• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FINANSIAL RUGI-LABA PADA USAHA TERNAK KAMBING DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN INTENSIF DAN SEMI INTENSIF DI PEDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FINANSIAL RUGI-LABA PADA USAHA TERNAK KAMBING DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN INTENSIF DAN SEMI INTENSIF DI PEDESAAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL RUGI-LABA PADA USAHA TERNAK

KAMBING DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN INTENSIF

DAN SEMI INTENSIF DI PEDESAAN

(Financial Analysis on Cost

Benefit of

Intensive

and Semi

Intensive

Goat

Farming System in Village Level)

S.RUSDIANA,B.WIBOWO danR.ELIZABETH

Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E59, Bogor 16151 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A Yani No.70, Bogor

ABSTRACT

The research was conducted in the District Citeureup, Bogor regency of West Java Province. The research objective was to analyze the income statement of the goat business as an additional income in rural areas. Research conducted by survey method using questionnaires and interviews conducted by a simple random (purposive random sampling). The number of samples studied were 26 respondents. Secondary data and primary data obtained and analyzed in a descriptive qualitative and economic analysis which is calculated based on the income from the reduction between total revenue and total expenditure in cash out flow by using. Profit and loss analysis is a state where a result of income minus expenses within a certain period. The results of goat husbandry business with semi-intensive business net income of Rp. 2.154.007/year, R/C ratio 1.4 for intensive effort Rp. 2.691.486/year, R/C ratio of 1.9. This can increase the income of farmers in maintaining the welfare of his family and the need for the application of technological innovations introduced so that the goat business more commercially and can be maintained presence of goats in the days to come.

Key Words: Analysis, Financial, Goats in Farmer Income

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis rugi laba dari usaha kambing sebagai tambahan pendapatan di pedesaan. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dengan menggunakan kuesioner dan wawancara yang dilakukan secara acak sederhana (purposive random sampling). Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 26 responden. Data sekunder dan data primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif serta analisis ekonomi yang dihitung berdasarkan hasil pendapatan dari hasil pengurangan antara total penerimaan dan total pengeluaran secara cash out flow dengan menggunakan analisis rugi laba yaitu suatu keadaan dimana tingkat penjualan sama besar dengan biaya (biaya tetap dan biaya variabel). Hasil penelitian dari usaha pemeliharaan ternak kambing dengan pendapatan bersih untuk usaha semi intensif sebesar Rp. 2.154.007, R/C rasio 1,4 dan usaha intensif sebesar Rp. 2.691.486,3 R/C rasio 1,9. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani masih dapat mempertahankan kesejahteraan keluarganya.

Kata Kunci: Analisis, Finansial, Rugi Laba, Kambing, Peternak

PENDAHULUAN

Di Indonesia ternak kambing mempunyai kemampuan kompetitif untuk bersaing dengan sumber daging sapi dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (kebutuhan gizi) dan merupakan alternatif penyedia daging yang perlu dipertimbangkan dimasa mendatang.

Secara sosial penduduk Indonesia terbiasa mengkonsumsi daging kambing dan pada dasarnya kebutuhan domestik belum terpenuhi sehingga peningkatan produksi kambing potong akan terserap oleh pasar (TATANG, 2003). Daging kambing merupakan salah satu daging yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi oleh berbagai kelas lapisan

(2)

masyarakat (SOEPRANIANONDO, 2009). Ternak kambing yang ada di Indonesia termasuk yang ada di Provinsi Jawa Barat (di Kecamatan Citeureup) lebih sering digembalakan atau diabur dan pada saat menjelang senja ternak kambing pulang sendiri ada pula di cari oleh pemiliknya. Mengingat sifat dan reproduksinya yang cepat dan adaptasinya yang tinggi terhadap berbagai kondisi agroekosistem maka ternak kambing banyak dipelihara di pedesaan (SIMON, 2010).

