• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penamaan Laut dan Samudera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penamaan Laut dan Samudera"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

Penamaan Laut dan Samudera

Tata cara dan Implementasinya

Diterbitkan oleh:

PUSAT HIDROGRAFI DAN OSEANOGRAFI TNI AL

JAKARTA

(3)

ii

Perpustakaan Nasional RI: Katalog DalamTerbitan (KDT) Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL

Penamaan Laut dan Samudera, Tata cara dan Implementasinya Editor: Dyan Primana S, ___Jakarta, Pushidrosal, 2019

v + 31 hal, 13 cm

ISBN: 978-602-51221-3-2

1. Judul 1. Dyan Primana S.

Penamaan Laut dan Samudera Tata cara dan Implementasinya Pengarang: Harjo Susmoro Editor: Dyan Primana S. Perancang Isi: Rudy Salam Desain Kover: Untung Sugiarta Foto Kover: Peta NKRI dan KRI

(Sumber: Dokumentasi Pushidrosal, 2017) Cetakan Kedua: Oktober 2019

Penerbit:

Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL Jl. Pantai Kuta V No. 1 Ancol Timur Jakarta Telp. 62-21-64714810 Fax: 62-21-64714819

www.pushidrosal.id infohid@pushidrosal.id

Kata Pengantar

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi

buku ini tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta, kecuali mencantumkan identitas pemegang hak cipta.

(4)

iii

Kata Pengantar

Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia yang berbatasan langsung dengan 10 negara lain, serta ditinjau dari sisi geografis sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan dan mengandung posisi strategis, baik dari aspek pertahanan, keamanan, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Indonesia juga berada di persimpangan dunia, di antara dua benua dan dua samudera. Letak strategis ini menjadikan Indonesia penting bagi Negara manapun yang hendak membangun hubungan internasional dan regional. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki cukup banyak laut dan selat yang memiliki keterkaitan dengan laut serta selat lain di kawasan Asia. Dari jumlah tersebut, ada sejumlah laut dan selat yang dianggap sebagai lokasi strategis jalur pelayaran. Dengan kepemilikan selat yang banyak, dan beberapa sangat strategis maka kita jadi barometer kawasan dan kunci stabilitas kawasan.

Seluruh alur pelayaran dunia yang melalui jalur strategis di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia akan dipergunakan sebagai pendekatan diplomasi terkait dengan peran strategis bangsa Indonesia.

Buku ini akan berupaya menjelaskan bagaimana aturan-aturan dalam pemberian nama laut dan atau nama-nama geografi baik di permukaan maupun di dasar laut. Peran lembaga hidrografi suatu negara sangat penting dalam penamaan laut ini Karena hal tersebut sangat berguna bagi pembuatan peta laut serta informasi-informasi dan publikasi nautika lainnya yang bermanfaat bagi keselamatan navigasi. Dalam pemberian nama laut tidak terkait dengan batas maritim suatu Negara dan adalah hak sebuah negara berdaulat untuk memberikan nama bagi laut, selat dan teluk yang berada di perairan yurisdiksinya.

Dengan penuh harapan buku ini ditulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang penamaan Laut, sehingga dapat

(5)

iv

memberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat Indonesia. Akhirnya dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, semoga melalui terbitnya buku ini dan meberikan bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Oktober 2019 Kepala Pushidrosal,

Drs. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos.,S.H., M.H. Laksamana Muda TNI

(6)

v

Daftar Isi

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

1. Pendahuluan 1

2. Penamaan Laut Berdasarkan Ketentuan Internasional 3 3. Praktek Nasional Dalam Penamaan Laut Natuna 12

4. Mengapa Harus Lau tNatuna Utara 19

5. Penutup 25

(7)

1 1. Pendahuluan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan atau negara nusantara (Archipelagic State) terbesar di dunia yang memiliki 17.504 Pulau1, secara geografis terletak pada posisi silang dunia yaitu diantara dua benua dan dua samudera, dengan posisi geografis demikian menyebabkan laut diantara pulau-pulau menjadi alur laut strategis bagi lalu lintas pelayaran internasional sebagaiSea Lines Of Communications (SLOCS) / Sea Lines Of Oil Trade (SLOT) bagi para pengguna laut yang berada di keduakawasan tersebut. Kondisi demikian memberikan konsekuensi logis bagi Indonesia untuk memberikan jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan Indonesia, sehingga menjadi perhatian dan kepentingan dunia mengingat semakin meningkatnya perdagangan melalui laut (seaborne trade).

Untuk memberikan jaminan keselamatan navigasi pelayaran di peraiaran Indonesia, Pushidrosal sebagai Lembaga hidrografi nasional di Indonesai yang mempunyai tanggungjawab terhadap keselamatan navigasi pelayaran ,elalui penyediaan data-data hidro-oseanografi dengan menerbitkan peta laut maupun Electronic Navigational Charts

1 Undang-undang Repubik Indonesia No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yang

diterangkan pada Penjelasan disebutkan bahwa jumlah pulau adalah 17.508 pulauyang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan keputusan The International Court of Justice (ICJ) pada tanggal 17 Desember 2002 yang menyatakan bahwa Kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan dimiliki oleh Malaysia. Disamping itu sebagai akibat dari diakuinya oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat Republik Indonesia atas hasil pelaksanaan penentuan pendapat yang diselenggarakan di Timor Timur tanggal 30 Agustus 1999 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal mengenai masalah Timor Timur, serta tidak berlakunya lagi Ketetapan Majelis Permusyarakatan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga lepasnya Provinsi Timor Timur menajdi Negara yang berdaulat yaitu Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) maka secara politis Pulau Yako dan Pulau Atauro (Pulau Kambing) masuk Negara RDTL , oleh sebab itu jumlah pulau di Republik Indonesia berkurang 4 (empat) pulau menajdi 17.504 pulau.

