PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN LOGIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DI SMP NEGERI 24 MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
SITI ZAHARA H. HARAHAP NIM. 8116172020
PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
Siti Zahara H. Harahap, (2014). Peningkatan Kemampuan Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) di SMP Negeri 24 Medan. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2014.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah : (1) peningkatan kemampuan penalaran logis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori, (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori, (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran logis siswa, (4) terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, (5) proses penyelesaian masalah yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal pada masing-masing pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 24 Medan dengan sampel 56 siswa. Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen semu dengan pretest-postest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang mengambil dua kelas (kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2) melalui teknik random sampling. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan penalaran logis dan tes kemampuan komunikasi matematis yang berbentuk uraian. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi dan koefisien reliabilitas. Data dianalisis dengan uji ANAVA dua jalur. Sebelum digunakan uji ANAVA dua jalur terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh hasil penelitian yaitu : (1) peningkatan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori, (2) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa, (3) proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada pembelajaran ekspositori. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa.
ii
ABSTRACT
Siti Zahara H. Harahap, (2014). The Improvement of Logical Reasoning and Mathematical Communication Abilities Through Think Pair Share (TPS) Cooperative Learning Model at SMP Negeri 24 Medan. Thesis. Mathematical Education Study Program Postgraduate State University of Medan.
The objectives of this study are to observe whether : (1) the improvement of students’ logical reasoning ability thought by TPS cooperative learning model is higher than those taught by expository learning model, (2) the improvement of students’ mathematical communication ability taught by TPS cooperative learning model is higher than those taught by exspository learning model, (3) there is
interaction between the learning model with students’ previous mathematical
ability and the improvement of students’ logical reasoning ability, (4) There is
interaction between the learning model with students’ previous mathematical
ability ans students mathematical communication ability, (5) the process of problem solving made by students in solving made by students in solving questions in each learning. This study was held at SMP Negeri 24 Medan by having 56 students as sample. This study used quasi-experimental method with pretest-postest control group design. The population of this study was all students of grade VIII taking two classes (experimental 1 class and experimental 2 class) through random sampling technique. The instrument used consisted of the essay of logical reasoning ability test and mathematical communication ability test. The instrument had required content validity and coefficient reliability. Data were anayzed by two ways ANOVA test. Before it was used two-ways ANOVA test the normality and homogenity tests with significant level 5% had been done. The findings of this study were : (1) the improvement of students’ logical reasonig ability and mathematical communication ability taught by TPS cooperative
learning model is higher than studens’ and mathematical communication ability
taught by expository learning, (2) there is no interaction between the learning model with previous mathematical ability and the improvement of students’ logical reasoning and mathematical communication abilities, (3) the process of problem solving made by students taught by TPS cooperative learning model is better than those taught by expository learning. Based on the findings of this study, the researcher suggests tha TPS cooperative learninh model can be used as
an alternative for teachers to improve students’ logical reasoning and
mathematical communication abilities.
iii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis lantunkan kehadirat Allah SWT atas rahmat kenikmatan, karunia dan hidayah yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan
Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Di SMP Negeri 24 Medan”.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar master kependidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM). Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
iv
Harahap, S. Pd ananda ucapkan terima kasih yang tak terhingga yang telah memberikan dorongan, motivasi dan nasehatnya yang menyejukkan hati serta cinta kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ida Karnasih M.Sc, Ed, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II. Untuk membimbing dan mengarahkan penulisan. Sumbangan pikiran yang amat berharga sejak awal pemunculan ide dan kritik demi kritik serta pertanyaan kritis guna mempertajam gagasan telah membuka dan memperluas cakrawala berpikir penulis dalam penyusunan tesis ini. Juga untuk dorongan beliau agar penulis segera menyelesaikan studi secepatnya. 3. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd , Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, dan
Bapak E. Elvis Napitupulu, MS selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.
