MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS IBU
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan
Konseling
Promovendus
FATCHIAH E. KERTAMUDA 1008927
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCA SARJANA
Model Bimbingan dan Konseling
Keagamaan untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Psikologis Ibu
Oleh
Fatchiah E Kertamuda
S.Pd dari UKSW Salatiga, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, 1992 MSc, East Texas State University, USA in Counseling and Guidance, 1995
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) dalam bidang Bimbingan dan Konseling
© Fatchiah E Kertamuda 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Fatchiah E Kertamuda. 2013. Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu dan mengetahui kefektifan model tersebut. Penelitian ini menggunakan research & development dan metode penelitian menggunakan mixed methods research design. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) profil kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK di 3 kelurahan Bekasi secara umum berada pada kategori sedang. (2) Merumuskan model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu yang terdiri atas beberapa komponen yaitu: rasional, deskripsi dan masalah kebutuhan, tujuan, asumsi model, target intervensi, komponen program, langkah-langkah kegiatan, kompetensi konselor untuk implementasi model, struktur dan isi intervensi, evaluasi dan indikator keberhasilan. (3) Model tersebut efektif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis yang melingkupi dimensi otonomi, dimensi hubungan positif dengan orang lain, dimensi penguasaan lingkungan, dimensi pertumbuhan pribadi, dimensi tujuan hidup dan dimensi penerimaan diri. Berdasarkan hasil tersebut, model bimbingan dan konseling keagamaan dapat direkomendasikan sebagai salah satu program konseling untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis pada ibu.
Kata kunci: ibu-ibu PKK, kesejahteraan psikologis, model bimbingan dan
ABSTRACT
Fatchiah E Kertamuda. 2013. Model of Religious Guidance and Counseling to Enhance the Psychological Well-Being of Mothers Members of Empowerment and Family Welfare Movement.
This study aimed to develop a religious guidance and counseling model to promote psychological well-being and to identify the effectiveness of the model. This study used research & development and mixed methods research design. The result of this study showed that (1) the profile of psychological well-being of mother were in moderate category. (2) Formulate hypothetical model of religious guidance and counseling to improve maternal psychological well-being consists of several components: rationale, description and the problem needs, objectives, assumptions of model, targeted interventions, program components, activity measures, counselor competencies for the implementation of the model, the structure and content of the intervention, evaluation and indicators of success. (3) The model is effective to improve the psychological well-being that encompass dimension autonomy, dimension positive relations with others, dimension environmental mastery, dimension personal growth, dimension purpose in life and dimension self-acceptance. Based on these results, the model of religious guidance and counseling could be recommended as one of the counseling program to improve psychological well-being of the mother.
Keywords: mother Member of PKK (Empowerment and Family Welfare
DAFTAR ISI
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah………..16
C. Tujuan Penelitian……….17
D. Asumsi……….17
E. Manfaat Penelitian………...18
BAB II. KAJIAN TEORETIK BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A. Konsep Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan ……….20
B. Konsep Bimbingan dan Konseling di Seting Kemasyarakatan……….……….47
C. Konsep Kesejahteraan Psikologis………...52
D. Konsep Kesejahteraan Psikologis dalam Perspektif Islam……….67
E. Konsep Peran Ibu dalam Keluarga……….71
F. Penelitian yang Relevan……….………87
BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian………..91
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………..93
C. Pengembangan Instrumen Penelitian………...94
D. Subyek Penelitian………...100
E. Teknik Pengumpulan Data………...101
F. Prosedur Penelitian……….102
G. Teknik Analisis Data Penelitian……….105
A. Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu ….…….………....110
B. Hasil Pertimbangan Pakar terhadap Model Hipotetik Bimbingan dan Konseling Keagamaan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK ………119
C. Hasil Uji Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK……….154
D. Pembahasan Hasil Penelitian ………185
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan………206
B. Implikasi ………...207
C. Rekomendasi……….210
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis………..96 TABEL 3.2 Hasil Uji validitas dan Uji reliabilitas Instrumen
Kesejahteraan Psikologis……….100 TABEL 4.1 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK
Tiap Kelurahan……….111
TABEL 4.2 Teknik Bimbingan dan Konseling Keagamaan………137 TABEL 4.3 Pertimbangan Pakar terhadap Model Hipotetik Bimbingan
dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Psikologis Ibu-ibu….………151 TABEL 4.4 Masukan Pakar terhadap Model Hipotetik Bimbingan
dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Psikologis Ibu-ibu….………152 TABEL 4.5 Hasil Uji Normalitas Varian Data Normalized Gain…………...154 TABEL 4.6 Hasil Uji Homogen Varian Data Normalized Gain……….155 TABEL 4.7 Hasil Analisis Kovarian Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol ……….……….156
TABEL 4.8 Deskripsi Data Pra-Pasca Tes Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol Pada Tiap Dimensi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 3.1 Rangkaian Penelitian danPengembangan Model Bimbingan
dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Psikologis Ibu ………..105 GAMBAR 3.2 Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu ………...109 GAMBAR 4.1 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu-Ibu PKK ………110 GAMBAR 4.2 Profil Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Ibu-ibu PKK……….112
GAMBAR 4.3 Skor Profil Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis…….113 GAMBAR 4.4 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK
pada Dimensi Otonomi………114 GAMBAR 4.5 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada
Dimensi Hubungan Positif dengan Orang Lain ……….115 GAMBAR 4.6 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada
Dimensi Penguasaan Lingkungan………...116 GAMBAR 4.7 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada
Dimensi Pertumbuhan Pribadi………117 GAMBAR 4.8 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada
Dimensi Tujuan Hidup………118
GAMBAR 4.9 Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK pada
Dimensi Penerimaan Diri ……. .………119 GAMBAR 4.10 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu ………….178 GAMBAR 4.11 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
pada Dimensi Otonomi ………..179
GAMBAR 4.12 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
pada Dimensi Hubungan Positif dengan Orang Lain …….. .180 GAMBAR 4.13 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
GAMBAR 4.14 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
pada Dimensi Pertumbuhan Pribadi ………182 GAMBAR 4.15 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
pada Dimensi Tujuan Hidup ………...183
GAMBAR 4.16 Pelaksanaan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SK Pembimbing Penulisan Disertasi
Lampiran 2 Validasi Instrumen Kesejahteraan Psikologis
Lampiran 3 Surat Pernyataan Penimbang Instrumen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Di era globalisasi persaingan untuk maju sangat ketat. Setiap individu,
keluarga dan masyarakat dituntut untuk mengembangkan sikap dan perilaku,
kemandirian pribadi, keluarga dan masyarakat agar tidak keliru dalam menerima
globalisasi. Tantangan yang dihadapi antara lain perkembangan sumber daya
manusia, pergeseran tata nilai, pemanfaatan sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan
teknologi, perkembangan tatanan internasional dan penanganan manajemen
pemerintah dan pembangunan nasional yang dipengaruhi oleh beberapa faktor terkait.
Ketahanan keluarga diperlukan sebagai upaya mewujudkan keluarga sejahtera (Tim
Penggerak PKK, 2008: 2).
Keluarga merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat hubungan
spesifik, aturan-aturan, dan peran-peran, dari masing-masing anggota yang memiliki
keunikan tersendiri (Ivey, Simek-Morgan, 1993). Selanjutnya, Stinnett & DeFrain
(Gladding, 2009:383) mengemukakan bahwa keluarga yang sukses, bahagia dan kuat
perlu diimbangi oleh komitmen, penghargaan, kebersamaan, komunikasi yang baik
antar anggota dalam keluarga.
