PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DAN
KEKUATAN KOERSIF TERHADAP KUALITAS LAPORAN
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
(Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Wilayah I Bogor
Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi
Disusun oleh:
DESIANA ANUGRAH BUDIAWAN
NIM. 1000583
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Des iana Anugrah Budiawan, 2014
Pengaruh Sistem Pengendalian Internal
dan Kekuatan Koersif terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di wilayah
I Bogor Provinsi Jawa Barat)
Oleh
Desiana Anugrah Budiawan
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Desiana Anugrah Budiawan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
[Type text]
Desiana Anugrah Budiawan, 2014
Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dalam rangka
penelitian saya yang berjudul:
“Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Kekuatan Koersif Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”
Kuesioner ini terdiri atas sejumlah pernyataan. Keberhasilan penelitian ini sangat
tergantung dari partisipasi Bapak/Ibu dalam menjawab kuesioner.
Atas partisipasi dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya.
Cara Pengisian Kuesioner
Bapak/Ibu cukup memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia sesuai
dengan pendapat Bapak/Ibu. Setiap pernyataan mengharapkan hanya satu jawaban. Setiap
jawaban akan mewakili tingkat kesesuaian dengan pendapat Bapak/Ibu: SS = SANGAT SETUJU
S = SETUJU
KS = KURANG SETUJU TS = TIDAK SETUJU
Untuk pertanyaan yang tidak ada angka pilihannya, Bapak/Ibu diminta untuk menjawab
pertanyaan sesuai dengan kondisi yang dialami pada pekerjaan saat ini.
Hormat Saya,
1. Nama : ... *)
2. Umur : ………...tahun
3. Jenis Kelamin : Pria Wanita
4. Pendidikan Terakhir : SMA D1 D2 D3
S1 S2 S3
5. NIP : ...
6. Pangkat/Golongan : ………... 7. Jabatan : ………...
8. Lama Menjadi PNS : ………... 9. Asal Pemerintah Daerah : ………...
10.Lama di Instansi tersebut : ………... 11.Pengalaman dimutasi/promosi : ... kali
*) boleh tidak diisi
……… , …..… Mei 2014
No Pernyataan SS S KS TS
1 Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan/ diatur
dalam peraturan perundang-undangan harus menjadi
acuan dalam praktik penyusunan laporan keuangan
2 Laporan keuangan yang diterbitkan harus memuat
karakteristik yang disyaratkan dalam peraturan
perundang-undangan
3 Dampak sosial yang ditimbulkan oleh opini terhadap
laporan keuangan periode sebelumnya
mempengaruhi praktik penyusunan laporan keuangan
periode selanjutnya
4 Konsekuensi hukum yang ditimbulkan oleh opini
terhadap laporan keuangan periode sebelumnya
mempengaruhi praktik penyusunan laporan keuangan
periode selanjutnya
5 Maraknya pemberitaan tentang laporan keuangan
pemerintah daerah di media massa mempengaruhi
praktik penyusunan laporan keuangan
6 Opini media massa menyebabkan tekanan dalam
praktik penyusunan laporan keuangan
7 Adanya tuntutan masyarakat akan akuntabilitas dan
transparansi laporan keuangan pemerintah daerah
mempengaruhi praktik penyusunan laporan keuangan
8 Opini masyarakat menyebabkan tekanan dalam
praktik penyusunan laporan keuangan
9 Tuntutan dunia bisnis atas laporan keuangan
pemerintah yang berkualitas semakin meningkat
10 Perkembangan sistem informasi dan teknologi
Des iana Anugrah Budiawan, 2014
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk
mendapatkan solusi dari permasalahan yang terjadi. Menurut Arikunto (2010)
obyek penelitian adalah fenomena atau masalah penelitian yang telah diabstraksi
menjadi suatu konsep atau variabel. Obyek penelitian ditemukan melekat pada
subyek penelitian.
