• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi yang Berpotensi Menimbulkan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Indria Furniture Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi yang Berpotensi Menimbulkan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Indria Furniture Tahun 2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi yang Berpotensi Menimbulkan

Musculoskeletal Disorders

pada Pekerja Indria Furniture Tahun 2014

Arifatun Milah Ratri, DR. dr. L. Meily Kurniawidjaja, M.Sc., Sp.Ok

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: arifatun.milah@gmail.com

Abstrak

Proses kerja pada pembuatan furniture berisiko terjadi MSDs pada pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran tingkat risiko ergonomi yang berpotensi menimbulkan musculoskeletal disorders pada pekerja Indria Furniture Depok. Desain studi adalah cross sectional, menggunakan metode Quick Exposure Check (QEC) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk menilai tingkat risiko ergonomi di tiap tahapan kerja. Hasil penelitian berdasakan penilaian QEC menunjukan level tindakan 3 pada proses pembuatan pola dan finishing dan level tindakan 4 pada proses pemotongan, perakitan, dan loading. Berdasarkan penilaian REBA, terdapat level tindakan 3 pada proses finishing, level tindakan 4 pada proses pembuatan pola, pemotongan, dan perakitan, dan level tindakan 5 pada proses loading. Memperbaiki desain meja kerja yang sesuai dengan antropometri pekerja, sosialisasi, dan pemberian informasi mengenai ergonomi di tempat kerja merupakan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mencegah tingginya tingkat risiko ergonomi pada pekerja.

An Overiew of Ergonomics Risk Level Which Potentially Generates Musculoskeletal Disorders to Workers in Indria Furniture Depok 2014

Abstract

Working process in the furniture manufacturing has the risk of MSDs to workers. This study aims to describe the risk level of ergonomic which potentially generates musculoskeletal disorders in Indria Furniture Depok. The design of this study is cross sectional, using Quick Exposure Check (QEC) and Rapid Entire Body Assessment (REBA) as a method to assess the ergonomics risk level at each stage of working process. Based on the study results using QEC assessment shows that there are action level 3 in the process of making pattern and finishing and action level 4 in the process of cutting, assembling, and loading. Based on the study results using REBA assessment shows that there are action level 3 in the finishing process, action level 4 in the process of pattern making, cutting, and assembling, and action level 5 in the loading process. Improving the design by using the appropriate workstation which suits worker’s anthropometry, socialization, and providing information about ergonomics in the workplace is a recommendation that can be done to prevent the improvement of ergonomics risk level to workers.

(2)

Pendahuluan

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah salah satu fokus utama yang harus diminimalisir dalam penerapan K3 di tempat kerja. Salah satu PAK yang sering terdapat pada pekerja adalah penyakit yang berkaitan dengan otot dan rangka, atau dikenal dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs). MSDs adalah cedera atau gangguan kesehatan pada otot, rangka, sendi, dan sistem syaraf yang dapat menyebabkan rasa sakit, mati rasa, tersetrum, sendi kaku, kesulitan bergerak, lemas, dan kadang-kadang tidak dapat digerakkan.

Berdasarkan data dari European Occupational Disease Statistic yang diambil dari 12 anggota negara Eropa pada tahun 2005, sebesar 38,1% dari total keseluruhan penyakit akibat kerja adalah musculoskeletal disorders, disusul dengan gangguan saraf (20,9%), gangguan pernafasan (14,3%), organ sensorik (12,8%), penyakit kulit (7,1%), kanker (0,5%), dan infeksi (0,5%) (European Agency for Safety and Health at Work, 2010). Pada tahun 2012, kasus MSDs terdapat sebanyak 388.060 kejadian MSDs dengan persentase sebesar 34% dari total seluruh kasus cedera dan penyakit di Amerika Serikat (Bureau of Labor Statistic, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anasua Bhattacharya (2013), Amerika Serikat menghabiskan dana sebesar US$ 2,6 milyar untuk kasus musculoskeletal disorders dan US$ 240 juta untuk kasus carpal tunnel syndrome pada tahun 2007. Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI tahun 2006 mengenai keluhan nyeri muskuloskeletal pada pekerja di wilayah kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta, dari 950 pekerja yang diteliti, 502 orang (52,8%) diantaranya mengalami keluhan nyeri muskuloskeletal dengan bagian tubuh yang sering mengalami nyeri adalah di bagian kaki (22,7%), pinggang (17,1%), dan bahu (9,5%) (Riyadina, Suharyanto, dan Tana, 2008)

