NOMOR 16/15/PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA
PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK
TERKAIT JASA MONEY CHANGER ILLEGAL
PADA KAWASAN PARIWISATA
DI KABUPATEN BADUNG
I GUSTI AGUNG AYU SUKMA SANJIWANI
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
i
TESIS
EFEKTIVITAS PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)
NOMOR 16/15/PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA
PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK
TERKAIT JASA MONEY CHANGER ILLEGAL
PADA KAWASAN PARIWISATA
DI KABUPATEN BADUNG
I GUSTI AGUNG AYU SUKMA SANJIWANI NIM: 139056136
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PADA KAWASAN PARIWISATA
DI KABUPATEN BADUNG
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI AGUNG AYU SUKMA SANJIWANI NIM: 1390561036
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 28 JANUARI 2016
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M NIP. 19611101 198601 2 001
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Pembimbing I
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M NIP. 19611101 198601 2 001
Pembimbing II
iv
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor 0276/UN14.4/HK/2016 Tanggal 15 Januari 2016
Ketua : Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M
Sekretaris : Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum
Anggota : 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH
2. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum
v Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Gusti Agung Ayu Sukma Sanjiwani
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul Tesis : Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank Terkait Jasa Money Changer Illegal
pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia
menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17
Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 28 Januari 2016
Yang menyatakan
vi
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir Tesis yang berjudul “EFEKTIVITAS PERATURAN BANK
INDONESIA (PBI) NOMOR 16/15/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA
PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK TERKAIT JASA MONEY
CHANGER ILLEGAL PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG” tepat pada waktunya.
Penyusunan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Adapun dalam penulisan Tesis ini, penulis
telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Rektor
Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.Pd KEMD beserta
jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk
menempuh dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister di Universitas
Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. dr.
A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya atas kesempatan yang diberikan
kepada Penulis untuk menjadi mahasiswi di Program Magister di Universitas
Udayana, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr. I Gusti
Ngurah Wairocana, SH., MH., beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas
vii
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ibu Dr. Ni Ketut
Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM., atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada Penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana, Sekretaris Program
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, Bapak Dr.
Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,M.Hum., atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada Penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana.
Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Pembimbing Akademis,
Bapak Dr. I Made Sarjana, SH.,MH., yang telah membimbing saya dari awal
kuliah di Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana, Ibu Dr. Ni
Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM., Dosen Pembimbing I yang
dengan penuh perhatian telah membimbing dan memberikan semangat serta
nasehat kepada Penulis untuk menyelesaikan Tesis ini, Bapak Dr. Putu Tuni
Cakabawa Landra, SH.,M.Hum., Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
perhatian telah membimbing dan memberikan semangat serta nasehat kepada
Penulis untuk menyelesaikan Tesis ini, Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH,.MH.,
Bapak Dr. I Made Sarjana, SH.,MH., Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih,
S.H.,M.Hum., Dosen Penguji yang telah berkenan meluangkan waktu serta
tenaganya guna membimbing dan memberikan saran dalam menyelesaikan Tesis
ini, yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam mengerjakan Tesis ini,
viii
Indonesia Kantor Perwakilan Daerah Bali, Polda Bali, Asosiasi Pedagang Valuta
Asing yang telah memberikan ijin, semangat dan membantu saya dalam penelitian
Tesis ini, PT. Kuta Prima Nirwana Valas, PT. Pratama Strata Utama dan PT.
Semangat Anak Rantau yang telah memberikan ijin dan membantu saya dalam
penelitian Tesis ini dan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung telah memberikan
ijin dan membantu saya dalam penelitian Tesis ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan Kepada Orang tua saya, Drs. I
Gusti Agung Ngurah Agung, SH, I Gusti Agung Bintang Wahyuni, S.sos, dan
Dra. Ni Nyoman Wismadewi yang selalu memberikan nasehat, motivasi dan
semangat kepada saya dari awal pendidikan hingga penyusunan Tesis ini; Kepada
I Gusti Agung Ayu Intan Pancali Putri, SE dan I Gusti Agung Ngurah Nata
Wibawa beserta keluarga yang selalu memberikan semangat dan senantiasa
memberikan dukungan saya selama pendidikan hingga mengerjakan Tesis ini,
kepada sahabat saya Ida Ayu Wulan Rismayanthi, Intan Permatasari, Dian
Pradnyawati, Riky Artininse, Dita Praja, Dwi Mariani, Arini Renda, Yoga
Maheswara, Ida Bagus Ketut Purbanegara, Rekan-rekan hukum kepariwisataan
yang telah memberi semangat dan dukungan selama pendidikan hingga Tesis ini
terselesaikan, kepada Rekan-rekan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas
Udayana angkatan 2013 dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
ix
begitu banyaknya kekurangan, sehingga segala kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan penulis selanjutnya. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tesis ini dapat bermanfaat.
Denpasar, 28 Januari 2016
x
kegiatan usaha penukaran valuta asing yang tidak memasang logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tidak memasang sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tidak berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang diteliti adalah : Bagaimana pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank berkaitan dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung ? dan Bagaimana sanksi hukum bagi usaha jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung ?
Jenis penelitian pada penulisan ini adalah penelitian hukum empiris. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang didukung oleh data dan sumber data yang relevan. Untuk teknik pengumpulan data yang dilakukan secara studi dokumen dan wawancara dengan teknik purposive sampling, nantinya data diolah dan dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini di dukung pula dengan teori-teori hukum seperti Teori Efektivitas Hukum, Teori Sosiological Jurisprudence, Konsep Kepastian Hukum dan Konsep Illegal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di Kabupaten Badung berkaitan dengan jasa money changer
belum berjalan secara efektif karena terjadi penyimpangan faktor yang mempengaruhi adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Dengan telah ditemukannya pelanggaran oleh money changer yang tidak berizin dan sanksi hukum yang diberikan untuk usaha jasa money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung merupakan sanksi secara administrasi dan dapat juga ditindak sesuai dengan hukum pidana.
xi
Money changer is closely related to tourism. The obligations of non-bank KUPVA operator is regulated under Article 7 juncto Article 17 Regulation of Bank Indonesia (PBI) No. 16/15/PBI/2014 on Business Activities of Non-Bank. However, there are operators of business activities of foreign currency exchange who did not put the logo of authorized KUPVA operator issued by Bank Indonesia, did not put on business license certificate issued by Bank Indonesia and the entity is not in the form of Limited Liability Company. Based on such conditions, the problems studied are: how is the implementation of the Regulation of Bank Indonesia (PBI) No. 16/15/PBI/2014 on Business Activities of Non-Bank Foreign Currency Exchange in relation to the illegal money changers services in Badung tourism area? and what are the legal sanctions for illegal money changer business services in Badung tourism area?