Pemeliharaan ternak kambing dipandang sangat cocok dalam kondisi lahan pertanian, karena ternak kambing dikenal mudah beradaptasi pada berbagai kondisi agroekosistem pedesaan serta merupakan usaha komplementer dalam suatu sistem pertanian tanaman pangan WINARSO (2010). Secara

biologis ternak kambing cukup produktif dan adaptif dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga memudahkan pengembangannya. Pengembangan ini dapat lebih diarahkan keluar Jawa mengingat besarnya sumberdaya alam di daerah-daerah tersebut cukup potensial. (KETUT,2004).

Usaha ternak kambing merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam menunjang pendapatan petani disamping usaha pertanian lainnya (SAENAB et al., 2005) berpendapat bahwa salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha dari ternak ruminansia adalah jaminan ketersediaan tanaman pangan yang berkualitas. Tantangan yang sering dihadapi dalam pengembangan usaha ternak adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan melalui perbaikan produksi dan kualitas ternak dengan jalan pembinaan kepada petani yang daerahnya potensial. Ketersediaan lahan pertanian, lahan kosong perkebunan, tegalan, sawah dan ladang, merupakan lahan yang potensial untuk menyediakan hijauan pakan ternak baik rumput atau berbagai limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usahaternak ruminansia, khususnya kambing.

Berkaitan dengan peningkatan kebutuhan atau permintaan akan daging, ternak kambing mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di daerah Citeureup. Ternak kambing mempunyai pangsa pasar khusus karena semakin banyak konsumen yang memilih daging kambing (pola konsumsi back

maka suatu penelitian dilakukan di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penerimaan dan pendapatan yang diperoleh usaha ternak kambing melalui analisis rugi-laba (profit loss).

MATERI DAN METODE

Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei menggunakan kuesioner dan wawancara yang dilakukan secara acak sederhana dengan teknik (purposipe random sampling). Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 26 responden. Masing-masing 13 responeden pemeliharaan semi intensif dan 13 responden pemeliharaan intensif. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa Kecamatan Citeureup merupakan kantong produksi ternak kambing. Data sekunder dan primer yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif serta analisis ekonomi skala kecil di tingkat petani. Sedangkan analisis fungsi ekonomi dihitung berdasarkan tingkat pendapatan berdasarkan dari hasil pengurangan antara total penerimaan dan total pengeluaran secara cash out flow, analsis rugi laba yaitu suatu perhitungan antara penerimaan (output) dengan pengeluaran (input) yang dihitung untuk periode satu tahun (LIMBONG, 1987).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum wilayah

Sebagian besar penduduk di Desa Citeureup mempunyai mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, sedangkan lahan di perkebunan merupakan lahan terbesar di Kecamatan Citeureup menyusul kebun campuran dan lahan sawah. Keadaan ini menggambarkan bahwa daerah ini memiliki prospek pengembangan usaha tanaman pangan, sayuran dan palawija yang menunjang pengembangan ternak kambing. Populasi ternak kambing di Kabupaten Bogor sekitar 110.980 ekor dan di Kecamatan Citeureup sekitar 10.995 ekor dimana Kecamatan Citeureup merupakan salah

(3)

ternak kambing menempati peringkat ke 1 (satu) dari 35 Kecamatan atau sekitar 16,01% dari total populasi yang ada di Kabupaten Bogor (DISNAK KABUPATEN BOGOR, 2009). Profil peternak kambing

Pada umumnya peternak memelihara kambing sampai umur kurang dari 6 tahun, terutama pada ternak induk. Namun demikian pada umumnya ternak kambing dijual setelah beranak 3 kali walaupun posisi harga ternak kambing itu murah dipasaran. Sedangkan untuk jantan akan dijual pada umur yang masih relatif muda yaitu pada umur antara 8 – 13 bulan. Kepemilikan ternak kambing di Kecamatan Citeureup berkisar berjumlah 2 – 5 ekor/KK. Dengan status milik sendiri.

