BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
Berikut akan diuraikan mengenai teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian :
1) Teori Atribusi (Atribution Theory)
Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterprestasikan suatu peristiwa, mempelajari bagaimana seseorang menginterprestasikan alasan atau sebab perilakunya (Steers,1988 dalam hudayati, 2002).
Teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal. Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, misal : kemampuan, pengetahuan, atau usaha. Sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi, misal : keberuntungan, kesempatan, dan lingkungan (Robbins, 2015:105). Menurut Robbins (2015:105), penentuan internal atau eksternal tergantung pada tiga faktor yaitu :
a) Kekhususan
Seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan, maka disebut kekhususan. Apakah Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan merupakan sumber ketidakadilan bagi Wajib Pajak lainnya karena telah mengeluarkan dana dari penghasilan mereka untuk kepentingan pajak? Yang ingin diketahui adalah apakah perilaku ini luar biasa atau tidak? Jika luar biasa, maka kemungkinan besar pengamat memberikan atribusi eksternal kepada perilku tersebut.
b) Konsensus
Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku sesorang dalam situasi yang sama. Contoh perilaku ketidak patuhan Wajib Pajak memenuhi kriteria ini jika semua Wajib Pajak memilih jalan yang sama untuk tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Dari perspektif atribusi, apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal.
c) Konsisten
Konsisten yaitu jika seseorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon yang sama dari waktu ke waktu. Contoh Wajib Pajak hanya melakukan satu kali tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, namun dipersepsikan sama dengan Wajib Pajak yang tidak patuh pajak. Semakin
konsisten perilaku, maka hasil pengamatan semakin cenderung untuk menghubungkan dengan sebab-sebab internal.
Penelitian di bidang perpajakan yang menggunakan dasar teori atribusi salah satunya adalah penelitian Suyatmin (2004). Suyatmin (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap Wajib Pajak terhadap pembangunan, sanksi denda PBB, pelayan fiskus, kesadaran bernegara dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB di KP PBB Surakarta. Hasil penelitian suyatmin (2004) adalah bahwa semua variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak PBB.
2) Teori Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu sikap atau perilaku untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku. Kepatuhan dalam perpajakan merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan yang diwajibkan atau diharuskan dilaksanakan menurut perundang-undangan perpajakan.
Kewajiban dan hak Wajib Pajak ini harus dijalankan secara seimbang, apabila Wajib Pajak telah melaksanakan kewajibannya dlam perpajakan, maka Wajib Pajak akan menerima haknya.
Menurut Siti Resmi (2004) dalam Susi Dianawati,kewajiban pajak dan hak Wajib Pajak sebagai berikut :
1) Kewajiban Wajib Pajak
a) Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
b) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar, mengambil sendiri surat pemberitahuan, mengisinya dengan dan memasukannya sendiri ke KPP dalam batas waktu yang ditentukan.
c) Menyelengarakan pembukuan atau pencatatan.
d) Jika diperiksa wajib memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak. Atau objek yang terutang pajak, yaitu memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna
memperlancar pemeriksaan dan memberikan keterangan yang
diperlukan.
2) Hak Wajib Pajak
a) Mengajukan surat keberatan dan banding.
b) Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan
permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan.
c) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
d) Mengajukan permohonan, penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketepatan yang salah.
e) Memberikan kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.
3) Sunset Policy
a. Definisi Sunset Policy
Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga sebagaimana diatur dalam pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Adapun pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 selengkapnya dapat dilihat dibawah ini :
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A (Dirjen Pajak, 2007)
Ayat 1 : Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surap Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini. Ayat 2 : Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang.
Sunset policy menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:344) adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bungan sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2007. Kebijakan ini member kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar.
Dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007, Sunset Policy adalah
kebijakan pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bungan yang diatur dalam Pasal 37A Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Menurut Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE34/PJ/2008 tanggal 31 Juli 2008 Tentang Penegasan Pelaksanaan Pasal 37A UU. Nomor : 28 tahun
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta ketentuan pelaksanaannya, pelaksanaan sunset policy diberikan penegasan sebagai berikut :
1) Konsep dasar Undang – Undang perpajakan yang mengatur tentang Sunset Policy adalah sistem self assessment. Dalam sistem self assessment, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Sebagai konsekuensi pemberian kepercayaan tersebut, wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan berikut keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan, yang diisi secara benar, lengkap dan jelas.