The type of research in this paper is an empirical legal research. The nature of the research is descriptive supported by the data and relevant data sources. The data collection techniques were conducted by documents study and interviews with a purposive sampling technique, and then data were qualitatively processed and analyzed. This research was also supported by legal theories such as Effectiveness Theory, Sociological Jurisprudence Theory and Legal Certainty Concept.
The results of research showed that the Business Activities of Non-Bank Foreign Currency Exchange in Badung Regency related to money changer service have not operated effectively because of irregularities related to the discovery of violation by unauthorized money changers the factors that influence is a factor of its own law , law enforcement apparatus , factors means or facilities , community factors and factors culture and legal sanctions imposed to the unauthorized money changer service operators were administrative sanction and also criminal sanction.
xii
Terkait Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten
Badung” yang terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab membahas tentang
latar belakang pentingnya penulisan tesis ini dan metode penelitian yang
dipergunakan dalam tesis ini, tinjuan umum dari teori hukum dan konsep yang
digunakan untuk meneliti permasalahan pada tesis ini, kajian maupun pembahasan
yang menjadi permasalahan serta kesimpulan dan saran yang dapat diberikan.
Bab I merupakan Pendahuluan yang diawali dengan memaparkan latar
belakang penelitian yaitu karena adanya kesenjangan antara Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank dalam pasal 17 Penyelenggara Bukan Bank wajib memasang :
logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan
”Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized
Money Changer), dan nama Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat
yang mudah terlihat pada lokasi usaha dalam pelaksanaannya masih ada money
changer tidak berizin. Terhadap hal tersebut maka dirumuskan kedalam 2 (dua)
rumusan yang nantinya akan diteliti pada bab berikutnya, terdapat tujuan dan
manfaat penulisan, orisinalitas, landasan teori, dan juga metode penelitian yang
digunakan pada penulisan ini.
Bab II pada tesis ini menguraikan kajian tentang valuta asing, money
changer, dan kawasan pariwisata. Bahwa money changer Kegiatan penukaran
valuta asing atau money changer adalah perusahaan bank atau non bank yang
melakukan jual beli uang kertas asing dan melakukan pembelian cek perjalanan
atau Traveller’s Cheque (TC). Hubungan pariwisata dengan money changer
adalah usaha pendukung yang terkait erat dengan pengembangan pariwisata
meliputi : usaha perternakan, usaha pertanian, usaha perindustrian, usaha
xiii
apabila diperlukan, sehingga dengan tersedianya sarana penunjang akan lebih
membantu memperlancar perjalanan, yang termasuk komponen penunjang antara
lain kantor pos dan telepon, kantor bank, tempat pelayanan kesehatan, keamanan,
dan penukaran uang (money changer).
BAB III memaparkan tentang jawaban atas rumusan masalah pertama
tentang efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank terkait
dengan jasa money changer pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.
Dalam bab ini permasalahan mulai dijawab dengan keberadaan money changer
pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung, proses pelaksanaan Pasal 7 juncto
Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di Kabupaten Badung,
Faktor-Faktor pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/15/2014.
BAB IV merupakan pembahasan terhadap rumusan masalah kedua yang
menguraikan tentang sanksi bagi pelanggaran jasa money changer tidak berizin
pada kawasan pariwisata di kabupaten badung. Dalam bab ini dimulai
pembahasan tentang pelanggaran jasa money changer pada kawasan di Kabupaten
Badung terhadap dugaan tindak pidana kegiatan usaha penukaran valuta asing
(KUPVA) mengacu pada pedoman kerja yang telah disepakati oleh Bank
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor :
16/1/DpG/DKSP/PK dan Nomor B/33/IX/2014 tentang tata cara pelaksanaan
penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan kegiatan
usaha penukaran valuta asing, Pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia
berkaitan dengan jasa money changer illegal di Kabupaten Badung adalah
Ketentuan Pasal 25 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
16/15/PBI/2014, dalam melaksanakan pengawasan langsung terhadap
Penyelenggara KUPVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2) huruf a, Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama
Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara KUPVA
xiv kegiatan usaha dan atau pencabutan izin.
