• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS IBU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS IBU."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS IBU

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan

Konseling

Promovendus

FATCHIAH E. KERTAMUDA 1008927

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

Model Bimbingan dan Konseling

Keagamaan untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Psikologis Ibu

Oleh

Fatchiah E Kertamuda

S.Pd dari UKSW Salatiga, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, 1992 MSc, East Texas State University, USA in Counseling and Guidance, 1995

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) dalam bidang Bimbingan dan Konseling

© Fatchiah E Kertamuda 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Fatchiah E Kertamuda. 2013. Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu dan mengetahui kefektifan model tersebut. Penelitian ini menggunakan research & development dan metode penelitian menggunakan mixed methods research design. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) profil kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK di 3 kelurahan Bekasi secara umum berada pada kategori sedang. (2) Merumuskan model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu yang terdiri atas beberapa komponen yaitu: rasional, deskripsi dan masalah kebutuhan, tujuan, asumsi model, target intervensi, komponen program, langkah-langkah kegiatan, kompetensi konselor untuk implementasi model, struktur dan isi intervensi, evaluasi dan indikator keberhasilan. (3) Model tersebut efektif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis yang melingkupi dimensi otonomi, dimensi hubungan positif dengan orang lain, dimensi penguasaan lingkungan, dimensi pertumbuhan pribadi, dimensi tujuan hidup dan dimensi penerimaan diri. Berdasarkan hasil tersebut, model bimbingan dan konseling keagamaan dapat direkomendasikan sebagai salah satu program konseling untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis pada ibu.

Kata kunci: ibu-ibu PKK, kesejahteraan psikologis, model bimbingan dan

(5)

ABSTRACT

Fatchiah E Kertamuda. 2013. Model of Religious Guidance and Counseling to Enhance the Psychological Well-Being of Mothers Members of Empowerment and Family Welfare Movement.

This study aimed to develop a religious guidance and counseling model to promote psychological well-being and to identify the effectiveness of the model. This study used research & development and mixed methods research design. The result of this study showed that (1) the profile of psychological well-being of mother were in moderate category. (2) Formulate hypothetical model of religious guidance and counseling to improve maternal psychological well-being consists of several components: rationale, description and the problem needs, objectives, assumptions of model, targeted interventions, program components, activity measures, counselor competencies for the implementation of the model, the structure and content of the intervention, evaluation and indicators of success. (3) The model is effective to improve the psychological well-being that encompass dimension autonomy, dimension positive relations with others, dimension environmental mastery, dimension personal growth, dimension purpose in life and dimension self-acceptance. Based on these results, the model of religious guidance and counseling could be recommended as one of the counseling program to improve psychological well-being of the mother.

Keywords: mother Member of PKK (Empowerment and Family Welfare

(6)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah………..16

C. Tujuan Penelitian……….17

D. Asumsi……….17

E. Manfaat Penelitian………...18

BAB II. KAJIAN TEORETIK BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A. Konsep Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan ……….20

B. Konsep Bimbingan dan Konseling di Seting Kemasyarakatan……….……….47

C. Konsep Kesejahteraan Psikologis………...52

D. Konsep Kesejahteraan Psikologis dalam Perspektif Islam……….67

E. Konsep Peran Ibu dalam Keluarga……….71

F. Penelitian yang Relevan……….………87

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian………..91

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………..93

C. Pengembangan Instrumen Penelitian………...94

D. Subyek Penelitian………...100

E. Teknik Pengumpulan Data………...101

F. Prosedur Penelitian……….102

G. Teknik Analisis Data Penelitian……….105

(7)

A. Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu ….…….………....110

B. Hasil Pertimbangan Pakar terhadap Model Hipotetik Bimbingan dan Konseling Keagamaan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK ………119

C. Hasil Uji Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK……….154

D. Pembahasan Hasil Penelitian ………185

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan………206

B. Implikasi ………...207

C. Rekomendasi……….210

(8)

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis………..96 TABEL 3.2 Hasil Uji validitas dan Uji reliabilitas Instrumen

Kesejahteraan Psikologis……….100 TABEL 4.1 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK

Tiap Kelurahan……….111

TABEL 4.2 Teknik Bimbingan dan Konseling Keagamaan………137 TABEL 4.3 Pertimbangan Pakar terhadap Model Hipotetik Bimbingan

dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Psikologis Ibu-ibu….………151 TABEL 4.4 Masukan Pakar terhadap Model Hipotetik Bimbingan

dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Psikologis Ibu-ibu….………152 TABEL 4.5 Hasil Uji Normalitas Varian Data Normalized Gain…………...154 TABEL 4.6 Hasil Uji Homogen Varian Data Normalized Gain……….155 TABEL 4.7 Hasil Analisis Kovarian Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ……….……….156

TABEL 4.8 Deskripsi Data Pra-Pasca Tes Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol Pada Tiap Dimensi

(9)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 3.1 Rangkaian Penelitian danPengembangan Model Bimbingan

dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan

Kesejahteraan Psikologis Ibu ………..105 GAMBAR 3.2 Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu ………...109 GAMBAR 4.1 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK ………110 GAMBAR 4.2 Profil Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ibu-ibu PKK……….112

GAMBAR 4.3 Skor Profil Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis…….113 GAMBAR 4.4 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK

pada Dimensi Otonomi………114 GAMBAR 4.5 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada

Dimensi Hubungan Positif dengan Orang Lain ……….115 GAMBAR 4.6 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada

Dimensi Penguasaan Lingkungan………...116 GAMBAR 4.7 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada

Dimensi Pertumbuhan Pribadi………117 GAMBAR 4.8 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada

Dimensi Tujuan Hidup………118

GAMBAR 4.9 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada

Dimensi Penerimaan Diri ……. .………119 GAMBAR 4.10 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu ………….178 GAMBAR 4.11 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

pada Dimensi Otonomi ………..179

GAMBAR 4.12 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

pada Dimensi Hubungan Positif dengan Orang Lain …….. .180 GAMBAR 4.13 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

(10)

GAMBAR 4.14 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

pada Dimensi Pertumbuhan Pribadi ………182 GAMBAR 4.15 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

pada Dimensi Tujuan Hidup ………...183

GAMBAR 4.16 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Pembimbing Penulisan Disertasi

Lampiran 2 Validasi Instrumen Kesejahteraan Psikologis

Lampiran 3 Surat Pernyataan Penimbang Instrumen

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Di era globalisasi persaingan untuk maju sangat ketat. Setiap individu,

keluarga dan masyarakat dituntut untuk mengembangkan sikap dan perilaku,

kemandirian pribadi, keluarga dan masyarakat agar tidak keliru dalam menerima

globalisasi. Tantangan yang dihadapi antara lain perkembangan sumber daya

manusia, pergeseran tata nilai, pemanfaatan sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan

teknologi, perkembangan tatanan internasional dan penanganan manajemen

pemerintah dan pembangunan nasional yang dipengaruhi oleh beberapa faktor terkait.

Ketahanan keluarga diperlukan sebagai upaya mewujudkan keluarga sejahtera (Tim

Penggerak PKK, 2008: 2).

Keluarga merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat hubungan

spesifik, aturan-aturan, dan peran-peran, dari masing-masing anggota yang memiliki

keunikan tersendiri (Ivey, Simek-Morgan, 1993). Selanjutnya, Stinnett & DeFrain

(Gladding, 2009:383) mengemukakan bahwa keluarga yang sukses, bahagia dan kuat

perlu diimbangi oleh komitmen, penghargaan, kebersamaan, komunikasi yang baik

antar anggota dalam keluarga.

