iii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Building Factors Lingkungan Sekolah Pada Guru SLB-C “X” di Kota Bandung. Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di Bandung. Sampel dalam penelitian ialah seluruh guru SLB-C “X” dengan jumlah 11 orang, dan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan metoda survei.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner resiliency building factors yang disusun peneliti berdasarkan teori Resiliency in School Nan Henderson dan Milstein (2003). Pengujian validitas dengan content validity yang hasilnya 0,308-0,900 diperoleh sebanyak 71 item, uji reliabilitas menggunakan alpha cronbach dengan hasil 0,742. Data diolah menggunakan teknik distribusi frekuensi dan tabulasi silang antara resiliency building factors dengan aspek serta resiliency building factors dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil 54,55% guru SLB-C “X” menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah rendah. Diantara enam aspek resiliency building factors, aspek yang memiliki keterkaitan yang jelas dan berperan terhadap resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” dalam arti berperan untuk membangun resiliency guru adalah aspek increasing prosocial bonding, teach life skills, dan provide opportunities for meaningful participants.
vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
Lembar Judul
Lembar Pengesahan ... ii
Abstrak ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vii
Daftar Bagan ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
BAB. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi masalah ... 12
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12
1.3.1 Maksud Penelitian ... 12
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 13
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13
1.5 Kerangka Pikir ... 14
viii Universitas Kristen Maranatha
1.7 Asumsi ... 25
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resiliency ... 27
2.1.1 Definisi Resiliency ... 27
2.1.2 Fungsi Resiliency ... 28
2.1.3 Perkembangan Resiliency – Protective Factor ... 28
2.1.4 Environmental Protective Factor – Resiliency-Building Factors in School ... 30
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Resiliency-Building Factors di sekolah ... 37
2.2 Pendidikan Luar Biasa 2.2.1 Gangguan Retardasi Mental ... 40
2.2.2 Pelayanan Pendidikan Tuna Grahita Sekolah ... 41
2.2.2.1 Standar Kompetensi Pendidikan Luar Biasa ... 42
2.2.2.2 Komponen Proses Pembelajaran di Sekolah Luar Biasa ... 43
2.2.3 Standar Kompetensi Guru Sekolah Luar Biasa ... 44
2.3 Tahap Perkembangan Dewasa Madya 2.3.1 Pengertian Masa Dewasa Madya ... 46
2.3.2 Karakteristik Masa Dewasa Madya ... 46
2.3.3 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Madya... 47
ix Universitas Kristen Maranatha BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ... 49
3.2 Variabel Penelitian ... 50
3.2.1 Variabel Penelitian ... 50
3.2.2 Variabel Operasional ... 50
3.3 Alat Ukur ... 53
3.3.1 Kuesioner Resiliency Building Factors lingkungan sekolah 53
3.3.2 Prosedur Pengisian ... 55
3.3.3 Sistem Penilaian ... 56
3.3.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 57
3.3.5 Validitas dan Reliabilitas 3.3.5.1 Validitas ... 57
3.3.5.2 Reliabilitas ... 57
3.4 Populasi dan teknik pengambilan populasi 3.4.1 Populasi Sasaran ... 59
3.4.2 Karakteristik Populasi ... 60
3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 60
3.5 Teknik analisis Data ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Responden ... 62
x Universitas Kristen Maranatha
4.2 Pembahasan ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76
5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoretis ... 77
5.2.2 Saran Praktis ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR RUJUKAN ... 80
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 The Resiliency Wheel
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Resiliency Building Factors Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Mengajar di SLB-C “X” Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Pendidikan Terakhir
Tabel 4.4 Gambaran Derajat Resiliency Building Factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”
Tabel 4.5 Gambaran Derajat Increasing Prosocial Bonding lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”
Tabel 4.6 Gambaran derajat aspek Set and Clear Consistant Boundaries lingkungan sekolah pada Guru SLB-C “X”
Tabel 4.7 Gambaran Derajat Aspek Teach Life Skills lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”
Tabel 4.8 Gambaran Derajat aspek Provide Caring and Support lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”
Tabel 4.9 Gambaran Derajat aspek Set and Communicate High Expectation lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X”
xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Data Pribadi dan Data Penunjang
Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Resiliency Building Factors
Lampiran 3 Skor Hasil Data Mentah
Lampiran 4 Reakapitulasi Hasil Kuesioner Resiliency Building Factors seluruh Aspek
Lampiran 5 Tabulasi Silang Antara Resiliency Building Factors dengan Aspek-aspek Terkait
LAMPIRAN 1
KUESIONER DATA PRIBADI
KATA PENGANTAR
Sehubungan dengan persyaratan mata kuliah Skripsi, saya Tumiar Marassawanty salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha akan mengadakan suatu penelitian mengenai Resiliency Building Factors Lingkungan Sekolah pada Guru SLB-C “X” di Kota Bandung. Pada kesempatan ini saya memohon kerjasama Bapak/Ibu Guru SLB-C “X” untuk dapat mengisi kuesioner sebagai data penelitian. Kerjasama Bapak/Ibu sangat saya hargai, dan hasil penelitian akan disampaikan kepada lembaga Sekolah sebagai bentuk masukan dan saran bagi pengembangan Sekolah. Atas kerjasama dan waktu yang diberikan saya ucapkan terimakasih.
Bandung, Januari 2010
PETUNJUK PENGISIAN
Dalam kuesioner ini terdapat sejumlah pernyataan mengenai pendapat dan perasaan Bapak/Ibu, berkenaan dengan pekerjaan sebagai guru SLB-C “X”. Pada setiap pernyataan tersedia empat kemungkinan jawaban. Bacalah setiap pernyataan, pilihlah, salah satu kemungkinan yang merupakan jawaban Bapak/Ibu. Berilah tanda silang (X) pada salah satu dari kotak yang tersedia yang sesuai dengan kenyataan atau kecenderungan yang ada pada diri Bapak/Ibu. Setiap pernyataan mempunyai empat alternatif jawaban yaitu :
(SS) : Apabila pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri Bapak/Ibu.