Hasil survei menunjukkan bahwa fungsi dan peranana ternak kambing dalam sistem usahatani di Kecamatan Citeureup adalah sebagai sumber pendapatan dilain pihak petani

untuk menambah pendapatan maka petani menanam padi, jagung, ubu kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Karakteristik dan fungsi dari ternak kambing dalam pemeliharaan di tingkat peternak terlihat pada Tabel 1.

Data pada Tabel. 1 memperlihatkan bahwa peranan ternak kambing sebagai sumber tambahan pendapatan pada pemeliharaan masing-masing pemeliharaan semi intensif dan intensif masing-masing mencapai 30,76 dan 45,6%.

TINGKAT KEPEMILIKAN TERNAK KAMBING DI PETERNAK

Jumlah kepemilikan ternak kambing dalam usaha pemeliharaan ternak merupakan faktor yang mempengaruhi suatu usaha yang dijalankan oleh petani di Kecamatan Citeureup diperlihatkan Tabel 2.

Tabel 1. Karakteristik petani (responden) dan fungsi pemeliharaan ternak kambing

Fungsi ternak kambing di pedesaan

Jumlah responden pemelihara semi intensif

% Jumlah responden pemelihara intensif % Sebagai sumber tambahan pendapatan 4 30,76 6 46,16 Sebagai usaha pokok 5 38,46 2 15,38 Sebagai tabungan 3 23,07 3 23,08 Sebagai pengisi waktu 1 7,69 2 15,38 Lama pemeliharaan:

1 – 5 tahun 5 42,85 6 46,15 > 6 tahun 8 57,15 7 53,85

Tabel 2. Jumlah kepemilikan ternak kambing per peternak (ekor)

Semi intensif (n = 13) Intensif (n = 13) Uraian

Jumlah Rataan % Jumlah Rataan % Betina dewasa 34 2,61 50,80 30 2,30 50,11 Betina muda 11 0,86 16,16 8 0,61 13,29 Betina anak 7 0,53 10,27 6 0,45 9,80 Jantan dewasa 2 0,15 2,90 9 0,59 12,85 Jantan muda 6 0,46 8,91 5 0,38 8,28 Jantan anak 8 0,61 11,82 3 0,23 5,01 Jumlah 68 5,16 100 61 4,59 100

(4)

Rataan kepemilikan ternak kambing pada pemeliharaan semi intensif dan intensif masing-masing sebanyak 5,16 ekor/peternak dan 4,59 ekor/peternak. Setiap peternak mempunyai ternak kambing pada berbagai umur, namun demikian proporsi status fisiologis pada ternak betina dewasa menempati proporsi tertinggi pada kedua sistem pemeliharaan ini yaitu masing-masing sebesar 2,61 ekor/peternak atau sekitar 50,80% dan 2,30 ekor/peternak atau sekitar 50,11%. Keadaan ini menggambarkan bahwa pola usaha pemeliharaan ternak kambing merupakan usaha pemeliharaan untuk mendapatkan keturunannya (pembibitan). Diharapkan pemeliharaan kambing menjadi andalan dalam sumber tambahan pendapatan untuk menujang kesejahteraan keluarga petani di pedesan.

Sistem pemeliharaan ternak kambing di Kecamatan Citeureup seluruhnya dikandangkan pada malam hari, baik pada pemeliharaan semi intensif maupun pemeliharaan intensif, sehingga peternak dituntut untuk menyediakan bangunan kandang. Pada sistem pemeliharaan semi intensif yang menonjol adalah adanya kegiatan penggembalaan pada siang hari atau diikat pindah pada berbagai lokasi (di areal kebun, di areal lahan penggembalaan yang terbuka) dimana lahan tersebut ditumbuhi berbagai jenis hijauan pakan (leguminose, rumpai raket, rumput kawat, alang-alang, dan sisa limbah hasil pertanian). Sedangkan dalam

usaha pemeliharaan secara intensif maka ternak kambing tidak dikeluarkan dari kandang, kecuali pada saat-saat akan di mandikan atau dijemur di tempat yang tidak jauh dengan kandang.