2) Sunset Policy memberi kesempatan kepada wajib pajak yang telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008 untuk membetulkan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 dan/atau tahun - tahun Pajak sebelumnya dan wajib pajak orang pribadi yang memperoleh NPWP secara sukarela dalam tahun 2008 untuk menyampaikan SPT Ttahunan PPh untuk tahun Pajak 2007 atau tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, untuk memperoleh fasilitas berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar. Ketentuan Sunset Policy
berdasarkan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bersifat khusus dan hanya berlaku untuk jangka waktu
terbatas sehingga beberapa ketentuan umum yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak berlaku. Ketentuan umum yang tidak berlaku sehubungan dengan Sunset Policy.
3) Wajib Pajak Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan yang memanfaatkan fasilitas Sunset Policy diberikan penegasan lebih lanjut.
b. Maksud dan Tujuan Sunset Policy
Kebijakan Sunset Policy dimaksudkan untuk membuka lembaran baru dalam pembayaran pajak secara transparan. Masyarakat yang brlum mempunyai NPWP agar segera mendaftarkan diri, serta pembayar pajak yang belum benar agar membetulkan SPT-nya. Rewardnya adalah tidak didenda atau di periksa.Jadi masyarakat diminta agar merespon program ini dengan baik sehingga dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak.
Ditjen Pajak telah mengantisipasi bahwa dengan himbauan saja, masyarakat belum tentu merespon Sunset Policy ini, maka DJP telah mengolah basis data, UU KUP yang baru yaitu memberikan kewenangan
kepada DJP untuk mengumpulkan data dan informasi secara
berkesinambungan dari berbagai pihak baik pemerintah maupun kalangan swasta. Dengan data tersebut DJP akan mampu mendeteksi ketidakbenaran pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
c. Dasar Hukum Terkait Program Sunset Policy
Berdasarkan pengertian Sunset Policy diatas bahwa terdapat dasar hukum yang mengatur tentang Sunset Policy yaitu :
1) UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 37A ayat 1 dan ayat 2
2) PMK No. 66 Tahun 2008
3) PMK No. 91 Tahun 2015
Program Sunset Policy memberikan kelonggaran kepada wajib pajak. kelonggaran ini selanjutnya akan diikuti dengan penerapan sanksi perpajakan. Wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakan secara benar sebelum masa pelaksanaan program Sunset Policy diharuskan untuk memanfaatkan program tersebut guna menghindari sanksi perpajakan, mengingat UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk mengakses data dan informasi berkaitan dengan perpajakan.
d. Sanksi Perpajakan Terkait Program Sunset Policy
1) Sanksi pajak yang dapat dikurangkan atau dihapuskan
a) Denda keterlambatan penyampaian SPT
b) Bunga kekurangan pembayaran karena pembetulan SPT Masa
c) Bunga keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak dalam SPT masa
d) Bunga keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak dalam SPT Tahunan
2) Denda keterlambatan penyampaian SPT Pasal 7 UU KUP :
a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas
waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp 100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan Pemberitahuandan sebesar Rp 1.000.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp
100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
3) Bunga kekurangan pembayaran karena pembetulan SPT Tahunan
Pasal 8 (2) :
a) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
4 ) Bunga keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak dalam SPT Masa Pasal 9 (2a) :
a) Pembayran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulsn dihitung penuh 1 bulan.
5) Batas waktu pembayaran pajak dalam SPT Tahunan Pasal 9 (2) :
a. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.
4) Tax Amnesty
Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayaran pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana.
Kebijakan tax amnesty sebenarnya pernah dilakukan di Indonesia pada tahun 1984. Pada hakekatnya implementasi tax amnesty maupun sunset policy
ini taat membayar pajak. Kalaupun kebijakan itu diterapkan di suatu Negara, harus ada kajian yang mendalam mengenai karakteristik wajib pajak yang di suatu Negara tersebut karena karakteristik wajib pajak tentu saja berbeda – beda. Pertanyan yang muncul kemudian adalah, apakah karakteristik wajib pajak memang banyak yang tidak patuh, sehingga tax amnesty tidak akan menyinggung para WP yang taat membayar pajak. Selain itu pola tax amnesty, seperti model
sunset policy hanya dapat diterapkan sekali dalam seumur hidup wajib pajak. Pengampunan pajak tersebut diberikan atas pajak–pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut sesuai dengan peraturan perundang– undangan yang berlaku. Adapun bentuk pengampunannya dikenakan tebusan dengan tarif 1 persen dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi wajib pajak yang pada tanggal ditetapkannya keputusan presiden ini belum memasukkan surat pemberitahuan pajak pendapatan/pajak perseorangan tahun 1983 dan pajak kekayaan pada tahun 1984.
