• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENUN ULOS SILALAHI SEBAGAI ATRIBUT BUDAYA DI KECAMATAN SILALAHISABUNGAN KABUPATEN DAIRI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TENUN ULOS SILALAHI SEBAGAI ATRIBUT BUDAYA DI KECAMATAN SILALAHISABUNGAN KABUPATEN DAIRI SKRIPSI"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

TENUN ULOS SILALAHI SEBAGAI ATRIBUT BUDAYA DI KECAMATAN SILALAHISABUNGAN KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh GelarSarjanaSosialdalamBidangAntropologiSosial

OLEH :

NOVIANA SIMBOLON NIM : 170905031

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

TENUN ULOS SILALAHI SEBAGAI ATRIBUT BUDAYA DI KECAMATAN SILAHISABUNGAN KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian dan pemaparan asli dari diri saya sendiri.

Bahwasanya di dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dan diacu dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan keadaan sehat dan sadar sepenuhnya. Apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Sumatera Utara.

Medan, Desember 2021 Penulis

Noviana Simbolon NIM : 170905031

(5)

ii ABSTRAK

Noviana Simbolon, 170905031 (2021). Judul Skripsi : Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya Di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.

Tulisan ini berjudul Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya Di Kecamatan Silahisabunngan Kabupaten Dairi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi, serta penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut buaya pada upacara adat di Kecamatan Silahisabungan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian etnografi.Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam, observasi partisipan dengan tinggal bersama masyarakat (live in), dokumentasi dan juga studi literatur. Data primer didapat langsung oleh penulis berasal dari wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari tulisan dan dokumen yang dibutuhkan dengan topik yang bersangkutan.

Hasil penelitian menunjukkan proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi ialah dimulai dari kegiatan Mangunggas (proses melungsi benang) – Manorha (proses menguntai benang kedalam humpalan) -Matibobok (proses membentuk motif) - Martonun (proses menguntai benang menjadi lembaran kain) - Manirat (proses pembuatan rumbai kain). Penenun di Desa Silalahi menggunaka alat tenun tradisional gedongan.

Jenis-jenis Kain Tenun Silalahi adalah : Ulos Gobar, Ulos Polang-polang, Ulos Sidos-dos, Ulos Jung-jung, Ulos Sangkur bonar, Ulos Simangkat-angkat, Ulos Ragi Siantar, Ulos Sitorop Gatip, Ulos Pangiring, Bintang Maratur, Ulos Suri-suri sanggar, Ulos Sigara topi, Ulos Hati Rongga, dan Ulos Gipul.

Kain Tenun Ulos Silalahi masih tetap digunakan pada acara adat yang ada di Desa Silalahi I. Kain Tenun Ulos Silalahi digunakan sebagai atribut budaya Masyarakat Batak yang berketurunan Marga Silalahi yang ada di Kecamatan Silahisabungan baik acara sukacita maupun dukacita. Keturunan Marga Silalahi adalah Marga Sihaloho, Situngkir, Rumah Sondi, Sidabutar, Sidabariba, Sidebang, Pintu Batu dan Tambunan.

Kata Kunci : Kain Tenun Ulos Silalahi, Keturunan Marga Silalahi, Atribut Budaya.

(6)

iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Terpujilah Allah Tri Tunggal, Sang Pemilik Kehidupan untuk setiap proses kehidupan yang dapat penulis rasakan. Puji dan syukur untuk perjalanan hidup penulis, karena masih dapat menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Pogram Studi Antropologi Sosial. Penulis juga bersyukur karena dapat mengerjakan, menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial. Penulis bersyukur untuk setiap kebaikan Tuhan yang senantiasa menuntun, menguatkan, memberi pengharapan dalam proses penyelesaian skripsi, karena di dalam DIA penulis mampu mengerjakan semuanya. Dan biarlah yang terbaik bagi kemulian-Nya yang dapat penulis berikan.

Penulis mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada orangtua penulis, Bapak Jadiaman Simbolon dan Ibu Roida Simamora, yang telah mendukung penulis dalam pendidikan hingga saat ini baik secara daya, dana, dan doa. Bapak dan Ibu yang telah menjadi orang tua terhebat yang selalu mengajarkan tanda kebesaran cinta dalam setiap cerita yang ada dengan cara-cara tidak biasa. Insan yang tak pernah lupa membawa anak-anaknya dalam setiap doa.

Penulis beryukur memiliki orangtua seperti mereka, tiada kata seindah doa yang mampu penulis berikan untuk harap umur yang panjang, melewati hari dengan sehat, hingga sukacita dimasa tua. Terimakasih sudah menjadi orangtuaku, aku sangat mengasihimu. Terimakasih juga untuk saudara penulis yang telah mendukung, Martha Simbolon, Endang Simbolon, Junjung Simbolon dan Betrick Simbolon. Biarlah kita menjadi anak yang mampu membawa garam dan terang bagi sesama, seperti pesan Bapak dan Ibu, dan keinginan Allah Bapa di sorga.

Penulis berterimakasih kepada dosen pembimbing yaitu Ibu Dra. Rytha Tambunan, M.Si yang telah membimbing selama proses penulisan ini berlangsung hingga selesai. Beliau memberikan teladan yang besar bagi diri penulis. Bagaimana beliau mengajar mahasiswa, mendidik mahasiswa, kerja kerasnya sebagai dosen dan tulusnya sebagai orang tua, yang selalu mengingatkan penulis dengan Ibu yang ada di rumah. Terimakasih karena telah membimbing penulis, merampungkan skripsi jelas bukanlah pekara yang mudah, namun karena beliau penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Terimakasih karena telah

(7)

iv

memberikan waktunya, memberikan masukan, saran dan kritik selama proses penulisan. Terimakasih untuk segala bimbingan yang sudah Ibu berikan kepada penulis, bersama Ibu saya mendapat banyak pelajaran. Kiranya Allah senantiasa menyertai dan memberikan sukacita yang berlimpah untuk Ibu dan keluarga.

Selamat juga karena sudah menjadi Sekretrasi Jurusan Program Studi Antropologi Sosial 2021-2026. Kiranya Ibu menjadi saluran berkat untuk sesame dan menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan.Selamat bertugas Bu. Sukacita yang besar dapat mengenal Ibu dan segala perjuangan Ibu.

Terimakasih dan selamat kepada Ketua Dapartemen Antropologi Sosial Bapak Dr. Irfan Simatupang, M. Si periode 2021-2026. Kiranya bapak dapat mengerjakan tugas yang diberikan dengan amanah dan selalu bersemangat membawa Antropologi Soisal, FISIP-USU lebih baik lagi. Terimakasih juga untuk diskusi hangat yang membahas lebih dalam tentang Budaya Batak.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ketua Dapartemen Antropologi Sosial Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Ant, serta Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku sekretaris jurusan periode 2016-2021 yang selalu memberikan arahan selama masa perkuliahan. Kiranya Dapartemen Antopologi Sosial semakin berkembang dan maju dan memberi pengaruh yang baik bagi bangsa. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Penasehat Akademik penulis, yakni Ibu Dra. Sabariah Bangun, M.Soc, Sc yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis selama perkulihan.

Terimakasih kepada seluruh Dosen Antropologi Sosial, yang memberikan banyak ilmu dan beragam pengalaman kepada penulis dari awal hingga akhir perkuliahan. Banyak cerita dari setiap dosen yang yang datang memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis. Diajar oleh mereka adalah pengalaman yang berharga. Terimakasih juga kepada Staff Dapartmen Antropologi Sosial, Kak Nur dan Kak Sri dan Bang Ilham yang selalu menolong setiap mahasiswa dengan riang hati. Semoga seluruh dosen dan staff Dapartemen Antropologi Sosial diberkati dan bersukacita dalam setiap rona masa.

Terimakasih juga kepada Dosen Penguji dalam ujian skripsi penulis, Bapak Drs. Agustrisno, MSP. Masukan yang Bapak berikan sungguh memberi banyak bantuan dalam kelengkapan isi tulisan ini.

(8)

v

Penulis juga berterimakasih kepada seluruh informan penulis di Desa Silalahi I, yang menerima penulis dengan tangan terbuka dan memberikan apa yang penulis butuhkan. Kepada Rosinta Sitangggang, Tiurma Simarmata, Op. Br.

Haloho, Op. Elpina br. Sagala yang banyak membantu. Untuk setiap waktu wawancara ditengah-tengah kesibukan yang ada, riang tangan dalam memberi setiap jamuan, dan cerita kisah hidup yang menyentuh. Tanpa kebaikan yang mereka berikan, penulis tidak dapat mengerjakan ini semua. Mereka adalah guru yang tak mampu ku raih ragam ilmu dan pengalamannya. Kiranya Allah yang membalas setiap kebaikan yang mereka berikan, sehat dan panjang umurnya dan berbahagia dalam hari-hari yang ada.