Curahan tenaga kerja

Tenaga kerja yang digunakan untuk pemeliharaan ternak kambing baik dalam sistem pemeliharaan secara semi intensif maupun secara intensif dihitung berdasarkan aktivitas peternak dalam keseharian yang dikonversikan dengan hari orang kerja (HOK) pada usaha tani setempat. Secara rinci perhitungan tercantum pada Tabel 3. Pada pemeliharaan semi intensif dengan ternak yang dipelihara 5,16 ekor dan 4,59 ekor yang diintensif dapat dihitung dan berdasarkan konversi hari orang kerja (HOK) adalah 5 jam sebagaimana terlihat pada Tabel 3.

Curahan tenaga kerja peternak usaha kambing pada sistem semi intensif dan sistem intensif dalam 1 tahun masing-masing sebesar 185,5 HOK dan 160,4 HOK. Sedangkan alokasi tenaga kerja pada sistem semi intensif tertinggi pada kegiatan digembalakan sebesar 138 HOK pertahun dari seluruh tenaga yang dicurahkan. Pada pemeliharaan intensif alokasi tenaga kerja paling tinggi pada kegiatan mencari rumput yaitu sebesar 110,7 HOK. Tabel 3. Rata-rata curahan tenaga kerja di lokasi penelitian

Sistem semi intensif (n = 13) Jenis pekerjaan

Total (jam/hari) Rata-rata Jam/tahun HOK Rp/tahun Menggembala 25,00 1,90 692,00 138,00 692.300 Mengambil hijauan 3,50 0,30 108,00 21,60 108.000 Perawatan ternak 5,00 0,38 138,40 27,70 138.461 Jumlah 33,50 2,50 927,60 185,50 938.761 Sistem intensif (n = 13) Jenis pekerjaan

Total (jam/hari) Rata-rata Jam/tahun HOK Rp/tahun Menggembala 2,00 0,15 55,30 11,07 55.384 Mengambil hijauan 20,00 2,53 553,80 110,7 553.846 Perawatan ternak 7,00 0,53 193,80 38,7 193.846 Jumlah 29,00 2,23 802,90 160,4 803.076 5 jam kerja dihitung 1 HOK Rp. 5000

(5)

Jika diperhitungkan dalam nilai rupiah dengan konversi tenaga kerja 1 hok sebesar Rp. 5000 maka nilai curahan tenaga kerja untuk pemeliharaan semi intensif dan inetnsif masing-masing adalah Rp. 927.692/tahun dan Rp. 803.076/tahun. Petani ternak tersebut merasa untung, karena petani, mudah mencari rumput, mudah menjual ternak, mudah memelihara ternaknya karena daya dukung pakan tersedia dan kotoran kandang dikembalikan ke lahan petani sendiri yang bermanfaat untuk kesuburan tanaman.

HASIL PENJUALAN TERNAK KAMBING SELAMA SATU TAHUN

Hasil penjualan ternak kambing di peternak selama satu tahun terlihat pada Tabel 4.

Penerimaan dari hasil penjulanan ternak kambing merupakan penyumbang pendapatan dengan rataan yang di jual pada sistem semi intensif sebesar 6,99 ekor/tahun per peternak

dengan nilai total sebesar Rp. 4.274.856/ tahun/peternak. Sedangkan pada sistem intensif adalah 7,05 ekor/tahun per peternak dengan nilai sebesar Rp. 4.736.800/tahun/peternak. Hasil penjualan ternak tertinggi pada pemeliharaan semi intensif maupun sistem intensif yakni pada penjulan kambing jantan dewasa masing-masing sebear 1,54 ekor/tahun dan 1,61 ekor/tahun.