Industri pembuatan furniture dari kayu merupakan salah satu industri yang memiliki risiko MSDs yang tinggi. Berdasarkan data dari Queensland Employee Injury Database tahun 2008, pekerja manufaktur produksi kayu dan kertas di Queensland mengalami tegang pada bagian otot dan tendon di punggung sebanyak 19% dari total keseluruhan cedera musculoskeletal (Workplace Health and Safety Queensland, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Nejad, dkk tahun 2013 pada 410 pekerja furniture skala kecil di Iran didapatkan prevalensi MSDs tertinggi pada lutut (39%), punggung bawah (35,6%), dan pergelangan tangan/tangan (29,5%).

(3)

Proses kerja pada industri furniture melibatkan postur tubuh, gerakan repetitif, beban kerja, durasi dan manual material handling pada pekerja. Faktor tersebut merupakan faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan MSDs pada pekerja. Postur janggal yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kondisi sistem otot dan rangka pekerja. Selain itu, gerakan berulang yang dilakukan disertai dengan beban kerja yang berat dalam jangka waktu lama juga dapat meningkatkan risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs).

Indria Furniture sebagai salah satu industri informal skala kecil di Depok memiliki risiko ergonomi yang berpotensi menimbulkan MSDs pada pekerja. Berdasarkan hasil pra survei didapatkan keseluruhan pekerja yang aktif bekerja sebanyak 4 orang mengeluhkan mengalami gejala sakit dan pegal-pegal dengan bagian tubuh terbanyak yang dirasakan sakit adalah pada pinggang (4 orang), bahu kanan (3 orang), lengan atas (3 orang), dan betis kanan (3 orang). Selain itu, berdasarkan pengamatan terlihat berbagai postur janggal yang dilakukan oleh pekerja yang berpotensi menimbulkan MSDs, seperti saat melakukan proses pembuatan pola yang membungkuk, pemotongan yang mengalami punggung bending ke arah depan, dan mengangkat lemari ukuran besar dengan kedua tangan. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi yang berpotensi menimbulkan MSDs dan rekomendasi yang diperlukan sebagai dasar program perbaikan postur kerja di Indria Furniture.

Tinjauan Teoritis

Ergonomi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari pekerja dan bagaimana cara melakukan pekerjaannya, peralatan dan perlengkapan yang digunakan, tempat kerja, dan aspek psikososial dalam situasi kerja (Pheasant dan Haslegrave, 2006). Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), ergonomi adalah ilmu mendesain pekerjaan dan tempat kerja agar sesuai dengan kapabilitas pekerja atau dapat dismpulkan ergonomi berarti menyesuaikan task dengan pekerja. Menurut International Ergonomics Association (IEA), ergonomi adalah disiplin ilmu yang berhubungandengan pemahaman dari interaksi antara manusia dengan elemen lainnya dalam suatu sistem yang terkait dan sebuah profesi yang mengaplikasikan teori, aturan, data, dan metode untuk mendesain kerja dengan tujuan dapat mengoptimalisasikan kesejahteraan manusia dan performa sistem secara keseluruhan. Sementara itu, menurut International Labour Organization (ILO), ergonomi

(4)

adalah aplikasi dari ilmu biologi manusia dalam hubungannya dengan ilmu teknik untuk memperoleh kinerja terbaik seseorang dan pekerjaannya, yang mana manfaatnya akan terukur dalam efisiensi dan kesejahteraan manusia. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menyatakan bahwa ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Berdasarkan berbagai pengertian mengenai ergonomi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ergonomi merupakan ilmu terapan dari berbagai multidisiplin ilmu yang mempelajari interaksi yang sesuai antara desain tempat kerja (lingkungan) dan peralatan yang digunakan (mesin) pada setiap tugas kerja yang dilakukan terhadap kondisi, kemampuan, dan keterbatasan pekerja (manusia) untuk mengoptimalkan performa pekerja dan mengurangi stress pada tubuh pekerja sehingga produktivitas dapat meningkat.

