• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang memiliki kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu dalam membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. HIV dapat menyebabkan kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk memperbanyak diri. Dalam proses tersebut, virus ini menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam, 2013). HIV akan merusak sistem imunitas individu ketika virus tersebut masuk ke dalam saluran peredaran darah.

Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara diantaranya : transeksual atau hubungan sesama jenis, ibu yang positif HIV ke anak-nya, dan melalui darah yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik menggunakan jarum suntik bergantian, alat tindik yang terpapar virus HIV, transfusi darah, transplantasi organ, hemodialisa dan perawatan gigi (Nasronudin, 2020). Virus HIV menyebabkan daya tahan tubuh melemah terhadap penyakit lain bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Karakteristik penyakit ini adalah penurunan sistem imun akibat defisiensi dan gangguan fungsi sel limfosit T, dengan kondisi akhir yang dikenal sebagai Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) (Syafrudin, 2011)

Angka prevalensi infeksi HIV/AIDS terus meningkat di seluruh dunia, kasusnya terus meningkat hingga 100 kali lipat sejak pertama kali ditemukan dan menyebar di sekitar 166 negara di dunia (Figueroa et al., 2018). HIV/AIDS telah menjelma menjadi global effect dengan kecepatan penularan dan penyebaran yang sangat cepat yaitu dalam 1 menit 5 orang tertular di seluruh dunia (Sari, 2021). Sejak awal epidemi, 79,3 juta (55,9-110 juta) orang telah terinfeksi virus HIV dan 36,3 juta (27,2-47,8 juta) orang telah meninggal karena HIV. Secara global, 37,7 juta (30,2- 45,1 juta) orang hidup dengan HIV pada akhir 2020. Diperkirakan 0,7% (0,6-0,9%) orang dewasa berusia 15-49 tahun di seluruh dunia hidup dengan HIV, meskipun beban epidemi terus sangat bervariasi antara negara dan wilayah (WHO, 2020).

Menurut (Pratiwi, 2020), angka penularan HIV di benua Asia cukup tinggi, yakni 2000 sampai 3000 per-hari, berarti dalam setahun penderita HIV akan bertambah lagi

(2)

9

antara 700.000 hingga 1.000.000 orang. Menurut data (WHO, 2020) orang baru terinfeksi HIV tahun 2019 sebanyak 1,7 juta jiwa dan 690.000 jiwa meninggal dikarenakan AIDS pada 2019, termasuk pada anak-anak sekitar 230.000 dan dilaporkan oleh TAHOD (Treat Asian HIV Observational Database) sebanyak 74%

pasien HIV yang sudah melakukan tes CD4 sehingga diperkirakan sekitar 0,8%

kelompok usia 15–49 tahun mengidap HIV dan 90% orang dengan HIV/AIDS telah tersebar di 12 negara di Asia dan Pasifik.

Indonesia merupakan salah satu penyumbang kasus terbanyak penderita HIV yaitu mencapai 100.000 kasus dan AIDS sebanyak 40.000 kasus di tahun 2018, dari jumlah tersebut 1.700 terinfeksi di setiap bulan-nya (UNAIDS, 2018). Meskipun cenderung fluktuatif, data kasus HIV AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama sebelas tahun terakhir jumlah kasus HIV di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus. Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik. Untuk kasus AIDS tertinggi selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu 12.214 kasus (Kemenkes, 2020). Jawa Timur menempati posisi pertama di Indonesia terkait kasus penderita HIV/AIDS. Ada 18.008 angka kejadian yang ditemukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS selama tahun 2017, sedangkan persebaran kasus di tahun 2018 total penderita AIDS di Jawa Timur sebanyak 2.767 jiwa, dengan penderita AIDS tertinggi terletak di daerah Kabupaten Malang sebanyak 254 orang dan penderita AIDS terendah berada di Kabupaten Madiun sebanyak 2 orang (Badan Pusat Statistik, 2019).