BAB V merupakan bab penutup dari tesis ini yang menguraikan tentang
simpulan dan saran yang dapat penulis berikan. Simpulan dalam bab ini
merupakan rangkuman yang dibahas pada bab sebelumnya, dan saran yang
diberikan ditujukan penulis bagi Bank Indonesia sebagai pihak yang melakukan
xv
Halaman HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM ... i
PRASYARATAN GELAR MAGISTER ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii
xvi
1.9.2 Sifat Penelitian... 30
1.9.3 Data dan Sumber Data ... 31
1.9.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32
1.9.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 33
1.9.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 34
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI VALUTA ASING, MONEY CHANGER DAN KAWASAN PARIWISATA ... 36
2.1 Kajian Tentang Valuta Asing ... 36
2.1.1 Pengertian Valuta Asing dan Dasar Hukum Valuta Asing ... 36
2.1.2 KarakteristikValuta Asing ... 43
2.2 Kajian tentang Money Changer ... 47
2.2.1 Pengertian Money Changer dan Dasar Hukum Money Changer ... 47
2.2.2 Syarat dan Perizinan Jasa Money Changer ... 49
2.2.3 Money Changer Ilegal ... 53
2.3 Kajian tentang Kawasan Pariwisata ... 57
2.3.1 Pengertian Pariwisata dan Dasar Hukum Pariwisata ... 57
2.3.2 Karakteristik Kawasan Pariwisata ... 60
2.3.3 Hubungan Hukum antara Money Changer dan Kawasan Pariwisata ... 63
BAB III PELAKSANAAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 16/15/PBI/2014 BERKAITAN DENGAN MONEY CHANGER PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG... 68
xvii
Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di Kabupaten
Badung ... 76
3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/2014 Berkaitan dengan Money Changer pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 83
BAB IV SANKSI TERHADAP PELANGGARAN JASA MONEY CHANGER ILLEGAL PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG... 92
4.1 Pelanggaran Jasa Money Changer pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 92
4.2 Pengawasan dan Pembinaan Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 98
4.3 Sanksi-Sanksi Bagi Pelanggaran Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 109
BAB V PENUTUP ... 120
5.1 Kesimpulan ... 120
5.2 Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 123
xviii
Gambar 1 Kerangka Berpikir ... 27
Gambar 2 Proses Perizinan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan
Bank ... 53
xix
Halaman Tabel 1 Jumlah Kunjuangan Wisatawan di Kabupaten Badung ... 69
Tabel 2 Jumlah Penyelenggara KUPVA Bukan Bank Periode Juni Tahun
2015 ... 72
Tabel 3 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di
Kabupaten Badung yang Masih Aktif Per Februari 2015 ... 73
Tabel 4 Money Changer terindikasi yang tidak Memiliki Ijin sesuai
dengan PBI Nomor 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha
xx 3. Serifikat Bank Indonesia
4. Peraturan Bank Indonesia No 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata kegiatan yang dinamis yang melibatkan banyak manusia serta
menghidupkan berbagai kegiatan usaha. Jika diamati dari segala pembentuk faktor
produksi seperti modal, tanah, tenaga kerja, teknologi dan manajemen, maka
pariwisata dapat memberikan kontribusi yang signifikan sebagai katalisator dalam
mengembangkan pembangunan (agent of development) dan pemerataan
pendapatan masyarakat (re-distribution of income).1 Aspek yang memberikan
perhatian paling besar dalam pembangunan pariwisata adalah aspek ekonomi.
Berkaitan dengan hal tersebut, pariwisata dapat dikatakan sebagai suatu industri
bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai kegiatan bisnis yang berorientasi
dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan seperti accomodation.2
World Tourism Organization (selanjutnya disebut WTO) dalam perkiraan
yang dikeluarkan tahun 1977 mencatat, bahwa pada tahun 1995 arus wisatawan
mancanegara mencapai 564 juta orang, maka ditahun 2020 wisatawan
mancanegara akan mencapai 1.602 juta orang. Angka tersebut mencerminkan
peningkatan mendekati 3 kali lipat dalam kurun waktu 25 tahun, atau
pertumbuhan rata-rata 4,3% per tahun.3 Pariwisata sudah diakui sebagai industri
1
Oka A. Yoeti, 2006, Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 2.
2
Ida Bagus Wyasa Putra, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT Refika Aditama, Bandung, h.17-18.
3
terbesar di abad ini dan menjadi salah satu sektor andalan di dalam pembangunan
di bidang ekonomi berbagai Negara.4
Perdagangan jasa internasional saat ini semakin menduduki posisi penting
dalam perdagangan dunia. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh WTO pada
tahun 2011, transaksi perdagangan jasa telah memberikan kontribusi sebanyak 60
% dari total Gross Domestic Product (GDP) dunia. Hal tersebut merupakan salah
satu bukti nyata bahwa perdagangan jasa internasional berkembang dengan pesat.5
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat jumlah wisatawan mancanegara
yang paling banyak berkunjung ke Bali selama Januari - Desember 2013 adalah
wisatawan berkebangsaan Australia 826.388 orang, Cina sebanyak 387.533 orang,
Jepang 208.116 orang, Malaysia 199.232 orang, Singapura 138.388 orang, New
Zealand 48.749 orang, Thailand 34.728 orang.6 Banyaknya wisatawan ke Bali
tentunya diimbangi dengan jumlah hotel di berbagai kabupaten / kota di Bali
seperti Kabupaten Badung yang disebut sebagai pintu gerbang pariwisata Pulau
Bali.
Sebagai salah satu tujuan wisata di Indonesia, Bali telah menjadi daerah
tujuan wisata dunia yang keberadaannya sangat populer. Pariwisata merupakan
lokomotif pembangunan perekonomian masyarakat di Bali. Sekitar 80 %
kehidupan dari masyarakat Bali baik secara langsung maupun tidak langsung
4
I Putu Gelgel, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1.
5
Violetta Simatupang, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, PT. Alumni, Bandung, h. 77.
6
bergantung pada sektor pariwisata.7 Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi
Bali merupakan pemegang otoritas dan legitimasi beserta seluruh stakeholder
yang berinteraksi langsung pada tataran implementatif mulai menggulirkan
konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan demi menjaga konsistensi yang
bertujuan memberikan kontribusi bagi Bali itu sendiri.
Pariwisata salah satu andalan dalam memperoleh devisa bagi
pembangunan baik dalam nasional maupun daerah. Berkaitan dengan hal tersebut
pembangunan pariwisata di Indonesia dituntut untuk mampu menciptakan sebuah
inovasi yang terbaru agar nantinya dapat mempertahankan dan meningkatkan
daya saing secara berkelanjutan.8 Industri pariwisata memberikan peluang kepada
masyarakat untuk berusaha dan berwirausaha. Jenis usaha yang ada kaitannya
dengan pariwisata tergantung dari kreativitas para pengusaha baik yang bermodal
kecil maupun besar. Pariwisata merupakan gabungan dari produk barang dan
produk jasa. Keduanya sangat dibutuhkan dan dihasilkan oleh industri pariwisata.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Selanjutnya disebut UU Kepariwisataan), dalam Pasal 1 angka 4
dinyatakan bahwa, “Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitasnya serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah”. Oleh sebab itu pariwisata tidak
terlepas dari perdagangan jasa pariwisata, seperti jasa angkutan wisata, jasa
akomodasi wisata, jasa boga, jasa atraksi pariwisata, jasa pertukaran valuta asing
7
I Putu Anom dkk, 2010, Pariwisata Berkelanjutan, Dalam Pusaran Krisis Global, Udayana University Press, Denpasar, h. 45.
