• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 Tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Terkait Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 Tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Terkait Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 16/15/PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA

PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK

TERKAIT JASA MONEY CHANGER ILLEGAL

PADA KAWASAN PARIWISATA

DI KABUPATEN BADUNG

I GUSTI AGUNG AYU SUKMA SANJIWANI

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

TESIS

EFEKTIVITAS PERATURAN BANK INDONESIA (PBI)

NOMOR 16/15/PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA

PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK

TERKAIT JASA MONEY CHANGER ILLEGAL

PADA KAWASAN PARIWISATA

DI KABUPATEN BADUNG

I GUSTI AGUNG AYU SUKMA SANJIWANI NIM: 139056136

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

ii

PADA KAWASAN PARIWISATA

DI KABUPATEN BADUNG

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AGUNG AYU SUKMA SANJIWANI NIM: 1390561036

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

iii

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 28 JANUARI 2016

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M NIP. 19611101 198601 2 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001

Pembimbing I

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M NIP. 19611101 198601 2 001

Pembimbing II

(5)

iv

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor 0276/UN14.4/HK/2016 Tanggal 15 Januari 2016

Ketua : Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M

Sekretaris : Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum

Anggota : 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH

2. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum

(6)

v Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : I Gusti Agung Ayu Sukma Sanjiwani

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta

Asing Bukan Bank Terkait Jasa Money Changer Illegal

pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia

menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17

Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 28 Januari 2016

Yang menyatakan

(7)

vi

Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir Tesis yang berjudul “EFEKTIVITAS PERATURAN BANK

INDONESIA (PBI) NOMOR 16/15/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA

PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK TERKAIT JASA MONEY

CHANGER ILLEGAL PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG” tepat pada waktunya.

Penyusunan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Udayana. Adapun dalam penulisan Tesis ini, penulis

telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Rektor

Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.Pd KEMD beserta

jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk

menempuh dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister di Universitas

Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. dr.

A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya atas kesempatan yang diberikan

kepada Penulis untuk menjadi mahasiswi di Program Magister di Universitas

Udayana, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bapak Prof. Dr. I Gusti

Ngurah Wairocana, SH., MH., beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas

(8)

vii

Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ibu Dr. Ni Ketut

Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM., atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada Penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan

Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana, Sekretaris Program

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, Bapak Dr.

Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,M.Hum., atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada Penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan

Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana.

Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Pembimbing Akademis,

Bapak Dr. I Made Sarjana, SH.,MH., yang telah membimbing saya dari awal

kuliah di Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana, Ibu Dr. Ni

Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM., Dosen Pembimbing I yang

dengan penuh perhatian telah membimbing dan memberikan semangat serta

nasehat kepada Penulis untuk menyelesaikan Tesis ini, Bapak Dr. Putu Tuni

Cakabawa Landra, SH.,M.Hum., Dosen Pembimbing II yang dengan penuh

perhatian telah membimbing dan memberikan semangat serta nasehat kepada

Penulis untuk menyelesaikan Tesis ini, Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH,.MH.,

Bapak Dr. I Made Sarjana, SH.,MH., Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih,

S.H.,M.Hum., Dosen Penguji yang telah berkenan meluangkan waktu serta

tenaganya guna membimbing dan memberikan saran dalam menyelesaikan Tesis

ini, yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam mengerjakan Tesis ini,

(9)

viii

Indonesia Kantor Perwakilan Daerah Bali, Polda Bali, Asosiasi Pedagang Valuta

Asing yang telah memberikan ijin, semangat dan membantu saya dalam penelitian

Tesis ini, PT. Kuta Prima Nirwana Valas, PT. Pratama Strata Utama dan PT.

Semangat Anak Rantau yang telah memberikan ijin dan membantu saya dalam

penelitian Tesis ini dan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung telah memberikan

ijin dan membantu saya dalam penelitian Tesis ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan Kepada Orang tua saya, Drs. I

Gusti Agung Ngurah Agung, SH, I Gusti Agung Bintang Wahyuni, S.sos, dan

Dra. Ni Nyoman Wismadewi yang selalu memberikan nasehat, motivasi dan

semangat kepada saya dari awal pendidikan hingga penyusunan Tesis ini; Kepada

I Gusti Agung Ayu Intan Pancali Putri, SE dan I Gusti Agung Ngurah Nata

Wibawa beserta keluarga yang selalu memberikan semangat dan senantiasa

memberikan dukungan saya selama pendidikan hingga mengerjakan Tesis ini,

kepada sahabat saya Ida Ayu Wulan Rismayanthi, Intan Permatasari, Dian

Pradnyawati, Riky Artininse, Dita Praja, Dwi Mariani, Arini Renda, Yoga

Maheswara, Ida Bagus Ketut Purbanegara, Rekan-rekan hukum kepariwisataan

yang telah memberi semangat dan dukungan selama pendidikan hingga Tesis ini

terselesaikan, kepada Rekan-rekan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas

Udayana angkatan 2013 dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

(10)

ix

begitu banyaknya kekurangan, sehingga segala kritik dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan penulis selanjutnya. Akhir

kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tesis ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 28 Januari 2016

(11)

x

kegiatan usaha penukaran valuta asing yang tidak memasang logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tidak memasang sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tidak berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang diteliti adalah : Bagaimana pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank berkaitan dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung ? dan Bagaimana sanksi hukum bagi usaha jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung ?

Jenis penelitian pada penulisan ini adalah penelitian hukum empiris. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang didukung oleh data dan sumber data yang relevan. Untuk teknik pengumpulan data yang dilakukan secara studi dokumen dan wawancara dengan teknik purposive sampling, nantinya data diolah dan dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini di dukung pula dengan teori-teori hukum seperti Teori Efektivitas Hukum, Teori Sosiological Jurisprudence, Konsep Kepastian Hukum dan Konsep Illegal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di Kabupaten Badung berkaitan dengan jasa money changer

belum berjalan secara efektif karena terjadi penyimpangan faktor yang mempengaruhi adalah faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Dengan telah ditemukannya pelanggaran oleh money changer yang tidak berizin dan sanksi hukum yang diberikan untuk usaha jasa money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung merupakan sanksi secara administrasi dan dapat juga ditindak sesuai dengan hukum pidana.

