• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Awal

Sebelum dilaksanakan penelitian, guru lebih banyak melakukan mengajar dengan menggunakan model konvesional yaitu ceramah. Model konvesional ini lebih berpusat pada guru daripada siswa, guru lebih aktif menerangkan dan menjelaskan materi yang disampaikan dan siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelas 5 SD Negeri Randuacir 02 semester II tahun pelajaran 2013/2014, pada pembelajaran IPA terlihat bahwa hasil tes siswa masih rendah dibandingkan mata pelajaran yang lain. Hasil belajar diukur dari skor non tes dan skor tes. Data hasil belajar pra siklus sebelum dilakukan tindakan dalam mata pelajaran IPA kelas 5 menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Sebelum ada tindakan, skor yang diperoleh hanya skor tes saja. Karena hasil belajar diukur dari skor non tes dan skor tes. Dengan demikian hasil belajar yang diperoleh pra siklus seluruh siswa tidak tuntas, hal ini nampak pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1

Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus Prasiklus No. Ketuntasan Belajar Frekuensi siswa Jumlah Persen (%) 1. Tuntas 11 39,29 2. Belum tuntas 17 60,71 Jumlah 28 100

Sumber. Data yang diolah

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa pada prasiklus siswa yang belum tuntas dari KKM ≥ 70 sebanyak 17 siswa (39,29%), sedangkan yang sudah tuntas melebihi KKM sebanyak 11 siswa (60,71%). Selain hasil belajar siswa yang rendah, keaktifan hasil belajar siswa juga rendah dilihat dari

(2)

hasil observasi setiap anak diolah berdasarkan langkah Usman dan Akbar (2006:71) sehingga dapat digolongkan menjadi keaktifan belajar kategori rendah (skor 1 – 1,9), sedang (skor 2 - 2,9), dan keaktifan tinggi (skor ≥3). Hasil observasi keaktifan belajar prasiklus pada mata pelajaran IPA kelas 5 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2

Hasil Observasi Keaktifan Belajar Pra Siklus

No Keaktifan F %

1 Tinggi 11 39,29%

2 Sedang 9 32,14%

3 Rendah 8 28,57%

Jumlah 28 100%

Sumber. Data yang diolah

Dari Tabel 4.2, menunjukka bahwa siswa di kelas 5 SD Negeri Randuacir 02 yang mempunyai keaktifan tinggi adalah 11 siswa dengan persentase 39,29% kemudian siswa kategori keaktifan sedang berjumlah 9 orang dengan persentase 32,14% dan siswa dengan keaktifan rendah ada 8 orang dengan persentase 28,57%. Hal ini berarti siswa yang mempunyai keaktifan tinggi hanya 11 siswa dengan persentase 39,29% lebih rendah dari jumlah keseluruhan siswa di bawah kategori keaktifan tinggi yaitu 17 siswa persentase 60,71%, dengan skor keaktifan tertinggi yaitu 3,2 dan skor keaktifan terendah yaitu 1,7.

4.2 Pelaksanaan Penelitian

Hasil penelitian pada bagian pelaksanaan penelitian berisi tentang pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua Siklus yaitu Siklus I dan Siklus II.

(3)

4.2.1 Pelaksanaan Siklus I

a. Tahap Perencanaan Tindakan

Setelah memperoleh data hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Randuacir 02 pada kondisi awal, selanjutnya peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas 5 untuk melakukan kegiatan siklus 1. Dalam siklus 1 ini peneliti melakukan 3 kali pertemuan, dimana masing-masing pertemuan terdiri atas 2 jam pelajaran (2×35 menit) dan pada pertemuan ketiga dilakukan evaluasi pembelajaran.

Sebelum melaksanakan siklus 1, menyiapkan rencana pembelajaran dimana membuat RPP selanjutnya dikonsultasikan kepada guru kelas 5 untuk mengetahuai apakah sesuai atau tidak RPP yang telah dibuat untuk diterapkan di sekolah tersebut. Selain itu peneliti juga menyiapkan lembar observasi berupa aktivitas siswa dan kegiatan mengajar guru. Materi yang dipilih oleh guru kelas 5 adalah cahaya dan sifat-sifatnya.

b. Tahap Implemantasi Tindakan dan Observasi

Pelaksanaan siklus 1 dilakukan pada bulan Maret. Dengan kompetensi dasar mendeskripsikan sifat-sifat cahaya tertentu (karet, logam, kayu, plastik) dalam kehidupan sehari-hari. Hasil observasi siklus 1 pada pertemuan pertama guru masih terlihat bingung dengan langkah-langkah pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray . Hal ini disebabkan karena kurangnya persiapan guru sebelum mengajar dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Namun pada umumnya guru sudah melaksanakan dengan baik semua kegiatan pembelajaran antara lain menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran. Guru mengatur siswa dalam pembagian kelompok secara acak sehingga diharapkan masing-masing kelompok memiliki kekuatan yang merata. Guru juga memeriksa kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran walaupun masih ada beberapa siswa yang masih susah diatur dan membuat gaduh kelas dengan memberikan teguran dan memotivasi siswa yang suka membuat gaduh agar dapat tenang dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran, serta menjelaskan aturan dalam pembelajaran IPA yang akan dilaksanakan.