Penulis juga berterimakasih kepada setiap teman-teman yang telah mendukung penulis selama belajar di perantauan ini. Untuk setiap kisah perjuangan hidup tentang perjalanan iman, perjalanan menimbah ilmu dan perjalanan hidup bersosial. Kepada komponen pelayanan PD/PA Filipi yang menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk melayani penulis. Terimakasih juga untuk rekan pengurus koordinasi PD/PA Filipi 2018-2020, yang turut serta menjadikan pribadiku lebih baik lagi.

Terimakasih kepada Kelompok Kecil Solagratia; Kak Friska Tampubolon, Kak Sriyuni Simbolon, Kak Yuni Shara Tumanggor, dan Inggid Gurning, yang selalu mengajarkan untuk tetap saling mengasihi dalam setiap rona hidup yang ada. Terimakasih sudah mengajarkanku untuk selalu kuat, belajar bertahan dan berserah kepada Bapa di sorga serta kesempatan belajar firman dan bertekun dalam doa. Terimakasih kepada Kelompok Kecil Solafide; Suderis Malau, Josevin Tumanggor, Charles Simatupang dan juga Kelompok Kecil Filadelfia; Resika Simbolon, Reza Sinaga, Jenita Silalahi, untuk setiap pertemuan yang dapat kita lewati dalam belajar firman. Aku bersyukur akan kehadiran kalian, adek-adek KTB yang saling mengasihi tanpa syarat. Mengenal merekamemberikan pengertian untuk mengenal diriku sendiri. Kalian adalah orang-orang hebat yang yang sangat kukasihi. Teruslah bertumbuh mengenal Allah dik dan bergiatlah dalamNya.

Terimakasih juga untuk teman penulis, Irawanita Manik. Melewati waktu bersamamu mengejarkanku untuk senantiasa rendah hati dantekun belajar. Kepada

(9)

vi

Nidia Sitanggang yang menjadi teman seperjuangan saat di lapangan, terimakasih sudah berbagi masa-masa yang sukar dan suka. Terimakasih pula kepada teman- teman di Antropologi Sosial, terkhusus Angkatan 2017 yang telah melewati banyak cerita selama perkuliahan, kiranya kita semua menjadi orang-orang yang sukses dalam versi kita dan mampu memberi yang terbaik bagi bangsa.

Penulis juga bersyukur untuk setiap insan yang Tuhan libatkan di dalam pengerjaan skripsi ini. Untuk mereka, orang-orang yang memberi cerita dalam setiap kisah dalam linimasa yang ada. Rasanya sungguh luarbiasa dapat merasakan derita, susah, derungan air mata, hingga perihal cerita suka dan bahagia. Terimakasih untuk setiap mereka yang selalu hadir sebagai perpanjangan kasih Tuhan. Terimakasih untukmu mu, yang memberi warna dalam hidupku. Pun mengajarkanku berjalan dalam lembah kekelaman itu indah, melewati masa dalam jalan abu-abu pun tak apa, bila itu semua dilewati bersama Bapa di Sorga.

Masih banyak ucapan terimakasih yang tidak dapat penulis sampaikan keberbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan yang senantiasa menyertai dan melindungi kita semua dalam setiap perjalan hidup yang ada. Dan biarlah setiap pembaca senantisa meletakkan pengharapnnya kepada Sang Maha Kasih.

Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru : mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya: mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Alkitab TB ; Yesaya 40:29-31). Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Alkitab TB Filipi 4: 13).

Shalom dan damai sejaterah Allah bagi kita semua.

Medan, Desember 2021 Penulis

Noviana Simbolon NIM: 170905031

(10)

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Noviana Simbolon lahir pada 22 November 1999 di Desa Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Jadiaman Simbolon dan Ibu Roida Simamora. Beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak Toba. Saat ini penulis tinggal di Jl. Mesjid Syuhada, Gang Aman No.6 Kelurahan Beringin, Kecamatan Medan Selayang. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 030284 Sidikalang pada tahun 2011. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 3 Sidikalang pada tahun 2014. Menyelesaiakan pendidikan Sekolah Menengah atas di SMA N 2 Sidikalang pada tahun 2017. Setelah lulus SMA, penulis diterima menjadi Mahasiswa S1 jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian SBMPTN pada tahun 2017.

Kontak penulis yang dapat dihubungi : Simbolonnoviana@gmail.com (akun email) dan @noviana_sim (akun instagram).

Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa kegiatan di dalam maupun diluar kampus, antara lain :

PENDIDIKAN, PELATIHAN DAN SEMINAR

1. Sebagai peserta Seminar Beasiswa yang di selenggarakan UKMI FISIP USU, sebagai peserta tahun 2017

2. Sebagai peserta Kegiatan Pengenalan Komunitas Bagi Antropologi Pemula yang diadakan di Desa Pulau Gambar, Kecamatan Serba Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2017 sebagai antropolog pemula.

(11)

viii

3. Sebagai peserta Pelatihan Reguler Evanglelism Explosion International Indonesia Training EE Mahasiswa PD/PA Filipi, Januari 2018.

4. Mengikuti Kegiatan Penelitian Lapangan pada Mata Kuliha Metode Penelitian Antropologi I oleh Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si. di Dolat Rayat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada April 2018 5. Sebagai peserta Workshop GGArt “Literasi Media Sosial Untuk

Budaya Bersih”, Oktober 2018.

6. Sebagai peserta Workshop “Visual Antropologi/Film Etnografi”, diselenggarakan Laboratorium Antropologi FISIP-USU, Oktober 2018.

7. Mengikuti Seminar Nasional “Manusia dna Kebudayaan di Indonesia” yang di selenggarakan oleh Dapartemen Antropologi Sosial FISIP USU, Oktober 2018.

8. Mengikuti Retreat Pembinaan oleh Persekutuan Doa Kumpulan Mahasiswa Kampung Susuk, dengan Tema “Generation Of Arrows”

yang di selenggarakan di Gelora Kasih Sibolangit, Februari 2019.

9. Mengikuti Tarining Of Fasilitator (TOF) dalam mata kuliah Studi Pengembangan Masyarakat di Hotel Islami Aceh House, pada April 2019.

10. Menjadi peserta Kegiatan Fasilitasi Audensi Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan pada Oktober 2019.

11. Sebagai peserta pada kegiatan Lomba Menulis Artikel Ilmiah dengan Tema “Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara” yang dilaksanakan Universitas Udaya pada Tahun 2020.

12. Sebagai peserta Workshop “Meningkatkan Kompetensi Menulis Karya Ilmiah” oleh JKAI dibawa kampus Antropologi Udayana, Agustus 2020

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota aktif Organisasi Kedaerahan Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA) tahun 2017 hingga sekarang.

(12)

ix

2. Menjadi pengurus Panita Natal IMADA pada Tahun 2017 sebagai seksi acara.

3. Menjadi pengurus Panita Natal Dapartemen Antropologi Sosial pada Tahun 2018 sebagai seksi acara.

4. Menjadi wakil ketua acara Warkop Antro dengan tema “Hutan Adat dan Masyarakat Adat” tahun 2019.

5. Aktif di Persekutuan Mahasiswa PD/PA Filipi sejak 2017 hingga sekarang.

6. Pada Tahun 2018 sebagai anggota pengurus Komisi Kelompok Kecil / Komisi Pembinaan.

7. Pada Tahun 2019 menjadi Koordinator Komisi Kelompok Kecil/

Komisi Pembinana di PD/PA Filipi.

8. Menjadi Ketua Divisi Etnostudy pada Organisasi Masasiswa Dapartemen Antropologi (MASADEPANT) masa kepengurusan tahun 2020.

9. Menjadi Anggota Seksi Dana di Panitia Kamp Regional Mahasiswa Sumatera Utara oleh Perkantas Medan, tahun 2021-2021.

PENGALAMAN KERJA

1. Sebagai anggota Tim Subyek Penelitian Kualitatif dalam Tim Verifikasi Hutan Adat Pandumaan Sipituhuta, Kecamatan Pollung Kabupaten Humbanghasudutan, pada bagian akademisi oleh Direktorat Penanganan Konfllik Tenurial dan Hutan Adat Tahun 2021 2. Sebagai Enumerator dalam Penelitian Kualitatif Utuk Kegiatan

Penelitian Ethnic Digital Area Files pada Oktober-November 2020.

