, zakat, karena bank dapat

menjadi perpanjangan tangan baitul maal dalam menyimpan dan menyalurkan dana umat agar dapat bermanfaat secara optimal.

Akad penerimaan titipan ini adalah wadiah yaitu titipan yang tidak menanggung risiko, bank akan memberikan kadar profit (berupa bonus) dari bagi hasil yang didapat bank melalui pembiayaan kepada nasabah.

b) Tabungan Wadiah

BPR Syariah menerima tabungan (saving account), baik pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan dana ini berdasarkan wadiah yaitu titipan-titipan yang tidak menanggung risiko kerugian, serta bank

(42)

akan memberikan kadar profit kepada penabung sejumlah tertentu dari bagi hasil yang diperoleh bank dalam pembiayaan kredit pada nasabah, yang diperhitungkan secara harian dan dibayar setiap bulan. Penabung akan mendapat buku tabungan untuk mencatat mutasi dan baki.

c) Deposito Wadiah dan Deposito Mudharabah

BPR Syariah menerima deposito berjangka (time and

investment account) baik pribadi maupun badan/lembaga.

Akad penerima deposito adalah wadiah atau mudharabah di mana bank menerima dana masyarakat berjangka 1, 3, 6, 12 bulan dan seterusnya, sebagai penyertaan sementara pada bank. Deposan yang akad depositonya wadiah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan yang lebih kecil daripada

mudharabah dan bagi hasil yang diterima bank dalam

pembiayaan/kredit nasabah, diabayar setiap bulan. Deposito bank akan menerbitkan warkat deposito atas nama deposan. 2) Penyaluran Dana

a) Transaksi jual beli berdasarkan akad : 1. Murabahah

adalah akad jual beli pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati oleh pihak-pihak

yang mengadakan akad murabahah. Pembiayaan

murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), yaitu transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya.Harga jual adalah harga beli dari pemosok ditambah keuntungan (margin) dan kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran (Karim, 2007:98).

2. Istishna’

Transaksi isthisna’ merupakan suatu kontrak perjanjian jual beli antar pembeli dan pembuat barang.

(43)

Dalam kontrak ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli, pemuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi (jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya) yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat atas harga serta system pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai pada waktu masa yang akan datang.

3. Salam

Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada.Salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan di muka.Barang yang diterima harus sesuai karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjualbaik itu jenis, macam, kualitas, dan kuantitasnya.

b) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad : 1. Mudharabah

Mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya pengelola (Mudharib) dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak (Mardani, 2015: 213).

2. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

(44)

Dalam pembiayaan Islam pembiayaan Mudharabah dapat diterapkan pada usaha usaha yang sifatnya resiko rendah misal dengan satu usaha atau kegiatan sesaat sehingga dapat dihitung pendapatan dan keuntungan, sedangkan musyarakah dapat diterapkan untuk usaha-usaha mikro atau sector informal seperti syirkah barang dagangan. Penerapan

pembiayaan mudharabah dan musyarakah untuk

pemberdayaan UMKM tidak sekedar transfer dana tetapi dibutuhkan transfer of knowledge, bukan hanya sosialisasi dan promosi, maka diperlukan pula adanya edukasi.

c) Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya, bila pada jual beli transaksinya adalah barang, pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa.Ijrahadalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.Namun pada masa akhir sewa lembaga keuangan syariah dapat menjual barang yang disewkannya kepada nasabah.Karena itu dikenal adanya Ijarah muntahhiyah

bittamlikatau sewa yang diikiti dengan berpindahnya

kepemilikan(Antonio, 2001:117). 3) Jasa Perbankan Lainnya

Secara bertahap BPR Syariah akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran dalam bentuk proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening listrik, air, telepon, angsuran KPR dan yang lainnya. Selain itu juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa talangan dana (bridging financing) yang didasarkan atas pembiayaan Ba‟i salam. Ba‟i salamartinya proses jual beli dengan pembayaran yang dilakukan secara advance,

(45)

manakala penyerahan barang dilakukan kemudian (Sumitro, 2004: 130-134).

5. Pembiayaan

a. Fungsi Jaminan Pembiayaan

Jaminan pembiayaan berfungsi sebagai pengamanan

pengembalian dana yang disalurkan kepada pihak peminjam. Setelah itu jaminan pembiayaan juga dimiliki fungsi yang berkaitan dengan kesungguhan pihak peminjaman untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan sehingga akan mencegah terjadinya pencairan jaminan pembiayaan yang mungkin saja tidak diinginkan pihak peminjam karena nilai (harga) jaminan pembiayaan pada umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang pihak peminjam kepada bank (Usman, 2003: 281).

b. Syarat-syarat Jaminan dan Fungsi Jaminan Pembiayaan

Menurut keputusan direksi BI Nomor 23/69/KEP/DIR 1991 tentang jaminan pemberian kredit pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa bank tidak dibenarkan memberikan pembiayaan kepada siapapun tanpa adanya jaminan.Jaminan pembiayaan harus memenuhi persyaratan secara hukum dan ekonomis yang baik dan benar.