Pandangan-pandangan tersebut menunjukkan bahwa sebagai salah satu agen
perubahan (agent of change), keluarga memberikan arti penting bagi seluruh anggota
keluarga. Peran keluarga menjadi faktor penentu terciptanya hubungan dalam
Penelitian yang dilakukan oleh Rathi & Rastogi (2007:32) mengungkapkan
bahwa kualitas hubungan dalam keluarga, terutama hubungan dengan orang tua
merupakan faktor penting untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja.
Selanjutnya, Fulkerson et al (2007:183) menyatakan bahwa hubungan keluarga yang
lekat dapat melindungi anak remaja dari pengalaman negatif termasuk tekanan
emosional, pikiran untuk bunuh diri, dan kenakalan. Penelitian lain yang dilakukan
menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan sosial (seperti keluarga,
teman-teman, peran dari kelompok) memiliki kesejahteraan yang baik dibanding
orang-orang yang sedikit teman atau keluarga (Birditt & Antonucci, 2007:600).
Birditt & Antonucci juga menyatakan bahwa setiap anggota dalam keluarga perlu
memiliki pemahaman bahwa hubungan dalam keluarga penting untuk kesejahteraan
secara psikologis, pengaruh komposisi dan kualitas hubungan sosial juga perlu
ditingkatkan dan dikembangkan.
Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa kualitas hubungan sosial
seseorang baik itu dalam lingkungan sosial maupun lingkungan keluarga terutama
hubungan antara orang tua dan anak dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis.
Setiap anggota dalam keluarga memiliki peran penting untuk menjadikan kehidupan
keluarga yang diidam-idamkan.
Salah satu sosok yang penting dalam kehidupan keluarga adalah ibu. Ibu
adalah sosok yang mampu memberikan pengaruh kuat terhadap kehidupan rumah
tangga. Kelekatan antara ibu dan anak, menurut Kartini Kartono (1986:270) secara
hasil ikatan fisik tersebut timbul insting-insting keibuan, jauh sebelum bayi
dilahirkan. Pertalian yang kokoh antara ibu dan anak akan terus berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, yaitu terutama selama anak keturunan itu belum mampu
melakukan penyesuaian diri, dan belum mampu berdiri sendiri di dalam masyarakat,
atau selama anak belum dewasa.
Ibu adalah seorang perempuan yang memiliki multi peran dalam kehidupan
sehari-hari. Tugas ibu di antaranya memberikan kebutuhan fisik dan psikologis pada
anak, mendidik anak (Singgih & Singgih, 2008), merawat anak-anaknya termasuk
menjaga keseimbangan, antisipasi, merencanakan kebutuhan keluarga (Larson dalam
Smith, Linda Del Fabro., Suto, Melinda., Chalmers, Andrew., Bacman, Catherine,
2011:41) dan juga sebagai makhluk sosial yang berpartisipasi aktif di lingkungan
sosial (Kartini Kartono, 1986:32). Ibu yang memberi nilai tinggi pada kemampuan
bersosialisasi, berbagi dengan orang lain, dan memimpin atau memengaruhi anak,
memiliki anak yang lebih asertif, prososial, dan mampu memecahkan masalah
Santrock (2008:79).
Peran dan fungsi seorang ibu dalam keluarga akan memberikan kekuatan
dalam keluarga dan stabilitas keluarga. Ibu memainkan peran yang sangat besar
dalam membentuk sosialisasi anak-anaknya. Melly Sri Sulastri (2007:35)
mengemukakan bahwa peranan ibu sebagai pendidik “utama” dalam pendidikan keluarga berupaya mengembangkan dan membimbing anak-anaknya untuk memiliki
Komunikasi ibu-anak dipandang sebagai „jendela‟ yang memberikan pemahaman terhadap sosial dan emosional anak (Howe, Rinaldi, Recchia, 2010:16).
Kekuatan keluarga dan kesejahteraan psikologis ibu dalam menjalankan perannya
diharapkan dapat terwujud kebahagiaan dalam diri ibu dan keluarganya. Dalam
pandangan Islam, sumber kebahagiaan manusia datang dari dua arah, yaitu dari
manusia dan dari Tuhan. Manusia yang ingin memperoleh kebahagiaan, maka ia
harus beriman, beribadat dan beramal saleh, sementara kebahagiaan yang datang dari
Tuhan berupa syafa‟at dan rahmat (Mubarok, 2002:14).
Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989:1071) adalah suatu pencapaian
penuh potensi psikologis seseorang. Kesejahteraan psikologis terdiri atas 6 dimensi
(Ryff, 1989:1071) yang menjadikan seseorang mampu untuk menerima diri,
berhubungan positif dengan orang lain, mandiri, menciptakan dan menguasai
lingkungannya, memiliki tujuan hidup dan mengembangkan pribadinya.
Dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis tersebut merupakan faktor penting bagi ibu agar
dapat menjalankan tugasnya lebih baik.
Kesejahteraan psikologis, menurut Vazquez, Hervas, Rahona, Gomez
(2009:20), merupakan kondisi seseorang yang memiliki diri yang positif termasuk
kesadaran akan keterbatasan diri, mengembangkan dan menjaga hubungan baik
dengan orang lain, menciptakan lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan, mengembangkan diri dan kebebasan diri, memiliki kemampuan mengatur
hidup yang sesuai dengan upaya diri serta mengembangkan diri sesuai kemampuan
merupakan konsep yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif terdiri atas kepuasan akan kehidupan, diri
sendiri dan domain kehidupan lainnya. Sedangkan komponen afektif terdiri atas
perasaan yang menyenangkan seperti kegembiraan, kebanggaan, kebahagiaan dan
perasaan yang tidak menyenangkan seperti sedih, depresi, dan kesepian.
Kesejahteraan psikologis, menurut Rathi & Rastogi (2007:32), adalah konsep
yang cukup kompleks dengan beragam komponen yang mengikutinya. Bech (1993)
mengartikan kesejahteraan psikologis sebagai suatu keadaan yang berhubungan
dengan ukuran kualitas hidup yang subjektif. Beddington et al (2008:1057)
mengemukakan bahwa kesejahteraan psikologis memiliki pandangan positif dalam
kehidupan dan perasaan baik tentang diri, secara langsung mendukung pengalaman
hidup yang lebih positif.
Peran dan tanggung jawab ibu adalah penting dalam keluarga. Seorang ibu
perlu memiliki sikap positif terhadap dirinya agar mampu untuk mengembangkan
pribadinya. Ibu mampu mengendalikan perilakunya, mampu mengontrol dan
menciptakan lingkungan yang nyaman dalam keluarga, serta memiliki tujuan dalam
hidup. Kesejahteraan psikologis, menurut Keyes et al (2002:1007), membutuhkan
adanya perubahan dalam hidup, seperti adanya kepuasan hidup, keseimbangan antara
afeksi positif dan afeksi negatif.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga apabila tidak
dapat diatasi secara tepat dan seimbang dapat menimbulkan permasalahan pada peran
memengaruhi kesejahteraan psikologis dan sistem keluarga tersebut. Rosenberg
(Musdalifah, 2007:70) mengungkapkan bahwa ketika sebuah keluarga mengalami
kesulitan, maka dapat diasumsikan bahwa keluarga tersebut mengalami disfungsi
struktur. Penelitian yang dilakukan oleh Adler et al, Klebanov et al, MacFadyen
(McKenry & Price,2000:258) menunjukkan bahwa faktor ekonomi seperti kehilangan
pekerjaan, pendapatan yang kurang mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan
mental dan kesejahteraan (well being) seseorang. Reaksi terhadap tekanan ekonomi
terlihat dari perilaku yang dimunculkan di antaranya adalah meningkatnya rasa
marah, permusuhan, depresi, kecemasan, psikosomatik, kesehatan fisik yang buruk.