Pandangan-pandangan tersebut menunjukkan bahwa sebagai salah satu agen

perubahan (agent of change), keluarga memberikan arti penting bagi seluruh anggota

keluarga. Peran keluarga menjadi faktor penentu terciptanya hubungan dalam

(13)

Penelitian yang dilakukan oleh Rathi & Rastogi (2007:32) mengungkapkan

bahwa kualitas hubungan dalam keluarga, terutama hubungan dengan orang tua

merupakan faktor penting untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja.

Selanjutnya, Fulkerson et al (2007:183) menyatakan bahwa hubungan keluarga yang

lekat dapat melindungi anak remaja dari pengalaman negatif termasuk tekanan

emosional, pikiran untuk bunuh diri, dan kenakalan. Penelitian lain yang dilakukan

menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan sosial (seperti keluarga,

teman-teman, peran dari kelompok) memiliki kesejahteraan yang baik dibanding

orang-orang yang sedikit teman atau keluarga (Birditt & Antonucci, 2007:600).

Birditt & Antonucci juga menyatakan bahwa setiap anggota dalam keluarga perlu

memiliki pemahaman bahwa hubungan dalam keluarga penting untuk kesejahteraan

secara psikologis, pengaruh komposisi dan kualitas hubungan sosial juga perlu

ditingkatkan dan dikembangkan.

Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa kualitas hubungan sosial

seseorang baik itu dalam lingkungan sosial maupun lingkungan keluarga terutama

hubungan antara orang tua dan anak dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis.

Setiap anggota dalam keluarga memiliki peran penting untuk menjadikan kehidupan

keluarga yang diidam-idamkan.

Salah satu sosok yang penting dalam kehidupan keluarga adalah ibu. Ibu

adalah sosok yang mampu memberikan pengaruh kuat terhadap kehidupan rumah

tangga. Kelekatan antara ibu dan anak, menurut Kartini Kartono (1986:270) secara

(14)

hasil ikatan fisik tersebut timbul insting-insting keibuan, jauh sebelum bayi

dilahirkan. Pertalian yang kokoh antara ibu dan anak akan terus berlangsung dalam

waktu yang cukup lama, yaitu terutama selama anak keturunan itu belum mampu

melakukan penyesuaian diri, dan belum mampu berdiri sendiri di dalam masyarakat,

atau selama anak belum dewasa.

Ibu adalah seorang perempuan yang memiliki multi peran dalam kehidupan

sehari-hari. Tugas ibu di antaranya memberikan kebutuhan fisik dan psikologis pada

anak, mendidik anak (Singgih & Singgih, 2008), merawat anak-anaknya termasuk

menjaga keseimbangan, antisipasi, merencanakan kebutuhan keluarga (Larson dalam

Smith, Linda Del Fabro., Suto, Melinda., Chalmers, Andrew., Bacman, Catherine,

2011:41) dan juga sebagai makhluk sosial yang berpartisipasi aktif di lingkungan

sosial (Kartini Kartono, 1986:32). Ibu yang memberi nilai tinggi pada kemampuan

bersosialisasi, berbagi dengan orang lain, dan memimpin atau memengaruhi anak,

memiliki anak yang lebih asertif, prososial, dan mampu memecahkan masalah

Santrock (2008:79).

Peran dan fungsi seorang ibu dalam keluarga akan memberikan kekuatan

dalam keluarga dan stabilitas keluarga. Ibu memainkan peran yang sangat besar

dalam membentuk sosialisasi anak-anaknya. Melly Sri Sulastri (2007:35)

mengemukakan bahwa peranan ibu sebagai pendidik “utama” dalam pendidikan keluarga berupaya mengembangkan dan membimbing anak-anaknya untuk memiliki

(15)

Komunikasi ibu-anak dipandang sebagai „jendela‟ yang memberikan pemahaman terhadap sosial dan emosional anak (Howe, Rinaldi, Recchia, 2010:16).

Kekuatan keluarga dan kesejahteraan psikologis ibu dalam menjalankan perannya

diharapkan dapat terwujud kebahagiaan dalam diri ibu dan keluarganya. Dalam

pandangan Islam, sumber kebahagiaan manusia datang dari dua arah, yaitu dari

manusia dan dari Tuhan. Manusia yang ingin memperoleh kebahagiaan, maka ia

harus beriman, beribadat dan beramal saleh, sementara kebahagiaan yang datang dari

Tuhan berupa syafa‟at dan rahmat (Mubarok, 2002:14).

Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989:1071) adalah suatu pencapaian

penuh potensi psikologis seseorang. Kesejahteraan psikologis terdiri atas 6 dimensi

(Ryff, 1989:1071) yang menjadikan seseorang mampu untuk menerima diri,

berhubungan positif dengan orang lain, mandiri, menciptakan dan menguasai

lingkungannya, memiliki tujuan hidup dan mengembangkan pribadinya.

Dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis tersebut merupakan faktor penting bagi ibu agar

dapat menjalankan tugasnya lebih baik.

Kesejahteraan psikologis, menurut Vazquez, Hervas, Rahona, Gomez

(2009:20), merupakan kondisi seseorang yang memiliki diri yang positif termasuk

kesadaran akan keterbatasan diri, mengembangkan dan menjaga hubungan baik

dengan orang lain, menciptakan lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhan dan

keinginan, mengembangkan diri dan kebebasan diri, memiliki kemampuan mengatur

hidup yang sesuai dengan upaya diri serta mengembangkan diri sesuai kemampuan

(16)

merupakan konsep yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen kognitif dan

komponen afektif. Komponen kognitif terdiri atas kepuasan akan kehidupan, diri

sendiri dan domain kehidupan lainnya. Sedangkan komponen afektif terdiri atas

perasaan yang menyenangkan seperti kegembiraan, kebanggaan, kebahagiaan dan

perasaan yang tidak menyenangkan seperti sedih, depresi, dan kesepian.

Kesejahteraan psikologis, menurut Rathi & Rastogi (2007:32), adalah konsep

yang cukup kompleks dengan beragam komponen yang mengikutinya. Bech (1993)

mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai suatu keadaan yang berhubungan

dengan ukuran kualitas hidup yang subjektif. Beddington et al (2008:1057)

mengemukakan bahwa kesejahteraan psikologis memiliki pandangan positif dalam

kehidupan dan perasaan baik tentang diri, secara langsung mendukung pengalaman

hidup yang lebih positif.

Peran dan tanggung jawab ibu adalah penting dalam keluarga. Seorang ibu

perlu memiliki sikap positif terhadap dirinya agar mampu untuk mengembangkan

pribadinya. Ibu mampu mengendalikan perilakunya, mampu mengontrol dan

menciptakan lingkungan yang nyaman dalam keluarga, serta memiliki tujuan dalam

hidup. Kesejahteraan psikologis, menurut Keyes et al (2002:1007), membutuhkan

adanya perubahan dalam hidup, seperti adanya kepuasan hidup, keseimbangan antara

afeksi positif dan afeksi negatif.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga apabila tidak

dapat diatasi secara tepat dan seimbang dapat menimbulkan permasalahan pada peran

(17)

memengaruhi kesejahteraan psikologis dan sistem keluarga tersebut. Rosenberg

(Musdalifah, 2007:70) mengungkapkan bahwa ketika sebuah keluarga mengalami

kesulitan, maka dapat diasumsikan bahwa keluarga tersebut mengalami disfungsi

struktur. Penelitian yang dilakukan oleh Adler et al, Klebanov et al, MacFadyen

(McKenry & Price,2000:258) menunjukkan bahwa faktor ekonomi seperti kehilangan

pekerjaan, pendapatan yang kurang mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan

mental dan kesejahteraan (well being) seseorang. Reaksi terhadap tekanan ekonomi

terlihat dari perilaku yang dimunculkan di antaranya adalah meningkatnya rasa

marah, permusuhan, depresi, kecemasan, psikosomatik, kesehatan fisik yang buruk.