8
dan jasa pariwisata lainnya. Kondisi tersebut juga memberikan konsekuensi
terhadap tumbuh cepatnya pembangunan dalam bidang pariwisata. Salah satunya
adalah keberadaan pembangunan kegiatan usaha penukaran valuta asing (money
changer). Sarana ini menjadi salah satu peluang yang sangat banyak digunakan
oleh pelaku usaha jasa dan wisatawan sebagai konsumennya, baik oleh wisatawan
domestik maupun wisatawan asing.
Kegiatan usaha penukaran valuta asing (money changer) memiliki kaitan
yang erat dalam pelaksanaan kegiatan perdagangan internasional. Dalam kegiatan
perdagangan internasional, pembeli dan penjual lintas negara tentu mempunyai
mata uang yang berbeda, oleh karena itu pembeli memerlukan kepemilikan atas
mata uang tertentu untuk dapat melakukan transaksi jual beli. Kegiatan usaha
penukaran valuta asing (money changer) dalam hal ini bertugas sebagai perantara
jual beli internasional dengan menyediakan jasa pertukaran uang asing.
Peraturan Perundang-undangan yang erat kaitannya dengan kegiatan usaha
penukaran valuta asing (money changer) adalah Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (yang selanjutnya disebut
UU BI), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Selanjutnya disebut UU Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar), Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (Selanjutnya disebut UU Perbankan), Undang-undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(Selanjutnya disebut UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Keuangan (Selanjutnya disebut UU OJK), Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang (Selanjutnya disebut dengan UU Mata Uang) Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan.
Pelaksanaan kegiatan usaha jasa penukaran valuta asing (money changer)
diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/15/PBI/ 2014 tentang
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing bukan Bank (selanjutnya disebut PBI
No. 16/15/PBI/2014). Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia
tersebut, menyatakan bahwa “Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing yang
selanjutnya disebut KUPVA adalah kegiatan jual dan beli Uang Kertas Asing
(UKA), dan pembelian cek pelawat (traveller’s cheque)”. Pengertian pedagang
valuta asing (money changer) dalam peraturan tersebut tidak sama dengan
pengertian pedagang valas (trader) yang melakukan kegiatan jual beli kontrak
derivatif valas berjangka atau jual beli valas melalui internet (Forex Online
Tranding).9 Fungsi dari usaha penukaran valuta asing (money changer) tidak
tergantikan, karena lembaga ini mudah ditemukan bagi pembeli perorangan
terutama wisatawan yang sedang berkunjung ke negara lain. Kondisi tersebut
mengakibatkan merebaknya peluang usaha ini di kawasan pariwisata.
Dalam dunia bisnis, sering kali seseorang memiliki kemampuan untuk
melakukan suatu usaha karena keahlian, kemampuan atau hal-hal lain karena
bidangnya, namun karena seorang tersebut tidak memiliki cukup modal awal,
maka usahanya tersebut tidak dapat dilaksanakannya sesuai dengan ketentuan
9
peraturan yang berlaku.10 Deputi Gubernur Bank Indonesia menjelaskan pulau
Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia memiliki posisi strategis bagi usaha
penukaran mata uang asing. Kegiatan usaha pedagang valuta asing merupakan
salah satu bagian dari jasa yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan
pariwisata di pulau Bali. Maka dari itu, Bank Indonesia memberikan perhatian
penuh di dalam menata industri pariwisata baik dari bisnis maupun kelembagaan
agar terhindar dari penyalahgunaan. Dalam mencegah kejahatan dalam penukaran
valuta asing, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI No. 16/15/PBI/ 2014 pada 11
september 2014.11
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010
tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non
Bank, Pasal 1 angka 16 menyatakan bahwa “Usaha yang berisiko tinggi (High
Risk Business) adalah bidang usaha yang potensial digunakan sebagai sarana
melakukan tindak pidana pencucian uang dan/atau sarana Pendanaan Terorisme”.
Dalam lampiran peraturan tersebut, dinyatakan bahwa salah satu usaha yang
beresiko tinggi adalah usaha pedagang valuta asing (money changer).
Dalam ketentuan PBI No. 16/15/PBI/ 2014, Pasal 1 ayat 5 menyatakan
“Penyelenggara KUPVA bukan bank adalah perusahaan berbadan hukum
Perseroan Terbatas bukan Bank yang melakukan KUPVA (money changer)”.
Kewajiban penyelenggara KUPVA bukan bank diatur dalam Pasal 17, yang
menyatakan bahwa :
10
Gunawan Widjaja, 2004, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Prenada Media, Jakarta, h.5.
11
Penyelenggara Bukan Bank wajib memasang : logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan ”Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized Money Changer), dan nama Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat yang mudah terlihat pada lokasi usaha.
Kegiatan usaha penukaran valuta asing (money changer) bukan bank
maupun perbankan memiliki pangsa pasar yang berbeda. Apabila bank lebih
mengutamakan jual beli valuta asing dalam jumlah besar, lembaga pedagang mata
uang asing (money changer) biasanya digunakan orang untuk menukar valuta
asing dengan jumlah relatif kecil. Pedagang mata uang asing mengambil
keuntungan dari kegiatan jual beli valuta asing dengan menyesuaikan nilai tukar.
Salah satu wilayah di Provinsi Bali dewasa ini yang terindikasi banyak
terdapat money changer illegal adalah Kabupaten Badung. Berdasarkan hasil
sidak hasil sidak asosiasi pedangang valuta asing bersama Bank Indonesia tahun
2013 yang terindikasi kegiatan penukaran valuta asing yang tidak berizin di
daerah Kuta terdapat sebanyak 50 money changer illegal dan di daerah Nusa Dua
terdapat sebanyak 34 money changer illegal.