(4)

Dalam pelaksanaan pembelajaran guru juga memotivasi pada seluruh kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, menyampaikan apersepsi dengan sedikit mengulas materi pembelajaran yang lalu serta menjelaskan tujuan pembelajaran serta uraian kegiatan agar siswa memiliki gambaran tentang kegiatan yamg akan dilakukan.

Guru juga menjelaskan kepada siswa tentang langkah-langkah pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray secara jelas dan rinci. Tujuan dari penjelasan tersebut adalah agar siswa mengerti langkah-langkah apa saja yang akan mereka lakukan pada pembelajaran IPA.

Di akhir siklus 1 guru juga memberikan evaluasi berupa test formatif. Test tersebut bertujuan untuk mengetahui efektifitas dalam pembelajaran IPA mengenai mendeskripsikan sifat-sifat cahaya tertentu (karet, logam, kayu, plastik) dalam kehidupan sehari-hari apakah ada peningkatan hasil belajar dari kondisi awal ke siklus 1. Pada akhir pembelajaran guru juga melakukan refleksi pembelajaran.

Dari hasil observasi pada siklus 1 menunjukkan adanya peningkatan kualitas guru dalam mengajar yang sebelumnya pada kondisi awal hanya menggunakan metode konvensional dan sekarang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Dengan pemakaian model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray terjadi peningkatan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Randuacir 02 materi mendeskripsikan sifat-sifat cahaya tertentu (karet, logam, kayu, plastik) dalam kehidupan sehari-hari mengalami peningkatan mskipun masih banyak ditemukan siswa yang belum tuntas KKM.

Dalam model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray agar pada tindakan selanjutnya dapat sesuai dengan apa yang diharapkan, guru diharapkan agar lebih mengerti langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Guru juga diharapkan agar dapat lebih menguasai kelas supaya masing-masing siswa benar-benar membahas materi bukan membahas hal lain di luar materi pembelajaran. Selain itu guru juga diharapkan mampu mengatur

(5)

kondisi kelas supaya pembelajaran tepat waktu, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan membuat siswa lebih mengerti tentang materi yang dipelajari.

Pada saat guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray beberapa siswa masih kesulitan memahaminya dan setelah masuk ke dalam pembelajaran siswa mengikuti kegiatan dengan kurang baik sehingga suasana kelas yang menjadi kurang kondusif.

Siswa juga diberi tugas kelompok supaya siswa dapat berdiskusi dengan kelompoknya. Sedangkan pada akhir siklus 1 siswa mengerjakan evaluasi berupa test formatif. Test tersebut bertujuan untuk mengetahui efektifitas dalam pembelajaran matematika mengenai mendeskripsikan sifat-sifat cahaya tertentu (karet, logam, kayu, plastik) dalam kehidupan sehari-hari apakah ada peningkatan hasil belajar dari kondisi awal ke siklus 1. Pada akhir pembelajaran siswa menerima refleksi pembelajaran pembelajaran dari guru.

Dari observasi siswa pada siklus 1 sudah ada peningkatan hasil belajar matematika dibandingkan dengan kondisi awal (prasiklus) sebelum diadakan tindakan dengan menggunakan model pembeajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara memberikan moti5asi kepada siswa dengan menumbuhkan rasa percaya diri dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berperan aktif dalam pembelajaran.

c. Refleksi

Berdasarkan pembelajaran siklus 1 yang telah dilaksanakan, hasil belajar IPA sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan prasiklus sebelum diadakannya tindakan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray . Tetapi masih ditemukan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM yang telah ditentukan dari pihak sekolah. Siswa yang aktif mengikuti pembelajaranpun belum menyeluruh. Guru juga diharapkan lebih mempersiapkan diri dalam melakukan pembelajaran dan lebih menguasai kondisi kelas.

Kekurangan-kekurangan dari pelaksanaan pembelajaran siklus 1 akan digunakan peneliti dan guru kelas 5 untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran

(6)

pada siklus 2. Pada siklus 2 ini model pembeajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray akan lebih ditekankan dan diharapkan dapat meningkatkan efekti5itas dalam pembelajaran IPA yang ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar IPA.

4.2.2 Siklus 2

a. Tahap Perencanaan Tindakan

Setelah melaksanakan siklus 1, selanjutnya melakukan diskusi dengan guru kelas 5 untuk melakukan kegiatan siklus 2 berdasarkan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus 1. Hal ini dilakukan agar pada pembelajaran siklus 2 ini dapat berlangsung lebih baik. Sama halnya dengan siklus 1, pada siklus 2 ini peneliti melakukan 2 kali pertemuan, dimana masing-masing pertemuan terdiri atas 2 jam pelajaran (2× 35 menit) dan pada pertemuan ketiga dilakukan evaluasi pembelajaran.

