• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pergeseran Makna Bentuk Sajian Tari Dolalak Mlaranan Periode 1980-2015 T1 362012014 BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Komunikasi

Komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin : communis yang berarti ‘sama’, communico, communication atau communicate yang berarti membuat sama (make to common). Komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya (Mulyana, 2007: 46).

Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak (komunikator dan komunikan), apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, cara seperti itu disebut dengan komunikasi non-verbal (Mulyana, 2007: 46).

Definisi komunikasi menurut John Fiske (1990) dua mazhab utama yang tercermin dalam model komunikasi. Pertama mazhab proses yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Dalam mazhab ini mereka tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan dengan bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi. Mazhab ini cenderung membahas kegagalan komunikasi dan melihat ke tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui di mana kegagalan tersebut terjadi. Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Hal ini berkenaan dengan bagaimana pesan berinteraksi dengan orang-orang dalam menghasilkan makna.

(2)

9 bahwa ada keteraturan dalam perilaku manusia (manusia cenderung dianggap pasif), seperti perilaku alam, tidak jarang menggunakan model matematik, misalnya dalam bentuk hipotesis yang harus diuji melalui perhitungan statistik. Pengertian lain dari komunikasi juga merupakan simbol karena dalam komunikasi manusia, simbol merupakan ekspresi yang mewakili atau menandakan sesuatu hal lain. Salah satu karakteristik simbol yang harus diingat bahwa simbol itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan apa yang diwakilinya, sehingga dapat berubah-ubah. Simbol dapat berupa bentuk suara tanda pada kertas, gerakan, dan lain-lain yang digunakan dalam berbagai fakta dengan definisi kelompok lain (Samovar dkk, 2010: 22-23).

Manusia menggunakan simbol bukan hanya dalam berinteraksi, penyimbolan memungkinkan suatu budaya disampaikan dari generasi ke generasi melalui media tradisional. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui makna pesan Tari Dolalak Versi Mlaranan, dimana tarian sebagai Media Tradisional dan terdapat simbol dan makna yang terkandung didalam pementasan Tari Dolalak Versi Mlaranan.

2.2 Media Komunikasi Tradisional

(3)

10 Media tradisional, seperti halnya media massa lainnya, pada dasarnya tidak dapat banyak diharapkan mampu mengubah sikap dan tingkah laku komunikan secara langsung. Variabel-variabel yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan untuk menerima dan mempraktikan suatu ide baru tidak hanya ditentukan oleh individu yang bersangkutan. Pengaruh dari pihak ketiga seperti keluarga terdekat, kerabat, pemuka masyarakat, dan lingkungan budaya sering kali ikut menentukan.

Media tradisional memiliki kespesifikan tanda-tanda informasi yang dilontarkan dalam pertunjukan-pertunjukan tradisional seperti kesenian daerah yang berupa tarian daerah. Dalam kespesifikan tanda menjadi suatu kesulitan dalam memahami tanda-tanda non-verbal yang umumnya tidak disadari.

2.3 Tanda Dalam Komunikasi

Hartoki dan Rahmanto dalam Alex Sobur (2009: 155) menjelaskan bahwa secara etimologis simbol berasal dari bahasa Yunani, “sym-ballein” yang artinya melemparkan suatu benda atau perbuatan dan dikaitkan dengan ide. Simbol disebabkan oleh adanya metonimi, yaitu nama untuk benda lain yang diasosiasikan menjadi atributnya atau metafora. Contoh, si topi merah untuk seseorang yang menggunakan topi berwarna merah, untuk metafora contohnya adalah ibukota, merujuk pada suatu kota yang dijadikan pusat pemerintajan dari suatu Negara. Simbol melibatkan tiga unsure, yaitu simbol itu sendiri, rujukan, serta hubungan antara simbol dengan rujukan.

(4)

11 Jika dikaitkan dengan unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah simbol, maka rujukan dalam simbol balon adalah balon terdiri atas berbagai macam warna dan biasanya merupakan warna-warna cerah, selain itu ditinjau dari bentuknya yang bulat/lonjong menyiratkan bahwa balon memiliki sifat yang fleksibel dan tidak kaku, dan yang terakhir, balon biasanya diberi tali pengikat dan pemberat seperti batu untuk menjaga agar tidak lepas saat dipegang, selain itu sifat nyata balon yang mudah terbang karena berisi gas helium diartikan sebagai simbol kebebasan.