3. Sebagai Enumerator dalam penelitian kualitatif E-Tangkahan Sebagai Strategi Adaptasi Pada Masa Kebiasaan Baru Di Pesisir Pantai Dan Laut Sumatera Utara pada tahun 2021

4. Sebagai Enumerator Supervisior dalam penelitian Kajian Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh di Kota Medan oleh Badan Penelitian Dan Pengembangan Kota Medan pada tahun 2021

5. Sebagai Anggota Tim dalam Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Sumatera Utara di Desa Silalahi I, Kecamatan

(13)

x

Silahisabungan Kabupaten Dairi pada tahun 2021 dibawah bimbingan Ibu Dra. Rytha Tambunan, M.Si dan Dra. Mariana Makmur, Ma.

6. Sebagai Enumerator Supervisior dalam penelitian Tingkat Kepuasan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Medan, Binjai, dan Deli Serdang (MEBIDANG) pada tahun 2021.

7. Sebagai Surveyor dalam Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup PT.PP London Sumatera Indonesia, Tbk Tim Sosial Ekonomi Budaya, oleh Bawana Rekatama Consultant pada tahun 2021.

8. Sebagai Co-Fasilitator pada FGD Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif Model Intervensi Pengelolaan Sampah Plastik Dengan Prinsip 3R Pada Lintas Generasi oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat pada tahun 2021

(14)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah Tri Tunggal, karena kasih karunia-Nya lah penulis dapat mengemban pendidikan di Departemen Antropologi hingga proses pengerjan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada bidang Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya Di Kecamatan Silahisabungan. Skripsi ini berisikan tentang pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi, proses pembuatan, regenerasinyahingga penggunaannya pada upacara adat Masyarakat Batak di Silahisabungan yang menjadikannya sebagai atribut budaya. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan kepada informan yang menjadi sumber acuan data dalam penulisannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapakn adanya masukan berupa saran dan kritikan dari pembaca dalam penyempurnaan tulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan seluruh pembaca.

Terimakasih.

Medan, Desember 2021 Penulis

Noviana Simbolon NIM : 170905031

(15)

xii DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... vii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTRA ISI... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR SKEMA ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Tinjaun Pustaka ... 5

1.4.1 Kebudayaan ... 7

1.4.2 Identitas Budaya ... 10

1.4.3 Tekstil/Kain Tenun Tradisional Masyarakat Batak ... 12

1.4.4Sejarah Penggunaan Kain Tenun Ulos Masyarakat Batak ... 16

1.4.5 MasyarakatBatak Toba ... 18

1.4.6 Struktur Sosail Dalihan Na Tolu ... 20

1.5 Metode Penelitian ... 21

1.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 22

1. Studi Literatur... 23

2. Observasi ... 24

3. Wawancara ... 25

1.5.2 Lokasi Penelitian ... 26

1.5.3 Informan ... 26

1.5.4 Analisis Data ... 31

(16)

xiii

1.6 Pengalaman Penelitian ... 32

BAB II GAMBARAN UMUMKAMPUNG TENUN ULOS SILAHISABUNGAN 2.1 Gambaran Lokasi Kampung Tenun Silahisabungan... 38

2.2 Sejarah Marga Silahisabungan ... 40

2.3 Sejarah Kain Tenun Ulos Silalahi ... 43

2.4 Sistem Kekerabatan di Kecamatan Silahisabungan ... 45

2.5 Sarana dan Prasarana di Desa Silalahi I ... 46

2.5.1 Prasarana Pendidikan yang ada di Desa Silalahi I... 47

2.5.2 Prasarana Ibadah yang ada di Desa Silalahi I ... 48

2.5.3 Prasarana Kesehatan yang ada di Desa Silalahi I ... 49

2.5.4 Kondisi Demografi Desa Silalahi ... 50

2.5.5 Kondisi Sarana Transportasi... 53

2.6 Kegiatan Ekonomi ... 54

2.7 Kondisi Air Bersih ... 55

2.8 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Silalahi I... 55

BAB III DESKRIPSI KAIN TENUN ULOS SILALAHI 3.1 Penenun Kain Tenun Ulos Silalahi di Desa Silalahi I ... 52

3.2 Jenis-Jenis Kain Ulos yang Ditenun di Desa Silalahi I... 60

3.3Ciri Umum Kain Tenun Ulos Silalahi ... 61

3.4 Ciri Khas Kain Tenun Ulos Silalahi ... 62

3.5 Ulos Lain yang Ditenun Perempuan Desa Silalahi I ... 79

3.6 Alat-Alat Tenun ... 81

3.7 Proses Pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi... 85

3.8 Modal Pembuatan Tenun Silalahi ... 94

3.9 Pemasaran Kain Tenun ... 95

3.10 Kendala Yang Dihadapi Penenun ... 96

(17)

xiv

BAB IV KAIN TENUN ULOS SILALAHI SEBAGAI ATRIBUT BUDAYA DI KECAMATAN SILAHISABUNGAN

4.1 Kain Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya ... 99

4.2Struktur Sosial Dalihan Na ToluSebagai Pengikat Identitas Budaya di Desa Silalahi I ... 100

4.3Upacara Adat Batak Toba di Desa Silalahi I yang Menunjukkan Identitas Budaya ... 104

4.4Penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya ... 106

4.4.1 PenjelasanKhusus Pengunaan Kain Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya bagi Keturunan Marga Silahisabungan ... 104

4.4.2 Penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi dalam Upacara Adat Pernikahan ... 114

4.4.3 Penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi dalam Upacara Adat Kematian ... 115

4.4.4 Penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi dalam Pesta Tugu Raja Silahisabunngan ... 121

4.5Bertenun Kain Tenun Ulos Silalahi Menjadi Mata Pencarian Sekaligus Sarana Pelestarian Budaya di Desa Silalahi I ... 118

4.6 Peranan Pemerintah Dalam Pelestarian Kain Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya ... 122

4.7 Regenerasi Yang Di Lakukan Dalam Melestarikan Kain Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya ... 123

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 130

5.2 Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 133

LAMPIRAN ... 136

INTERVIEW GUIDE ... 138

GLOSARIUN ... 142

(18)

xv

DARTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Desa Silalahi I ... 39

Gambar 2.2 Relief 1281 yang ada di Tugu Raja Silahisabungan ... 42

Gambar 2.3Prasarana Pendidikan (SMA) ... 48

Gambar 2.4 Prasarana Ibadah (Gerja HKBP) ... 49

Gambar 2.5 Prasarana Kesehatan (Puskesmas) ... 50

Gambar 2.6Kondisi Jalan di Desa Silalahi I ... 53

Gambar 2.7Pasar tradisional Silahisabungan ... 54

Gambar 2.8Lahan Pertanian Bawang ... 56

Gambar 3.1 Perempuan Bertenun ... 60

Gamabr 3.2 Ulos Gobar ... 64

Gambar 3.3 Bagian Sisi Ulos Gobar Tenunan Pertama ... 65

Gambar 3.4 Bagian Tengah Ulos Gobar Tenunnan Kedua ... 66

Gambar 3.5 Ulos Polang-Polang... 68

Gambar 3.6 Ulos Sidos-dos ... 70

Gambar 3.7 Ulos Simangkat-angkat ... 73

Gambar 3.8 Ulos Ragi Siantar ... 74

Gambar 3.9Ulos Pangiring... 75

Gambar 3.10 Ulos Suri-Suri Sanggar ... 76

Gambar 3.11Ulos Sigara Topi ... 77

Gambar 3.12Ulos Sangkur Bonar ... 78

Gamabr 3.13Tapak Catur (Simalungun) ... 80

Gambar 3.14Uis Gara (Karo) ... 80

Gambar 3.15Tenun Alami ... 81

Gambar 3.16Alat Tenun Tradisonal (Gedongan) serta Penenun ... 82

Gambar 3.17 Proses Mangunggas... 86

Gambar 3.18Proses Manorha dengan alat Sorha ... 87

Gambar 3.19Hasil Sahumpal bonang yang di Sorha ... 87

Gambar 3.20 Panaitan ni sorha ... 88

Gambar 3.20Proses Matibobo ... 88

Gambar 3.21 Matibobo selesai dikerjakan... 89

(19)

xvi

Gambar 3.23 Penenun menenun Ulos Silalahi jenis Polang-Polang di teras

rumah... 90

Gambar 3.24Proses Manirat... 91

Gambar 3.25Sirat Ulos Simangkat-angkat ... 92

Gambar 4.1 Ulos Sebagai Atribut Budaya ... 100

Gambar 4.2Penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi ... 112

Gambar 4.3Ulos Gobar di acara Pernikahan... 114

Gambar 4.4Kain Tenun Ulos Silalahi di pakai Raja Turpuk di Pesta Tugu Makam Silahisabungan ... 117