Musculoskeletal disorders (MSDs) menurut NIOSH (2012) adalah cedera atau gangguan pada otot, saraf, tendon, sendi, kartilago, dan rangka ekstrimitas atas dan bawah, leher, dan pinggang. MSDs dapat diperburuk oleh aktivitas mendadak atau kontak yang terlalu lama dengan faktor fisik, seperti gerakan pengulangan, gaya, getaran, atau postur janggal. Cedera ini tidak termasuk dengan cedera seperti patah tulang, luka memar, luka lecet, dan luka gores akibat kontak fisik dengan objek. Menurut Nunes dan Bush (2012) terdapat beberapa MSDs yang disebabkan oleh pekerjaan. MSDs yang terkait dengan pekerjaan umumnya disebut dengan Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs), seperti tension neck syndrome, carpal tunnel syndrome (CTS), tendonitis, tenosynovitis, intersection syndrome dan dequervain’s syndrome, trigger finger, ischemia, vibration syndrome, thoracic outlet syndrome, ganglion cysts, lower limb WMSD, dan back injuries.

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan MSDs, antara lain:

• Faktor risiko yang dapat menyebabkan MSDs pada pekerja adalah postur janggal, postur

statis, gerakan cepat, gerakan berulang, beban, tekanan, getaran, temperatur dingin, dan waktu istirahat (OSHA, 2000).

• Terdapat faktor pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs, yaitu postur kerja, beban

kerja, durasi, dan frekuensi (Bridger, 2003).

• Faktor individu yang dapat mempengaruhi MSDs pada pekerja adalah umur, masa kerja,

jenis kelamin, perilaku merokok, aktivitas fisik, dan antropometri (Bernard, et al., 1997) Faktor risiko yang diniliai pada penelitian ini adalah faktor risiko pekerjaan, meliputi postur kerja keseluruhan tubuh, durasi, repetisi, dan force (beban).

(5)

Metode Penulisan

Desain studi penelitian ini adalah studi cross sectional, bersifat deskriptif dengan metode semi kuantitatif untuk memberikan gambaran mengenai tingkat risiko ergonomi yang berpotensi menimbulkan MSDs pada pekerja pembuatan furniture interiordi Indria Furniture Jakarta pada tahun 2014, serta pengukuran variabel dependen dan independennya dilakukan pada waktu yang bersamaan. Penelitian dilakukan dengan cara mengamati kondisi dan proses kerja di tempat kerja melalui observasi langsung.

Penelitian ini dilakukan di bengkelIndria Furniture di daerah Depok 2 Tengah, Depok, Jawa Barat selama bulan Mei-Juni 2014. Unit analisis penelitian ini adalah aktivitas pada setiap tahapan proses pembuatan furniture pada Indria Furniture. Tahapan proses yang diteliti adalah 5 tahapan, yaitu pembuatan pola, pemotongan, perakitan, finishing, dan loading.

Data primer untuk menilai tingkat risiko ergonomi diperoleh dengan menggunakan form penilaian Quick Exposure Check (QEC), form penilaian Rapid Entire Body Assessment (REBA), wawancara, observasi, dan pengukuran langsung. Data sekunder didapatkan dari data perusahaan Indria Furniture dan studi literatur. Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner QEC, lembar penilaian REBA dan QEC untuk menilai tingkat risiko ergonomi, stopwatch untuk menghitung durasi task yang dilakukan, MB Ruler untuk mengukur sudut postur tubuh pekerja, dan kamera digital untuk mendokumentasikan data. Analisis data dalam penelitian ini bersifat univariat untuk melihat gambaran tingkat risiko ergonomi yang berpotensi menimbulkan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Peneliti melakukan observasi terhadap postur kerja yang terbentuk di tiap tahapan kerja pada saat membuat furniture interior dan dilakukan penilaian dengan menggunakan lembar penilaian QEC dan REBA untuk menganalisis tingkat risiko ergonomi yang berpotensi menimbulkan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Data yang diperoleh akan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Hasil Penelitian

Berdasarkan penilaian dengan menggunakan QEC dan REBA pada tiap tahapan kerja pembuatan furniture di Indria Furniture, didapatkan hasil sebagai berikut:

(6)