Berdasarkan penelitian Enste dan Schneider, 2000, bahwa besarnya persentase kegiatan ekonomi bawah tanah, di Negara maju dapat mencapai 14– 16 persen dari produk domestic bruto, sedangkan di Negara berkembang dapat mencapai 35–44 persen dari PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan, sehingga masuk dalam criteria penyelundupan pajak.
Penyeludupan pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para wajib pajak yang jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah yang dijumlahkan dengan penyeludupan pajak ini sangat merugikan Negara karena berarti hilangnya penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayai program pendidikan, kesehatan dan program – program pengentasan kemiskinana lainnya. Oleh sebab itu timbul pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belum dibayar dari kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan pajak.
Indonesia dapat mempertimbangkan untuk melakukan tax amnesty dalam berbagai bentuknya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tax amnesty ini juga dapat dipandang sebagai rekonsiliasi nasional untuk menghapus masa lalu wajib pajak yang tidak patuh dan perilaku otoritas pajak yang melanggar aturan.
Tax amnesty akan berhasil jika terdapat justifikasi yang kuat kenapa perlu adanya
tax amnesty. Tax amnesty harus dipublikasikan secara masif dengan pesan agar para penggelap pajak untuk ikut karena setelah tax amnesty akan diberlakukan sanksi yang tegas bagi mereka yang tidak patuh. Untuk itu, diperlukan juga reformasi kelembagaan DJP secara bersamaan untuk dapat mendeteksi kecurangan wajib pajak pasca pemberlakuan tax amnesty. Disamping itu, untuk membangaun kepatuhan sukarela untuk membayar pajak pasca tax amnesty
diharuskan adanya transparasi penggunan uang pajak (anggaran) serta alokasinya yang tepat sasaran dan berkeadilan.
a. Maksud dan Tujuan Tax Amnesti
Kondisi penerimaan dan pendapatan APBN Indonesia saat ini tidaklah stabil, akibat dari kondisi tesebut menimbulkan diantaranya pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan kondisi tersebut Indonesia membutuhkan banyak dana untuk pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dengan menerapkan prograrn tax amnesty ini tujuannya adalah :
1) Sumber pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi asset tujuannya peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, suku bunga yang kompetitif, dan peningkatan investasi.
2) Perluasan basis data perpajakan tujuannya data lebih valid, komprehensif dan terintegrasi, perhitungan potensi penerimaan pajak lebih reliable.
3) Penerimaan dari uang tebusan sedangkan untuk jangka panjang penerimaan pajak berdasarkan basis data yang lenih lengkap dan akurat.
b. Dasar Hukum dan Tarif Tax Amnesty
Berdasarkan pengertian Tax Amnesty diatas bahwa terdapat dasar hukum yang mengatur tentang Tax Amnesty yaitu :
1) UU No. 1 tahun 2016
2) PMK No. 118 Tahun 2016
3) PMK No. 119 Tahun 2016
4) PER 10 Tahun 2016
c. Dasar Hukum Dan Tarif Tax Amnesty
Dengan dasar hukum tax amnesty yang telah berlaku, maka pemerintah telah menetapkan tarif Tax Amnesty sebagai berikut :
1) Dengan dasar hukum tax amnesty yang telah berlaku, maka pemerintah telah menetapkan tarif Tax Amnesty sebagai berikut:
1) Pengungkapan harta yang berada di dalam wilayah NKRI yaitu
a. Periode pertama terhitung sejak UU berlaku sampai dengan akhir bulan ketiga dikenakan tariff sebesar 2% .
b. Periode kedua terhitung seak bulan keempat UU berlaku sampai dengan 31 Desember 2016 dikenakan tarif sebesar 3%.
c. Periode ketiga terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017 dikenakan tarif sebesar 5%.