(8)

(ENC) serta publikasi nautika lainnya tentu saja sangat berkepentingan dalam penamaan laut dan samudera khususnya sebagai salah satu informasi pada peta laut dan ENC serta produk-produk nautika lainnya. Pentingnya penamaan laut dan samudera serta nama-nama toponimi sangat diperlukan untuk mendukung kepentingan keselamatan navigasi pelayaran. Kapal yang sedang melaksanakan navigasi harus aman dan efisien. Untuk tujuan ini, informasi bahari, seperti peta laut, berita pelaut, kepanduan bahari dan data untuk mendukung jaminan keselamatan navigasi harus akurat serta mutakhir, sehinggabermanfaat bagi perdagangan melalui jalur laut dan kegiatan kelautan lainnya. Karena navigasi merupakan kegiatan internasional, perlu adanya sarana untuk mengkoordinasikan kerja kantor hidrografi dan standarisasi produk untuk memberikan layanan serta jaminan keselamatan navigasi bagi para pelaut di seluruh dunia.

Penamaan laut dan samudera ditetapkan sesuai dengan aturan standar International Hydrographic Organization (IHO) S-23 Limitis Seas and Oceans, dengan tujuanagar tidak terjadi keragu-raguan bagi para pengguna laut dalam bernavigasi. Saat ini standar batas laut dan samudera yang masih berlaku adalah S23 edisi ke-3 tahun 1953. Pada edisi itu belum semua nama-nama laut, selat dan teluk di Indonesia masuk di dalam daftar pada pubikasi tersebut. Implikasi jika tidak ditetpkan batas-batas laut akan menjadikan kebingungan serta keragu-raguan bagi pengguna laut dalam berlayar. Di sisi lain penetapan batas laut dan samudera ii tidak berkaitan dan tidak berhubungan dengan batas negara, namun demikian isu batas laut dan samudera ini sangat sensitive, sehingga dalam pembahasan S-23 edisi ke-4 sampai saat ini

(9)

3

tertunda karena ada isu terkait dengan penaaan laut beberapa negara anggota IHO yang berdampingi belum ada kesepakatan.

Penamaan fitur geografis, merupakan salah satu informasi bahari, hal ini sederhana bila berada di wilayah laut territorial sebuah negara berdaulat. Negara tersebut dapat menentukan nama lautnya dengan caranya sendiri2. Dalam penamaan laut ini bagaimanapun juga harus menjaga agar ada keseragaman penyebutan dalam peta laut dan dokumen-dokumen publikasi nautika lainnya.Untuk memberikan nama fitur geografis, mungkin tidak sesederhana itu, jika berhubungan dengan lebih dari satu negara yang mempunyai laut berdampingan. Jika negara yang bersangkutan mengklaim nama mereka sendiri, mungkin timbul perselisihan di antara negara tersebut dan bahkan juga tidak memberikan kenyamanan bahkan resiko bagi para pelaut.

2. Penamaan Laut Berdasarkan Ketentuan Internasional.

a. Sejarah singkat International Hydrographic Organization

(IHO).3

Pada tahun 1912, Ingénieur hydrographe M.J. Renaud menyuarakan sangat keras pada pertemuan International Maritime Conference, di St. Petersburg, tentang pentingnya kerjasama di bidang pembuatan peta laut dan publikasinya untuk mendukung kepentingan keselamatan navigasi. Pada bulan April 1919, hidrografer Perancis dan Inggris mempunyai gagasan melalui British hidrografer mengajukan proposal resmi untuk

2 Nohyoung PARK, -, International Norms on the naming of features common to two or more

States, hal.1

(10)

menyelenggarakan Konferensi Hidrografi Internasional pertama di dunia yang diselenggarakan di London kepada Kerajaan Inggris.

Pada Konferensi Hidrografi Internasional disetujui untuk dibentuk Biro Hidrografi Internasional atau disebut International Hydrographic Bureau (IHB). Pada tahun 1921 disetujui anggaran dasar yang dibuat oleh negara-negara pendiri. Pada tanggal 21 Juni 1921 terbentuklah organisasi hidrografi internasional dengan anggotanya sejumlah 18 negara, yaitu: Argentina, Belgium, Brazil, British Empire (UK and Australia), Chile, China, Denmark, France, Greece, Japan, Monaco, Netherlands, Norway, Peru, Portugal, Siam (Thailand), Spain and Sweden. Italy, Egypt dan USA bergabung ke IHB pada awal tahun 1922.

Markas IHB berada di Monaco sejak disetujuinya oleh HSH Prince Albert I, sebagai tuan rumah dari IHB, pada January 1931, yang beralamat di No. 7 of President J.F. Kennedy Avenue. Namun demikian pada akhir tahun 1996, markas IHB dipindahkan ke lantai atas 4 Quai Antoine Ier, berada di seberang pelabuhan Monaco.

Pada tanggal 18 Oktober 1951 Indonesia diterima secara resmi masuk menjadi anggota IHO. Pada Konferensi IHO ke XIV (1992) pernah ikut serta dalam pemilihan Directing Committee IHB yaitu Mr. Katopo. Bersama-sama UK, Italia, Kanada, Yunani, USA, dan Yugoslavia.

(11)

5 b. Publikasi IHO no. 23 Limits Oceans and Seas.

Sejak berdirinya IHO telah menerbitkan beberapa publikasi terkait dengan standar dan informasi hidrografi untuk kepentingan survei hidrografi, pembuatan peta laut dan keselamatan pelayaran. Pada tahun 1928,IHO menerbitkan pedoman "Limits Oceans and Seas" sebagai Publikasi Khusus No. 23. Publikasi ini diproduksi untuk menentukan batas-batas dan nama-nama laut internasional. Usulan nama dan batas laut diterima secara resmi pada tahun 1929 saat konferensi IHO. Ini adalah pertama kalinya lautan diberikan nama dengan batas-batasnya untuk 58 samudera dan laut, yang terdiri dari 6 samudera, 26 laut dan 13 teluk. Oleh karena itu publikasi tersebut memiliki otoritas tinggi dalam produksi peta terkait dengan batas demarkasi dan penamaan lautan. Sementara itu jumlah perairan telah meningkat dengan jelas. Rancangan untuk edisi baru tahun 2002 telah menunjukkan 154 samudera dan lautan4.

