6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Persediaan
Ikatan Akuntan Indonesia (2018: 21) dalam SAK EMKM tahun 2018 menyebutkan bahwa persediaan adalah aset lancar:
a. untuk dijual dalam aktivitas usaha normal perusahaan;
b. dalam aktivitas produksi untuk kemudian dijual;
c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam aktivitas produksi atau pemberian jasa.
Penggolongan persediaan pada perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur berbeda. Pada perusahaan dagang, persediaan adalah barang yang dibeli untuk kembali dijual tanpa mengubah atau memprosesnya lebih lanjut dan disebut sebagai persediaan barang dagangan. Sedangkan pada perusahaan manufaktur, persediaan adalah barang yang dibeli dan diolah kembali hingga menjadi barang jadi (Lestari, 2020: 46–47).
2. Metode Pencatatan Persediaan
Persediaan diakui sebesar biaya perolehannya, mencakup semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang terjadi ketika memperolehnya (IAI, 2018: 21). Nilai persediaan dicatat menggunakan metode:
a. Perpetual (Buku)
Metode perpetual adalah metode yang banyak digunakan oleh entitas besar karena pencatatannya dilakukan secara terperinci mulai dari pembelian barang dagangan sampai dengan penjualannya (Zamzami dan Nusa, 2016: 114). Pada metode ini, harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan dihitung dan dicatat pada saat terjadinya transaksi dengan cara membuat kartu persediaan atau buku pembantu persediaan untuk masing-masing jenis barang. Di dalam kartu tersebut dicatat jumlah satuan dan biaya barang yang dibeli
maupun dijual, sehingga perubahan jumlah persediaan dapat diketahui setiap saat tanpa perlu melakukan perhitungan fisik di gudang (Lestari, 2020: 51–52). Oleh karena itu, dari sisi pengendalian internal, metode ini dianggap lebih baik (Hery, 2015a:
120).
Metode ini juga mempermudah entitas dalam menyusun laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi jangka pendek karena jumlah persediaan akhir sudah dapat diketahui. Namun, entitas tetap disarankan melakukan perhitungan fisik pada akhir periode untuk mencocokkan antara jumlah persediaan yang tersisa di gudang dengan catatan di kartu persediaan. Jika terdapat selisih antara perhitungan fisik dan pencatatan, dapat dicari penyebab terjadinya selisih tersebut (Sumiyati dan Nafi’ah, 2019: 149).
b. Fisik (Periodik)
Pada metode fisik, harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan dihitung dan dicatat pada akhir periode akuntansi.
Penghitungan secara fisik untuk harga pokok persediaan dilakukan dengan menentukan kuantitas barang yang tersisa di gudang, kemudian dikalikan dengan biaya per unit (Lestari, 2020: 51–52).
Sehingga jumlah persediaan dan harga pokok penjualan tidak bisa diketahui setiap saat.
Tabel 2.1. Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Persediaan awal Rp xx
Pembelian Rp xx
Beban angkut pembelian Rp xx (+)
Total pembelian Rp xx
Potongan pembelian (Rp xx)
Retur pembelian (Rp xx)
Total pembelian bersih Rp xx (+)
Barang tersedia untuk dijual Rp xx
Persediaan akhir (Rp xx)
Harga pokok penjualan Rp xx
Sumber: Sujarweni (2016: 99)
3. Metode Penilaian Persediaan
Penilaian persediaan perlu dilakukan karena persediaan dapat memengaruhi besarnya harga pokok penjualan dan laba atau rugi operasional perusahaan, serta memberikan informasi jumlah persediaan (Sumiyati dan Nafi’ah, 2019: 162). Berdasarkan SAK EMKM disebutkan bahwa perusahaan dapat memilih untuk menggunakan metode MPKP atau rata-rata tertimbang dalam menentukan besarnya biaya perolehan persediaan tersebut (IAI, 2018: 21). Namun, secara umum terdapat beberapa metode untuk menghitung jumlah persediaan akhir, yaitu:
a. Identifikasi Khusus atau Aliran Fisik Barang
Pada metode ini, aliran barang yang keluar diidentifikasi secara khusus dan akan memperlihatkan aliran biaya yang sebenarnya. Tiap barang ditelusuri asal usulnya mulai dari tanggal pembelian dan biayanya. Namun, metode ini sulit diterapkan karena tidak praktis.
Tabel 2.2. Perhitungan dengan Metode Identifikasi Khusus
Jumlah Unit dan Biaya Per Unit Total Biaya
100 unit x Rp20.000 Rp2.000.000
50 unit x Rp21.000 Rp1.050.000
150 unit x Rp22.000 Rp3.300.000
Persediaan akhir Rp6.350.000
Biaya barang tersedia dijual Rp9.000.000 Dikurangi: Persediaan akhir (Rp6.350.000)
Harga pokok penjualan Rp2.650.000
Sumber: Lestari (2020: 56–57)
b. Metode Masuk-Pertama Keluar-Pertama (MPKP) atau First-In, First-Out (FIFO)
Pada metode ini, harga pokok barang yang pertama kali dibeli akan menjadi harga pokok penjualan berikutnya, sehingga harga pokok barang yang terakhir kali dibeli akan menjadi nilai persediaan akhir.