Masih ada pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing yang tidak
memasang logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia, tidak memasang sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank
Indonesia dan tidak berbentuk perseroan terbatas. Menurut Ketua Asosiasi
Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali, Ayu Astuti Dharma, sudah menjadi agenda
rutin setiap high season, makin banyak bermunculan “money changer” tidak
dapat merugikan money changer resmi, sebab tarif yang yang ditawarkan sangat
berbeda dengan tarif yang ditentukan.12
Di samping itu dengan adanya praktek penyelenggaraan jasa money
changer yang tidak memenuhi ketentuan/syarat tertentu tersebut, nantinya dapat
merugikan wisatawan itu sendiri, bahkan adanya kecenderungan pelanggaran hak
asasi manusia bagi wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata yang aman, dan
hak untuk memperoleh jasa pariwisata yang baik dan transparan, serta secara tidak
langsung akan berdampak bagi citra pariwisata Bali di mata dunia. Pentingnya
menjaga atau bahkan meningkatkan kualitas pariwisata di Bali nantinya akan
memberikan dampak positif bagi Indonesia itu sendiri, oleh karena itu maka perlu
adanya perhatian khusus dari semua stakeholders terhadap jasa-jasa pariwisata
yang menjadi instrumen penting dari kegiatan wisata, salah satunya jasa money
changer.
Berpijak dari latar belakang masalah tersebut, maka penting kiranya bagi
peneliti untuk mengkaji mengenai “EFEKTIVITAS PERATURAN BANK
INDONESIA (PBI) NOMOR 16/15/PBI/2014 TENTANG KEGIATAN
USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK TERKAIT JASA
MONEY CHANGER ILLEGAL PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG”.
12
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan, sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Bukan Bank terkait dengan jasa money changer illegal pada kawasan
pariwisata di Kabupaten Badung ?
2. Bagaimana sanksi hukum bagi usaha jasa money changer illegal pada
kawasan pariwisata di Kabupaten Badung ?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian merupakan rangkaian penelitian, yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi
areal penelitian.13
Untuk mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari
pokok-pokok permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai
ruang lingkup masalah yang akan dibahas.
Pembatasan dari ruang lingkup masalah ini yaitu peneliti hanya akan
membahas mengenai efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank
berkaitan dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di
Kabupaten Badung. Permasalahan yang kedua mengenai sanksi hukum bagi jasa
money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.
13
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yang mengacu kepada judul dan
permasalahan dibedakan antara tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang
bersifat khusus, yang lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan mengenai
suatu permasalahan hukum, sebagaimana yang dibahas dalam penelitian ini terkait
dengan efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014
tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank terkait jasa money
changer pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
hukum, dalam hukum pariwisata dan peraturan bank indonesia tentang kegiatan
usaha penukaran valuta asing.
1.4.2Tujuan Khusus
Dalam penelitian ini, selain untuk mencapai tujuan umum tersebut di atas,
terdapat juga tujuan khusus. Adapun tujuan khusus yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengkaji mengenai efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank
terkait dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di
2. Untuk mengkaji mengenai mengenai sanksi hukum bagi jasa money changer
illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan untuk dicapai dari hasil penelitian secara teoretis
maupun praktis terhadap pokok permasalahan adalah :
1.5.1Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat teoritis bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini adalah ilmu hukum, khususnya
bidang hukum kepariwisataan, yang lebih khusus lagi pada anggota Asosiasi
Pedagang Valuta Asing disamping itu juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai
referensi penelitian selanjutnya khususnya penelitian yang berkaitan dengan usaha
jasa money changer.
1.5.2Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis, penelitian ini mempunyai manfaat praktis. Adapun
penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada :
1. Bagi lembaga pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bahan
pertimbangan dalam membuat kebijakan yang menyangkut jasa money
changer dalam memberikan perlindungan kepada wisatawan selaku
konsumen.
2. Bagi wisatawan maupun pelaku usaha jasa money changer, hasil dalam
penelitian ini dapat berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran
berkaitan hal efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
terkait dengan money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten
Badung.
3. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dan ide baru untuk menghasilkan dan meneliti pada tahap lebih
lanjut sehingga suatu saat terdapat aturan yang lebih baik yang berkaitan
dengan usaha jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di
Kabupaten Badung.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil
penelitian tentang “Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
terkait dengan Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di
Kabupaten Badung”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.
Akan tetapi pernah ada yang meneliti yang terkait tentang valuta asing antara lain:
1. Tesis yang ditulis oleh Inayah dengan judul “Tinjauan Yuridis Praktek
Transaksi Derivatif pada Perdagangan Valuta Asing”. Tesis tersebut ditulis
untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Universitas Gadjah Mada tahun
2011. Tesis ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Adapun
permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana praktik
perjanjian transaksi derivatif pada perdagangan valuta asing (2) Bagaimana
pengaturan praktek perjanjian transaksi derivatif pada perdagangan valuta
2. Tesis yang ditulis oleh dari Edi Wahananto dengan judul “Transaksi Derivatif
Valuta Asing dalam Tinjauan Hukum Perjanjian di Indonesia”. Tesis tersebut
ditulis untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Gadjah Mada Tahun
2011. Adapun permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana
transaksi derivatif valuta asing ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia (2)
Bagaimana pengaturan transaksi derivatif dalam hukum perbankan di
Indonesia.
3. Tesis yang ditulis oleh Glen Ezra Parera, SH, mahasiswa Program Pasca
Sarjana Universitas Indonesia Mada tahun 2011 berjudul “Perlindungan
Hukum bagi Nasabah dalam Transaksi Derivatif Perbankan di Indonesia”.
Adapun permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana peran
transaksi derivatif didalam era perekonomian global seperti sekarang ini (2)
Bagaimana peraturan transaksi derivatif perbankan dalam sistem hukum di
Indonesia (3) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah dalam
transaksi derivatif perbankan di Indonesia.
Berdasarkan dengan hal tersebut dari tesis dengan judul dan permasalahan
diatas, maka menunjukkan bahwa tidak adanya persamaan baik dalam judul
maupun di dalam rumusan masalah dengan penelitian yang akan diteliti.
Penelitian yang akan diteliti oleh peneliti ini dapat di pertanggung jawabkan
keorisinalannya.