Selain itu dampak dari tekanan ekonomi keluarga adalah berkurangnya kualitas
hubungan antara orang tua-anak, pernikahan, pertemanan hingga dapat menimbulkan
ketegangan dan gangguan dalam kehidupan dan aktivitas sosial dengan lingkungan.
Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Grundy et al (2007:679) bahwa
konflik dalam pernikahan, pemahaman terhadap pola pengasuhan dan kasih sayang
dapat mempengaruhi kesejahteraan pada anak-anak. Profil dan karakteristik keluarga
dengan kualitas yang tinggi dan sedikit konflik berhubungan dengan meningkatnya
self esteem dibanding dengan keluarga yang penuh konflik dan penolakan (Birditt &
Antonucci, 2007:601). Kualitas pada bentuk interaksi dalam keluarga selama masa
remaja akan mempengaruhi perilaku pada masa dewasa (Dinero et al, 2008:625).
Seorang individu akan lebih efektif berubah jika keluarganya berubah. Jika
satu keluarga dalam masalah, baik orang tua maupun anak akan terlibat dalam terapi
sesuatu yang terjadi pada anggota keluarga akan mempengaruhi dengan kuat setiap
orang dalam keluarga (Goldenberg dan Golderberg dalam Olson dan DeFrain,
2006:381).
Setiap ibu akan dihadapkan pada situasi yang dapat menghambat peran dan
fungsinya. Ibu memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang terkait dengan diri dan keluarganya. Oleh karena itu, adakalanya cara
yang dilakukan ibu dapat bertentangan dengan keadaan yang diharapkannya.
Perkembangan zaman dan kemajuan di berbagai aspek kehidupan menjadikan
peran seorang ibu mengalami perubahan. Wewenang dan wibawa para ibu menanjak
dalam keluarga. Pergeseran dalam kemampuan intelektual, khususnya tingkat
pendidikan kaum perempuan merupakan salah satu perkembangan sekaligus masalah
baru dalam keluarga. Emansipasi dalam kehidupan sosial juga turut menentukan
hubungan harmonisasi antara bapak dan ibu serta anak-anak di rumah (Dadang
Johari, 2006:44).
Perubahan tersebut dapat menyebabkan permasalahan pada fungsi seorang ibu
dalam keluarga. Selain mempunyai tugas dalam peran keluarga yang menjadi
tanggung jawab, ibu yang bekerja memiliki tanggung jawab di luar keluarganya, yaitu
tanggung jawab sebagai pekerja. Wyn et al (2003:4) mengemukakan banyak wanita
yang memiliki peran ganda seperti menjadi pasangan, pengasuh, dan karyawan.
Mereka mengakui bahwa peran tersebut berdampak pada kesehatan diri dan keluarga.
berpenghasilan rendah juga sering mengalami posisi sulit untuk menyeimbangkan
kesehatan keluarga dan tanggung jawab mereka dengan kewajiban kerja.
Kesejahteraan psikologis ibu yang rendah dapat mempengaruhi perannya di
dalam keluarga. Kesejahteraan psikologis yang rendah, menurut Ryff (1989:25),
dapat menjadikan seseorang merasa tidak puas terhadap diri sendiri, kurang percaya
terhadap hubungan dengan orang lain, tidak mampu bekerjasama, kekhawatiran
terhadap harapan dan evaluasi dari orang lain, merasa tidak mampu untuk mengubah
dan meningkatkan situasi, tidak peduli dengan kesempatan di lingkungan sekitar,
tidak menyakini bahwa hidup ini berarti, kurang memiliki keinginan untuk
berkembang dan tumbuh.
Berdasarkan pandangan tentang kesejahteraan psikologis, maka penelitian ini
mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Carol Ryff. Teori tersebut telah
mewakili aspek-aspek yang dikemukakan oleh pendapat-pendapat ahli lainnya.
Fenomena dan penelitian empirik yang terjadi di kehidupan keluarga
menunjukkan ibu memiliki peran penting untuk mewujudkan keluarga yang
diidamkan. Salah satu cara yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
psikologis ibu adalah melalui bimbingan dan konseling keagamaan. Alasannya adalah
orientasi keagamaan diharapkan mampu mengatasi persoalan-persoalan
kehidupannya dengan cara yang positif berdasarkan keyakinan dan pengetahuan
terhadap aspek religi.
Agama, menurut Onedera (2008:13), memainkan peran penting dalam
telah berkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental. Pada saat ini, menurut
Carlson, Kirkpatrick, Hecker, & Killmer (Onedera, 2008:18), agama telah
menunjukkan peningkatan dalam literature terkait dengan pernikahan dan keluarga.
Kartono (1986:33) menyebutkan salah satu dari fungsi keibuan adalah sivilisasi
keagamaan. Fungsi ini sebagai salah satu tugas ibu-ibu adalah mewariskan nilai-nilai
keagamaan untuk menuntun anak manusia pada “asal dan akhir kehidupan”. Ibu
sebagai salah satu anggota keluarga akan berupaya dalam pengembangan diri yang
berlandasakan hidup religius.
Selanjutnya, Greenfield, Vailland dan Marks (2009:196) mengemukakan
bahwa terdapat beberapa alasan mengapa keagamaan mungkin akan lebih utama bagi
perempuan daripada pria. Hubungan sosial yang lebih kuat mempengaruhi kesehatan
mental perempuan daripada laki-laki, pada perempuan aspek relasional sosial berbeda
dengan laki-laki. Hood, Hill, Spilka, Bernard (2009) menjelaskan bahwa sepanjang
abad 20, perempuan telah menunjukkan perlawanannya di setiap terkait dengan
ikatan psikososialnya. Namun, perubahan besar tersebut menunjukkan bahwa
perempuan mulai mengalami perubahan terhadap kontrol laki-laki di hampir semua
aspek kehidupan mereka. Peran klasik perempuan dalam kaitannya dengan agama
juga mulai berubah secara radikal pada 1960-an. Perempuan mulai mengembangkan
cara-cara baru untuk mencapai arah mereka sendiri. Perempuan, menurut Argyle
(2000:143), cenderung berperilaku sensitif secara sosial, ramah, dan peduli dengan
kesejahteraan orang lain,. Selain itu perempuan juga ditemukan lebih merasa
tanggung jawab lebih untuk memberikan dukungan sosial dan mempertahankan
hubungan dalam keluarga dan kelompok sosial lainnya. Levin (Greenfield, Vailland
dan Marks, 2009:196) menyatakan perempuan lebih kuat menginternalisasikan
sifat-sifat dan perilaku yang lebih kongruen dengan nilai-nilai agama.