Selain itu dampak dari tekanan ekonomi keluarga adalah berkurangnya kualitas

hubungan antara orang tua-anak, pernikahan, pertemanan hingga dapat menimbulkan

ketegangan dan gangguan dalam kehidupan dan aktivitas sosial dengan lingkungan.

Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Grundy et al (2007:679) bahwa

konflik dalam pernikahan, pemahaman terhadap pola pengasuhan dan kasih sayang

dapat mempengaruhi kesejahteraan pada anak-anak. Profil dan karakteristik keluarga

dengan kualitas yang tinggi dan sedikit konflik berhubungan dengan meningkatnya

self esteem dibanding dengan keluarga yang penuh konflik dan penolakan (Birditt &

Antonucci, 2007:601). Kualitas pada bentuk interaksi dalam keluarga selama masa

remaja akan mempengaruhi perilaku pada masa dewasa (Dinero et al, 2008:625).

Seorang individu akan lebih efektif berubah jika keluarganya berubah. Jika

satu keluarga dalam masalah, baik orang tua maupun anak akan terlibat dalam terapi

(18)

sesuatu yang terjadi pada anggota keluarga akan mempengaruhi dengan kuat setiap

orang dalam keluarga (Goldenberg dan Golderberg dalam Olson dan DeFrain,

2006:381).

Setiap ibu akan dihadapkan pada situasi yang dapat menghambat peran dan

fungsinya. Ibu memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi

persoalan-persoalan yang terkait dengan diri dan keluarganya. Oleh karena itu, adakalanya cara

yang dilakukan ibu dapat bertentangan dengan keadaan yang diharapkannya.

Perkembangan zaman dan kemajuan di berbagai aspek kehidupan menjadikan

peran seorang ibu mengalami perubahan. Wewenang dan wibawa para ibu menanjak

dalam keluarga. Pergeseran dalam kemampuan intelektual, khususnya tingkat

pendidikan kaum perempuan merupakan salah satu perkembangan sekaligus masalah

baru dalam keluarga. Emansipasi dalam kehidupan sosial juga turut menentukan

hubungan harmonisasi antara bapak dan ibu serta anak-anak di rumah (Dadang

Johari, 2006:44).

Perubahan tersebut dapat menyebabkan permasalahan pada fungsi seorang ibu

dalam keluarga. Selain mempunyai tugas dalam peran keluarga yang menjadi

tanggung jawab, ibu yang bekerja memiliki tanggung jawab di luar keluarganya, yaitu

tanggung jawab sebagai pekerja. Wyn et al (2003:4) mengemukakan banyak wanita

yang memiliki peran ganda seperti menjadi pasangan, pengasuh, dan karyawan.

Mereka mengakui bahwa peran tersebut berdampak pada kesehatan diri dan keluarga.

(19)

berpenghasilan rendah juga sering mengalami posisi sulit untuk menyeimbangkan

kesehatan keluarga dan tanggung jawab mereka dengan kewajiban kerja.

Kesejahteraan psikologis ibu yang rendah dapat mempengaruhi perannya di

dalam keluarga. Kesejahteraan psikologis yang rendah, menurut Ryff (1989:25),

dapat menjadikan seseorang merasa tidak puas terhadap diri sendiri, kurang percaya

terhadap hubungan dengan orang lain, tidak mampu bekerjasama, kekhawatiran

terhadap harapan dan evaluasi dari orang lain, merasa tidak mampu untuk mengubah

dan meningkatkan situasi, tidak peduli dengan kesempatan di lingkungan sekitar,

tidak menyakini bahwa hidup ini berarti, kurang memiliki keinginan untuk

berkembang dan tumbuh.

Berdasarkan pandangan tentang kesejahteraan psikologis, maka penelitian ini

mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Carol Ryff. Teori tersebut telah

mewakili aspek-aspek yang dikemukakan oleh pendapat-pendapat ahli lainnya.

Fenomena dan penelitian empirik yang terjadi di kehidupan keluarga

menunjukkan ibu memiliki peran penting untuk mewujudkan keluarga yang

diidamkan. Salah satu cara yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan

psikologis ibu adalah melalui bimbingan dan konseling keagamaan. Alasannya adalah

orientasi keagamaan diharapkan mampu mengatasi persoalan-persoalan

kehidupannya dengan cara yang positif berdasarkan keyakinan dan pengetahuan

terhadap aspek religi.

Agama, menurut Onedera (2008:13), memainkan peran penting dalam

(20)

telah berkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental. Pada saat ini, menurut

Carlson, Kirkpatrick, Hecker, & Killmer (Onedera, 2008:18), agama telah

menunjukkan peningkatan dalam literature terkait dengan pernikahan dan keluarga.

Kartono (1986:33) menyebutkan salah satu dari fungsi keibuan adalah sivilisasi

keagamaan. Fungsi ini sebagai salah satu tugas ibu-ibu adalah mewariskan nilai-nilai

keagamaan untuk menuntun anak manusia pada “asal dan akhir kehidupan”. Ibu

sebagai salah satu anggota keluarga akan berupaya dalam pengembangan diri yang

berlandasakan hidup religius.

Selanjutnya, Greenfield, Vailland dan Marks (2009:196) mengemukakan

bahwa terdapat beberapa alasan mengapa keagamaan mungkin akan lebih utama bagi

perempuan daripada pria. Hubungan sosial yang lebih kuat mempengaruhi kesehatan

mental perempuan daripada laki-laki, pada perempuan aspek relasional sosial berbeda

dengan laki-laki. Hood, Hill, Spilka, Bernard (2009) menjelaskan bahwa sepanjang

abad 20, perempuan telah menunjukkan perlawanannya di setiap terkait dengan

ikatan psikososialnya. Namun, perubahan besar tersebut menunjukkan bahwa

perempuan mulai mengalami perubahan terhadap kontrol laki-laki di hampir semua

aspek kehidupan mereka. Peran klasik perempuan dalam kaitannya dengan agama

juga mulai berubah secara radikal pada 1960-an. Perempuan mulai mengembangkan

cara-cara baru untuk mencapai arah mereka sendiri. Perempuan, menurut Argyle

(2000:143), cenderung berperilaku sensitif secara sosial, ramah, dan peduli dengan

kesejahteraan orang lain,. Selain itu perempuan juga ditemukan lebih merasa

(21)

tanggung jawab lebih untuk memberikan dukungan sosial dan mempertahankan

hubungan dalam keluarga dan kelompok sosial lainnya. Levin (Greenfield, Vailland

dan Marks, 2009:196) menyatakan perempuan lebih kuat menginternalisasikan

sifat-sifat dan perilaku yang lebih kongruen dengan nilai-nilai agama.

Fitrah beragama merupakan potensi yang arah perkembangannya akan

tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang itu hidup, terutama

lingkungan keluarga (Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2008:135). Syamsu

Yusuf (2009:5) menyatakan pengintegrasian nilai-nilai agama dalam konseling

merupakan upaya yang sangat berarti bagi pengembangan profesi konseling yang

lebih komprehensif. Sejalan dengan beberapa kajian (Shafranske, 2005:500) bahwa

terdapat relevansi terkait dengan agama dengan praktik klinis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan keterlibatan agama dengan kesehatan mental

dan kesehatan fisik. Pada penelitian lain juga ditemukan tidak hanya keterlibatan

agama yang meningkatkan penyesuaian psikologi tetapi komitmen agama juga

berhubungan dengan berkurangnya faktor-faktor penting yang menghambat

kesehatan mental, serta berkontribusi meningkatkan emosi positif untuk membantu

lebih mampu bertahan, lebih kreatif, dan bijak, lebih bermakna, lebih socially

integrated dan semua yang tekait dengan kesehatan fisik (Fredrickson dalam

Shafranske, 2005:499 ).