Penamaan laut dan batas-batasnya sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi kantor hidrografi (lembaga hidrografi) ketika akan menerbitkan Kepanduan Bahari, Berita pelaut (NtM) dan publikasi nautika lainnya. Sehingga dapat meyakinkan bahwa publikasi yang dimaksud memiliki maksud nama laut atau samudera yang sama. Oleh sebab itu penamaan laut dan batas-batasnya tidak memiliki arti penting secara politik sampai kapanpun juga. Namun demikian perkembangan

(12)

situasilingkungan strategi saat ini dalam menamaan laut dan batas-batasnya sudah masuk ke dalam ranah politik, sebagai contohnya pada penamaan laut Jepang oleh negara Jepang (Japan Sea) dan Laut Timur oleh Jepang dan Republik Korea (East Sea).

Setelah edisi pertama S-23 terbit, ada beberapa saran untuk perbaikan edisi tersebut sehingga terbitlah edisi kedua pada tahun 1937. Kemudian pada tahun 1953 diterbitkan edisi ketiga yang menyebutkan total 102 fitur maritim. Sejalan dengan perkembangan waktu, edisi ketiga perlu ada revisi, mengingat sudah ada banyak perubahan sejak saat itu serta ada kebutuhan mendesak untuk edisi baru. Konsep untuk edisi keempat telah diproduksi pada tahun 1986 dan 2002, namun gagal untuk diterima karena ada perbedaan nama penyebutan laut oleh dua negara yang berbatasan, sehingga masuk keranah politik, contohnya adalah antara Jepang dan Republik Korea, yang mempermasalahkan nama Laut Jepang (Japan Sea) atau Laut Timur (East Sea).

Di dalam S23 terdapat nama-nama Laut dan Samudera di duniayang telah dibagi untuk tujuan administratif ke dalam sepuluh zona utama. Zona ini tidak harus sesuai dengan wilayah laut yang telah ada dan sesuai dengan area kompleks tertentu, seperti Laut Tengah dan Laut Hitam; Dan Laut Cina Selatan dan Laut Kepulauan Timur telah diberi wilayah sendiri.

Kesepuluh zona tersebut adalah :

1) Samudera Atlantik Utara dan laut-laut disekitarnya. 2) Laut Baltik dan laut-laut disekitarnya.

(13)

7

3) Wilayah Mediterania dan laut-laut disekitarnya. 4) Samudera Atlantik Selatan dan laut-laut disekitarnya. 5) Samudera Hindia dan laut-laut disekitarnya.

6) Laut Cina Selatan dan Laut Kepulauan Timur dan laut-laut disekitarnya.

7) Samudera Pasifik Utara dan laut-laut disekitarnya. 8) Samudera Pasifik Selatan dan laut-laut disekitarnya. 9) Samudra Arktik dan laut-laut disekitarnya.

10) Samudra Selatan dan laut-laut disekitarnya.

Penamaan umum wilayah laut, digunakan bahasa Inggris untuk nama "Samudera" dan "Laut". Penamaanwilayah seperti selat, teluk dan alur sempit juga menggunakan Bahasa Inggris terutama pada daerah perairan yang dikelilingi oleh lebih dari satu negara dan bahasa nasional telah digunakan pada kawasan ini.

Bila ada perselisihan dalam penggunaan nama, maka diupayakan untuk mencapai kesepakatan dengan suara bulat, namun jika tidak memungkinkan maka merujuk pada IHO Technical Resolution A4.2, (1974)yaitu bila dua atau lebih nama diindikasikan untuk fitur, maka kartografer dapat menentukan nama atau nama yang akan digunakan. Sementara itu praktik internasional untuk penamaan samudera dan laut ditunjukkan dalam publikasi S-23, dalam beberapa kasus praktik nasional mungkin berbeda.

Pada penulisan ini juga dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan fitur maritim permukaan,yaitu: entitas yang

(14)

terdiri dari satu atau lebih bagian perairan yang berdampingan, dinamai dan digambarkan sebagai satu kesatuan5. Entitas semacam ini mungkin menerima satu nama dan penggambaran untuk berbagai alasan yang mungkin bersifat hidrografi, budaya, ekologis, atau mungkin didasarkan pada konfigurasi daratan di sekitarnya. Penggambaran Fitur Maritim Permukaan dapat mewakili hubungan konseptual dari fitur maritim permukaan yang sudah mempunyai sebelumnya (misalnya Salish Sea, Parry Channel) atau dapat mengidentifikasi pembagian fitur yang lebih besar (Laut Labrador). Fitur batimetri, serta batuan atau pulau kecil yang memisahkan permukaan dalam kondisi air rendah, bukanlah fitur maritim permukaan. Fitur maritim permukaan berbeda dengan fitur-fitur bawah laut. Fitur bawah laut adalah bagian dasar laut atau dasar laut yang memiliki bentuk terukur atau dibatasi oleh bentuk dan terendam pada air surut terendah (di bawah chart datum).

Penamaan Surface Maritime Features(penamaan laut dan samudera) ditujukan untuk keperluan pemetaan dan deskripsi pada publikasi nautika untuk kepentingan keselamatan navigasi. Hal tersebut ditetapkan dengan tanpa mengurangi hak kedaulatan negara dan tidak dapat ditafsirkan sebagai pernyataan, posisi atau pengakuan apapun sehubungan dengan klaim mengenai batasan, zona maritim dan yurisdiksi sebuah negara. Oleh sebab itu seperti telah diuraikan di atas, batas untuk beberapa nama laut dan

(15)

9

samudera telah digambarkan oleh IHO melalui publikasi S-23 IHO (saat ini yang masih berlaku adalah S-23 edisi ketiga tahun 1953).Pada prinsipnya dalam menetapkan nama laut dan samudera itu tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh ketentuan internasional, yaitu:IHO/IOC Standardization of Undersea Feature Names, Bathymetric Publication No.6; The IHO Technical Resolutions A4.2 and A4.3; the Geographical Names Board of Canada (GNBC) Principles and Procedures for Geographical Naming; and the Limits of Oceans and Seas, IHO Special Publication No. 23, 1953.