HASIL PERHITUNGAN DARI USAHA TERNAK KAMBING DI PEDESAAN

Penerimaan tunai hanya terkonsentrasi pada penjualan ternak kambing per tahun dan tidak dialokasikan penjualan pupuk kandang, karena semuanya dimanfaatkan untuk pupuk dilahan peternak. Untuk melihat Analisis rugi laba, yang di hitung berdasarkan penerimaan di kurangi dengan biaya-biaya selama pemeliharaan, hasil perhitungan tercantum pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 4. Rataan jumlah hasil penjualan kambing selama satu tahun di lokasi penelitian Sistem

Semi intensif (n = 13) Uraian

Jumlah (ekor) Rata-rata/peternak (ekor) Rata-rata harga (Rp/ekor) Jumlah (Rp)/ peternak Betina dewasa 19 1,46 835.000 1.219.100 Betina muda 14 1,07 470.714 503. 664 Betina anak 11 0,85 127.071 108.010 Jantan dewasa 20 1,54 1.107.785 1.705.989 Jantan muda 15 1,15 538.392 619.151 Jantan anak 12 0,92 129.285 118.942 Jumlah 91 6,99 - 4.274.856 Intensif (n = 13) Uraian

Jumlah (ekor) Rata-rata/peternak (ekor) Rata-rata harga (Rp/ekor) Jumlah (Rp) Betina dewasa 18 1,38 819.307 1.130.644 Betina muda 15 1,15 551.076 633.737 Betina anak 12 0,92 161.077 148.191 Jantan dewasa 21 1,61 1.282.692 2.065.134 Jantan muda 15 1,15 568.496 653.770 Jantan anak 11 0,84 125.385 105.323 Jumlah 92 7,05 - 4.736.800 Hitungan ini berdasarkan hasil penjualan tahun 2009

(6)

Penerimaan rata-rata dari hasil penjualan ternak kambing selama satu tahun di tingkat petani dengan pemeliharaan semi intensif Rp. 4.274.856,58/tahun/peternak, dan intensif Rp. 4.736.799,55/tahun/peternak kedua bentuk perhitungan ini belum di kurangi upah atau biaya tenaga kerja keluarga yang dihitung berdasarkan hasil wawancara dari peternak kambing bahwa 5 jam kerja di hitung dengan 1 HOK dengan harga Rp. 5.000/hari. Usaha pemeliharaan ternak kambing di daerah penelitian dinyatakan oleh petani ternak itu sendiri untung, karena petani ternak kambing selama ini tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja karena masih memanfaatkan tenaga kerja keluarga.

ANALISIS FINANSIAL SECARA EKONOMI MIKRO

Analisis ini merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel dalam kegiatan usaha pemeliharaan ternak kambing yang dilakukan oleh peternak kecil, sehingga dapat digambarkan seberapa besar keuntungan yang di dapat oleh peternak yang dihitung selama satu tahun.

Tabel 5 dan 6 merupakan hasil analisis biaya dan pendapatan usaha ternak kambing dengan asumsi, dengan skala usaha yang relatif besar untuk ukuran di perdesaan, usaha semi intensif dengan biaya per tahun Rp. 2.210.849 Tabel 5. Analisis rugi laba usaha pemeliharaan kambing semi Intensif selama 2 tahun

Uraian Volume Rata-rata/harga

(Rp) Jumlah (Rp) A. Biaya investasi dan penyusutan

1. Kandang kambing (unit) 1 unit 537.749,00 537.749,00 2. Penyusutan kandang/5 tahun 215.099,00 3. Peralatan kandang (paket) 1 paket 125.750,00 125.750,00

Jumlah (2 + 3) 340.849,00

B. Biaya variabel

1. Tenaga kerja keluarga (HOK) 370 5.000,00 1.850.000,00 2. Pakan konsentrat (kg) - - - 3. Pakan hijauan (kg) - - - 4. Obat-obatan ( paket) 1 paket 20.000,00 20.000,00 Jumlah (1 + 2 + 3) 1.870.000,00