Saat ini telah berkembang bimbingan dan konseling keagamaan baik dalam

setting pendidikan maupun dalam setting kemasyarakatan. Konseling dalam seting

(22)

non-kependidikan. Konselor dalam seting kemasyarakatan berperan memberikan

bantuan pada tugas-tugas tertentu dalam seting non-formal. Layanan bimbingan dan

konseling diberikan di luar pendidikan formal seperti di organisasi-organisasi, rumah

sakit, pusat-pusat kesehatan dan rehabilitasi, perguruan tinggi, rumah sakit, dan

praktek swasta. Salah satu sosok yang menjadi konsumen utama layanan konseling

di setting kemasyarakatan adalah perempuan (Gladding,1992:459). Perempuan,

memiliki perbedaan kebutuhan dan bentuk sosialisasi yang berbeda sehingga

membuat mereka lebih peduli terhadap konseling. Perempuan juga masih ketinggalan

dalam tingkat kebebasan, status, akses yang terkait dengan peran sosial dan

kesempatan karir dibandingkan laki-laki (Axelson, Meadow dalam Gladding, 1992:

459).

Salah satu organisasi yang berada dalam seting kemasyarakatan adalah

Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga. Gerakan Pemberdayaan dan

Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disingkat PKK adalah gerakan nasional dalam

pembangunan masyarakat dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk

masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan

mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan (Tim

Penggerak PKK, 2008:5).

Aktivitas yang terdapat dalam gerakan PKK merupakan bagian dari

serangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Namun, pada

(23)

di organisasi dan di dalam keluarga. Hambatan ini memengaruhi kesejahteraan

psikologisnya sehingga menimbulkan gejala-gejala atau indikator yang menunjukkan

rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis ibu.

Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa pentingnya bimbingan dan

konseling keagamaan bagi ibu. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya melalui model

bimbingan dan konseling keagamaan dipandang sebagai salah satu cara bantuan

dalam proses untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2008:153) mengemukakan landasan

religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai

helper”, pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai

agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam

kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan

konseling kepada konseli. Peran konselor, menurut Latipun (2003:204), menjadi

faktor penting yang diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa penyerahan

diri pada Tuhan karena ketidak mampuan, penemuan makna hidup, dan ajaran-ajaran

keagamaan yang lain dapat dijadikan sebagai bagian dari konseling.

Bimbingan dan konseling bidang keagamaan telah diprogramkan secara

formal dengan dasar-dasar nilai ilmiah sejak perang Dunia II pada tahun 1941. Pada

saat itu Angkatan Bersenjata Amerika Serikat memerlukan pembinaan

mental-spiritual keagamaan sebagai motivasi yang mendorong semangat juang mereka (H.M

Arifin, 1994:11). Ragam bimbingan dan konseling keagamaan di antaranya konseling

(24)

keagamaan berlandaskan nilai-nilai Islam, menurut Syamsu Yusuf dan Juntika

Nurihsan (2008:70), merupakan suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu

(baik secara perorangan maupun kelompok) agar memperoleh pencerahan diri dalam

memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama melalui uswah hasanah, pembiasaan

atau pelatihan, dialog dan pemberian informasi yang berlangsung sejak usia dini

sampai usia tua, dalam upaya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

H.M Arifin (1994:62) mengemukakan konseling pastoral bertujuan untuk

memberikan bantuan pemecahan problema seseorang secara individual, dengan

melalui proses pencerahan batin lewat potensi keimanan yang semakin kuat

berpengaruh dalam pribadi, sesuai dengan agama yang dianut, pada hakekatnya tidak

juga terlepas dari pendekatan keagamaan individu yang bersangkutan. Wade,

Worthington, Vogel (2008:100) menyebutkan bahwa konseling Kristen sama

efektifnya dengan konseling yang ada, dengan tingkat yang sebanding kedekatan

dalam hubungan terapeutik. Konseling Kristen menurut mereka, dapat membantu

konseli dan konselor untuk menggunakan intervensi agama yang kongruen untuk

membina hubungan terapeutik keduanya, 83%-100% konseli dari pusat konseling

Kristen bersedia untuk mendiskusikan topik-topik terkait dengan masalah personal

yang dihadapi konseli.

Hubungan bimbingan konseling keagamaan dan kesejahteraan psikologis

dapat ditinjau dari beberapa hasil penelitian. Beberapa penelitian yang menyatakan

bahwa satu bidang penelitian yang telah memberikan wawasan ke dalam hubungan

(25)

orientasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap agama (Gorsuch dalam Joshi, Shobhna.,

Kumari, Shilpa., & Jain, Madhu, 2008:347). Ramayulis (2007:97) mengemukakan

sikap keagamaan yang merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang

mendorong sisi orang tersebut untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama.

Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap

agama sebagai komponen kognitif, perasaan terhadap agama merupakan komponen

afektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen konatif yang saling

berintegrasi satu sama lain secara kompleks. Selanjutnya, kaitan bimbingan dan

konseling keagamaan dengan kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa individu

yang memiliki orientasi intrinsik agama mempengaruhi setiap aspek dalam

kesejahteraan psikologis.

Model bimbingan dan konseling keagamaan dianggap sebagai upaya penting

untuk membantu ibu agar memiliki kemampuan menghadapi persoalan-persoalan

kehidupannya hingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis. Berdasarkan

analisis dan pengalaman para ahli terkait dengan penerapan model bimbingan dan

konseling keagamaan, model ini telah memberikan dampak positif bagi beberapa

pihak seperti konseli dan konselor di lingkungan kemasyarakatan. Dampak positif

tersebut di antaranya adalah mendorong keyakinan agama yang taat dan praktek

untuk mencapai pertumbuhan rohani, kesejahteraan, kebahagiaan, tujuan hidup dan

kepuasan dalam pernikahan, keluarga, dan dalam hubungan dengan orang lain. Selain

(26)

rasa sukacita, damai, sejahtera, kepercayaan diri, mengatasi kesulitan dan

konsekuensi kesehatan lainnya secara positif.

Dalam penelitian ini, model bimbingan dan konseling keagamaan yang akan

dikembangkan dengan memperhatikan konsep konseling keagamaan secara umum

dan juga konsep yang dikembangkan oleh Pargament (2003:101). Konsep keagamaan

terdiri dari dimensi ideologi merupakan dimensi yang mengacu pada keyakinan

agama dan arti penting agama dalam kehidupan seseorang; dimensi ritual mengacu

pada perilaku yang diharapkan dari seseorang sesuai dengan agama yang diyakininya;

dimensi pengalaman berkaitan dengan kehidupan mental dan emosional individu,

termasuk rasa secara fisik, kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan spiritual yang

berasal dari keyakinan dan praktik keagamaannya; dimensi pengetahuan mengacu

pada pengetahuan seseorang tentang agama dan dapat memiliki implikasi untuk

dirinya sebagai individu sehingga dia dapat mengatasi kesulitan dalam menjalankan

perannya di masyarakat; dan dimensi sosial (mengacu pada keyakinan dan praktik

keagamaan yang dilakukan dan diamati dalam konteks sosial.