Fitrah beragama merupakan potensi yang arah perkembangannya akan
tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang itu hidup, terutama
lingkungan keluarga (Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, 2008:135). Syamsu
Yusuf (2009:5) menyatakan pengintegrasian nilai-nilai agama dalam konseling
merupakan upaya yang sangat berarti bagi pengembangan profesi konseling yang
lebih komprehensif. Sejalan dengan beberapa kajian (Shafranske, 2005:500) bahwa
terdapat relevansi terkait dengan agama dengan praktik klinis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan keterlibatan agama dengan kesehatan mental
dan kesehatan fisik. Pada penelitian lain juga ditemukan tidak hanya keterlibatan
agama yang meningkatkan penyesuaian psikologi tetapi komitmen agama juga
berhubungan dengan berkurangnya faktor-faktor penting yang menghambat
kesehatan mental, serta berkontribusi meningkatkan emosi positif untuk membantu
lebih mampu bertahan, lebih kreatif, dan bijak, lebih bermakna, lebih socially
integrated dan semua yang tekait dengan kesehatan fisik (Fredrickson dalam
Shafranske, 2005:499 ).
Saat ini telah berkembang bimbingan dan konseling keagamaan baik dalam
setting pendidikan maupun dalam setting kemasyarakatan. Konseling dalam seting
non-kependidikan. Konselor dalam seting kemasyarakatan berperan memberikan
bantuan pada tugas-tugas tertentu dalam seting non-formal. Layanan bimbingan dan
konseling diberikan di luar pendidikan formal seperti di organisasi-organisasi, rumah
sakit, pusat-pusat kesehatan dan rehabilitasi, perguruan tinggi, rumah sakit, dan
praktek swasta. Salah satu sosok yang menjadi konsumen utama layanan konseling
di setting kemasyarakatan adalah perempuan (Gladding,1992:459). Perempuan,
memiliki perbedaan kebutuhan dan bentuk sosialisasi yang berbeda sehingga
membuat mereka lebih peduli terhadap konseling. Perempuan juga masih ketinggalan
dalam tingkat kebebasan, status, akses yang terkait dengan peran sosial dan
kesempatan karir dibandingkan laki-laki (Axelson, Meadow dalam Gladding, 1992:
459).
Salah satu organisasi yang berada dalam seting kemasyarakatan adalah
Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga. Gerakan Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disingkat PKK adalah gerakan nasional dalam
pembangunan masyarakat dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk
masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan
mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan (Tim
Penggerak PKK, 2008:5).
Aktivitas yang terdapat dalam gerakan PKK merupakan bagian dari
serangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Namun, pada
di organisasi dan di dalam keluarga. Hambatan ini memengaruhi kesejahteraan
psikologisnya sehingga menimbulkan gejala-gejala atau indikator yang menunjukkan
rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis ibu.
Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa pentingnya bimbingan dan
konseling keagamaan bagi ibu. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya melalui model
bimbingan dan konseling keagamaan dipandang sebagai salah satu cara bantuan
dalam proses untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2008:153) mengemukakan landasan
religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai
“helper”, pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai
agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling kepada konseli. Peran konselor, menurut Latipun (2003:204), menjadi
faktor penting yang diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa penyerahan
diri pada Tuhan karena ketidak mampuan, penemuan makna hidup, dan ajaran-ajaran
keagamaan yang lain dapat dijadikan sebagai bagian dari konseling.
Bimbingan dan konseling bidang keagamaan telah diprogramkan secara
formal dengan dasar-dasar nilai ilmiah sejak perang Dunia II pada tahun 1941. Pada
saat itu Angkatan Bersenjata Amerika Serikat memerlukan pembinaan
mental-spiritual keagamaan sebagai motivasi yang mendorong semangat juang mereka (H.M
Arifin, 1994:11). Ragam bimbingan dan konseling keagamaan di antaranya konseling
keagamaan berlandaskan nilai-nilai Islam, menurut Syamsu Yusuf dan Juntika
Nurihsan (2008:70), merupakan suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu
(baik secara perorangan maupun kelompok) agar memperoleh pencerahan diri dalam
memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama melalui uswah hasanah, pembiasaan
atau pelatihan, dialog dan pemberian informasi yang berlangsung sejak usia dini
sampai usia tua, dalam upaya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
H.M Arifin (1994:62) mengemukakan konseling pastoral bertujuan untuk
memberikan bantuan pemecahan problema seseorang secara individual, dengan
melalui proses pencerahan batin lewat potensi keimanan yang semakin kuat
berpengaruh dalam pribadi, sesuai dengan agama yang dianut, pada hakekatnya tidak
juga terlepas dari pendekatan keagamaan individu yang bersangkutan. Wade,
Worthington, Vogel (2008:100) menyebutkan bahwa konseling Kristen sama
efektifnya dengan konseling yang ada, dengan tingkat yang sebanding kedekatan
dalam hubungan terapeutik. Konseling Kristen menurut mereka, dapat membantu
konseli dan konselor untuk menggunakan intervensi agama yang kongruen untuk
membina hubungan terapeutik keduanya, 83%-100% konseli dari pusat konseling
Kristen bersedia untuk mendiskusikan topik-topik terkait dengan masalah personal
yang dihadapi konseli.
Hubungan bimbingan konseling keagamaan dan kesejahteraan psikologis
dapat ditinjau dari beberapa hasil penelitian. Beberapa penelitian yang menyatakan
bahwa satu bidang penelitian yang telah memberikan wawasan ke dalam hubungan
orientasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap agama (Gorsuch dalam Joshi, Shobhna.,
Kumari, Shilpa., & Jain, Madhu, 2008:347). Ramayulis (2007:97) mengemukakan
sikap keagamaan yang merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang
mendorong sisi orang tersebut untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama.
Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap
agama sebagai komponen kognitif, perasaan terhadap agama merupakan komponen
afektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen konatif yang saling
berintegrasi satu sama lain secara kompleks. Selanjutnya, kaitan bimbingan dan
konseling keagamaan dengan kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa individu
yang memiliki orientasi intrinsik agama mempengaruhi setiap aspek dalam
kesejahteraan psikologis.
Model bimbingan dan konseling keagamaan dianggap sebagai upaya penting
untuk membantu ibu agar memiliki kemampuan menghadapi persoalan-persoalan
kehidupannya hingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis. Berdasarkan
analisis dan pengalaman para ahli terkait dengan penerapan model bimbingan dan
konseling keagamaan, model ini telah memberikan dampak positif bagi beberapa
pihak seperti konseli dan konselor di lingkungan kemasyarakatan. Dampak positif
tersebut di antaranya adalah mendorong keyakinan agama yang taat dan praktek
untuk mencapai pertumbuhan rohani, kesejahteraan, kebahagiaan, tujuan hidup dan
kepuasan dalam pernikahan, keluarga, dan dalam hubungan dengan orang lain. Selain
rasa sukacita, damai, sejahtera, kepercayaan diri, mengatasi kesulitan dan
konsekuensi kesehatan lainnya secara positif.
Dalam penelitian ini, model bimbingan dan konseling keagamaan yang akan
dikembangkan dengan memperhatikan konsep konseling keagamaan secara umum
dan juga konsep yang dikembangkan oleh Pargament (2003:101). Konsep keagamaan
terdiri dari dimensi ideologi merupakan dimensi yang mengacu pada keyakinan
agama dan arti penting agama dalam kehidupan seseorang; dimensi ritual mengacu
pada perilaku yang diharapkan dari seseorang sesuai dengan agama yang diyakininya;
dimensi pengalaman berkaitan dengan kehidupan mental dan emosional individu,
termasuk rasa secara fisik, kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan spiritual yang
berasal dari keyakinan dan praktik keagamaannya; dimensi pengetahuan mengacu
pada pengetahuan seseorang tentang agama dan dapat memiliki implikasi untuk
dirinya sebagai individu sehingga dia dapat mengatasi kesulitan dalam menjalankan
perannya di masyarakat; dan dimensi sosial (mengacu pada keyakinan dan praktik
keagamaan yang dilakukan dan diamati dalam konteks sosial.