Sebelum memulai siklus 2 perlu menyiapkan rencana pembelajaran dimana membuat RPP selanjutnya dikonsultasikan kepada guru kelas 5 untuk mengetahui apakah sesuai tidaknya RPP untuk diterapkan di sekolah tersebut. Materi yang dipilih oleh guru kelas 5 adalah cahaya dan sifat-sifatnya.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Observasi

Pelaksanaan siklus 2 dilakukan pada bulan Maret. Dengan kompetensi dasar menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model dan kompetensi dasar membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

Hasil observasi pada siklus 2 secara keseluruhan guru sudah melaksanakan dengan baik antara lain menyiapkan ruang, alat, dan media pembelajaran. Guru mengatur siswa dalam menempati tempat duduknya. Pada siklus 2 ini pemahaman guru tentang langkah-langkah dalam model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray sudah mulai terlihat. Guru juga memeriksa kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran serta memotivasi siswa yang suka membuat gaduh agar dapat tenang dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran, guru juga menjelaskan aturan dalam pembelajaran IPA yang akan dilaksanakan.

(7)

Dalam pelaksanaan pembelajaran guru juga sudah memotivasi pada seluruh kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, menyampaikan apersepsi dengan sedikit mengulas materi pembelajaran yang lalu untuk mengetahui kesiapan siswa dalam melanjutkan materi serta menjelaskan tujuan pembelajaran dan uraian kegiatan agar siswa memiliki gambaran tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.

Guru juga menjelaskan kepada siswa tentang langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray secara jelas dan rinci. Tujuan dari penjelasan tersebut adalah agar siswa mengerti langkah-langkah apa saja yang akan mereka lakukan pada pembelajaran IPA.

Pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi guru sudah membimbing siswa dalam membuat kesimpulan tentang materi pembelajaran meskipun siswa masih sangat bergantung kepada guru dalam mengambil kesimpulan. Sama halnya pada akhir siklus 1, di akhir siklus 2 guru juga memberikan evaluasi berupa test formatif. Test tersebut bertujuan untuk mengetahui efektifitas dalam pembelajaran IPA mengenai menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model dan kompetensi dasar membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya apakah ada peningkatan hasil belajar dari kondisi awal, siklus 1, ke siklus 2. Pada akhir pembelajaran guru juga melakukan refleksi pembelajaran.

Berdasarkan observasi guru, pada siklus 2 ini telah menunjukkan adanya peningkatan cara atau kualitas mengajar yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray apabila dibandingkan dengan siklus 1. Dengan melakukan pendekatan khusus dalam model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray , memberikan motivasi pada siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik guru sudah mampu menguasai keadaan kelas, sehingga dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray.

Pada siklus 2 ini siswa sudah mulai memahami langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Siswa terlihat antusias ketika akan mengikuti pembelajaran. Pada saat guru menjelaskan kembali

(8)

langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray beberapa siswa sudah dapat memahami dengan baik.

Pada akhir siklus 2 siswa mengerjakan evaluasi berupa test formatif. Test tersebut bertujuan untuk mengetahui efektifitas dalam pembelajaran IPA mengenai menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model dan kompetensi dasar membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya apakah ada peningkatan hasil belajar dari siklus 1 ke siklus 2. Pada akhir pembelajaran siswa menerima refleksi pembelajaran pembelajaran dari guru. Pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi siswa berdasarkan bimbingan dari guru membuat kesimpulan tentang materi pembelajaran. Dalam penarikan kesimpulan siswa sudah terlihat aktif, hal tersebut terlihat dari banyaknya siswa yang menyampaikan gagasannya meskipun dalam menarik kesimpulan masih bergantung kepada guru.

Dari observasi siswa pada siklus 2 ini sudah ada peningkatan yang cukup signifikan terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan prasiklus sebelum diadakan tindakan dan siklus 1 dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray . Dalam siklus 2 ini dapat disimpulkan bahwa guru berhasil meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5 SD Negeri Randuacir 02. Hal tersebut terbukti dengan meningkatnya rata-rata kelas dan jumlah siswa yang tuntas sesuai dengan nilai KKM yang telah ditentukan dari sekolah dan sesuai dengan indikator kinerja yaitu 80 % dari keseluruhan jumlah siswa mencapai nilai diatas KKM (≥70).

c Tahap Refleksi

Pada siklus 2 telah terjadi peningkatan aktivitas siswa dan guru yang lebih baik dari siklus 1. Kelebihan tersebut antara lain:

1) Rasa percaya diri siswa telah meningkat. Hal tersebut terlihat dari keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan, serta keberanian siswa dalam menyampaikan gagasannya pada teman kelompoknya.

2) Akti5itas siswa meningkat. Hal tersebut terlihat dari cara siswa bekerja dengan kelompoknya dan semakin aktifnya siswa dalam mengajukan

(9)

pertanyaan pada saat bertamu di kelompok lain. Hal ini berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.