(12)

xi

Money changer is closely related to tourism. The obligations of non-bank KUPVA operator is regulated under Article 7 juncto Article 17 Regulation of Bank Indonesia (PBI) No. 16/15/PBI/2014 on Business Activities of Non-Bank. However, there are operators of business activities of foreign currency exchange who did not put the logo of authorized KUPVA operator issued by Bank Indonesia, did not put on business license certificate issued by Bank Indonesia and the entity is not in the form of Limited Liability Company. Based on such conditions, the problems studied are: how is the implementation of the Regulation of Bank Indonesia (PBI) No. 16/15/PBI/2014 on Business Activities of Non-Bank Foreign Currency Exchange in relation to the illegal money changers services in Badung tourism area? and what are the legal sanctions for illegal money changer business services in Badung tourism area?

The type of research in this paper is an empirical legal research. The nature of the research is descriptive supported by the data and relevant data sources. The data collection techniques were conducted by documents study and interviews with a purposive sampling technique, and then data were qualitatively processed and analyzed. This research was also supported by legal theories such as Effectiveness Theory, Sociological Jurisprudence Theory and Legal Certainty Concept.

The results of research showed that the Business Activities of Non-Bank Foreign Currency Exchange in Badung Regency related to money changer service have not operated effectively because of irregularities related to the discovery of violation by unauthorized money changers the factors that influence is a factor of its own law , law enforcement apparatus , factors means or facilities , community factors and factors culture and legal sanctions imposed to the unauthorized money changer service operators were administrative sanction and also criminal sanction.

(13)

xii

Terkait Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten

Badung” yang terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab membahas tentang

latar belakang pentingnya penulisan tesis ini dan metode penelitian yang

dipergunakan dalam tesis ini, tinjuan umum dari teori hukum dan konsep yang

digunakan untuk meneliti permasalahan pada tesis ini, kajian maupun pembahasan

yang menjadi permasalahan serta kesimpulan dan saran yang dapat diberikan.

Bab I merupakan Pendahuluan yang diawali dengan memaparkan latar

belakang penelitian yaitu karena adanya kesenjangan antara Peraturan Bank

Indonesia (PBI) Nomor 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta

Asing Bukan Bank dalam pasal 17 Penyelenggara Bukan Bank wajib memasang :

logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,

sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan

”Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized

Money Changer), dan nama Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat

yang mudah terlihat pada lokasi usaha dalam pelaksanaannya masih ada money

changer tidak berizin. Terhadap hal tersebut maka dirumuskan kedalam 2 (dua)

rumusan yang nantinya akan diteliti pada bab berikutnya, terdapat tujuan dan

manfaat penulisan, orisinalitas, landasan teori, dan juga metode penelitian yang

digunakan pada penulisan ini.

Bab II pada tesis ini menguraikan kajian tentang valuta asing, money

changer, dan kawasan pariwisata. Bahwa money changer Kegiatan penukaran

valuta asing atau money changer adalah perusahaan bank atau non bank yang

melakukan jual beli uang kertas asing dan melakukan pembelian cek perjalanan

atau Traveller’s Cheque (TC). Hubungan pariwisata dengan money changer

adalah usaha pendukung yang terkait erat dengan pengembangan pariwisata

meliputi : usaha perternakan, usaha pertanian, usaha perindustrian, usaha

(14)

xiii

apabila diperlukan, sehingga dengan tersedianya sarana penunjang akan lebih

membantu memperlancar perjalanan, yang termasuk komponen penunjang antara

lain kantor pos dan telepon, kantor bank, tempat pelayanan kesehatan, keamanan,

dan penukaran uang (money changer).

BAB III memaparkan tentang jawaban atas rumusan masalah pertama

tentang efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank terkait

dengan jasa money changer pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.

Dalam bab ini permasalahan mulai dijawab dengan keberadaan money changer

pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung, proses pelaksanaan Pasal 7 juncto

Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang

Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di Kabupaten Badung,

Faktor-Faktor pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/15/2014.

BAB IV merupakan pembahasan terhadap rumusan masalah kedua yang

menguraikan tentang sanksi bagi pelanggaran jasa money changer tidak berizin

pada kawasan pariwisata di kabupaten badung. Dalam bab ini dimulai

pembahasan tentang pelanggaran jasa money changer pada kawasan di Kabupaten

Badung terhadap dugaan tindak pidana kegiatan usaha penukaran valuta asing

(KUPVA) mengacu pada pedoman kerja yang telah disepakati oleh Bank

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor :

16/1/DpG/DKSP/PK dan Nomor B/33/IX/2014 tentang tata cara pelaksanaan

penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan kegiatan

usaha penukaran valuta asing, Pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia

berkaitan dengan jasa money changer illegal di Kabupaten Badung adalah

Ketentuan Pasal 25 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

16/15/PBI/2014, dalam melaksanakan pengawasan langsung terhadap

Penyelenggara KUPVA Bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat

(2) huruf a, Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama

Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penyelenggara KUPVA

(15)

xiv kegiatan usaha dan atau pencabutan izin.

BAB V merupakan bab penutup dari tesis ini yang menguraikan tentang

simpulan dan saran yang dapat penulis berikan. Simpulan dalam bab ini

merupakan rangkuman yang dibahas pada bab sebelumnya, dan saran yang

diberikan ditujukan penulis bagi Bank Indonesia sebagai pihak yang melakukan

(16)

xv

Halaman HALAMAN SAMPUL DEPAN

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

PRASYARATAN GELAR MAGISTER ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

(17)

xvi

1.9.2 Sifat Penelitian... 30

1.9.3 Data dan Sumber Data ... 31

1.9.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

1.9.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 33

1.9.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 34

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI VALUTA ASING, MONEY CHANGER DAN KAWASAN PARIWISATA ... 36

2.1 Kajian Tentang Valuta Asing ... 36

2.1.1 Pengertian Valuta Asing dan Dasar Hukum Valuta Asing ... 36

2.1.2 KarakteristikValuta Asing ... 43

2.2 Kajian tentang Money Changer ... 47

2.2.1 Pengertian Money Changer dan Dasar Hukum Money Changer ... 47

2.2.2 Syarat dan Perizinan Jasa Money Changer ... 49

2.2.3 Money Changer Ilegal ... 53

2.3 Kajian tentang Kawasan Pariwisata ... 57

2.3.1 Pengertian Pariwisata dan Dasar Hukum Pariwisata ... 57

2.3.2 Karakteristik Kawasan Pariwisata ... 60

2.3.3 Hubungan Hukum antara Money Changer dan Kawasan Pariwisata ... 63

BAB III PELAKSANAAN PERATURAN BANK INDONESIA (PBI) NOMOR 16/15/PBI/2014 BERKAITAN DENGAN MONEY CHANGER PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG... 68

(18)

xvii

Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan

Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di Kabupaten

Badung ... 76

3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/2014 Berkaitan dengan Money Changer pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 83