Model ini diasumsikan memiliki dampak positif untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis ibu. Kesejahteraan psikologis yang dimaksud adalah
kemampuan otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan,
pertumbuhan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri. Dengan demikian maka
penelitian ini berjudul Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Latar belakang masalah penelitian dan landasan teoretik yang telah diuraikan
di atas menjadi dasar untuk mengidentifikasi masalah sebagai berikut ini:
Pertama, kesejahteraan psikologis yang rendah dapat menjadikan ibu merasa
tidak puas terhadap diri sendiri, kurang percaya terhadap hubungan dengan orang
lain, tidak mampu bekerjasama, kekhawatiran terhadap harapan dan evaluasi dari
orang lain, merasa tidak mampu untuk mengubah dan meningkatkan situasi, tidak
peduli dengan kesempatan di lingkungan sekitar, tidak meyakini bahwa hidup ini
berarti, kurang memiliki keinginan untuk berkembang dan tumbuh.
Kedua, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang terkait dengan rendahnya
tingkat kesejahteraan psikologis ibu, maka penting dilakukan upaya dengan
pendekatan atau model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis ibu. Kesejahteraan psikologis yang mencakup otonomi,
hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi,
tujuan hidup dan penerimaan diri akan membentuk karakter dan kepribadian pada
seorang ibu, sebagai anggota keluarga dan juga sebagai individu.
Pada penelitian ini fokus utama adalah “Apakah Model Bimbingan dan
Konseling Keagamaan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu?”
Secara lebih rinci masalah utama tersebut diuraikan dalam pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran atau profil kesejahteraan psikologis ibu PKK kelurahan
2. Seperti apa rumusan model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk
membantu meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu?
3. Bagaimana efektifitas model bimbingan dan konseling keagamaan untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan
dan konseling keagamaan yang efektif bagi peningkatan kesejahteraan psikologis ibu.
Secara khusus penelitian bertujuan:
1. Memperoleh gambaran tingkat kesejahteraan psikologis ibu yang meliputi
dimensi: otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan,
pertumbuhan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri sebelum dan sesudah
menjalani bimbingan dan konseling keagamaan.
2. Mengembangkan model bimbingan dan konseling keagamaan untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu PKK.
3. Memperoleh gambaran keefektifan model bimbingan dan konseling keagamaan
untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu PKK.
D. Asumsi
Penelitian ini dilakukan berdasarkan asumsi berikut:
1. Ibu, sebagai salah satu sosok penting dalam keluarga, merupakan tempat pertama
anak belajar dalam pembentukan kepribadian dan sifat mulia anak. Keluarga yang
kuat akan menjadikan anak remaja berkembang dan berperilaku positif (Coll et al,
2. Orangtua harus bekerja bersama dalam mendidik anak dan menanamkan
nilai-nilai yang positif kepada anak. Oleh karena itu penting bagi orangtua, terutama ibu,
memiliki kesejahteraan psikologis agar dapat tercapai tujuan hidup. Feinberg dan Kan
(2008:255) mengemukakan keserasian orangtua dalam pengasuhan mendukung dan
mampu memenej konflik merupakan aspek inti dalam kehidupan keluarga.
3. Cinta kasih ibu merupakan jalinan emosi-emosi yang sangat kuat dan amat
kompleks. Komponen-komponen instiktual dari keibuan pada manusia telah
mengalami proses sublimasi dalam bentuk cinta kasih ibu yang multi-kompleks yang
menjadi proses keberagamaan (Kartini Kartono, 1986:33). Proses ini menunjukkan
bagaimana peran penting ibu menanamkan nilai-nilai, keyakinan dan praktik-praktik
agama di kehidupan keluarga. Peran ibu menjadi salah satu faktor penentu dalam
membentuk dan mendidik anak-anak dan keluarganya agar memiliki akhlak mulia
dan penuh cinta kasih.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian bimbingan dan konseling keagamaan dianggap sangat penting dan
perlu untuk membantu ibu untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis terutama
terkait dengan dimensi-dimensi otonomi, hubungan positif dengan orang lain,
penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri.
Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat (a) berguna sebagai bukti
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu, (b) menjadi bahan masukan bagi
pengembangan dan pendalaman keilmuan di bidang bimbingan dan konseling pada
seting informal di masyarakat, khususnya dalam kajian bimbingan konseling
keagamaan mengenai konsep kesejahteraan psikologis ibu yang berada di lingkungan
kemasyarakatan, (c) menjadi bahan kajian untuk penelitian-penelitian selanjutnya,
terutama mengenai perkembangan model-model bimbingan dan konseling keagamaan
serta implementasinya di lingkungan kemasyarakatan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Mengatasi masalah kesejahteraan psikologis yang terkait dengan otonomi,
hubungan positif dengan orang lain, menciptakan dan menguasai lingkungannya,
pertumbuhan dan pengembangan pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri pada ibu.
b. Implementasi model bimbingan dan konseling keagamaan bagi kelompok
ibu-ibu PKK di kelurahan-kelurahan tentang peran bimbingan konseling keagamaan
untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Hal tersebut, dimaksudkan agar
ibu-ibu memiliki pemahaman dalam mencapai kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan
psikologis yang dimiliki ibu diharapkan dapat menjadi kekuatan untuk menghadapi
persoalan-persoalan kehidupan dirinya dan juga keluarganya. Kesejahteraan
psikologis seorang ibu dapat menjadi kekuatan suatu masyarakat dan menjadi
kekuatan bangsa Indonesia baik dari segi ekonomi, sosial, politik dan moral bagi
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model bimbingan dan konseling
keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. Komponen program
disusun berdasarkan kajian yang diawali dengan teori-teori tentang kesejahteraan
psikologis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, teori bimbingan dan konseling
keagamaan serta kajian studi pendahuluan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan
(research & development). Pendekatan penelitian digunakan dengan alasan karena
penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk yaitu model bimbingan dan
konseling. Borg dan Gall (2003) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan
merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi
hasil penelitian. Dalam penelitian ini, produk yang akan dihasilkan adalah model
bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu.
Desain penelitian ini menggunakan mixed methods research design. Mixed
methods research design, menurut Creswell (2009:204), adalah suatu prosedur untuk
mengumpulkan data, menganalisis dan mengkombinasikan kedua metode kualitatif
dan metode kuantitatif dalam suaty penelitian tunggal untuk memahami masalah
penelitian. Penggunaan metode kuantitatif dan metode kualitatif yang
permasalahan penelitian dan pertanyaan penelitian daripada hanya menggunakan satu
metode penelitian. Jenis desain yang digunakan adalah dengan jenis explanatory
mixed methods designs, yaitu prosedur pengumpulan data kualitatif untuk
mengeksplorasi suatu gejala, dan kemudian mengumpulkan data kuantitatif yang
berkaitan dengan data kualitatif. Alasan penggunaan jenis desain tersebut karena
penelitian dilakukan secara sekuensial yang terdiri dari 2 fase yaitu: (1) peneliti
mengumpulkan data kuantitatif dan (2) peneliti mengumpulkan data kualitatif
(Creswell, 2009:209).
Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini mengkaji kesejahteraan psikologis
ibu dan keefektifan model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis ibu sebagai implikasinya. Pendekatan kualitatif digunakan
untuk mengetahui validitas rasional model hipotetik bimbingan dan konseling untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.