1. Proses Pembuatan Pola

Tabel 1. Hasil Penilaian Proses Pembuatan Pola Postur Tubuh

Penilaian QEC Penilaian REBA

Kiri Kanan Kiri Kanan

Punggung: 24 Lengan/Bahu: 32 Pergelangan tangan: 28 Leher: 14 E(%): 60,5% Skor A: 6 Skor B: 5 Skor C: 8 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 9 Skor A: 6 Skor B: 5 Skor C: 8 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 9

Level Tindakan: 3 Level Tindakan: 4

2. Proses Pemotongan

Tabel 2. Hasil Penilaian Proses Pemotongan Postur Tubuh

Penilaian QEC Penilaian REBA

Kiri Kanan Kiri Kanan

Punggung: 44 Lengan/Bahu: 36 Pergelangan tangan: 46 Leher: 14 E(%): 73,9% Skor A: 6 Skor B: 7 Skor C: 9 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 10 Skor A: 6 Skor B: 5 Skor C: 8 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 9

Level Tindakan: 4 Level Tindakan: 4

3. Proses Perakitan

Tabel 3. Hasil Penilaian Proses Perakitan Postur Tubuh

Penilaian QEC Penilaian REBA

Kiri Kanan Kiri Kanan

Punggung: 32 Lengan/Bahu: 40 Pergelangan tangan: 36 Leher: 16 E(%): 76,5% Skor A: 6 Skor B: 5 Skor C: 8 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 9 Skor A: 5 Skor B: 7 Skor C: 8 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 9

(7)

4. Proses Finishing

Tabel 4. Hasil Penilaian Proses Finishing

Postur Tubuh

Penilaian QEC Penilaian REBA

Kiri Kanan Kiri Kanan

Punggung: 30 Lengan/Bahu: 30 Pergelangan tangan: 26 Leher: 16 E(%): 67,1% Skor A: 5 Skor B: 5 Skor C: 6 Skor aktivitas: 0 Nilai REBA: 6 Skor A: 5 Skor B: 4 Skor C: 5 Skor aktivitas: 0 Nilai REBA: 5

Level Tindakan: 3 Level Tindakan: 3

5. Proses Loading

Tabel 5. Hasil Penilaian Proses Loading

Postur Tubuh

Penilaian QEC Penilaian REBA

Kiri Kanan Kiri Kanan

Punggung: 46 Lengan/Bahu: 46 Pergelangan tangan: 32 Leher: 16 E(%): 79,5% Skor A: 6 Skor B: 11 Skor C: 10 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 11 Skor A: 6 Skor B: 11 Skor C: 10 Skor aktivitas: 1 Nilai REBA: 11

Level Tindakan: 4 Level Tindakan: 5

Pembahasan

1. Proses Pembuatan Pola

Dari penilaian yang dilakukan menggunakan QEC dan REBA, didapatkan hasil bahwa postur kerja pada proses pembuatan pola memiliki level tindakan 3 dan 4. Perbedaan hasil penilaian ini dikarenakan pada penilaian REBA, postur dihitung dengan besarnya sudut sehingga semakin besar sudut lengan yang tercipta, maka semakin besar nilai risiko. Selain itu, pada QEC, postur hanya diamati secara visual dan diinterpretasikan sesuai checklist yang sudah ada yaitu seperti lengan dibawah pangggul, sejajar dada, atau sejajar bahu.

(8)

Postur janggal tersebut disebabkan karena meja kerja untuk membuat pola terlalu rendah dan proses ini membutuhkan ketelitian dalam menyelesaikannya sehingga posisi pekerja yang berdiri harus membungkuk untuk melihat detil pola yang dibuat. Postur janggal (membungkuk) pada punggung yang dipertahankan selama beberapa menit (statis) dapat menyebabkan punggung menjadi cepat lelah dan meningkatkan risiko MSDs. Selain itu, durasi kerja pada task tersebut yang mencapai hingga 2 hingga 4 jam sehari juga dapat meningkatkan risiko MSDs pada kaki karena posisi kerja yang berdiri secara terus-menerus. Gerakan pengulangan lebih dari 4 kali per menit pada tangan saat membuat pola mendapat skor tinggi pada REBA dan dapat meningkatan risiko MSDs. Titik beban terbesar yang dapat menyebabkan MSDs pada postur tersebut adalah pada bahu kanan, lengan atas kanan yang mengalami abduksi, leher, dan punggung.