Objek yang akan penulis teliti dalam penelitian kali ini adalah sistem
pengendalian internal, kekuatan koersif, dan kualitas laporan keuangan
pemerintah pusat. Dalam penelitian ini sistem pengendalian internal dan kekuatan
koersif sebagai variabel bebas (variabel X) dan kualitas laporan keuangan sebagai
variabel terikat (variabel Y). Penelitian ini dilaksanakan pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota di wilayah I Bogor Jawa Barat.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
verifikatif. Menurut Sugiyono (2012): “penelitian deskriptif ini dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan dengan variabel lain”. Penelitian deskriptif meliputi
status terakhir dari subjek penelitian. Dengan metode deskriptif akan diketahui
bagaimana sistem pengendalian internal dan kekuatan koersif dapat
mempengaruhi kualitas laporan keuangan.
Selain menggunakan metode deskriptif, penelitian ini juga menggunakan
metode verifikatif. Menurut Sugiyono (2010) metode verifikatif ini merupakan
penelitian melalui pembuktian untuk menguji hipotesis hasil penelitian deskriptif
dengan suatu perhitungan statistika sehingga didapat hasil pembuktian yang
menunjukan hipotesis ditolak atau diterima.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan
metode survei. Menurut Sugiyono (2012), metode survei digunakan untuk
mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah, tetapi peneliti melakukan
perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner,
test, wawancara terstruktur dan sebagainya.
Data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut
dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari. Sedangkan analisis dilakukan
melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode statistik yang
relevan untuk menguji hipotesis. Tahap-tahap perencanaan dalam penelitian ini
adalah :
1. Operasionalisasi variabel.
2. Penentuan populasi dan sampel penelitian.
3. Mendesain dan menguji instrumen penelitian.
4. Pengumpulan data.
6. Penarikan kesimpulan.
3.2.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel
3.2.2.1. Definisi Variabel
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu hal yang menjadi objek
pengamatan penelitian atau sering pula dikatakan sebagai faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Sugiyono (2012)
mendefinisikan variabel sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang atau
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel-variabel yang terdapat dalam
penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Independen (X) adalah variabel yang mempengaruhi variabel
lainnya. Menurut Sugiyono (2012) variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel terikat. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen
adalah:
1. Sistem Pengendalian Internal (X1), PP Nomor 60 Tahun 2008
mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
Sistem Pengendalian Internal diukur dari jumlah temuan BPK atas
kasus kelemahan sistem pengendalian internal dengan menetapkan
skala ordinal sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skala Penafsiran Kasus Kelemahan SPI
Jumlah Temuan Skor
0 – 7.59 4
7.6 – 15.09 3
15.1 - 22.59 2
22.6 – 30 1
2. Kekuatan Koersif (X2), adalah tekanan eksternal yang diberikan
oleh pemerintah, peraturan, atau lembaga lain untuk mengadopsi
struktur atau sistem (Ashworth, 2009)
Variabel Dependen
Variabel dependen (Y) adalah variabel yang dipengaruhi variabel lainnya.