Pengembangan desain model menggunakan metode analisis deskriptif,
metode pastisipatif kolaboratif, dan metode eksperimen. Metode analisis deskriptif
digunakan untuk menganalisis kesejahteraan psikologis ibu di 3 kelurahan yaitu
kelurahan Jatirahayu, kelurahan Jaticempaka, dan kelurahan Jatiwaringin. Metode
partisipatif kolaboratif dilakukan untuk uji kelayakan dan uji lapangan model
hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan
psikologis ibu. Uji kelayakan model hipotetik dilakukan meliputi uji rasional, uji
keterbacaan dan uji coba terbatas. Dalam uji rasional melibatkan dua orang pakar
orang ibu-ibu PKK serta uji coba terbatas melibatkan 20 orang ibu-ibu PKK di
kelurahan Jatirahayu.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel
yaitu:
1. Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan.
Model bimbingan dan konseling keagamaan didefinisikan sebagai layanan
fasilitasi dari konselor (peneliti) kepada ibu (sebagai unit analisis). Layanan tersebut
merupakan proses hubungan bantuan yang berkesinambungan melalui
dimensi-dimensi keagamaan dengan tahapan aktivitas. Tahapan aktivitas yang terdapat dalam
model ini berdasarkan konsep Pargament (2003) yang terdiri dari: dimensi ideologi,
dimensi ritual, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan dan dimensi sosial. Model
bimbingan dan konseling keagamaan ini terdiri dari metode-metode yang digunakan,
struktur dan tahapan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, serta evaluasi
dan indikator keberhasilan model.
Model bimbingan dan konseling keagamaan terdiri dari dua bentuk yaitu (1)
model bimbingan dan konseling keagamaan yang dimaksudkan sebagai upaya
pengembangan kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK yang meliputi dimensi-dimensi
penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan
bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis
ibu.
2. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-being).
Kesejahteraan psikologis secara operasional didefinisikan sebagai skor pada skala
kesejahteraan psikologis Ryff yang meliputi enam dimensi, yaitu (1)
mandiri/otonomi (mengemukakan pendapat, menentukan keputusan sendiri, yakin
dengan pendapat sendiri, pengakuan dari orang lain), (2) Berhubungan positif dengan
orang lain (memperhatikan, saling mendukung, menjalin hubungan dengan orang
lain, saling percaya), (3) Penguasaan lingkungan (mengelola tanggung jawab,
melakukan pekerjaan dengan baik, mengatur waktu, memiliki gaya hidup yang sesuai
dengan diri), (4) Pertumbuhan pribadi (memiliki pengalaman baru, mengembangkan
diri, terbuka dengan pengalaman baru, mencoba cara baru), (5) Memiliki tujuan hidup
( memiliki rencana masa depan, fokus pada saat sekarang), (6) Menerima diri (sikap
positif terhadap diri sendiri, menerima diri, merasa nyaman dengan diri sendiri,
percaya diri dan positif terhadap diri).
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
Langkah-langkah pengembangan instrument penelitian ini diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengembangan kisi-kisi instrumen penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang kesejahteraan
psikologis pada ibu-ibu. Alat ukur yang digunakan adalah The Ryff scales of
360) untuk mengukur psychological well-being (kesejahteraan psikologis) seseorang.
Penggunaan alat ukur ini telah mendapat ijin oleh Carol Ryff. Alat ukur ini telah
diadaptasi sesuai kebutuhan penelitian. Alat ukur ini terdiri dari 42 item.
Masing-masing item mempunyai rentang skala likert antara 1 hingga 6 (Sangat Tidak Setuju
hingga Sangat Setuju). Item-item pada alat ukur ini merepresentatsikan
kualitas-kualitas personal yang berkontribusi pada kesejahteraan psikologis seseorang yang
terdiri dari 6 dimensi yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Berikut
Tabel 3.1.
Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis
No Dimensi Indikator No butir No butir No butir Jumlah
butir
Favorable Unfavorable
1 Otonomi Mengemukakan pendapat Menentukan keputusan
2. Penimbangan (judgement) instrumen penelitian
Penimbangan instrumen dilakukan oleh dua orang pakar Bimbingan dan
Konseling, dan satu orang psikolog. Tujuan penimbangan instrumen adalah untuk
memperoleh kesesuaian antara isi setiap pernyataan dengan indikator variabel yang
akan diukur dan diharapkan instrumen penelitian layak dipakai. Ketiga penimbang
tersebut terdiri dari Dr. Ilfiandra, M.Pd (doktor dalam bidang bimbingan dan
konseling Universitas Pendidikan Indonesia), Dr. Erham, M.Pd (doktor dalam bidang
bimbingan dan konseling dari Universitas Islam Bandung) dan Dr. Ayu Dwi Nindyati
(doktor dalam bidang Psikologi Universitas Paramadina).
Kegiatan penimbangan ini berorientasi pada validitas konstruk dan validitas isi,
berupa variable, subvariabel, aspek/dimensi, dan indikator yang hendak diukur,
redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap
bentuk format yang digunakan.
Penimbang memberikan koreksi terhadap item yang kurang tepat dan kurang
layak, baik secara konstruk maupun kebahasaannya. Setelah itu dilakukan revisi
sesuai dengan masukan, saran-saran dan koreksi dari penimbang.
3. Uji keterbacaan instrumen penelitian
Langkah selanjutnya sebelum dilakukan uji coba instrument, untuk
mengetahui validasi eksternal instrumen penelitian dilakukan uji keterbacaan. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah pernyataan-pernyataan yang terdapat
sesuai/menggambarkan dimensi-dimensi yang terdapat dalam kesejahteraan
psikologis.
Kegiatan ini dilakukan dengan menghadirkan enam orang ibu dari kelurahan
Jaticempaka. Mereka diminta untuk mengerjakan instrument dengan waktu yang
telah ditentukan. Setelah itu, ibu diajak untuk berdiskusi dan diminta untuk
memberikan masukan terhadap setiap butir pernyataan yang dianggap masih
membingungkan mereka. Masukan dari ibu-ibu tersebut, kemudian dikembangkan
untuk melakukan revisi kisi-kisi instrumen penelitian. Selanjutnya instrumen
disiapkan untuk ujicoba.
Uji coba intrumen penelitian dilakukan kepada 150 ibu di kelurahan Jatiwaringin,
Jaticempaka dan Jatirahayu, Bekasi. Data hasil uji coba dianalisis tingkat validitas
dan realiabilitasnya, setelah itu direvisi sehingga diperoleh instrument yang memiliki
tingkat kesahihan dan keterandalan yang memadai. Jumlah item berupa pernyataan
terdiri dari 42 item.
4. Validitas item dan reliabilitas instrumen
a. Uji validitas
Uji validitas adalah untuk melihat kesesuaian instrument penelitian dengan
objek pengukuran. Tujuannya adalah sejauh mana skor dari suatu tes bisa
memberikan gambaran tentang populasi atau sampel (Creswell, 2005). Jadi
validitas tes pada dasarnya menunjukkan bahwa skor yang didapat dari suatu alat
populasi atau sampel (Creswell, 2005). Anastasi dan Urbina (2006) menjelaskan
bahwa validitas menitik beratkan pada apa maksud dari tes tersebut dan seberapa
tepatnya hasil dari tes tersebut. Pada penelitian ini langkah uji validitas item
dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi item-total product moment.
Korelasi item total dipilih karena metode ini dapat digunakan untuk melihat
hubungan suatu item dengan item yang lain yang memiliki dimensi yang sama.