Model ini diasumsikan memiliki dampak positif untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis ibu. Kesejahteraan psikologis yang dimaksud adalah

kemampuan otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan,

pertumbuhan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri. Dengan demikian maka

penelitian ini berjudul Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk

(27)

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Latar belakang masalah penelitian dan landasan teoretik yang telah diuraikan

di atas menjadi dasar untuk mengidentifikasi masalah sebagai berikut ini:

Pertama, kesejahteraan psikologis yang rendah dapat menjadikan ibu merasa

tidak puas terhadap diri sendiri, kurang percaya terhadap hubungan dengan orang

lain, tidak mampu bekerjasama, kekhawatiran terhadap harapan dan evaluasi dari

orang lain, merasa tidak mampu untuk mengubah dan meningkatkan situasi, tidak

peduli dengan kesempatan di lingkungan sekitar, tidak meyakini bahwa hidup ini

berarti, kurang memiliki keinginan untuk berkembang dan tumbuh.

Kedua, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang terkait dengan rendahnya

tingkat kesejahteraan psikologis ibu, maka penting dilakukan upaya dengan

pendekatan atau model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis ibu. Kesejahteraan psikologis yang mencakup otonomi,

hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi,

tujuan hidup dan penerimaan diri akan membentuk karakter dan kepribadian pada

seorang ibu, sebagai anggota keluarga dan juga sebagai individu.

Pada penelitian ini fokus utama adalah “Apakah Model Bimbingan dan

Konseling Keagamaan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu?”

Secara lebih rinci masalah utama tersebut diuraikan dalam pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran atau profil kesejahteraan psikologis ibu PKK kelurahan

(28)

2. Seperti apa rumusan model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk

membantu meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu?

3. Bagaimana efektifitas model bimbingan dan konseling keagamaan untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan

dan konseling keagamaan yang efektif bagi peningkatan kesejahteraan psikologis ibu.

Secara khusus penelitian bertujuan:

1. Memperoleh gambaran tingkat kesejahteraan psikologis ibu yang meliputi

dimensi: otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan,

pertumbuhan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri sebelum dan sesudah

menjalani bimbingan dan konseling keagamaan.

2. Mengembangkan model bimbingan dan konseling keagamaan untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu PKK.

3. Memperoleh gambaran keefektifan model bimbingan dan konseling keagamaan

untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu PKK.

D. Asumsi

Penelitian ini dilakukan berdasarkan asumsi berikut:

1. Ibu, sebagai salah satu sosok penting dalam keluarga, merupakan tempat pertama

anak belajar dalam pembentukan kepribadian dan sifat mulia anak. Keluarga yang

kuat akan menjadikan anak remaja berkembang dan berperilaku positif (Coll et al,

(29)

2. Orangtua harus bekerja bersama dalam mendidik anak dan menanamkan

nilai-nilai yang positif kepada anak. Oleh karena itu penting bagi orangtua, terutama ibu,

memiliki kesejahteraan psikologis agar dapat tercapai tujuan hidup. Feinberg dan Kan

(2008:255) mengemukakan keserasian orangtua dalam pengasuhan mendukung dan

mampu memenej konflik merupakan aspek inti dalam kehidupan keluarga.

3. Cinta kasih ibu merupakan jalinan emosi-emosi yang sangat kuat dan amat

kompleks. Komponen-komponen instiktual dari keibuan pada manusia telah

mengalami proses sublimasi dalam bentuk cinta kasih ibu yang multi-kompleks yang

menjadi proses keberagamaan (Kartini Kartono, 1986:33). Proses ini menunjukkan

bagaimana peran penting ibu menanamkan nilai-nilai, keyakinan dan praktik-praktik

agama di kehidupan keluarga. Peran ibu menjadi salah satu faktor penentu dalam

membentuk dan mendidik anak-anak dan keluarganya agar memiliki akhlak mulia

dan penuh cinta kasih.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian bimbingan dan konseling keagamaan dianggap sangat penting dan

perlu untuk membantu ibu untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis terutama

terkait dengan dimensi-dimensi otonomi, hubungan positif dengan orang lain,

penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri.

Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat (a) berguna sebagai bukti

(30)

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu, (b) menjadi bahan masukan bagi

pengembangan dan pendalaman keilmuan di bidang bimbingan dan konseling pada

seting informal di masyarakat, khususnya dalam kajian bimbingan konseling

keagamaan mengenai konsep kesejahteraan psikologis ibu yang berada di lingkungan

kemasyarakatan, (c) menjadi bahan kajian untuk penelitian-penelitian selanjutnya,

terutama mengenai perkembangan model-model bimbingan dan konseling keagamaan

serta implementasinya di lingkungan kemasyarakatan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Mengatasi masalah kesejahteraan psikologis yang terkait dengan otonomi,

hubungan positif dengan orang lain, menciptakan dan menguasai lingkungannya,

pertumbuhan dan pengembangan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri pada ibu.

b. Implementasi model bimbingan dan konseling keagamaan bagi kelompok

ibu-ibu PKK di kelurahan-kelurahan tentang peran bimbingan konseling keagamaan

untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Hal tersebut, dimaksudkan agar

ibu-ibu memiliki pemahaman dalam mencapai kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan

psikologis yang dimiliki ibu diharapkan dapat menjadi kekuatan untuk menghadapi

persoalan-persoalan kehidupan dirinya dan juga keluarganya. Kesejahteraan

psikologis seorang ibu dapat menjadi kekuatan suatu masyarakat dan menjadi

kekuatan bangsa Indonesia baik dari segi ekonomi, sosial, politik dan moral bagi

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model bimbingan dan konseling

keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. Komponen program

disusun berdasarkan kajian yang diawali dengan teori-teori tentang kesejahteraan

psikologis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, teori bimbingan dan konseling

keagamaan serta kajian studi pendahuluan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan

(research & development). Pendekatan penelitian digunakan dengan alasan karena

penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk yaitu model bimbingan dan

konseling. Borg dan Gall (2003) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan

merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi

hasil penelitian. Dalam penelitian ini, produk yang akan dihasilkan adalah model

bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu.

Desain penelitian ini menggunakan mixed methods research design. Mixed

methods research design, menurut Creswell (2009:204), adalah suatu prosedur untuk

mengumpulkan data, menganalisis dan mengkombinasikan kedua metode kualitatif

dan metode kuantitatif dalam suaty penelitian tunggal untuk memahami masalah

penelitian. Penggunaan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang

(32)

permasalahan penelitian dan pertanyaan penelitian daripada hanya menggunakan satu

metode penelitian. Jenis desain yang digunakan adalah dengan jenis explanatory

mixed methods designs, yaitu prosedur pengumpulan data kualitatif untuk

mengeksplorasi suatu gejala, dan kemudian mengumpulkan data kuantitatif yang

berkaitan dengan data kualitatif. Alasan penggunaan jenis desain tersebut karena

penelitian dilakukan secara sekuensial yang terdiri dari 2 fase yaitu: (1) peneliti

mengumpulkan data kuantitatif dan (2) peneliti mengumpulkan data kualitatif

(Creswell, 2009:209).

Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini mengkaji kesejahteraan psikologis

ibu dan keefektifan model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis ibu sebagai implikasinya. Pendekatan kualitatif digunakan

untuk mengetahui validitas rasional model hipotetik bimbingan dan konseling untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.

Pengembangan desain model menggunakan metode analisis deskriptif,

metode pastisipatif kolaboratif, dan metode eksperimen. Metode analisis deskriptif

digunakan untuk menganalisis kesejahteraan psikologis ibu di 3 kelurahan yaitu

kelurahan Jatirahayu, kelurahan Jaticempaka, dan kelurahan Jatiwaringin. Metode

partisipatif kolaboratif dilakukan untuk uji kelayakan dan uji lapangan model

hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis ibu. Uji kelayakan model hipotetik dilakukan meliputi uji rasional, uji

keterbacaan dan uji coba terbatas. Dalam uji rasional melibatkan dua orang pakar

(33)

orang ibu-ibu PKK serta uji coba terbatas melibatkan 20 orang ibu-ibu PKK di

kelurahan Jatirahayu.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel

yaitu:

1. Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan.