Tabel 2.3. Kartu Persediaan dengan Metode MPKP Perpetual
Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan Tgl Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
01 Mar 120 200.000 24 jt
05 Mar 84 200.000 16,8 jt 36 200.000 7,2 jt
12 Mar 96 210.000 20,16 jt 36 200.000 7,2 jt
96 210.000 20,16 jt
19 Mar 36 200.000 7,2 jt
12 210.000 2,52 jt 84 210.000 17,64 jt
23 Mar 24 210.000 5,04 jt 60 210.000 12,6 jt
27 Mar 60 220.000 13,2 jt 60 210.000 12,6 jt
60 220.000 13,2 jt
31 Mar 60 220.000 13,2 jt 60 210.000 12,6 jt
120 220.000 26,4 jt
Sumber: Hery (2015b: 176)
c. Metode Masuk-Terakhir Keluar-Pertama (MTKP) atau Last-In, First-Out (LIFO)
Pada metode ini, harga pokok barang yang terakhir kali dibeli akan menjadi harga pokok penjualan berikutnya, sehingga harga pokok barang yang pertama kali dibeli akan menjadi nilai persediaan akhir.
Tabel 2.4. Kartu Persediaan dengan Metode MTKP Perpetual
Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan Tgl Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
01 Mar 120 200.000 24 jt
05 Mar 84 200.000 16,8 jt 36 200.000 7,2 jt
12 Mar 96 210.000 20,16 jt 36 200.000 7,2 jt
96 210.000 20,16 jt
19 Mar 48 210.000 10,08 jt 36 200.000 7,2 jt
48 210.000 10,08 jt
23 Mar 24 210.000 5,04 jt 36 200.000 7,2 jt
24 210.000 5,04 jt
27 Mar 60 220.000 13,2 jt 36 200.000 7,2 jt
24 210.000 5,04 jt 60 220.000 13,2 jt
31 Mar 60 220.000 13,2 jt 36 200.000 7,2 jt
24 210.000 5,04 jt 120 220.000 26,4 jt
Sumber: Hery (2015b: 178)
d. Metode Biaya Rata-Rata (Average Cost Method)
Pada metode ini, harga pokok penjualan per unit dihitung berdasarkan rata-rata harga perolehan per unit dari barang yang tersedia untuk dijual.
Tabel 2.5. Kartu Persediaan dengan Metode Biaya Rata-Rata Perpetual
Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan Tgl Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
01 Mar 120 200.000 24 jt
05 Mar 84 200.000 16,8 jt 36 200.000 7,2 jt
12 Mar 96 210.000 20,16 jt 132 207.272,7 27,36 jt
19 Mar 48 207.272,7 9,95 jt 84 207.272,7 17,41 jt
23 Mar 24 207.272,7 4,975 jt 60 207.272,7 12,436 jt
27 Mar 60 220.000 13,2 jt 120 213.633 25,636 jt
31 Mar 60 220.000 13,2 jt 180 215.756 38,836 jt
Sumber: Hery (2015b: 179)
Jika harga pokok barang yang dibeli selalu sama (stabil), nilai persediaan akhir yang dihasilkan oleh ketiga metode tersebut juga akan sama, sehingga besarnya harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih juga akan sama. Namun, jika terdapat perubahan harga pokok barang yang dibeli, besarnya nilai persediaan pada tiap-tiap metode akan berubah dan berbeda.
Jika terjadi kenaikan harga barang dan entitas menggunakan metode MPKP, akan dihasilkan nilai persediaan akhir yang paling besar, harga pokok penjualan yang paling kecil, serta laba kotor dan laba bersih yang paling besar pula. Sedangkan jika entitas menggunakan metode MTKP, akan menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling kecil, harga pokok penjualan yang paling besar, serta laba kotor dan laba bersih yang paling kecil pula. Namun, jika entitas menggunakan metode biaya rata-rata akan menghasilkan nilai persediaan, harga pokok penjualan, serta laba kotor dan laba bersih yang berada di antara hasil pada metode MPKP dan MTKP (Hery, 2015b: 174–175).