Total (A + B) 2.210.849,00

C. Hasil penjualan kambing

1. Betina dewasa (ekor) 1,46 835.000,00 1.219.100,00 2. Betina muda (ekor) 1,07 470.714,28 503.664,27 3. Betina anak (ekor) 0,85 127.071,42 108.010,70 4. Jantan dewasa (ekor) 1,54 1.107.785,71 1.705.989,00 5. Jantan muda (ekor) 1,15 538.392,85 619.151,77 6. Jantan anak (ekor) 0,92 129.285,71 118.942,85 Jumlah 6,99 - 4.274.856,58 Pendapatan kotor 4.274.856,58 Pendapatan bersih 2.154.007,00

R/C 1,40

(7)

Tabel 6. Analisis rugi laba hasil usaha pemeliharaan kambing intensif selama 2 tahun

Uraian Volume Rata-rata/harga (Rp) Jumlah (Rp) A. Biaya investasi dan penyusutan 1

1. Kandang kambing (unit) 625.096,15 625.096,15 2. Penyusutan kandang/5 tahun 1 250.038,00 3. Peralatan dan kandang (paket) 175.275,00 175.275,00

Jumlah (2 + 3) 425.313,00

B. Biaya variabel

1. Tenaga kerja keluarga (HOK) 320 5.000,00 1.600.000,00 2. Pakan konsentrat (kg) - - - 3. Pakan hijauan (kg) - - - 4. Obat-obatan (Paket) 1 20.000,00 20.000,00

Jumlah 1.620.000,00

Total (A + B) 2.045.313,00

C. Hasil penjualan kambing

1. Betina dewasa (ekor) 1,38 819.307,69 1.130.644,61 2. Betina muda (ekor) 1,15 551.075,92 633.737.30 3. Betina anak (ekor) 0,92 161.076,92 148.190,66 4. Jantan dewasa (ekor) 1,61 1.282.692,31 2.065.134.61 5. Jantan muda (ekor) 1,15 568.495,92 653.770,30 6. Jantan anak (ekor) 0,84 125.384,61 105.323,07 Jumlah 7,05 - 4.736.799,55 Pendapatan kotor 4.736.799,55 Pendapatan bersih 2.691.486,00

R/C 1,90

Analisis rugi-laba ini di hitung berdasarkan hasil penjualan pada tahun 2009

dan usaha intensif sebesar Rp. 2.045.313 sebagian besar untuk biaya tenaga kerja dan penyusutan kandang, sedangkan biaya variabel per tahun untuk usaha semi intenisif sebesar Rp.1.870.000 dan usaha intensif Rp. 1.620.000 sebagian besar merupakan biaya penyusutan kandang dan tenaga kerja keluarga. Pendapatan kotor usaha semi intensif sebesar Rp. 4.274.856,58/tahun dan intensif sebsar Rp. 4.736.799,55/tahun, pendapatan bersih usaha semi intensif sebesar Rp. 2.154.007/tahun, R/C rasio 1,4 usaha intensif sebesar Rp. 2.691.486/ tahun, R/C rasio 1,9 tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian UTOMO et al. (2005) dengan pendapatan bersih Rp. 2.372.960/tahun dengan pemeliharaan ternak kambing 8 ekor betina dan 1 ekor pejantan selama satu tahun.