Model bimbingan dan konseling keagamaan didefinisikan sebagai layanan

fasilitasi dari konselor (peneliti) kepada ibu (sebagai unit analisis). Layanan tersebut

merupakan proses hubungan bantuan yang berkesinambungan melalui

dimensi-dimensi keagamaan dengan tahapan aktivitas. Tahapan aktivitas yang terdapat dalam

model ini berdasarkan konsep Pargament (2003) yang terdiri dari: dimensi ideologi,

dimensi ritual, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan dan dimensi sosial. Model

bimbingan dan konseling keagamaan ini terdiri dari metode-metode yang digunakan,

struktur dan tahapan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, serta evaluasi

dan indikator keberhasilan model.

Model bimbingan dan konseling keagamaan terdiri dari dua bentuk yaitu (1)

model bimbingan dan konseling keagamaan yang dimaksudkan sebagai upaya

pengembangan kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK yang meliputi dimensi-dimensi

penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan

(34)

bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis

ibu.

2. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-being).

Kesejahteraan psikologis secara operasional didefinisikan sebagai skor pada skala

kesejahteraan psikologis Ryff yang meliputi enam dimensi, yaitu (1)

mandiri/otonomi (mengemukakan pendapat, menentukan keputusan sendiri, yakin

dengan pendapat sendiri, pengakuan dari orang lain), (2) Berhubungan positif dengan

orang lain (memperhatikan, saling mendukung, menjalin hubungan dengan orang

lain, saling percaya), (3) Penguasaan lingkungan (mengelola tanggung jawab,

melakukan pekerjaan dengan baik, mengatur waktu, memiliki gaya hidup yang sesuai

dengan diri), (4) Pertumbuhan pribadi (memiliki pengalaman baru, mengembangkan

diri, terbuka dengan pengalaman baru, mencoba cara baru), (5) Memiliki tujuan hidup

( memiliki rencana masa depan, fokus pada saat sekarang), (6) Menerima diri (sikap

positif terhadap diri sendiri, menerima diri, merasa nyaman dengan diri sendiri,

percaya diri dan positif terhadap diri).

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Langkah-langkah pengembangan instrument penelitian ini diuraikan sebagai

berikut:

1. Pengembangan kisi-kisi instrumen penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang kesejahteraan

psikologis pada ibu-ibu. Alat ukur yang digunakan adalah The Ryff scales of

(35)

360) untuk mengukur psychological well-being (kesejahteraan psikologis) seseorang.

Penggunaan alat ukur ini telah mendapat ijin oleh Carol Ryff. Alat ukur ini telah

diadaptasi sesuai kebutuhan penelitian. Alat ukur ini terdiri dari 42 item.

Masing-masing item mempunyai rentang skala likert antara 1 hingga 6 (Sangat Tidak Setuju

hingga Sangat Setuju). Item-item pada alat ukur ini merepresentatsikan

kualitas-kualitas personal yang berkontribusi pada kesejahteraan psikologis seseorang yang

terdiri dari 6 dimensi yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,

otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Berikut

(36)

Tabel 3.1.

Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis

No Dimensi Indikator No butir No butir No butir Jumlah

butir

Favorable Unfavorable

1 Otonomi Mengemukakan pendapat Menentukan keputusan

(37)

2. Penimbangan (judgement) instrumen penelitian

Penimbangan instrumen dilakukan oleh dua orang pakar Bimbingan dan

Konseling, dan satu orang psikolog. Tujuan penimbangan instrumen adalah untuk

memperoleh kesesuaian antara isi setiap pernyataan dengan indikator variabel yang

akan diukur dan diharapkan instrumen penelitian layak dipakai. Ketiga penimbang

tersebut terdiri dari Dr. Ilfiandra, M.Pd (doktor dalam bidang bimbingan dan

konseling Universitas Pendidikan Indonesia), Dr. Erham, M.Pd (doktor dalam bidang

bimbingan dan konseling dari Universitas Islam Bandung) dan Dr. Ayu Dwi Nindyati

(doktor dalam bidang Psikologi Universitas Paramadina).

Kegiatan penimbangan ini berorientasi pada validitas konstruk dan validitas isi,

berupa variable, subvariabel, aspek/dimensi, dan indikator yang hendak diukur,

redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap

bentuk format yang digunakan.

Penimbang memberikan koreksi terhadap item yang kurang tepat dan kurang

layak, baik secara konstruk maupun kebahasaannya. Setelah itu dilakukan revisi

sesuai dengan masukan, saran-saran dan koreksi dari penimbang.

3. Uji keterbacaan instrumen penelitian

Langkah selanjutnya sebelum dilakukan uji coba instrument, untuk

mengetahui validasi eksternal instrumen penelitian dilakukan uji keterbacaan. Hal ini

dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat

(38)

sesuai/menggambarkan dimensi-dimensi yang terdapat dalam kesejahteraan

psikologis.

Kegiatan ini dilakukan dengan menghadirkan enam orang ibu dari kelurahan

Jaticempaka. Mereka diminta untuk mengerjakan instrument dengan waktu yang

telah ditentukan. Setelah itu, ibu diajak untuk berdiskusi dan diminta untuk

memberikan masukan terhadap setiap butir pernyataan yang dianggap masih

membingungkan mereka. Masukan dari ibu-ibu tersebut, kemudian dikembangkan

untuk melakukan revisi kisi-kisi instrumen penelitian. Selanjutnya instrumen

disiapkan untuk ujicoba.

Uji coba intrumen penelitian dilakukan kepada 150 ibu di kelurahan Jatiwaringin,

Jaticempaka dan Jatirahayu, Bekasi. Data hasil uji coba dianalisis tingkat validitas

dan realiabilitasnya, setelah itu direvisi sehingga diperoleh instrument yang memiliki

tingkat kesahihan dan keterandalan yang memadai. Jumlah item berupa pernyataan

terdiri dari 42 item.

4. Validitas item dan reliabilitas instrumen

a. Uji validitas

Uji validitas adalah untuk melihat kesesuaian instrument penelitian dengan

objek pengukuran. Tujuannya adalah sejauh mana skor dari suatu tes bisa

memberikan gambaran tentang populasi atau sampel (Creswell, 2005). Jadi

validitas tes pada dasarnya menunjukkan bahwa skor yang didapat dari suatu alat

(39)

populasi atau sampel (Creswell, 2005). Anastasi dan Urbina (2006) menjelaskan

bahwa validitas menitik beratkan pada apa maksud dari tes tersebut dan seberapa

tepatnya hasil dari tes tersebut. Pada penelitian ini langkah uji validitas item

dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi item-total product moment.

Korelasi item total dipilih karena metode ini dapat digunakan untuk melihat

hubungan suatu item dengan item yang lain yang memiliki dimensi yang sama.

Penghitungan validitas item pernyataan dilakukan dengan menggunakan bantuan

SPSS versi 16.0. Hasil menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan yang

berjumlah 42 item adalah valid (terlampir).

b. Uji reliabilitas

Setelah melakukan uji validitas item kemudian dilakukan uji reliabilitas

instrument. Creswell (2005) menjelaskan reliabilitas sebagai tingkat kestabilan dan

konsistensi dari suatu alat tes. Jadi skor seseorang akan cenderung sama atau mendekati

jika dilakukan tes dengan alat yang sama. Uji reliabilitas instrumen pada penelitian ini

akan dilakukan dengan metode penghitungan koefisien Alpha Cronbach dengan

menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Koefisien Alpha Cronbach adalah model

internal consistency score berdasarkan korelasi mean antara butir item yang ekivalen.

Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui suatu instrument dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrument yang reliable

akan menghasilkan data yang dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas instrumen

digunakan rumus Cronbach’s Alpha dan proses pengujiaan dilakukan dengan

(40)

merupakan skala yang sudah terstandar dan sudah melalui validitas isi. Hasil uji

validitas dan uji reliabilitas instrument penelitian kesejahteraan psikologis secara

lebih rinci disajikan pada tabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen Kesejahteraan Psikologis Variabel Kesejahteraan Psikologis

Koefisien Korelasi Butir Total 0,323 s/d 0.933

Jumlah butir 42

Koefisien reliabilitas (Cronbach

Alpha) 0.976

D. Subyek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan model bimbingan dan

konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. Proses

pengembangan model ini terdiri dari empat tahap. Subyek penelitian ditentukan

berdasarkan tahap-tahap dan kegiatan dari pengembangan model. Penelitian ini

melibatkan subyek sesuai dengan tahap dan jenis kegiatan penelitian.

Pada penelitian, pengambilan sampel dalam studi pendahuluan menggunakan

metode purposive sampling. yang memiliki karakteristik sebagai berikut: telah

menikah dan subyek penelitian termasuk dalam tahap perkembangan dewasa. Alasan

pemilihan subyek penelitian berada dalam tahap perkembangan dewasa karena

(41)

relative stabil, akan tetapi perubahan dalam kepribadian dapat dipengaruhi oleh

tahapan dan peristiwa kehidupan. Selain itu keputusan tentang hubungan yang intim

dan gaya hidup personal telah terjadi. Pada tahap ini juga mayoritas orang-orang

dewasa telah menikah dan dari mereka mayoritas telah menjadi orangtua. Subyek

penelitian pada studi pendahuluan adalah ibu-ibu PKK berjumlah 228 orang.

Pada tahap validasi dan pengembangan model, kegiatan penelitian melalui

kelayakan isi/konstruk dan kelayakan konseptual model. Subyek penelitian ialah

ahlil/pakar bimbingan dan konseling dan pakar keagamaan. Sementara pada tahap

validasi empirik untuk ujicoba model, subyek penelitian adalah pengurus dan anggota

PKK. Selanjutnya pada tahap uji efektifitas model untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis adalah ibu-ibu PKK. Subyek penelitian terdiri dari 20 ibu PKK

Jaticempaka sebagai kelompok eksperimen dan 20 ibu PKK Jatiwaringin sebagai

kelompok kontrol.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner dan studi

dokumentasi seperti rekaman kegiatan. Data kualitatif diperoleh melalui lembar

kegiatan subyek penelitian yang diberikan layanan bimbingan, dan wawancara;

sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui hasil kuesioner kesejahteraan psikologis

yang diisi oleh subyek penelitian. Teknik kuesioner digunakan untuk mengetahui

kondisi aktual tingkat kesejahteraan psikologis dan berguna untuk menganalisis

(42)

F. Prosedur Penelitian

Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka prosedur penelitian ditempuh

melalui tahapan berdasarkan desain penelitian dan pengembangan (research and

development) menurut Borg & Gall (2003). Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari

sembilan langkah, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan, (3) penyusunan

model awal, (4) memperbaiki model, (5) ujicoba, (6) memperbaiki kembali model

hasil ujicoba, (7) melakukan ujicoba kembali, (8) menyempurnakan model menjadi

model akhir, (9) diseminasi dan implementasi model.

Sembilan tahapan di atas dapat disederhanakan menjadi empat tahap yang

disesuaikan kemampuan peneliti, sebagai berikut:

1. Pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan dua kegiatan yaitu studi pustaka dan studi

pendahuluan/kajian empirik. Studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk menelaah

konsep-konsep teori tentang konseling keagamaan dan kesejahteraan psikologis serta

hasil-hasil penelitian yang terkait dengan penerapan bimbingan dan konseling

keagamaan. Hasil studi pustaka tersebut digunakan untuk mengembangkan dan

mengaplikasikan bimbingan dan konseling keagamaan sebagai sebuah model.

Kegiatan selanjutnya adalah kajian empirik dengan melakukan asesmen

kebutuhan. Tujuan kegiatan adalah untuk memperoleh gambaran mengenai profil

kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK di 3 kelurahan yaitu kelurahan Jaticempaka,

Jatiwaringin, dan Jatirahayu, Bekasi. Teknik yang digunakan dalam asesmen

(43)

2. Perencanaan. Pada tahap ini perencanaan dan perancangan model bimbingan dan

konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis disusun

berdasarkan temuan-temuan pada studi pendahuluan. Selanjutnya, peneliti menyusun

model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan yang efektif untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.

Model hipotetik yang dihasilkan terdiri dari beberapa komponen yaitu: rasional,

deskripsi dan masalah kebutuhan, tujuan, asumsi model, target intervensi, komponen

program, langkah-langkah kegiatan, kompetensi konselor untuk implementasi model,

struktur dan isi intervensi, evaluasi dan indikator keberhasilan. Dalam rencana

pelaksanaan model tersebut terdapat panduan pelaksanan model yang berisi

komponen-komponen: pengantar, tujuan, karakteristik hubungan, norma kelompok,

peran konselor, pelaksanaan layanan yang akan diberikan serta evaluasi dan indikator

keberhasilan.

3. Pelaksanaan. Pada tahap ini dilakukan uji kelayakan model bimbingan dan

konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Pada tahap ini

dilakukan tiga kegiatan yaitu uji validasi isi, validasi empirik dan revisi model

hipotetik.

Validasi isi bertujuan untuk memperoleh masukan para pakar bimbingan dan

konseling terhadap model yang telah disusun. Para pakar terdiri dari 3 orang yaitu

Dr.Nani Sugandhi, M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia), Dr. Ipah Saripah,

M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia) dan Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. (UIN

(44)

diskusi langsung untuk memperoleh masukan kelayakan isi. Berdasarkan masukan

tersebut model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis ibu layak dipakai. Terdapat beberapa saran dan masukan

terhadap model tersebut.(terlampir).

Pada tahap pelaksanaan selanjutnya, model yang telah dianalisis dan direvisi

kembali, kemudian dilakukan uji lapangan pada model bimbingan dan konseling

untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Dalam uji lapangan ada dua kegiatan

yaitu (1) uji model terbatas yang terdiri dari uji coba terbatas dan uji efektivitas, (2)

revisi model.

Uji model terbatas terbagi dua kegiatan yaitu uji coba terbatas dilakukan

kepada 20 orang ibu-ibu PKK di kelurahan Jatirahayu. Tujuan dilakukannya uji

terbatas adalah untuk mendapatkan masukan dari ibu-ibu PKK sebagai subyek dalam

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. Selanjutnya pada tahap ini dilakukan uji

efektivitas, dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan model tersebut. Fokus pada

uji ini adalah untuk mengetahui apakah prosedur bimbingan dan konseling

keagamaan dapat melibatkan seluruh partisipan secara aktif dalam proses bimbingan

sehingga model tersebut berfungsi.

Setelah pelaksanaan uji terbatas kemudian dilakukan revisi sesuai hasil uji

terbatas dan masukan terhadap model hipotetik dari segi konstruksi, materi dan

pelaksanaan konseling. Selanjutnya penyusunan model akhir dalam bentuk pedoman

(45)

ibu. Hasil uji keefektifan model tersebut sebagai dasar untuk menyempurnakan model

operasional menjadi model yang teruji.

4. Hasil. Model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis selanjutnya direkomendasikan dan diimplementasikan

kepada khalayak.