2. Proses Pemotongan

Dari penilaian yang dilakukan menggunakan QEC dan REBA, didapatkan hasil bahwa postur kerja pada proses pemotongan memiliki level tindakan 4. Postur janggal yang terdapat pada bagian punggung dan lengan disebabkan oleh posisi gergaji otomatis yang terlalu jauh dari jangkauan tangan sehingga pekerja terpaksa memajukan punggung dan lengan yang saat memotong kayu. Beban menjadi salah satu faktor terbesar yang dapat meningkatkan MSDs pada proses ini, karena umumnya papan kayu yang akan dipotong memiliki berat maksimal hingga 20 kg. Gerakan pengulangan hingga lebih dari 4 kali dalam satu menit saat mendorong kayu ke arah gergaji mesin otomatis pada proses kerja ini dapat meningkatkan risiko MSDs. Selain itu, durasi yang cukup lama, yaitu selama 2 jam dalam satu hari pada proses pemotongan akan meningkatkan risiko MSDs. Titik beban terbesar yang dapat menyebabkan MSDs pada postur ini terdapat di pinggang dan bahu karena bending ke depan untuk menjangkau objek kerja.

3. Proses Perakitan

Dari penilaian yang dilakukan menggunakan QEC dan REBA, didapatkan hasil bahwa postur kerja pada proses perakitan memiliki level tindakan 4. Postur janggal yang terdapat pada bagian punggung, lengan, pergelangan tangan, dan leher disebabkan karena posisi memasang mur pada lemari yang dibuat terlalu rendah dan tidak ada meja khusus untuk proses perakitan kayu. Selain itu, dalam merakit kayu sehingga menjadi bentuk lemari membutuhkan ketelitian penglihatan supaya tidak salah memasang mur. Oleh karena itu, punggung menjadi membungkuk secara ekstrim untuk dapat melihat bagian yang akan

(9)

dipasang mur. Gerakan pengulangan pada proses ini yang dapat melebihi 4 kali dalam semenit dapat meningkatkan risiko MSDs. Selain itu, durasi pada proses perakitan yang lama hingga mencapai 2 - 4 jam per hari juga dapat meningkatkan risiko MSDs pada tubuh. Titik beban terberat yang dapat menyebabkan MSDs pada postur ini terdapat di bagian pinggang, bahu kanan, dan lengan atas kanan.

4. Proses Finishing

Dari penilaian yang dilakukan menggunakan QEC dan REBA, didapatkan hasil bahwa postur kerja pada proses finishing memiliki level tindakan 3. Postur janggal yang terdapat pada bagian punggung disebabkan oleh posisi memasang HPL sebagai pelapis kayu pada lemari terlalu rendah dan tidak ada meja khusus untuk proses finishing sehingga lemari akan diposisikan di lantai dan punggung menjadi membungkuk secara ekstrim untuk dapat memasang HPL pada bagian sisi lemari. Gerakan pengulangan pada proses ini yang dapat melebihi 4 kali dalam semenit dapat meningkatkan risiko MSDs. Selain itu, durasi pada proses finishing yang lama hingga mencapai 2 - 4 jam per hari juga dapat meningkatkan risiko MSDs pada tubuh. Titik beban terberat yang dapat menyebabkan MSDs pada bagian tubuh postur tersebut terdapat pada punggung dan pinggang.

5. Proses Loading

Dari penilaian yang dilakukan menggunakan QEC dan REBA, didapatkan hasil bahwa postur kerja pada proses loading memiliki level tindakan 4 dan 5. Perbedaan hasil penilaian pada proses ini disebabkan oleh penilaian REBA lebih banyak variasinya karena terdapat 5 klasifikasi level tindakan sedangkan pada QEC yang disetarakan penilaian RULA (Rapid Upper Limb Assessment) hanya terdapat 4 klasifikasi level tindakan. Namun, dapat dikatakan pada proses ini termasuk ke dalam risiko sangat tinggi karena postur janggal yang dilakukan oleh pekerja tersebut.