Tabel 2.6. Perbandingan Hasil Tiap Metode
Keterangan MPKP MTKP Biaya Rata-
Rata Persediaan Akhir 39.000.000 38.640.000 38.836.364
Harga Jual 300.000
Penjualan 46.800.000 46.800.000 46.800.000 Harga Pokok Penjualan (31.560.000) (31.920.000) (31.723.636)
Laba Kotor 15.240.000 14.880.000 15.076.364
Sumber: Hery (2015b: 176–178; 180)
4. Harga Pokok Penjualan
Dalam membuat laporan laba rugi untuk perusahaan dagang terdapat akun harga pokok penjualan yang berhubungan dengan transaksi pembelian barang dagangan. Harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual. Harga pokok penjualan berguna sebagai tolak ukur untuk memutuskan besarnya harga jual dan untuk mengetahui laba yang diharapkan oleh entitas. Untuk menghitung harga pokok penjualan harus memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan harga pokok penjualan, seperti persediaan awal barang dagangan, pembelian, beban angkut pembelian, retur pembelian, dan potongan pembelian (Sujarweni, 2016: 97-98).
5. Jurnal
Jurnal adalah tempat untuk mencatat semua transaksi perusahaan berdasarkan urutan waktu terjadinya dan akan menunjukkan dampak peningkatan maupun penurunan atas saldo dari masing-masing akun terkait dari setiap transaksi tersebut dalam bentuk debit dan kredit (Hery, 2015a: 29).
Jurnal terbagi menjadi dua macam, yaitu jurnal umum dan jurnal khusus. Jurnal umum digunakan untuk mencatat transaksi yang tidak termasuk ke dalam jurnal khusus, seperti retur pembelian dan penjualan, pembelian peralatan atau perlengkapan secara kredit, jurnal koreksi, jurnal penyesuaian, serta jurnal penutup. Sedangkan jurnal khusus terdiri
dari jurnal penjualan, jurnal pembelian, jurnal penerimaan kas, dan jurnal pengeluaran kas (Hery, 2015a: 35).
Tabel 2.7. Perbedaan Jurnal Pencatatan Persediaan
Jenis Transaksi Metode Perpetual (Buku) Metode Fisik (Periodik)
Pembelian Persediaan
Kas/Utang Dagang
Pembelian
Kas/Utang Dagang Retur Pembelian Kas/Utang Dagang
Persediaan
Kas/Utang Dagang Retur Pembelian Pelunasan
Utang
Utang Dagang Kas
Utang Dagang Kas Potongan
Pembelian
Kas/Utang Dagang Persediaan
Kas/Utang Dagang Potongan Pembelian
Penjualan
Kas/Piutang Dagang Penjualan
Harga Pokok Penjualan Persediaan
Kas/Piutang Dagang Penjualan
Retur Penjualan
Retur Penjualan Kas/Piutang Dagang Persediaan
Harga Pokok Penjualan
Retur Penjualan Kas/Piutang Dagang
Penerimaan Pelunasan
Piutang
Kas
Piutang Dagang
Kas
Piutang Dagang Potongan
Penjualan
Potongan Penjualan Kas/Piutang Dagang
Potongan Penjualan Kas/Piutang Dagang
Penyesuaian
Akhir Periode Tidak Ada Penyesuaian
Harga Pokok Penjualan Persediaan (Akhir) Retur Pembelian Potongan Pembelian
Pembelian
B. Angkut Pembelian Persediaan (Awal)
Sumber: Lestari (2020: 51–52)
6. Penyajian di dalam Laporan Keuangan
Persediaan disajikan dalam kelompok aset di dalam laporan posisi keuangan (IAI, 2018: 21). Penyajian aset lancar di dalam laporan posisi keuangan disusun berdasarkan urutan tingkat likuiditasnya. Kas lebih lancar daripada piutang dan persediaan, begitu pula piutang lebih lancar daripada persediaan, dan seterusnya.
Tabel 2.8. Penyajian di dalam Laporan Posisi Keuangan (Sebagian)
UD Karya Utama Laporan Posisi Keuangan
31 Desember 2008 ASET
Aset Lancar:
Kas xxx
Piutang Usaha xxx
Persediaan Barang Dagangan xxx
Sumber: Hery (2015a: 258–259)
Laporan laba rugi adalah laporan keuangan yang berisikan informasi mengenai pendapatan dan beban, serta hasil akhir yang didapatkan berupa laba atau rugi selama suatu periode (Hery, 2015a: 19). Laporan laba rugi dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas entitas (Zamzami dan Nusa, 2016: 122).