BAB IV SANKSI TERHADAP PELANGGARAN JASA MONEY CHANGER ILLEGAL PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG... 92

4.1 Pelanggaran Jasa Money Changer pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 92

4.2 Pengawasan dan Pembinaan Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 98

4.3 Sanksi-Sanksi Bagi Pelanggaran Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung ... 109

BAB V PENUTUP ... 120

5.1 Kesimpulan ... 120

5.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(19)

xviii

Gambar 1 Kerangka Berpikir ... 27

Gambar 2 Proses Perizinan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan

Bank ... 53

(20)

xix

Halaman Tabel 1 Jumlah Kunjuangan Wisatawan di Kabupaten Badung ... 69

Tabel 2 Jumlah Penyelenggara KUPVA Bukan Bank Periode Juni Tahun

2015 ... 72

Tabel 3 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank di

Kabupaten Badung yang Masih Aktif Per Februari 2015 ... 73

Tabel 4 Money Changer terindikasi yang tidak Memiliki Ijin sesuai

dengan PBI Nomor 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha

(21)

xx 3. Serifikat Bank Indonesia

4. Peraturan Bank Indonesia No 16/15/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran

(22)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata kegiatan yang dinamis yang melibatkan banyak manusia serta

menghidupkan berbagai kegiatan usaha. Jika diamati dari segala pembentuk faktor

produksi seperti modal, tanah, tenaga kerja, teknologi dan manajemen, maka

pariwisata dapat memberikan kontribusi yang signifikan sebagai katalisator dalam

mengembangkan pembangunan (agent of development) dan pemerataan

pendapatan masyarakat (re-distribution of income).1 Aspek yang memberikan

perhatian paling besar dalam pembangunan pariwisata adalah aspek ekonomi.

Berkaitan dengan hal tersebut, pariwisata dapat dikatakan sebagai suatu industri

bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai kegiatan bisnis yang berorientasi

dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan seperti accomodation.2

World Tourism Organization (selanjutnya disebut WTO) dalam perkiraan

yang dikeluarkan tahun 1977 mencatat, bahwa pada tahun 1995 arus wisatawan

mancanegara mencapai 564 juta orang, maka ditahun 2020 wisatawan

mancanegara akan mencapai 1.602 juta orang. Angka tersebut mencerminkan

peningkatan mendekati 3 kali lipat dalam kurun waktu 25 tahun, atau

pertumbuhan rata-rata 4,3% per tahun.3 Pariwisata sudah diakui sebagai industri

1

Oka A. Yoeti, 2006, Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 2.

2

Ida Bagus Wyasa Putra, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT Refika Aditama, Bandung, h.17-18.

3

(23)

terbesar di abad ini dan menjadi salah satu sektor andalan di dalam pembangunan

di bidang ekonomi berbagai Negara.4

Perdagangan jasa internasional saat ini semakin menduduki posisi penting

dalam perdagangan dunia. Menurut statistik yang dikeluarkan oleh WTO pada

tahun 2011, transaksi perdagangan jasa telah memberikan kontribusi sebanyak 60

% dari total Gross Domestic Product (GDP) dunia. Hal tersebut merupakan salah

satu bukti nyata bahwa perdagangan jasa internasional berkembang dengan pesat.5

Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat jumlah wisatawan mancanegara

yang paling banyak berkunjung ke Bali selama Januari - Desember 2013 adalah

wisatawan berkebangsaan Australia 826.388 orang, Cina sebanyak 387.533 orang,

Jepang 208.116 orang, Malaysia 199.232 orang, Singapura 138.388 orang, New

Zealand 48.749 orang, Thailand 34.728 orang.6 Banyaknya wisatawan ke Bali

tentunya diimbangi dengan jumlah hotel di berbagai kabupaten / kota di Bali

seperti Kabupaten Badung yang disebut sebagai pintu gerbang pariwisata Pulau

Bali.

Sebagai salah satu tujuan wisata di Indonesia, Bali telah menjadi daerah

tujuan wisata dunia yang keberadaannya sangat populer. Pariwisata merupakan

lokomotif pembangunan perekonomian masyarakat di Bali. Sekitar 80 %

kehidupan dari masyarakat Bali baik secara langsung maupun tidak langsung

4

I Putu Gelgel, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1.

5

Violetta Simatupang, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, PT. Alumni, Bandung, h. 77.

6

(24)

bergantung pada sektor pariwisata.7 Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi

Bali merupakan pemegang otoritas dan legitimasi beserta seluruh stakeholder

yang berinteraksi langsung pada tataran implementatif mulai menggulirkan

konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan demi menjaga konsistensi yang

bertujuan memberikan kontribusi bagi Bali itu sendiri.

Pariwisata salah satu andalan dalam memperoleh devisa bagi

pembangunan baik dalam nasional maupun daerah. Berkaitan dengan hal tersebut

pembangunan pariwisata di Indonesia dituntut untuk mampu menciptakan sebuah

inovasi yang terbaru agar nantinya dapat mempertahankan dan meningkatkan

daya saing secara berkelanjutan.8 Industri pariwisata memberikan peluang kepada

masyarakat untuk berusaha dan berwirausaha. Jenis usaha yang ada kaitannya

dengan pariwisata tergantung dari kreativitas para pengusaha baik yang bermodal

kecil maupun besar. Pariwisata merupakan gabungan dari produk barang dan

produk jasa. Keduanya sangat dibutuhkan dan dihasilkan oleh industri pariwisata.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan (Selanjutnya disebut UU Kepariwisataan), dalam Pasal 1 angka 4

dinyatakan bahwa, “Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan

didukung berbagai fasilitasnya serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah”. Oleh sebab itu pariwisata tidak

terlepas dari perdagangan jasa pariwisata, seperti jasa angkutan wisata, jasa

akomodasi wisata, jasa boga, jasa atraksi pariwisata, jasa pertukaran valuta asing

7

I Putu Anom dkk, 2010, Pariwisata Berkelanjutan, Dalam Pusaran Krisis Global, Udayana University Press, Denpasar, h. 45.

8

(25)

dan jasa pariwisata lainnya. Kondisi tersebut juga memberikan konsekuensi

terhadap tumbuh cepatnya pembangunan dalam bidang pariwisata. Salah satunya

adalah keberadaan pembangunan kegiatan usaha penukaran valuta asing (money

changer). Sarana ini menjadi salah satu peluang yang sangat banyak digunakan

oleh pelaku usaha jasa dan wisatawan sebagai konsumennya, baik oleh wisatawan

domestik maupun wisatawan asing.