2) Pengungkapan harta yang berbeda di luar wilayah NKRI yaitu :
a. Periode pertama terhitung sejak UU berlaku sampai dengan akhir bulan ketiga dikenakan tarif sebesar 4%.
b. Periode kedua terhitung sejak bulan keempat UU berlaku sampai dengan 31 Desember 2016.
c. Periode ketiga terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.
Jika wajib pajak mengalihkan dan menginvestasikan harta di luar negri ke dalam wilayah NKRI, maka wajib pajak tersebut dikenakan tarif spesial yaitu sebesar yang disebutkan pada point i.
5) Sosialisasi Perpajakan
Sosialisasi perpajakan yaitu sosialisasi perpajakan merupakan upaya dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dari wajib pajak pada khusunya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan.
Program-program yang telah dilakukan berkaitan dengan kegiatan sosialisasi pajak yang dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak antara lain:
i. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan tentang perpajakan.
ii. Mengadakan seminar-seminar di berbagai profesi serta pelatihan-pelatihan baik untuk pemerintah maupun swasta.
iii. Memasang spanduk yang bertemakan pajak.
iv. Memasang iklan layanan masyarakat di berbagai stasiun televisi.
v. Mengadakan acara tax goes to campus yang diisikan dengan berbagai acara yang menarik mulai dari debat pajak sampai dengan seminar pajak dimana hal tersebut bertujuan untuk menimbulkan pemahanan tentang pajak kepada masyarat.
vi. Memberikan penghargaan terhadap wajib pajak patuh pada setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
.
6) Penelitian Terdahulu
the Act no. 28 of 2007).” Hasil penelitian menunjukan bahwa kontrak psikologis yang dibangun oleh apatur pajak dan wajib pajak akan berdampak pada terbentuknya moral pajak yang berpengaruh secara signifikan terhadap kemauan membayar pajak.
Tatiana Rantung (2009) dalam penelitiannya mengenai “ Dampak Program Sunset Policy terhadap Faktor–Faktor yang Mangpengaruhi Kemauan Membayar Pajak, studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku Usaha di Wilayah KPP Salatiga” menentukan bahwa program Sunset Policy berpengaruh signifikan terhadap faktor–faktor yang mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak.
Malo (2009) dalam penelitiannya mengenai “ Pengaruh Pelayanan, Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung” menentukan bahwa program pelayanan tidak berpengaruh terdapat penerimaan pajak melainkan dari segi kesadaran dan kepatuhan yang berpengaruh.
Anggina Diaztika (2010) dalam penelitiannya mengenai “Dampak Sunset
Policy terhadap Penerimaan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Menyelesaikan/Membetulkan SPT, studi di KPP Pratama Blitar” menemukan bahwa Program Sunset Policy berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
menyampaikan/membetulkan SPT.
Mira Novana Ardiani (2010) dalam penelitiannnya mengenai “Pengaruh Kebijakan Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus di KANWIL Dirjen Pajak Jawa Timur I Surabaya)” menemukan bahwa Program
Sunset Policy tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
Setianto (2010) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Sosialisasi Perpajakan Dan Pelaksaan Self Assessment Terhadap Tingkat Kesadaran Dan Kepatuhan Wajib Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak” menemukan bahwa Program Sosialisasi Perpajakan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.
Pesik (2011) dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh Penyuluhan Perpajakan, Penyisiran Dan Kerjasama Dengan Instansi Terhadap Peningkatan Jumlah Wajib Pajak Yang Terdaftar Di Kantor KPP Pratama Manado. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah frekuensi penyuluhan, penyisiran dan kerjasama dengan instansi terhadap peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Manado. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar di KPP Pratama Manado dipengaruhi oleh faktor Penyuluhan, penyisiran dan kerjasama dengan instansi.
Abdul Ghoni (2012) dalam penelitiannya “Pengaruh Motivasi dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Daerah”. Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif tidak signifikan dan pengetahuan berpengaruh secara positif dan signifikan.”
Putri (2013) dalam penelitiannya "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemilik, UMKM dalam memiliki NPWP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman wajib pajak, manfaat yang dirasakan wajib
pajak, kepercayaan terhadap aparat pajak, sosialisasi pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan.
Puspitasari (2013) dalam penelitiannya “Analisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak. Tujuan dari penelitian ini untuk meganalisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Timur I Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah penerimaan pajak setiap tahunnnya yang diseragamkan dengan peningkatan kepatuhan dipengaruhi oleh sosialisasi perpajakan.