Budiono Herusantoto (Sobur 2009: 160) membuat table perbedaan antara isyarat, tanda dan simbol/ lambang. Secara garis besar tanda diartikan sebagai sesuatu yang memiliki arti, dan beliau menyebutkan bahwa tanda hanya memiliki dua arti, atau dengan kata lain memiliki makna yang lebih sempit jika dibandingkan dengan simbol yang memiliki makna lebih mendalam. Keterbatasan pemaknaan yang dimiliki oleh tanda menyebabkan tanda dapat dimaknai bukan hanya oleh manusia, namun juga oleh binatang setelah diajarkan berulang-ulang.

Simbol dan tanda keduannya sama-sama berusaha menjembatani komunikasi. Tersampaikannya pesan secara tepat dari komunikator kepada komunikan merupakan tujuan utama dari komunikasi. Oleh sebab itu, demi tercapainya tujuan tersebut, keberadaan simbol dan tanda dalam kehidupan kita sehari-hari perlu dimaknai secara sama oleh berbagai lapisan masyarakat.

2.4 Semiotika

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (data tidak berupa angka-angka)1. Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani : semeion yang berarti “tanda” tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang mempelajari sederet luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan

(5)

12 sebagai tanda2. Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks3.

Apabila studi ini menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya, itu adalah kerja semantic, semiotic. Apabila studi tentang tanda ini mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim dan penerimanya, itu adalah kerja pragmatik semiotik. Sebaliknya, studi semiotika dengan fenomena apapun dimulai dengan penjelasan sintaksis, kemudian dilanjutkan penelitian dari segi semantik dan pragmatic (Sudjiman dan Van Zoest, 1996: 6).

Semiotika didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda yang pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu system apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna. Menurut Charles S. Pierce (1986: 4) maka semiotik tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni doktrin tentang tanda-tanda. Sementara bagi Ferdinand De Saussure (1996: 16) semiologi sebuah ilmu umum tentang tanda, suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat (Budiman, 2004: 4).

Istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam. Satu-satunya perbedaan diantara keduanya, menurut Hawkes (1978: 124), adalah bahwa istilaj semiologi lebih banyak dikenal di Eropa yang mewarisi tradisi lingustik Saussuren, sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh para penutur bahasa Inggris atau mereka yang mewarisi tradisi Peircian (Budiman 2004: 4).

2 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung PT. Rosdakarya, 2006) H: 95

3 Pawito Ph. D, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: L.KiS Pelangi Aksara, 2007) Hal:

(6)

13 Dalam semiotika Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakan hal-hal (things), Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusikan system terstruktur dari tanda. Tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antarsuatu objek atau ide dari suatu tanda.

Konsep dasar mengenai semiotika mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan siimbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan begaimana tanda disusun. Secara umum studi tentang tanda merujuk pada semiotika (Sobur, 2004: 15-16). Pesan – pesan yang disampaikan dan diterima sama seperti perkacapan, berikut beberapa rangkuman dari pembahasan tentang semiotika menurut Pines (Berger, 2000: 14):

a. Semiotika menaruh perhatian pada bagaimana makna diciptakan dan disampaikan melalui teks dan khususnya melalui narasi (atau cerita),

b. Focus perhatian semiotika dari semiotika adalah tanda yang ditemukan dalam teks, tanda-tanda dapat dipahami sebagai kombinasi dari penanda dan petanda,

c. Bahasa dalam semiotika adalah sebuah institusi sosial yang menjelaskan bagaimana kata-kata digunakan, percakapan adalah aksi individual yang berdasar pada bahasa,

(7)

14 2.4.1 Semiotika Roland Barthes

Teori semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes sebagai salah satu pemikir strukturalis yang mempraktikan model lingustik dan semiologi Saussuren. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud memahami kehidupan. Menusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.

Semiologi Barthes pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things), memaknai (to signify) dalam hai ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to

sommunicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Sobur, 2003: 15).

Dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penannda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

(8)

15 mendenotasikan sesuatu hal yang Ia nyatakan sebagai mitos, dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu.

Tanda konotatif tidak hanya memiliki makna tambahan, namun juba mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaanya. Tambahan ini merupakan sumbangan barthes yang amat berharga atas penyempurnaan terhadap semiologi Saussure, yang hanya berhenti pada penandaan pada lapis pertama atau pada tataran denotatif semata.