Kegiatan usaha penukaran valuta asing (money changer) memiliki kaitan

yang erat dalam pelaksanaan kegiatan perdagangan internasional. Dalam kegiatan

perdagangan internasional, pembeli dan penjual lintas negara tentu mempunyai

mata uang yang berbeda, oleh karena itu pembeli memerlukan kepemilikan atas

mata uang tertentu untuk dapat melakukan transaksi jual beli. Kegiatan usaha

penukaran valuta asing (money changer) dalam hal ini bertugas sebagai perantara

jual beli internasional dengan menyediakan jasa pertukaran uang asing.

Peraturan Perundang-undangan yang erat kaitannya dengan kegiatan usaha

penukaran valuta asing (money changer) adalah Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (yang selanjutnya disebut

UU BI), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu

Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Selanjutnya disebut UU Lalu Lintas

Devisa dan Sistem Nilai Tukar), Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (Selanjutnya disebut UU Perbankan), Undang-undang Nomor 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(Selanjutnya disebut UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

(26)

Keuangan (Selanjutnya disebut UU OJK), Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang (Selanjutnya disebut dengan UU Mata Uang) Bank Indonesia

melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah

ditetapkan.

Pelaksanaan kegiatan usaha jasa penukaran valuta asing (money changer)

diatur dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/15/PBI/ 2014 tentang

Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing bukan Bank (selanjutnya disebut PBI

No. 16/15/PBI/2014). Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia

tersebut, menyatakan bahwa “Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing yang

selanjutnya disebut KUPVA adalah kegiatan jual dan beli Uang Kertas Asing

(UKA), dan pembelian cek pelawat (traveller’s cheque). Pengertian pedagang

valuta asing (money changer) dalam peraturan tersebut tidak sama dengan

pengertian pedagang valas (trader) yang melakukan kegiatan jual beli kontrak

derivatif valas berjangka atau jual beli valas melalui internet (Forex Online

Tranding).9 Fungsi dari usaha penukaran valuta asing (money changer) tidak

tergantikan, karena lembaga ini mudah ditemukan bagi pembeli perorangan

terutama wisatawan yang sedang berkunjung ke negara lain. Kondisi tersebut

mengakibatkan merebaknya peluang usaha ini di kawasan pariwisata.

Dalam dunia bisnis, sering kali seseorang memiliki kemampuan untuk

melakukan suatu usaha karena keahlian, kemampuan atau hal-hal lain karena

bidangnya, namun karena seorang tersebut tidak memiliki cukup modal awal,

maka usahanya tersebut tidak dapat dilaksanakannya sesuai dengan ketentuan

9

(27)

peraturan yang berlaku.10 Deputi Gubernur Bank Indonesia menjelaskan pulau

Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia memiliki posisi strategis bagi usaha

penukaran mata uang asing. Kegiatan usaha pedagang valuta asing merupakan

salah satu bagian dari jasa yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan

pariwisata di pulau Bali. Maka dari itu, Bank Indonesia memberikan perhatian

penuh di dalam menata industri pariwisata baik dari bisnis maupun kelembagaan

agar terhindar dari penyalahgunaan. Dalam mencegah kejahatan dalam penukaran

valuta asing, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI No. 16/15/PBI/ 2014 pada 11

september 2014.11

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010

tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non

Bank, Pasal 1 angka 16 menyatakan bahwa “Usaha yang berisiko tinggi (High

Risk Business) adalah bidang usaha yang potensial digunakan sebagai sarana

melakukan tindak pidana pencucian uang dan/atau sarana Pendanaan Terorisme”.

Dalam lampiran peraturan tersebut, dinyatakan bahwa salah satu usaha yang

beresiko tinggi adalah usaha pedagang valuta asing (money changer).

Dalam ketentuan PBI No. 16/15/PBI/ 2014, Pasal 1 ayat 5 menyatakan

“Penyelenggara KUPVA bukan bank adalah perusahaan berbadan hukum

Perseroan Terbatas bukan Bank yang melakukan KUPVA (money changer)”.

Kewajiban penyelenggara KUPVA bukan bank diatur dalam Pasal 17, yang

menyatakan bahwa :

10

Gunawan Widjaja, 2004, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Prenada Media, Jakarta, h.5.

11

(28)

Penyelenggara Bukan Bank wajib memasang : logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan ”Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized Money Changer), dan nama Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat yang mudah terlihat pada lokasi usaha.

Kegiatan usaha penukaran valuta asing (money changer) bukan bank

maupun perbankan memiliki pangsa pasar yang berbeda. Apabila bank lebih

mengutamakan jual beli valuta asing dalam jumlah besar, lembaga pedagang mata

uang asing (money changer) biasanya digunakan orang untuk menukar valuta

asing dengan jumlah relatif kecil. Pedagang mata uang asing mengambil

keuntungan dari kegiatan jual beli valuta asing dengan menyesuaikan nilai tukar.

Salah satu wilayah di Provinsi Bali dewasa ini yang terindikasi banyak

terdapat money changer illegal adalah Kabupaten Badung. Berdasarkan hasil

sidak hasil sidak asosiasi pedangang valuta asing bersama Bank Indonesia tahun

2013 yang terindikasi kegiatan penukaran valuta asing yang tidak berizin di

daerah Kuta terdapat sebanyak 50 money changer illegal dan di daerah Nusa Dua

terdapat sebanyak 34 money changer illegal.

Masih ada pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing yang tidak

memasang logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank

Indonesia, tidak memasang sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank

Indonesia dan tidak berbentuk perseroan terbatas. Menurut Ketua Asosiasi

Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali, Ayu Astuti Dharma, sudah menjadi agenda

rutin setiap high season, makin banyak bermunculan “money changer” tidak

(29)

dapat merugikan money changer resmi, sebab tarif yang yang ditawarkan sangat

berbeda dengan tarif yang ditentukan.12

Di samping itu dengan adanya praktek penyelenggaraan jasa money

changer yang tidak memenuhi ketentuan/syarat tertentu tersebut, nantinya dapat

merugikan wisatawan itu sendiri, bahkan adanya kecenderungan pelanggaran hak

asasi manusia bagi wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata yang aman, dan

hak untuk memperoleh jasa pariwisata yang baik dan transparan, serta secara tidak

langsung akan berdampak bagi citra pariwisata Bali di mata dunia. Pentingnya

menjaga atau bahkan meningkatkan kualitas pariwisata di Bali nantinya akan

memberikan dampak positif bagi Indonesia itu sendiri, oleh karena itu maka perlu

adanya perhatian khusus dari semua stakeholders terhadap jasa-jasa pariwisata

yang menjadi instrumen penting dari kegiatan wisata, salah satunya jasa money

changer.