Berikut adalah gambar 3.1 tentang rangkaian penelitian dan pengembangan

model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis:

Gambar 3.1

Rangkaian Penelitian dan Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu

Pendahuluan Perencanaan Pelaksanaan Hasil

Model yang

Data penelitian yang dianalisis terdiri dari data tentang kesejahteraan psikologis

(46)

Analisis data tersebut bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang profil

kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK, rumusan model bimbingan dan konseling

keagamaan, dan gambaran efektivitas model bimbingan dan konseling keagamaan

untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu sebagai produk penelitian ini.

1. Analisis Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK

Profil kesejahteraan psikologis ibu dianalisis melalui beberapa tahapan.

Azwar (2008) mengemukakan rumusan tahapan untuk memperoleh skor optimal,

skor minimal, standar deviasi dan mean terotetik sebagai berikut:

a. Skor optimal = jumlah item alat ukur x skor tertinggi item

b. Skor minimal = jumlah item alat ukur x skor terendah item

c. Satuan standar deviasi teoretik = skor maksmal – skor minimum / 6

d. Mean skor = Rentang skor / 3

Berdasarkan tahapan di atas, maka menurut Azwar (2004) didapatkan kriteria

sebagai berikut:

X > M – 1 SD : Kategori Tinggi

M –1 SD ≤ X < M + 1 SD : Kategori Sedang

M + 1 SD ≤ X : Kategori Rendah

2. Analisis Kelayakan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu

Model bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesejahteraan

(47)

model, rumusan deskripsi dan masalah kebutuhan, rumusan tujuan model, rumusan

asumsi model, rumusan target intervensi, rumusan komponen model, rumusan

langkah-langkah kegiatan, rumusan kompetensi konselor, rumusan struktur dan isi

intervensi, rumusan evaluasi dan indikator keberhasilan model.

Teknik yang digunakan untuk menganalisis kelayakan model adalah (1) uji

rasional model yang dilakukan oleh pakar bimbingan dan konseling serta pakar

keagamaan; (2) uji keterbacaan model melibatkan ibu-ibu PKK; (3) uji terbatas pada

model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis ibu. Uji terbatas model dilakukan kepada 20 orang ibu PKK.

3. Analisis Efektifitas Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu

Efektifitas model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis ibu dilakukan dengan menganalisis tingkat kesejahteraan

psikologis ibu sebelum dan sesudah mengikuti bimbingan dan konseling dalam

pengujian lapangan model.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimen

pretest-posttest control group design. Alasan menggunakan desain ini adalah untuk

membandingkan keadaan kesejahteraan psikologis ibu sebelum dan sesudah

perlakuan dengan kelompok pembanding.

Berikut adalah bentuk desain (Heppner et al., 2008:152):

O1 X O2

(48)

Hipotesis penelitian ini adalah

Ho : µpra-tes = µpasca-tes

H1: µpra-tes ≠ µpasca-tes

Metode yang digunakan untuk menguji efektivitas model bimbingan dan

konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu dengan

melakukan analisis kovarian (ANAKOVA). Analisis data menggunakan bantuan

perangkat lunak SPSS 17.0 for windows. Dasar pengambilan keputusannya adalah

dengan melihat perbandingan nilai Sig dengan α, yaitu jika nilai Sig. < α (0.05) maka

(49)

MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN -Kasih sayang; saling mendukung; menjalin hubungan dengan orang lain; saling percaya

-Melakukan pekerjaan dengan baik; mengatur waktu,; bekerja sesuai peran dan prioritas

Pertumbuhan pribadi

-Memiliki pengalaman baru; mengembangkan diri; terbuka dengan pengalaman baru; mencoba cara baru

Tujuan hidup

-Memiliki rencana masa depan; focus saat sekarang dan masa depan; kegiatan sehari-hari yang mendukung kesejahteraan psikologis

Penerimaan diri

-Sikap positif terhadap diri sendiri; Merasa nyaman dengan diri sendiri, Percaya diri

Gambar 3.2

(50)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan, implikasi hasil penelitian

dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian ini disusun berdasarkan pembahasan hasil

penelitian sebagai berikut:

1. Profil kesejahteraan psikologis ibu-ibu secara umum berada pada kategori sedang.

Profil ini menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis ibu-ibu masih perlu untuk

dikembangkan agar menjadi lebih baik. Secara perkembangannya, ibu-ibu telah

memasuki usia dewasa dan telah mampu untuk mengembangkan sikap, wawasan dan

pengalaman nilai-nilai ajaran agama, serta memiliki kemampuan dalam mengambil

tanggung jawab. Profil kesejahteraan psikologis ibu ditinjau dari dimensi-dimensinya

otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, pertumbuhan

pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri secara umum berada pada kategori sedang.

Artinya, bahwa secara umum dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis masih perlu

untuk dikembangkan agar setiap dimensi menjadi lebih baik.

2. Model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis yang dikembangkan terdiri dari rasional, deskripsi masalah

dan kebutuhan, tujuan, target intervensi, komponen program, langkah-langkah

(51)

keberhasilan. Pertimbangan yang dilakukan oleh pakar bimbingan dan konseling

menunjukkan bahwa model hipotetik tersebut dipandang layak untuk digunakan

sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling di setting kemasyarakatan seperti

gerakan PKK.

3. Model konseling bimbingan dan konseling keagamaan telah terbukti efektif untuk

meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK di kelurahan Jaticempaka.

Model bimbingan dan konseling keagamaan yang telah dikembangkan memiliki

beberapa karakteristik diantaranya adalah (1) model ini efektif digunakan untuk

ibu-ibu PKK dengan tingkat pendidikan dasar, menengah, dan juga tingkat pendidikan

tinggi, (2) model ini juga efektif digunakan untuk ibu-ibu dengan status pernikahan

baik itu yang menikah maupun status janda, (3) model ini dapat digunakan terutama

untuk ibu-ibu yang beragama Islam dan dapat digunakan juga digunakan oleh agama

selain agama Islam.

4. Efesiensi model tersebut telah dibuktikan dengan melakukan uji statistik terhadap

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta didukung oleh data kualitatif.

Efektivitas model bimbingan dan konseling keagamaan meliputi enam dimensi

kesejahteraan psikologis yaitu : (1) otonomi, (2) hubungan positif dengan orang lain,

(3) penguasaan lingkungan, (4) pertumbuhan pribadi, (5) tujuan hidup, dan (6)

penerimaan diri.

Gambar

TABEL 3.1  Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis…………………..96
GAMBAR 4.16 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
Tabel 3.1.  Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa melalui uji regresi berganda, terdapat nilai koefisien

Pada hari ini RABU tanggal DUA PULUH bulan JUNI tahun DUA RIBU DUA BELAS dengan mengambil tempat di Aula Gedung A,Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan

Peneliti membatasi penelitian hanya terdapat 10 perusahaan asuransiyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mempublikasikan laporan keuangan untuk tahun 2010,

bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku. disusutkan ,

Apakah nilai bersihan laktat arteri dari jam ke-0 ke jam ke-24 dapat digunakan sebagai. prediktor terhadap mortalitas pasien sepsis berat yang dirawat di

2.3 Menunjukkan perilaku sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah sekolah dan masyarakat sekitar.. 3.1 Memahami makna dan

Average and extreme residuals in horizontal (dx) vertical (dy) image direction as well the 2D RMSE resulting from template matching between all spectral bands and

Pada Tahun 2014 penulis melakukan kuliah lapangan (KL) dengan judul “Pemanfaatan Jeruk Kunci Sebagai Bahan Pembuatan Sirup Pada Industri Rumah Tangga (IRT) di Kelurahan