ASPEK SOSIAL EKONOMI Pengembanganbiakan ternak kambing merupakan salah satu pendukung dalam pemeliharaan ternak kambing terutama yang berkaitan dengan tujuan memperoleh nilai tambah pendapatan bagi peternak. Salah satu prinsip pengembangbiakan adalah usaha memperoleh keturunan yang berkualitas tinggi sesuai dengan yang diharapkan oleh petani ternak kambing. Pemeliharaan ternak kambing di peternak salah satunya dapat dijadikan sebagai usaha pokok petani. WINARSO (2010) berpendapat bahwa ternak kambing dapat memperbaiki kehidupan dan menaikkan tingkat gizi para petani dan kesejahteraan keluarga

(8)

Aspek sosial terhadap keberadaan ternak kambing merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan. Betapapun baiknya suatu program pengembangan ternak, bila aspek sosial khususnya penerimaan peternak terhadap program tersebut kurang baik, maka program tersebut tidak bermanfaat. Tabel 7 memperlihatkan respon petani ternak terhadap usaha pemeliharaan ternak kambing, terlihat bahwa 69,24% peternak responden menyatakan senang memelihara ternak kambing, meskipun beberapa peternak menyatakan sama saja 23,07% dan ada dua orang yang tidak senang sekitar 7,69%, dengan alasan bahwa induk kambing yang dipelihara tidak pernah melahirkan yang menjadi berkurang menghasilkan pendapatan bagi peternak.

Tabel 7. Respon peternak kambing dengan cara pemeliharaan semi intensif dan intenif (n = 26)

Uraian Jumlah responden Persentase Senang 18 69,24 Sama saja 6 23,07 Tidak senang 2 7,69

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa petani dalam kepemilikan ternak kambing rata-rata 4,59-5,16 ekor/ peternak dari berbagai umur. Penggunaan tenaga kerja keluarga tertinggi pada pemeliharaan secara semi intensif yaitu di gembalakan sekitar 138 HOK/tahun dan secara intensif 110,7 HOK/tahun. Pendapatan kotor usaha semi intensif sebesar Rp. 4.274.856,58/ tahun dan intensif sebesar Rp. 4.736.799,55/ tahun, pendapatan bersih usaha semi intensif sebesar Rp. 2.154.007/tahun, R/C rasio 1,4 usaha intensif sebesar Rp. 2.691.486/ tahun, R/C rasio 1,9.

Peternak masih memiliki aset ternak untuk dipelihara masing-masing sebanyak 5,16 ekor pada semi intensif 4,59 ekor pada intensif untuk dikemudian hari. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan petani dalam mempertahankan kesejahteraan keluarganya dan perlu adanya penerapan introduksi inovasi

komersial dan dapat dipertahankan kerberadaan ternak kambing di masa-masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

DISNAK KABUPATEN BOGOR. 2009. Propinsi Jawa Barat. Data Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Kabupaten Bogor.

GITINGER. J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Jakarta.

LIMBONG.W.Hdan W.P. SITORUS. 1987. Pengantar

Tataniaga Pertanian Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.

QOMARIYAH, S. MIHARDJA dan R. IDI. 2001. Pengaruh kombinasi kuning telur dengan air kelapa terhadap daya tahan hidup dan abnormalitas spermatozoa domba priangan pada penyimpanan 5C. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 – 18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 172 – 177.

RIZAL, M., M.R. TOELIHERE, T.L. YUSUF, B. PURWANTARA dan P. SITUMORANG. 2003. Kriopreservasi semen domba Garut dalam pengencer Tris dengan konsentrasi laktosa yang berbeda. Media Kedokteran Hewan 19: 79 – 83.

SAENAB. A dan WARYAT. 2005. Strategi

pengembangan tanaman pakan ternak di wilayah perkotaan. Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. hlm. 83 – 36.

SIMON, P.G. 2010. Beberapa alternatif skema percepatan perkembangan dan penyebaran bibit kambing Boerka. Pros. Seminar Nasional Membangun Sistem Inovasi di Perdesaan. Bogor, 15 – 16 Oktober 2009. BBP2TP, Bogor. hlm. 246 – 255.

SOEPRANIANONDO, K. 2009. Sistem integrasi

peternakan kambing dengan konsep tanpa limbah. Pros. Lokakarya Nasional. Sistem Integrasi Tanaman Ternak Pengembangan Jejaring Penelitian dan Pengkajian. Bogor, Januari 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 236 – 267.