1.7 Landasan Teoretis
Landasan teoretis untuk mengidentifikasikan teori hukum umum atau teori
norma-norma dan lain-lain yang akan dipergunakan sebagai landasan untuk
mejawab permasalahan di dalam penelitian. Theories of law will tell one what it is
that makes some rule (norm), rule (norm) system, practice, or institution “legal”
or “not legal” , “law” or “not law”.14 Asas hukum merupakan pikiran-pikiran
yang mendasar yang terdapat didalam dan dibelakang sistem hukum yang
masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan hakim
yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual
dapat dipandang sebagai penjabarannya.15
Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau
menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau
permasalahan secara kritis ilmu hukum maupun hukum positif dengan
menggunakan interdisipliner. Jadi, tidak hanya menggunakan metode sintesis saja.
Dikatakan secara kritis karena pertanyaan pertanyaan atau permasalahan teori
hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena
memerlukan argumentasi atau penalaran.16 Dalam penelitian ini digunakan
beberapa teori dan asas yang terkait dengan permasalahan, antara lain :
1.7.1Teori Sociological Jurisprudence
Teori sociological jurisprudence : Pendasar mazhab sociological
jurisprudence dapat disebutkan, misalnya Roscoe Pound, Eugen Ehrich,
Benyamin Cardozo, Kantorowics, Gurvitch. Inti pemikiran mazhab ini yang
14
Brian H Bix, 2009, Jurisprudence : Theory and Concept, Thomson Reuters (legal) Limited, London, h. 9.
15Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2003, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia Modern), Refika Aditama, Bandung, h.50.
16
berkembang di amerika : Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sesuai di sini berarti bahwa hukum itu
mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.17 Mazhab ini
mengetengahkan tentang pentingnya Living Law yang hidup di dalam masyarakat.
Kenyataan yang hidup dalam masyarakat sering disebut sebagai “living law and
just law” yang merupakan “inner order” yang tercermin dalam kehidupan
masyarakat.18 Sociological Jurisprudence pada kenyataannya lebih menekankan
pada masalah evaluasi hukum, kedudukan hukum tertulis dan tidak tertulis, fungsi
hukum sebagai rekayasa sosial, pembentukan hukum yang baik dan cara
penerapan hukum.19
“Sosciological jurisprudence”. Pound refers to this as a study of the
peculiar characteristics of the legal order, i.e, an aspect of jurisprudence proper.
Llyod writes effective in action, and based on subjective values. Some other
writters use the term to refer to the Sociological School of Jurisprudence, that is,
those jurists who see in a study of society a means whereby the science of law
might be made more precise. (Ilmu hukum sosiologis Pound menunjuk kajian ini
sebagai suatu kajian studi yang berkarakter khas tertib hukum, yaitu merupakan
suatu aspek ilmu hukum yang sebenarnya. Lyd menuliskan bahwa “ilmu hukum
sosiologis” ini adalah suatu cabang dari ilmu-ilmu normatif, yang bertujuan untuk
lebih mengefektifkan perundang-undangan di dalam pelaksanaannya, dan
17
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 66.
18
Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 19.
19
didasarkan pada nilai-nilai subjektif. Beberapa penulis menggunakan
istilah-istilah ini untuk menunjukkan pada “Aliran Sosiologis dalam Ilmu Hukum”, yaitu,
para yuris yang melihatnya sebagai suatu studi tentang masyarakat untuk
membuat ilmu hukum menjadi lebih akurat).
Teori Sociological Jurisprudence juga dipergunakan untuk membahas
rumusan masalah kedua yaitu bagaimanakah efektivitas Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing
bukan bank berkaitan dengan money changer pada kawasan pariwisata di
Kabupaten Badung.
1.7.2Teori Efektivitas Hukum
Teori terdiri dari serangkaian pemahaman dari suatu kenyataan yang
tersusun secara sistematis, logik dan konkrit yang melalui serangkaian pengujian
yang telah diakui kebenarannya (walaupun sementara) dan masih membutuhkan
serangkaian pengujian lagi agar diperoleh suatu kebulatan pemahaman tentang
suatu hal.20 Teori Efektivitas Hukum atau bekerjanya hukum di dalam masyarakat
menurut William. J Chambliss dan Robert. B Seidmen yang berpendapat tentang
pengaruh hukum.
Salah satu hal fungsi hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap
yang bertindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia.
Efektivitas hukum merupakan sebuah proses yang bertujuan agar semua hukum
dapat berlaku secara efektif, keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa
20
bentuk tolak ukur di antaranya hukumnya sendiri, perilaku masyarakat, sarana dan
fasilitas.21
Melihat efektivitas berkaitan dengan bidang hukum, Achmad Ali
mempunyai pendapat jika ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita
pertama harus dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak
ditaati”. Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya faktor
yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan
bagaimana optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di
dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan
perundang-undangan tersebut.22 Penelitian kepustakaan mengenai teori efektivitas memberikan
keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat efektivitas suatu hal. Dalam secara
umum, efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan
yang telah ditetapkan.
Dalam sebuah konsep hukum sangat mempengaruhi agar suatu perilaku
dilakukan oleh lembaga pembuat peraturan dan lembaga kekuasaan negara,
kemudian oleh kekuasaan negara diselenggarakan dengan mempergunakan hukum
sebagai sarana untuk mendorong perilaku yang lebih baik. Lembaga pembuat
hukum bekerja dengan membuat peraturan yang ditujukan untuk mengatur
masyarakat, demikian pula dengan lembaga penegak hukum yang bekerja untuk
21
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 8.
22
melakukan law enforcement untuk ditegakkan di masyarakat. Robert B. Seidmen
membuat model bekerjanya hukum sebagai berikut :23
feedback
rule of public
feedback
Dari bagan tersebut Seidmen mengajukan empat proposisi. Empat
proposisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seseorang pemegang peran (Role Occupan) itu diharapkan bertindak.
2. Bagaimana seseorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan politik, sosial dan lain-lainnya mengenai dirinya.
3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka sanksi-sanksinya, keselurahan kompleks kekuatan-kekuatan politik, sosial, dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran.