Ringkasan dari penelitian – penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada tabel 2. 1 berikut:
Tabel 2. 1 Ringkasan Penelitian
No Peneliti Judul Peneliti Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
1 Bintoro
Wardiyanto (2007)
Tax Amnesty Policy (The Framework Prospoctive of Sunset Policy
Implementation Based on the Act no. 28 of 2007) Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian menunjukan bahwa psikologis yang dibangun oleh apatur pajak dan wajib pajak akan berdampak pada terbentunya moral pajak yang berpengaruh secara signifikan terhadap kemauan membayar pajak 2 Tatiana Rantung (2009) Dampak Progran Sunset Policy terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi kemauan membayar Metode Regensi Linier Berganda Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya program sunset policy
No Peneliti Judul Peneliti Metode Penelitian
Hasil Penelitian
pajak pribadi maupun
badan, tingkat kesadaran untuk membayar pajak menjadi
meningkat.
3 Malo (2009) Pengaruh Pelayanan,
Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung
Metode Regensi Linier Berganda Hasil penelitian menunjukkan program pelayanan tidak berpengaruh terdapat penerimaan pajak melainkan dari segi kesadaran dan kepatuhan yang berpengaruh. 4 Anggina Diaztika (2010) Dampak Sunset Policy terhadap penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak dalam menyelesaikan / membetulkan SPT Metode Regensi Linier Berganda Hasil penelitian program Sunset Policy berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan / membetulkan SPT 5 Mira Novana Ardiani (2010) Pengaruh Kebijakan Sunset Policy terhadap kepatuhan wajib pajak Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian bahwa program Sunset Policy tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
No Peneliti Judul Peneliti Metode Penelitian
Hasil Penelitian
6 Setianto (2010) Pengaruh Sosialisasi
Perpajakan Dan Pelaksaan Self
Assessment Terhadap Tingkat Kesadaran Dan Kepatuhan Wajib Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian Program Sosialisasi Perpajakan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.
7 Pesik (2011) Pengaruh Penyuluhan
Perpajakan, Penyisiran Dan Kerjasama Dengan Instansi Terhadap Peningkatan Jumlah Wajib Pajak Yang Terdaftar Di Kantor KPP Pratama Manado Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar di KPP Pratama Manado dipengaruhi oleh faktor Penyuluhan, penyisiran dan kerjasama dengan instansi 8 Abdul Ghoni (2012) Pengaruh Motivasi dan Pengetahuan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Daerah Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif tidak signifikan dan pengetahuan berpengaruh secara positif dan signifikan
9 Putri (2013) Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Pemilik, UMKM dalam memiliki NPWP Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman wajib pajak, manfaat yang dirasakan wajib pajak, kepercayaan terhadap aparat pajak, sosialisasi pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan.
No Peneliti Judul Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian 10 Puspitasari (2013) Analisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Metode Regensi Linier Sederhana Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah penerimaan pajak setiap tahunnnya yang diseragamkan dengan peningkatan kepatuhan dipengaruhi oleh sosialisasi perpajakan.
Sumber : Data diolah peneliti
B. Rerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu yang telah di uraikan di atas, maka disusun rerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan antara
sunset policy, tax amnesty dan sanksi pajak sebagai variabel independen, kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebagai variable dependen. Rerangka pemikiran disusun untuk mempermudah memahami hipotesis yang dibangun didalam penelitian. Maka rerangka pemikiran dapat dinyatakan dalam gambar 2. 2. Berikut :
Gambar 2. 1 Rerangka Pemikiran
Dari rerangka penelitian diatas, penelitian ini dari tiga variabel bebas (independen) dan satu variable terikat (dependen). Variable bebas (independen) dalam penelitian ini terdiri dari persepsi terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi atas pengaruh sunset policy, tax amnesty, sosialisasi perpajakan, sedangkan variabel terkait (dependen) dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda.
1. Pengaruh Sunset Policy tehadap Kepatuhan Wajib Pajak
Sunset policy adalah pemberian fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 37A undang–undang nomor 28 tahun 2007. Hubungan sunset policy dengan teori atribusi yaitu kemauan wajib pajak untuk mengikuti program sunset policy terkait kepatuhan wajib pajak dalam penilaian terhadap wajib pajak itu sendiri. Kepatuhan wajib
Sunset Policy (X1) Tax Amnesty (X2) Sosialisasi Perpajakan (X3) Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
pajak seseorang unuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.