Gambar 4.5Pesta Tugu Makam Raja Silahisabungan tahun 2019 ... 117

Gambar 4.6 ... 123

(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Informan ... 28

Tabel 2.1 Data Sarana dan Prasarana yang terdapat di Desa Silalahi I ... 46

Tabel 2.2 Jumlah Prasarana Kesehatan yang ada di Desa Sialahi I ... 49

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 51

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ... 52

Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 52

Tabel 2.7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Silalahi I ... 55

Tabel 2.8 Data Pengrajin Ulos di Desa Silalahi I ... 57

Tabel 3.1 Peralatan Menenun ... 83

Tabel 3.2 Modal, Harga Jual, Pendapatan Bersih dan Lama Bertenun ... 96

Tabel 4.1 Jenis Kain Tenun Ulos Silalahi beserta penggunaan dalam kegiatan adat istiadat ... 114

(21)

xviii

DAFTAR SKEMA

SKEMA 1 Tenun Ulos SIlalahi Sebagai Atribut Budaya Di Kecamatan Silahisabungan ... 6 SKEMA 2 Proses Pembuatan Kain Tenu Ulos Silalahi ... 93

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia kaya akan warisan budaya yang menjadi kebanggaan bangsa. Salah salah satu dari warisan budaya tersebut yakni keberagaman kain tenun tradisional. Tenunan tradisional memiliki keberagaman dan keunikannya sendiri.

Keragaman dan keunikan kain tenun tercermin dengan jelas pada unsur fungsi kain tenun. Setiap daerah memiliki ciri khas pada ragam hiasnya yang tperkait dengan fungsi sosial budaya daerah tersebut.

Melalui Kain tradisional tersebut dapat kita lihat kekayaan warisan budaya yang tidak saja terlihat dari teknik, aneka ragam corak serta jenis kain yang dibuat.Akan tetapi, dapat juga dikenal berbagai fungsi dan arti kain dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mencerminkan adat istiadat, kebudayaan, dan kebiasaan budaya yang bermuara pada jati diri masyarakat Indonesia. (Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai- nilai Budaya NTB, 1992 : 332).

Beberapa Kain dan tenunan tradisional seperti: Kain Ulos dari Sumatera Utara, Kain Limar dari Sumatera Selatan, Kain Batik dan Lurik dari Yogyakarta, Kain Gringsing dan Endek dari Bali, Kain Hinggi dari Sumba, Kain Sarung Ende dari Flores, Kain Buna dari Timor, Kain tenun Kisar dari Maluku, Kain Ulap Doyo dari Kalimantan Timur, dan Kain Sasirangan dari Sulawesi Selatan (Ensiklopedi,1990 : 243).

Di tengah era globalisasi, dengan gempuran teknologi yang dapat menggantikan segala sesuatu yang bisa di kerjakan dengan tangan, perlunya menyikapi kerajinan kain tenun dengan lebih bijak. Keterampilan menenun bisa diibaratkan seperti emas. Jangan sampai emas yang ada di tangan ini lebur oleh dasyatnya teknologi(Pesona Kain Indonesia, 2018 :8).

Pada dasarnya setiap budaya memiliki kekhasan atau ciri tersendiri. Dalam hal ini, ciri atau kekhasan tersebut bisa dijadikan sebagai atribut budaya yang menjadikannya sebuah indentitas. Seperti Bangsa Indonesia memiliki bendera kebangsaan yakni berwarna Merah – Putih yang dikenali menjadi sebuah identitas bangsa. Ketika adanya kegiatan mancanegara yang melibatkan Bangsa Indonesia,

(23)

2

setiap orang akan mengenali partisipan yang telibat dengan melihat warna bendera Merah-Putih yang melekat.

Keberagaman suku bangsa di Indonesia menghasilkan keberagaman atribut identitas. Masyarakat Batak yang berada di Pulau Sumatera Utara, Indonesia, memiliki atribut identitas. Salah satunya berupa Lembaran Kain Tenun Tradisional dengan beragam fungsi dan pemanfaatan.

Demikian jugalah halnya adanya identitas yang melekat pada diri sebuah masyarakat yang dapat dikenali dengan hanya melihat atribut yang sedang dipakiainya. Hal ini juga di Kabupaten Dairi, terdapat satu desa yakni Desa Silalahi I, Kecamatan Silalahisabungan yang merupakan salah satu sentra produksi KainTenun.

Masyarakatnya memproduksi tekstil/kerajinan tangan berbentuk Kain yang dikenal Kain Tenun Ulos Silalahi. Pada acara adat di Masyakat Batak, penggunaan Ulos adalah hal yang pokok bagi setiap orang-orang yang terlibat. Sehingga ketika salah satu partisipan/anggota kelompok menggunakan atribut yang berasal dari daerahnya maka semua orang yang berada di acara adat tersebut akan mengenali atribut yang dikenakannya.

Menenun merupakan salah satu kegiatan kaum perempuan di Desa Silalahi I dalam memenuhi kebutuhan baik sebagai pakaian yang digunakan sendiri maupun untuk keperluan acara upacara adat. Bertenun menjadi salah satu kegiatan warisan budaya yang tidak hanya berguna sebagai kegiatan komersil. Selain memperoleh keuntungan dari hasil upah menghasilkan lembar kain tenun mereka juga turut melestarikan atribut budaya setempat dengan menenun Kain Tenun Ulos Silalahi.

Kain tenun/tekstil tradisional yang kita ketahui dan pahami saat ini tidak langsung menjadi suatu benda pemberian yang dikaitkan dengan makna pada masa- masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam Kain Tenun Masyarakat Batak telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum akhirnya menjadi salah satu atribut adat Suku Batak seperti sekarang.

Berbeda dengan kain tenun/tekstil tradisional yang kita kenal, dahulu kain tenun digunakan sebagai selimut, alas tidur, penutup pintu rumah dan juga sebagai pakaian.

Kain tenun pada masa Nenek Moyang Suku Batak menggunakan kualitas kain yang jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik.

(24)

3

Kini Kain tenun memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan Masyarakat Batak. Kain tenun menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat Masyarakat Batak. Masyarakat Batak yang terdiri dari beberapa sub-etnik dan berada di tempat-tempat yang berbeda memiliki penamaan untuk Kain tenun budaya mereka. Dalam Suku Toba disebut Ulos, dalam suku Mandailing Angkola disebut Abit, dalam budaya Simalungun kain tenun mereka sebut Hiou, dalam budaya Karo kain tenun mereka sebut Uis, dan dalam budaya Pakpak-Dairi Kain tenun mereka sebut Oles.1

Penulis mendapati bahwa proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi tidak dilakukan oleh semua kalangan perempuan. Banyak perempuan yang berkerja sebagi penenun guna memenuhi kebutuhan hidup namun tidak secara otomatis membuat mereka memiliki kemampuan untuk menenun Kain Tenun Ulos Silalahi. Hal ini dikarenakan adanya alasa seperti aturan tersirat dalam menenun Kain Tenun Ulos Silalahi yang tidak mampu dipenuhi oleh semua para perempuan yang ada di Desa Silalahi. Alasan lain ialah lama waktu pengerjaannya tidak singkat karena memakan waktu yang cukup lama.

Kondisi Desa Silalahi yang dihuni oleh mayoritas penduduk bermarga Silalahi (secara geneoalogi : garis keturunan manusia dalam hubungan keluarga sedarah;) menjadikan banyaknya upacara adat mengharuskan mereka untuk menggunakan ulos sebagai atribut pelengkap acara adat. Dalam hal ini, Kain Tenun Ulos Silalahi seperti sebuah sarana yang harus digunakan dalam upacara adat terkhusus bagi tetua adat. Disinilah kita akan melihat Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut budaya setempat.

Kain Tenun Ulos Silalahi perlu digunakan dalam acara upacara adat setempat guna menjaga warisan atribut budaya. Namun pihak-pihak yang memproduksinya hanya orang tua yang sudah tidak muda lagi. Perlunya mewariskan pengetahuan tentang proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi kepada generasi yang lebih muda demi menjaga identitas Silalahisabungan. Selain itu, diperlukan juga bagaimana Kain

1 Dikutip dari Buku ‘The Batak : People of the Island of Sumatra” oleh Achim Sibeth (1991), halaman 192.

(25)

4

Tenun Ulos Silalahi dapat menjadi atribut budaya yang menjadikannya identitas ketuturan Marga Silalahi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang yang sudah penulis sampaikan, terdapat ketertarikan sendiri bagi penulis untuk meneliti tentang KainTenun Ulos Silalahi di Desa Silalahi I. Penulis merangkum rumusan masalah berdasarkan hasil yang telah dipaparkan sebelumnya di latar belakang dengan fokus kepada penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut budaya yang menunjukkan identitas budaya.