Menurut Sugiyono (2012) variabel dependen adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel terikat. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah
Kualitas Laporan Keuangan (Y), menurut PP No. 71 tahun 2010 tentang SAP,
Kualitas Informasi Laporan Keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang
perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi
tujuannya. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah diukur dengan
menetapkan skala ordinal pada opini yang diberikan BPK, sebagai berikut:
Skor 4 untuk opini Wajar Tanpa Pengecualian
Skor 2 untuk opini Tidak Wajar
Skor 1 untuk opini Tidak Memberikan Pendapat
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator Skala Item/ Sumber
Data
Pengendalian Internal Ordinal
Ikhtisar Hasil yang mengatur praktik penyusunan laporan keuangan
Ordinal
1,2
2. Terdapat konsekuensi atas opini laporan keuangan
3,4
3. Tuntutan masyarakat atas laporan keuangan yang berkualitas
5,6
4. Pemberitaan media massa atas laporan keuangan pemerintah daerah
7,8
5. Tuntutan dunia bisnis yang membutuhkan laporan keuangan yang berkualitas
9
6. Kebutuhan untuk menyesuaikan dengan sistem informasi dan telekomunikasi keuangan pemerintah daerah
Ordinal
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI
3.2.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Sugiyono (2012) mendefinisikan populasi mempunyai arti sebagai
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya”. Jawa Barat terbagi dalam 4 Badan Koordinasi
Pemerintahan Pembangunan (Bakor PP) Wilayah, Wilayah I Bogor dipilih penulis
menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini mengingat kualitas laporan
keuangan yang dihasilkan kabupaten/ kota tersebut sebagian besar masih
mendapatkan opini WDP, juga dalam situs resmi bakor PP wilayah I
dikemukakan bahwa daya saing ekonomi daerah-daerah tersebut masih terbilang
lemah. Selain itu wilayah ini juga merupakan wilayah perbatasan dan paling dekat
dengan ibukota DKI Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan Republik
Indonesia. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di wilayah I Bogor Provinsi Jawa
Barat, diantaranya:
Tabel 3.3
Wilayah I Bogor Provinsi Jawa Barat
No. Pemerintah Daerah
1 Kab. Bogor
2 Kab. Sukabumi
3 Kab. Cianjur
4 Kota Bogor
5 Kota Sukabumi
6 Kota Depok
(Sumber: jabarprov.go.id)
Karena jumlah populasi yang sedikit, maka dalam penelitian ini tidak
diambil sampel. Penulis menggunakan teknik sampling jenuh, menurut Sugiyono
populasi digunakan sebagai sampel. Jumlah pemerintah daerah kabupaten/ kota di
wilayah I Bogor Provinsi Jawa Barat adalah sebanyak 6 Instansi dan responden
pada penelitian ini ditujukan kepada Kepala Seksi Akuntansi pada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) tersebut.
3.2.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan data primer dan
data sekunder. Data sekunder dipergunakan untuk mengukur variabel Sistem
Pengendalian Internal dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Data
sekunder adalah data yang telah ada dan tersedia sehingga tidak perlu
dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Sekaran, 2007). Data sekunder tersebut berupa
softcopy laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota tahun 2012 di seluruh Indonesia yang diperoleh dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
Adapun teknik pengumpulan data lain yang digunakan untuk memperoleh
data mengenai kekuatan koersif adalah penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan terutama dimaksudkan untuk memperoleh data primer. Dalam
hal ini peneliti berusaha mengumpulkan data yang akurat dengan cara
menyebarkan kuisioner. Menurut Sugiyono (2012) kuesioner adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan dan
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner dalam penelitian
ini berisi daftar pernyataan kepada responden mengenai kekuatan koersif,
responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon
dengan penelitian yang dibutuhkan. Jenis angket yang digunakan penulis adalah
angket tertutup dan terstruktur, artinya jawaban responden pada setiap pernyataan
terikat pada sejumlah alternatif yang disediakan dan responden tidak diberi
kesempatan untuk memberikan jawaban lain selain jawaban-jawaban yang
disediakan.
Kuisioner dipilih sebagai instrumen pengumpulan data karena :
a. Data yang diperlukan bersifat kuantitatif.
b. Dapat disusun dengan cermat sesuai dengan permasalahan yang
diteliti.
c. Dapat disebar kepada seluruh responden dalam waktu relatif singkat.
d. Relatif lebih efisien dari segi waktu dan tenaga, mengingat responden
yang cukup banyak.
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah skala likert. Menurut Ulber Silalahi (2009: 229) skala likert sebagai teknik
penskalaan banyak digunakan terutama untuk mengukur sikap, pendapat, atau
persepsi seseorang tentang dirinya atau sekelompok orang yang berhubungan
dengan suatu hal. Skala ini sering disebut sebagai summated scale yang berisi
sejumlah pernyataan dengan kategori respon.