Namun, jika suatu negara dalam menetapkan nama-nama laut dan samudera terjadi ketidaksesuaian, maka diharapkan dapat mempertimbangkan publikasi dan resolusi teknis yang disebutkan internasional di atas. Nama yang telah digunakan selama bertahun-tahun pada peta dapat diterima. Tentunya setiap negara mengharapkan bahwa nama yang berlaku di dalam laut teritorialnya diakui oleh negara-negara lain.

Pada The IHO Technical Resolutions A4.2 disebutkan bahwadisarankan agar di mana dua atau lebih negara berbagi fitur geografis tertentu (seperti, misalnya, teluk, selat,alur atau kepulauan) dengan nama yang berbeda, maka negara-negara tersebut harus berusaha mencapai kesepakatan mengenai penetapan satu nama untuk fitur tersebut. Jika negara-negara itu memiliki bahasa resmi yang berbeda dan tidak dapat menyetujui bentuk nama yang umum, sebaiknya nama masing-masing bahasa yang bersangkutan harus diterima untuk digunakan pada peta

(16)

lautdan publikasi nautika lainnya kecuali alasan teknis jika harus digambarakan pada peta sekala kecil, contohnyaEnglish Channel / La Manche.

Gambar 1 : Ilustrasi nama-nama laut yangmerupakan bagian dari Samudera Atlantik bagian Utara6

Gambar-1 mengilustrasikan nama Selat Inggris atau disebut dengan English Channel menurut Bahasa Inggris, namun demikian negara Perancis menyebutnya dengan nama La Manche. Kedua nama tersebut disebutkan dengan mengutamakan nama umum dengan menggunakan Bahasa Inggris yaitu English Channel yang selanjutnya diikuti oleh nama penyebutan dengan menggunakan Bahasa Perancis di bawahnya dengan memberikan

tanda “(..)” pada La Manche. Praktek demikian telah juga

(17)

11

disebutkan pada Publikasi IHO S-23 Limits Oceans and Seas edisi ketiga tahun 1953.Perlu dicatat bahwa English Channel dan La Manche berada pada wilayah perairan yang berbatasan antara Inggris dan Perancis.

Penaman laut dapat dibedakan menjadi beberapa kategori dari cara memberikan namanya. Menurut F. Ormeling dalam Journal of Geography Education menyebutkan bahwa hampir semua nama-nama laut dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori, antara lain7: nama laut berdasarkan arah cardinal (utara, timur, selatan dan barat), nama wilayah (Caspians adalah contoh di Eropa), nama orang (pada umumnya menggunakan nama penemunya, sebagai contoh Aegean Sea yang ditemukan oleh Aegeus raja Yunani), nama tempat (namanya yang digunakan kota contohnya Selat Makasar), atribut (laut yang mempunyai warna sebagai akibat dari pengaruh lumpur, ganggang ataupun mikroorganisame lainnya, misalnya Laut Merah), nama sungai (aliran sungai mengalir ke laut tersebut dari hilir ke hulu), nama yang berbatasan dan nama negara (Laut Jepang). Semua kategori itu tidak hanya diaplikasikan untuk penamaan laut, Karena tidak ada ukurun standar luasan untuk perairan yang bisa disebut laut. Namun kita tahu dalam hirarki penyebutan perairan dalam samudera, laut, lalu teluk. Akan tetapi ada juga luas laut yang lebih sempit dari pada teluk, yaitu contohnya Teluk Meksiko atau Teluk Bengal.

(18)

3. Praktek Nasional dalam Penamaan Laut Natuna.

Laut Natuna adalah laut yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan pantai timur laut Sumatera, Pulau Karimun Kecil, Pulau Pemping, Pulau Batam, Pulau Pulau Bintan, selanjutnya dihubungkan dengan garis pangkal kepulauan Indonesai yang terhubung dari di Tanjung Berakit, Pulau Damar, Pulau Mangkai, Gosong Nanas, Pulau Sekatung, Pulau Senua, Pulau Subi Kecil Tanjung Datu, ke pantai barat Pulau Kalimantan, Pulau Belitung dan Pulau Bangka (Gambar 2)8. Sayangnya batas Laut Natuna sampai dengan saat ini belum resmi masuk kedalam Publikasi IHO S23, Karena publikasi IHO S 23 edisi keempat belum disepakati untuk diterbitkan.

Gambar 2 : Ilustrasi batas Laut Natuna

(19)

13

Sementara itu berdasarkan Publikasi IHO S.23 Limits Oceans and Seas edisi ketiga tahun 1953, yang masih berlaku sampai dengan saat ini menyebutkan batas-batas Laut Cina Selatan masuk sampai masuk perairan kedaulatan Indonesia, batas selatannya adalah pantai barat Pulau Kalimantan, Pulau Belitung dan Pulau Bangka, pantai timur Pulau Kalimantan, Pulau Karimun Kecil, Pulau Pemping, Pulau Batam dan Pulau Bintan.9(Gambar 3)

Gambar 3 : Ilustrasi area Laut Cina Selatan (No. 49), sesuai Publikasi IHO S-23 edisi ketiga tahun 195310

Dari dokumen-dokumen yang ada, nama laut Natuna sebenarnya belum ada, namun pada Peta laut No. 147 edisi bulan Maret 1929 yang edisi pertamanya adalah pada tahun 1909 diterbitkan oleh Manisterie Van Marine, Afdelling Hydrographie (Departemen Angkatan Laut,