5. Direktur, Asisten Direktur I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.
v
Prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di Unimed
7. Kepala Sekolah SMP Negeri 24 Medan Bapak Drs. Maulana Manurung,MPd yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
8. Serta rekan-rekan satu angkatan 2011 dari Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan oleh Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Maret 2014 Penulis
vi
2.1.9 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Kooperatif tipe TPS dengan Pembelajaran ekspositori ... 55
2.1.10 Penerapan Materi Relasi dan Fungsi dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ... 57
vii
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 104
4.1 Analisis Hasil Data ... 104
4.1.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen ... . 104
4.1.2 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen ... 106
4.1.3 Analisis Hasil Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 107
4.1.4 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 112
4.1.5 Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 122
4.1.6 Deskripsi Proses Penyelesaian Masalah untuk Setiap Kemampuan pada masing-masing Pembelajaran... 133
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 153
4.2.1 Faktor Pembelajaran... 154
4.2.2 Kemampuan Penalaran Logis ... 157
4.2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 159
4.2.4 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis ... 161
4.2.5 Keterbatasan Penelitian ... 163
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 165
5.1 Kesimpulan ... 165
5.2 Saran... ... 166
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 48
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Think Pair Share ... 50
Tabel 2.3 Fase Pembelajaran Ekspositori ... 54
Tabel 2.4 Tabel Paedagogik Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Pembelajaran Ekspositori ... 55
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 74
Tabel 3.2 Ukuran Populasi ... 76
Tabel 3.3 Desain Penelitian ... 78
Tabel 3.4 Tabel Winner ... 79
Tabel 3.5 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Matemamatika Siswa .... 81
Tabel 3.6 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 82
Tabel 3.7 Tabel Penskoran Kemampuan Penalaran Logis ... 83
Tabel 3.8 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 86
Tabel 3.9 Tabel Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 87
Tabel 3.10 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Penalaran Logis ... 88
Tabel 3.11 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis .. 89
Tabel 3.12 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban pada masing-masing Kelas ... 90
Tabel 3.13 Kriteria Penilaian untuk Tingkat Validasi ... 91
Tabel 3.14 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 92
Tabel 3.15 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 93
Tabel 3.16 Klasifikasi Daya Pembeda ... 93
ix
Tabel 3.18 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik
yang digunakan ... 96
Tabel 3.19 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 99
Tabel 4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 105
Tabel 4.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 105
Tabel 4.3 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 106
Tabel 4.4 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 106
Tabel 4.5 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 107
Tabel 4.6 Deskripsi Hasil Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 108
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 109
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Matematika Siswa .. 109
Tabel 4.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 110
Tabel 4.10 Sebaran Sampel Penelitian ... 111
Tabel 4.11 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Logis pada Kelas Eksperimen ... 112
Tabel 4.12 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Logis Kelas Kontrol ... 113
Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Pretes Kemampuan Penalaran Logis pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 114
Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Postes Kemampuan Penalaran Logis pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 115
Tabel 4.15 Hasil N-Gain Kemampuan Penalaran Logis Siswa pada Kedua Kelas Sampel ... 116
Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Penalaran Logis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 118
Tabel 4.17 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Penalaran Logis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 118
x
Tabel 4.19 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan
Penalaran Logis Siswa ... 120
Tabel 4.20 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas
Eksperimen ... 122
Tabel 4.21 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Kontrol . 123 Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis
pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 125
Tabel 4.23 Rekapitulasi Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis
pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 125
Tabel 4.24 Hasil N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada
Kedua Kelas Sampel ... 126
Tabel 4.25 Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 128
Tabel 4.26 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 129
Tabel 4.27 Hasil Uji t Kemampuan Komunikasi Marematis Siswa ... 130 Tabel 4.28 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa ... 131
Tabel 4.29 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis pada Taraf
Signifikansi 5% ... 133
Tabel 4.30 Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Penalaran Logis Siswa
Ditinjau dari Model Pembelajaran ... 138
Tabel 4.31 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Kemampuan
Penalaran Logis Perindikaor pada Kelas Eksperimen dan
Kontrol ... 139
Tabel 4.32 Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Ditinjau dari Model Pembelajaran ... 151
Tabel 4.33 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Kemampuan
Komunikasi Perindikator pada Kelas Eksperimen dan Kelas
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Alternatif Jawaban pada Penalaran Logis ... 5
Gambar 1.2 Contoh Jawaban Siswa pada Penalaran Logis ... 5
Gambar 1.3 Alternatif Jawab pada Komunikasi Matematis ... 7
Gambar 1.4 Contoh Jawaban Siswa pada Komunikasi Matematis ... 8
Gambar 2.1 Contoh Analogi pada Penalaran Induktif ... 31
Gambar 3.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 76
Gambar 3.2 Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 103
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 108
Gambar 4.2 Diagram Batang Tes Kemampuan Penalaran Logis Siswa Kelas Eksperimen ... 113
Gambar 4.3 Diagram Batang Tes Kemampuan Penalaran Logis Siswa Kelas Kontrol ... 114
Gambar 4.4 Diagram Batang Hasil N-Gain Kemampuan Penalaran Logis pada kedua Kelas Sampel ... 116
Gambar 4.5 Interaksi antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Logis Siswa ... 121
Gambar 4.6 Diagram Batas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 123
Gambar 4.7 Diagram Batang Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 124
Gambar 4.8 Diagram Batang Hasil N- Gain Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kedua Sampel ... 126
xii
Gambar 4.10 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Eksperimen ... 134
Gambar 4.11 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Kontrol ... 134
Gambar 4.12 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Eksperimen ... 135
Gambar 4.13 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Kontrol ... 135
Gambar 4.14 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Eksperimen ... 136
Gambar 4.15 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Kontrol ... 136
Gambar 4.16 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Eksperimen ... 137
Gambar 4.17 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kemampuan Penalaran Logis
pada Kelas Kontrol ... 137
Gambar 4.18 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen ... 141
Gambar 4.19 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Kontrol ... 141
Gambar 4.20 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen ... 143
Gambar 4.21 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Kontrol ... 144
Gambar 4.22 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen ... 146
Gambar 4.23 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Kontrol ... 146
Gambar 4.24 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen ... 148
Gambar 4.25 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kemampuan Komunikasi
xiii
2. Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran ... 179
3. Hasil Uji Coba Instrumen, Validitas dan Reabilitas Tes Kemampuan Penalaran Logis ... 184
4. Hasil Uji Coba Instrumen, Validitas dan Reabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 196
B. Lampiran B Instrument penelitian 1. Butir Soal Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 208
2. Kunci Jawaban Butir Soal Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 211
3. Kisi-kisi dan Butir Soal Kemampuan Penalaran Logis ... 212
4. Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran Logis ... 216
5. Kisi-kisi dan Butir Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 218
6. Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 222
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 225
8. Lembar Aktivitas Siswa ... 256
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 281
C. Lampiran C Kemampuan Awal Matematika Siswa (KAM) 1. Deskripsi Hasil Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 289
D. Lampiran D Kemampuan Penalaran Logis Siswa 1. Deskripsi Hasil N-Gain Kemampuan Penalaran Logis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 291
E. Lampiran E Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa 1. Deskripsi Hasil N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 293
F. Lampiran F Dokumentasi Penelitian ... 295
G. Lampiran G
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menghadapi tantangan atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks dan juga makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh dan mampu bersaing secara global. Pendidikan merupakan unsur yang paling penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencedaskan kehidupan bangsa. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama secara proaktif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika.
2
Menurut Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi menguraikan tujuan pembelajaran matematika adalah : 1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, ekspeimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan dan inkonsistensi, 2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi atau dugaan, serta mencoba-coba, 3) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, 4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Menyadari pentingnya matematika, maka belajar matematika seharusnya menjadi kebutuhan dan kegiatan yang menyenangkan. Namun faktanya pencapaian tujuan pembelajaran matematika seperti diuraikan di atas masih belum memenuhi harapan dikarenakan rendahnya hasil belajar matematika siswa pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu penyebabnya rendah matematika siswa dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari disebabkan sifat abstrak yang terdapat pada matematika, karena selama ini siswa hanya cenderung diajar untuk menghafal konsep atau prinsip matematika, tanpa disertai pemahaman yang baik. Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematisnya.
3
matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh siswa, baik itu bagi siswa yang tidak berkesulitan belajar maupun bagi siswa yang berkesulitan belajar. Dari data tersebut mengisyaratkan adanya permasalahan yang sangat mendasar dalam pembelajaran matematika di kelas saat ini. Shadiq (2004 : 26) yang menyatakan penekanan pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar, namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis dan bernalar atau berpikir logis.
Kemampuan belajar matematika siswa yang diwajibkan pemerintah melalui kurikulum matematika tahun 2006 yang menjadi acuan penilaian secara nasional dapat ditinjau dari lima aspek kemampuan. Kelima aspek kemampuan tersebut sesuai dengan yang dirumuskan oleh NCTM (2000) yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran matematis dan representasi matematis. Fokus dalam penelitian ini hanya membahas kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa.
4
Untuk itulah diperlukan penalaran khususnya penalaran logis yang membiasakan siswa untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana. Sebagai contoh siswa kelas VII SMP diminta untuk menjawab pertanyaan : Jika besar dua sudut segitiga adalah 600 dan 1000. Berapakah besar sudut yang ketiga dari segitiga? Bagi siswa yang telah terbiasa dengan menghafal tentu ia dapat menjawab langsung 200. Namun jika ditanya mengapa hasilnya 200?, siswa akan kebingungan karena di dalam benaknya hanya tergambar hasilnya adalah 200. Bagi siswa yang terbiasa dengan penalaran logis, pertanyaan seperti di atas sudah sering ia dapatkan. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800. Ini berarti siswa telah menangkap makna atau pengertian dari soal tersebut.
5
matematika benar atau salah berdasarkan fakta analogi, generalisasi, kondisional, dan silogisme sesuai dengan informasi yang diberikan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan penalaran logis siswa masih rendah. Rendahnya penalaran logis siswa dapat dilihat dengan rendahnya hasil yang dicapai siswa jika diberikan soal-soal yang berbeda dengan contoh yang ada. Siswa yang mengetahui konsep-konsep dasar tidak mampu menyelesaikan persoalan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan di kelas VII SMP pada pokok bahasan perbandingan yaitu : suatu gedung bertingkat dapat dikerjakan 12 orang dalam waktu 48 hari. Jika gedung tersebut harus selesai dalam waktu 36 hari. Berapakah tambahan pekerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan gedung?
Dari penelitian awal yang dilakukan peneliti di lapangan pada tanggal 9 Januari 2013 pada tes kemampuan penalaran logis dapat dilihat perbandingan antara hasil alternatif jawaban yang benar dengan jawaban yang dibuat siswa. Berikut ini adalah alternatif jawaban yang benar pada contoh soal penalaran logis di atas adalah sebagai berikut:
6
Dan berikut ini salah satu contoh jawaban siswa dari persoalan di atas,
Gambar 1.2 Salah satu proses penyelesaian jawaban siswa pada tes pendahuluan penalaran logis siswa
Dari jawaban siswa di atas, terlihat bahwa kemampuan penalaran logis siswa masih rendah. Hal itu terlihat ketika siswa mencoba menyelesaikan soal tersebut, banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menentukan posisi dari nilai suatu perbandingan apakah soal tersebut merupakan perbandingan senilai atau berbalik nilai dan siswa mengalami kesulitan dalam proses perhitungannya. Dari 30 siswa yang menjawab soal tersebut hanya 3 siswa (10,0%) yang menjawab benar, 19 siswa (63,3%) menjawab salah dan 8 siswa (26,67%) tidak mampu menjawab sama sekali. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran logis siswa masih rendah.
Selain kemampuan penalaran logis, fokus lainnya dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication) dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk diperhatikan, hal ini dikarenakan melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir logis siswa baik secara lisan maupun tulisan, disamping itu respon atau komunikasi antar siswa akan dapat terjadi dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya dapat membawa siswa
7
pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari.
Namun fakta di lapangan menunjukkan di dalam pembelajaran selama ini guru jarang menciptakan suasana yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Siswa kurang mampu merefleksikan gambar, tabel atau Grafik ke dalam ide matematika, sehingga secara umum kemampuan komunikasi matematis masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan di kelas VII SMP pada pokok bahasan perbandingan yaitu : Sebuah model pesawat terbang panjang badannya 18 cm, lebar sayapnya 12 cm. Jika lebar sayap pesawat sesungguhnya 8 m, buatlah model matematika dari persoalan tersebut? Setelah itu berapakah panjang badan pesawat sesungguhnya?
Dari penelitian awal yang dilakukan peneliti di lapangan pada tanggal 9 Januari 2013 pada tes kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat perbandingan antara hasil alternatif jawaban yang benar dengan jawaban yang dibuat siswa. Berikut ini adalah alternatif jawaban yang benar pada contoh soal komunikasi matematis di atas adalah :
8
Dan berikut ini salah satu contoh jawaban siswa dari persoalan di atas,
Gambar 1.4 Salah satu proses penyelesaian jawaban siswa pada tes pendahuluan komunikasi matematis siswa
Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya secara tertulis, dapat dilihat dari penyelesaian di atas siswa tidak mampu menuliskan model matematika dari persoalan yang diberikan. Siswa juga kurang membaca dan memahami persoalannya sehingga melakukan kesalahan dalam menafsirkan soal, ini disebabkan kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi ajar yang diberikan kepadanya. Dari 30 siswa yang menjawab soal tersebut hanya 4 siswa (13,3%) yang menjawab benar, 17 siswa (56,6%) menjawab salah dan 9 siswa (30,0%) tidak mampu menjawab sama sekali. Maka dapat disimpulkan dari jawaban tersebut tampaklah kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah pembelajaran. Umumnya proses pembelajaran yang sering dilakukan di kelas lebih terpusat kepada guru (teacher-centered) bukan terpusat kepada siswa (student centered), ini berarti guru yang aktif sedangkan siswa pasif selama pembelajaran. Guru
Tidak dapat membuat model matematika
9
menyampaikan pelajaran secara konvensional, sementara siswa mencatatnya pada buku catatan. Pembelajaran lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal dengan menghafal dan mengulang prosedur, menggunakan rumus atau algoritma tertentu, tidak mendukung pada keterampilan berpikir tingkat tinggi dan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah.
Pelaksanaan pembelajaran seperti ini menimbulkan konsekuensi yang berdampak negatif kepada siswa. Misalkan kurangnya kemampuan pemahaman konsep matematika yang dimiliki siswa, kenyataannya kemampuan untuk memahami suatu permasalahan matematis kemudian mengubahnya kedalam bentuk simbol-simbol matematika merupakan kemampuan yang diperlukan dalam komunikasi matematis. Selain itu jika siswa diberi soal yang beda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus memulai dari mana mereka bekerja untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
10
matematis siswa.
Dilain pihak, tidak sedikit pula guru masih menganut paradigma transfer
of knowledge dalam pembelajaran matematika masa kini. Paradigma ini
beranggapan bahwa siswa merupakan objek atau sasaran belajar, sehingga dalam proses pembelajaran berbagai usaha lebih banyak dilakukan oleh guru, mulai dari mencari, mengumpulkan, memecahkan dan menyampaikan informasi ditujukan agar peserta didik memperoleh pengetahuan. Guru juga sering menghawatirkan tidak dapat menyampaikan topik-topik yang harus diajarkan sesuai dengan waktu yang tersedia. Akibatnya, guru lebih suka mengajar dengan cara tradisional dengan hanya menggunakan metode ceramah dan memberikan latihan mengerjakan soal-soal matematika yang bersifat mekanisitik dengan metode drill.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka model pembelajaran matematika di kelas perlu dirubah. Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learnig) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas (doing math) seperti pemecahan masalah, komunikasi, koneksi, penalaran dan representasi matematika.
11
manfaat secara kognitif ataupun afektif dalam kegiatan pembelajaran kooperatif dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dengan mengajarkan apa yang seseorang baru pelajari, dia akan lebih dapat menguasai atau menginternalisasi pengetahuan dan keterampilan barunya. Artz dan Newman (Trianto, 2009: 56) juga menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif yang sesuai pada penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share). Model pembelajaran ini selain mengacu pada aktivitas berpikir, berpasangan dan berbagi juga dirancang untuk mengatasi pola interaksi siswa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis. Hal ini dapat terjadi karena langkah-langkah dalam model pembelajaran memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, menginterpretasikan ide mereka bersama, merespon serta dapat mengkomunikasikannya dalam bentuk tulisan.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran TPS (Think Pair Share) yaitu : Tahap berpikir (Think) pada tahap ini guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan beberapa menit untuk berpikir sendiri dari masalah yang diberikan. Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau
berisi cerita matematika, kemudian membuat catatan apa yang telah mereka baca.
Menurut Wiederhold (Ansari, 2009 : 70) membuat catatan berarti menganalisis
12
pemahaman siswa, bahkan meningkatkan keterampilan berpikir dan menulis. Pada tahap ini dapat dilihat siswa secara individu dapat mengembangkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis secara tertulis.
Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya
berpasangan (pair) pada tahap ini guru meminta untuk setiap anak berpasangan dengan teman sebangkunya untuk mendiskusikan permasalah yang diberikan. Pada tahap ini akan menumbuhkan keterlibatan dan keikutsertaan siswa dalam mengutarakan gagasannya sendiri dengan pasangannya serta mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh pada tahap think. Sehingga dapat mengambil suatu kesimpulan dari suatu masalah yang diberikan. Dalam situasi ini siswa dapat diposisikan untuk bekerjasama dalam kelompok belajar sehingga mereka berkesempatan untuk berinteraksi dan berbagi pengetahuan serta pengalamannya tanpa rasa malu terhadap satu sama lain.
Tahap berikutnya berbagi (sharing) pada tahap ini guru meminta untuk setiap pasangan kelompok membagi ide dari hasil diskusi kepada pasangan kelompok lainnya. Pada tahap ini siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran logis dan bersikap terbuka, artinya menerima pendapat orang lain dan menerima kebenaran dari kenyataan yang didiskusikan. Dari ketiga tahap di atas pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa.
13
mempunyai aturan, yaitu pemahaman materi yang baru mempunyai prasyarat untuk penguasaan materi sebelumnya. Ini berarti bahwa pengetahuan matematika yang diketahui siswa sebelumnya menjadi dasar pemahaman untuk mempelajari materi selanjutnya. Mengingat matematika merupakan dasar dan bekal untuk mempelajari berbagai ilmu, juga mengingat matematika tersusun secara hierarkis, maka kemampuan awal matematika yang dimiliki peserta didik akan memberikan sumbangan yang besar dalam memprediksi keberhasilan belajar siswa selanjutnya.
14
Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan, sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu besar pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami matematika. Dari pejelasan di atas, menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika siswa tidak terlepas dari kemampuan penalaran logis, komunikasi matematis serta kemampuan awal siswa.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS yang telah dilakukan : Pada tahun 2012 dalam penelitiannya Abduh menemukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bilah Barat Kab Labuhan Batu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan hasil penelitian Haerani juga menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan penalaran matematik peserta didik kelas X SMK Negeri 2 Tasikmalaya.
15
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah. 2. Kemampuan penalaran logis siswa masih rendah.
3. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
4. Belum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran matematika di sekolah.
5. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. 6. Proses jawaban dalam menyelesaikan soal-soal penalaran logis dan
komunikasi matematis di kelas belum sistematis.
1.3 Batasan Masalah
16
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang sudah diidentifikasikan sebelumnya, berikut ini akan diuraikan rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran logis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap
peningkatan kemampuan penalaran logis siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?
5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran logis dan komunikasi matematis pada masing-masing pembelajaran?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
17
ekspositori.
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran logis siswa 4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
5. Untuk mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran logis dan komunikasi matematis pada masing-masing pembelajaran.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Sebagai bahan bertambahnya literatur bagi pihak sekolah untuk mengambil kebijakan dalam pembelajaran yang berkenaan dengan peningkatan mutu pendidikan sekolah.
18
dalam kegiatan belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa.
3. Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, terlatih menjalankan proses dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga terjadi peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
4. Sebagai bahan masukan dan bekal ilmu pengetahuan bagi peneliti sebagai guru dalam mengajar matematika dimasa yang akan datang.
5. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin meneliti penelitian sejenis.
1.7 Defenisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan defenisi operasional sebagai berikut :
1. Kemampuan penalaran logis siswa adalah tingkat berpikir siswa dalam menggunakan aturan, sifat-sifat dan logika matematika yang diukur dan dievaluasi untuk mencari kebenaran berdasarkan fakta analogi, generalisasi, kondisional dan silogisme sesuai dengan informasi yang diberikan.
19
3. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang berbentuk kelompok dimana anggota kelompoknya terdiri dari dua orang atau berpasangan yang memiliki kemampuan yang heterogen. Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) yaitu tahap pertama berpikir (Think), tahap kedua
berpasangan (Pair) dan tahap ketiga (Share).
4. Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru pada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal yang dimulai dari (1) menjelaskan materi pelajaran, (2) memberikan kesempatan bertanya siswa, (3) siswa mengerjakan latihan, (4) guru dan siswa membahas latihan.
5. Kemampuan awal matematika siswa adalah kemampuan yang telah dimiki oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
165 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pembelajaran ekspositori, kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan penalaran logis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Indikator kemampuan penalaran logis yang paling tinggi pada pembelajaran kooperatif tipe TPS yaitu pada indikator analogi dengan nilai gain sebesar 0,80, sedangkan pada pembelajaran ekspositori nilai gain sebesar 0,65.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang paling tinggi pada pembelajaran kooperatif tipe TPS yaitu pada indikator menginterpretasikan situasi matematis dalam bentuk diagram atau grafik dengan nilai gain sebesar 0,75, sedangkan pada pembelajaran ekspositori nilai gain sebesar 0,46.
166
Karena model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh yang bersamaan terhadap peningkatan kemampuan penalaran logis. Peningkatan terjadi akibat dari model pembelajaran bukan dari kemampuan awal matematika siswa.
4. Tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Karena model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh yang bersamaan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Peningkatan terjadi akibat dari model pembelajaran bukan dari kemampuan awal matematika siswa.
5. Proses penyelesaian jawaban siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dibanding dengan pembelajaran ekspositori. Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa pada kelas eksperimen secara keseluruhan siswa dapat menyelesaikan soal dengan benar dan lengkap dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol dapat menyelesaikan soal dengan benar tetapi kurang lengkap dalam menyelesaikan soal penalaran logis dan komunikasi matematis siswa.
5.2 Saran
167
1. Untuk Guru
a. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat diperluas penggunaannya, tidak hanya pada materi relasi dan fungsi tetapi juga pada materi-materi pelajaran matematika lainnya misalkan barisan dan deret.
b. Dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS guru berupaya menciptakan susasan yang menyenangkan dengan memperhatikan kondisi lingkungan sehingga siswa mampu mempresentasikan hasil diskusinya di kelas dengan tujuan dapat membiasakan siswa untuk ikut terlibat aktif dalam kelas serta dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk memberikan pendapatnya. Olehkarena itu pembelajaran ini dapat melibatkan siswa dalam proses berpikir dan juga menumbuhkan kepercayaan diri siswa.
c. Agar pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat lebih berhasil dengan baik di kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar aktivitas siswa (LAS), serta soal-soal yang berkenaan dengan kemampuan matematika yang hendak diteliti.
168
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan menekankan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa.
b. Pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa pada pokok bahasan Fungsi sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai model pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain. 3. Kepada peneliti Lanjutan
a. Penelitian ini hanya pada satu pokok bahasan yaitu Fungis SMP/MTs kelas VIII dan terbatas pada kemampuan penalaran logis dan komunikasi matematis siswa oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS.
169
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, J. (2012). Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika dan
Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMPNegeri 3 BilahBarat Kabupaten Labuhan Batu dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share. Tesis UNIMED : Tidak diterbitkan
Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : Yayasan Pena.
Arends, R. I (2008). Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Komunicating, k-8.
Healping Children Thing Mathematically. New York : Merril, an Inprint of
Macmillan Publishing, Company.
Darsono, M. (2000) Belajar dan Pembelajaran. Semarang : CV. IKIP Semarang Press.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004) Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Permendiknas No.22 Tahun 2006. Jakarta: Depdiknas.
Dwirahayu, G. (2005). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Analogi Terhadap Peningkatan Kemanpuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI :
Tidak diterbitkan.
Haerani, S. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Matematik Peserta Didik Kelas X SMK Negeri 2 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2012/2013. Tersedia online http://journal.unsil.ac.id/jurnalunsil-1843-.html
(diakses l 29 Juli 2013).
Hasratuddin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecenderungan Emosional Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI : Tidak diterbitkan.
Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang.
170
Istiqomah, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika
Siswa Kelas IV SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Pecahan dengan Menggunakan Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Bercirikan Pendayagunaan Alat Peraga dan Pendampingan Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi Universitas Negeri Semarang : Tidak diterbitkan.
Tersedia online http://www.ask.com/web.universitas-negeri-semarang (diakses 10 Mei 2013)
Keraf, G. (1982). Argumen dan Narasi. Komposisi Lanjutan III. Jakarta : Gramedia.
Lie, A. (2008). Cooperative Learning. Jakarta : PT Gramedia.
Manurung, R. B. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Formal dalam
Pembelajaran Matematika SMP dengan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Tesis UNIMED : Tidak diterbitkan.
Maryam, S (2011). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share (TPS) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Tidak diterbitkan. Tersedia
online SM Noerazizah - 2011 - repository.uinjkt.ac.id (diakses 12 September 2013).
Mullis, et.al. (2000). TIMMS 1999: International Mathematics Report. Boston: The International Study Center, Boston College, Lynch School of Education.
Mukhayat, T. (2004). Mengembangkan Metode Belajar yang Baik pada Anak. Yogyakarta: FMIPA. UGM.
Napitupulu, E. (2008) Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma. Vol 1 No. 1 Edisi Juni 2008.
NCTM. (2000). Mathematic Assesment A Practical Handbook. Virginia, The National Council of Teacher Mathematic Inc.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Guru: Membantu Mengembangkan
Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1993). Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP bandung Press.
Safari. (2004). Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes dengan
171
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi
Matematik Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI : Tidak diterbitkan.
Sari, N. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar Matematis pada Mahasiswa STMIK di Kota Medan. Tesis UNIMED : Tidak diterbitkan.
Setiawan. (2011). Pengaruh Penerapan Pembelajaran dan Locus of Control
Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis siswa SMP. Tesis UNIMED :
Tidak diterbitkan.
Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam
Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam diklat Pengembangan Matematika SMP Jenjang, PPPG Matematika Yogyakarta. 10-23 Oktober 2004.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rhineka Cipta.
Slavin, Robert. E. (2005). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. (diterjemahkan oleh Narulita Yusron). Penerbit Nusa Media: Bandung Sudjana, (1996), Metoda Statistika, Bandung : Tarsito
Sudijono, A. (2007). “Pengantar Evaluasi Pendidikan”. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Suhendra. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Keterampilan
Metakognitif Untuk Mengembangkan Kompetensi Matematis Siswa.
Tersedia online http://repository.upi.edu/art_lppm_2010 (diakses 5 Mei 2013).
Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP.
Disertasi UPI : Tidak Diterbitkan.
Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Masmedia Buana Pustaka.
172
TIMSS (Trens in Mathematics Sciens Study). (2007). Tersedia online http://nces.cd.gov/timms/result07.asp (diakses 28 Juli 2011).