Berpijak dari latar belakang masalah tersebut, maka penting kiranya bagi

peneliti untuk mengkaji mengenai “EFEKTIVITAS PERATURAN BANK

INDONESIA (PBI) NOMOR 16/15/PBI/2014 TENTANG KEGIATAN

USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK TERKAIT JASA

MONEY CHANGER ILLEGAL PADA KAWASAN PARIWISATA DI KABUPATEN BADUNG”.

12

(30)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan, sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

Nomor 16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing

Bukan Bank terkait dengan jasa money changer illegal pada kawasan

pariwisata di Kabupaten Badung ?

2. Bagaimana sanksi hukum bagi usaha jasa money changer illegal pada

kawasan pariwisata di Kabupaten Badung ?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup penelitian merupakan rangkaian penelitian, yang

menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi

areal penelitian.13

Untuk mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari

pokok-pokok permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai

ruang lingkup masalah yang akan dibahas.

Pembatasan dari ruang lingkup masalah ini yaitu peneliti hanya akan

membahas mengenai efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank

berkaitan dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di

Kabupaten Badung. Permasalahan yang kedua mengenai sanksi hukum bagi jasa

money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.

13

(31)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yang mengacu kepada judul dan

permasalahan dibedakan antara tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang

bersifat khusus, yang lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan Tri Dharma

Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan mengenai

suatu permasalahan hukum, sebagaimana yang dibahas dalam penelitian ini terkait

dengan efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014

tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank terkait jasa money

changer pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

hukum, dalam hukum pariwisata dan peraturan bank indonesia tentang kegiatan

usaha penukaran valuta asing.

1.4.2Tujuan Khusus

Dalam penelitian ini, selain untuk mencapai tujuan umum tersebut di atas,

terdapat juga tujuan khusus. Adapun tujuan khusus yang dimaksud adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengkaji mengenai efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank

terkait dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di

(32)

2. Untuk mengkaji mengenai mengenai sanksi hukum bagi jasa money changer

illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan untuk dicapai dari hasil penelitian secara teoretis

maupun praktis terhadap pokok permasalahan adalah :

1.5.1Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat teoritis bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini adalah ilmu hukum, khususnya

bidang hukum kepariwisataan, yang lebih khusus lagi pada anggota Asosiasi

Pedagang Valuta Asing disamping itu juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai

referensi penelitian selanjutnya khususnya penelitian yang berkaitan dengan usaha

jasa money changer.

1.5.2Manfaat Praktis

Selain manfaat teoritis, penelitian ini mempunyai manfaat praktis. Adapun

penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada :

1. Bagi lembaga pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bahan

pertimbangan dalam membuat kebijakan yang menyangkut jasa money

changer dalam memberikan perlindungan kepada wisatawan selaku

konsumen.

2. Bagi wisatawan maupun pelaku usaha jasa money changer, hasil dalam

penelitian ini dapat berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran

berkaitan hal efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

(33)

terkait dengan money changer illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten

Badung.

3. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini bertujuan untuk memberikan

pengetahuan dan ide baru untuk menghasilkan dan meneliti pada tahap lebih

lanjut sehingga suatu saat terdapat aturan yang lebih baik yang berkaitan

dengan usaha jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di

Kabupaten Badung.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil

penelitian tentang Efektivitas Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor

16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

terkait dengan Jasa Money Changer Illegal pada Kawasan Pariwisata di

Kabupaten Badung”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

Akan tetapi pernah ada yang meneliti yang terkait tentang valuta asing antara lain:

1. Tesis yang ditulis oleh Inayah dengan judul “Tinjauan Yuridis Praktek

Transaksi Derivatif pada Perdagangan Valuta Asing”. Tesis tersebut ditulis

untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Universitas Gadjah Mada tahun

2011. Tesis ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Adapun

permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana praktik

perjanjian transaksi derivatif pada perdagangan valuta asing (2) Bagaimana

pengaturan praktek perjanjian transaksi derivatif pada perdagangan valuta

(34)

2. Tesis yang ditulis oleh dari Edi Wahananto dengan judul “Transaksi Derivatif

Valuta Asing dalam Tinjauan Hukum Perjanjian di Indonesia”. Tesis tersebut

ditulis untuk memperoleh gelar Magister Hukum di Gadjah Mada Tahun

2011. Adapun permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana

transaksi derivatif valuta asing ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia (2)

Bagaimana pengaturan transaksi derivatif dalam hukum perbankan di

Indonesia.

3. Tesis yang ditulis oleh Glen Ezra Parera, SH, mahasiswa Program Pasca

Sarjana Universitas Indonesia Mada tahun 2011 berjudul “Perlindungan

Hukum bagi Nasabah dalam Transaksi Derivatif Perbankan di Indonesia”.

Adapun permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana peran

transaksi derivatif didalam era perekonomian global seperti sekarang ini (2)

Bagaimana peraturan transaksi derivatif perbankan dalam sistem hukum di

Indonesia (3) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah dalam

transaksi derivatif perbankan di Indonesia.

Berdasarkan dengan hal tersebut dari tesis dengan judul dan permasalahan

diatas, maka menunjukkan bahwa tidak adanya persamaan baik dalam judul

maupun di dalam rumusan masalah dengan penelitian yang akan diteliti.

Penelitian yang akan diteliti oleh peneliti ini dapat di pertanggung jawabkan

keorisinalannya.

1.7 Landasan Teoretis

Landasan teoretis untuk mengidentifikasikan teori hukum umum atau teori

(35)

norma-norma dan lain-lain yang akan dipergunakan sebagai landasan untuk

mejawab permasalahan di dalam penelitian. Theories of law will tell one what it is

that makes some rule (norm), rule (norm) system, practice, or institution “legal”

or “not legal” , “law” or “not law”.14 Asas hukum merupakan pikiran-pikiran

yang mendasar yang terdapat didalam dan dibelakang sistem hukum yang

masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan hakim

yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual

dapat dipandang sebagai penjabarannya.15

Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau

menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau

permasalahan secara kritis ilmu hukum maupun hukum positif dengan

menggunakan interdisipliner. Jadi, tidak hanya menggunakan metode sintesis saja.

Dikatakan secara kritis karena pertanyaan pertanyaan atau permasalahan teori

hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena

memerlukan argumentasi atau penalaran.16 Dalam penelitian ini digunakan

beberapa teori dan asas yang terkait dengan permasalahan, antara lain :

1.7.1Teori Sociological Jurisprudence

Teori sociological jurisprudence : Pendasar mazhab sociological

jurisprudence dapat disebutkan, misalnya Roscoe Pound, Eugen Ehrich,

Benyamin Cardozo, Kantorowics, Gurvitch. Inti pemikiran mazhab ini yang

14

Brian H Bix, 2009, Jurisprudence : Theory and Concept, Thomson Reuters (legal) Limited, London, h. 9.

15Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2003, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia Modern), Refika Aditama, Bandung, h.50.

16

(36)

berkembang di amerika : Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan

hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sesuai di sini berarti bahwa hukum itu

mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.17 Mazhab ini

mengetengahkan tentang pentingnya Living Law yang hidup di dalam masyarakat.

Kenyataan yang hidup dalam masyarakat sering disebut sebagai “living law and

just law” yang merupakan “inner order” yang tercermin dalam kehidupan

masyarakat.18 Sociological Jurisprudence pada kenyataannya lebih menekankan

pada masalah evaluasi hukum, kedudukan hukum tertulis dan tidak tertulis, fungsi

hukum sebagai rekayasa sosial, pembentukan hukum yang baik dan cara

penerapan hukum.19

“Sosciological jurisprudence”. Pound refers to this as a study of the

peculiar characteristics of the legal order, i.e, an aspect of jurisprudence proper.

Llyod writes effective in action, and based on subjective values. Some other

writters use the term to refer to the Sociological School of Jurisprudence, that is,

those jurists who see in a study of society a means whereby the science of law

might be made more precise. (Ilmu hukum sosiologis Pound menunjuk kajian ini

sebagai suatu kajian studi yang berkarakter khas tertib hukum, yaitu merupakan

suatu aspek ilmu hukum yang sebenarnya. Lyd menuliskan bahwa “ilmu hukum

sosiologis” ini adalah suatu cabang dari ilmu-ilmu normatif, yang bertujuan untuk

lebih mengefektifkan perundang-undangan di dalam pelaksanaannya, dan

17

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 66.

18

Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 19.

19

(37)

didasarkan pada nilai-nilai subjektif. Beberapa penulis menggunakan

istilah-istilah ini untuk menunjukkan pada “Aliran Sosiologis dalam Ilmu Hukum”, yaitu,

para yuris yang melihatnya sebagai suatu studi tentang masyarakat untuk

membuat ilmu hukum menjadi lebih akurat).

Teori Sociological Jurisprudence juga dipergunakan untuk membahas

rumusan masalah kedua yaitu bagaimanakah efektivitas Peraturan Bank Indonesia

(PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing

bukan bank berkaitan dengan money changer pada kawasan pariwisata di

Kabupaten Badung.

1.7.2Teori Efektivitas Hukum

Teori terdiri dari serangkaian pemahaman dari suatu kenyataan yang

tersusun secara sistematis, logik dan konkrit yang melalui serangkaian pengujian

yang telah diakui kebenarannya (walaupun sementara) dan masih membutuhkan

serangkaian pengujian lagi agar diperoleh suatu kebulatan pemahaman tentang

suatu hal.20 Teori Efektivitas Hukum atau bekerjanya hukum di dalam masyarakat

menurut William. J Chambliss dan Robert. B Seidmen yang berpendapat tentang

pengaruh hukum.

Salah satu hal fungsi hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap

yang bertindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia.

Efektivitas hukum merupakan sebuah proses yang bertujuan agar semua hukum

dapat berlaku secara efektif, keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa

20

(38)

bentuk tolak ukur di antaranya hukumnya sendiri, perilaku masyarakat, sarana dan

fasilitas.21

Melihat efektivitas berkaitan dengan bidang hukum, Achmad Ali

mempunyai pendapat jika ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita

pertama harus dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak

ditaati”. Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya faktor

yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan

bagaimana optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di

dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan

perundang-undangan tersebut.22 Penelitian kepustakaan mengenai teori efektivitas memberikan

keanekaragaman dalam hal indikator penilaian tingkat efektivitas suatu hal. Dalam secara

umum, efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan

yang telah ditetapkan.

Dalam sebuah konsep hukum sangat mempengaruhi agar suatu perilaku

dilakukan oleh lembaga pembuat peraturan dan lembaga kekuasaan negara,

kemudian oleh kekuasaan negara diselenggarakan dengan mempergunakan hukum

sebagai sarana untuk mendorong perilaku yang lebih baik. Lembaga pembuat

hukum bekerja dengan membuat peraturan yang ditujukan untuk mengatur

masyarakat, demikian pula dengan lembaga penegak hukum yang bekerja untuk

21

Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 8.

22

(39)

melakukan law enforcement untuk ditegakkan di masyarakat. Robert B. Seidmen

membuat model bekerjanya hukum sebagai berikut :23

feedback

rule of public

feedback

Dari bagan tersebut Seidmen mengajukan empat proposisi. Empat

proposisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seseorang pemegang peran (Role Occupan) itu diharapkan bertindak.

2. Bagaimana seseorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan politik, sosial dan lain-lainnya mengenai dirinya.

3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka sanksi-sanksinya, keselurahan kompleks kekuatan-kekuatan politik, sosial, dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran.

(40)

4. Bagaimana peran pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, politik, ideologis dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.24

Bekerjanya hukum dalam masyarakat terkait juga dengan penegakan

hukum dapat melibatkan beberapa unsur atau aspek yang saling memiliki

keterkaitan sebagai suatu sistem. Beberapa aspek tersebut yaitu lembaga pembuat

hukum (Law Making Institution), lembaga sebagai penerap sanksi, budaya

hukum serta unsur-unsur umpan balik dari proses bekerjanya hukum yang sedang

berjalan.25

Robert B. Seidman dan William J. Chambliss menyusun suatu konsep

bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan suatu

peraturan perundang-undangan sangat tergantung banyak faktor. Secara garis

besar bekerjanya hukum dalam masyarakat akan ditentukan oleh beberapa faktor

utama. Faktor tersebut meliputi keseluruhan komponen sistem hukum, yaitu

faktor substansial, faktor struktural dan faktor kultural.

a. Substansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis termasuk putusan pengadilan;

b. Struktur hukum yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta aparatnya, mencakup antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya;

c. Kultur hukum yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan, kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir dan cara bertindak baik dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat tentang hukum dan berbagai fenomena tentang hukum.26

24 ibid.

25

Muladi, 2002, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Centre, Jakarta, h. 27.

26

(41)

Penegakan hukum sebagai bagian daripada legal system, tidak dapat

dipisahkan dengan substansi hukum dan budaya hukum.27 Melaksanakan

pengawasan adalah juga menegakkan hukum, penegakan hukum yang secara

khusus yang ditujukan terhadap jasa money changer di kawasan pariwisata di

mana belakangan ini banyak usaha money changer yang tanpa izin sehingga

merugikan konsumen dalam hal ini wisatawan.

Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus mendapat

perhatian keadilan, kemanfaatan atau hasil guna, dan kepastian hukum. Tujuan

pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atau ketertiban ini, syarat pokok

untuk suatu masyarakat yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya

keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam

pergaulan antar manusia dalam masyarakat.28 Jadi fungsi hukum disini diartikan

sebagai :

1. Standard of conduct, yakni menjadi ukuran tingkah laku dan kesamaan sikap

yang harus ditaati oleh setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat.

2. As tool of social engineering, hukum sebagai alat untuk menyatakan benarnya

suatu tingkah laku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

3. As tool of justification, hukum sebagai alat untuk menyatakan benarnya suatu

tingkah laku yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

4. As tool of social control, hukum sebagai alat mengontrol pemikiran dan

tingkah laku manusia agar mereka selalu terpelihara moralnya, tidak

27

Siswanto Sunarso, 2005, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 110.

28

(42)

melakukan perbuatan yang melanggar hukum, norma susila, dan ajaran agama

yang dipeluknya.

5. Rechzeken heid, agar dalam setiap persoalan dan permasalahan yang terjadi

dalam masyarakat ada kepastian hukum untuk dijadikan pegangan oleh

seluruh masyarakat.29

Suatu peraturan atau kaedah hukum dapat berlaku efektif dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Soerjono Soekanto

adalah:

1. Faktor hukumnya sendiri;

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.30

Konsep-konsep mengenai ketaatan, ketidaktaatan atau penyimpangan dan

pengelakan berkaitan dengan hukum yang memuat larangan atau suruhan yang

tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014 tentang

kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank. Kewajiban kegiatan

penukaran valuta asing bukan bank diatur dalam Pasal 17, yang menyatakan

bahwa “Penyelenggara Bukan Bank wajib memasang : logo penyelenggara

KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sertifikat izin usaha yang

di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan ”Penyelenggara Kegiatan Usaha

Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized Money Changer), dan nama

(43)

Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat yang mudah terlihat pada

lokasi usaha”. Agar hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum

untuk menegakkan hukum tersebut.

State choose the law as the primary mechanism for veiewing broader

understandings of the responsibility for number of reasons. Law, after all,

pervades our lives and provides the general rules by which we patern our

behavior.31 (Negara memilih hukum sebagai mekanisme utama dalam melihat

pemahaman yang lebih luas terhadap tanggung jawab untuk beberapa alasan,

hukum menjalankan kehidupan kita dan menyediakan aturan-aturan umum

dimana kita harus bertindak).

Sistem hukum yang ada dan telah dijalankan seperti sekarang ini dibentuk

oleh masyarakat dengan tingkat peradaban sosialnya. Tiap-tiap negara mempunyai

karakteristik ideologis yang memiliki perbedaan dan karakteristik inilah yang

kemudian akan memberikan corak hukum yang akan dibangun. Hukum tidak

dapat dilepaskan dari struktur sosialnya. Hukum yang baik adalah hukum yang

tumbuh sesuai perkembangan masyarakatnya. Menurut H.L.A Hart “ the most

prominent general feature of the law at all time and places is that its existence

means that certain kinds of human conduct are no longer option, but in some

sense obligatory”.32 (sifat mengatur hukum yang harus dipatuhi menyebabkan

tuntutan berperilaku manusia pada situasi tertentu bukan lagi merupakan pilihan

melainkan menjadi suatu keharusan). Teori efektivitas hukum dipergunakan untuk

mengkaji permasalahan yang pertama yaitu tentang faktor-faktor yang

31

Saundra Davis Westervelt, 1999, Shifting The Blame, Rutgers University Press, London, hal. 5.

32

(44)

mempengaruhi efektivitas pelaksanaan ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

Nomor 16/15/PBI/2014 tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan

bank terhadap money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di Bali.

Efektivitas berlakunya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/15/PBI/2014

tentang kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank berkaitan dengan

money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung, dari

perspektif teori efektivitas hukum meliputi keseluruhan komponen sistem hukum,

yaitu faktor substansial, faktor struktural dan faktor kultural.

1.7.3Teori Kesadaran Hukum

Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk

meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara

keseluruhan, maupun dari kalangan penegak hukum. Sebagaimana diketahui

bahwa kesadaran hukum ada dua macam :

a. Kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum

b. Kesadaran hukum negatif, identik dengan ketidaktaatan hukum

Rumusan Ewick dan Silbey tentang legal conseciousness (kesadaran

hukum) sebagai berikut :

“The term legal consciousness is used by social scientists to refer to ways in which people make sense of law and legal institutions, that is the understandings which give meaning to people experiences and actions”.

(Istilah kesadaran hukum digunakan oleh para ilmuan sosial untuk mengacu ke cara-cara di mana orang-orang memaknakan hukum dan institusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang).

Kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas hukum adalah unsur

yang saling berhubungan. Sering orang mencampuradukkan antara kesadaran

(45)

berhubungannya, namun tidak tetap persis sama. Kedua unsur itu memang sangat

menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di

dalam masyarakat. Teori ini dipergunakan untuk untuk mengkaji permasalahan

kedua sanksi hukum bagi usaha jasa money changer tidak berizin pada kawasan

pariwisata di Kabupaten Badung.

1.7.4Konsep Kepastian Hukum

Kepastian hukum mengandung dua pengertian. Kedua, adanya aturan yang

bersifat umum yang membuat individu mengetahui dan memahami

perbuatan-perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kedua, adanya keamanan

hukum berupa jaminan kepastian hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum sehingga individu

dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan oleh Negara terhadap individu.33

Dengan adanya kepastian hukum di dalam masyarakat akan tahu kejelasan

antara hak dan kewajiban menurut hukum. Kepastian hukum ini dapat dibentuk

melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan

menjadi jelas pula apa yang akan diterapkan. Kepastian hukum berarti memiliki

hukum yang tepat, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumannya.

Konsep kepastian hukum di dalam penelitian ini digunakan untuk

membahas permasalahan yang kedua yaitu mengenai bagaimana ketentuan

pelaksanaan usaha jasa pedagang valuta asing (money changer). Pada PBI No.

16/15/PBI/ 2014, mengenai setiap pedagang valuta asing (money changer ) wajib

logo penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,

sertifikat izin usaha yang di terbitkan oleh Bank Indonesia dan tulisan

33

(46)

”Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” (Authourized

Money Changer), dan nama Perseroan Terbatas penyelenggara KUPVA di tempat

yang mudah terlihat pada lokasi usaha, untuk menjadi money changer resmi

sehingga dapat menjamin suatu kepastian hukum bagi setiap konsumen atau

pengguna jasanya tersebut. Money changer mempunyai peran yang cukup penting

pada setiap kawasan pariwisata. Setiap money changer yang tidak terdaftar tidak

akan dapat menjamin suatu kepastian hukum sehingga dapat merugikan para

pengguna jasa.

Apalagi saat ini banyak muncul money changer yang tidak terdaftar di

beberapa kawasan pariwisata di Bali selain merugikan konsumen dengan

mengurangi hasil penilaian uang yang ditukar, sejumlah perusahaan juga sangat

berpotensi menjadi salah satu tempat pencucian uang atau money laundering.34

Teori ini dipergunakan untuk untuk mengkaji permasalahan kedua sanksi hukum

bagi usaha jasa money changer tidak berizin pada kawasan pariwisata di

Kabupaten Badung.

1.7.5 Konsep Illegal

Illegal and unlawful have slightly different meanings, although they are

often used interchangeably. Something that is illegal is against the law, whereas

an unlawful act merely contravenes the rules that apply in a particular context.

(Illegal dan melanggar hukum memiliki makna yang sedikit berbeda, meskipun

mereka sering digunakan secara bergantian. Sesuatu yang ilegal adalah melawan

hukum, sedangkan tindakan yang melanggar hukum hanya bertentangan dengan

aturan yang berlaku dalam konteks tertentu). Konsep illegal di dalam penelitian

34

(47)

ini digunakan untuk membahas permasalahan yang pertama dan kedua yaitu untuk

memberikan penjelasan pasal 7 juncto pasal 17 PBI Nomor 16/15/2014 tentang

Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing berkaitan dengan money changer resmi

yang tidak melawan hukum.

1.8 Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, penulis menyajikan dalam bagan kerangka berpikir

(48)

27

Efektivitas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor `16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank terkait Jasa Money Changer Illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung penukaran valuta asing bukan bank menyatakan bahwa penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan BI, sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh BI dan tulisan “Penyelenggara kegitan usaha penukaran valuta asing berizin

(authorized money changer)

(49)

28

diterbitkan oleh BI dan tulisan “Penyelenggara kegitan usaha penukaran valuta

asing berizin (authorized money changer) dan nama perseroan terbatas

penyelenggara KUPVA di tempat yang mudah terlihat pada lokasi usaha, Masih

ada pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing tidak memasang logo

penyelenggara KUPVA berizin yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan tidak

berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan

permasalahan yaitu pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

berkaitan dengan jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata di

Kabupaten Badung serta sanksi hukum mengenai usaha jasa money changer

Illegal pada kawasan pariwisata di Kabupaten Badung. Untuk menjawab

permasalahan tersebut digunakan teori-teori yaitu teori sosiological jurisprudence,

teori efektivitas hukum, teori kesadaran hukum dan konsep kepastian hukum.

Adapun metode penelitian yaitu jenis penelitian adalah empiris dengan adanya

kesenjangan antara ketentuan yang berlaku dengan pelaksanaannya. Sifat

penelitian adalah deskriptif, didukung dengan data dan sumber data, teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan

wawancara. Untuk teknik penentuan sampel penelitian digunakan non

probabilitas teknik snowball sampling dan untuk pengolahan dan analisis data

(50)

berikut : pertama Pelaksanaan pasal 7 juncto pasal 17 peraturan BI tentang

kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank di Kabupaten Badung

berkaitan dengan jasa money changer belum berjalan efektif dan kedua sanksi

hukum yang diberikan untuk jasa money changer illegal pada kawasan pariwisata

di Kabupaten Badung merupakan sanksi secara administrasi.

1.9 Metode Penelitian

1.9.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu

metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian

dengan meneliti data sekunder (bahan pustaka) terhadap data primer di lapangan

karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang

hidup dalam masyarakat artinya keberadaan hukum tidak bisa dilepaskan dari

keadaan sosial masyarakat dan juga perilaku masyarakat yang sangat terkait

dengan lembaga hukum tersebut.35

Penelitian ini beranjak pada ilmu hukum normatif (peraturan

perundangan), kemudian mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi

ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat.36 Melakukan pendekatan

terhadap permasalahan dengan mengkaji berbagai aspek hukum baik dari segi

35

Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press,Jakarta,h.3.

(51)

ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Meneliti atau menelaahnya dari segi

pelaksanaannya, sehingga dapat diimplimentasikan dalam praktek dilapangan.37

Studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada

peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.38 Dengan metode pendekatan

analitis (analytical approach) yaitu menganalisa bahan hukum untuk mengetahui

makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan oleh peraturan

perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya

dalam praktik.39

1.9.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian terdiri dari tiga jenis penelitian yaitu yang bersifat

ekploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian yang bersifat deskriptif dan

penelitian yang bersifat eksplanatif (menerangkan).40

Pada penulisan ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif.

Penelitian yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan

permasalahan yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan

subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Penelitian deskriptif dapat dikatakan sebagai langkah-langkah melakukan

representatif obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang

Gambar

Gambar 1: Kerangka Berpikir
Gambar 2: Proses Perizinan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan
Gambar 3 : Money Changer Illegal

Referensi

Dokumen terkait

independen (motivasi, budaya organisasi dan komitmen organisasi) sedangkan sisanya sebesar 15,30% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk kedalam penelitian

Proses pengecoran merupakan proses pencairan logam yang selanjutnya dituangkan ke dalam rongga cetakan dan dibiarkan membeku, sehingga akan terbentuk suatu model

(1990\ yang menyatakan bahwa pengaruh varietas terhadap variabel yang diamati disebabkan oleh adanya perbedaan faktor genetik yang dimiliki masing-masing varietas jagung

Selain itu kedua siswa dapat mengubah kalimat verbal ke dalam model matematika sedangkan siswa yang berkemampuan matematika rendah tidak dapat memahami masalah,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pasal 264 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Dimensional stability (water absorption, thickness swelling and linear expansion) of the phenolic-treated properties were significantly lower than control after 5-min pressing

termasuk kedalam famili Nymphalidae yang memiliki persebaran yang tinggi dalam ordo Lepidoptera, selain itu besarnya proporsi famili dari Nymphalidae karena bersifat

Kelebihan dari budidaya ikan lele dengan teknologi bioflok yaitu ikan lele memiliki pangsa pasar yang luas, mudah diterapkan dan dilakukan oleh semua orang,