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat mudah terjangkit bermacam- macam penyakit oportunistik pada paru-paru, terutama dikarenakan oleh infeksi dan keganasan. Berdasarkan temuan MOPH, Division Epidemiology, Departement of Communicable Disease Control Thailand (2017), menyatakan bahwa presentase infeksi oportunistik yang tersering adalah TBC (Tuberculosis) 35%, PCP (Pneumocystis Jiroveci) 26%, Cryptococcosis 24%, Candidiasis & Oesophageal 8%, Pneumonia & Emfisema 7%. Masalah di sistem pernapasan pada orang dengan HIV/

AIDS merupakan salah satu dari banyak penyebab morbiditas dan mortalitas yang sangat penting, bahkan ketika orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sudah mendapatkan terapi antivirus (ARV) (Figueroa et al., 2018). Dengan menggunakan pemeriksaan

(3)

10

photo thorax, berbagai macam kelainan paru oportunistik pada ODHA dapat dideteksi. Meskipun tidak ditemukan gambaran foto toraks yang patogenis untuk penyakit tertentu, beberapa gambaran photo radiologi akan mengarah pada diagnosis yang spesifik. Sebuah literatur memaparkan bahwa pada kebanyakan kasus, keadaan klinis dan temuan foto toraks sudah cukup meyakinkan untuk menegakkan diagnosis kelainan paru. Selain itu prosedur pemeriksaan ini mudah dan tidak memerlukan tindakan invasif, sehingga sangat bermanfaat untuk skrining awal dan observasi kelainan paru oportunistik pada pasien HIV/AIDS (ODHA). Gambaran kelainan paru oportunistik yang mungkin terlihat pada foto toraks ialah infiltrat, nodul, konsolidasi, kalsifikasi, massa, kavitas, bayangan kistik, massa, fibrosis, atelektasis, bayangan retikuler, peribronchial cuffing, tramline, gambaran groundglass, emfisema, proses pada pleura, dan pembesaran kelenjar mediastinum maupun perihiler. Berbeda dengan pasien normal, manifestasi klinis pada penderita HIV/AIDS dengan kelainan paru sering tidak khas (atipikal). Bahkan beberapa penyakit paru oportunistik pada pasien HIV/AIDS seperti tuberkulosis paru, infeksi Mycobacterium non tuberculosis, sarkoma kaposi, dan neoplasia lainnya, sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Pada kondisi tersebut, kelainan paru mungkin baru ditemukan setelah terlihatnya lesi pada foto toraks, sehingga berakibat pada keterlambatan diagnosis dan pengobatan. Hal ini menjadi penting karena kebanyakan penyakit paru tersebut dapat diobati (Decker, 2017).

Pasien dengan diagnosa HIV/ AIDS kerapkali terserang penyakit oportunistik paru, salah satu diantaranya pneumonia. Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Damayanti & Ryusuke, 2017).

Ketika penderita AIDS yang berada dalam kondisi imun yang menurun, infeksi itu akan melekat pada sel paru paru seseorang. Virus/ jamur hanya tumbuh pada permukaan surfaktan di atas jaringan luar paru-paru, seperti yang kita ketahui bahwa surfaktan merupakan zat yang melapisi alveoli paru sehingga oksigen dari pernapasan bisa masuk ke pembuluh darah. Jika infeksi ini menempel pada surfaktan, maka berakibat terhadap sirkulasi udara pada penderita AIDS terganggu.

(4)

11

Pneumonia harus dicurigai pada pasien dengan HIV yang mengeluhkan adanya demam, sesak dan/atau batuk yang tidak produktif (Agustina et al., 2017).

Asuhan keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan dalam pelaksanaan tugas dalam keperawatan. Melihat jumlah presentase pasien dengan pneumonia cukup banyak, maka pentingnya peran perawat dalam menberikan Asuhan Keperawatan secara tepat yang dapat membantu dan mengurangi angka kejadian. maka peran perawat dalam penatalaksanaan atau pencegahan penyakit pneumonia secara primer yaitu memberikan penberian pendidikan kepada keluarga klien untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pneumonia dengan perlindungan kasus dilakukan melalui imunisasi, hygiene personal, dan sanitasi lingkungan. Peran sekunder dari perawat adalah memberikan fisioterapi dada, nebulisasi, dan latihan batuk efektif agar penyakit tidak kembali kambuh (Selam, 2019).