Postur janggal disebabkan karena proses pengangkatan barang (manual handling) tidak dilakukan secara benar. Pekerja mengangkat lemari dengan berat mencapai 20-25 kg seorang diri, posisi lengan saat mengangkat lemari diatas bahu, tidak terdapat coupling (pegangan) yang baik, dan lemari yang diangkat tidak didekatkan pada tubuh sehingga dapat meningkatkan risiko MSDs. Beban menjadi salah satu faktor risiko terbesar yang dapat meningkatkan MSDs pada pekerja karena lemari atau hasil produksi lainnya yang dihasilkan perusahaan ini memiliki berat rata-rata lebih dari 20 kg per unit. Oleh karena itu, objek yang diangkat dengan postur yang tidak benar dapat meningkatkan risiko MSDs

(10)

pada pekerja. Selain itu gerakan berulang, punggung yang mengalami twisting, dan durasi yang cukup lama hingga mencapai 2 jam dalam satu hari kerja dapat meningkatkan risiko MSDs. Titik beban terberat yang dapat menyebabkan MSDs pada tubuh jika pekerja melakukan proses loading dengan postur seperti itu terdapat pada bahu, lengan atas, pergelangan tangan, punggung dan pinggang.

Durasi kerja yang dapat mencapai lebih dari 8 jam per hari jika terdapat pesanan banyak yang mengharuskan pekerja lembur dapat meningkatkan risiko MSDs pada pekerja. Semakin lama durasi pemakaian otot, maka akan semakin lama pula waktu pemulihan yang diperlukan oleh otot. Jika waktu pemulihan tidak terpenuhi maka akan terjadi penimbunan asam laktat di otot dan memungkinkan terjadinya cedera pada otot.

Frekuensi gerakan yang melebihi 4 kali dalam 1 menit yang dilakukan saat kerja membuat otot dan rangka bergerak dengan cepat. Hal tersebut dapat meningkatkan cedera pada otot. Selain itu hari kerja yang mencapai 6 hari selama seminggu membuat jam kerja perminggu melebihi 40 jam. Semakin sering pengulangan gerakan dan semakin sering pekerja melakukan pekerjaan tersebut selama 1 minggu membuat pekerja menjadi sangat berisiko. Hari kerja yang mencapai 6 hari ini juga akan berpengaruh pada waktu istirahat yang akan diperoleh pekerja.

Beban yang terlalu berat akan meningkatkan risiko cedera pada otot. Umumnya berat papan kayu utuh yang akan dipotong memiliki berat sekitar 20 kg dan pekerja memindahkan papan kayu dari tempat penyimpanan ke meja area pemotongan dilakukan secara manual seorang diri. Selain itu, hasil jadi berupa lemari, meja, kitchen set, dll juga memiliki berat lebih dari 20 kg dan proses loading juga dilakukan secara manual oleh pekerja. Proses pengangkatan manual (manual material handling) yang tidak benar dan dilakukan dengan postur janggal dapat meningkatkan risiko MSDs pada pekerja. Beban yang berat dan ditambah dengan frekuensi saat melakukan proses loading yang dapat terjadi selama lebih dari 4 kali dalam satu menit akan meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka karena otot dan rangka bergerak secara cepat sehingga mengurangi waktu pemulihan otot untuk berelaksasi. Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian untuk mengurangi risiko MSDs pada pekerja.

(11)

Kesimpulan

1. Nilai risiko ergonomi berdasarkan Quick Expossure Checklist (QEC) di Indria Furniture terdiri atas 2 kelompok utama, yaitu proses pembuatan pola dan finishing masuk ke kelompok setara kelompok level tindakan 3 dan proses pemotongan, perakitan, dan loading masuk ke kelompok setara kelompok level tindakan4.

2. Nilai risiko ergonomi berdasarkan Rapid Upper Limb Assesment (RULA) di Indria Furniture terdiri atas 3 kelompok utama, yaitu proses pembuatan pola dan proses finishing masuk ke dalam level tindakan 3, proses pemotongan dan perakitan masuk ke dalam level tindakan 4 dan proses loading masuk ke dalam level tindakan 5.

3. Dari hasil analisis Quick Exposure Check (QEC) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA), bagian tubuh dengan titik beban tertinggi yang dapat mengalami MSDs pada pekerja di tiap-tiap proses kerja, antara lain:

• Pada proses pembuatan pola, terdapat di bagian bahu, lengan atas, leher, punggung,

dan kaki karena meja untuk membuat pola terlalu rendah sehingga pekerja terpaksa membungkuk untuk melihat pola yang akan dibuat secara detail.