9IHO, 1953,Publication S-23 Limits of Oceans and Seas,hal.30. 10Ibid,sheet 1

(20)

Departemen Hidrografi, Belanda) nama Natuna dituliskan sebagai Zuid Natoena Eilanden (Kepulauan Natuna Selatan) berada di sebelah barat Pulau Subi Besar dan Groot Natoena Eilanden ( Kepulauan Natuna Besar) berada disebelah barat Pulau Bunguran Besar (Pulau Natuna). Laut Cina Selatan tertulis sebagai Zuid Chineesche Zee (Laut Cina Selatan) yang berada di antara Kepulauan Bunguran Besar dan Kepulauan Natuna Selatan.(Gambar : 4)

Gambar 4 : Ilustrasi penyebutan Laut Cina Selatan pada Peta laut No. 147 edisi tahun 1929

Perjuangan bangsa Indonesia yang tidak mengenal lelah dalam memperjuangkan konsep negara kepulauan pada konferensi-konferensi Hukum Laut Internasional telah membuahkan hasil hingga akhirnya konsepsi negara kepulauan mendapat pengakuan Internasional pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica. Pata hari itu

(21)

15

ditandatanganinya United nation Cenvention on the Law of the Sea (UNCLOS) oleh 159 negara, yang kemudian berlaku pada tanggal 14 November 1994 melalui ratifikasi yang dilakukan oleh 158 negera di seluruh dunia11. UNCLOS 1982 diratifikasi oleh Republik Indonesia melalui Undang-undang RI no. 17 tahun 1985.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu ) No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, ketentuan tentang laut wilayah Indonesia selebar 12 mil laut dari garis pangkal lurus resmi ditetapkan seiring dengan upaya memperjuangkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Saat itu masih ada kantung Natuna yang masih terbuka

Gambar 5 : Batas perairan Indonesia berdasarkan Perpu. No.4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia

Disahkannya UNCLOS 1982 telah membawa warna baru bagi Indonesia, salah satunya dengan diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan. Menurut UNCLOS 1982 pasal 47 ayat 1 yang menyebutkan

(22)

bahwa sebagai negara kepulauan berhak menarik garis pangkal lurus kepulauan.Selanjutnya pada ayat 2 disebutkan bahwa dalam menarik garis pangkalnya tidak boleh melebihi 100 mill laut, kecuali hingga 3% seluruh dari jumlah garis pangkalnya dapat melebihi 100 mill laut, hingga panjang maksimum 125 mil laut.12

Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia mencabut UU No. 4 / Prp tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia dengan menerbitkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, serta menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 tahun 1998 tentang Penutupan Kantung Natuna. Melalui PP tersebut maka garis pangkal lurus kepulauan Indonesia ditarik dari titik dasar (TD.001A) di Pulau Sentut dihubungkan keTD. 022 di Pulau Tokong Malang Biru yang jaraknya kurang dari 100 mil laut yaitu 87 mil laut, sehingga tertutuplah kantung Natuna menjadi perairan Kepulauan Indonesia.

(23)

17

Gambar 6 : Peta Batas Laut Indonesia setelah kantung Natuna ditutup. Sebelum ada penutupan kantong Natuna, Pusat Survei dan Pemetaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pussuta ABRI) menerbitkan pengumuman no. 99/05/2/3 Surta yang dikeluarkan pada tanggal 17 Februari 1984 telah menetapkan batas-batas laut yang disebut sebagai Laut Natuna, yang selanjutnya di beritakan melalui Berita Pelaut Indonesia No.16/139 tahun 198413 yang menyebutkan bahwa Laut Natuna merupakan bagian dari Laut Cina Selatan dengan batas-batasnya adalah garis yang menghubungkan Tanjung Berakit, Pulau damar, Pulau Mangkai, Gosong Nanas, Pulau Sekatung, Pulau Senua, Pulau Subi, Tanjung Datu, Pantai barat Pulau Kalimantan menuju Tanjung Sambar, pantai utara Pulau Belitung, Tanjung Burung Mandi, Tanjung Binga, Tanjung Berika, Tanjung Nangka, Tanjung Kait, sepanjang pantai timur Pulau Sumatera, Tanjung Kedabu, melalui batas selatan Selat Malaka dan batas selatan Selat Singapura.Sejak saat itu nama Laut Natuna tergambarkan pada Peta Laut Indonesia.

(24)

Gambar 7 : Surat Kadishidros TNI AL kepada Chairman S-23 WG (Sumber : Dishidros TNI AL, 2010)

Dalam memperjuangkan nama Laut Natuna untuk dapatnya dimasukkan ke Publikasi IHO S-23 edisi keempat, Pushidrosal bersama-sama Kementerian Luar Negeri RI selalu aktif mengikuti sidang-sidang IHO yang membahas tetang perkembangan S-23. Sungguh disayangkan jika pada saat itu Indonesia dalam hal ini Dishidros TNI AL (nama sebelum Pushidrosal) tidak masuk dalam keanggotaan kelompok kerja (working group) dari pembahasan perbaikan Publikasi IHO S-23 Limits of Oceans and Seas.Namun demikian usulan nama laut Natua sudah masuk pada“Draft IHO Publication S-23 Limits of Oceans and Seas 4th

edition 2002”. Melalui surat Kadishidros nomor B/03/II/2005 tanggal

25 Februari 2010, Dishidros TNI AL (nama sebelum menjadi Pushidrosal)14 memberikan tanggapan salah satunya menyetujui Draft IHO Publication S-23 4thedition, July 2002.

Menanggapi usulan Indonesia tentang Laut Natuna, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada pertemuan kedua S-23 Working Group memberikan usulannya terkait penamaan Laut Natuna yaitu menyebutkan bahwa Laut Natuna merupakan bagian dari Laut Cina Selatan15. Pertemuan kedua kelompok kerja S-23 pada saat itu mengambil keputusan terhadap usulan dari RRT, yaitu RRT diminta untuk mempertimbangkan kembali posisi Laut Cina Selatan di perairan Laut Natuna dan/atau memberikan informasi tambahan terkait dengan

14Berdasarkan Peraturan presiden No. 62 tahun 2016, pada tanggal 23 November 2016 nama

Dishidrosal secara resmi berubah menjadi Pushidrosal.

(25)

19

hal tersebut kepada Ketua WG dan anggota S23 WG.Sampai dengan waktu yang ditentukan (Mei 2011) RRT tidak memberikan informasi tambahan seperti yang diputuskan pada sidang S-23 WG kedua, sehingga diputuskan untuk tidak melakukan perubahan pada Draft IHO Publication S-23 Limits of Oceans and Seas 4thedition, yang dapat diartikan bahwa tetap memasukkan Laut Natuna pada S-23 edisi keempat.

4. NamaLaut Natuna Utara ditinjau dari sisi kartografi kelautan.

Laut Cina Selatan adalah perairan yang mempunyai posisi yang sangat strategis di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Laut ini adalah jalur perdagangan utama dari kawasan Timur Tengah menuju kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Selain posisi yang strategis, Laut Cina Selatan juga kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi. Jika ditinjau dari segi kepentingan jalur lalu lintas pelayaran maupun dari aspek politik, pertahanan dan keamanan, serta aspek ekonomi berupa kekayaan sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut, tentu saja perairan Laut Cina Selatan merupakan primadona.

Di perairan strategis Laut Cina Selatan, Indonesia tentunya mempunyai kepentingan diantaranya adalah kepentingan ekonomi dan pertahanan. Kepentingan Indonesia di bidang pertahanan adalah jika eskalasi pertikaian di Laut Cina Selatan semakin meningkat dan memanas, maka sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia mempunyai tanggungjawab terhadap keamanan regional. Hal ini sebagaimana yang diamanatkan pada Pembukaan UUD 1945 yaitu

(26)

ikut serta menjaga ketertiban dunia. Penguasaan kawasan Laut Cina Selatan memberi keuntungan besar bagi penguasaan ekonomi melalui jalur perdagangan laut dan berpengaruh langsung kepada negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Ketergantungan ekonomi antar negara kawasan ASEAN akan terganggu dengan adanya, sengketa di Laut Cina Selatan.

Pada 12 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA) telah membuat putusan mengenai sengketa di Laut Cina Selatan yang diajukan oleh Filipina terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT)16. RRT pun menolak putusan PCA itu. Pokok perkara yang diajukan oleh Filipina, terutama invaliditas klaim historic rights dan Nine Dotted Line serta klasifikasi fitur maritim, sebenarnya memiliki implikasi langsung bagi kawasan, khususnya negara klaiman, yaitu Vietnam, Malaysia, dan Brunei, terutama terkait dengan invaliditas klaim historic rights dan Nine Dotted Line. Indonesia yang bukan pengklaim pun dalam kenyataannya sudah berbenturan dengan RRT, seperti pada insiden penangkapan kapal nelayan RRT di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia selama ini. Klaim traditional fishing ground dan Nine Dotted Line yang sempat diklaim RRT sudah dinyatakan tak berlaku dengan keputusan PCA tersebut.

Penyebutan traditional fishing ground dan banyak kehadiran kapal-kapal ikan RRT yang hadir di perairan ZEE Indonesia, bahkan mereka hadir masuk sampai mendekati perairan territorial Indonesia,

16 Daryanto, 2016, Dampak Putusan Permanent Court Of Arbitration (PCA) Terhadap Batas

(27)

21

telah membuat pemerintah Republik Indonesia tidak bisa tinggal diam

“halamannya” dimasuki kapal-kapal ikan asing secara illegal. Hal

tersebut diperkuat dengan ditemukannya peta di kapal ikan Tiongkok yang menggambarkan wilayah penangkapan ikan milik RRT di dalam perairan yurisdiksi Indonesia(Gambar 8).

Gambar 8 : Ilustrasi Overlay garis batas maritim Republik Indonesia dengan area yang dianggap sebagai fishing ground RRT

Republik Indonesia mempunyai batas maritim dengan negara-negara tetangga di perairan Laut Cina Selatan antara lain dengan Malaysia yaitu batas Landas Kontinen (LK) yang sudah disepakati pada tahun 1969 dan batas LK dengan Vietnam yang juga telah disepakati oleh kedua negara pada tahun 2003. Namun demikian lain halnya dengan batas ZEE antara Indonesia dan Malaysia serta antara Indonesia dan Vietnam, batas ZEE tersebut masih dalam proses perundingan. Indonesia melakukan klaim secara sepihak (unilateral claim) terhadap garis bats ZEE Indonesia di perairan Laut Cina Selatan.

(28)

Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak untuk melakukan pengelolaan atas wilayah lautnya baik terhadap sumber daya alam yang berada di bawah dasar laut maupun yang berada di kolom airnya. Pengelolaan sumber daya alam non hayati yaitu berupa minyak dan gas di perairan utara Kepulauan Natuna sudah lama dilakukan. Banyak blok-blok minyak dan gas yang telah dieksplorasi maupun dieksploitasi.

Blok minyak dan gas Natuna “C” yang berada di sebelah utara

Pulau-pulau Anambas (dekat dengan batas LK antara Indonesia dan Vietnam serta LK Indonesia dan Malaysia) telah ditemukan sejak tahun 1973. Cadangan migas di blok tersebut konon merupakan terbesar di Asia Pasifik17. Blok-blok konsesi minyak telah lama menggunakan nama Natuna Sea, North Natuna Sea, East Natuna Sea danSouth Natuna Sea18.

17https://www.slideshare.net/ignatiuswirawan/gambaran-potensi-migas-natuna1-new2 diakses

pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 03.17 WIB

18 -,.., Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10612 Tentang Pengambilalihan

(29)

23

Gambar 9 : Peta blok migas di wilayah Natuna sebelum kesepakatan perjanjian LK antara Indonesia dan Vietnam19

Dari uraian data di atas diketahui bahwa sejumlah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas telah menggunakan nama Natuna Utara, Natuna Selatan atau North East Natuna dalam nama proyeknya. Nama wilayah perairan itu disesuaikan agar sejalan dengan sejumlah kegiatan pengelolaan migas yang dilakukan di wilayah tersebut.

Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak dan merasa perlu untuk memberikan nama laut yang berada di perairan yurisdiksinya. Masih banyak nama-nama laut dan selat serta teluk yang belum masuk kedalam Publikasi IHO S-23. Setelah berupaya memasukkan nama Laut Natuna ke dalam Publikasi IHO S-23, melihat perkembangan lingkungan startegi saat ini Indonesia merasa perlu memutakhirkan data perairannya dengan menambahkan nama Laut Natuna Utara pada Peta NKRI edisi tahun 2017. Penamaan Laut Natuna Utara itu bukan berarti menghilangkan nama Laut Cina Selatan. Nama Laut Cina Selatan masih ada di peta, namun letaknya lebih ke utara. Penamaan Laut Natuna Utara ini menurut pendapat Andi Arsana yang dimuat di Harian Kompas pada tanggal 24 Jui 2017 menyebutkan bahwa penamaan Laut Natuna Utara merupakan sebuah bentuk dari diplomasi kartografi. Indonesia menggunakan seni membuat pembuatan peta sebagai alat diplomasi20.

19 Oegroseno.H, 2017,Penetapan Upsate Peta NKRI 2017, dipaparkan saat peluncuran Peta

NKRI 2017 di Kantor Kemenko bidang Maritim

(30)

Gambar 10 : Nama Laut Natuna Utara di Peta NKRI edisi 2017

Pemberian nama Laut Natuna Utara merupakan bagian dari pemutakhiran Peta NKRI edisi tahun 2017. Pada peta tersebut terdapat beberapa perubahan yang cukup penting, yaitu : penyederhanaan garis batas ZEE Indonesia (klaim unilateral) di Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia; telah disepakatinya garis batas laut territorial antara Indonesia dan Singapura di perairan Selat Singapura bagian timur (selatan Changi) pada tanggal 3 September 2014 dan telah diratifikasi melalui UU no 1 tahun 2017; telah disepakatinya garis batas ZEE antara Indonesai dan Filipina pada tanggal 23 Mei 2014 dan telah diratifikasi melalui UU no. 4 tahun 2017; pemberian nama Laut Natuna Utara di periaran yurisdiksi Indonesia sebelah utara Kepulauan Natuna; perubahan garis batas ZEE Indonesia dengan Palau sebagai akibat dari keputusan PCA terhadap klaim RRT di Laut Cina Selatan terutama status karang dan pulau kecil atas haknya akan ZEE dan LK.

(31)

25

Pemberian nama baru terhadap laut di wilayah yurisdiksi suatu negara, sebenarnya bukan dilakukan oleh Indonesia saja. Pada tahun 2011 Filipina juga memberi nama laut diperairan sebelah barat Filipina dengan nama Laut Filipina Barat. Melihat hal tersebut RRT tidak terima dan melakukan protes ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda21. Namun pada tahun 2016, protes tersebut ditolak oleh badan itu dan dinyatakan bahwa Filipina punya hak untuk menamai wilayah lautnya sendiri.

Pentingnya penamaan laut ini sebaiknya diikuti dengan pembuatan peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang nama-nama laut, selat dan teluk di seluruh perairan yurisdiksi Indonesia, sehingga dapat sebagai dasar dalam pengusulan nama-nama laut, selat dan teluk pada sidang-sidang S-23 WG. Penamaan laut ini juga merupakan bagian dari diplomasi maritim melalui bidang kartografi kelautan.

5. Penutup.

Publikasi IHO S-23 Limits of Oceans and Seasedisi ketiga tahun 1953, ada 17 nama-nama laut yang ada di perairan Indonesia yang disebutkan. Nama-nama laut itu adalahSelat Malaka, Selat Singapura, Laut Sulawesi (di publikasi tersebut di sebutkan Celebes Sea), Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda, Laut Arafura, Laut Timor, Laut Flores, Teluk Bone (tertulis pada publikasi tersebut sebagai Gulf of Boni), Laut Bali, Selat Makasar, Laut Jawa, 21

(32)

Laut Sawu (pada publikasi tersebut tertulis Savu Sea), Laut China Selatan (sebagian perairannya berada di perairan yurisdiksi Indonesia (batas paling selatan sampai dengan selat Karimata, pantai utara Bangka Belitung dan pantai timur Sumatera).

Sedangkan pada draft Publikasi IHO S-23 edisi keempat tahun 2002, jumlah nama-nama laut di perairan Indonesia sejumlah 20 Nama-nama laut itu adalah : Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Makasar, Laut Bali, Laut Flores, Selat Sumba, Laut Sawu, Laut Aru, Laut Banda, Teluk Bone, Laut Seram, Teluk Berau, Laut Halmahera, Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut Sulawesi (masih menggunakan istilah Celebes Sea) dan Laut Cina Selatan (berada di utara Laut Natuna).

Seperti disampaikan pada pembahasan-pebahasan sebelumnya, bahwa batas-batas dan nama laut telah disusun semata-mata untuk tujuan keselamatan navigasi, dan konsistensi publikasi serta informasi-informasi nautika lainnya agar memberikan kemudahan bagi para pelaut. Dari data-data nama laut di perairan Indonesia masih banyak yang belum masuk kedalam publikasi IHO S-23. Salah satu pekerjaan rumah yang sudah semestinya dilakukan adalah memasukkan nama-nama laut, selat, teluk dan alur pelayaran di seluruh perairan yurisdiksi Indonesiai kedalam sebuah produk peraturan/perundang-undangan di Indonesia, misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang nama-nama laut, selat, teluk dan alur pelayaran di periaran yurisdiksi Indonesia. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak hukum nasional yang tentu saja kedepan akan mempermudah bagi pemerintah Indonesia jika ada permasalaha dengan negara-negera tetangga bahwa Indonesai

(33)

27 telah lama membakukan nama-nama laut, selat, teluk dan alur pelayarannya ke dalam sebuah peraturan pemerintah Indonesia. Seperti halnya dengan pembakuan nama-nama rupa bumi (nama-nama geografis), tujuan penting dari pembakuan nama geografis adalah untuk menghindari ambiguitas dan kebingungan.

Pada resolusi teknis IHO direkomendasikan agar IHO bekerja sama dengan United Nations Group of Expert on Geographocal Names dengan tujuan agar ada kesamaan dalam menentukan standar nama-nama laut dan nama-nama fitur-fitur di bawah laut. Hal tersebut juga disampaikan pada The

1stUN Converence on the Standardization of Geographical Names.22

Pushidrosal sebagai lembaga hidrografi nasional di Indonesia yang merupakan vocal point bidang hidrografi di Indonesia pada kegiatan IHO, akan memperjuangkan nama-nama laut di periaran Indonesai yang belum masuk pada Publikasi IHO S-23 edisi ke-3 tahun 1953 di sidang-sidang IHO khususnya pada pertemua S-23 WG yang setelah the 1st IHO Assembly di

Monaco pada tanggal 24 sampaia 28 April 2017 diputuskan untuk melanjutkan diskusi-diskusi terkait perkembangan Publikasi IHO S-23, yang telah lama tidak dibahas akibat dari penamaan Laut Jepang (Japan Sea) dan Laut Timur (East Sea) yang merambah ke ranah politik. Diharapkan hasil diskusi tentang S-23 akan menghasilkan sesuatu yang positif yang dapat di laporkan pada 2nd

IHO Assembly 2020. Oleh Karena itu point penting kiranya Pushidrosal

sebagai lembaga hidrografi nasional di Indonesia, turut berperan aktif didalam pembahasan nama-nama geografi baik di tingkat nasional maupun internasional.

(34)
(35)
(36)

Daftar Pustaka

Arsana.A, 2017, Diplomasi Kartografi di Laut Natuna, pada harian Kompas tanggal 24 juli 2017

Dishidros TNI AL, 1984, Berita Pelaut Indonesia No. 16/139

Daryanto, 2016, Dampak Putusan Permanent Court Of Arbitration (PCA) Terhadap Batas Maritim Indonesia, disampaikan pada FGD di Mabesal pada tanggal 10 Agustus 2016

F. Ormeling, 2002, Sea Names Categories and Their Implications.

Hasjim Djalal, 1990, “Potential Conflict in the South Cina Sea: In

search of Coopertation,”Indonesian Quarterly XVIII,no.2 (Second

Quarter,1990)

IHO,2002, Draft S-23 Limits and Ocean 4thedition

IHO, 2005, The History Of The International Hydrographic Bureau, 2ndedition

IHO, 2011, File No. S3/7020, S-23 Working Group Reporting To Member States

Marsetio, 2016, Kesadaran Baru, Biografi Laksamana TNI Dr. Marsetio

Nohyoung PARK, -, International Norms on the naming of features common to two or more States.

- , 2014, Principles For The Naming Of Undersea And Surface Maritime Features

-, 1982, Unclos 1982

https://www.slideshare.net/ignatiuswirawan/gambaran-potensi-migas-natuna1-new2 diakses pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 03.17 WIB

(37)

31

-,.., Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10612 Tentang Pengambilalihan Saham Perusahaan Cnooc Onwj Ltd Oleh Emp International (Bvi) Ltd

http://www.kompasiana.com/harmenbatubara/laut-natuna-utara-diplomasi-peta-deklarasi-sepihak_5978203c7460f007384ff9c2 diakses pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 21.17 WIB

(38)

Hidrografi Bukan Hanya Sekedar Peta Laut

Hidrografi adalah Kunci Gerbang Perekonomian dan Ujung Tombak Pertahanan Laut Suatu Negara

Gambar

Gambar 1 : Ilustrasi nama-nama laut yangmerupakan bagian dari Samudera Atlantik bagian Utara 6
Gambar 2 : Ilustrasi batas Laut Natuna
Gambar 3 : Ilustrasi area Laut Cina Selatan (No. 49), sesuai Publikasi IHO S-23 edisi ketiga tahun 1953 10
Gambar 4 : Ilustrasi penyebutan Laut Cina Selatan pada Peta laut No. 147 edisi tahun 1929
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah terdapat pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang meliputi modernisasi struktur organisasi,

Hasil observasi guru yang dilakukan peneliti pada kelas VII diperoleh skor 36 dari skor maksimal 40 dengan persentase rata-rata adalah 90%. Hasil observasi siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial anak korban bencana oleh yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) di

Artikel ini berkaitan dengan kedudukan al-Qur'an dan penafsirannya dalam perspektif tasawuf.Permasalahan yang hendak dijawab adalah bagaimana hakikat al-Qur'an dalam

Perlu diketahui bahwa Merry Riana dan Alva Tjenderasa bekerja untuk produk keuangan Prudential adalah satu tim, Merry bagian yang mencegat klien dan presentasi jadi dia yang lebih

Bahan Alami untuk Obat Ambeien (Wasir) Hemoroid Salah satu cara untuk mengobati ambeien adalah dengan menggunakan obat dari dokter, atau cara terakhirnya ialah

Berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah Terdapat perbedaan hasil belajar siswa menggunakan Model

Impurity atoms can form solid solutions in ceramic materials much as they do in metals. Solid solutions of both substitutional and interstitial types are possible. For an