Penghitungan validitas item pernyataan dilakukan dengan menggunakan bantuan
SPSS versi 16.0. Hasil menunjukkan bahwa seluruh butir pernyataan yang
berjumlah 42 item adalah valid (terlampir).
b. Uji reliabilitas
Setelah melakukan uji validitas item kemudian dilakukan uji reliabilitas
instrument. Creswell (2005) menjelaskan reliabilitas sebagai tingkat kestabilan dan
konsistensi dari suatu alat tes. Jadi skor seseorang akan cenderung sama atau mendekati
jika dilakukan tes dengan alat yang sama. Uji reliabilitas instrumen pada penelitian ini
akan dilakukan dengan metode penghitungan koefisien Alpha Cronbach dengan
menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Koefisien Alpha Cronbach adalah model
internal consistency score berdasarkan korelasi mean antara butir item yang ekivalen.
Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui suatu instrument dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrument yang reliable
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas instrumen
digunakan rumus Cronbach’s Alpha dan proses pengujiaan dilakukan dengan
merupakan skala yang sudah terstandar dan sudah melalui validitas isi. Hasil uji
validitas dan uji reliabilitas instrument penelitian kesejahteraan psikologis secara
lebih rinci disajikan pada tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen Kesejahteraan Psikologis Variabel Kesejahteraan Psikologis
Koefisien Korelasi Butir Total 0,323 s/d 0.933
Jumlah butir 42
Koefisien reliabilitas (Cronbach
Alpha) 0.976
D. Subyek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan model bimbingan dan
konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. Proses
pengembangan model ini terdiri dari empat tahap. Subyek penelitian ditentukan
berdasarkan tahap-tahap dan kegiatan dari pengembangan model. Penelitian ini
melibatkan subyek sesuai dengan tahap dan jenis kegiatan penelitian.
Pada penelitian, pengambilan sampel dalam studi pendahuluan menggunakan
metode purposive sampling. yang memiliki karakteristik sebagai berikut: telah
menikah dan subyek penelitian termasuk dalam tahap perkembangan dewasa. Alasan
pemilihan subyek penelitian berada dalam tahap perkembangan dewasa karena
relative stabil, akan tetapi perubahan dalam kepribadian dapat dipengaruhi oleh
tahapan dan peristiwa kehidupan. Selain itu keputusan tentang hubungan yang intim
dan gaya hidup personal telah terjadi. Pada tahap ini juga mayoritas orang-orang
dewasa telah menikah dan dari mereka mayoritas telah menjadi orangtua. Subyek
penelitian pada studi pendahuluan adalah ibu-ibu PKK berjumlah 228 orang.
Pada tahap validasi dan pengembangan model, kegiatan penelitian melalui
kelayakan isi/konstruk dan kelayakan konseptual model. Subyek penelitian ialah
ahlil/pakar bimbingan dan konseling dan pakar keagamaan. Sementara pada tahap
validasi empirik untuk ujicoba model, subyek penelitian adalah pengurus dan anggota
PKK. Selanjutnya pada tahap uji efektifitas model untuk meningkatkan kesejahteraan
psikologis adalah ibu-ibu PKK. Subyek penelitian terdiri dari 20 ibu PKK
Jaticempaka sebagai kelompok eksperimen dan 20 ibu PKK Jatiwaringin sebagai
kelompok kontrol.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner dan studi
dokumentasi seperti rekaman kegiatan. Data kualitatif diperoleh melalui lembar
kegiatan subyek penelitian yang diberikan layanan bimbingan, dan wawancara;
sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui hasil kuesioner kesejahteraan psikologis
yang diisi oleh subyek penelitian. Teknik kuesioner digunakan untuk mengetahui
kondisi aktual tingkat kesejahteraan psikologis dan berguna untuk menganalisis
F. Prosedur Penelitian
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka prosedur penelitian ditempuh
melalui tahapan berdasarkan desain penelitian dan pengembangan (research and
development) menurut Borg & Gall (2003). Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari
sembilan langkah, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan, (3) penyusunan
model awal, (4) memperbaiki model, (5) ujicoba, (6) memperbaiki kembali model
hasil ujicoba, (7) melakukan ujicoba kembali, (8) menyempurnakan model menjadi
model akhir, (9) diseminasi dan implementasi model.
Sembilan tahapan di atas dapat disederhanakan menjadi empat tahap yang
disesuaikan kemampuan peneliti, sebagai berikut:
1. Pendahuluan. Pada tahap ini dilakukan dua kegiatan yaitu studi pustaka dan studi
pendahuluan/kajian empirik. Studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk menelaah
konsep-konsep teori tentang konseling keagamaan dan kesejahteraan psikologis serta
hasil-hasil penelitian yang terkait dengan penerapan bimbingan dan konseling
keagamaan. Hasil studi pustaka tersebut digunakan untuk mengembangkan dan
mengaplikasikan bimbingan dan konseling keagamaan sebagai sebuah model.
Kegiatan selanjutnya adalah kajian empirik dengan melakukan asesmen
kebutuhan. Tujuan kegiatan adalah untuk memperoleh gambaran mengenai profil
kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK di 3 kelurahan yaitu kelurahan Jaticempaka,
Jatiwaringin, dan Jatirahayu, Bekasi. Teknik yang digunakan dalam asesmen
2. Perencanaan. Pada tahap ini perencanaan dan perancangan model bimbingan dan
konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis disusun
berdasarkan temuan-temuan pada studi pendahuluan. Selanjutnya, peneliti menyusun
model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan yang efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.
Model hipotetik yang dihasilkan terdiri dari beberapa komponen yaitu: rasional,
deskripsi dan masalah kebutuhan, tujuan, asumsi model, target intervensi, komponen
program, langkah-langkah kegiatan, kompetensi konselor untuk implementasi model,
struktur dan isi intervensi, evaluasi dan indikator keberhasilan. Dalam rencana
pelaksanaan model tersebut terdapat panduan pelaksanan model yang berisi
komponen-komponen: pengantar, tujuan, karakteristik hubungan, norma kelompok,
peran konselor, pelaksanaan layanan yang akan diberikan serta evaluasi dan indikator
keberhasilan.
3. Pelaksanaan. Pada tahap ini dilakukan uji kelayakan model bimbingan dan
konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Pada tahap ini
dilakukan tiga kegiatan yaitu uji validasi isi, validasi empirik dan revisi model
hipotetik.
Validasi isi bertujuan untuk memperoleh masukan para pakar bimbingan dan
konseling terhadap model yang telah disusun. Para pakar terdiri dari 3 orang yaitu
Dr.Nani Sugandhi, M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia), Dr. Ipah Saripah,
M.Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia) dan Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. (UIN
diskusi langsung untuk memperoleh masukan kelayakan isi. Berdasarkan masukan
tersebut model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis ibu layak dipakai. Terdapat beberapa saran dan masukan
terhadap model tersebut.(terlampir).
Pada tahap pelaksanaan selanjutnya, model yang telah dianalisis dan direvisi
kembali, kemudian dilakukan uji lapangan pada model bimbingan dan konseling
untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis. Dalam uji lapangan ada dua kegiatan
yaitu (1) uji model terbatas yang terdiri dari uji coba terbatas dan uji efektivitas, (2)
revisi model.