• Pada proses pemotongan, terdapat di bagian bahu, punggung, pinggang, dan leher

karena posisi mata gergaji otomatis telalu jauh dari jangkauan tangan, sehingga pekerja terpaksa memajukan punggung saat memotong kayu dan membuat lengan atas juga mengalami postur janggal dengan terbentuk sudut lebih dari 90° dari batang tubuh.

• Pada proses perakitan terdapat di bagian pinggang, punggung, bahu kanan, lengan atas

kanan karena posisi pemasangan paku dan mur untuk menyatukan kayu terlalu rendah sehingga pekerja harus membungkuk.

• Pada proses finishing, terdapat di bagian pinggang, punggung, dan leher karena posisi

penempelan HPL terlalu rendah sehingga pekerja harus membungkuk.

• Pada proses loding, terdapat di bagian punggung, pinggang, bahu, pergelangan tangan,

dan lengan atas karena proses mengangkat yang dilakukan tidak baik, posisi lengan atas saat melakukan pengangkata melebihi bahu, dan beban yang diangkat menjauh dari tubuh dapat memperbesar usaha yang harus dilakukan oleh pekerja sehingga meningkatkan risiko cedera pada otot.

(12)

Saran

1. Pengendalian Teknis

• Membuat meja khusus untuk menggambar pola dengan tinggi permukaan 5 cm di atas

tinggi siku pekerja dan mempunyai bantalan untuk mengganjal tangan.

• Mendekatkan mata gergaji dengan jarak 25-30 cm (sesuai antropometri panjang

lengan bawah pekerja) dari tepi meja area pemotongan untuk mengurangi postur punggung yang mengalami bending ke depan dan postur janggal pada lengan atas yang dapat membentuk sudut lebih dari 90° dari batang tubuh saat melakukan proses pemotongan (Gambar 1).

Gambar 1. Meja Pemotongan

• Memasang pelindung gergaji dan menggunakan push stick untuk mencegah jari

terpotong.

• Membuat meja khusus setinggi paha dengan roda dan menggunakan scissor lift pada

proses perakitan dan finishing untuk mengurangi postur membungkuk ekstrim. Meja kerja dengan roda berfungsi untuk dapat memindahkan hasil produksi yang sedang dikerjakan sesuai dengan ruang yang ada sehingga terdapat ruang yang cukup bagi pekerja dan mengurangi postur janggal yang terbentuk karena sempitnya area kerja (Gambar 2-3).

(13)

Gambar 2. Meja Kerja dengan Roda

Gambar 3. Scissor Lift

2. Pengendalian Administratif a. Saran Untuk Indria Furniture

• Sosialisasi dan pembekalan informasi mengenai ergonomi dan dampaknya kepada

pekerja.

• Memasang poster-poster mengenai postur tubuh yang baik saat bekerja, cara

peregangan, dan manual material handling yang benar.

• Mengadakan aturan peregangan sebelum dan sesudah bekerja.

• Menetapkan waktu istirahat untuk peregangan otot secara rutin selama 10-15

menit tiap 2 jam bekerja.

• Melakukan housekeeping dengan meletakkan hasil produksi dengan teratur

sehingga terdapat ruang yang cukup saat bekerja. b. Saran untuk Pihak Terkait

• Pemilik usaha mengupayakan kerja sama dengan penyedia pelayanan keselamatan

(14)

Kesehatan Kerja (Pos UKK) atau Balai Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM) setempat,  sehingga risiko keselamatan dan kesehatan pekerja dapat terpantau dan ditanggulangi.

• Dinas Kesehatan Kota Depok melalui puskesmas dapat melaksanakan upaya

penyuluhan kesehatan secara aktif pada usaha sektor informal. Upaya penyuluhan kesehatan perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pekerja untuk selalu bekerja secara sehat dan selamat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertemukan pemilik usaha ataupun pekerja dengan kader puskesmas melalui diskusi secara rutin minimal 1 bulan 1 kali untuk diberikan pembekalan mengenai pola bekerja aman dan sehat.

• Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok perlu memantau dan mengadakan

penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja dan pemilik usaha akan haknya masing-masing mengenai bekerja secara selamat dan sehat.

3. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sub task yang terdapat pada tiap

tahapan karena di tiap task yang diteliti terdapat postur jongkok dan postur berdiri.

• Untuk memperkuat penelitian, sebaiknya ditinjau pula keluhan musculoskeletal

disorders lebih lanjut dan faktor individu untuk melihat keterkaitan antara postur yang disebabkan desain tempat kerja tidak sesuai dengan keluhan MSDs pada pekerja.

Kepustakaan

Bernard, et al. (1997). Musculoskeletal Disorders and Workpace Factors: A Critical Reviewof Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extermity, and Low Back. NIOSH.

Bhattacharya, Anasua. (2014). Cost of Occupational Musculoskeletal Disorders (MSDs) in The United States. International Journal of Industrial Ergonomics. 44 (2014) 448-454.

(15)

Brown, R., & Li, G. The development of action levels for the Quick Exposure Check (QEC) system. Sunderland: University of Sunderland.

Bureau of Labor Statistic. (2013). Non-Fatal Occupational Injuries and Illnesses Requiring Days Away From Work 2012. US Department of Labor.

European Agency for Safety and Health at Work. (2010). OSH in Figures: Work-related musculoskeletal disorders in the EU-Facts and figures. Luxembourg: Publication Office of the European Union.

Hignett, S., & McAtamney, L. (1999). Rapid Entire Body Assessment (REBA). Applied Ergonomics 31 (2000) 201-205.

Li, G., & Buckle, P. (1998, October). A practical method for the assessment of work-related musculoskeletal risks-Quick Exposure Check (QEC). Paper presented in 42nd Annual

Meeting of the Human Factors and Ergonomics Society, Chicago, 1351-1355.

Nejad, et al. (2013). Musculoskeletal Risk Assessment in Small Furniture Manufacturing Workshops. International Journal of Occupational Safety and Ergonomics (JOSE), Vol. 19, No. 2, 275-284.

NIOSH. (2012). Musculoskeletal Disorders. Diakses tanggal 9 Mei tahun 2014 dari http://www.cdc.gov/niosh/programs/msd/

Nunes, I.L., & Bush, P.M. (2012). Work-Related Musculoskeletal Disorders Assessment and Prevention. Europe: InTech.

Pheasant, S., & Haslegrave, C. (2006). Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics, and the Design of Work (3rd ed.). US: CRC Press.

Riyadina, W., Suharyanto, F.X., & Tana, L. (2008). Keluhan Nyeri Muskuloskeletal pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 58, No.1, 8-12.

Workplace Health and Safety Queensland. (2011). Injury Statistics for Wood and Paper Product Manufacturing. Diakses tanggal 10 Juni tahun 2014 dari http://www.deir.qld.gov.au/workplace/documents/showDoc.html?WHS%20Publicatio

Gambar

Tabel 1. Hasil Penilaian Proses Pembuatan Pola  Postur Tubuh
Tabel 4. Hasil Penilaian Proses Finishing  Postur Tubuh
Gambar 1. Meja Pemotongan
Gambar 2. Meja Kerja dengan Roda

Referensi

Dokumen terkait

Fakta tersebut memperkuat teori heliosentris dari Nicolas Copernicus (1473-1543), yaitu matahari sebagai pusat alam semesta.Para ilmuwan juga menemukan

Mereka yang menganggap bahwa komersialisasi merupakan wujud transisi masyarakat menuju kemajuan setidaknya memiliki lima dasar argumentasi tentang

Setelah penjajakan dilakukan, video pelatihan disiapkan, maka kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti yaitu pelatihan pembuatan sabun. Produk sabun yang dihasilkan

Variasi kadar maltodekstrin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas warna minuman serbuk instan kayu manis dan memberikan pengaruh nyata terhadap kualitas rasa, aroma,

(1) Seksi Perencanaan Su mb er D aya Air mempu n ya i tu gas melaksanakan sebagian tu gas B ida ng Su mb er D aya Air yang terka it dengan perencanaan su mb er daya a ir.j. i,

Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan inti dari suatu penelitian karena pada tahap ini, peneliti mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan seperti observasi, wawancara,

る所得拡大促進税制の適用を受けたか否かについては、実際にどの企業がどの年度

UNAIR NEWS – Tim peneliti program Calon Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga mengadakan acara pengenalan produk