SUTAMA, I-K. 2004. Tatangan dan peluang peningkatan produktivitas kambing melaui inovasi teknologi reproduksi. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm, 51 – 60.

(9)

TAMBING, S.N., M.R. TOELIHERE, T.L. YUSUF, B. PURWANTARA, I-K. SUTAMA dan P.Z. SITUMORANG. 2003. Kualitas semen beku kambing Saanen pada berbagai jenis pengencer semen. Hayati10:146 – 150. TATANG, M.I. 2003. Strategi penelitian hijauan

mendukung pengembangan ternak kambing potong di Indonesia. Wartazoa 13(1): 22 – 29. UTOMO, U., T. HERAWATI dan S. PRAWIRODIGDO. 2005.Produktivitas induk dalam usaha ternak kambing kondisi pedesaan. Pros. Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 660 – 665. VISWANATH,RdanP.SHANNONP. 2000. Storage of bovine semen in liquid frozen state. Anim. Reprod. Sci. 62: 23 – 53.

WINARSO.B. 2010. Prospek dan kendala pengembangan agribisnis ternak kambing dan domba di Indonesia. Pros. Seminar Nasional. Peningakatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. PSE-KP, Bogor. hlm. 246 – 264.

YILDIZ,C.,A.KAYA,M.AKSOY danTTEKELI. 2000. Influence of sugar supplementation of the extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog spermatozoa during freezing. Theriogenology 54: 579 – 585.

YULNAWATI, H. MAHESHWARI, M. RIZAL dan HERDIS. 2010. Maltosa Mempertahankan Viabilitas Spermatozoa Epididimis Kerbau Belang yang Disimpan dalam Bentuk Cair. J. Veteriner 11(2): 126 – 132.

YULNAWATI, M. GUNAWAN, HERDIS, HERA

MAHESHWARI danMUHAMMAD RIZAL. 2009. Peranan Gula sebagai krioprotektan ekstraseluler dalam mempertahankan kualitas semen beku kerbau lumpur. Pros. Seminar Nasional Potensi dan Pengembangan Peternakan Maluku dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Ambon 2 Maret 2009. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon. hlm. 236 – 250.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik petani (responden) dan fungsi pemeliharaan ternak kambing
Tabel 3. Rata-rata curahan tenaga kerja di lokasi penelitian
Tabel 4. Rataan jumlah hasil penjualan kambing selama satu tahun di lokasi penelitian  Sistem
Tabel  5  dan  6  merupakan  hasil  analisis  biaya  dan  pendapatan  usaha  ternak  kambing  dengan asumsi, dengan skala usaha yang relatif  besar  untuk  ukuran  di  perdesaan,  usaha  semi  intensif dengan biaya per tahun Rp
+3

Referensi

Dokumen terkait

Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun diatas tongkol, umur keluar bunga jantan, umur keluar bunga betina, umur panen, laju pengisian biji,

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa seluruh urusan umat Islam wajib berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian dasar dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an

LETAK ASTRONOMIS DAN GEOGRAFIS WILAYAH INDONESIA. DISUSUN OLEH:

The results from the two computation result (logistic regression and Bayesian methods) will be compared for predicting the risk level of diabetes and for classification

Penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat kefavoritan sekolah tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan TPACK (2) Lama mengajar guru tersarang pada

Artikel dalam prosiding ini telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Dalam Rangka Memperingati Hari Guru, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Pendidikan

Adapun ketentuan akad dalam anjak piutang syariah yang diatur dalam Fatwa DSN-MUI yaitu sebagai berikut: 20 (a) Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang

Proceedings of the 5 th International Seminar on Quality and A ordable Education | ISQAE 2016 Enriching Quality and Providing A ordable Education through New Academia | 227 Results