(CS) : Apabila pernyataan tersebut cukup sesuai dengan diri Bapak/Ibu.
(KS) : Apabila pernyataan tersebut kurang sesuai dengan diri Bapak/Ibu.
(TS) : Apabila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri Bapak/Ibu.
Bapak/Ibu dimohon untuk menjawab setiap pernyataan dan mengerjakan dengan cepat. Berikanlah reaksi pertama Bapak/Ibu. Jawablah seluruh pernyataan, jangan sampai ada yang terlewat. Jawaban Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya.
IDENTITAS PRIBADI
Usia :
Jenis kelamin :
Pendidikan terakhir : Jabatan (wali kelas) : Lama mengajar di SLB-C “X” :
KUESIONER RESILIENCY BUILDING FACTORS
No. Pernyataan TS CS S SS
1 Setiap program baru yang diadakan sekolah tidak dikomunikasikan dengan jelas kepada guru.
2 Sekolah tidak mengadakan kegiatan yang membuat guru lebih akrab.
3 Sikap yang ditunjukkan kepala sekolah dalam menanggapi pendapat saya dalam rapat membuat saya merasa dihargai.
4 Pembagian tugas guru SLB-C “X” yang disusun sekolah tidak jelas sehingga membuat saya bingung ketika
menjalankan suatu kegiatan.
5 Sekolah mewajibkan setiap guru untuk menghadiri pertemuan Kelompok Kerja Guru setiap minggu.
6 Kepala sekolah tidak memberi sanksi kepada guru yang melanggar tata tertib sekolah
7 Kepala sekolah aktif mendorong guru untuk menganalisis terhadap permasalahan siswa secara cermat sebelum
memberikan penanganan.
8 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sekolah pada umumnya terlaksana berkat kerja sama para guru.
mengambil keputusan bersama rekan guru lain.
10 Ketika saya harus menghadapi siswa yang sulit sekali diatur, rekan guru menyemangati saya.
11 Kepala sekolah peduli untuk mengenal karakter dan kepribadian setiap siswa secara mendalam.
12 Sekolah menyediakan sarana alat peraga yang baru untuk menunjang kegiatan mengajar guru.
13 Saya rasa Kepala sekolah meragukan kemampuan saya dalam menangani permasalahan anak di kelas.
14 Kepala sekolah yakin saya mampu mengkomunikasikan pelajaran dengan metoda yang tepat sesuai dengan
keterbatasan masing-masing siswa.
15 Kepala sekolah mengingatkan guru bahwa kami memiliki kemampuan mendidik siswa SLB-C “X”.
16 Evaluasi dan pembaharuan visi dan misi sekolah yang diadakan secara berkala melibatkan semua guru.
17 Saya termotivasi mencari pendekatan baru kepada anak tunagrahita ketika kepala sekolah memberikan feed back
atas kegagalan saya dalam mengatasi konflik di kelas.
18 Kepala Sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk memberikan pelatihan keterampilan tambahan bagi siswa
di luar waktu sekolah.
19 Saya merasa tidak dilibatkan dalam panitia kegiatan kebersamaan yang dilakukan sekolah.
20 Saya merasa visi, misi dan tujuan yang ditetapkan sekolah tidak diterapkan dalam peraturan sekolah.
21 Sikap rekan guru yang terbuka membuat saya nyaman dalam mengemukakan saran dan masukan dengan mudah
kepada sesama guru.
22 Sekolah memberikan peraturan administrasi kelas yang jelas sehingga saya mengerti dan dengan mudah
menyelesaikan tugas-tugas administrasi.
bila menemui kesulitan mendidik siswa.
24 Kepala sekolah aktif mengarahkan saya untuk tertib memperhatikan dan menuliskan catatan harian
perkembangan setiap siswa.
25 Kepala Sekolah membagikan pengalaman yang membuat saya bisa belajar menganalisis permasalah di kelas.
26 Sekolah aktif membuat pelatihan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam mengajar.
27 Kelompok Kerja Guru tidak banyak memberi kontribusi dalam membuat keputusan bersama ketika sekolah
mengalami kesulitan akademik maupun organisasi sekolah.
28 Sekolah hanya menyalahkan guru bila guru belum berhasil menertibkan kelas.
29 Apabila ada guru atau siswa yang sakit, Kepala Sekolah aktif mengajak guru atau siswa untuk menjenguk atau
memberi bantuan.
30 Saya rasa, Kepala sekolah tidak percaya saya mampu merancang program dan kegiatan baru.
31 Kepala sekolah tidak mempercayai saya mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di kelas.
32 Peraturan yang ditetapkan sekolah, dibuat atas persetujuan bersama kepala sekolah dan guru-guru.
33 Guru tidak diberi kesempatan oleh sekolah untuk
mengembangkan alat peraga yang akan digunakan dalam
memberikan pengajaran di kelas.
34 Saya merasa saran saya tidak dihiraukan dalam rapat organisasi sekolah untuk perencanaan kegiatan baru di
tahun selanjutnya.
35 Di lingkungan sekolah terdapat media visualisasi yang mengingatkan visi dan misi sekolah, (misalnya dalam
bentuk poster yang ditempel di dinding).
masalah dalam proses mengajar.
37 Saya merasa Kepala Sekolah kurang menghargai masukan dari guru.
38 Sekolah tidak memberikan target waktu penyelesaian administrasi kelas, sehingga saya selalu kebingungan
dalam menentukan tugas mana yang harus didahulukan.
39 Kepala Sekolah mewajibkan guru saling memberi masukan dalam mengatasi berbagai masalah.
40 Kepala Sekolah memberi teladan berdisiplin sehingga membantu guru mentaati tata tertib yang ditetapkan.
41 Sekolah memberikan kesempatan pelatihan kepada guru untuk berpikir kritis dalam pendidikan anak berkebutuhan
khusus.