Sehubung dengan hal itu, untuk mengarahkan fokus penelitian maka penulis menyukun pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi?

2. Bagaimana penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut budaya di Desa Silalahi I?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan.

Penelitian yang penulis kerjakan memiliki tujuan dan manfaat yang penting, bukan bagi peneliti saja tetapi juga khalayak umum. Adapun tujuan dari penelitian yang saya lakukan untuk memenuhi syarat menyandang status sarjana.

Penelitian ini juga ditujukan untuk bisa mendeskripsikan secara kualitatif tentang suatu hal yang terjadi dalam masyarakat dengan etnografi. Dalam hal ini penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan penggunaan Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut budaya yang menjadi identias masyarakat bersangkutan.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah ; a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kepada pembaca bahwa setiap masyarakat memiliki atribut budaya. Demikian juga masyarakat yang ada di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. Desa Silalahi I memiliki atribut budaya yakni Kain Tenun Ulos Silalahi yang dibutuhkan untuk kesinambungan upacara adat kehidupan masyarakat setempat. Manfaat

(26)

5

teoritis lainnya untuk menambah khasannah pengetahuan tentang kajian Antropologi Sosial dan Budaya tentang Kain Tenun Ulos Silalahi.

b. Manfaat Praktis

1. Sebagai bagian dari cara pengenalan Kain Tenun Ulos Silalahi. Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut budaya di Desa Silalahi I digunakan dalam setiap upacara adat yang ada di daerah ini yang khusus digunakan oleh Keturunan Marga Silalahi.

2. Memotivasi berbagai pihak untuk lebih menumbuhkan kecintaan dan motivasi generasi muda untuk menjaga peninggalan dan pengetahuan bertenun Kain Tenun Ulos Silalahi. Selain itu untuk tetap menjaga atribut budaya Desa Silalahi I yakni Kain Tenun Ulos Silalahi.

3. Menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Desa Silalahi I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi untuk menyaksikan secara langsung proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai salah satu bentuk warisan budaya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai atribut budaya di Kecamatan Silalahisabungan. Perlunya pengenalan pembuatan Kain tenun di Desa Silalahi I dari segi proses pembuatan Kain tenun yang dilakukan oleh penenun, alat-alat dalam pembuatan kain tenun dan proses pewarnaan hingga proses penenunan berlangsung.

Perlunya juga pengenalan jenis-jenis Kain Tenun Ulos Silalahi dan fungsi pemakainnya. Kemudian pengenalan proses regenerasi proses pembuatan Kain Tenun Ulos Silalahi tersebut. Kain Tenun Ulos Silalahi tersebut juga dapat dijumpai pada uparaca ritual adat setempat yang dipakai sebagai atribut budaya yang menunjukkan identitias budaya setempat. Pengenalan terhadap tenun didahului oleh pengenalan akan kebudayaan itu sendiri.

(27)

6

Skema 1 Kain Tenun Ulos Silalahi Sebagai Atribut Budaya Di Kecamatan Silahisabungan

Sumber : Noviana Simbolon (2021)

(28)

7 1.4.1 Kebudayaan

Kata “Kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah,yaitu bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti “budi” atau “akal”. Ke-budaya-an dapat diartikan pula hal-hal yang bersangkut dengan akal. Dapat diartikan “Kebudayaan”

adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 2Dalam kebudayaan, ada sistem nilai budaya yang merupakan tingkat paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai budaya merupakan konsep mengenai sesuatu yang ada dalam dalam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup.

Definisi yang paling tua dapat diketahui dari E.B. Tylor3 yang dikemukakan di dalam bukunya Primitive Culture (1871). Menurut Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain (Nyoman Kutha Ratna, 2005: 5).4

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi5 merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tehnologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan pada keperluan masyarakat.(Soerjono Soekanto, 1969: 40)

Menurut Koenjaraningrat ada tiga wujud kebudayaan yaitu :

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai nilai,norma-norma, peranan dansebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatukompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Menurut Soelaeman, (1988:13), Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan di dunia, baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi, maupun yang besar, kompleks dan dengan jaringan hubungan yang luas.

2Koentjaranigrat dalam bukunya “ Pengantar Ilmu Antropologi ” hal. 144

3Sir Edward Burnett Tylor, adalah seorang antropolog yang berasal dari Inggris yang dikenal melalui jasanya dalam penelitian evolusi kebudayaan.

4Dikutip dari Tulisan Nyoman Kutha Ratna (2007) dalam monograf Sastra dan Cultural Studies;

Representasi Fiksi dan Fakta.

5 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi adalah Sosiolog

(29)

8

Menurut Koenjaraninggrat (2009;165), bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudyaan itu adalah : Bahasa, Sistem pengetahuan, Organisasi sosial, Sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, Sistem religi dan Kesenian.

J.J. Honigmann dalam buku pelajaran atropologinya, berjudul The World of Man (1959) membedakan adanya tiga “gejala kebudayaan”, yaitu (1) ideas, (2) activities, (3) artifacts. Oleh karena itu tenun merupakan salah satu artefak budaya.

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yang terurai di atas seperti bagan skema.

Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai artefak merupakan wujud akhir yang timbul akibat adanya gagasana dan tindakan dalam suatu kebudayaan. Gambaran hubungan antara kebudayaan dengan Kain Tenun Ulos Silalahi adalah perkembangan gaya dalam dunia tekstil. Perbedaan gaya dalam karya tekstil yang terjadi antar daerah dan waktu disebabakan karena adanya perbedaan rumusan adat istiadat masing-masing daerah. Perkembangan tekstil yang ada di dunia saat ini merupakan manifesttasi dari evolusi kebudayaan itu sendiri. Perbedaan dalam adat istiadat sekaligus akan menggambarkan kondisi pengalam yang diterima oleh masyarakat.

Gejala dan wujud kebudayaan dalam kain tenun merupakan indikasi yang semakin mendekatkan kain tenun ulos silalahi dengan proses terciptanya kebudayaan.

Kain Tenun Ulos Silalahi sebagai produk kain tekstil merupakan wujud fisik yang secara nyata dapat dilihat, disentuh dan dirasakan kehadirannya dalam masyarakat.

Wujud fisik ini, baik dalam penggunaan sehari-hari hingga ucapara adat dapat dipahami sebagai sebuah artefak. Sebuah ‘Kain Tenun Ulos Silalahi’

mengkomunikasikan kondisi masyarakat dimana artefak tersebut berada. Artefak merupakan wujud akhir yang timbul akibat adanya gagasan dan tindakan dalam suatu kebudayaan, wujud fisik. Kebudayaan dalam wujid fisik merupakan bagaian terluar dari lingkaran konsentris kerangkara kebudayaan (Koenjaraninggrat, 2009).

Apabila dilihat dari proses yang terjadi, maka tahap ide dan gagasan merupakan awal terjadinya proses bertenun tersebut. Proses awal diawali oleh ide dan gagasan melalui tindakan hingga akhirnya terbentuk hasil karya fisik. Sehingga sedikit perubahan yang terjadi pada tahap gagasan berarti akan terjadi perubahan pula

(30)

9

pada karya akhirnya. Namun demikian, keberadaan nilai kain tenun sebagai wujud gagasan yang abstrak selalu dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing individunya maupun pengalaman kolektif yang dialami kelompok masyarakatnya.

Pengalaman ini meliputi: perkembangan kepercaayan terhadap kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi; hubungan sosial dengan orang lain atau kelompok lain;

ekspresi kepribadian individual kepada lingkungan masyarakat di sekitarnya;

mengupas makna-makna yang dapat diterima oleh lingkungan (Mulder, 1975 dalam Koenjaraningrat, 2009).

Dalam unsur kebudayaan, ada juga yang disebut dengan kesenian. Seni merupakan salah satu dari unsur kebudayaan, yaitu merupakan kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk menciptakan implus melalui salah satu unsur panca indra.

Mungkin juga melalui kombinasi dari berbagai unsur panca-indra yang menyentuh rasa haus akan lingkungannya sehingga lahir rasa dan nilai-nilai keindahan. Dengan demikian terjadilah suatu hasil karya seni. Salah satu jenis dari kesenian tersebut adalah Kain tenun yang terdapat di daerah Masyarakat Batak sub suku Batak Toba.

Sebagai benda seni, Kain tenun/tekstil tradisional Masyarakat Batak telah melewati rentang waktu yang cukup lama hingga saat ini, dan telah mengalami evolusi baik bentuk dan juga pemaknaan.

Dalam tulisan yang berjudul “Ulos dan Sejenisnya dalam Budaya Batak di Sumatera Utara: Makna, Fungsi, Dan Teknologi” oleh Takari Muhammad (2009) beliau menjelaskan perihal Ulos yang menjadi identitas budaya masyarakat di Sumatera Utara. Beliau menjelaskan bahwa Sumatera Utara adalah daerah yang multi etnik. Masyarakat Batak, menyadari akan perbedaan-perbedaan etnisitas, sosial, religi, kebudayaan yang ada di Sumatera Utara. Dari masyarakat batak, ada etnisitas masing- masing sub suku Batak yakni Mandailing-Angkola, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun dan Batak Toba yang memiliki ulos sendiri yang menjadi idenitas daerah mereka.

Ulos adalah bagian dari identitas kebudayaan masyarakat pendukungnya, yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam tulisan tersebut penjelasan yang diberikan hanya masih bersifat umum dan universal, belum adanya uraian perihal kekhasan masing-masing Kain tenun dari berbagi daerah yang dipaparkan.

(31)

10

Penelitian yang dilakukan oleh Siregar, Mangihut (2017) dalam Jurnal Studi Kultural “Industri Kreatif Ulos pada Masyarakat Pulau Samosir”. Menjelaskan bagaimana pada awalnya ulos ditenun secara manual tradisional sehingga proses pembuatannya sangat lama sampai menghabiskan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Masuknya modernisasi mengubah proses pembuatan ulos dengan tangan menjadi mempergunakan mesin, sehingga ulos menjadi industri budaya. Selain produksinya cepat, produksi mesin tenun lebih variatif dan lebih murah dari hasil tangan sehingga masyarakat lebih memilih produksi mesin. Sehingga tradisi menenun secara tradisional perlahan menghilang.Namun di Desa Silalahi I, penulis mendapati bahwa masih ada yang mengerjakan pekerjaan menenun dengan menggunakan tenun gedongan.

1.4.2 Identitas Budaya

Identitas merupakan pemahaman diri kita akan siapakah diri kita dan juga siapakah diri orang lain, dan juga secara timbal balik, pemahaman orang-orang akan diri mereka dan juga orang-orang lain (termasuk di antaranya diri kita). Hasil kesetujuan dan ketidaksetujuan, yang pada prinsipnya dapat dinegosiasikan, identitas itu tidaklah bersifat tetap tak berubah6. Sama seperti di Desa Silalahi I, identitas yang mereka miliki juga merupakan pemahaman diri atas siapa mereka dan siapa orang lain yang juga secara timbal balik memberi pemahaman. Dalam hal ini kita belajar tentang Kain Tenun Ulos Silalahi yang mereka tenun sebagai identitas budaya.

Manifestasi dari bangkitnya kembali kesadaran identitas budaya dan identitas etnik di Indonesia menimbukan proes pembentukan suatu identitas dengan tujuan untuk menegaskan kembali keberadaan suatu entitas sosial yang khas, atas dasar adanya kesamaan budaya, asal usul, kekerabatan, bahasa, agama, teritorial, dan setimen primordial. Dalam proses interaksi antar etnik di berbagai arena sosial, menimbulkan suatu sentimen berupa pengakuan untuk dikenali sebagai bagian dari dirinya, yakni identias.

Identitas individual dan kolektif merupakan suatu produk interaksional akan pengidentifikasian ‘eksternal’ oleh orang-orang lain sebagaimana mereka merupakan pengidentifikasian diri ‘internal’ mereka. Identitas itu diproduksi dan direproduksi

6Richard Jenkins dalam bukunya Identitas Sosial (2008)

(32)

11

baik di dalam wacana - yakni narasi, retorika, dan representasi- maupun juga di dalam kensekuensi-konsekuensi praktis, yang kerap bersifat materiil, akan proses identifikasi.7 Maka identifikasi itu merupakan hal yang penting kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari pemahaman tentang identitas dikaitkan dengan budaya, maka pemahaman yang dimaksud dengan identitas budaya adalah pemahaman tentang sesuatu yang identik maupun gambaran terkait dengan budaya.

Menurut Ting-Toomey, identitas budaya atau kultural merupakan perasaan (emotional significance) dari seseorang untuk ikut memiliki (sense of belonging) atau berafiliasi dengan kultur tertentu. Masyarakat yang terbagi kedalam kelompok- kelompok itu kemudian melakukan identifikasi kultural (cultural identification), yaitu masing-masing orang mempertimbangkan diri mereka sebagai representasi dari sebuah budaya partikular. Identifikasi kultural ini, menurut Rogers dan Stein Jatt (1999:97 dalam Turnomo 2005), akan menentukan individu-individu yang termasuk dalam in-group dan individu-individu yang termasuk dalam out-group. Bagaimana mereka berperilaku, sebagian ditentukan oleh apakah mereka termasuk kedalam budaya tertentu atau tidak (Turnomo, 2005:1.-2).

Identitas suatu budaya seringkali terjadi karena manusia berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Atau tidak jarang, karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, pembentukan identitas budaya juga disebabkan dan dipengaruhi oleh terpaan informasi yang sangat kuat dari media massa. Mobilitas telah menjadi faktor penting dalam pembentukan dan perubahan peradaban umat manusia.

Perbedaan tempat dalam kehidupan manusia telah menciptakan definisi-definisi baru, tidak hanya tentang lingkungan kebudayaan di mana seseorang tinggal tetapi juga tentang dirinya sendiri (Appadurai, 1994; Hannersz, 1996 dalam Irwan Abdullah, 2006:42).

Seseorang ketika berada di dalam lingkungan tertentu, dia dituntut untuk penyesuaian diri dengan lingkungan tersebut secara terus menerus supaya dia dapat menjadi bagian dari sistem yang lebih luas. Tetapi di lain pihak, identitas asal yang telah menjadi bagian sejarah kehidupan orang tersebut tidak dapat ditinggalkan begitu

7Ibid. 248.

(33)

12

saja, bahkan kebudayaan asal cendrerung menjadi pedoman dalam kehidupan di tempat baru8.

Identitas merupakan pemahaman diri kita akan siapakah diri kita dan juga siapakah diri orang lain, dan juga secara timbal balik, pemahaman orang-orang akan diri mereka dan juga orang-orang lain (termasuk di antaranya diri kita). Hasil kesetujuan dan ketidaksetujuan, yang pada prinsipnya dapat dinegosiasikan, identitas itu tidaklah bersifat tetap tak berubah9. Sama seperti di Desa Silalahi I, identitas yang mereka miliki juga merupakan pemahaman diri atas siapa mereka dan siapa orang lain yang juga secara timbal balik memberi pemahaman. Dalam hal ini kita belajar tentang Kain Tenun Ulos Silalahi yang mereka tenun sebagai atribut budaya.

Dalam mengenal Kain Tenun Ulos Silalahi, kita juga harus melihat bagaiaman ia dapat dikenal masyarakat secara luas. Adanya identifikasi diri dari dalam, yakni si pemakai Kain Tenun Ulos Silalahi itu sendiri. Dan adanya juga proses identifikasi dari luar yang melihat si pemakai dari orang-orang eksternal.

1.4.3 Tekstil / Kain Tenun Tradisional Masyarakat Batak

Kata “tekstil” berasal dari Bahasa Latin “textilis”; yang merupakan penurunan dari kata “textere”, yang berarti “menenun” (Subagiyo 2017: 3). Kain atau tekstil pada mulanya diciptakan untuk melindungi tubuh manusia dari gangguan cuaca atau alam disekitarnya; kemudian berkembang menjadi pelengkap dalam upacara, rumah tangga, sebagai simbol kebesaran pemakai, dan media ekspresi seni. Kain tenun/tekstil memiliki banyak sisi (multi-facet), yang meliputi: antropologi (sosial dan budaya) – karena dapat menunjukkan tata-nilai atau adat istiadat dari suatu masyarakat, atau arkeologi – karena dapat melahirkan sejumlah informasi dan eksplanasi dasar pada evolusi budaya. Kain tenun/tekstil dapat pula menunjukkan informasi teknologis karena proses pembuatannya menerapkan sejumlah teknik, seperti: teknik tenun dan pewarnaan.

Tenun dalam KBBI (2021) diartikan sebagai hasil kerajinan yang berupa bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas, sutra, dan sebagainya) dengan cara

8 Irwan Abdullah dalam buku Konstruksi dan reproduksi kebudayaan(2006)

9Richard Jenkins dalam bukunya Identitas Sosial (2008)

(34)

13

memasuk-masukkan pakan (benang) secara melintang pada lungsin (benang yang membujur pada barang tenunan) di abah-abah (alat, perkakas).

Rytha Tambunan (2011) menjelaskan pengertian bertenun secara teoritis dan praktek pertenunan berarti proses membuat ayaman benang dengan alat tenun untuk menghasilkan dengan spesifikasi tertentu. Bertenun adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat bertenun adalah suatu hasil gerak silang – menyilang benang-benang lungsi (wrap) arah vertikal diatas dan dibawahnya benang- benang pakan (weft) arah horizontal secara terus menerus dan teratur, berulang kali dengan gerakan-gerakan yang sama, menjadikannya kain dan mempunyai suatu bentuk motif sehingga kain tenun itu sering dinamami sesuai dengan jenis anyaman yang di gunakan.

Kain Tenun atau tekstil pada mulanya diciptakan untuk melindungi tubuh manusia dari gangguan cuaca atau alam sekitarnya, kemudian berkembang menjadi perlengkapan dalam upacara adat istiadat, keperluan rumah tangga, sebagai simbol kebesaran pemakai, dan juga media ekspresi seni. Kain tenun/tekstil memiliki banyak sisi (multiface), yang meliputi: antropologi (sosial dan budaya) – karena dapat menunjukkan tata - nilai atau adat istiadat dari suatu masyarakat, atau arkeologi – karena dapat melahirkan sejumlah informasi dan eksplanasi dasar pada evolusi budaya.

Kain tenun/tekstil dapat pula menunjukkan informasi teknologis karena proses pembuatannya menerapkan sejumlah teknik, seperti: teknik tenun dan teknik pewarnaan. Disamping itu, kain tenun juga menerapkan aneka bahan, pola, corak dan ragam hias. Sebagai media ekspresi seni, kain tenun/tekstil yang sering kita jumpai dapat dikelompokkan dalam koleksi seni rupa (fine arts), seni rakyat (folk arts), atau seni turis (tourist arts). Sehingga kain tenun/tekstil tersebut dapat dipamerkan Bersama dengan koleksi etnografi atau dengan koleksi seni rupa di galeri seni.10

Kain Tenun/Tekstil juga sebagai benda yang dibuat dengan cara menyilangkan atau mengaitkan benang, dimana benang terbentuk dari serat-serat yang memiliki sifat serat tekstil; disamping juga ditinjau dari fungsinya. Oleh karena itu kita mungkin mengelompokkan barang tenunan, rajutan, rendaan, mantel hujan, berbagai jenis pakaian yang memiliki sifat serat tekstil yaitu dipilin dan ditenun; sedangkan sifat

10Dikutip dari Handbook Tekstil Tradisional : Pengenalan Bahan dan Teknik (Subagiyo, 2008 : 1)

(35)

14

tekstil yaitu pegangannya yang lunak dan lembut atau tidak kaku dan elastis atau lentur.

Tidak semua perempuan mampu bertenun. Kemampuan ini hanya dimiliki oleh mereka yang hidup bersentuhan langsung dengan kehidupan bertenun. Seseorang yang mampu memegang benang belum tentu mampu bertenun namun yang mampu bertenun sudah pasti mampu memilin benang. Kemampuan bertenun hanya dimiliki mereka, perempuan di Desa Silalahi I yang memiliki jiwa besar yang penyabar dan tekun dalam menguntai satu helai benang demi benang. Di Desa Silalahi I, para permpuan nya memanfaatkan pengetahuan bertenun menjadi mata pencaharian utama mereka. Mereka menyadari keberadaan tenun dalam kehidupan masyarakat tidak hanya sebagai sarana sosial, namun lebih dari kehidupan budaya. Sebab kain tenun memiliki peran dan bernilai sangat baik secara ekonomi, sosial, budaya yang juga mampu menolong kehidupan para perempuan penenun.

Disamping itu, Kain tenun juga menerapkan aneka bahan, pola, corak dan ragam hias. Sebagai media ekspresi seni, Kain tenun/tekstil yang sering kita jumpai dapat dikelompokkan dalam koleksi seni rupa (fine arts), seni rakyat (folk arts), atau seni turis (tourist arts). Sehingga Kain tenun/tekstil tersebut dapat dipamerkan bersama dengan koleksi etnografi atau dengan koleksi seni rupa di galeri seni (Subagiyo, 2008: 1).

Tenun adalah hasil kerajinan benang dengan cara memasukkan benang yang arahnya horizontal (benang pakan) ke dalam benang yang terentang atau arah vertikal (benang lungsi) pada alat tenun bukan mesin. Dalam Kain tenun yang dihasilkan dengan peralatan tradisional tersimpan makna-makna yang bernilai dan agung.

Sesungguhnya dengan memegang dan memakai Kain tenun tradisional kita seakan- akan sedang mengarungi suatu lembaran dokumen sejarah dari masyarakat yang membuatnya. Kain tenun sendiri merupakan benda mati, tetapi benda itu justru merupakan saksi hidup dari suatu budaya, yang dapat mengungkapkan salah satu sisi kebudayaan. (Erni, 2003:17)

Secara umum pembuatan Kain tenun oleh sub-sub etnik Masyarakat Batak adalah sama, yang membedakan adalah bahan, nama, corak, atau motif, dan sifat kedudukan pemakaiannya yang harus sesuai dengan jenis upacara adat ketika memberikannya. Walaupun mempunyai perbedaan, akan tetapi pemberian Kain selalu

(36)

15

diartikan dan dihubungkan dengan makna simbol-simbol. Adat istiadat tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga menjadi satu tradisi yang tetap dilakukan Masyarakat Batak seperti penggunaan atau pemakaian Kain dalam upacara adat baik upacara perkawinan, kelahiran, meninggal, pada saat memasuki rumah baru, serta acara upacara yang khusus dan termodifikasi oleh suatu hal seperti agama, lingkungan, dan lainnya. Perubahan fungsi dan pemaknaan Kain tenun/tekstil tradisional oleh Masyarakat Batak berubah seiring dengan perkembangan zaman.

Suku Batak memiliki sebuah pepatah yang berbunyi Ijukpangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong. Pepatah tersebut memiliki arti jika ijuk merupakan pengikat pelepah pada batang, maka ulos merupakan pengikat kasih sayang kepada sesama.

Ulos merupakan Kain tenun khas suku Batak yang berasal dari wilayah Sumatera Utara. Bagi suku Batak, Ulos bukan hanya sekedar Kain tenun biasa, namun memiliki keistimewaan khusus. Ulos dianggap sebagai pengikat rasa sayang yang mengalirkan rasa hangat dalam ikatan keluarga, persaudaraan, dan kekerabatan. Pemberian ulos kepada seseorang menjadi salah satu bentuk ikatan kasih sayang antara yang memberi dan menerima, dan penerima ulos diharapkan bisa mendapatkan rasa hangat dalam hatinya.(Siburian, 2012)

Kemajuan zaman memiliki kemungkinan untuk menghentikan regenerasi penginggal dan pengetahuan tentang Kain tenun/tekstil tradisional terkhusunya Kain tenun ulos silalahi kepada generasi muda. Namun kemajuan zaman mampu menjadi wadah bagi semua generasi untuk lebih lagi mengexplore dan mempertunjukkan nilai- nilai dan keindahan Kain tenun ini ke dunia yang lebih luas. Hal ini dapat terjadi jika dilihat tergantung pada elemen sosial yang terikat dengan Kain tenun/tekstil tradisonal itu sendiri. Keberadaan tenun dalam kehidupan masyarakat, memiliki peran dan bernilai sangat baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Pembuatan kerajinan Tenun ini biasanya dikerjakan oleh perempuan. Sebagai benda seni, Kain tenun/tekstil tradisional Masyarakat Batak telah melewati rentang waktu yang cukup lama hingga saat ini, dan telah mengalami evolusi baik bentuk dan juga pemaknaan.

Kain-Kain peninggalan dari masa lalu, begitu juga pengetahuan bagaimana pemanfaatan-nya dahulu, kebanyakan tersampaikan secara lisan dari pada tertulis.

Sampai sekarang penulisan berupa indeks atau katalog mengenai penggunaan dan asal

(37)

16

suatu Kain Tenun Masyarakat Batak mulai banyak dilakukan. Dapat dijumpai di jurnal-jurnal kebudayaan, sosial maupun kesenian. Tetapi karena sebelum-nya penyampaian pengetahuan turun-temurun secara lisan, baik cara menenun, penggunaan dan makna Kain, maka sangat sedikit orang-orang tua yang memahami dan masih mengingat. Dewasa ini semakin banyak kegiatan dan aktivitas yang merubah kebiasaan lama menyebabkan sangat sedikit yang benar-benar memahami pengetahuan dan penggunaan Kain adat ini bahkan ketika ia adalah seseorang yang berasal dari suku batak. Pengetahuan dan penggunaan suatu Kain adat menjadi sangat penting untuk dituliskan sebelum banyak orang-orang tua tidak bisa lagi menyampaikan pengetahuan ini.

Dalam jurnal yang di tulis oleh Nurmeisarah Trisna, I Gede Sudirtha dan Made Diah Angendari (2015), mereka memaknai bahwa pentingnya tinjauan tentang tenun tradisional. Mereka mendapati bahwa Tenun Tradisional yang ada di Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah memiliki proses pembuatan Kain tenun yang unik serta makna ragam hias dan perkembangannya sendiri.

Menurut Barasa Christ (2019), pelestarian peninggalan dan pengetahuan mengenai Kain Tenun/Tekstil Tradisional Masyarakat Batak dapat dilakukan dengan proses Konservasi, Revitalisasi dan pelestarian yang dikerjakan oleh Kolektor Kain Tenun Ulos. Barasa menjelaskan bagaimana Kain Tenun Masyarakat Batak telah melewati rentang waktu dan proses bertahan yang panjang hingga sampai saat ini.

Kain Tenun Masyarakat Batak yang berubah-ubah fungsi seiring dengan waktu sampai dengan saat ini yang menjadi identitas dan simbolik, telah menjadi suatu benda yang memiliki nilai sejarah, budaya dan seni. Walau dalam realitas penurunan pengentahuan dan peninggalan Kain Tenun Masyarakat Batak semakin berkurang, tetapi, banyak harapan dan kegiatan dari beberapa elemen masyarakat yang memiliki tujuan masing-masing atau tersendiri seperti; akademisi, Kolektor, pedagang Kain, Ekspert Tekstil (ahli Kain) memberikan efek secara langsung atau tidak langsung, secara sadar atau tidak pada pemberdayaan dan revitalisasi Kain Tenun Masyarakat Batak.

1.4.4 Sejarah Penggunaan Kain Tenun Ulos Masyarakat Batak

(38)

17

Penamaan Kain Tenun Masyarakat Batak memiliki sebutannya masing- masing. Salah satu sub-etnis Batak yaitu Batak Toba, penamaannya adalah Ulos.

Banyak daerah yang mengenal Kain Tenun Masyarakat Batak dengan sebutan Ulos.

Bila ditinjau dari waktu dan tempat pemakainnya, sejak dahulu kala pemakain Ulos memiliki beragam manfaat dari dulu hingga sekarang.

Awal kemunculan Kain Kain Tenun Masyarakat Batak sama di setiap sub- etnis Batak. Masyarakat Batak hidup di kondisi geografis dataran tinggi ketika masih menggunakan dedaunan, serat batang pohon dan lainnya untuk penutup tubuh.

Masyarakat batak dahulu yang hidupnya sudah mulai menetap (tidak lagi nomadem) sudah mulai bercocok tanam di daerah dataran tinggi. Mereka juga harus hidup berhadapan dengan cuaca dan suhu dataran tinggi yang dingin.

Masyarakat Batak dahulu membutuhkan sumber panas untuk bertahan hidup di pedataran tinggi. Zaman dahulu sumber panas adalah matahari di siang hari dan api di malam hari. Namun matahari dan api tidak sepenuhnya dapat melindungi dar suhu dingin yang mencekam. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan mengola hal-hal sekitar, terciptalah lembaran kain. Lembaran kain ini memberi rasa hangat yang cukup baik dalam melwan rasa dingin. Lembaran kain ini memberi hangat tidak hanya di siang hari dan di malam hari, serta berkembang karena kegunaan dan fungsinya melawan hawa dingin.

Dalam periode awal lembaran kain yang disebut ulos ini muncul, fungsinya sudah mulai beragam. Kain ulos di waktu dahulu kemunculannya berfungsi secara umum sebagai penghangat tubuh. Ulos digunakan sehari-hari di rumah, di ladang, dan di segala masa dimana saja sebagai pakaian oleh orang-orang Masyarakat Batak.

Laki-laki memakai ulos untuk membungkus bagian atas kepala. Bagian ini disebut hande-hande atau detar (ikat kepala atau penutup kepala). Untuk menutupi bagaian bawah, mulai pinggang sampai kaki disebut singkot atau lopes. Perempuan memakain ulos sebagai abit atau kain sebatas dada hingga kaki. Pada bagian bawah mulai dari punggung lembaran kain yang dipakai disebut hoba-hoba, bila di sandang disebut selendang, dan lembaran kain untuk menutup bagian kepala wanita disebut saong.

Ulos adalah sebutan untuk tenunan yang dianggap bermakna, yang mewarisi arti yang selalu diharapkan terpatri dalam kepribadian manusia. Dibuat dari benang yang diwarnai hitam atau dengan relasi warna yang disebut itom. Warna merah yang

(39)

18

berelasi dengan ‘bara’, dan putih yang sebagaimana aslinya. Motif ulos di patrikin dari makna hidup alam sekitar. Hidup adalah perjalanan, ke depan adalah tujuan.

Namun dalam menempuh perjalanan itu kadang harus melewati awal keberangkatan, meninggalkan dan berkeliling. Demikian pula dalam perjalanan hidup harus memiliki perhitungan, taat asas, aturan dan hukum. Garis lurus pada motif ulos menggambarkan alur hidup yang lurus, taat hukum.11

Seiring dengan berjalannya waktu, pemanfaatan kain tenun masyarakat batak mulai berubah. Disaat pemimpin atau tetua adat mulai menggunakan kain sebagi hadiah kepada sanak keluarga dalam upacara atau kegiatan adat tertentu. Kegiatan ini mulai menjadi sarana penyampaian suatu harapan dan doa. Mengikuti hal tersebut, Ulos mulai memiliki fungsi simbolik bagi Masyarakat Batak. Sebagai kain adat, pemakaian kain tenun ulospun oleh para kerabat sudah memberi arti. Tentang arti dan posisi-posisi adat dari seseorang yang menggunakannya. Artinya, ulos itu pada adat tertentu memberi makan yang tertentu pula sesuai dengan struktur sosial dan atruan- aturan yang ada di daerah setempat.

Kini Kain Ulos bertahan sebagai atribut identitas Masyarakat Batak. Tidak lagi digunakan sebagai pakaian umum seperti dahulu, namun juga masih digunakan sebagai sarana penyampaian harapan dan doa-doa. Kain tenun Ulos memiliki Ruhut (aturan) yang mengatur tentang Ulos itu sendiri dari Warno ni Ulos (Warnanya Ulos)

; Ukuran ni Ulos (Ukurannya Ulos) ; Ragam ni Ulos (Jenis-jenisnya Ulos) ; Ruhut Pamakke ni Ulos (Aturan sipemakai Ulos).

1.4.5 Masyarakat Batak Toba

Menurut Pamela A Cross dalam tulisannya yang berjudul “BATAK textiles of sumatra” halaman 4 dengan sub-judul tulisan “The Batak: Where and who are they?”

Menceritakan mengenai Batak bahwa “Tanah Batak meliputi pegunungan Bukit Barisan Sumatera Utara dengan jarak 1.000 km dengan Aceh di utara ke Lampung di selatan. Berdasarkan mitos tanah Batak di pantai-pantai danau toba terletak di tengah- tengah sebuah kaldera 1.000 meter di bawah laut adalah hasil dari ledakan vulkanik gunung berapi yang sangat dahsyat. Batak terdiri dari enam grup etnik dengan bahasa dan logat yang tidak bisa dimengerti sepenuhnya oleh masing-masing sub-etnik

11Dikutip dari buku Perjalanan Tenun, hal 16, Merdi Sihombing (2013)

Gambar

Gambar 2. 2 Relief 1281 yang ada di Tugu Raja Silahisabungan
Tabel 2.1 Data Sarana dan Prasarana yang terdapat di Desa Silalahi I :  Jenis Sarana dan Prasarana  Jumlah
Gambar 2.3 Prasarana Pendidikan (SMA)
Gambar 2.4 Prasarana Ibadah (Gerja HKBP)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat ini perkembangan tenun lurik di Desa Tlingsing sudah menjadi desa wisata tetapi untuk pengrajin tenun lurik banyak dari golongan orang tua atau orang

Penelitian pengrajin industri kecil kain tenun sambas ini menunjukkan bahwa masih dibutuhkannya peran aktor (orga- nizer) dari luar sebagai stimulus untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Nagari Pariangan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keberadaan benda warisan budaya dan memiliki cara tersendiri

Ini menunjukkan bahwa dalam setiap acara adat yang dilakukan seperti maanta marapulai di Kenagarian Lubuk Alai Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat nilai budaya