Dengan membuka wilayah pemaknaan konotatif ini, ‘pembaca’ teks dapat memahami penggunaan gaya bahasa kiasan dan metafora yang itu tidak mungkin dapat dilakukan pada level denotatif. Lebih dari itu, disamping gagasannya dapat dimanfaatkan untuk menganalisis media, semiotika konotasi ala Barthesian ini memungkinkan penggunaannya untuk wilayah-wilayah lain seperti pembacaan terhadap karya sastra dan fenomena budaya kontemporer atau budaya pop.

Dalam pandangan Ritzer, Barthes adalah pengembang utama ide-ide Saussure pada semua aspek kehidupan sosial. Bagi Barthes, semiologi bertujuan untuk memahami system tanda, apapun substansi dan limitnya, sehingga seluruh fenomena sosial yang ada dapat ditafsirkan sebagai ‘tanda’ alias layak dianggap sebagai sebuah lingkaran lingustik. Penanda-penanda konotasi, yang dapat disebut sebagai konotator, terbentuk dari kata-kata (kesatuan penanda dan petanda) dari system yang bersangkutan. Beberapa tanda dapat terjadi secara berkelompok membentuk sebuah konotator tunggal. Dalam Sobur (2009: 63) bahasa merupakan system tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Dalam studinya tentang tanda, Barthes menambahkan pesan pembaca (the reader). Penambahan area ini dikarenakan, meskipun konotasi merupakan sifat asli dari tanda, agar tanda tersebut dapat aktif dan berfungsi maka dibutuhkan peran pembaca.

(9)

16 Peta Tanda Roland Barthes

Mitologi Roland Barthes

1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotative

Signifier

(Penanda Konotatif)

5. Connotative Signified (Petanda Konotatif)

[image:9.612.97.516.134.586.2]

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Tabel 1

Sumber: Sobur, Semiotika Komunikasi, 2009

Peta Tanda Roland Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2), namun pada saat yang bersamaan, tanda denotative adalah juga penanda konotatif (4). Hanya jika kita mengenal tanda “tikus” barulah konotasi seperti licik dan suka memanfaatkan dapat dimengerti.

Dalam penelitian ini, peta tanda Barthes berfungsi sebagai acuan dan batasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Pertama, mengidentifikasikan penanda dan petanda dalam Pementasan Tari Dolalak Versi Mlaranan, kemudian memaknai tanda-tanda tersebut di level pemaknaan denotatif dan selanjutnya memaknai ke tingkatan yang lebih dalam lagi yaitu pemaknaan konotatif, yang akhirnya akan menghasilkan sebuah mitos yang berkembang di masyarakat.

A. Sistem Pemaknaan Tingkat Pertama (Denotasi)

Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signifies di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal, dan dalam semiotika Barthes, ia menyebutkannya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Maka dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotative yang

M

I

T

O

(10)

17 melandasi keberadaannya. Dalam hal ini, denotaso diasosiasikan dengan ketertutupan makna (Sobur, 2009: 70).

Menurut Lyons (dalam Sobur, 2009: 263), denotasi adalah hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama pada kata secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Denotasi dimaknai secara nyata. Nyata diartikam sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya atau terkadang dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi denotasi biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Misalnya, ketika seseorang mengucapkan kata “anjing” maka yang dimaksudkan dari pengucapan kata “anjing” tersebut adalah konsep tentang keanjingan, seperti berkaki empat, mamalia, ekornya selalu bergoyang, menggigit dan suka menggonggong. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, yang kemudia dilanjutkan oleh system signifikasi konotasi yang berada di tingkat kedua.

B. Sistem Pemaknaan Tingkat Kedua (Konotasi)

(11)

18 Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut sebagai mitos serta berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Konotasi mengacu pada makna yang menepel pada suatu kata karena sejarah pemakainya, oleh karena itu dapat dimaknai secara berbeda oleh setiap individu. Jika denotasi sebuah kata dianggap sebagai objektif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata dianggap sebagai makna subjektif atau emosionalnya. Dalam Sobur (2009; 263) Arthur Asa Berger menyatakan bahwa konotasi melibatkan simbol-simbol, historis, dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional. Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa terdapat pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Jika makna denotatif hamper bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya lebih kecil.

C. Mitos

Dalam Alex Sobur (2009: 71) Budiman mengatakan pada kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideology yang disebutnya sebagai mitos dan memiliki fungsi untuk memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku pada periode tertentu. Selain itu, dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda.

Mitos biasanya dianggap sama dengan dongeng, dan dianggap sebagai cerita yang aneh serta sulit dipahami maknanya kalau diterima kebenarannya karena kisahnya irasional (tidak masuk akal). Mitos meneliti teks-teks kuno dan berbagai mitos yang telah mereka kumpulkan dari berbagai tempat dan berbagai suku bangsa di dunia.