42 Diskusi dalam Kelompok Kerja Guru membuat guru semakin terampil menangani kesulitan mengajar di kelas
sesuai dengan tujuan pendidikan dan visi misi sekolah.
43 Kepala sekolah mengajak guru untuk mendiskusikan solusi ketika terjadi perbedaan pendapat dalam rapat.
44 Apabila saya mengalami kesulitan ketika mengontrol siswa yang tiba-tiba agresi di kelas, rekan guru lain tidak segan
untuk segera membantu saya.
45 Kepala Sekolah mengenal siswa dan keluarga siswa dengan baik.
46 Sekolah tidak aktif menyediakan sarana transportasi sekolah untuk mendukung mobilisasi kebutuhan
pendidikan murid dan guru.
47 Saya rasa kepala sekolah dan guru lain yakin bahwa saya mampu memberikan keterampilan tambahan kepada siswa
SLB-C “X”.
48 Kepala sekolah yakin saya mampu mengkomunikasikan dengan tepat sehingga orang tua semakin peduli dengan
pendidikan siswa.
pantang menyerah dan tidak mengeluh menghadapi siswa.
50 Ketika mencari solusi permasalahan, Kepala sekolah senantiasa mempertimbangkan pendapat guru-guru
sebelum mengambil keputusan.
51 Kepala Sekolah aktif menyemangati guru untuk menerapkan metode ajar baru kepada siswa.
52 Sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk berkreasi dalam memilih metoda ajar dan menerapkannya.
53 Kepala Sekolah senantiasa mengingatkan tentang tujuan kurikulum yang ingin dicapai SLB-C “X” kepada para
guru.
54 Kepala sekolah senantiasa berbagi cerita, lelucon, dan pengalamannya kepada guru yang membuat guru-guru
dekat dengan kepala sekolah.
55 Saya merasa dihargai oleh sekolah atas usaha mengajar yang saya lakukan walaupun belum menampakkan
kemajuan yang besar pada siswa.
56 Sekolah membuat aturan kedisiplinan guru untuk datang ke sekolah sebelum jam pelajaran dimulai.
57 Aturan-aturan sekolah mendorong terbinanya sikap saling mendukung di antara guru.
58 Kepala sekolah membuat tata tertib secara tertulis dan divisualisasikan di ruang guru.
59 Kepala sekolah sering memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama-sama oleh para guru.
60 Setiap kegiatan sekolah selalu diputuskan berdasarkan kesepakatan bersama para guru.
61 Rekan guru bersikap tidak mau tahu dengan kesulitan rekan guru lain.
62 Sekolah memberikan kontribusi biaya bagi guru yang ingin mengembangkan alat peraga baru untuk kegiatan
keterampilan siswa.
orang tua siswa yang tidak mau bekerjasama mendukung
pendidikan siswa.
64 Kepala Sekolah yakin saya memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi sehingga dapat membina relasi
yang positif dengan orang tua.
65 Rekan guru tidak memberikan masukan kepada saya untuk percaya diri dalam mengatasi masalah yang terjadi di kelas
66 Dengan program kegiatan yang sekolah susun, saya merasa termotivasi untuk membuat kegiatan yang berbeda dari
semester sebelumnya .
67 Kepala sekolah tidak memberikan kebebasan kepada guru untuk mengkreasikan aktifitas siswa di luar lingkungan
sekolah (misalnya mengadakan kegiatan kunjungan siswa
SLB-C “X” ke fasilitas umum di luar lingkungan sekolah).
68 Saya merasa sekolah memberikan kesempatan besar kepada setiap guru untuk merencanakan acara kegiatan
sekolah.
69 Saya merasa kepala sekolah memperlakukan guru tidak adil dengan membeda-bedakan guru mana yang akan
bekerjasama dengannya.
70 Kepala sekolah tidak peduli terhadap keterlambatan guru dalam menghadiri kegiatan belajar mengajar di sekolah.
71 Kepala Sekolah turut memberikan pengajaran,
keterampilan bahkan mengatasi anak yang mengalami
LAMPIRAN 2.
VALIDITAS dan RELIABILITAS ALAT UKUR RESILIENCY BUILDING
FACTORS LINGKUNGAN SEKOLAH
A. KUESIONER RESILIENCY BUILDING FACTORS
N o
Aspek Item Koefisien Keterangan
1 Increasing Prococial
63 0,391 Diterima
52 0,513 Diterima
71 0,670 Diterima
15 0,553 Diterima
53 0,410 Diterima
72 0,66 Diterima
6 Provide Opportunities for Meaningful participation
16 0,895 Diterima
35 0,895 Diterima
54 0,895 Diterima
17 0,517 Diterima
55 0,618 Diterima
74 0,895 Diterima
18 0,895 Diterima
37 0,618 Diterima
56 0,895 Diterima
75 0,517 Diterima
19 0,895 Diterima
38 0,895 Diterima
76 0,895 Diterima
REABILITAS
Alpha Cronbach
LAMPIRAN 5
TABULASI SILANG ANTARA RESILIENCY BUILDING FACTORS DENGAN ASPEK-ASPEK TERKAIT
(Lampiran 5.1) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors lingkungan sekolah dengan aspek Increasing Bonding
(Lampiran 5.2) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors lingkungan sekolah dengan Set Clear and Consistant Boundaries
(Lampiran 5.3) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Teach
(Lampiran 5.5) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Set and
(Lampiran 5.6) Tabulasi silang antara Derajat Resiliency Building Factors dengan Provide opportunities for meaningful Participants
Changing expectation
Guru 1
3
Guru 2
3
Guru 3
3
Guru 4
3
Guru 5
3
Guru 6
3
Guru 7
3
Guru 8
3
Guru 9
3
Guru 10
3
Guru 11
3
Resiliency Building Factors
Guru 1
RENDAH
Guru 2
TINGGI
Guru 3
RENDAH
Guru 4
RENDAH
Guru 5
RENDAH
Guru 6
TINGGI
Guru 7
TINGGI
Guru 8
TINGGI
Guru 9
RENDAH
Guru 10
RENDAH
RespondenAspek1 Aspek2 Aspek3 Aspek4 Aspek5 Aspek6 TOTAL RBFKETERANGAN
Guru 1 41 47 37 39 40 41 245 RENDAH
Guru 2 48 52 44 44 42 52 282 TINGGI
Guru 3 41 45 36 39 40 41 242 RENDAH
Guru 4 41 47 36 39 40 41 244 RENDAH
Guru 5 39 46 37 39 40 41 242 RENDAH
Guru 6 48 52 41 41 42 52 276 TINGGI
Guru 7 46 49 43 42 45 52 277 TINGGI
Guru 8 36 44 40 31 34 48 233 TINGGI
Guru 9 36 38 33 34 39 41 221 RENDAH
Guru 10 48 49 32 34 35 52 250 RENDAH
Guru 11 44 51 43 42 44 52 276 TINGGI
Gambaran Subjek Berdasarkan Derajat RBF lingkungan Sekolah
RBF Jumlah Persentase
Tinggi 5 45,45%
Rendah 6 54,55%
Jumlah 11 100%
Lampiran 4.2 Tabel Rekapitulasi Aspek Increasing Prosocial Bonding
Item1 Item20 Item39 Item58 Item2 Item40 Item59 Item78 Item3 Item22 Item41 Item60
Guru 1 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 41 RENDAH
Lampiran 4.3 Tabel Rekapitulasi Aspek Set Clear and Consistant Boundaries
Item 4 Item 23 Item 42 Item 61 Item 5 Item 24 Item 43 Item 62 Item 6 Item 25 item 44 Item 63 Item 79 Usaha menumbuhkan visi misi Usaha meningkatkan kedekatan
hubungan/kerjasama usaha memberikan respek
ketersediaan aturan yang
Lampiran 4.4 Tabel Rekapitulasi Aspek Teach Life Skills
Lampiran 4.5 Tabel Rekapitulasi Aspek Provide Caring and Support
Item 10 Item 29 Item 48 Item 67 Item 80 Item 11 Item 30 Item 49 Item 12 Item 50 Item 69
Lampiran 4.6 Tabel Rekapitulasi Aspek Set and Communicate High Expectation
Item 13 Item 32 Item 51 Item 70 Item 14 Item 33 Item 52 Item 71 Item 15 Item 53 Item 72
Guru 1 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40 TINGGI
Lampiran 4.7 Rekapitulasi Aspek Provide Opportunities for meaningful Partisipation
Item 16 Item 35 Item 54 Item 17 Item 55 Item 74 Item 18 Item 37 Item 56 Item 75 Item 19 Item 38 Item 76
iklim kebebasan berkreasi melibatkan guru dalam perencanaan kegiatan pandangan tentang
kontribusi guru dalam
upaya meningkatkan
motivasi ttg hal baru JUMLAH KETERAN
LAMPIRAN 4
REKAPITULASI HASIL KUESIONER RESILIENSI SELURUH ASPEK
Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. Skor Der. 1 41 R 47 T 37 R 39 T 40 T 41 R 245 R Aspek2 : Set and Clear Boundaries
Aspek3 : Teach Life Skills
Aspek4 : Provide Caring and Support`
Aspek5 : Set and Communicate High Expectation
Aspek6 : Provide Opportunities for Meaningful Participant RBF : Resiliency Building Factors
Der : Derajat
R : Rendah
T : Tinggi
Lampiran 4.1 Rekapitulasi Hasil Aspek Kuesioner Resiliency Building Factors
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Profesi guru dikenal sebagai salah satu profesi istimewa dibanding dengan profesi lain. Selain menyandang jabatan profesional, guru menambah nilai penting, berharga dan berbeda dengan adanya tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (civic mission). Tidak semua orang mampu mengemban profesi yang terikat dengan tugas kemanusiaan dan dunia sosial. Guru menyampaikan informasi dan pengetahuan, melatih akal budi, memberi penghargaan atas martabat mulia manusia, mengabdi dengan tidak putus, dan menolong dengan ketulusan hati. Pengabdian tersebut dilakukan kepada setiap peserta didik dengan apapun kelebihan dan keterbatasannya.
2
Universitas Kristen Maranatha kelas. Dengan perbedaan karakteristik, tingkat konsentrasi, ataupun latar belakang budaya peserta didik, maka dibutuhkan kreativitas, komitmen, kesabaran, dan keahlian guru dalam melatih peserta didik umum.
Tantangan yang dihayati guru umum juga dihayati oleh guru peserta didik khusus. Sekolah Luar Biasa-C (SLB-C) merupakan sekolah yang menangani pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tuna grahita dengan kualifikasi pendidikan minimal bagi guru ialah lulusan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). Peserta didik SLB-C diberikan materi, metode, sistem pembelajaran, dan guru khusus yang disesuaikan dengan karakteristik keterbatasan anak serta lebih menekankan pada pengembangan keterampilan.
3
Universitas Kristen Maranatha Dengan karakteristik dan keterbatasan tunagrahita, menciptakan berbagai pengalaman mengajar para guru SLB-C yang dihayati masyarakat lebih sulit dibandingkan sebagai guru di sekolah umum. Guru harus mampu mengontrol emosi, sabar dan telaten dalam menghadapi keterbatasan peserta didik. Dibutuhkan pula kreativitas guru dalam menyusun kegiatan belajar yang sesuai dengan karakteristik setiap anak, pantang menyerah dan tidak mengeluh. Kondisi mental anak yang tidak seimbang dengan kondisi fisik menjadi tantangan bagi guru. Misalnya guru melatih cara makan yang benar kepada anak berusia 20 tahun, membantu membersihkan tubuh ketika buang air; dan guru dapat mengatasi kebiasaan anak yang berteriak-teriak, berlari-lari, ataupun melempar barang ketika bosan dan tidak mau belajar. Guru juga diharapkan mengenal tahapan perkembangan fisik dan mental setiap anak seperti memberi edukasi seksual kepada siswa tunagrahita remaja agar memahami mengerti bagaimana mengontrol kebutuhan seksualitas dalam kehidupan sehari-hari; guru mengerti dan membantu anak untuk mengenal perasaan dan mengekspresikan perasaan ketika tertarik kepada lawan jenis. Guru dituntut untuk sangat awas memperhatikan anak didik, karena mungkin saja tindakan agresinya dapat melukai diri sendiri, teman ataupun orang disekitar, misalnya ketika menaiki tangga, menyalakan api, menggunakan alat tulis, melempar menggunakan benda tajam, atau menyeberangi jalan.
4
Universitas Kristen Maranatha tenaga pengajar yang tergerak untuk menjadi guru SLB. Selain itu, tidak seperti sekolah umum, dalam metode pengajaran tunagrahita, perbandingan jumlah guru dan siswa ialah satu orang guru maksimal mengajar empat orang siswa. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2004 perkiraan jumlah penyandang tunagrahita di indonesia sejumlah 777.761 orang. Di propinsi Jawa barat sendiri berdasarkan data Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa tercatat 1.692 orang penyandang tunagrahita, dan data DEPDIKNAS tahun 2004/2005 hanya terdapat 171 guru SLB-C di provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data tersebut berarti perbandingan jumlah guru dan siswa SLB-C di Jawa Barat sekitar satu berbanding sebelas. Jumlah tersebut tentu saja tidak berimbang dengan standar pendidikan luar biasa. Dalam satu sekolah yang terdiri atas TKLB-SMALB, seorang guru dapat merangkap mengajar lebih dari 2 kelas pada jenjang kelas yang berbeda. Hal tersebut menambah kesulitan guru dalam menangani siswa.
5
Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah SLB-C ”X”, didapat informasi bahwa guru SLB-C ”X” memiliki tanggung jawab profesional dalam pelaksanaan administrasi seperti membuat program belajar semester (KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan - terdiri atas program satu tahun & program semester), menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) harian, dan menyusun hasil penilaian tugas harian dan semester. Berbeda dengan sekolah umum, guru SLB-C ”X” berkewajiban membuat agenda harian yang berisi materi pembelajaran harian, perkembangan perilaku dan peningkatan keterampilan, baik dalam segi kognitif, afektif, konatif setiap anak untuk setiap hari secara detil. Guru juga harus membuat Penulisan Tindakan Kelas (PTK) yang digunakan sebagai pedoman guru menangani kasus di kelas. Tuntutan dan tanggung jawab tersebut dapat dihayati guru sebagai adversity atau situasi yang menjadi tantangan atau hambatan guru dalam menjalankan tugasnya.
Survei awal dilakukan berupa kuesioner yang diberikan kepada tujuh orang guru dan wawancara kepada lima orang guru diantaranya. Tampak penghayatan guru yang berbeda-beda terhadap adversity dari keterbatasan siswa selama mengajar di SLB-C ”X”. Dari kuesioner tersebut diperoleh informasi tentang penghayatan guru terhadap adversity dari kondisi peserta didik adalah sebagai berikut: sebanyak dua orang guru SLB-C ”X” mudah marah saat berhadapan dengan siswa yang bertindak agresif, dan lima orang guru mampu
mengendalikan amarahnya. Ketika beradaptasi, seorang guru merasa ’jijik’
6
Universitas Kristen Maranatha karena merasa tidak sanggup mengajar siswa tuna grahita. Dari tujuh orang guru sebanyak dua orang guru harus memberikan dua kali pengulangan satu materi pelajaran, empat orang memberikan lebih dari tiga kali pengulangan materi pelajaran, dan seorang memberikan pengulangan materi pelajaran dalam jangka waktu enam bulan.
Untuk dapat berperan secara optimal sebagai guru SLB-C ”X”, diperlukan ketahanan yang tinggi dalam menghadapi adversity, percaya diri, tidak mudah menyerah, dan kompeten dalam bidangnya. Kapasitas tersebut dikatakan sebagai resiliency. Resiliency menurut Benard (2004) merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan (stres) atau terdapat banyak halangan dan rintangan (adversity)
Meskipun menghadapi siswa-siswa dengan keterbatasan mental dan penghasilan yang tidak besar, mayoritas guru SLB-C “X” tergolong telaten dan tetap bertahan untuk mendidik siswa SLB-C “X” selama lebih dari sepuluh tahun. Dari 11 orang guru SLB-C “X”, terdapat 54,55% (6 orang) guru telah mengajar lebih dari 15 tahun di SLB-C ”X”; sekitar 18,18% (2 orang) guru telah mengajar antara 6-15 tahun di SLB-C ”X”; sisanya 27,27% (3 orang) mengajar kurang dari 5 tahun. Dari fakta tersebut, dapat diasumsikan guru SLB-C “X” memiliki resiliency yang tinggi sehingga mampu bertahan mengajar dalam jangka waktu cukup lama ditengah adversity yang ada.
7
Universitas Kristen Maranatha (2003), tanpa protective factors yang cukup guru dapat mengalami gangguan psikologi seperti depresi dalam mengajar, atau mengundurkan diri dari pekerjaan. Lembaga sekolah SLB-C ”X” menjadi sumber protective factors yang berperan penting dalam mengembangkan resiliency guru SLB-C ”X”. Lembaga sekolah meliputi siswa SLB-C ”X”, rekan sekerja guru SLB-C ”X”, kepala sekolah SLB
-C ”X”, yayasan ”X”, dan staf SLB-C ”X”. Berdasarkan penelitian Henderson &
Milstein (2003), terdapat aspek dari lingkungan sekolah yang dihayati guru sebagai sumber protective factors, atau diistilahkan sebagai resiliency building factors. Dengan adanya resiliency building factors, sekolah secara organisasional diperlengkapi sehingga dapat meningkatkan resiliency guru sebagai pendidik di sekolah dan juga bagi murid-murid yang belajar di sekolah.
8
Universitas Kristen Maranatha prasarana seperti alat untuk berkaraoke, dengan maksud agar guru, siswa, dan juga kepala sekolah dapat menghilangkan rasa jenuh dan tidak membawa perasaan kesal sehabis mengajar ke lingkungan keluarga. Kepala Sekolah berusaha dekat dengan guru-guru seperti melakukan belanja bersama, dan mengadakan makan dan masak bersama seluruh anggota sekolah pada setiap hari sabtu. Hasil survei awal sebanyak 40% guru (2 orang) dari hasil wawancara terhadap lima orang guru, menghayati kurangnya kerjasama antar guru dalam lingkungan SLB-C ”X”
9
Universitas Kristen Maranatha Teach life skills merupakan kemampuan sekolah untuk mendorong guru menyelesaikan konflik dan masalah dalam pelaksanaan tanggung jawab, berpikir kritis, mendorong perilaku bekerjasama, dan mengambil keputusan. Setiap hari Selasa, sekolah mengadakan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang merupakan forum pembahasan program mingguan, dan sharing dalam mengatasi permasalahan siswa. Sekolah juga memberikan kesempatan bagi guru SLB-C ”X” untuk mengikuti pelatihan atau pun seminar pengembangan diri secara bergilir. Sebanyak 100% dari hasil kuesioner survei awal (7 orang) guru terlatih memiliki metode dan analisa tersendiri untuk mengatasi siswa yang agresi. Dalam memberikan saran kepada atasan sebanyak 100% (7 orang) guru tidak segan untuk mengkritik dan memberi saran; sejumlah 85% (6 orang) merasakan lembaga sekolah mendukung guru dalam mengembangkan diri dan mendorong untuk menyelesaikan masalah
Provide caring and support meliputi peran serta sekolah dalam memberikan perhatian, dukungan moral, sarana dan prasarana kepada guru
SLB-C ”X” untuk mengoptimalkan diri dalam melaksanakan tugas. Dari kuesioner
10
Universitas Kristen Maranatha Set communicate high expectation meliputi peran serta sekolah untuk memberi keyakinan, harapan dan kepercayaan guru SLB-C ”X” bahwa mereka mampu dan bisa melakukan yang terbaik. Sekolah membuat kebijakan untuk mengadakan forum KKG selain bertujuan untuk membahas penanganan siswa, juga sebagai sarana bagi guru untuk meninjau hasil kerja dan memberikan masukan dan perbaikan dalam pelaksanaan tugas. Guru diberi tanggung jawab sesuai dengan kapasitas dan prosedur yang berlaku. Dalam forum rapat ataupun KKG, sekolah memberikan kesempatan kepada para guru untuk dapat berbagi pengalaman dan pelajaran
Provide opportunities for meaningful participation meliputi peran sekolah memberikan kesempatan guru SLB-C ”X” berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pendidikan dan organisasi SLB-C ”X”. Sekolah memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk mengembangkan kreatifitas mengajar, dan disampaikan dalam forum KKG pada pembahasan karya Penulisan Tindakan Kelas (PTK). Sekolah juga memberikan kesempatan mengembangkan metode pengajaran yang baru dalam forum KKG. Setiap tahunnya sekolah memberikan penghargaan berupa kenaikan jabatan atau piagam kepada guru berprestasi. Namun pada kenyataannya tidak banyak guru berhasil memenuhi kriteria sehingga
penghargaan yang dijanjikan tidak terealisasikan. Penghargaan ”Guru Berdedikasi Nasional” selalu diajukan sekolah, namun guru memandang pesimis terhadap diri
sendiri dan tidak mengikuti kegiatan tersebut
11
Universitas Kristen Maranatha factors lingkungan sekolah sebagai kapasitas pendukung guru SLB-C “X” sehingga mampu menghadapi adversity selama mendidik siswa SLB-C “X”, melakukan tanggung jawab dan tugas sepenuhnya, bahkan berkompeten dalam bidangnya. Berdasarkan hal itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai derajat resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan diteliti adalah resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C ”X” di Kota Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C ”X” di Kota Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
12
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi bidang psikologi pendidikan tentang resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru
SLB-C ”X” di kota Bandung.
2. Memberi masukan informasi bagi peneliti lain yang membutuhkan bahan acuan dan pertimbangan saran untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai resiliency building factors.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1. Kepada Sekolah Pendidikan Sekolah Luar Biasa-C ”X” tentang resiliency building factors lingkungan sekolah seperti yang dihayati guru SLB-C “X”, untuk dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan sekolah dengan tujuan meningkatkan resiliency guru SLB-C ”X”.
2. Kepada Kepala Sekolah SLB-C ”X” mengenai aspek-aspek resiliency building factors, untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan dan sikap yang perlu ditingkatkan, sehingga sekolah dapat memberikan peran baik yang membangun resiliency guru SLB-C ”X”.
1.5 Kerangka Pemikiran
Guru SLB berdasarkan PP RI No. 72 tahun 1991 adalah tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Luar Biasa dengan kualifikasi khusus
13
Universitas Kristen Maranatha (http://ineupuspita.wordpress.com/2008/07/31/profesionalitas-guru-slb/).
Kualifikasi khusus yang menjadi tanggung jawab profesional untuk dimiliki guru SLB adalah: pertama, kompetensi kemampuan umum (General Ability) yang merupakan kompetensi guru pada umumnya. Kedua, kemampuan Dasar (Basic Ability) yang digunakan sebagai pengidentifikasian dan perancangan program anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan khusus (Specific Ability) yang dibutuhkan seperti mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep pembelajaran keterampilan anak yang mengalami gangguan/kelainan perilaku, sosial, dan kesulitan belajar. (Depdiknas, 2004: 21-26)
memutar-14
Universitas Kristen Maranatha mutar jari di depan wajah dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala).
Guru memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik siswa tuna grahita menjadi mandiri dan memiliki keterampilan yang berguna untuk masa depannya. Guru SLB-C ”X” pada umumnya berada pada tahap dewasa madya (usia 35-60 tahun) dimana dalam dunia pekerjaan sudah mengalami kepuasan kerja yang meningkat stabil sepanjang kehidupan kerja, dan memiliki komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaan (Santrock, 2002). Berdasarkan tahap perkembangan yang dimiliki guru, idealnya guru SLB-C ”X” sudah memiliki komitmen yang lebih besar sebagai seorang pendidik, dan memiliki kepuasan tersendiri dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dalam menekuni profesi di usia dewasa madya, guru SLB-C ”X” dituntut dapat mengontrol emosi dengan baik, bersikap sabar, telaten, dan aktif dalam mengawasi tingkah laku siswa. Untuk peningkatan keterampilan siswa, guru diharapkan mengenali ketertarikan anak, menciptakan kedekatan dengan anak, dan pantang menyerah untuk memberikan pengulangan berkali-kali hingga anak mengerti.
15
Universitas Kristen Maranatha berhasil mengatasi adversity, guru SLB-C ”X” berusaha dan perlu untuk mempertahankan keadaan fisik dan psikisnya seimbang.
Menurut Benard (2004) kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan (stres) atau banyaknya halangan dan rintangan (adversity) disebut resiliency. Nan Henderson & Mike M. Milstein (2003) memandang resiliency sebagai hal yang penting dalam dunia pendidikan khususnya bagi pendidik. Rirkin dan Hoopman (dalam Resiliency in School, 2003) yang memfokuskan resiliency pada lingkungan sekolah terutama bagi pelajar dan pendidik, mengatakan bahwa resiliency merupakan kapasitas untuk bangkit dan giat kembali, berhasil menyesuaikan diri untuk mengatasi adversity, mengembangkan keterampilan sosial, akademik, dan kemampuan khusus walaupun ditengah situasi tertekanan ataupun stres.
16
Universitas Kristen Maranatha Tidak semua lingkungan mampu menyediakan protective factors yang mendukung resiliency, ada lingkungan yang menghambat perkembangan resiliency dengan berbagai cara sehingga guru SLB-C “X” menghayati pesan negatif dari lingkungan sekitar yang membuat dirinya merasa terasingkan. Guru
SLB-C “X” memerlukan fungsi lingkungan yang mendukung perkembangan dan
peningkatan resiliency. Idealnya, sekolah merupakan lingkungan yang secara organisasional dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan resiliency anggotanya. Seiring dengan pengklasifikasian protective factors pada lingkungan sekolah, menurut penelitian Nan Henderson dan Mike M. Milstein (2003), terdapat beberapa hal penting yang menunjukkan bagaimana lingkungan sekolah dapat menyediakan protective factor yang disebut resiliency building factors.
17
Universitas Kristen Maranatha maka guru menghayati aspek-aspek yang dimiliki sekolah ditampilkan dalam derajat rendah .
Increasing prosocial bonding menggambarkan penghayatan guru terhadap lingkungan sekolah dalam peningkatan hubungan antar guru SLB-C ”X” dengan anggota sekolah lainnya sehingga menumbuhkan sikap dan rasa memiliki terhadap kehidupan di SLB-C. Dalam derajat tinggi hal ini ditandai dengan penghayatan guru terhadap usaha sekolah membangun iklim organisasional yang sehat sehingga meningkatkan kedekatan hubungan antar guru SLB-C “X”. Selain itu guru menghayati kepala sekolah bersikap adil dan tidak memberi perbedaan sikap terhadap semua guru. Sekolah juga menumbuhkan nilai-nilai visi dan misi sekolah SLB-C “X” kepada guru. Dalam derajat rendah, guru menghayati minimnya perhatian sekolah terhadap iklim organisasi yang suportif, kurang memberikan penghargaan atas usaha guru sehingga menciptakan suasana kerjasama yang nyaman antara anggota masyarakat sekolah.
18
Universitas Kristen Maranatha sekolah tidak tegas dalam memberikan aturan, adanya aturan seakan-akan hanya suatu formalitas yang tidak bernilai penting, dan kurangnya mengkomunikasikan terbentuknya atau berubahnya aturan yang telah disepakati.
Teach life skills menggambarkan bagaimana penghayatan guru terhadap lingkungan sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru SLB-C “X” untuk belajar dari pengalaman dan berpikir kritis terhadap permasalahan. Dalam derajat yang tinggi, sekolah berkontribusi menampilkan contoh sikap positif dalam menghadapi rintangan, terampil bekerjasama serta menghargai guru dalam usahanya menghadapi risiko-risiko dan tantangan, dan terampil membuat keputusan. Sekolah juga mengarahkan guru mengembangkan sikap teladan dalam analitis dan efektif dalam memecahkan masalah dengan sehat, mengolah stres dan memiliki keterampilan untuk bertahan menghadapi masalah. Dalam derajat rendah, guru menghayati sekolah jarang memberikan resolusi konflik yang sehat, bimbang dan sulit membantu guru mengambil keputusan dalam suatu permasalahan, sekolah tidak memberikan contoh sikap pengolahan stress yang sehat, dan kurangnya upaya sekolah dalam membangun pola berpikir kritis guru.
Provide caring and support, menggambarkan penghayatan guru SLB-C
“X” terhadap lingkungan sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah sebagai
19
Universitas Kristen Maranatha terhadap prestasi dan usaha setiap guru. Kepala sekolah sebagai pemimpin berusaha mengenal, berkomunikasi, meluangkan waktu bersama setiap guru
SLB-C “X” maupun siswa secara personal. Sekolah juga merespon kebutuhan guru
dalam mengajar seperti memberikan sarana dan prasarana yang menunjang proses mengajar. Dalam derajat rendah, sekolah tidak memperdulikan pentingnya perhatian dan kasih sayang dalam sehari-hari. Sekolah membuat guru merasa terasingkan, dan memberikan kesan bahwa guru bukan merupakan bagian dari sekolah. Selain iu, sekolah juga kurang memberikan perhatian untuk melengkapi sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan.
20
Universitas Kristen Maranatha Provide opportunities for meaningful participation, menggambarkan penghayatan guru terhadap lingkungan sekolah dalam menyediakan kesempatan dan memotivasi guru untuk bekerjasama dan berpartisipasi dalam pengembangan lingkungan sekolah. Dalam darajat tinggi, ditandai dengan peran sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru; menyediakan kesempatan untuk mengatasi masalah, membuat keputusan, membuat perencanaan, memutuskan tujuan, bebas berasumsi, meningkatkan kapasitas guru, mendorong untuk melibatkan dalam berbagai kegiatan akademik dan non akademik. Dalam derajat rendah, sekolah tidak mengembangkan dan tidak peduli dengan keterampilan khusus, kemampuan ataupun ide-ide baru yang dimiliki guru, sekolah meragukan kemampuan dan kontribusi guru untuk mengerjakan hal-hal baru, ataupun dalam menyelesaikan masalah-masalah siswa, sekolah tidak mengikutsertakan guru berpartisipasi dalam berbagai kegiatan akademik maupun non akademik.
Seiring dengan hal-hal di atas, adanya resiliency building factors lingkungan sekolah (increasing bonding, set clear, consistent
21
Universitas Kristen Maranatha
Resiliency Building Factors
Lingkungan Sekolah
Increasing prosocial bonding
Teach life skills
Guru SLB-
C ”X”
di kota Bandung
Set and communicate high expectations Provide caring and
support Set clear, consistent
bondaries
Provide opportunities for meaningful
participants
Adversity
1.6 Bagan Kerangka Pikir
1.7 Asumsi
1. Tugas guru Sekolah Luar Biasa –C “X” dapat dihayati sebagai suatu keadaan yang menekan (adversity).
22
Universitas Kristen Maranatha 3. Guru SLB-C “X” dengan jangka waktu mengajar lebih dari sepuluh tahun
memiliki resiliency yang tinggi.
4. Guru yang menghayati Resiliency building factors lingkungan sekolah pada derajat tertentu terlihat pada aspek-aspek yang dimilikinya yaitu increasing prosocial bonding, set clear and consistent boundaries, teach life skills, provide caring and support, set and communicate high expectations, dan provide opportunities for meaningful participation.
67 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” di kota Bandung, dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Dari 11 responden guru SLB-C “X” yang menghayati resiliency building
factors lingkungan sekolah, 54,55% menghayati resiliency building factors lingkungan sekolah rendah.
2. Dari enam aspek resiliency building factors yang memiliki keterkaitan yang
jelas dan berperan dalam resiliency building factors lingkungan sekolah pada guru SLB-C “X” ialah increasing prosocial bonding, teach life skills, dan provide opportunities for meaningful participation.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut:
5.2.1 Saran Teoretis
68
Universitas Kristen Maranatha 2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency
building factors in school, disarankan dalam menyusun alat ukur berupa wawancara sehingga setiap aspek dari resiliency building factors in school dapat lebih tergali.
3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliency building factors pada guru dengan responden yang terbatas, disarankan untuk menggunakan desain penelitian studi kasus sehingga dapat digali lebih dalam mengenai penghayatan responden mengenai kontribusi sekolah untuk membangun resiliency dirinya ketika menghadapi tekanan dan halangan dari siswa, guru, lingkungan keluarga, maupun komunitas lain
5.2.2 Saran Praktis
1. Bagi SLB-C “X” untuk memberi pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam berpikir kritis dan analitis, keterampilan guru dalam bekerjasama (team work), dan pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan dan metode baru dalam mengajar.
2. Bagi Kepala Sekolah SLB-C “X” untuk memberikan kesempatan kepada guru untuk terlibat dalam penyusunan aturan, kebijakan, serta mendorong guru turut berkontribusi dalam menyusun dan melaksanakan berbagai kegiatan di sekolah
69
70
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Benard, Bonnie. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco : WestEd
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo.
Henderson, N., Milstein, M., M. 2003. Resiliency in School : Making It Happen for Students and Educators. California: Corwin Press, Inc.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan I. Jakarta: Erlangga.
Lumbantobing. S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.
Maramis, W. F.1980. Catatan ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga Universitas Press.
Santrock J.W.2002.Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Penerbit Erlangga.
71 Visi, Misi dan Tujuan . Bandung : Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa Jawa Barat. http://www.plbjabar.com/?inc=tentang&id=3.
Dasih, S.Pd (Guru SLB Negeri Subang). Kisah Guru SDLB Ujicoba Blanakan. (Online). (http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=41)
Dadang Rahman Munandar (Kasi Kurikulum Sub Dis PLB). Guru Kreatif dan
Pendidikan Berkualitas. (Online)
(http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=56, diakses 25 November 2008)
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-2002-yani-5868-guru&q=Anak
Ineu Puspita.2008. Ineupuspita’s Weblog. Profesionalitas Guru SLB. (Online). http://ineupuspita.wordpress.com/2008/07/31/profesionalitas-guru-slb/, diakses 31 Juni 2008).
SLB-C”X”. 2006. Rencana Strategi Pengembangan Sekolah. Bandung.
SLB-C”X”. 2006. Rencana Induk Pengembangan Sekolah dan Profil SLB-C”X” Bandung.
72
Universitas Kristen Maranatha Ayu, Indri, Metodologi Penelitian II : Suatu Studi Deskriptif tentang Sikap Ibu Terhadap anak Kandungnya yang menderita Retardasi mental (Imbisil) pada Usia 8-10 tahun di SLB ”X” Bandung. 2005. Bandung.
Friskawati, Metodologi Penelitian II : Suatu Penelitian mengenai Sikap Orangtua Terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental (Imbisil) di SLPB ”C” Bandung.2003.Bandung.
Kusumah, A.,A., Seminar Outline : Kontribusi Protective Factors Terhadap Resiliency Pria Homoseksual di Kota Bandung.2008. Bandung.
Sari, Maya, Seminar Outline : Studi Deskriptif Mengenai Resilience pada Siswa