Uji model terbatas terbagi dua kegiatan yaitu uji coba terbatas dilakukan
kepada 20 orang ibu-ibu PKK di kelurahan Jatirahayu. Tujuan dilakukannya uji
terbatas adalah untuk mendapatkan masukan dari ibu-ibu PKK sebagai subyek dalam
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu. Selanjutnya pada tahap ini dilakukan uji
efektivitas, dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan model tersebut. Fokus pada
uji ini adalah untuk mengetahui apakah prosedur bimbingan dan konseling
keagamaan dapat melibatkan seluruh partisipan secara aktif dalam proses bimbingan
sehingga model tersebut berfungsi.
Setelah pelaksanaan uji terbatas kemudian dilakukan revisi sesuai hasil uji
terbatas dan masukan terhadap model hipotetik dari segi konstruksi, materi dan
pelaksanaan konseling. Selanjutnya penyusunan model akhir dalam bentuk pedoman
ibu. Hasil uji keefektifan model tersebut sebagai dasar untuk menyempurnakan model
operasional menjadi model yang teruji.
4. Hasil. Model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis selanjutnya direkomendasikan dan diimplementasikan
kepada khalayak.
Berikut adalah gambar 3.1 tentang rangkaian penelitian dan pengembangan
model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan
psikologis:
Gambar 3.1
Rangkaian Penelitian dan Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu
Pendahuluan Perencanaan Pelaksanaan Hasil
Model yang
Data penelitian yang dianalisis terdiri dari data tentang kesejahteraan psikologis
Analisis data tersebut bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang profil
kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK, rumusan model bimbingan dan konseling
keagamaan, dan gambaran efektivitas model bimbingan dan konseling keagamaan
untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu sebagai produk penelitian ini.
1. Analisis Profil Kesejahteraan Psikologis Ibu PKK
Profil kesejahteraan psikologis ibu dianalisis melalui beberapa tahapan.
Azwar (2008) mengemukakan rumusan tahapan untuk memperoleh skor optimal,
skor minimal, standar deviasi dan mean terotetik sebagai berikut:
a. Skor optimal = jumlah item alat ukur x skor tertinggi item
b. Skor minimal = jumlah item alat ukur x skor terendah item
c. Satuan standar deviasi teoretik = skor maksmal – skor minimum / 6
d. Mean skor = Rentang skor / 3
Berdasarkan tahapan di atas, maka menurut Azwar (2004) didapatkan kriteria
sebagai berikut:
X > M – 1 SD : Kategori Tinggi
M –1 SD ≤ X < M + 1 SD : Kategori Sedang
M + 1 SD ≤ X : Kategori Rendah
2. Analisis Kelayakan Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu
Model bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesejahteraan
model, rumusan deskripsi dan masalah kebutuhan, rumusan tujuan model, rumusan
asumsi model, rumusan target intervensi, rumusan komponen model, rumusan
langkah-langkah kegiatan, rumusan kompetensi konselor, rumusan struktur dan isi
intervensi, rumusan evaluasi dan indikator keberhasilan model.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis kelayakan model adalah (1) uji
rasional model yang dilakukan oleh pakar bimbingan dan konseling serta pakar
keagamaan; (2) uji keterbacaan model melibatkan ibu-ibu PKK; (3) uji terbatas pada
model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan
psikologis ibu. Uji terbatas model dilakukan kepada 20 orang ibu PKK.
3. Analisis Efektifitas Model Bimbingan dan Konseling Keagamaan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Ibu
Efektifitas model bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis ibu dilakukan dengan menganalisis tingkat kesejahteraan
psikologis ibu sebelum dan sesudah mengikuti bimbingan dan konseling dalam
pengujian lapangan model.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimen
pretest-posttest control group design. Alasan menggunakan desain ini adalah untuk
membandingkan keadaan kesejahteraan psikologis ibu sebelum dan sesudah
perlakuan dengan kelompok pembanding.
Berikut adalah bentuk desain (Heppner et al., 2008:152):
O1 X O2
Hipotesis penelitian ini adalah
Ho : µpra-tes = µpasca-tes
H1: µpra-tes ≠ µpasca-tes
Metode yang digunakan untuk menguji efektivitas model bimbingan dan
konseling keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu dengan
melakukan analisis kovarian (ANAKOVA). Analisis data menggunakan bantuan
perangkat lunak SPSS 17.0 for windows. Dasar pengambilan keputusannya adalah
dengan melihat perbandingan nilai Sig dengan α, yaitu jika nilai Sig. < α (0.05) maka
MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN -Kasih sayang; saling mendukung; menjalin hubungan dengan orang lain; saling percaya
-Melakukan pekerjaan dengan baik; mengatur waktu,; bekerja sesuai peran dan prioritas
Pertumbuhan pribadi
-Memiliki pengalaman baru; mengembangkan diri; terbuka dengan pengalaman baru; mencoba cara baru
Tujuan hidup
-Memiliki rencana masa depan; focus saat sekarang dan masa depan; kegiatan sehari-hari yang mendukung kesejahteraan psikologis
Penerimaan diri
-Sikap positif terhadap diri sendiri; Merasa nyaman dengan diri sendiri, Percaya diri
Gambar 3.2
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan, implikasi hasil penelitian
dan rekomendasi.
A. Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian ini disusun berdasarkan pembahasan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Profil kesejahteraan psikologis ibu-ibu secara umum berada pada kategori sedang.
Profil ini menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis ibu-ibu masih perlu untuk
dikembangkan agar menjadi lebih baik. Secara perkembangannya, ibu-ibu telah
memasuki usia dewasa dan telah mampu untuk mengembangkan sikap, wawasan dan
pengalaman nilai-nilai ajaran agama, serta memiliki kemampuan dalam mengambil
tanggung jawab. Profil kesejahteraan psikologis ibu ditinjau dari dimensi-dimensinya
otonomi, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, pertumbuhan
pribadi, tujuan hidup dan penerimaan diri secara umum berada pada kategori sedang.
Artinya, bahwa secara umum dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis masih perlu
untuk dikembangkan agar setiap dimensi menjadi lebih baik.
2. Model hipotetik bimbingan dan konseling keagamaan untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis yang dikembangkan terdiri dari rasional, deskripsi masalah
dan kebutuhan, tujuan, target intervensi, komponen program, langkah-langkah
keberhasilan. Pertimbangan yang dilakukan oleh pakar bimbingan dan konseling
menunjukkan bahwa model hipotetik tersebut dipandang layak untuk digunakan
sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling di setting kemasyarakatan seperti
gerakan PKK.
3. Model konseling bimbingan dan konseling keagamaan telah terbukti efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu-ibu PKK di kelurahan Jaticempaka.
Model bimbingan dan konseling keagamaan yang telah dikembangkan memiliki
beberapa karakteristik diantaranya adalah (1) model ini efektif digunakan untuk
ibu-ibu PKK dengan tingkat pendidikan dasar, menengah, dan juga tingkat pendidikan
tinggi, (2) model ini juga efektif digunakan untuk ibu-ibu dengan status pernikahan
baik itu yang menikah maupun status janda, (3) model ini dapat digunakan terutama
untuk ibu-ibu yang beragama Islam dan dapat digunakan juga digunakan oleh agama
selain agama Islam.
4. Efesiensi model tersebut telah dibuktikan dengan melakukan uji statistik terhadap
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta didukung oleh data kualitatif.
Efektivitas model bimbingan dan konseling keagamaan meliputi enam dimensi
kesejahteraan psikologis yaitu : (1) otonomi, (2) hubungan positif dengan orang lain,
(3) penguasaan lingkungan, (4) pertumbuhan pribadi, (5) tujuan hidup, dan (6)
penerimaan diri.