Syarat-syarat benda jaminan adalah sebagai berikut:

1) Secara mudah dapat membantu diperolehkan kredit itu oleh pihak yang memerlukan.

2) Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.

3) Memberikan informasi kepada debitur bahwa barang jaminan setiap waktu dapat dieksekusi bahwa diuangkan untuk melunasi utang sipenerima.

Syarat-syarat jaminan secara ekonomis adalah sebagai berikut:

(46)

2) Nilai jaminan harus lebih besar dari plafon pembiayaanya.

3) Marketable yaitu jaminan harus mempunyai pusaran yang cukup luas atau mudah dijual.

4) Ascertainability of value yaitu jaminan diajukan oleh debiturv harus mempunyai standard harga pasar tertentu.

5) Transferable yaitu jaminan yang diajukan harus mudah dipindah tangankan baik secara fisik atau hukum (Hasibuhan, 2004: 71).

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Agar penelitian yang penulis lakukan tidak titik tumpang tindih dengan penelitian orang lain maka tinjuan kepustakaan merupakan kemestian yang penulis lakukan.

Skripsi Muh. Latif Burhanudin NIM. 13340070 mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta program studi ilmu hukum dengan judul: “Fidusia Berupa Benda bergerak sebagai Jaminan

Kredit di BMT Bangun Rakyat Sejahtera Yogyakarta”.Metode pendekatan

dalam penelitian ini menggunakan metode yudiris empiris yaitu melakukan pembahasan terhadap kenyataan atau data yang ada dalam praktik yang selajutnya dihubungkan dengan ketentuan umum yang berlaku, hasil penelitian menyatakan bahwa dalam praktek mengutamakan kesepakatan antara pihak kreditor dan debitor.Berbeda dengan skripsi yang penulis buat metode yang penulis gunakan adalah field research yang disebut juga dengan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan menggunakan uraian dari informasi yang didapat dari objek yang teliti. Penelitian yang penulis buat mengidentifikasi perbandingan pelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek

Skripsi Alexsander Leo Mandala Putra NIM. 07.940.063 mahasiswa Universitas Andalas Padang program kekhususan Perdata Bisnis (PKII) dengan judul: “Pelaksanaan Jaminan Fidusia Pada Akad Murabahah

di Bank Nagari Syariah Padang”. Metode yang digunakan dalam penulisan

(47)

membandingkan antara teori dan praktik yang terjadi dilapangan, hasil

penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan jaminan fidusia

merupakanperjanjian ikatan atau accesor dan yang merupakan perjanjian pokok atau utama disini adalah akad murabahah. Dalam pembiayaan

murabahah ini bank syariah tidak memberikan pembiayaan dalam bentuk

uang, tetapi dalam bentuk barang/jasa dengan apa yang dimohonkan debitor. Berbeda dengan skripsi yang penulis buat metode yang penulis gunakan adalah field research yang disebut juga dengan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan menggunakan uraian dari informasi yang didapat dari objek yang teliti. Penelitian yang penulis buat mengidentifikasi perbandingan pelaksanaan jaminan fidusia di PT. BPR Syariah Haji Miskin Pandai Sikek dan PT. BPR LPN Padang Magek

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh dominasi budaya laki-laki dan mentoring terhadap pengalaman kerja.. Dominasi budaya laki-laki dan mentoring secara bersama-sama

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas Upaya dan Kendala Polisi Dalam Menanggulangi Pungutan Liar Terhadap Sopir Truk Galian C di Wilayah Kabupaten Sleman. Hal ini

• Proses komunikasi yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya terjadi bisa dengan berkomunikasi dalam diri sendiri, dengan dua orang, dengan kelompok atau dalam masyarakat yang

Perbandingan Keefektifan Metode Abjad, Metode Global, Dan Metode Sas Dalam Proses Belajar Mengajar Membaca Permulaan Di Sekolah Dasar [Tesis, Universitas

Tujuan dari penelitian ini adalah : (a) membuat mesin freezer (b) menghitung kerja kompresor mesin freezer persatuan massa refrigeran (c) menghitung energi kalor

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Membuat aplikasi Andronika berbasis android yang layak digunakan sebagai media pembelajaran, (2) Mengetahui respon siswa

Apabila pada saat pembuktian kualifikasi ditemukan pemalsuan data maka perusahaan tersebut akan. diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan jika

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan evaluasi oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Aceh Utara memrrut ketentuan