4. Bagaimana peran pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, politik, ideologis dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.24
Bekerjanya hukum dalam masyarakat terkait juga dengan penegakan
hukum dapat melibatkan beberapa unsur atau aspek yang saling memiliki
keterkaitan sebagai suatu sistem. Beberapa aspek tersebut yaitu lembaga pembuat
hukum (Law Making Institution), lembaga sebagai penerap sanksi, budaya
hukum serta unsur-unsur umpan balik dari proses bekerjanya hukum yang sedang
berjalan.25
Robert B. Seidman dan William J. Chambliss menyusun suatu konsep
bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan suatu
peraturan perundang-undangan sangat tergantung banyak faktor. Secara garis
besar bekerjanya hukum dalam masyarakat akan ditentukan oleh beberapa faktor
utama. Faktor tersebut meliputi keseluruhan komponen sistem hukum, yaitu
faktor substansial, faktor struktural dan faktor kultural.
a. Substansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis termasuk putusan pengadilan;
b. Struktur hukum yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta aparatnya, mencakup antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya;
c. Kultur hukum yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir dan cara bertindak baik dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat tentang hukum dan berbagai fenomena tentang hukum.26
24 ibid.
25
Muladi, 2002, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Centre, Jakarta, h. 27.
26
Penegakan hukum sebagai bagian daripada legal system, tidak dapat
dipisahkan dengan substansi hukum dan budaya hukum.27 Melaksanakan
pengawasan adalah juga menegakkan hukum, penegakan hukum yang secara
khusus yang ditujukan terhadap jasa money changer di kawasan pariwisata di
mana belakangan ini banyak usaha money changer yang tanpa izin sehingga
merugikan konsumen dalam hal ini wisatawan.
Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus mendapat
perhatian keadilan, kemanfaatan atau hasil guna, dan kepastian hukum. Tujuan
pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atau ketertiban ini, syarat pokok
untuk suatu masyarakat yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya
keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam
pergaulan antar manusia dalam masyarakat.28 Jadi fungsi hukum disini diartikan
sebagai :
1. Standard of conduct, yakni menjadi ukuran tingkah laku dan kesamaan sikap
yang harus ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
2. As tool of social engineering, hukum sebagai alat untuk menyatakan benarnya
suatu tingkah laku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
3. As tool of justification, hukum sebagai alat untuk menyatakan benarnya suatu
tingkah laku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
4. As tool of social control, hukum sebagai alat mengontrol pemikiran dan
tingkah laku manusia agar mereka selalu terpelihara moralnya, tidak
27
Siswanto Sunarso, 2005, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 110.
28
melakukan perbuatan yang melanggar hukum, norma susila, dan ajaran agama
yang dipeluknya.
5. Rechzeken heid, agar dalam setiap persoalan dan permasalahan yang terjadi
dalam masyarakat ada kepastian hukum untuk dijadikan pegangan oleh
seluruh masyarakat.29
Suatu peraturan atau kaedah hukum dapat berlaku efektif dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Soerjono Soekanto
adalah:
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.30
Konsep-konsep mengenai ketaatan, ketidaktaatan atau penyimpangan dan
pengelakan berkaitan dengan hukum yang memuat larangan atau suruhan yang
tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank. Kewajiban kegiatan
penukaran valuta asing bukan bank diatur dalam Pasal 17, yang menyatakan
bahwa “Penyelenggara Bukan Bank wajib memasang : logo penyelenggara
KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sertifikat izin usaha yang
di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan ”Penyelenggara Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized Money Changer), dan nama
Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat yang mudah terlihat pada
lokasi usaha”. Agar hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum
untuk menegakkan hukum tersebut.
State choose the law as the primary mechanism for veiewing broader
understandings of the responsibility for number of reasons. Law, after all,
pervades our lives and provides the general rules by which we patern our
behavior.31 (Negara memilih hukum sebagai mekanisme utama dalam melihat
pemahaman yang lebih luas terhadap tanggung jawab untuk beberapa alasan,
hukum menjalankan kehidupan kita dan menyediakan aturan-aturan umum
dimana kita harus bertindak).
Sistem hukum yang ada dan telah dijalankan seperti sekarang ini dibentuk
oleh masyarakat dengan tingkat peradaban sosialnya. Tiap-tiap negara mempunyai
karakteristik ideologis yang memiliki perbedaan dan karakteristik inilah yang
kemudian akan memberikan corak hukum yang akan dibangun. Hukum tidak
dapat dilepaskan dari struktur sosialnya. Hukum yang baik adalah hukum yang
tumbuh sesuai perkembangan masyarakatnya. Menurut H.L.A Hart “ the most
prominent general feature of the law at all time and places is that its existence
means that certain kinds of human conduct are no longer option, but in some
sense obligatory”.32 (sifat mengatur hukum yang harus dipatuhi menyebabkan
tuntutan berperilaku manusia pada situasi tertentu bukan lagi merupakan pilihan
melainkan menjadi suatu keharusan). Teori efektivitas hukum dipergunakan untuk
mengkaji permasalahan yang pertama yaitu tentang faktor-faktor yang
31
Saundra Davis Westervelt, 1999, Shifting The Blame, Rutgers University Press, London, hal. 5.
32
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan
bank terhadap money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di Bali.
Efektivitas berlakunya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014
tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank berkaitan dengan
money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung, dari
perspektif teori efektivitas hukum meliputi keseluruhan komponen sistem hukum,
yaitu faktor substansial, faktor struktural dan faktor kultural.
1.7.3Teori Kesadaran Hukum
Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk
meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara
keseluruhan, maupun dari kalangan penegak hukum. Sebagaimana diketahui
bahwa kesadaran hukum ada dua macam :
a. Kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum
b. Kesadaran hukum negatif, identik dengan ketidaktaatan hukum
Rumusan Ewick dan Silbey tentang legal conseciousness (kesadaran
hukum) sebagai berikut :
“The term legal consciousness is used by social scientists to refer to ways in which people make sense of law and legal institutions, that is the understandings which give meaning to people experiences and actions”.
(Istilah kesadaran hukum digunakan oleh para ilmuan sosial untuk mengacu ke cara-cara di mana orang-orang memaknakan hukum dan institusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang).
Kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas hukum adalah unsur
yang saling berhubungan. Sering orang mencampuradukkan antara kesadaran
berhubungannya, namun tidak tetap persis sama. Kedua unsur itu memang sangat
menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di
dalam masyarakat. Teori ini dipergunakan untuk untuk mengkaji permasalahan
kedua sanksi hukum bagi usaha jasa money changer tidak berizin pada kawasan
pariwisata di Kabupaten Badung.