2.5 Diakronik

Kata Diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui dan

khronas yang berarti waktu masa. Dengan demikian, yang dimaksud dengan

(12)

19 menyelidiki perkembangan bahasa Indonesia. Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri evolusi.

Diakronis hanya hadir dalam parole karena segala perubahan pertama kali dilontarkan individu sebelum masuk dalam kelaziman. Misalnya, bahasa Jerman memiliki: ich war, wir waren, sedangkan bahasa Jerman kuno sampai abad XVI menafsirkannya: ich was, wir waren dan dalam bahasa Inggris: I was, we were. Nah, bagaimana terjadinya substitusi dari war ke was? Saussure. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di antara mereka.

2.6 Teori Makna

Konsep makna telah menarik disiplin ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan lingustik. Beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika mereka mendefinisikan komunikasi. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss menyatakan, “komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih” (Sobur, 2001: 255). Para ahli mengakui istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The

Meaning Of Meaning, Ogden dan Richards (1972, 186-187) telah mengumpulkan

tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang tertentu, yakni dalam bidang linguistik (Sobur, 2001: 255).

Pada sistem budaya, semakin banyak orang berkomunikasi semakin banyak pemahaman suatu makna yang kita peroleh. Penafsiran akan sesuatu makna pada dasarnya dinilai bersifat pribadi setiap orang. Sejak Olato, John Locke, Witt Geinstein, dan BrodBeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang sering membingungkan daripada menjelaskan. Dalam hal ini Brodbeck membagi makna pada tiga corak, sebagai berikut:

(13)

20 2. Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference

process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang

ditunjukan lambang (disebut rujukan atau referent).

3. Makna yang menunjukan arti (significance) yaitu suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain, contoh: benda bernyala karena ada phlogistion, kini setelah ditemukan oksigen phlogistion tidak berarti lagi.

4. Makna intesional, yaitu makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicarikan rujukan. Makna ini tidak terdapat pada pikiran orang yang dimiliki dirinya saja (Sobur, 2004: 262).

Pada dasarnya makna sebenarnya ada pada kepala kita, bukan terletak pada suatu lambang. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata itu mempunyai makna, yang dimaksudkan sebenarnya kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu.

Makna dapat digolongkan kedalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (factual), seperti yang kita temukan dalam kamus. Makna denotatif bersifat public, terdapat sejumlah kata yang bermakna denotatif namun ada juga bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi yakni makna diluar rujukan objektifnya. Dengan kata lain makna konotatif lebih bersifat subyektif daripada makna denotatif (Sobur, 2003: 263)

2.7 Simbol

(14)

21 yang menjadi atributnya dan metafora, yaitu pemaknaan kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan.

Penggunaan simbol dalam wujud budayanya, ternyata dilaksanakan dengan penuh kesadaran, pemahaman dan penghayatan yang tinggi, dan dianut dari generasi ke generasi berikutnya. Sebuah simbol adalah sesuatu yang secara sengaja digunakan untuk menunjukkan sebuah benda lainnya. Benda ditunjukan oleh simbol itu terhadap apa yang dimaksudkan kelompok sosial itu sendiri.

Kluckholn, menawarkan konsep kebudayaan yang sifatnya interpretatif, sebuah konsep semiotik, dimana ia melihat kebudayaan sebagai suatu teks yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya kongkrit (Geertz; 1992, 5). Dalam usahanya untuk memahami kebudayaan, ia melihat kebudayaan sebagai teks sehingga perlu dilakukan penafsiran untuk menangkap makna yang terkandung dalam kebudayaan tersebut. Kebudayaan dilihatnya sebagai jaringan makna simbol yang dalam penafsirannya perlu dilakukan suatu pendeskripsian yang sifatnya mendalam (thick description).

Simbol merupakan representasi dari realitas empiris, maka jika realitas empiris berubah, simbol-simbol budaya itu pun akan mengalami perubahan. Kebudayaan sebagai proses bukanlah suatu akhir tetapi selalu berkembang. Dengan demikian kebudayaan adalah sesuatu yang gelisah, yang terus- menerus bergerak secara dinamis dan pendek. Sifat diaklektis mengisyaratkan adanya suatu

continuum”, suatu kesinambungan sejarah (Sobur, 2003: 180).

2.8 Perbandingan dengan skripsi terdahulu

Sebagai perbandingan terhadap orisinalitas penelitian yang dilakukan peneliti mengenai Perubahan Simbol Dan Pergeseran Makna Pementasan Tari Dolalak Versi Mlaranan , adapun sebelumnya terdapat dua penelitian yang telah melakukan penelitian mengenai Tarian Dolalak dan satu penelitian mengenai pergeseran makna dan fungsi Reog Banjarharjo.

(15)

22 Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo”, fokus penelitian tersebut ada pada eksistensi Tari Dolalak yang ada pada Sanggar Arum Sari dengan memodifikasi seni gerak, seni rupa, dan seni musik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, serta dokumentasi. Data penelitian kemudian dianalisis interaktif, melalui tiga komponen analisis yaitu pengumpulan data, penyajian data , reduksi data danb verifikasi. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data sumber. Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah Desa Brenggong Kecamatan Purworejo. Sasaran utama dalam penelitian ini adalah ketua dan anggota sanggar tari Arum Sari.

2. Penelitian mengenai Perubahan Orientasi Pada Pesan Verbal Tembang Dalam Seni Tradisional Angguk Dan Dolalak (Isbandi, FISIP UPN), penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus terhadap Seni Tradisional Angguk Dan Dolalak, dalam penelitian ini fokus kepada perubahan tembang (verbal) yang dahulunya bersifat religi sekarang lagunya lebih popular, teori komunikasi yang digunakan adalah Teori Budaya Organisasi (Pacanowsky dan O’ Donnel Trujillo).

3. Penelitian mengenai Peran Tari Dolalak Dalam Penyebaran Islam Di Desa Kaliharjo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo (1936-2007) oleh Salimah; Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta; 2007. Dalam Penelitian ini membahas tentang sejarah kesenian Islam khususnya tari Dolalak dan berupaya memberikan sumbangan dalam rangka melestarikan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan budaya daerah.

(16)

23 penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Penelitian tersebut dianalisa menggunakan teori Strukturasi Giddens bahwa peubahan makna yang terjadi pada Reog Banjarharjo baik perubahan pada makna dan fungsinya disebabkan oleh agen dan struktur. Dari ketiga penelitian tentang tari Dolalak, yang menjadi pembeda antara skripsi terdahulu dengan skripsi yang akan peneliti lakukan adalah pada jenis pendekatannya,. Peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Sedangkan perbedaan penelitian tentang pergeseran makna juga terlihat pada skripsi mengenai Reog Banjarharjo , dalam penelitian tersebut penggunakan pendekatan fenomenologi.

Penelitian oleh Rifiana Trifena Pangila (Universitas Kristen Satya Wacana 2009), Fakultas Komunikasi Ilmu Sosial Dan Komunikasi. Dalam penelitian yang dilakukan Oleh Rifiana memiliki judul penelitian : Strategi Komunikasi “Kesenian Tari Dolalak” Di Kabupaten Purworejo Dalam Mempertahankan Eksistensi. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teori Strategi Komunikasi, Strategi Bertahan menurut Talcott Parsons (AGIL) dimana sesuai dengan judul skripsinya yang membahas mengenai eksistensi Tarian Dolalak.

(17)
[image:17.612.103.530.137.607.2]

24 2.9Kerangka Berpikir

Gambar 4 Kerangka Berpikir

Semiotika Roland Barthes

Teori Makna Menjelaskan Pergeseran

Makna Tari Dolak Dolalak Versi Mlaranan Periode 1980-2015 (Diakronik)

Makna Pesan

Makna (Denotasi, Konotasi, Dan Mitos) Dan Fungsi

Gambar

Tabel 1 Sumber: Sobur, Semiotika Komunikasi, 2009
Gambar 4 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan pendidikan menuju E-Learning merupakan suatu keharusan agar standar mutu pendidikan dapat ditingkatkan, karena E-Learning merupakan satu penggunaan

Pada pertemuan tatap muka antara Daru dengan Lentera, yang mana mestinya sudah ada pengumpulan seluruh sisa majalah, ternyata Lentera mengumpulkan 20 dari 500

Kaprogdi FKIP-Pendidikan Ekonomi, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu

Perpindahan panas konduksi adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi dengan suatu aliran atau rambatan proses dari suatu benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Permasalahan yang penulis kaji dalam Laporan Akhir ini adalah pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover karyawan pada PT Sinar Niaga Sejahtera Palembang dan

sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu2.  Menurut Herbert and Gullet bahwa

Hasil penelitian menunjukkan sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar I hamil dengan preelamsia mempunyai usia kehamilan aterm, tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg,