• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan Teknis Manajemen Budaya dan Lingkungan Berbasis Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bimbingan Teknis Manajemen Budaya dan Lingkungan Berbasis Sekolah"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN BUDAYA DAN

LINGKUNGAN BERBASIS SEKOLAH

DI SEKOLAH DASAR

BAHAN BIMBINGAN TEKNIS

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH DASAR

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN,

(2)
(3)

DAFTAR ISI

BAGIAN II MANAJEMEN BUDAYA DAN LINGKUNGAN SEKOLAH 4

A. Budaya Sekolah

1. Konsep Budaya Sekolah

2. Proses Lahirnya Budaya Sekolah

3. Nilai-Nilai Karakter Budaya Sekolah

4. Prinsip dan Azas Pengembangan dan Pembinaan Budaya Sekolah

5. Strategi Pengembangan dan Pembinaan Budaya Sekolah

1. Lingkup Pengembangan Lingkungan Sekolah

2. Lingkungan Sekolah yang Kondusif

3. Syarat Terciptanya Lingkungan Sekolah yang Kondusif

4. Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar

34

34 35 36 40

C. Manajemen Budaya dan Lingkungan Sekolah

1. Perencanaan Program

BAGIAN III INSTRUMEN PENGUKURAN KEBERHASILAN 46

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manajemen budaya dan lingkungan sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengembangkan karakter positif siswa. Manajemen budaya dan lingkungan sekolah dilakukan agar lingkungan sekolah dapat menjadi tempat yang kondusif bagi penyemaian dan pengembangan watak optimisme, mengembangkan penalaran, pencerahan akal budi, membekali ketrampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk menjadikan siswa yang jujur, sopan santun, kreatif produktif, mandiri, dan bermanfaat bagi sesamanya. Karena lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat siswa berinteraksi, selain lingkungan keluarga dan masyarakat untuk melakukan proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Untuk itu, sekolah sebagai sebuah institusi perlu dikelola dengan cara-cara pengelolaan yang baik. Manajemen budaya dan lingkungan sekolah mempunyai peluang besar dalam menghasilkan lulusan yang memiliki karakter/nilai-nilai baik agar pendidikan dapat berlangsung sebagai usaha yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran kondusif sehingga dapat menghasilkan siswa yang tidak hanya cerdas secara kognitif tetapi siswa yang berkarakter positif.

Manajemen budaya dan lingkungan sekolah yang kondusif bagi penyemaian dan pengembangan karakter positif siswa dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan, terpadu, konsisten, implementatif, dan menyenangkan. Untuk pengembangan budaya dan lingkungan sekolah diperlukan empat tahapan yaitu perencanaan program, sosialisasi program, pelaksanaan program, dan evaluasi program.

Untuk mengetahui keberhasilan program pengembangan budaya dan lingkungan sekolah perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui kesesuaian program dengan perencanaan. Tingkat pencapaian program pengembangan budaya dan lingkungan sekolah yang kondusif perlu dibuat instrumen pengukuran keberhasilan.

(5)

seluruh warga sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah secara konsisten dan kontinu.

B.Tujuan

Setelah mengikuti bimtek manajemen budaya dan lingkungan berbasis sekolah, peserta bimtek diharapkan dapat:

1. Memahami dan mengembangkan konsep dasar tentang budaya dan lingkungan sekolah

(6)

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup materi manajemen budaya dan lingkungan berbasis sekolah meliputi:

1. Budaya sekolah

1) Konsep budaya sekolah

2) Proses lahirnya budaya sekolah 3) Nilai-nilai karakter budaya sekolah

4) Prinsip dan azas pengembangan dan pembinaan budaya sekolah 5) Strategi pengembangan dan pembinaan budaya sekolah

2. Lingkungan sekolah

1) Lingkup pengembangan lingkungan sekolah 2) Lingkungan sekolah yang kondusif

3) Syarat terciptanya lingkungan sekolah yang kondusif 4) Lingkungan sekolah sebagai sumber belajar

3. Manajemen budaya dan lingkungan sekolah 1) Perencanaan program

(7)

BAB II

MATERI BACAAN

MANAJEMEN BUDAYA DAN LINGKUNGAN

BERBASIS SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR

A. Budaya Sekolah

1. Konsep Budaya

Secara etimologis kata “budaya” berasal dari bahasa Sankskerta ”buddhayah”, merupakan bentuk jamak dari buddi yang berarti ”budi” atau ”akal” dan dalam bahasa Latin colere yang berarti “mengolah atau mengerjakan”, yang diartikan sebagai keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere kemudian berkembang menjadi culture dan diartikan sebagai “segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Sedangkan Ki Hajar Dewantoro (1967) mengemukakan konsep budaya sebagai ”buah budi” manusia baik yang bersifat lahir maupun batin, selalu mengandung sifat-sifat ”keluhuran” dan kehalusan/keindahan, ethis dan esthetis, yang ada pada hidup manusia pada umumnya. Lebih lanjut Parson (dalam Hindaryatiningsih, 2013) menyebutkan bahwa budaya terdiri dari pola-pola yang berhubungan dengan perilaku, hasil tindakan manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan terlepas dari faktor-faktor genetik secara biologis. Tinjauan lain menyatakan bahwa budaya atau culture memiliki arti penanaman jiwa atau pikiran (Wikipedia, 2012). Secara definitif, budaya merupakan (1) sekumpulan norma (ukuran) yang diterima oleh anggota organisasi, dipahami, dan menjadi pedoman bagi dirinya dalam bertindak; dan (2) dalam konteks lingkungan budaya dimaknai sebagai suatu nilai-nilai (hal-hal yang mendasar/penting), moral (baik buruk suatu perbuatan), kebiasaan, dan hukum dalam suatu organisasi (Robbins & Decenzo, 2004). Jadi budaya merupakan suatu ide, gagasan, nilai-nilai, peraturan-peraturan, norma-norma, cara berfikir, perilaku, sikap dan tindakan yang dibenarkan dan diterima masyarakat yang dapat dipelajari dari tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dan perilaku masyarakat sebelumnya, serta diwariskan secara turun temurun baik dalam wujud fisik/material ataupun non material.

(8)

kesadaran sebagai perilaku alami dan dibentuk oleh lingkungan dengan menciptakan pemahaman yang sama pada seluruh sivitas sekolah (Ditjen PMPTK, 2007). Budaya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni budaya positif dan negatif. Budaya yang positif dapat mengembangkan perilaku positif dan kondusif, sebaliknya budaya negatif dapat mengembangkan/mempengaruhi perilaku peserta didik yang negatif pula, maka budaya positiflah yang harus dikembangkan di sekolah.

Jika digabungkan antara budaya dan organisasi (sekolah) menjadi budaya sekolah memiliki makna (1) sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas (Deal dan Peterson, 1999); (2) Sejumlah pemahaman penting, seperti norma, nilai, sikap, dan keyakinan, yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi” (Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr., 1996:182); (3) kepribadian organisasi (personality of an organization) atau bagaimana sesuatu bekerja di sekitar organisasi, pedoman pegawai untuk berpikir, bertindak, dan merasakan, terkandung nilai-nilai utama, kepercayaan, etika, dan aturan perilaku dalam organisasi (Hansen, 2005); (4) “nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah” (Depdiknas,2007:1).

(9)

2. Proses Lahirnya Budaya Sekolah

Budaya merupakan cerminan kebiasaan yang menjadi nilai dan dipahami serta dilaksanakan oleh seluruh komponen organisasi. Budaya menjadikan atmosfer antara satu organisasi dengan organisasi lainnya berbeda, Henry L Tosi at all (2000) menyatakan untuk merasakan perbedaan organisasi “pergilah ke luar negeri maka anda akan merasakan perbedaan budaya organisasi”. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa setiap negara atau organisasi memiliki budaya yang berbeda dan menjadi jati diri atau identitas dari organisasi tersebut.

(10)

Gambar 2.1 Proses Terciptanya Budaya Organisasi

Budaya organisasi tercipta sebagai hasil proses manajemen dan sosialisasi di antara komponen organisasi, proses tersebut merupakan implementasi dari filosofi sebagai nilai dasar organisasi yang telah diseleksi. Proses ini dapat menjadi siklus sehingga akan tercipta budaya organisasi baru yang dapat menjadikan organisasi dan kinerja organisasi lebih baik.

Sekolah sebagai sebuah organisasi memiliki nilai dan adab yang selanjutnya menjadi budaya sekolah, budaya sekolah tercipta sebagai hasil akulturasi nilai dari proses sosialisasi personil sekolah dengan sesama perangkat lainnya, personil sekolah dengan masyarakat, serta proses asimilasi dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Budaya sekolah tersebut selanjutnya akan menciptakan suasana sekolah yang berlainan dibandingkan dengan sekolah lainnya. Suasana yang tercipta bisa lebih nyaman, memacu prestasi, menumbuhkan jiwa kompetitif serta spirit lainnya yang memiliki dampak terhadap proses pendidikan di sekolah.

(11)

fundamental. Perubahan budaya baru harus memiliki implikasi positif dan mampu mengantisipasi kondisi yang akan terjadi di masa depan, sehingga organisasi sekolah akan lebih siap menghadapi tantangan yang akan datang di masa depan.

3. Nilai-nilai Karakter Budaya Sekolah

Hasil identifikasi terhadap budaya sekolah di satuan pendidikan yang ada dan hasil kristalisasi yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar sebenarnya nilai-nilai karakter dalam Budaya Sekolah banyak jumlahnya. Namun demikian, dalam konteks ini, pengembangan Budaya Sekolah minimal mengandung lima (5) nilai karakter yang harus dimiliki oleh para lulusan SD, yaitu: (1) beriman dan bertaqwa, (2) cinta tanah air, (3) memiliki wawasan luas dan terampil, (4) hidup sehat, bersih, dan rapi, dan (5) tanggung jawab, tangguh, jujur, disiplin, dan peduli.

Kelima nilai karakter yang harus diprioritaskan dalam pengembangan budaya sekolah sebagai perekat dalam Manajemen Sekolah, PAKEM, dan PSM dapat merujuk pada indikator dan deskripsi lulusan SD sebagimana dirinci pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai Karakter, Indikator, dan Deskripsi Lulusan SD dalam Budaya Sekolah

No Karakter Indikator Deskripsi Contoh perilaku

1 Beriman

Belajar sholat ke masjid bagi ummat islam, gereja bagi ummat kristen, pura bagi ummat hindu, wiara bagi ummat budha. (dhuha dan dhuhur) di sekolah bagi yang beragama islam, berdoa bagi agama yang lain

2. Cium tangan pada guru pada saat datang dan pulang sekolah

3. Saling tolong menolong dalam kebaikan bertemu orang lain (karena salam itu do’a) berdoa untuk diri dan orang lain

(12)

1.3.Malu bersikap tidak baik

Bersikap jujur, tidak curang saat bermain, tidak suka berbohong, tidak iri dan dengki, tidak malas, suka menolong atau membantu pada kedua orang tua, patuh pada guru, menyayangi

1. Menjaga dan merawat kesehatan dirinya (baju bersih, rapi,

berseragam sesuai ketentuan)

2. Bertutur kata sopan dengan guru, tenaga

Turut merayakan hari besar keagamaan, memahami makna tiap peringatan hari besar keagamaan, dapat meneladani dan

menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, tentang tokoh dan peristiwa yang dirayakan

1. Turut merayakan hari besar keagamaan

2. Memahami makna tiap peringatan hari besar keagamaan

3. Dapat meneladani dan menerapkan dalam

tanah air 2.1.Menjadi Bangga warga negara Indonesia

Berprestasi demi nama baik sekolahnya, menghargai peraturan yang berlaku di lingkungannya (sekolah, kelurahan dan kotanya), dan menggunakan produksi dalam negeri

1. Bangga menjadi warga negara indonesia

2. Mengenang para pahlawan dengan melalui doa bersama

(13)

dalam negeri Indonesia dengan baik dan benar, suka membaca dan menulis, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan menghargai bahasa daerah lain di Indonesia

3. Suka membaca dan menulis, menggunakan

daerahnya dan daerah lain di Indonesia, dapat

menyanyikan lagu

daerahnya dan daerah lain di Indonesia, dapat menari dan mengenal tarian daerah, memahami adat budaya daerahnya dan daerah lain, gemar mengunjungi tempat

3. Dapat menari dan mengenal tarian

Bertanya kepada guru dan teman tentang materi

1. Bertanya kepada guru dan teman tentang

3. Gemar membaca dan mengunjungi

perpustakaan

4. Suka membuat kliping pengetahuan teori yang ada dalam mata pelajaran, berkomunikasi (bertanya, berdiskusi) dengan santun kepada teman, guru, kepsek, penjaga sekolah terhadap hal-hal yang baru yang belum dia ketahui, dan menerima pendapat orang lain dengan berlapang dada terhadap hal-hal yang dia

(14)

lakukan 3. Menerima pendapat

lingkungan yang dia sukai, dan mencoba melakukan sesuatu hal yang dia ingin tahu (beternak ikan,

2. Tertarik belajar dari lingkungan yang dia sukai, dan mencoba melakukan sesuatu hal yang dia ingin tahu (beternak ikan, hidup sehat terjauh dari penyakit, bersih dengan gosok gigi, cuci gigi, cuci kaki dan tangan pakai sabun

2. Tidak jajan sembarangan

3. Ikut berperan aktif atau memprakarsai menjadi anak indonesia sehat

(15)

lingkungannya

4.2.

Berperilaku bersih

Berpakaian bersih, rapi, dan pantas untuk dipandang, belajar rapi, tempat tidur rapi, buku-buku rapi, dan tidak mencoret bangku dan tembok diberikan khusus oleh guru (petugas upacara, dan

4. Mengambil resiko jika tidak melaksanakan

tugasidu dan kelompok. 1. Mengerjakan tugas-tugas individu dengan tanggung jawab hingga diri sendiri (tidak mencontek

1. Senang mendapatkan tugas sekolah

(16)

amanah dan konsisten

dan tidak dibuatkan oleh orang lain), mau bertanya jika tidak mengerti dan mencoba menjawab dengan kemampuan sendiri,

berbicara dengan apa adanya sesuai dengan apa yang diketahuinya, bertindak Datang tepat waktu ke sekolah dan pulang tepat waktu tiba di rumah Menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas dan tepat waktu

Kreatif dalam memanfaatkan waktu luang

1. Bangun dan tidur tanpa disuruh orang tua

2. Malu jika terlambat masuk sekolah

Mentaati peraturan di jalan raya, mentaati peraturan di tempat umum

1. Makan dan minum dengan duduk

2. Patuh pada peraturan di jalan raya

(menyebrang di zebra cross, berjalan di atas trotoar, naik/turun bis

(17)

Beberapa nilai-nilai karakter yang tercermin dalam budaya sekolah dalam aktivitas sehari-hari dapat dilihat para beberapa aktivitas peserta didik di sekolah. Beberapa contoh nilai-nilai karakter tersebut dapat dilihat pada uraian sebagai berikut.

1. Beriman dan Bertaqwa

Beriman dan bertaqwa diwujudkan oleh peserta didik dalam: (a) menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya dengan bimbingan orang tua dan guru; (b) berdo’a menurut tuntunan agamanya; (c) malu bersikap tidak baik ; (d) menghargai dan memelihara; (e) merayakan dan memahami makna hari besar keagamaan.

Gambar 2.2 Peserta Didik Melakukan Kegiatan Keagamaan

Gambar 2 menunjukkan aktivitas penanaman perilaku/tatakrama yang sistimatis dalam pengamalan agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik (akhlakul karimah) serta disiplin dalam berbagai hal.

2.

Cinta Tanah Air

(18)

Gambar 2.3. Peserta didik Menghargai dan Menghormati Bendera Indonesia

3. Memiliki Wawasan Luas dan Terampil

Nilai karakter bangsa ketiga yaitu memiliki wawasan luas dan terampil dapat dilihat dari para peserta didik dalam (1) mempelajari pengetahuan berbagai mata pelajaran, (2) suka dan bersemangat melakukan percobaan, praktik-praktik terhadap pengetahuan yang dia inginkan, (3) rasa ingin tahu terhadap lingkungan dan hal baru, (4) rasa ingin tahu terhadap media komunikasi dan informasi. Salah satu contoh pengembangan dan pembinaan nilai karakter ini dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Gemar Membaca

Budaya Gemar membaca peserta didik dapat dibiasakan melalui kegiatan-kegiatan dalam mengisi waktu luang dengan membaca, rajin mengunjungi perspustakaan, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

4. Hidup Sehat, Bersih, dan Rapi

(19)

tempatnya, dan selalu membersihkan lingkungan rumah, kelas dan sekolah. Berperilaku dan berpenampilan rapi dapat ditunjukkan oleh perilaku peserta didik dengan berpakaian seragam sekolah dengan benar dan rapi, merapikan tempat belajar dan tempat tidur, penyampulan buku secara rapi, dan tidak mencoret bangku dan tembok sekolah. Contoh Nilai hidup sehat, bersih, dan rapi dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Dokter Kecil, Hidup Bersih, dan Rapi

Nilai dan budaya bersih dan sehat dapat dibiasakan melalui kegiatan-kegiatan berikut: membuang sampah pada tempatnya, memungut ketika melihat sampah, tidak mencorat coret tembok, gerakan cuci tangan sebelum & sesudah makan, gerakan rajin gosok gigi (minimal 2 kali sehari), menjaga kerapihan dalam berpakaian & penampilan (rambut, kuku), menjaga kerapihan kelas & sekolah, merapikan barang-barang setelah digunakan, mengembalikan buku di perpustakaan sesuai tempatnya, menciptakan & menjaga keindahan lingkungan sekolah, tidak menginjak rumput di taman, menciptakan gerakan cinta lingkungan (Green School), membawa tanaman (bunga) untuk penghijauan sekolah.

5. Tanggung Jawab, Tangguh, Jujur, Disiplin, dan Peduli

Nilai karakter kelima mencakup tanggung jawab, tangguh, jujur, disiplin, dan peduli dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Perilaku tanggung jawab dari peserta didik dapat dilihat dari perbuatan dalam menjalankan tugas tanpa diperintah, berupaya melakukan suatu pekerjaan hingga tuntas, amanah dan konsisten, menghargai waktu, mentaati peraturan di sekolah, di rumah, dan tempat-tempat umum dan peduli kepada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

(20)

tugas-tugas individu dengan tanggung jawab hingga selesai tanpa putus asa dan menyerah, tugas-tugas kelompok penuh semangat dan berjuang menyelesaikannya bersama teman.

Kejujuran peserta didik dapat dapat ditunjukkan dalam setiap ucapan dan tindakan, tidak mencontek saat ulangan, mengembalikan ketika menemukan sesuatu, menyampaikan sesuatu sesuai dengan yang sebenarnya. Menjunjung tinggi sportifitas dan intregritas yang tinggi dalam setiap aktivitas sehari-hari di sekolah, rumah, dan masyarakat.

Kedisiplinan peserta didik dapat ditunjukkan ketika dia sangat menghargai waktu, antara lain ketika bangun tidur, istirahat, belajar, dan bermain tepat waktu, datang tepat waktu ke sekolah dan pulang tepat waktu tiba di rumah, menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas dan tepat waktu, dan kreatif dalam memanfaatkan waktu luang. Disiplin juga dapat ditunjukkan oleh peserta didik dalam mentaati peraturan di sekolah, di rumah, dan tempat-tempat umum, antara lain menghormati dan melaksanakan tata tertib yang ada di sekolah dan mentaati peraturan di jalan raya.

Peduli dapat ditunjukkan oleh peserta didik kepada (1) diri sendiri, orang lain, dan lingkungan,mempedulikan kebersihan, kesehatan, kerapihan diri sendiri (lihat keterangan terkait dengan kemandirian); (2) menghargai pendapat orang lain dengan cara ramah, santun, dan mengeluarkan kata-kata positif yang membuat orang lain nyaman; dan (3) menjaga dan memelihara lingkungan sekitar terkait dengan kebersihan, kerapihan, dan keindahan di lingkungan sekolah dan masyarakat. Contoh nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada perilaku peserta didik sebagaimana tampak pada gambar 2.6.

(21)

Peserta Didik jujur

Peserta Didik Disiplin Peserta Didik Peduli

Gambar 2.6 Nilai-nilai Karakter dalam Budaya Sekolah

Pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan dan pembinaan budaya sekolah minimal mengembangkan lima (5) nilai-nilai karakter yang dimiliki nantinya oleh para tunas-tunas bangsa pada jenjang SD. Nilai-nilai karakter yang ada sangat dimungkinkan lebih dari lima, sehingga kepala sekolah dapat melakukan pengembangan dan pembinaan secara berkesinambungan. Misalnya yang masih perlu dikembangkan berkaitan dengan: (1) sopan santun (bertindak dan berbicara dengan sopan, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menghargai satu sama lain), (2) kerja sama (kerja sama dalam tim atau kelompok), menghargai pendapat, usaha dan hasil karya orang lain, siap menerima kritik dan masukan dari orang lain, berani menyampaikan pendapat; (3) kemandirian; dan (4) hidup hemat.

4. Prinsip dan Azas Pengembangan dan Pembinaan Budaya Sekolah

1) Prinsip

Dalam Panduan Pembinaan Pendidikan Karakter melalui Pengembangan Budaya Sekolah di SD ada beberapa prinsip pengembangan budaya sekolah dasar. Pertama,

(22)

sosialisasi, pelaksanaan pengembangan dan evaluasi, secara bersiklus. Siklus tersebut dilalui sekolah dalam upaya pengembangan dan pembinaan budaya sekolah agar tercipta implementasi budaya sekolah secara benar dan terinternalisasi.

Kedua, terpadu. Pengembangan dan pembinaan budaya sekolah dilakukan secara terintegrasi dengan seluruh aktifitas sekolah. Semua manajemen sekolah yang terdiri atas manajemen kurikulum dan pembelajaran, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, hubungan sekolah dan masyarakat, pembiayaan; semuanya dirancang dan diarahkan agar kondusif bagi penyemaian dan pengembangan karakter peserta didik.

Ketiga, konsistensi. Seluruh aktifitas pendidik dan tenaga kependidikan konsisten dalam pengembangan dan pembinaan budaya sekolah. Semua warga sekolah harus mengimplementasikan nilai-nilai positif dalam ucapan, sikap dan perilaku. Misalnya sikap jujur, adil, terbuka, menghargai perbedaan pendapat, sopan santun, gemar membaca, gemar menulis, bersikap ilmiah, rendah hati, empati, disiplin, dan hemat.

Keempat, implementatif. Nilai budaya sekolah tidak hanya dipajang melalui poster, pemberian ceramah atau pengarahan, pemberian penjelasan lewat berbagai mata pelajaran, namun harus diimplementasikan berupa ucapan, sikap, dan perilaku seluruh warga sekolah. Hal bisa dilakukan melalui keteladanan dan pemberian lingkungan yang kondusif terhadap penciptaan budaya positif di sekolah.

Kelima, menyenangkan. Suasana yang menyenangkan adalah bebas dari rasa takut, tertekan dan terpaksa. Dengan suasana yang menyenangkan mereka menerapkan budaya dalam perilaku sehari-hari dengan penuh rasa tangung jawab dan dengan kesadarannya sendiri. Prinsip menyenangkan dapat diterapkan pada saat jam istirahat, dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan di kelas yang diciptakan guru.

Pandangan lain menyebutkan bahwa upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip sebagai berikut: (1) berfokus pada visi, misi dan tujuan sekolah; (2) penciptaan komunikasi formal dan informal; (3) inovatif dan bersedia mengambil resiko: (4) memiliki strategi yang jelas; (5) berorientasi kinerja; (6) sistem evaluasi yang jelas; (7) memiliki komitmen yang kuat; (8) keputusan berdasarkan konsensus; (9) sistem imbalan yang jelas; dan (10) evaluasi diri (Depdiknas, 2007).

Pertama, berfokus pada visi, misi dan tujuan sekolah. Pengembangan dan pembinaan budaya sekolah wajib sejalan dengan visi, misi dan tujuan. Ketiganya menjadi pijakan dalam mengarahkan pembinaan dan pengembangan budaya sekolah.

(23)

dan akurat. Penyampaian pesan sangat dibutuhkan dalam membangun budaya sekolah secara efektif dan efisien.

Ketiga, inovatif dan bersedia mengambil resiko. Budaya organisasi haruslah inovatif dan pihak-pihak yang terkait harus ambil bagian dalam mengambil resiko. Setiap terjadi perubahan mengakibatkan ada sesuatu yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah harus berani mengambil keputusan dan menanggung resikonya.

Keempat, memiliki strategi yang jelas. Budaya sekolah dalam pengembangannya memerlukan strategi yang sistemik dan sistematis. Sistemik menunjuk pada interelasi antara komponen-komponen yang ada dalam organisasi dan pelaksanaannya harus jelas. Sistematisnya menunjuk pada strategi yang runtut, rasional, dan dapat diterima warga sekolah.

Kelima, berorientasi kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu difokuskan pada orientasi kinerja sekolah melalui orang-orang yang ada di dalamnya. Apa yang dibangun dalam budaya sekolah perlu jelas indikatornya sehingga dapat diukur kinerja sekolah.

Keenam, sistem evaluasi yang jelas. Upaya pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan evaluasi secara berkelanjutan secara periodik. Sistem evaluasinya haruslah dapat dipahami dan dapat dioperasionalkan secara jelas sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya.

Ketujuh, memiliki komitmen yang kuat. Komitmen sangat dibutuhkan dalam membangun budaya sekolah. Setiap kepala sekolah beserta seluruh anggotanya (guru dan staf) harus menunjukkan keterikatannya yang kuat, kebanggaannya yang tinggi dalam budaya sekolah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sesuatu yang sukses perlu dilandasi komitmen yang tinggi dari stakeholders secara konsisten.

Kedelapan, keputusan berdasarkan konsensus. Kepala sekolah tidak dapat mengambil keputusan sendiri, tetapi harus melibatkan bawahan dalam partisipatif. Keputusan berdasarkan konsensus sehingga dalam pelaksanaanya pun mendapat dukungan secara penuh dari mereka.

Kesembilan, sistem imbalan yang jelas. Pengembangan budaya sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan yang baik. Sistem perlu merujuk pada setiap prestasi perlu diberi penghargaan yang sesuai dan tersistem dengan baik.

(24)

budaya sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya sekolah.

Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan pedoman ketika kepala sekolah mem bangun budaya sekolah. Prinsip-prinsip dapat diimplementasikan secara bertahap mulai dari yang paling mudah dilaksanakan, dikuasai, dan disepakati bersama secara demokratis.

2) Azas-azas

Pengembangan dan pembinaan budaya sekolah perlu berpegang pada beberapa azas sebagai berikut: (1) kerja sama tim; (2) berkemampuan; (3) berkeinginan; (4)

kegembiraan; (5) hormat; (6) jujur; (7) disiplin; (8) empati; (9) pengetahuan dan kesopanan (Depdiknas, 2007).

Kerja sama tim (team work). Kerja sama tim dalam membangun budaya sekolah sangat diperlukan. Setiap individu tak dapat berdiri sendiri tetapi harus berkelompok secara tim untuk dapat melaksanakannya. Masing-masing tim juga harus mampu bekerja sama dengan tim lainnya secara sinergis. Selain hasil kerjanya akan semakin baik tetapi juga dapat memudahkan budaya sekolah yang diidam-idamkan menjadi tepat tercapai.

Berkemampuan. Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.

Berkeinginan. Keinginan merujuk pada kemauan menjalankan tugas dan tanggung jawab dari sivitas akademika sekolah dalam membangun budaya sekolah, termasuk nilai-nilai karakter yang ada di dalamnya. Melalui keinginan yang kuat maka budaya sekolah yang kuat akan terbentuk, sehingga budaya mutu pendidikan juga akan terbentuk.

(25)

Jujur (honesty). Pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan secara jujur, berasal dari kata hati yang paling mendalam, sehingga apa yang terjadi bukan kamuflase. Kepala sekolah dan seluruh jajarannya harus selalu jujur dalam setiap aktivitas, antara pikiran dan tindakan tidak dibuat-buat, sehingga apa ditunjukkan dari pribadi yang penuh kejujuran.

Disiplin (discipline). Pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan dengan diisiplin. Disiplin menjadi kunci keberhasilan berbagai upaya, termasuk dalam pengembangan budaya di sekolah. Keberlakuannya tentu untuk semua warga sekolah secara konsisten.

Empati (empathy). Empati menunjuk pada kemampuan seseorang dalam menempatkan diri dan merasakan apa yang dirasakan oleh pihak lain, tetapi tidak larut di dalamnya. Empati anggota sekolah menumbuhkan budaya sekolah lebih baik sehingga satu sama lain saling memahami.

Pengetahuan dan Kesopanan. Pengetahuan dan kesopanan perlu digunakan dalam setiap pengembangan budaya sekolah oleh para anggotanya. Azas ini menuntut warga sekolah yakin dan terhormat untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan para peserta didik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. .

3) Implikasi Budaya Sekolah

Budaya sekolah merupakan sesuatu yang dipahami dan diyakini oleh pikiran dan hati sehingga dapat dijadikan pedoman seseorang ketika berperilaku (individu/kelompok) dalam satuan pendidikan pada khususnya dan lingkungan sekolah pada umumnya. Budaya sekolah yang diharapkan dalam konteks ini lebih merujuk pada “suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama di antara seluruh unsur dan personil sekolah, jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah” sebagaimana ditegaskan oleh Direktorat Tendik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas (2007:1).

(26)

Melalui pembelajaran PAKEM anak belajar bekerjasama yang baik dengan anak lainnya. Mereka belajar berani mengungkapkan pendapatnya dengan cara yang sopan dan santun. Mereka toleran menerima pendapat orang lainnya. Keterbukaan dalam perencanaan dan keuangan sekolah akan mendorong seseorang untuk berperilaku jujur. Dan semua pihak bekerja sama untuk membuat lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan ramah anak.

Sesuai dengan kebijakan pemerintah, budaya sekolah minimal berimplikasi pada pada lima hal, yaitu aspek religius, bersih dan sehat, disiplin, bersih dan sehat, dan baca. Apabila setiap sekolah dalam aktivitas telah fokus kepada hal tersebut, diharapkan nantinya (1) pihak sekolah, termasuk peserta didik, menjadi religius; (2) memiliki budaya bersih dan sehat; (3) berdisiplin; (4) lingkungan sekolah menjadi bersih dan sehat; dan (5) memiliki budaya baca menjadi terus berkembang.

Aspek-aspek tersebut dapat dilihat antara lain pada berbagai aktivitas nyata atau perilaku anggota atau warga sekolah sebagaimana contoh-contoh sebagai berikut:

a. Religius

Berperilaku religius (Gambar 2.7) hendaknya tidak ditunjukkan hanya yang bersifat hubungan manusia dengan Tuhan, seperti berdo’a dan beribadat, melainkan juga hubungan manusia dengan manusia lainnya, seperti tidak mengambil/mengganggu milik orang lain, budaya antri, dan menghargai pendapat orang lain.; serta hubungan manusia dengan alam/lingkungannya, seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak merusak pohon, dan tidak mencorat-coret tembok. Perilaku religius, sebagaimana perilaku di bidang lain, akan berkembang melalui keteladan, pembiasaan, dan pembimbingan (di saat tidak berbuat hal yang diinginkan). Guru, kepala sekolah, dan orang dewasa lain hendaknya memberikan teladan kepada peserta didik. Misal, bila warga sekolah menginginkan peserta didik berdisiplin, maka sekolah harus memberikan teladan/contoh tentang disiplin tersebut.

(27)

b. Bersih dan Sehat

Hidup bersih dan sehat dapat (Gambar 2.8) dibiasakan melalui kegiatan-kegiatan antara lain: memilah dan menempatkan sampah pada tempatnya, memungut sampah ketika melihatnya, tidak mencorat coret tembok, gerakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan, gerakan rajin gosok gigi (minimal 2 kali sehari), menjaga kerapihan dalam berpakaian dan penampilan (rambut, kuku), menjaga kerapihan kelas dan sekolah, merapikan barang-barang setelah digunakan, mengembalikan buku di perpustakaan sesuai tempatnya, menciptakan dan menjaga keindahan lingkungan sekolah, tidak menginjak rumput di taman, menciptakan gerakan cinta lingkungan, membawa tanaman (bunga) untuk penghijauan sekolah.

c. Sopan dan Santun

Gambar 2.8. Anak Belajar Kebiasaan Sehat

(28)

Pengembangan sopan dan santun terpadu (Gambar 2.9) dalam kegiatan sekolah. Dengan adanya pembelajaran PAKEM dan manajemen sekolah yang partisipatif dan terbuka, terjadi lebih banyak interaksi antara peserta didik dan peserta didik, dan peserta

didik dan guru. Melalui kerja kooperatif dalam

kelompok peserta didik belajar mendengarkan dan

menghormati pendapat peserta didik lainnya, serta mengungkapkan pendapatnya sendiri dengan kata dan sikap yang tidak menyinggung perasaan pendengarnya. Hal yang sama terjadi dalam interaksi antara peserta didik dan guru dan orang dewasa lainnya di lingkungan sekolah. Masing-masing harus bisa mengungkapkan pemikiran dan pendapat dengan memperhatikan perasaan pendengarnya.

d. Disiplin

Selama ini, sekolah menerapkan disiplin berdasarkan hukum. Dengan adanya program MBS akan dibangun kesadaran untuk disiplin diri yang tidak berdasarkan hukum. Pengembangan displin peserta didik sangat terkait dengan penanaman sopan-santun. Dengan adanya lebih banyak kegiatan interaktif di sekolah, kegiatan tersebut hanya dapat dijalankan dengan baik kalau pesertanya menunjukkan sikap yang berdisiplin. Selain bersopan-santun peserta didik dibiasakan dalam kegiatan partisipatif seperti melakukan percobaan untuk membagai tugas dan menunggu gilirannya. Pengembangan disiplin diri dikembangkan melalui semua kegiatan sekolah baik kurikuler maupun ekstra-kurikuler, akdemik maupun non-akademik seperti olah raga (Gambar 2.10).

Gambar 2.9. Sopan dan Santun

(29)

e.

Budaya Baca

Salah satu tujuan program MBS adalah untuk meningkatkan minat baca peserta didik atau dengan kata lain mengembangkan budaya baca (Gambar 10). Untuk mencapai tujuan ini beberapa hal dilakukan di sekolah: (1) perpustakaan sekolah dikelola untuk menciptakan suasana yang mendorong anak untuk membaca, (2) sudut baca dibuat di ruang kelas supaya buku mudah dijangkau, (3) jumlah buku ditambah baik dari sumbangan peserta didik dan masyarakat, maupun dibeli dengan dana BOS, (4) jam membaca diterapkan di kelas ataupun sekaligus di seluruh sekolah supaya anak terbiasa membaca, (5) mengungkapkan hasil bacaannya dalam bentuk lisan atau tulisan, (6) ada beberapa sekolah menyebut dengan ‘Iqra time’ dan ‘membaca senyap’ dengan tujuan yang sama, yaitu menggalakkan budaya baca (Gambar

2.10).

Gambar 2.10. Perpustakaan dan Sudut Baca

Sudut baca atau perpustakaan kelas dibentuk untuk mendorong minat baca siswa. Buku dipajangkan supaya judul mudah dibaca, dan anak diberi waktu membacanya melalui ‘jam membaca.’

Gambar 2.9. Belajar Berdisiplin

(30)

‘DROP EVERYTHING AND READ!’

(BEST PRACTICE)

SD Ngepung, Probolinggo merupakan salah satu sekolah yang telah berhasil meningkatkan kegemaran membaca pada anak-anak. Salah satu kiat yang dilakukan oleh sekolah ini adalah menerapkan pembiasaan ‘baca senyap’. Di SD Ngepung lebih dikenal dengan sebutan DEAR (Drop Everything And Read). Baca senyap dilakukan setiap hari Selasa sampai dengan hari Sabtu, sebelum pelajaran dimulai, yaitu dimulai jam 06.15 – 06.30. Seluruh warga sekolah (kepala sekolah, guru, peserta didik, dan staf sekolah) wajib membaca senyap. Tidak ada aktivitas lain, selain membaca. Buku atau bahan yang dibaca diserahkan kepada masing-masing warga sekolah.

Peningkatan aktivitas dan produktivitas peserta didik, mereka diminta menuangkan kembali berupa ringkasan atau hasil karya peserta didik. Setelah 1-2 minggu hasil karya peserta didik tersebut dikonteskan secara terbuka. Hasil karya terbaik akan diumumkan pada waktu upacara bendera hari Senin. Selain karya terbaik dibacakan oleh Pembina Upacara, mereka diberi hadiah, seperti pensil, penghapus, dan pulpen, dengan harga tidak lebih dari Rp1.000. Pembiasaan ‘baca senyap’ yang dilakukan secara terus-menerus seperti ini sangat berdampak terhadap minat baca anak dan menambah wawasan.

(31)

5. Strategi Pengembangan dan Pembinaan Budaya Sekolah

1) Strategi Pengembangan dan Pembinaan

Budaya sekolah perlu kuat dan eksis keberadaannya di sekolah. Budaya sekolah tidak datang dan timbul dengan sendirinya. Ia perlu dibangun oleh pemimpin sekolah secara konsisten dan sistematis untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Stakeholders utama (peserta didik, guru, kepala sekolah, staff, dan orang tua) harus bekerjasama dalam menciptakan budaya sekolah secara sinergis, sehingga memungkinkan kualitas pembelajaran di satuan pendidikan berjalan dengan baik. Prestasi hasil belajar para peserta didik sebagai keluarannya akan mencapai tingkat optimal, prestasi sekolah mencapai harapan, dan menjadikan masyarakat puas atas hasil-hasil yang dicapai peserta didik dan sekolah.

Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah beserta stakeholders lainnya dalam membangun budaya sekolah agar tetap eksis adalah dengan memfokuskan pada dimensi-dimensi budaya yang berkaitan dengan religiusitas, kerjasama (team work), kepemimpinan (Kusumah, 2011).

Salah satu Pilar MBS, yakni budaya sekolah merupakan pengikat tiga pilar lainnya sehingga desentralisasi pendidikan pada satuan pendidikan dapat berjalan dengan optimal. Hal ini tentu sangat relevan dengan saran Sergiovanni (2005) yang menyatakan bahwa para pengambil kebijakan, para pengawas, dan para kepala sekolah agar dapat membangun sekolah yang baik dengan pendekatan budaya sekolah. Alasan utamanya, budaya sekolah menitikberatkan pada faktor manusia, menekankan pentingnya peran nilai dan keyakinan dalam diri manusia, dan membentuk sikap dan perilaku dalam lingkungan organisasi pendidikan.

Strategi pengembangan budaya sekolah dapat melalui tiga tahapan, yaitu: pra institusionalisasi, semi institusionalisasi, dan full institusionalisasi. Sekolah dapat melakukan inovasi-inovasi kegiatan budaya sekolah dan terinventarisasikannya budaya sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai lokal, nasional, dan internasional. Semuanya itu telah menyatu ke dalam kegiatan akademik dan kegiatan kesiswaan melalui kegiatan yang bersifat intrakurikuler dan ekstrakurikuler sehingga nantinya sekolah menjadi berkualitas.

2) Pengalaman Terbaik dalam Pengembangan dan Pembinaan Budaya Sekolah

(32)

practices tersebut strateginya diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan dalam membangun budaya sekolah, yaitu: (1) saat peserta didik datang, (2) saat peserta didik dalam masa pembelajaran di sekolah, (3) saat peserta didik pulang, (4) saat peserta didik beristirahat, dan (5) saat peserta didik melakukan kegiatan ekstra kurikuler sehari-hari.

a. Saat Kedatangan Peserta didik di Pagi/Siang Hari)

Diajarkan untuk bersalaman, bertegur sapa, senyum, salam, santun dan simpatik, sehingga peserta didik merasa mendapat sentuhan yang nyaman dan merasa diperhatikan, terutama saat penyambutan kedatangan tunas bangsa di sekolah (Gambar 12). Kegiatan awal ini diharapkan dapat menanamkan nilai taqwa bagi peserta didik, sopan santun, nilai kedisiplinan sehingga peserta didik merasa malu apabila datang terlambat.

b. Saat belajar di Sekolah

Biasakan dimulai dengan membaca do’a dan menghafal surat-surat pendek sesuai dengan tingkatan kelas. Disampaikan pesan moral melalui cerita singkat, rencana kegiatan pada hari itu, di beberapa sekolah kegiatan seperti ini dikenal dengan sebutan ‘morning meeting’ atau ‘briefing pagi’.

Pembelajaran dilaksanakan dalam suasana nyaman dengan menggunakan beberapa metode sehingga tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Para peserta didik merasa betah, tekun, antusias dalam melaksanakan seluruh kegiatan baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini

Gambar 2.12. Penyambutan Peserta Didik oleh Pimpinan Sekolah dan Staf

(33)

memungkinkan peserta didik dapat menerima dan menguasai materi pelajaran dengan maksimal. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menanamkan nilai taqwa, disiplin, tekun, tertib, dan tanggung jawab.

c. Saat istirahat

Usahakan bisa tercipta kebersamaan, kekeluargaan seperti melalui kegiatan makan bersama. Para peserta didik biasanya membawa makanan dari rumah masing-masing, dan saling memberi satu sama lain. Guru mendampingi dan memberi bimbingan tata cara makan yang baik, menyampaikan bahwa makanan rumah lebih terjamin kebersihannya, kandungan gizinya dibanding dengan makanan jajanan di pinggir jalan. Para peserta didik dibiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, berdo’a sebelum dan sesudah makan, tidak berbicara saat sedang makan. Merapikan kembali peralatan makan, membersihkan sampah yang ada di sekitar tempat makan.

Gambar 2.13. Makan Bersama di Sekolah (Ratusan Siswa SD Purworejo Makan Ikan Bersama)

Untuk mengisi waktu sebelum masuk kelas kembali para peserta didik bermain atau membaca buku baik di kelas atau di perpustakaan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menanamkan nilai taqwa, bersih dan sehat, kebersamaan dan kekeluargaan, tertib,disiplin, tanggung jawab, dan gemar membaca.

d. Saat pulang

(34)

Gambar 2.14. Kegiatan do`a Bersama

e. Saat ekstrakurikuler

Para peserta didik disarankan untuk memilih salah satu ekstra kurikuler (Gambar 2.15) sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Sehingga memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan keakraban dan kebersamaan sesama peserta didik, walaupun berbeda kelas.

Gambar 2.15. Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka

3) Upaya Menjaga Nilai-Nilai Karakter Budaya Sekolah Bertahan

Berbagai upaya perlu dilakukan oleh pihak sekolah agar budaya yang sudah dibangun tetap bertahan sehingga dapat menunjang keberhasilan pencapaian mutu pembelajaran pada khususnya dan pendidikan pada umumnya. Beberapa upaya yang berhasil yang berdasarkan pengalaman terbaik mencakup:

a. Sosialisasi dan edukasi

Agar budaya sekolah dapat tercapai dengan baik dan tidak menimbulkan masalah maka harus ada sosialisasi dan edukasi kepada seluruh stakeholders. Baik dari dalam sekolah (peserta didik, guru & warga sekolah, orang tua ) maupun dari

(35)

luar sekolah (masyarakat sekitar, para pengantar/penjemput peserta didik, supir, dll) perlu adanya sosialisasi & edukasi yang jelas tentang point-point apa saja yang menjadi budaya sekolah, kapan waktu pelaksanaannya serta aturan/sanksi yang akan diberlakukan.

Sosialisasi & edukasi dilakukan pihak sekolah dengan cara antara lain:

1) Pertemuan & diskusi dengan seluruh guru tentang tujuan,point-point budaya sekolah yang diinginkan, kendala/hambatan, waktu pelaksanaan, serta upaya dalam memaksimalkan budaya sekolah.

2) Adanya pertemuan dengan orang tua peserta didik dengan penjelasan/pemaparan dari kepala sekolah tentang tujuan, point-point, waktu pelaksanaan, serta bagaimana peran serta para orang tua demi terciptanya budaya sekolah yang diharapkan.

3) Sosialisasi dan penjelasan yang sama dan bagaimana peran serta mereka kepada warga sekolah lainnya seperti ; petugas kebersihan, satpam, supir antar jemput sekolah, petugas tata usaha/keuangan, karyawan sekolah, dll.

4) Sosialisasi dan penjelasan kepada para peserta didik tentang jenis budaya sekolah, aturan, waktu pelaksanaan, serta aturan/sanksi bagi yang tidak menjalankan budaya yang telah ditetapkan.

5) Pembuatan papan-papan pengumuman yang memuat point-point budaya sekolah yang ditempel di dalam & di luar sekolah mulai dari tempat parkir, ruang satpam, lapangan sekolah, didalam/luar kelas, perpustakaan, dll.

6) Slogan-slogan budaya sekolah yang ada di semua sudut sekolah seperti ; madding dan koridor.

b. Keteladanan

Agar budaya sekolah menjadi sikap/karakter bagi semua warga sekolah, maka peran yang sangat penting adalah contoh sikap/keteladanan dari dalam diri sekolah tersebut.

1) Kepala sekolah & wakil kepala sekolah sebagai motor & motivator bagi para guru, peserta didik dan warga sekolah lainnya harus mampu memberikan contoh sikap yang menunjukkan budaya sekolah.

(36)

3) Keteladanan juga harus ditunjukkan oleh para petugas kebersihan, karyawan sekolah, dan peserta didik senior.

c. Konsistensi

Agar menjadi sikap/karakter, budaya sekolah harus dilaksanakan dengan terus menerus. Untuk itu perlu adanya pelaksanaan secara konsisten dari pihak sekolah, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara ;

1) Monitoring berkala dari kepala sekolah kepada para guru & peserta didik di tiap kelas, serta kepada para petugas sekolah lainnya.

2) Monitoring setiap harinya dari guru di kelas kepada para peserta didiknya.

d. Kepemimpinan

Peran penting dalam suksesnya budaya sekolah adalah kepemimpinan yang diwujudkan dalam sikap budaya sekolah, antara lain ;

1) Kepemimpinan kepala sekolah/pimpinan sekolah bagi semua warga sekolah baik kepada peserta didik, guru, petugas sekolah dan pihak luar termasuk orang tua & masyarakat.

2) Kepemimpinan guru sebagai pendidik baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik dikelasnya & seluruh peserta didik di sekolah

3) Kepemimpinan peserta didik terhadap dirinya dan peserta didik lainnya. Hal ini dapat dilatih & dimotivasi dalam berbagai kegiatan peserta didik di kelas/di luar kelas.

e. Ketegasan

Ketegasan pihak sekolah sangatlah penting dalam mensukseskan sikap/karakter budaya sekolah.

1) Ketegasan aturan yang berlaku tanpa kecuali kepada siapapun yang ada di sekolah

2) Ketegasan sikap pimpinan sekolah tentang pelaksanaan sikap budaya sekolah kepada semua warga sekolah

3) Ketegasan sikap guru yang standar dalam pelaksanaan budaya sekolah, sehingga semua melaksanakan tugas yang sama kepada peserta didik.

4) Ketegasan sikap para petugas sekolah (petugas kebersihan, satpam, dll ) dalam menjalankan & mensukseskan sikap budaya sekolah kepada peserta didik & pihak luar.

5) Perlu adanya keseragaman sikap ketegasan yang dilakukan oleh semua pihak di sekolah.

(37)

Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) sangatlah penting dalam tercapainya budaya sekolah dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Reward diberikan kepada peserta didik yang melaksanakan sikap budaya

sekolah, diberikan oleh guru di kelasnya, jika peserta didik secara terus menerus mendapatkan reward maka dapat dijadikan contoh ( tauladan ) peserta didik lainnya.

2) Adanya pemilihan peserta didik yang paling disiplin, paling...., ( sesuai budaya sekolah ) setiap bulannya agar memotivasi peserta didik lainnya untuk

melaksanakan sikap budaya sekolah dengan semangat yang tinggi. 3) Reward harus berkala & kontinue

4) Perlu adanya instrument tentang point-point pelaksanaan sikap budaya sekolah sebagai acuan pemberian rewards

5) Punishment diberikan kepada peserta didik yang melanggar sikap budaya sekolah, diberikan oleh guru di kelasnya. Jika sering melakukan pelanggaran maka diberikan sanksi yang sifatnya mendidik seperti sebagai duta yang mengkampanyekan tentang pentingnya bersikap budaya sekolah.

6) Perlu adanya instrument tentang point-point pelanggaran sebagai acuan pemberian sanksi

g. Penegakan aturan

Dalam pelaksanaannya harus ada aturan yang tegas agar sikap & karakter budaya sekolah dapat terwujud. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain ;

1) Aturan harus dibuat bersama dengan melibatkan peserta didik, guru & pihak sekolah agar semua menjalankan aturan tidak dengan rasa terpaksa karena aturan bersama & dilaksanakan bersama

2) Peraturan ditempel di setiap ruang & di luar ruangan seperti koridor, sudut-sudut lapangan,dll.

3) Sanksi yang diberlakukan tidak hanya untuk peserta didik saja tetapi untuk semua warga sekolah yang melanggar tanpa kecuali

Budaya sekolah akan berjalan lebih baik dengan adanya peran serta dan dukungan dari komite sekolah, orang tua, dan masyarakat, antara lain:

1) Mendukung program penerapan budaya sekolah

2) Orang tua mengawasi dan memotivasi agar budaya sekolah terlaksana di rumah 3) Menciptakan lingkungan yang sejalan dengan budaya sekolah

h. Manfaat Pengembangan dan Pembinaan Budaya dan Lingkungan Sekolah

(38)

penelitian budaya sekolah yang dikaitkan dengan motivasi dan prestasi hasil belajar peserta didik, dan kepuasan dan produktivitas pendidik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya sekolah berkorelasi dengan peningkatan motivasi dan prestasi belajar peserta didik serta kepuasan kerja dan produktivitas guru (Stolp & Stuart, 1994). Penelitian lain menunjukkan dimensi budaya organisasi di sekolah (tantangan akademik, prestasi komparatif, dan penghargaan) terbukti berpengaruh terhadap prestasi, komunitas sekolah, dan persepsi tentang tujuan sekolah secara signifikan. Hasil lainnya menunjukkan bahwa dari survey terhadap 16.310 peserta didik kelas empat, enam, delapan dan sepuluh dari 820 sekolah umum di Illinois, terbukti mereka lebih termotivasi dalam belajarnya dengan melalui budaya organisasi di sekolah yang kuat (Fyans, Jr. & Maehr, 1990). Hasil penelitian Thacker & McInerney (1992) memperkuat adanya pengaruh budaya organisasi di sekolah terhadap prestasi peserta didik di sekolah dasar.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa budaya sekolah dengan berbagai dimensinya memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar dan prestasi hasil belajar peserta didik, kepuasan dan produktivitas pendidik, komunitas sekolah, dan persepsi tentang tujuan sekolah secara signifikan. Memperhatikan hasil tersebut, pimpinan sekolah beserta seluruh perlu membangun, menciptakan, mengondisikan agar budaya sekolah tetap eksis dalam jangka panjang, sehingga dapat berpengaruh secara positif terhadap pencapaian tujuan pendidikan di satuan pendidikan, terutama prestasi hasil belajar para peserta didiknya. Secara ringkas menunjukkan bahwa manfaat terciptanya budaya kualitas yang baik adalah: (1) suasana nyaman, (2) tercipta kebersamaan, (3) produktivitas tinggi, (4) meningkatkan motivasi, (5) meningkatan prestasi, dan (6) meningkatkan kepuasan pendidik.

Budaya sekolah tidaklah berhenti tetapi perlu ditumbuhkembangkan sesuai tuntutan organisasi (sekolah) dalam merespon lingkungannya. Apa yang sudah baik ( full-institutionalization) dapat dipertahankan, tetapi yang belum dapat dilakukan perubahan dan pengembangan. Jika mampu melaksanakan pengembangan budaya sekolah maka dapat diperoleh manfaat yang sangat besar. Manfaatnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu bagi satuan pendidikan, individu dan kelompok, dan masyarakat.

(39)

segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK (Depdiknas, 2007). Pengembangan BS bagi individu (pribadi) dan kelompok antara lain dapat berupa (1) peningkatan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi; dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri (Depdiknas, 2007). Ketiga, pengembangan budaya sekolah bagi individu masyarakat (orang tua, lingkungan sekolah, lembaga pendidikan dan non pendidikan).

B. Lingkungan Sekolah

1. Lingkup Pengembangan Lingkungan Sekolah

Pengembangan lingkungan sekolah ini mencakup: penataan lingkungan fisik sekolah dan pengembangan lingkungan psikologis-sosial-kultural sekolah.

1) Penataan Lingkungan Fisik Sekolah

Lingkungan fisik sekolah adalah seluruh aspek fisik yang ada di lingkungan sekolah. Lingkungan fisik sekolah meliputi: halaman sekolah, ruang kelas, dan peralatan belajar serta sarana dan prasarana lainnya.

a. Penataan Halaman Sekolah

Halaman sekolah yang kondusif bagi penciptaan budaya positif di sekolah adalah yang ramah peserta didik. Halaman sekolah yang ramah anak memiliki ciri-ciri:

a) Halaman sekolah yang aman bagi pesera didik. Halaman sekolah tidak berdebu dan terhindar dari binatang membayakan keselamatan peserta didik, antara lain ular, anjing, tikus, dan musang.

b) Halaman sekolah yang tertata rapi. Halaman sekolah harus tertata rapi. Pohon dan tanaman tumbuh subur dan terawatt dengan baik. Setiap barang di halaman sekolah ditempatkan dan ditata dengan baik sesuai fungsinya. Penempatan barang di halaman sekolah juga memperhatikan keartistikan.

(40)

d) Halaman sekolah yang teduh. Halaman sekolah yang teduh nyaman digunakan saat istirahat utamanya ketika hari panas; dan kelas menjadi sejuk dan segar sehingga pembelajaran lebih nyaman. Lingkungan yang teduh juga membuat hati teduh sehingga warga sekolah dapat mengontrol emosinya dan sabar.

b. Penataan Ruang Kelas

Ruang kelas harus ditata secara berkala yang bertujuan mengoptimalkan belajar peserta didik. Persyaratan ruang kelas antara lain: bersih, penerangan cukup, penempatan media belajar rapi, warna dinding sejuk, udara sejuk dan segar, dan kaya sumber belajar misalnya peta, globe, dan media belajar mandiri dan berkelompok.

c. Penataan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sekolah ditata dengan rapi, bersih, dan terawat. Karena tidak ada sarana dan prasarana yang sia-sia. Penataan sarana dan prasarana harus menunjang proses pembelajaran dan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif.

2) Pengembangan Lingkungan Psikologis-Sosial-Kultural Sekolah

Lingkungan psikologis-sosio-kultural sekolah mencakup berbagai aspek kehidupan psikologis-sosial dan kultural sekolah. Lingkungan ini meliputi harapan, ucapan, sikap dan perilaku semua orang dewasa di lingkungan sekolah, yang meliputi kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan komite sekolah serta orang tua.

2. Lingkungan Sekolah yang Kondusif

(41)

Sementara itu lingkungan sekolah merupakan tempat di mana proses pendidikan formal dilaksanakan. Lingkungan akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap orang-orang yang beraktivitas di dalamnya, semakin nyaman suatu lingkungan maka akan semakin betah dan kerasan orang-orang beraktivitas. Suwarni dkk (2011) menyatakan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan berbagai sifat, sikap, perasaan, pemikiran, dan unsur psikologis lainnya. Hal ini menegaskan begitu besarnya pengaruh lingkungan terhadap pembentukan pribadi dan keberhasilan pendidikan peserta didik.

Kenyamanan suatu lingkungan dipengaruhi oleh beberapa aspek, aspek-aspek yang dipandang dapat memberikan kenyaman pada suatu lingkungan di antaranya adalah aspek tata letak, estetika, tata aturan, dan atmosfer atau budaya yang berkembang di suatu organisasi. Tata letak berkenaan dengan penempatan dan konstruksi suatu bangunan yang ada di sekolah, semisal tata letak ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang kelas, lapangan upacara, lapangan olah raga, laboratorium, ruang organisasi peserta didik, WC Umum disusun dengan memperhatikan aspek kemudahan akses, dan mobilitas anak. Aspek estetika berkenaan dengan nilai-nilai keindahan yang terpancar dari bangunan dan komponen lain yang ada di suatu sekolah. Aspek estetika itu akan muncul dari pemilihan warna gedung, interior yang dipajang, penataan taman serta tumbuhannya, kebersihan lingkungan serta perawatan taman dan gedung yang simultan. Aspek yang berkenaan dengan tata aturan yaitu sejumlah aturan yang disepakati bersama oleh seluruh civitas sekolah. Aturan tersebut dimaksudkan sebagai alat untuk mengatur penegakan disiplin, proses interaksi di antara komponen sekolah dan stakeholders. Peraturan yang baik adalah peraturan yang mampu ditegakkan dan dijujung tinggi oleh seluruh civitas sekolah. Sehingga proses penegakan aturan tidak lagi dilakukan dengan pendekatan coerse melainkan sudah menjadi panggilan nurani seluruh komponen sekolah. Aspek yang terakhir adalah atmosfer atau budaya yang berkembang di sekolah. Seperti yang sudah dijelaskan pada bahasan sebelumnya bahwa budaya merupakan kebiasaan yang menjadi nilai kebenaran bersama dan disepaki oleh seluruh komponen organisasi sekolah. Sifatnya turun temurun dan dapat dikembangkan untuk penciptaan kondisi yang lebih baik. Suatu budaya akan tercipta dengan baik apabila komponen pimpinan tertinggi hingga stakeholder terendah (peserta didik) menerapkan prinsip silih asah (saling mengingatkan), silih asih (saling menyayangi) dan silih asuh (saling membantu).

(42)

Penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif membutuhkan prasyarat tertentu, yang secara khusus harus dikelola oleh manajemen sekolah beserta dengan stakeholder sekolah lainnya. Beberapa hal yang harus ada dalam penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif adalah:

1) Bangunan sekolah yang kokoh dan sehat

Bangunan sekolah merupakan sarana utama untuk proses pembelajaran, bangunan sebagai wahana untuk pelaksanaan kegiatan pendidikan perlu didesain sebaik mungkin dan dibangun sekokoh mungkin. Perencanaan pembangunan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan ruang dan gerak peserta didik serta kehandalan bahan yang digunakan. Usia bangunan sekolah harus bisa ditetapkan secara pasti agar tidak terjadi peristiwa sekolah roboh yang bisa memakan korban. Untuk itu, maka spesifikasi bahan bangunan dan kehandalan bahan harus diperhatikan agar kekuatan gedung sesuai dengan yang diperkirakan.

2) Lapangan bermain

Lapangan bermain merupakan sarana yang wajib ada di suatu lembaga pendidikan, mengingat subyek didik adalah anak-anak yang membutuhkan ruang gerak luas dalam rangka mengembangkan motorik dan psikomotor. Lapangan memiliki fungsi yang beragam, di antaranya sebagai tempat upacara bendera, lapangan olah raga, sarana bermain. Komposisi luas lapangan bermain di setiap sekolah adalah tiga meter persegi per peserta didik atau 500m untuk peserta didik maksimal 167 dan dari luas ruang bemin tersebut 20 m x 15 m digunakan sebagai lapangan olah raga (Lampiran Permendiknas No. 24 Tahun 2007).

3) Pepohonan rindang

(43)

4) Sistem sanitasi dan sumur resapan air

Sanitasi dan resapan air mulai menjadi permasalahan baru yang dihadapi kota-kota besar, akibat sistem sanitasi yang tidak tertata dengan baik disertai dengan rendahnya resapan air akibat begitu banyaknya bangunan mengakibatkan banjir. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah memperbaiki sistem sanitasi dan menciptakan sumur resapan di sekitar sekolah. Sumur resapan memiliki fungsi beragam, selain dapat menyerap air hujan, sumur dapat digunakan untuk menampung air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan MCK sekolah.

5) Tempat pembuangan sampah

Sampah pada dasarnya sumber kekayaan yang belum terkelola dengan baik, oleh sebagian masyarakat yang kreatif benda yang dianggap sampah bisa menjadi sumber mata pencaharian. Untuk mengoptimalkan sampah maka perlu disediakan tempat pembuangan sampah berdasarkan jenis sampah. Sampah, plastik, sampah kertas dan sampah organik perlu dipisahkan agar memudahkan pada saat proses pengolahan sampah. Sekolah sewajarnya menjadi pionir dalam pengelolaan sampah, sehingga anak yang sudah mahir mengelola sampah sekolah dapat mengaplikasikannya di lingkungan masyarakat.

6) Lingkungan sekitar sekolah yang mendukung

Lingkungan sekitar sekolah adalah keadaan bangunan dan fasilitas umum yang ada di sekitar sekolah. Untuk mendapatkan lingkungan yang baik maka pemilihan tempat untuk bangunan sekolah harus melalui pertimbangan yang komprehensip. Pemerintah juga diharapkan membantu menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dengan cara tidak memberikan izin pembangunan mall maupun pabrik di sekitar sekolah, mengatur arus lalu lintas di jalan sekitar sekolah.

(44)

a. Keimanan

Keimanan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Keimanan ini perlu dibina dan ditumbuhkembangkan sesuai keyakinan masing-masing. Dengan keimanan diharapkan setiap peserta didik dapat membina dirinya menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

b. Ketaqwaan

Ketaqwaan sebaiknya ditanamkan sejak dini kepada peserta didik masuk sekolah melalui berbagai kegiatan, karena pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh ketaqwaannya. Ketaqwaan merupakan cerminan dari nilai keimanan berupa perilaku yang terwujud dalam menjalankan perintah dan larangan agama.

c. Kejujuran

Dalam berbagai hal sikap dan tindakan jujur bertanggungjawab harus diwujudkan dan ditumbuhkembangkan sehingga menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun diri sendiri dan orang lain. Kejujuran dan perilaku tegas yang harus dilaksanakan.

d. Keteladanan

Keteladanan adalah memberikan contoh melalui perbuatan atau tindakan nyata, karena keteladanan jauh lebih penting dari pada memberikan pelajaran secara verbal. Kepala sekolah dapat memberi keteladanan kepada guru maupun pegawai dan selanjutnya guru kepada peserta didik, demikian pula kakak kelas kepada adik kelas.

e. Suasana Demokratis

Suasana sekolah haruslah suasana yang menunjukkan adanya kebebasan mengeluarkan pendapat dan menghargai perbedaan sesuai dengan sopan santun berdemokrasi. Adanya suasana demokrasi di lingkungan sekolah akan memberi pengaruh pada pengembangan budi pekerti saling menghargai dan saling memaafkan.

f. Kepedulian

Kepedulian terwujud dengan sikap empati dan saling menasehati, saling memberitahukan, saling mengingatkan, saling menyayangi dan saling melindungi sehingga setiap masalah dapat diatasi cepat dan mudah.

g. Keterbukaan

(45)

h. Kebersamaan

Kebersamaan ini diarahkan untuk mempererat hubungan silaturahmi antar warga sekolah sehingga terwujud suatu suasana persaudaraan dalam tata hubungan sekolah yang harmonis.

i. Keamanan

Keamanan merupakan modal pokok untuk menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan menyenangkan. Warga sekolah harus proaktif mengantisipasi dan mengatasi segala bentuk gangguan dari luar dan dalam lingkungan sekolah.

Keamanan menjadi tanggungjawab bersama seluruh warga sekolah.

j. Ketertiban

Dalam segala hal di sekolah ketertiban adalah suatu kondisi yang mencerminkan keharmonisan dan keteraturan dalam pergaulan antar warga sekolah.

Ketertiban tidaklah tercipta dengan sendirinya melainkan harus diupayakan oleh setiap warga sekolah.

k. Kebersihan

Suasana bersih, rapi dan menyegarkan secara berkelanjutan akan memberi kesan menyenangkan bagi warga sekolah. Kebersihan meliputi fisik dan psikis, jasmani dan batin.

l. Kesehatan

Kesehatan menyangkut aspek fisik dan psikis, dan ini harus diupayakan dan dibangun oleh seluruh warga sekolah.

m. Keindahan

Lingkungan sekolah, ruang kantor, ruang guru, ruang kelas, perpustakaan, halaman, kebun dan taman sekolah yang rapi dan indah terkesan menyenangkan dan seni. Keindahan sekolah harus diciptakan dan dijaga terus menerus oleh warga sekolah agar tidak sirna sehingga iklim sekolah selalu menjadi segar, tetap aktif dan menyenangkan .

n. Sopan santun

Sopan santun adalah sikap dan perilaku sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku di masyarakat dalam hubungannya dengan diri sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar

(46)

beserta nilai-nilai yang mengikutinya. Proses tersebut pada dasarnya akan terjadi tanpa mengenal waktu dan tempat, namun mengingat pembelajaran dilakukan secara terencana maka proses tersebut akan mengenal waktu dan tempat pelaksanaannya. Di dalam suatu proses pembelajaran akan dikenal adanya lingkungan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar. Keberadaan lingkungan dalam proses pembelajaran, tentu sangatlah penting, mustahil akan terjadi sebuah proses pembelajaran tanpa adanya lingkungan di sekitar proses pembelajaran tersebut. Pasya (2008) mengemukakan pentingnya lingkungan bagi proses pembelajaran adalah sebagai bukti bahwa di permukaan bumi terjadi interaksi baik manusia dengan manusia, manusia dengan alam, maupun alam dengan alam, adanya interaksi tersebut dapat dilihat hasilnya sebagai media pengajaran.

Belajar merupakan interaksi antara manusia dengan alam atau peristiwa alam yang terjadi. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa lingkungan merupakan sumber utama proses belajar. Interaksi antara manusia dan alam di sekitarnya yang selanjutnya menghasilkan ilmu pengetahuan.

Dalam proses pembelajaran yang terjadi dewasa ini kita sering terjebak pada pandangan bahwa yang dimaksud sumber belajar hanya sebatas kepada buku-buku, pendapat-pendapat ahli, atau hasil laboratorium. Pandangan tersebut memang tidak seratus persen salah namun telah mengenyampingkan keberadaan lingkungan yang pada dasarnya merupakan sumber dari segala sumber belajar. Semiawan (1989:96) mengemukakan sebenarnya kita sering melupakan sumber belajar di sekitar kita, baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Betapa pun kecil atau terpencil suatu sekolah sekurang-kurangnya memiliki empat jenis kekayaan yang sangat bermanfaat, yaitu:

1) Masyarakat desa atau kota di sekeliling sekolah 2) Lingkungan fisik di sekitar sekolah

3) Bahan sisa yang tidak terpakai dan barang bekas yang terbuang, yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, namun apabila kita olah dapat bermanfaat sebagai sumber dan alat bantu belajar mengajar.

4) Peristiwa alam dan peristiwa yang terjadi di masyarakat cukup menarik perhatian peserta didik, ada peristiwa yang tidak dapat dipastikan akan berulang kembali jangan lewatkan peristiwa itu tanpa ada catatan pada buku atau alam pikiran peserta didik.

(47)

yang akan memberikan pengetahuan serta pemahaman lebih komprehensif bagi peserta didik.

Proses belajar di lingkungan menyiratkan bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam kelas, melainkan bisa juga terjadi di luar kelas. Proses pembelajaran diluar kelas atau di alam sekitar pada dasarnya memberikan banyak keuntungan. Surakhmad (1982) mengemukakan paling tidak terdapat lima keuntungan belajar di luar kelas, yaitu:

1) Anak didik dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beraneka ragam dari jarak dekat

2) Anak didik dapat menghayati pengalaman-pengalaman baru dengan mencoba turut serta dalam suatu kegiatan

3) Anak didik dapat menjawab masalah-masalah atau pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba dan membuktikan secara langsung.

4) Anak didik dapat memperoleh informasi dengan cara mengadakan wawancara atau mendengarkan ceramah yang diberikan.

5) Anak didik dapat mempelajari sesuatu secara integral dan komprehenshif.

Lingkungan merupakan sumber utama proses belajar, proses pembelajaran yang dilakukan di lingkungan paling tidak akan melengkapi hal-hal yang tidak bisa terjelaskan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Pemanfaatkan lingkungan dengan seoptimal mungkin akan mampu meningkatkan kualitas proses pendidikan.

C. Manajemen Budaya dan Lingkungan Sekolah

Manajemen budaya dan lingkungan sekolah melalui beberapa tahap kegiatan yaitu: (1) perencanaan program, (2) sosialisasi program, (3) pelaksanaan program, dan (4) evaluasi program.

1. Perencanaan Program

Dalam perencanaan penyemaian budaya dan pengaturan lingkungan sekolah perlu dirumuskan terlebih dahulu target atau sasarannya. Kemudian menyusun program dan menentukan strategi mencapai tujuan/target. Profil budaya dan lingkungan sekolah yang diharapkan perlu dinyatakan dengan tegas. Program yang dibuat digolongkan menjadi dua (2) besar, yaitu program penataan lingkungan sekolah (utamanya fisik), dan program pengembangan lingkungan psikologis-sosial-kultural sekolah.

Gambar

Gambar 2.1 Proses Terciptanya Budaya Organisasi
Tabel 2.1. Nilai Karakter, Indikator, dan Deskripsi Lulusan SD dalam Budaya Sekolah
Gambar 2.2 Peserta Didik Melakukan Kegiatan Keagamaan
Gambar 2.4. Gemar Membaca
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan HUMAS dapat dilihat dari dua segi ,yaitu segi proses dan dari segi jenis kegiatan dan teknik.Dari segi proses ,Humas berbasis sekolah meliputi kegiatan

Kepala sekolah harus memiliki proyeksi ke depan tentang kebutuhan sarana dan prasarana dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Proyeksi tersebut memperhatikan kebutuhan

Pelatihan ini, dapat meningkatkan semangat peserta pelatihan untuk mengembangkan kemampuan dalam pembelajaran berbasis manajemen iklim budaya sekolah, terbukti

PPK berbasis budaya sekolah mengembangkan berbagai macam corak relasi, kegiatan dan interaksi antar individu lingkungan sekolah yang mengatasi sekat-sekat kelas yang

Tujuan penelitian ini meliputi: (1) Mengetahui manajemen laboratorium seni budaya dan film dalam mewujdukan sekolah berbasis budaya di SMA Negeri 2 Wates Kulon

Artinya dalam mengembangkan ketiga budaya sekolah itu kepala sekolah sudah merencanakan serangkaian kebijakan dan strategi sebelum melaksanakan kegiatan, telah

Pendidikan karakter harus di- laksanakan melalui tingkat konseptual, kelembagaan, operasional, dan pen- didikan desain, kelas berdasarkan Budaya Sekolah, dan

mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah (MBS) melalui penguatan budaya mutu sekolah; (2) meningkatkan kemampuan pengawas dan kepala sekolah dalam mengelola kurikulum