1.7.4Konsep Kepastian Hukum
Kepastian hukum mengandung dua pengertian. Kedua, adanya aturan yang
bersifat umum yang membuat individu mengetahui dan memahami
perbuatan-perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kedua, adanya keamanan
hukum berupa jaminan kepastian hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum sehingga individu
dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan oleh Negara terhadap individu.33
Dengan adanya kepastian hukum di dalam masyarakat akan tahu kejelasan
antara hak dan kewajiban menurut hukum. Kepastian hukum ini dapat dibentuk
melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan
menjadi jelas pula apa yang akan diterapkan. Kepastian hukum berarti memiliki
hukum yang tepat, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumannya.
Konsep kepastian hukum di dalam penelitian ini digunakan untuk
membahas permasalahan yang kedua yaitu mengenai bagaimana ketentuan
pelaksanaan usaha jasa pedagang valuta asing (money changer). Pada PBI No.
16/15/PBI/ 2014, mengenai setiap pedagang valuta asing (money changer ) wajib
logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan
33
”Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized
Money Changer), dan nama Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat
yang mudah terlihat pada lokasi usaha, untuk menjadi money changer resmi
sehingga dapat menjamin suatu kepastian hukum bagi setiap konsumen atau
pengguna jasanya tersebut. Money changer mempunyai peran yang cukup penting
pada setiap kawasan pariwisata. Setiap money changer yang tidak terdaftar tidak
akan dapat menjamin suatu kepastian hukum sehingga dapat merugikan para
pengguna jasa.
Apalagi saat ini banyak muncul money changer yang tidak terdaftar di
beberapa kawasan pariwisata di Bali selain merugikan konsumen dengan
mengurangi hasil penilaian uang yang ditukar, sejumlah perusahaan juga sangat
berpotensi menjadi salah satu tempat pencucian uang atau money laundering.34
Teori ini dipergunakan untuk untuk mengkaji permasalahan kedua sanksi hukum
bagi usaha jasa money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di
Kabupaten Badung.
1.7.5 Konsep Illegal
Illegal and unlawful have slightly different meanings, although they are
often used interchangeably. Something that is illegal is against the law, whereas
an unlawful act merely contravenes the rules that apply in a particular context.
(Illegal dan melanggar hukum memiliki makna yang sedikit berbeda, meskipun
mereka sering digunakan secara bergantian. Sesuatu yang ilegal adalah melawan
hukum, sedangkan tindakan yang melanggar hukum hanya bertentangan dengan
aturan yang berlaku dalam konteks tertentu). Konsep illegal di dalam penelitian
34
ini digunakan untuk membahas permasalahan yang pertama dan kedua yaitu untuk
memberikan penjelasan pasal 7 juncto pasal 17 PBI Nomor 16/15/2014 tentang
Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing berkaitan dengan money changer resmi
yang tidak melawan hukum.
1.8 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, penulis menyajikan dalam bagan kerangka berpikir
27
Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor `16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank terkait Jasa Money Changer Illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung penukaran valuta asing bukan bank menyatakan bahwa penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan BI, sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh BI dan tulisan “Penyelenggara kegitan usaha penukaran valuta asing berizin
(authorized money changer)
28
diterbitkan oleh BI dan tulisan “Penyelenggara kegitan usaha penukaran valuta
asing berizin (authorized money changer) dan nama perseroan terbatas
penyelenggara KUPVA di tempat yang mudah terlihat pada lokasi usaha, Masih
ada pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing tidak memasang logo
penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan tidak
berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
berkaitan dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di
Kabupaten Badung serta sanksi hukum mengenai usaha jasa money changer
Illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung. Untuk menjawab
permasalahan tersebut digunakan teori-teori yaitu teori sosiological jurisprudence,
teori efektivitas hukum, teori kesadaran hukum dan konsep kepastian hukum.
Adapun metode penelitian yaitu jenis penelitian adalah empiris dengan adanya
kesenjangan antara ketentuan yang berlaku dengan pelaksanaannya. Sifat
penelitian adalah deskriptif, didukung dengan data dan sumber data, teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan
wawancara. Untuk teknik penentuan sampel penelitian digunakan non
probabilitas teknik snowball sampling dan untuk pengolahan dan analisis data
berikut : pertama Pelaksanaan pasal 7 juncto pasal 17 peraturan BI tentang
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank di Kabupaten Badung
berkaitan dengan jasa money changer belum berjalan efektif dan kedua sanksi
hukum yang diberikan untuk jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata
di Kabupaten Badung merupakan sanksi secara administrasi.
1.9 Metode Penelitian
1.9.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu
metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian
dengan meneliti data sekunder (bahan pustaka) terhadap data primer di lapangan
karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang
hidup dalam masyarakat artinya keberadaan hukum tidak bisa dilepaskan dari
keadaan sosial masyarakat dan juga perilaku masyarakat yang sangat terkait
dengan lembaga hukum tersebut.35
Penelitian ini beranjak pada ilmu hukum normatif (peraturan
perundangan), kemudian mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi
ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat.36 Melakukan pendekatan
terhadap permasalahan dengan mengkaji berbagai aspek hukum baik dari segi
35
Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press,Jakarta,h.3.
ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Meneliti atau menelaahnya dari segi
pelaksanaannya, sehingga dapat diimplimentasikan dalam praktek dilapangan.37
Studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.38 Dengan metode pendekatan
analitis (analytical approach) yaitu menganalisa bahan hukum untuk mengetahui
makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan oleh peraturan
perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya
dalam praktik.39
1.9.2 Sifat Penelitian
Sifat penelitian terdiri dari tiga jenis penelitian yaitu yang bersifat
ekploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian yang bersifat deskriptif dan
penelitian yang bersifat eksplanatif (menerangkan).40
Pada penulisan ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif.
Penelitian yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
permasalahan yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan
subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Penelitian deskriptif dapat dikatakan sebagai langkah-langkah melakukan
representatif obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang