Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan self-compassion pada pria dan wanita bercerai di Kota Bandung. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang yang terdiri dari 25 pria bercerai dan 25 wanita bercerai. Pemilihan sample menggunakan metode snowball sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diferensial.
Alat ukur yang digunakan adalah terjemahan dari alat ukur asli yang dibuat oleh Dr. Kristin Neff (2003) dan diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Missiliana Riasnugrahani, M.Si.,Psik (2012) yang kemudian diterjemahkan kembali kedalam Bahasa Inggris oleh Eveline Sarintohe, M.Si dan sudah disetujui oleh Dr. Kristin Neff. Perhitungan validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut dilakukan oleh Missiliana R dengan menggunakan teknik korelasi dari Pearson dan Alpha Cronbach dengan 26 item valid dan reliabilitas 0.8181 yang tergolong tinggi
Hasil penelitian menunjukan perbedaan yang signifikan antara self-compassion pada pria bercerai dan wanita bercerai. Berdasarkan pengolahan data secara statistik, diperoleh nilai signifikansi self-compassion adalah 0,001. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari nilai α (0.05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan. Pria bercerai memiliki self-compassion yang lebih tinggi daripada wanita bercerai. Saran peneliti adalah menambahkan data sosiodemografi lain yang menunjang dan menambahkan ukuran sampel penelitian.
Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This research was conducted to determine the differences of self-compassion between the divorced man and woman in Bandung. The number of samples was 50 people, consisting of 25 divorced men and 25 divorced women. Snowball sampling method was used in sample selection. The method used in this research is the differential method.
The measuring instrument used in this research is created by Dr. Kristen Neff (2003) and translated into Indonesian by Missiliana Riasnugrahani, M.Si.,Psik (2013) which is translated back into English by Eveline Sarintohe, M.Si and approved by Dr. Kristen Neff. Validity and reliability of the measuring instrument were calculated by Missiliana R using Pearson correlation and Alpha Cronbach with 26 items is valid and the reliability value about 0.8181 which considered highly reliable
The results showed a significant difference between self-compassion in divorced men and divorced women. Based on statistical data processing, the value of the significance of self-compassion is 0.001 . The significance value smaller than the value α (0.05), which mean that there is a significant difference. Divorced man has higher self-compassion than a divorced woman. Future research suggests adding another supporting sociodemographic data and increase the sample size
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI PENELITIAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ...……… ... v
DAFTAR BAGAN ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identfikasi Masalah ... 7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Maksud Penelitian ... 7
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8
Universitas Kristen Maranatha
2.1.5 Manfaat dari Self-Compassion ... 29
2.2 Teori Perkembangan Dewasa Awal ... 31
2.2.1 Perkembangan Sosial Masa Dewasa Awal ... 32
2.2.2 Orang Dewasa yang Bercerai ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36
Universitas Kristen Maranatha
3.4 Alat Ukur ... 38
3.4.1 Alat Ukur Variabel ... 38
3.4.2 Prosedur Pengisian Alat Ukur ... 38
3.4.3 Sistem Penilaian Alat Ukur ... 39
3.4.4 Data Pribadi dan Data Sosiodemografik ... 40
3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 40
3.4.5.1 Validitas Alat Ukur ... 40
3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 41
3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 41
3.5.1 Populasi Sasaran ... 41
4.1 Gambaran Responden Penelitian ... 43
4.1.1 Usia Responden Penelitian ... 43
4.1.2 Pendidikan Responden ... 44
4.1.3 Gambaran Pekerjaan ... 44
4.1.4 Lama Pernikahan ... 45
4.1.5 Lama Perceraian ... 45
4.1.6 Jumlah Anak ... 46
4.1.7 Tempat Tinggal Anak Pasca Perceraian ... 46
4.2 Hasil Penelitian ... 46
Universitas Kristen Maranatha
4.2.2 Korelasi Self-Compassion dengan Usia ... 48
4.2.2 Korelasi Self-Compassion dengan Pendidikan ... 49
4.2.2 Korelasi Komponen Self-Compassion ... 50
4.3 Pembahasan ... 51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1 Simpulan ... 57
5.2 Saran ... 57
5.2.1 Saran Teoretis ... 57
5.2.2 Saran Praktis ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
DAFTAR RUJUKAN ... 60
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
Bagan 1.5 Kerangka Pikir. ... 12
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Gambaran Alat Ukur ... 38
Tabel 3.2 Sistem Penilaian Setiap Komponen Self-Compassion ... 39
Tabel 4.1 Usia Responden Penelitian ... 43
Tabel 4.2 Pendidikan Responden ... 44
Tabel 4.3 Pekerjaan Responden ... 44
Tabel 4.4 Lama Pernikahan Responden ... 45
Tabel 4.5 Lama Perceraian Responden ... 45
Tabel 4.6 Jumlah Anak Responden ... 46
Tabel 4.7 Tempat Tinggal Anak ... 46
Tabel 4.8 Hasil Uji Mann Whitney untuk Self-compassion ... 47
Tabel 4.9 Hasil Uji Mann Whitney untuk Komponen Self-compassion ... 47
Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi untuk Self-compassion ... 48
Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi untuk Self-compassion ... 49
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Lembar Persetujuan
LAMPIRAN 2 Kuesioner Pengambilan Data
LAMPIRAN 3 Kisi-kisi Alat Ukur
LAMPIRAN 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
LAMPIRAN 5 Hasil Uji Mann Whitney
LAMPIRAN 6 Hasil Uji Korelasi Spearman
LAMPIRAN 7 Hasil Uji Korelasi Chi Square
LAMPIRAN 8 Data Mentaah
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan
berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada lagi ikatan yang resmi.
Pasangan yang telah bercerai tetapi belum memiliki anak, perceraian tidaklah menimbulkan
dampak traumatis psikologis bagi anak-anak. Sebaliknya perceraian pada pasangan yang telah
memiliki keturunan, kemungkinan perceraian menimbulkan masalah psiko-emosional bagi
anak-anak (Amato, 2000; Olson & DeFrain, 2003).
Perceraian merupakan suatu cara yang ditempuh oleh pasangan suami-istri ketika ada
permasalahan dalam hubungan pernikahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Perceraian tentu bukan rencana akhir dari suatu pernikahan. Setiap pasangan yang menikah
menginginkan pernikahan yang bisa berlangsung langgeng tanpa memikirkan akan adanya
kegagalan dalam pernikahan yang berujung pada perceraian.
Menurut Rasjidi (1991), dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974
khususnya ayat (2) dijelaskan bahwa penyebab perceraian terjadi karena salah satu pihak
berbuat zina, menjadi pemabuk, dan penjudi; salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah, atau
karena hal lain diluar kemauannya, salah satu pihak melakukan kekejaman atas penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain, antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan
2
Universitas Kristen Maranatha memengaruhi pertikaian dalam rumah tangga yaitu, persoalan ekonomi, keinginan memeroleh
keturunan dan persoalan prinsip hidup yang berbeda.
Berdasarkan data statistik pada bulan Mei 2014 dari Pengadilan Tinggi Agama
Bandung, diperoleh data bahwa jumlah perceraian yang terjadi di kota Bandung sebanyak 434
kasus. Penyebab perceraian yang banyak terjadi adalah tidak adanya keharmonisan, tercatat
166 kasus perceraian dengan alasan tersebut. Penyebab lain yang banyak terjadi yaitu masalah
ekonomi, tercatat 118 kasus perceraian yang terjadi karena hal tersebut. Penyebab lain dari
perceraian yang tercatat adalah adanya gangguan pihak ketiga, tidak ada tanggungjawab,
kekejaman jasmani dan ada pasangan yang dihukum.
(http://www.pta-bandung.go.id/faktor-penyebab-perceraian-html, diakses Juli 2014)
Terdapat artikel yang membahas mengenai tingginya angka perceraian yang terjadi di
Jawa Barat. Angka perceraian di Jawa Barat sejak tahun 2013 hingga Mei 2014 terhitung
tinggi dibandingkan jumlah pernikahan. Data ini diketahui berdasarkan data yang
dikumpulkan dari Pengadilan Agama se-Jabar.Kepala Subbag Informasi dan Humas Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Jabar, Abdurrahim mengatakan angka perceraian di Jawa Barat
hampir mencapai 10% dari jumlah pernikahan yang terjadi. Dalam kasus perceraian, menurut
Abdurrahim lebih banyak perempuan yang menggugat cerai suami dibandingkan permohonan
talak yang dilayangkan suami. Perbandingannya adalah 60% dan 40%.
(http://www.pikiran-rakyat.com/node/286988, diakses Juli 2014)
Tidak peduli apakah sebelumnya keduanya telah menjalin hubungan percintaan cukup
lama atau tidak, romantis atau tidak, dan menikah secara megah atau tidak, perceraian
dianggap menjadi jalan terbaik bagi pasangan tertentu yang tidak mampu menghadapi
masalah konflik rumah tangga. Ketika suatu pernikahan berakhir dengan perceraian, banyak
orang bersikap keras pada diri mereka sendiri: "Itu salahku - aku seharusnya tidak bertindak
3
Universitas Kristen Maranatha adalah persepsi pribadi, dan diketahui juga bahwa semakin banyak seseorang fokus pada
pemikirannya tentang penyesalan dan kerinduan, semakin buruk dampaknya terhadap diri
yang bersangkutan (Emery, 1994; Hetherington & Kelly, 2002; Sbarra & Emery, 2008).
Ikatan emosional antara pria dan wanita terbentuk ketika mereka mulai jatuh cinta dan
kemudian berkembang hingga akhirnya memutuskan untuk menikah. Ikatan emosional yang
terbentuk akan memberikan rasa aman, rasa nyaman, rasa sayang, dan kebahagiaan. Selain itu
dengan adanya ikatan emosional yang terbentuk diantara pasangan akan membuat
masing-masing individu yang berpasangan merasa diperhatikan dan didukung. Ketika perceraian
terjadi, ikatan emosional yang sebelumnya sudah terjalin akan berakhir sehingga individu
yang semula berpasangan akan melakukan proses penyesuaian diri dengan keadaan tanpa
kehadiran pasangan.
Peneliti melakukan survey awal terhadap 10 orang responden untuk mengetahui
fenomena tentang kehidupan pasca perceraian yang terjadi di kehidupan nyata. Responden
terdiri atas 5 orang wanita dan 5 orang pria yang berstatus cerai. Survey awal dilakukan oleh
peneliti dengan mewawancarai responden. Hasilnya empat diantara wanita bercerai
mengatakan perceraian bukanlah hal yang mudah untuk diterima. Responden merasa telah
gagal menjalankan perannya sebagai istri yang baik, sampai dengan saat ini masih suka
berpikir mengapa perceraian itu menimpa dirinya dan apa yang salah pada dirinya sehingga
harus bercerai. Menurutnya, dirinya butuh waktu untuk menerima perubahan status yang
terjadi padanya. Responden merasa bersalah kepada anak, karena anak harus melihat
orangtuanya terpisah. Anaknya sering bertanya mengenai keberadaan ayahnya yang kini
tinggal terpisah dan tidak bertemu setiap hari. Responden mengatakan dirinya sekarang harus
mencari nafkah untuk menghidupi diri dan anaknya. Kenyataan ini tidak mudah dijalani
mengingat responden sebelumnya adalah ibu rumah tangga yang mengandalkan suami
4
Universitas Kristen Maranatha perceraian yang terjadi pada dirinya. Tidak banyak perubahan yang terjadi karena dirinya
sudah bekerja sejak dahulu sehingga tidak mengalami kesulitan dalam hal finansial ketika
perceraian terjadi. Menurutnya masa lalu bukanlah hal yang perlu disesali terus.
Dari pihak lain, hasil survei awal terhadap lima orang pria bercerai, diperoleh
keterangan bahwa kelimanya merasa telah gagal menjadi kepala keluarga yang baik karena
tidak bisa memertahankan rumah tangganya. Dua dari lima orang responden menyatakan
masih selalu memikirkan kesalahan yang dibuatnya. Responden menggangap semua
kesalahan ada pada dirinya sehingga perceraian bisa terjadi. Sedangkan tiga dari lima orang
responden menyatakan bahwa merasa tidak ada gunanya terus berlarut-larut dalam kesedihan
karena tidak akan mengubah keadaan, sehingga lebih memikirkan bagaimana menjalani hidup
kedepannya. Kelima responden merasa sedih karena tidak bisa bertemu dengan anaknya
setiap hari, dan berupaya sebisa mungkin menjaga hubungan baik dengan mantan istri demi
anak-anak.
Berdasarkan hasil survey awal yang telah dilakukan, terlihat bahwa perceraian
bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh pasangan yang menikah. Kegagalan dalam pernikahan
ini bukan suatu hal yang mudah untuk dilewati namun harus dihadapi oleh individu yang
bercerai. Terdapat empat orang (40%) wanita bercerai dan dua orang (20%) pria bercerai yang
masih menyalahkan diri dan terus-menerus ingat dengan kejadian yang dialaminya. Terdapat
satu orang (20%) wanita bercerai dan tiga orang (30%) pria bercerai yang bisa bangkit dari
keadaan untuk melanjutkan hidupnya pasca perceraian. Kesejahteraan anak menjadi fokus
utama bagi pria maupun wanita setelah bercerai.
Wanita cenderung lebih sering mengkritik diri sendiri dan menyalahkan diri atas apa
yang terjadi terhadap dirinya. Wanita lebih sering mengulang-ulang pemikiran mengenai
kekurangan yang dimiliki, sehingga cenderung selalu berpikir negatif terhadap dirinya sendiri
5
Universitas Kristen Maranatha sebagai cara untuk menghindari rasa tanggung jawab ketika mereka dihadapkan pada
kesulitan atau ketidakmampuannya. Kemarahan dengan menyalahkan orang lain membuat
mereka merasa tangguh dan menutupi semua perasaannya yang lemah akibat masalah yang
dialaminya. Sehingga perempuan menderita depresi dan cemas dua kali lebih sering
dibandingkan pria (Neff, 2011). Penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan cenderung
memiliki self-compassion lebih rendah dibandingkan pria, karena perempuan memikirkan
kejadian negatif di masa lalu (Neff, 2011).
Dalam menghadapi kondisi seperti di atas, seseorang yang bercerai membutuhkan
sesuatu untuk bertahan dan memulihkan keadaan psikologis pasca perceraian. Sesuatu yang
dibutuhkan itu adalah self-compassion, yaitu pemberian pemahaman dan kebaikan kepada diri
sendiri tatkala mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, tanpa menghakimi diri
sendiri dengan keras dan tidak mengeritik diri sendiri dengan berlebihan atas
ketidaksempurnaan, kelemahan, dan kegagalan yang dialami diri sendiri (Neff, 2003).
Self-compassion akan membuat pria dan wanita bercerai melihat perceraian yang terjadi pada dirinya secara apa adanya, menyadari bahwa kegagalan bisa dialami oleh siapa aja bukan
hanya dirinya sehingga tidak akan mengeritik dan menyalahkan diri terus-menerus.
Self-compassion akan membawa pengaruh positif dalam kehidupan seseorang, misalnya meningkatkan indeks kepuasan hidup, mengasah kecerdasan emosional,
meningkatkan kemampuan untuk bersikap bijaksana, meningkatkan kebahagiaan, rasa
optimisme, inisiatif pribadi, menurunkan tingkat depresi, menurunkan rasa cemas dan takut
akan kegagalan. Di dalamnya terdapat tiga komponen yang saling berkaitan antara satu
dengan lainnya, yaitu self-kindness atau sikap berbaik-hati terhadap diri sendiri, common
6
Universitas Kristen Maranatha tentang seberapa mampu dirinya menyeimbangkan emosi-emosi yang berkecamuk di dalam
dirinya akibat suatu masalah yang menimpanya (Neff, 2003).
Akan halnya dengan perceraian yang dialami oleh pria dan wanita, sekaligus menjadi
topik utama dalam penelitian ini, peneliti akan menelaahnya melalui self-compassion dengan
ketiga komponen yang menyatu di dalamnya. Peristiwa perceraian, sekalipun tidak
diharapkan, namun dapat ditafsirkan sebagai kejadian tidak menyenangkan atau tidak
menguntungkan yang harus dihadapi karena masa depan yang masih membentang tetap harus
dijalani secara tidak sia-sia. Melalui komponen self-kindness seorang pria dan wanita pasca
perceraian ingin fokus pada diri dan anak-anak (bila ada) yang harus dibesarkannya,
membangun pikiran positif bagi diri sendiri dan masa depan yang harus dibangunnya,
memerlakukan diri sendiri dengan perasaan baik dan lebih baik dibandingkan sebelumnya
tanpa perlu mengembangkan kritik yang berlebihan terhadap diri sendiri.
Melalui komponen common humanity seorang pria dan wanita bercerai akan
memersepsi perceraian sebagai kejadian yang bisa dialami oleh siapapun sehingga tidak ada
alasan untuk selalu menyalahkan, menghakimi, atau menyela diri sendiri atas kejadian ini.
Mengembangkan keinginan kuat untuk menatap hari depan dengan optimistis, berupaya keras
untuk menata kehidupan yang lebih baik karena pada dasarnya perceraian bukanlah akhir dari
segalanya. Peluang-peluang untuk menjadikan masa depan yang lebih baik tetap terbuka lebar
karena banyak bukti yang dapat disaksikan dari pengalaman hidup orang lain yang mengalami
peristiwa sama dengan dirinya.
Melalui komponen mindfulness seorang pria dan wanita bercerai dapat
mengembangkan kesadaran bahwa pada dasarnya hidup harus berjalan terus sehingga
emosi-emosi negatif harus segera disisihkan dari pikiran dan perasaan karena akan menghambat
7
Universitas Kristen Maranatha emosi negatif ini harus dilakukan agar tidak memerangkap pria dan wanita bercerai dalam
tekanan yang tidak ada ujungnya.
Berdasarkan uraian di atas, melalui penelitian ini peneliti tertarik untuk mengetahui
secara empirik gambaran perbedaan self-compassion antara pria dan wanita bercerai. Untuk
mendapatkan gambaran yang akurat tentang perbedaan self-compassion antara pria dan
wanita bercerai, peneliti akan menelitinya dengan menggunakan metode riset diferensial.
Metode ini memersyaratkan sekurang-kurangnya ada dua kelompok yang diteliti dengan
variabel yang sama, kemudian hasilnya akan dibandingkan melalui uji-beda.
1.2 Identifikasi Masalah
Melalui penelitian ini ingin diketahui perbedaan self-compassion antara pria dan
wanita bercerai di Kota Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud Penelitian
Memeroleh perbedaan self-compassion pada pria dan wanita bercerai di Kota
Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Memeroleh perbedaan self-compassion pada pria dan wanita bercerai di Kota Bandung
melalui komponen-komponen yang mendukungnya yaitu self-kindness, common humanity,
8
Universitas Kristen Maranatha
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
a. Memberikan informasi atau sumbangan teoretis bagi bidang ilmu Positive
Psychology, khususnya mengenai perbedaan self-compassion antara pria dan wanita bercerai.
b. Memberikan masukan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian lanjutan mengenai perbedaan self-compassion antara pria dan wanita
bercerai.
1.4.2 Kegunaan Praktis
a. Memberikan informasi mengenai perbedaan self-compassion antara pria dan
wanita bercerai kepada konselor pernikahan agar dapat digunakan dalam
menjalankan profesinya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Ketika perceraian terjadi, baik pria maupun wanita wanita harus menerima kegagalan
pernikahan yang terjadi terhadap dirinya. Tidak mudah untuk menerima perceraian yang
terjadi, karena tidak ada yang menginginkan suatu perceraian terjadi dalam kehidupan rumah
tangga seseorang. Pria dan wanita yang bercerai perlu menerima keadaan dan bersikap baik
terhadap dirinya agar bisa berpikir positif dan dapat menjalani kehidupannya dengan baik.
Wanita cenderung memikirkan kejadian negatif di masa lalu sehingga sering
menyalahkan dan mengeritik diri dibandingkan dengan pria ketika menghadapi masa sulit.
9
Universitas Kristen Maranatha untuk menghindari rasa tanggungjawab. Kemarahan dengan menyalahkan orang lain
membuatnya merasa tangguh dan dapat menutupi perasaannya (Neff, 2011).
Dalam menghadapi kondisi seperti itu, pria dan wanita bercerai perlu mengembangkan
self-compassion, yaitu pemberian pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, namun tidak menghakimi diri sendiri
dengan keras dan tidak mengeritik diri sendiri dengan berlebihan atas ketidaksempurnaan,
kelemahan, dan kegagalan yang dialami diri sendiri (Neff, 2003).
Self-compassion terdiri atas tiga komponen yaitu self-kindness, common humanity dan mindfulness. Self-kindness adalah kemampuan individu untuk memahami dan menerima diri apa adanya serta memberikan kelembutan, bukan menyakiti dan menghakimi diri sendiri.
Dalam hal ini, wanita bercerai mampu mengakui kekurangan dan masalah yang dihadapi
tanpa menilai diri secara negatif. Sehingga wanita bercerai dapat melanjutkan hidupnya
dengan baik tanpa ada lagi suami disisinya. Dengan adanya self-kindness, wanita bercerai
mengerti bahwa pernikahan yang diharapkan sebelumnya tidak bisa didapatkan. Wanita
memiliki kecenderungan untuk mengeritik dan menyalahkan diri ketika mengalami masa
sulit, hal itu akan menimbulkan self-judgement. Self-kindness akan membuat wanita bercerai
berhenti menyalahkan diri terus-menerus atas perceraian yang dialaminya. Maka wanita
bercerai mampu menenangkan pikiran ketika menjalani kehidupan setelah bercerai.
Perceraian juga bukanlah hal yang mudah diterima pada pria. Walaupun pria tidak
terlalu memikirkan masalah yang dihadapi bukan berarti tidak peduli. Pria menyadari
kesalahan dan kekurangan dalam diri, namun pria terkadang menggunakan amarah untuk
menutupinya. Dengan self-kindness pria menyadari kesalahan dalam diri dan tidak
menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahannya. Self-kindness dalam diri pria bercerai
akan membuat dirinya menerima perceraian dengan baik, menerima kekurangan dan
10
Universitas Kristen Maranatha Common humanity adalah kesadaran bahwa individu memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan sesuatu yang
dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri sendiri.Salah satu masalah terbesar
dengan penilaian individu adalah cenderung membuat diri merasa terisolasi (self-isolation).
Self-isolation adalah individu berfokus pada kekurangan sehingga tidak dapat melihat apa-apa lagi serta merasa bahwa diri lemah dan tidak berharga.
Setelah bercerai, wanita dituntut untuk bisa mandiri tanpa adanya lagi suami yang
biasanya membantu. Hal tersebut tentu tidak mudah untuk dilalui. Wanita yang biasanya
menjadi ibu rumah tangga kini harus bekerja untuk menghidupi diri dan anaknya. Common
humanity akan membuat wanita bercerai tidak berpikir bahwa hanya dirinyalah yang mengalami hal tersebut. Common humanity dalam diri wanita bercerai membuat dirinya
mengerti bahwa siapa saja bisa mengalami masalah seperti dirinya. Sehingga wanita bercerai
tidak menutup diri dan merasa diri paling menyedihkan karena bercerai.
Perubahan yang dialami pria setelah bercerai tidak terlalu signifikan. Pria bercerai
harus bisa mengurus diri sendiri tanpa adanya istri yang biasanya membantu untuk
menyiapkan keperluannya. Pria bercerai juga tidak dapat bertemu dengan anaknya setiap hari
jika anak berada pada asuhan mantan istri. Masa sulit yang dialami pria bercerai adalah
membiasakan diri tanpa kehadiran anak dan istri lagi. Dengan common humanity, pria
bercerai memahami masa-masa sulit yang dilalui ketika proses perceraian, perjuangan yang
dilakukan setelah bercerai, dan kegagalan pernikahan yang dialami adalah pengalaman yang
bisa dialami oleh siapapun bukan hanya dirinya sendiri.
Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan menghadapi kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa yang terjadi di dalam suatu situasi. Dengan kata lain adalah
mengahadapi kenyataan. Dengan mindfulness, wanita bercerai dapat menerima dengan baik
11
Universitas Kristen Maranatha secara berlebihan dan tidak menyalahkan diri terus-menerus. Dengan mindfulness ini, wanita
bercerai dapat bersedia menerima perasaan dan keadaan yang dihadapi tanpa penyangkalan
atau menghakimi diri. Pemikiran negatif yang selalu membayangi bisa menghilang dan
wanita bercerai dapat lebih baik menjalani kehidupannya.
Pria cenderung lebih mudah untuk menerima kenyataan karena tidak berlarut-larut
memikirkan kejadian negatif di masa lalu. Dengan mindfulness, pria bercerai akan berpikir
positif atas apa yang terjadi pada dirinya, melihat masalah yang terjadi apa adanya, tidak lebih
dan tidak kurang. Mindfulness berlawanan dengan "overidentification”. Overidentification yakni reaksi ekstrim atau reaksi berlebihan individu ketika menghadapi suatu permasalahan.
Apabila pria dan wanita bercerai menghayati, memikirkan dan mencemaskan permasalahan
perceraian secara berlebihan akan berdampak kepada kehidupan yang dijalani setelah
bercerai.
Melalui penelitian ini juga akan dilihat data sosiodemografik responden guna
memeroleh pemahaman komprehensif yang mendukung data utama dari penelitian ini.
Adapun data sosiodemografik yang akan digali pada penelitian ini adalah usia, pendidikan,
status pekerjaan, lamanya pernikahan, lamanya bercerai, jumlah anak dan hak asuh anak. Data
sosiodemografik diangkat dari keadaan-keadaan yang kontekstual dengan kehidupan
responden, sehingga tidak diturunkan dari konsep. Oleh karena itu data sosiodemografik tidak
diposisikan sebagai faktor yang memengaruhi self-compassion, melainkan melengkapi
penjelasan data utama.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka pikir penelitian ini
12
Universitas Kristen Maranatha Data sosiodemografik:
- Usia - Lamanya bercerai
- Pendidikan - Jumlah anak
- Status pekerjaan - Tempat tinggal anak
- Lamanya pernikahan
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir
1.6 Asumsi
Self-compassion akan tumbuh dan berkembang mengikuti keadaan kehidupan
seseorang.
Keadaan kehidupan yang diwarnai oleh keadaan-keadaan kurang menguntungkan atau
kurang menyenangkan, berpeluang meningkatkan self-compassion.
Seseorang dengan self-compassion tinggi setelah atau saat berada pada keadaan
kehidupan yang kurang menguntungkan atau kurang menyenangkan akan
mengekspresikan penerimaan diri apa adanya tanpa menghakimi diri, menyadari
bahwa hal tersebut bisa terjadi kepada siapa saja, dan mampu menerima kenyataan
dengan baik tanpa menyangkal atau menghakimi.
13
Universitas Kristen Maranatha Perbedaan self-compassion pria dan wanita setelah atau saat berada pada keadaan yang
tidak menguntungkan atau tidak menyenangkan terletak pada sikap wanita yang
cenderung memikirkan kejadian negatif di masa lalu sehingga sering menyalahkan dan
mengeritik diri lebih sering dibandingkan dengan pria sehingga mendasari penelitian
ini.
1.7 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan derajat self-compassion yang signifikan antara wanita bercerai dan
57
Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai self-compassion pada 25 orang
pria bercerai dan 25 orang wanita bercerai di Kota Bandung, dapat ditarik suatu gambaran
umum mengenai perbedaan self-compassion pada pria dan wanita bercerai di Kota Bandung,
yaitu sebagai berikut:
1) Self-compassion antara pria dan wanita bercerai di Kota Bandung berbeda signifikan. Temuan ini dapat ditafsirkan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan
self-compassion.
2) Perbedaan self-compassion pada kedua kelompok responden didukung juga dengan
perbedaan yang signifikan pada dua komponen self-compassion, yaitu self-kindness
dan mindfulness; Sedangkan komponen common humanity tidak terdapat perbedaan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoretis
1) Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan antara self-compassion
pada pria dan wanita bercerai, apabila peneliti lain ingin melakukan penelitian lanjutan
maka disarankan untuk dapat menambahkan data sosiodemografi berupa gambaran
tentang masalah-masalah yang terjadi pada kehidupan pasca perceraian pada pria dan
58
Universitas Kristen Maranatha itu, saran lain bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini dapat menambahkan
ukuran sampel penelitian agar representatif.
5.2.2 Saran Praktis
1) Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai data atau informasi mengenai
perbedaan self-compassion pada pria dan wanita bercerai oleh konselor pernikahan
SUATU PENELITIAN MENGENAI PERBEDAAN SELF-COMPASSION
PADA PRIA DAN WANITA BERCERAI DI KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Sidang Sarjana Pada Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha Bandung
Disusun oleh :
RISZA NOVIANIDA
NRP: 0830028
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
Universitas Kristen Maranatha KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
peneliti dapat menyelesaikan tugas Skripsi yang berjudul “Suatu Penelitian Mengenai
Perbedaan Self-compassion Pada Pria dan Wanita Bercerai Di Kota Bandung”. Penelitian ini
dimaksudkan sebagai tugas akhir skripsi untuk kelulusan di Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Maranatha Bandung.
Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungannya. Pada kesempatan ini, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Irene P. Edwina, M.Psi., M.Pd., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha.
2. Dr. Ria Wardani, M.Si., Psi selaku dosen pembimbing utama yang sudah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan dan saran serta dukungan
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
3. Heliany Kiswantomo, M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang
membantu peneliti dalam penyusunan Skripsi ini melalui masukan, saran dan terima
kasih atas waktu yang diberikan.
4. Para responden yang telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.
5. Keluarga tercinta, terutama kedua orangtua saya yang selalu memberikan dukungan
serta doanya pada peneliti dalam menyusun Skripsi ini.
6. Kepada suami yang selalu memberikan dukungan dan meluangkan waktunya dalam
Universitas Kristen Maranatha 7. Kepada para sahabat terdekat dan teman-teman semuanya, terima kasih atas
dukungan, semangat dan kesediaan untuk berbagi ilmu sehingga peneliti dapat
menyelesaikan Skripsi ini.
8. Kepada semua pihak yang turut terlibat mendukung peneliti dalam menyelesaikan
Skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, peneliti menyadari bahwa penulisan Skripsi
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh kerena itu sumbangan pemikiran, baik berupa kritik
maupun saran yang anda berikan akan sangat bermanfaat bagi peneliti. Akhir kata, peneliti
berharap agar Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandung, Juni 2016
59
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Suharsimi, 2011. Manajemen Penelitian. Cetakan XI. Jakarta: Rineka Cipta.
Bernard, Laura K dan John F. Curry. 2011. Self-Compassion: Conceptualization, Correlates, & Interventions. Amerika PsychologicalAssosiation.
Graziano, Anthony. M & Michael L. Raulin. (2000). Research Methods: A Process Of Inquiry (4th ed.). United State of America: Allyn & Bacon.
Lili, Rasjidi. 1991. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Neff, Kristin. 2003. Self-Compassion: An Alternative Conceptualization of a Healthy Attitude Toward Oneself. Self and Identity, 85-101. Psychology Press.
Neff, Kristin D. 2003. Development and validation of a scale to measure self-compassion. Self and Identity, 2, 223-250. Psychology Press: Taylor & Francis Group.
Neff, Kristin. 2011. Self-compassion: Stop Beating Yourself Up and Leave Insecurity Behind. New York: Harper Collins Publishers.
Neff, K. D. Self-Compasion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behaviour (pp.561-573). New York: Guilford Press.
Sbarra, D. A., Smith, H. L., and Matthias, R. M. (2012). When leaving your ex, love your self: Observational ratings of self-compassion predict the course of emotional recovery following marital separation. Psychological Science.
60
Universitas Kristen Maranatha Daftar Rujukan
Fakultas Psikologi. 2015, Panduan Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi Juli, Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Purwasari, Geby. 2015. Suatu Penelitian Mengenai Perbedaan Self-compassion Pada
Perempuan Bekerja yang Sudah Menikah dan yang Belum Menikah di PT “X”
Purwakarta. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
http://www.pikiran-rakyat.com/node/286988, diakses Juli 2014
http://www.pta-bandung.go.id/faktor-penyebab-perceraian-html, diakses Juli 2014
http://www.self-compassion.org/, diakses Maret 2014