3) Guru dapat menguasai keadaan kelas, sehingga dapat dikatakan bahwa guru berhasil dalam menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray.

4.3 Hasil Penelitian

Pada bagian hasil penelitian, akan diuraikan tentang deskripsi data dan analisis data. Masing-masing akan dijelaskan tentang data Siklus I dan Siklus II yang masing-masing terdiri dari data hasil belajar serta data keaktifan belajar.

4.3.1 Siklus 1

4.3.1.1 Analisis Hasil Belajar

Data hasil belajar siswa pada siklus I dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam mata pelajaran IPA kelas 5 dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus I

No. Rentang Nilai Siklus I Ketuntasan Frekuensi Persentase (%) 1. 91 - 97 4 14,29 Tuntas 2. 84 - 90 1 3,57 Tuntas 3. 77 - 83 12 42,86 Tuntas 4. 70 - 76 5 17,86 Tuntas 5. 63 - 69 5 17,86 Belum Tuntas 6. 56 - 62 1 3,57 Belum Tuntas Jumlah 28 100

(10)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 20 siswa sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sebanyak 8 siswa. Dapat diuraikan jumlah siswa yang mendapat nilai 91 – 97 sebanyak 4 siswa (14,29%), nilai 84 – 90 sebanyak 1 siswa (3,57%), 77 - 83 sebanyak 12 siswa (42,86%), 70 – 76 sebanyak 5 siswa (17,86%), 63 – 69 sebanyak 5 siswa (17,85%), dan untuk nilai 56 – 62 sebanyak 1 siswa (3,57%). Dengan nilai rata-rata 73,93 sedangkan nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 60. Data nilai tabel 4.3 dapat dibuat diagram seperti pada gambar 4.1

Sumber: Data primer

(11)

Berdasarkan KKM ≥70 data hasil perolehan pada siklus I, tingkat ketuntasan yang telah dicapai dapat disajikan dalam bentuk tabel 4.4.

Tabel 4.4

Distribusi Hasil Belajar IPA Berdasarkan Ketuntasan Belajar Siklus I No. Ketuntasan Belajar Frekuensi siswa Jumlah Persen (%) 1. Tuntas 20 71,43 2. Belum tuntas 8 28,57 Jumlah 28 100

Sumber. Data primer

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat bahwa siswa yang belum tuntas dari KKM ≥ 70 sebanyak 8 siswa (28,57%), sedangkan yang sudah tuntas melebihi KKM sebanyak 20 siswa (71,43%).

Data distribusi ketuntasan belajar IPA siklus I jika dibuat dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini:

Sumber : Data primer

(12)

4.3.1.2 Analisis Keaktifan Belajar

Analisis keaktifan belajar Siklus I tersaji pada Tabel 16 dimana digolongkan menjadi dua kategori yaitu yang memperoleh skor ≥ 3(kategori keaktifan tinggi) dan yang memperoleh skor < 3(kategori keaktifan belajar sedang dan rendah). Hasil analisis keaktifan siswa tersaji pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Analisis Keaktifan Belajar Siklus I

No Keaktifan Belajar Pertemuan 1 Pertemuan 2

F % f % 1 Skor ≥ 3 (kategori keaktifan tinggi) 15 53,57% 18 64,29% 2 Skor < 3 (kategori keaktifan sedang dan rendah)

13 46,43% 10 35,71%

Jumlah 28 100% 28 100%

Berdasarkan Tabel 4.5, menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama Siklus I, siswa di atas kategori keaktifan tinggi dengan skor ≥ 3 berjumlah 15 siswa persentase 53,57% dan di bawah < 3 atau kategori keaktifan sedang dan rendah berjumlah 13 siswa dengan persentase 46,43%. Pada pertemuan kedua siswa di atas kategori keaktifan tinggi dengan skor ≥ 3 berjumlah 18 siswa persentase 64,29% dan di bawah < 3 atau kategori keaktifan sedang dan rendah berjumlah 10 siswa dengan persentase 35,71%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa keaktifan belajar Siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, dimana indikator keberhasilan yang ditentukan adalah 70% siswa mencapai kategori keaktifan tinggi sedangkan

(13)

rata-rata perolehan skor keaktifan belajar pada Siklus I menunjukan bahwa 64,29% keaktifan tinggi. Berikut ini diagram ketuntasan keaktifan belajar Siklus I:

Gambar 4.3 Diagram Lingkaran Keaktifan Belajar Siklus I

Berdasarkan Gambar 4.3 diketahui bahwa pada Siklus I terdapat 64% siswa yang mendapatkan skor ≥ 3 atau keaktifan tinggi, dan ada 36% siswa mendapat skor < 3 atau keaktifan sedang dan rendah.

4.3.2. Siklus 2

4.3.2.1 Analisis Hasil Belajar

Data hasil belajar siswa pada siklus II dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dalam mata pelajaran IPA kelas 5 dapat dilihat pada tabel 4.6.

(14)

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Hasil BelajarIPA Siklus II

No. Rentang Nilai Siklus II Ketuntasan Frekuensi Persentase (%) 1. 91 – 97 3 25,00 Tuntas 2. 84 - 90 12 21,43 Tuntas 3. 77 - 83 6 42,86 Tuntas 4 70 - 76 7 10,71 Tuntas 5 63 - 69 0 0,00 Belum Tuntas 6 56 – 62 0 0,00 Belum Tuntas Jumlah 28 100

Sumber. Data yang diolah

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa siswa yang berada di rentang nilai 91 – 97 sebanyak 3 siswa (25,00%), 84 – 90 sebanyak 12 siswa (21,43%), 77 – 83 sebanyak 6 siswa (42,86%). 70 – 76 sebanyak 7 siswa (10,71%), 63 - 69 sebanyak 0 siswa (0,00%), dan 56 – 62 sebanyak 0 siswa (0,00%). Semua siswa sudah mencapai diatas KKM yaitu sebanyak 28 siswa (100%) sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sebanyak 0 siswa (0,00%). Dengan nilai rata-rata 83,21 nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendahnya adalah 70.

(15)

Sumber. Data yang diolah

Gambar 4.4 Diagram Batang Skor Hasil Belajar IPA Siklus II

Berdasarkan KKM ≥70 data hasil perolehan pada siklus II, tingkat ketuntasan yang telah dicapai dapat disajikan dalam bentuk tabel 4.7.

Tabel 4.7

Distribusi Hasil Belajar IPA Berdasarkan Ketuntasan Belajar Siklus II

No. Ketuntasan Belajar Frekuensi siswa Jumlah Persen (%) 1. Tuntas 28 100 2. Belum tuntas 0 0 Jumlah 28 100

Sumber. Data primer

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa pada siklus II bahwa siswa yang belum tuntas dari KKM ≥ 70 sebanyak 0 siswa (0,00%), sedangkan yang sudah tuntas melebihi KKM sebanyak 28 siswa (100%).

(16)

Data distribusi ketuntasan belajar IPA siklus I jika dibuat dalam bentuk diagram dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut ini:

Sumber : Data yang diolah

Gambar 4.5 Diagram Batang Distribusi Ketuntasan Belajar IPA Siklus II

4.3.2.2 Analisis Keaktifan Belajar

Analisis keaktifan belajar Siklus II tersaji pada Tabel 4.8 dimana digolongkan menjadi dua kategori yaitu yang memperoleh skor ≥ 3(kategori keaktifan tinggi) dan yang memperoleh skor < 3(kategori keaktifan belajar sedang dan rendah). Hasil analisis keaktifan siswa tersaji pada tabel 4.8

(17)

Tabel 4.8

Analisis Keaktifan Belajar Siklus II

No Keaktifan Belajar Pertemuan 1 Pertemuan 2

f % F % 1 Skor ≥ 3 (kategori keaktifan tinggi) 22 78,57% 25 89,29% 2 Skor < 3 (kategori keaktifan sedang dan rendah)

6 21,43% 3 10,71%

Jumlah 28 100% 28 100%

Berdasarkan Tabel 4.8, diketahui bahwa pada pertemuan pertama Siklus I, siswa di tersebut kategori keaktifan tinggi dengan skor ≥ 3 berjumlah 22 siswa persentase 78,57% dan di bawah < 3 atau kategori keaktifan sedang dan rendah berjumlah 6 siswa dengan persentase 21,43%. Pada pertemuan kedua siswa di atas kategori keaktifan tinggi dengan skor ≥ 3 berjumlah 25 siswa persentase 89,29% dan di bawah < 3 atau kategori keaktifan sedang dan rendah berjumlah 3 siswa dengan persentase 10,71%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa keaktifan belajar Siklus II telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, dimana indikator keberhasilan yang ditentukan adalah 70% siswa mencapai kategori keaktifan tinggi. Berikut ini diagram ketuntasan keaktifan belajar Siklus II:

(18)

Gambar 4.6 Diagram Lingkaran Keaktifan Belajar Siklus II

Berdasarkan Gambar 4.6 diketahui bahwa pada Siklus II terdapat 89% siswa yang mendapatkan skor ≥ 3 atau keaktifan tinggi, dan ada 11% siswa mendapat skor < 3 atau keaktifan sedang dan rendah.

(19)

4.4 Analisis Deskriptif Komparatif Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar 4.4.1 Analisis Deskriptif Komparatif Hasil Belajar

Perbandingan hasil dari ketuntasan belajar dari pra siklus sampai siklus II dapat ditunjukkan perbandingannya pada tabel 4.9. berikut ini:

Tabel 4.9

Perbandingan Hasil Belajar IPA Berdasarkan Ketuntasan Belajar Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

No Nilai

(x) Kategori

Pra siklus Siklus I Siklus II

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 x < 70 Belum tuntas 17 60,71 8 28,57 0 0.00 2 x ≥ 70 Tuntas 11 39,29 20 71,43 28 100 Jumlah 28 100 28 100 28 100

Sumber. Data primer

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada pra siklus, jumlah siswa yang nilainya belum mencapai target KKM ≥ 70 ada 17 siswa dan yang sudah mencapai target KKM ada 11 siswa, ini berarti persentase ketuntasan sebesar 39,29%. Pada siklus I, jumlah siswa yang nilainya belum mencapai target KKM ≥70 ada 8 siswa dan yang sudah mencapai target KKM ada 20 siswa, ini berarti persentase ketuntasan sebesar 71,43%. Sedangkan pada siklus II jumlah siswa yang nilainya belum mencapai target KKM ≥ 70 ada 0 siswa dan yang sudah mencapai target KKM ada 28 siswa, ini berarti persentase ketuntasan sebesar 100%.

(20)

Perbandingan ketuntasan belajar pra siklus, siklus I, dan siklus II pada tabel 4.9 jika disajikan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.7 berikut:

Sumber. Data primer

Gambar 4.7 Diagram Batang Perbandingan Hasil Belajar IPA Berdasarkan Ketuntasan Belajar

4.4.2 Analisis Deskriptif Komparatif Hasil Belajar

Berdasarkan hasil tindakan dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan keaktifan belajar pada mata pelajaran IPA di kelas 5 SD Negeri Randuacir 02 Semester II tahun ajaran 2013/2014. Perbandingan keaktifan siswa disajikan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10

Perbandingan Keaktifan Siswa Pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Keaktifan Pra siklus Siklus I Siklus II

Tinggi 39,29% 64,29% 89,29%

Sedang 32,14% 25% 10,71%

(21)

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa perbandingan keaktifan belajar pra Siklus, Siklus I dan Siklus II maka dapat dilihat adanya peningkatan keaktifan belajar dalam mengikuti pembelajaran. Keaktifan belajar pra siklus kategori tinggi 39,29%, pada Siklus I mengalami peningkatan menjadi 64,29% dan meningkat di Siklus II yaitu 89,29%. Pada keaktifan belajar kategori sedang pra siklus sebesar 32,14% kemudian menurun di Siklus I menjadi 25% dan menurun lagi di siklus II menjadi 10,71%. Keaktifan belajar kategori rendah pra siklus sebesar 28,57% kemudian pada Siklus I menurun menjadi 10,71% dan pada Siklus II sebesar 0%. Bila digambarkan perbandingan keaktifan siswa dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut ini:

Gambar 4.8. Diagram Batang Destribusi Frekuensi Keaktifan Belajar Siswa Pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Gambar 4.8 dapat menunjukkan bahwa keaktifan belajar pra Siklus sampai dengan Siklus II mengalami peningkatan pada kategori keaktifan tinggi. Pada saat pra siklus persentase 39,29% mengalami peningkatan ke Siklus I menjadi 64,29% meningkat di Siklus II menjadi 89,29%. Sedangkan keaktifan siswa kategori sedang pra Siklus persentase 32,14% menurun ke Siklus II menjadi 25% kemudian pada Siklus II menurun lagi menjadi 11%. Pada keaktifan siswa kategori rendah pra Siklus adalah 28,57% kemudian pada Siklus I menurun menjadi 10,71% dan menurun lagi ke Siklus II menjadi 0%.

(22)

4.5 Pembahasan

Kondisi keaktifan belajar siswa pada awal pra siklus masih sangat rendah. Hal ini ditandai dengan siswa belum siap menerima pembelajaran karena pada saat pembelajaran dimulai ada salah satu siswa yang masih berjalan-jalan di kelas, siswa tidak memperhatikan dan mendengarkan penjelasan dari guru, dan sebagian siswa mengobrol dengan temannya sehingga kondisi kelas tampak ramai. Guru bertanya kepada siswa tentang materi yang baru disampaikannya, tetapi siswa tidak bisa menjawabnya. Hal yang sedemikian menyebabkan hasil belajar siswa yang rendah, karena siswa kurang serius dalam menerima materi yang telah diberikan oleh guru. Oleh karena itu, perlu dilakukannya suatu tindakan/perbaikan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TSTS, dimana pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini akan mengarahkan siswa untuk lebih aktif, siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Menurut Yusritawati (2009) yang mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan model pembelajaran berkelompok yang memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan informasinya ke kelompok lain agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan untuk bersosialisasi dengan baik.

Menurut Nasution (2011) hasil belajar adalah nyata dari apa yang dapat dilakukannya dan yang yang tidak dapat dilakukannya sebelumnya. Maka terjadi perubahan kelakuan yang dapat dapat diamati dan dapat dibuktikan dalam perbuatan. Dalam penelitian ini hasil belajar dilihat dari hasil tes. Untuk dapat melihat adanya peningkatan hasil balajar siswa dapat dilihat dari meningkatnya presentase keberhasilan siswa dari kondisi awal pra siklus hingga siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil nilai Siklus I dan Siklus II. Pada pra Siklus diketahui siswa yang mendapat nilai di atas Kategori Ketuntasan Minimal (KKM ≥70) atau dikatakan tuntas adalah 11 siswa (32,29%) kemudian meningkat pada siklus I menjadi 20 siswa (71,43%) dan meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 28 siswa (100%). Pada pra siklus diketahui siswa yang mendapat

(23)

nilai di bawah Kategori Ketuntasan Minimal (KKM ≥ 70) atau dikatakan tidak tuntas adalah 17 siswa (60,71%) kemudian menurun pada Siklus I menjadi 8 siswa (28,57%). Pada Siklus I siswa tuntas belajar adalah 20 siswa (71,43%) lebih rendah dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 80% siswa tuntas belajar. Jadi pada Siklus I hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, berdasarkan hasil refleksi pada saat pembelajaran Siklus I hal ini dapat disebabkan karena guru belum mengelola waktu pembelajaran dengan baik terutama pada saat membimbing siswa dalam melakukan sharing. Pembelajaran Siklus I belum mencapai indikator keberhasilan sehingga diberikan tindakan pada Siklus II yang menunjukkan peningkatan hasil belajar pada Siklus I siswa yang mendapat nilai di atas Kategori Ketuntasan Minimal (KKM ≥ 70) atau dikatakan tuntas adalah 20 siswa (71,43%) kemudian meningkat pada Siklus II sebesar 3 siswa (15,7%) sehingga menjadi 28 siswa (100%). Pada Siklus II siswa tuntas belajar adalah 28 siswa (100%) lebih tinggi dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 80% siswa tuntas belajar. Jadi pada Siklus II hasil belajar siswa telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan yang berarti melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Demikian pula pada keaktifan belajar siswa. Pada pra Siklus sampai dengan Siklus II keaktifan belajar mengalami peningkatan dilihat dari persentase keaktifan siswa kategori tinggi. Pada pra Siklus keaktifan siswa kategori tinggi mencapai 39,29% siswa kategori keaktifan sedang persentase 32,14% dan siswa dengan keaktifan rendah persentase 28,57%. Keaktifan siswa kategori tinggi pra Siklus adalah 39,29% kemudian mengalami peningkatan ke Siklus I menjadi 64,29%. Pada keaktifan siswa kategori sedang pra Siklus sebesar 32,14% kemudian menurun di Siklus I menjadi 25%. Keaktifan siswa kategori rendah pra siklus sebesar 28,57% kemudian pada sSklus I menurun menjadi 10,71%. Pada Siklus I keaktifan siswa kategori tinggi adalah 64,29% lebih rendah dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 70% siswa kategori keaktifan tinggi. Jadi pada Siklus I keaktifan belajar belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, berdasarkan hasil refleksi pada saat pembelajaran Siklus I hal ini dapat

(24)

disebabkan karena kurangnya penguatan guru sehingga siswa masih malu-malu atau kurang percaya diri ketika mengungkapkan gagasan/ masalah dalam kegiatan diskusi/sharing. Kurangnya respon dari siswa, terlihat pada saat kegiatan diskusi berlangsung siswa masih bingung dalam menjelaskan pada kelompok lain.

Pembelajaran Siklus I belum mencapai indikator keberhasilan sehingga diberikan tindakan pada Siklus II yang menunjukkan hasil peningkatan keaktifan belajar kategori tinggi dari Siklus I sebesar 64,29% meningkat ke Siklus II menjadi 89,29%. Pada keaktifan siswa kategori sedang Siklus I sebesar 25% menurun di Siklus II menjadi 10,71%. Keaktifan siswa kategori rendah pada Siklus I sebesar 10,71% menurun pada Siklus II menjadi 0%. Pada Siklus II keaktifan siswa kategori tinggi adalah 89,29% lebih tinggi dari indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu 70% siswa kategori keaktifan tinggi. Jadi pada Siklus II keaktifan belajar telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan

Setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, siswa berani dan tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya, melatih siswa untuk berbicara di depan kelas, melatih siswa dalam menjelaskan hasil pekerjaannya ke teman mereka, melatih siswa belajar menghargai pendapat teman lain, dan dapat bekerjasama dengan baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran, terutama pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil penelitan tindakan yang dilakukan pada siklus I, siklus II, menunjukkan bahwa keaktifan dan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa mengalami kenaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan pembelajaran yang dilakukan menggunakan model TSTS dapat dikatakan efektif. Dalam penelitian ini hipotesis tindakan terbukti bahwa peningkatan hasil belajar dapat diupayakan melalui model pembelajaran TSTS siswa kelas 5 SD Negeri Randuacir 02 Semester II Tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sangat membantu dalam menunjang keaktifan siswa dalam pembelajaran dan dengan keaktifan belajar siswa yang meningkat maka hasil belajar siswa juga meningkat karena model pembelajaran kooperatife tipe TSTS secara intensif memberi dampak baik secara langsung

(25)

maupun secara tidak langsung yang akhirnya akan kembali kepada keberhasilan pendidikan. Hal ini mendukung pendapat Lie. A. (2008) bahwa manfaat model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yaitu, dapat membantu kelancaran pendidikan dan pengajaran di sekolah, artinya dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray secara intensif akan memberi dampak baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang akhirnya akan kembali pada keberhasilan pendidikan.

Hasil Penelitian ini juga mendukung dan relevan dengan hasil penelitian dari Penelitian yang dilakukan oleh DIAN ATIKA SARI (2013), dengan judul; “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 101956 Sukaramai Tahun Ajaran 2012/2013”, Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan sebelum diberikan tindakan (prasiklus) diperoleh rata-rata 33,3% siswa yang aktif belajar, setelah diterapkan siklus I dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) rata-rata 48,2% siswa yang aktif, dan meningkat menjadi rata-rata 76,2% siswa yang aktif setelah dilakukan siklus II. Aktivitas belajar masing-masing siswa, untuk yang tergolong sangat aktif pada siklus I sebesar 20% meningkat menjadi 40% pada siklus II. Siswa yang tergolong aktif dari 20% meningkat menjadi 40%. Untuk siswa yang tergolong cukup aktif dari 20% turun menjadi 13,3%. Sementara siswa yang tergolong kurang aktif dari 40% berkurang menjadi 6,7% pada siklus II. Dengan demikian, disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran IPA materi pokok energi dan perubahannya di kelas V SD Negeri 101956 Sukaramai tahun ajaran 2012/2013.

Hasil Penelitian ini juga relevan dan mendukung penelitian lain yang telah dilakukan oleh Ersi Purnama (2012) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 150 Pekanbaru. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Riau.

(26)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di SD Negeri 150 Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2012. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 150 Pekanbaru yang berjumlah 36 orang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak II siklus dengan IV kali pertemuan. Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan penelitian hasil belajar siswa yang datanya diperoleh dari nilai ulangan akhir siklus I dan nilai ulangan akhir siklus II. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I melalui nilai ulangan akhir siklus (83,88%) kategori baik sekali meningkat menjadi (90,27%) baik sekali. Rata-rata aktivitas guru pada siklus I berdasarkan pertemuan ke II (85,0%) kategori baik sekali meningkat menjadi (100%) pada siklus II. Sedangkan ratarata aktivitas siswa berdasarkan pertemuan ke II pada siklus I (61,92%) kategori baik, siklus II menjadi (71,99%) kategori baik sekali. Rata-rata ketuntasan belajar siswa secara individu berdasarkan nilai ulangan akhir siklus pada siklus I (83,88%) kategori baik meningkat menjadi (90,27%) kategori amat baik pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 150 Pekanbaru.

Dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, karena Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) secara umum dilakukan dengan pembentukan kelompok secara random dan rotasi yang ditentukan oleh guru dengan pembagian materi pelajaran yang berbeda untuk setiap kelompoknya dengan tujuan agar terjadi saling tukar informasi antar kelompok secara kualitatif dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari dan dapat menumbuhkan aktivitas siswa untuk aktif menggali informasi dengan cara bertamu atau berkunjung dimasing-masing kelompok.

Gambar

Tabel  4.3  menunjukkan  bahwa  siswa  yang  mencapai  ketuntasan  belajar  adalah  20  siswa  sedangkan  siswa  yang  belum  mencapai  ketuntasan  belajar sebanyak 8 siswa
Gambar 4.3 Diagram Lingkaran Keaktifan Belajar Siklus I
Gambar 4.4 Diagram Batang Skor Hasil Belajar IPA Siklus II
Gambar 4.5 Diagram Batang Distribusi Ketuntasan Belajar IPA Siklus II
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari mayoritas responden yaitu sebanyak 61.18% yang memberikan penilaian baik terhadap pelayanan yang dirasakan pelanggan tersebut artinya bahwa, pelanggan menilai

To obtain topographic and bathymetric data three instruments were used, including Geodetic Station, Total Station and Unmanned Aerial Vehicles (UAV)/Drone.. To

Menentukan percepatan waktu penyelesaian dan crash cost (biaya akibat percepatan) dari masing- masing kegiatan. Memilih kegiatan kritis dengan slope terkecil dan melakukan

Dalam penelitian ini, metode WebQual yang digunakan adalah WebQual versi 4.0 yang telah dimodifikasi dengan menambahkan dimensi kualitas antarmuka pengguna (user

This paper deals with the problem of determining the economic order quantity (EOQ) for deteriorating items in the fuzzy sense where delay in payments for retailer and customer

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dalam rangka memecahkan perilaku yang menyimpang dari para aktor pemegang peran baik itu lembaga pelaksana aturan, pengelola parkir, petugas parkir dan pengguna jasa

kata menjadi kata “pisang goreng” dengan bantuan guru Anak mampu melihat video proses pertumbuhan pisang dan menyusun kartu. kata menjadi kata “pisang goreng” tanpa