Berdasarkan hasil studi awal yang dilakukan pada bulan Februari 2022 di Ruang ICU RSUD Karsa Husada Batu, telah dilakukan pengkajian pada Nn. E (26 th) yang merupakan pasien HIV/AIDS yang dirawat di ruangan tersebut. Pada saat pengkajian pasien mengeluhkan sesak nafas, demam sudah 3 minggu, diare, mual, sariawan, dan badan lemas. Hasil wawancara pada keluarga, diketahui bahwa pasien dan keluarga baru mengetahui kalau Nn. E menderita HIV/AIDS dan diagnosa ini ditegakkan oleh dokter penanggungjawab 3 hari yang lalu saat di rawat di RSU Universitas Muhammadiyah Malang, dan kemudian dirujuk ke RSUD Karsa Husada Batu pada tanggal 18 Februari 2022 dikarenakan penurunan kesadaran disertai berbagai infeksi oportunistik seperti infeksi paru (susp. TB), demam dan diare berkepanjangan, dan candidiasis orofaringeal. Berdasarkan hasil wawancara, perawat mengutarakan jika sudah melakukan pengkajian sesuai dengan format pengkajian ICU, menegakkan diagnosa disesuaikan dengan keluhan pasien, rencana dan tindakan keperawatan yang dibuat sesuai standar SLKI dan SIKI. Salah satu intervensi yang diberikan yaitu terapi oksigen dengan diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif.

(5)

12

Berdasarkan data di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan ”Asuhan Keperawatan Pada Nn. E Pasien HIV/AIDS Dengan Pneumonia di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Karsa Husada Batu”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Karsa Husada Batu?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah untuk menganalisis asuhan keperawatan pada Nn. E (26 tahun) dengan masalah kesehatan pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia selama satu minggu praktik di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Karsa Husada Batu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Teridentifikasi hasil pengkajian pada Nn. E (26 tahun) dengan masalah kesehatan pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia di Ruang ICU RSUD Karsa Husada Batu.

2. Teridentifikasi diagnosa keperawatan pada Nn. E (26 tahun) dengan masalah kesehatan pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia di Ruang ICU RSUD Karsa Husada Batu.

3. Menyusun rencana asuhan yang diberikan pada Nn. E (26 tahun) dengan masalah kesehatan pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia di Ruang ICU RSUD Karsa Husada Batu.

4. Melakukan implementasi yang telah dilakukan pada Nn. E (26 tahun) dengan masalah kesehatan pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia di Ruang ICU RSUD Karsa Husada Batu.

5. Menganalisis hasil evaluasi yang telah dilakukan pada Nn. E (26 tahun) dengan masalah kesehatan pasien HIV/AIDS dengan Pneumonia di Ruang ICU RSUD Karsa Husada Batu.

(6)

13 1.4 Manfaat Penelitian

Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengatasi permasalahan pada pasien penderita HIV/AIDS dengan Pneumonia, yang diantaranya sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Keilmuan

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat berguna bagi bidang Pendidikan Keperawatan khususnya bagi Departemen Keperawatan Medikal Bedah.

Laporan ini diharapkan bisa menambah khasanah pengembangan intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan diagnosa HIV/AIDS dengan Pneumonia. Dalam hal lain, penulisan laporan ini juga dapat dijadikan sumber informasi terbaru bagi pendidikan supaya menerapkan intervensi yang telah dilakukan oleh penulis sebagai salah satu pemecahan masalah.

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk meneliti lebih dalam terutama mengenai tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan diagnosa medis HIV/AIDS dengan Pneumonia.

1.4.2 Manfaat Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan

Diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi bidang keperawatan terkait pelayanan kesehatan di RSUD Karsa Husada Batu mengenai intervensi keperawatan yang dapat dilakukakan untuk menyelesaikan permasalahan pasien dengan HIV/AIDS dengan Pneumonia.

Penulisan laporan ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi bidang keperawatan terkait perawatan agar dapat menerapkan intervensi yang telah dilakukan menjadi penanganan rutin pada pasien dengan diagnosa HIV/AIDS dengan Pneumonia.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan permainan sains dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada anak kelompok B TK Mojorejo 3

Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dengan menggunakan teknik send a problem di

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia (persentil 50). Tentu saja prinsip ini memiliki banyak kekurangan karena hanya bisa digunakan

1) Sementum Afibrilar Aseluler (acellular afibrillar cementum/AAC) adalah bagian sementum yang tidak mengandung sel apaun juga tidak mengandung serabut kolagen. Sementum ini