Tabel 2.9. Penyajian di dalam Laporan Laba Rugi (Sebagian)
PT XXX Laporan Laba Rugi
31 Desember 20xx
Penjualan Rp xx
Retur penjualan (Rp xx)
Potongan penjualan (Rp xx)
Penjualan bersih Rp xx
Harga pokok penjualan (Rp xx)
Laba (rugi) kotor Rp xx
Sumber: Sumiyati dan Nafi’ah (2019: 153)
7. Kesalahan dalam Penghitungan Persediaan
Kesalahan dalam menghitung jumlah persediaan akhir akan mengakibatkan terjadinya salah saji di dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi karena persediaan akhir pada periode berjalan akan menjadi persediaan awal pada periode berikutnya. Salah saji tersebut akan berakibat pada jumlah aset lancar dan total aset di laporan posisi
keuangan. Sedangkan di dalam laporan laba rugi, salah saji akan berakibat pada jumlah harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih yang dihasilkan. Besarnya modal di laporan posisi keuangan juga akan menjadi salah saji karena laba bersih tersebut akan ditutup ke akun modal pada setiap akhir periode akuntansi (Hery, 2015b: 171).
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa perbandingan antara penelitian terdahulu yang membahas tentang pencatatan persediaan yang menjadi acuan bagi penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini ditunjukkan dalam Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Hasil Penelitian Terdahulu
Nama Aspek
Johana Christinawati
(2020) Nurhidayati (2020) Della Arisanty (2021) Judul Analisis Penerapan
Metode Pencatatan dan Penilaian Terhadap Persediaan Barang Dagang Menurut PSAK No.
14 pada PT Garuda Mas Transindo Tegal
Pengakuan dan Pengukuran serta Penyajian Persediaan Barang Dagangan dengan Menggunakan
Metode MPKP
Berdasarkan SAK EMKM pada Apotek Firdaus Banjarmasin
Pengakuan dan
Pengukuran serta Penyajian Persediaan Barang Dagang dengan Metode MPKP Perpetual Berdasarkan SAK
EMKM pada PT
Trimandiri Sarana Propertindo Banjarmasin Objek
Penelitian
PT Garuda Mas Transindo Tegal
Apotek Firdaus Banjarmasin
PT Trimandiri Sarana Propertindo Banjarmasin Periode
Analisis
Juni 2020 1 Februari s.d. 30 April 2020
1 Oktober 2020 s.d. 31 Maret 2021
Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan pencatatan dan penilaian persediaan barang yang ada pada PT Garuda Mas Transindo Tegal?
Bagaimana pengakuan dan pengukuran serta penyajian persediaan barang dagangan dengan menggunakan
metode MPKP
berdasarkan SAK EMKM pada Apotek Firdaus Banjarmasin?
Bagaimana pengakuan dan pengukuran serta penyajian persediaan barang dagang dengan metode MPKP perpetual berdasarkan SAK EMKM pada PT Trimandiri Sarana Propertindo Banjarmasin?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui penerapan pencatatan dan penilaian persediaan barang pada PT Garuda Mas Transindo Tegal.
Untuk mengetahui pengakuan dan pengukuran serta penyajian persediaan barang dagangan dengan menggunakan
metode MPKP
berdasarkan SAK EMKM pada Apotek Firdaus Banjarmasin.
Untuk mengetahui
pengakuan dan
pengukuran serta penyajian persediaan barang dagang dengan
metode MPKP
berdasarkan SAK EMKM pada PT Trimandiri Sarana Propertindo Banjarmasin.
Lanjutan
Metode Penelitian
Penelitian kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif
Penelitian kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif
Penelitian kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif Hasil
Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, PT Garuda Mas Transindo Tegal telah menerapkan pencatatan persediaan barang dagangan menggunakan metode perpetual dengan penilaian FIFO, serta pengukuran dengan membebankan seluruh biaya yang terlibat dalam menghasilkan barang jadi dan siap diangkut sesuai dengan PSAK
No. 14.
Pengungkapan yang disajikan dalam laporan telah sesuai dengan SAK yang berlaku di Indonesia.
Apotek Firdaus Banjarmasin belum melakukan pengakuan dan pengukuran serta penyajian persediaan barang dagangan.
Berdasarkan hasil penelitian untuk 10 jenis obat pada Apotek Firdaus Banjarmasin didapat jumlah persediaan akhir per 30 April 2020 sebesar Rp22.005.895 dan laba sebelum pajak sebesar Rp7.321.735.
Berdasarkan hasil penelitian untuk 8 jenis produk pada PT Trimandiri Sarana Propertindo Banjarmasin didapat jumlah persediaan akhir per 31 Desember 2020 sebesar Rp41.475.340 dengan
HPP sebesar
Rp254.896.271.
Sedangkan per 31 Maret 2021, persediaan akhir sebesar Rp15.417.090 dengan HPP sebesar Rp272.364.826. Sehingga diperoleh laba sebelum pajak per 1 Oktober s.d.
31 Desember 2020 sebesar Rp62.671.829 dan per 1 Januari s.d. 31 Maret 2021 sebesar Rp124.086.574.
Sumber: Christinawati (2020), Nurhidayati (2020), dan Arisanty (2021)
Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu dalam beberapa aspek, yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan perhitungan persediaan dengan metode MPKP perpetual. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek, periode, dan jenis barang yang diteliti.