Sunset policy telah dilakukan pada tahun 2008 sejak program sunset policy
diimplementasikan sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebesar 5.653.128 NPWP, bertambahnnya SPT tahunan sebesar 804.814 SPT dan bertambahnya penerimaan PPh sebesar Rp 7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta, NPWP bendaharawan 447.000, dan NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya 17,16 juta (data DJP, 2010 kuartal I).dengan adanya program sunset policy akan membantu meningkatkan penerimaan pajak secara bertahap.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Muliari dan Setiawan (2010), dan Siti Kurnia Rahayu (2009:344) mengenai Sunset Policy menunjukan bahwa Sunset Policy berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak , semakin rendah tingkat tarif Sunset Policy maka semakin meningkat kepatuhan wajib pajak
2. Pengaruh Tax Amnesty tehadap Kepatuhan Wajib Pajak
Tax amnesty adalah salah satu program pemerintah yang di sampaikan kepada wajib pajak untuk melaporkan harta yang dimilik dengan cara ungkap, tebus, dan lega. Dengan program tax amnesty diharapkan bila kebijakan tax amnesty. diimplementasikan yaitu akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan badan serta dapat mendorong masuknya dana–dana dari
investai yang pada gilirinnya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional.
Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran pajak ke kas Negara. Hal ini bias sebaliknya berpotensi terjadinya penyelewengan, manipulaski dan tindakan moral hazard lainnya. Para pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan penggelapan kewajiban pajaknya, kecuali bila diberlakukan pengampunan pajak bersyarat. Contohnya seperti pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak harus transparan terhadap asset–asset dan penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama pada tahun 1984 tidak terulang kemabali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat dan minimnya keterbukaan/ transparansi serta sosialisasi kebijakan ini. Bila program tax amnesty ini berhasil diimplementasikan maka pemerintah mempunyai beberapa keuntungan antara lain pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan pada upaya pemberantasan korupsi.
Demikian juga dengan diimplementasikan tax amnesty maka recoverynya lebih mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil asset koruptor. Asset recovery
adalah perbandingan antara jumlah kerugian Negara yang didakwahkan dengan penyitaan asset atau pengembalikan asset korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih relatif kecil. Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax amnesty. Hubungan tax amnesty dengan teori atribusi yaitu kemauan wajib pajak untuk mengikuti program tax amnesty terkait kepatuhan
wajib pajak dalam penilaian terhadap wajib pajak itu sendiri. Kepatuhan wajib pajak seseorang unuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Muliari dan Setiawan (2010) mengenai Tax Amnesty menunjukan bahwa Tax Amnesty berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, semakin rendah tarif Tax Amnesty maka semakin meningkat tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
3. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Rimawati (2013) Sosialisasi perpajakan adalah upaya yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat dan khususnya wajib pajak agar mengetahui tentang segala hal mengenai perpajakan baik peraturan maupun tata cara perpajakan melalui metode-metode yang tepat. Hubungan sosialisasi perpajakan dengan teori kepatuhan yaitu kemauan wajib pajak untuk mengikuti program sosialisasi perpajakan terkait kepatuhan wajib pajak dalam penilaian terhadap wajib pajak itu sendiri. Dengan adanya sosialisasi perpajakan akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak seseorang unuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko (2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Santi (2012) mengenai sanksi perpajakan menunjukkan
Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu sanksi perpajakan di duga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Menurut Toly dan Herryanto (2012) sosialisasi perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, sosialisasi langsung dan sosialisasi tidak langsung. Sosialisasi langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan dengan berinteraksi langsung dengan wajib pajak, sedangkan sosialisasi tidak langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan kepada wajib pajak dengan tidak atau sedikit berinteraksi dengan wajib pajak.
Ketika masyarakat khususnya wajib pajak orang pribadi mengetahui dan memahami peraturan perpajakan yang berlaku maka semakin patuh wajib pajak tersebut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh sebab itu sosialisasi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
C. Hipotesis
Berdasarkan deskripsi diatas,maka hipotesis dalam penelian ini yaitu : Ha1: Sunset policy berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Ha2: Tax amnesty berpengaruh positif tehadap kepatuhan Wajib Pajak.
Ha3: Sosialisai perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.