Mengingat pengertian dari kekuatan koersif adalah adalah tekanan
eksternal yang diberikan oleh pemerintah, peraturan, atau lembaga lain untuk
mengadopsi struktur atau sistem, maka dalam penelitian ini penulis ingin
mengetahui bagaimana kekuatan koersif tersebut berpengaruh terhadap praktik
dijabarkan kedalam beberapa item pernyataan dengan menetapkan Skala Likert
pada alternatif jawaban sebagai berikut :
• Skor 4 untuk jawaban sangat setuju.
• Skor 3 untuk jawaban setuju.
• Skor 2 untuk jawaban kurang setuju.
• Skor 1 untuk jawaban tidak setuju.
3.2.5. Teknik Analisis Data
3.2.5.1. Uji Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas
Uji validitas adalah untuk mengetahui sah tidaknya instrumen kuisioner
yang digunakan dalam pengumpulan data. Sebagaimana dikutip oleh Sugiyono
(2010), Masrun menjelaskan bahwa dalam memberikan interpretasi terhadap
koefisien korelasi, item yang mempunyai korelasi positif dengan skor total
menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam uji validitas adalah
korelasi Rank Spearman. Menurut Sugiyono (2010), korelasi Rank Spearman
digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikasi hipotesis
asosiatif bila masing – masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan
sumber data antar variabel tidak harus sama.
Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan skor total. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
0,811 (rskritis) pada n = 6. Jika r korelasi < 0,811 maka pernyataan tidak valid,
sedangkan jika rs korelasi > 0,811 maka pernyataan valid.
Pengujian validitas untuk variabel Kekuatan Koersif yang diolah
berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dijabarkan ke dalam 10 pernyataan
dengan 6 responden di pemerintah daerah wilayah I Bogor provinsi Jawa Barat.
Berikut di bawah ini hasil pengujian validitas instrumen kuesioner dari variabel
Kekuatan Koersif pada tabel 3.4 dengan menggunakan bantuan software SPSS
20.0 for windows :
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Variabel Kekuatan Koersif
Item pernyataan r tabel r hitung Keterangan
1 0,811 0,910 Valid
2 0,811 0,858 Valid
3 0,811 0,893 Valid
4 0,811 0,921 Valid
5 0,811 0,921 Valid
6 0,811 0,893 Valid
7 0,811 0,921 Valid
8 0,811 0,918 Valid
9 0,811 0,910 Valid
10 0,811 0,910 Valid
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer, perhitungan terlampir
Berdasarkan tabel 3.4 tentang Hasil Uji Validitas variabel Kekuatan
Koersif, semua pernyataan dari variabel tersebut yang berjumlah 10 pernyataan
dinyatakan valid dan akan digunakan untuk uji reliabilitas dan analisis
selanjutnya.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan seberapa besar
Suatu kuesioner dikatakan handal atau reliabel jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas adalah
seberapa jauh konsistensi alat ukur untuk dapat memberikan hasil yang sama
dalam mengukur hal dan subyek yang sama (Iqbal, 2008).
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah
metode koefisien Alpha Cronbach’s. Koefisien ini merupakan koefisien
reliabilitas yang paling sering digunakan karena koefisien ini menggambarkan
variasi dari item-item, baik untuk format benar atau salah atau bukan, seperti
format pada skala Likert sehingga koefisien ini merupakan koefisien yang paling
umum digunakan untuk mengevaluasi internal consistency. Suatu variabel
dikatakan reliabel jika harga r yang diperoleh paling tidak 0,60. Di pihak lain,
untuk tes-tes standar yang atau distandarkan, harga indeks reliabilitas itu paling
tidak harus mencapai 0,85 atau bahkan 0,90 (Burhan dkk, 2004). Hasil
perhitungan uji reliabilitas pada variabel Kekuatan Koersif dengan menggunakan
software SPSS 20.0 for windows dapat dilihat pada tabel 3.5:
Tabel 3.5
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kekuatan Koersif
Cronbach's Alpha N of Items
.976 10
Berdasarkan tabel 3.5, nilai rhitung sebesar 0,976 sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa ke-10 pernyataan yang valid dalam kuesioner untuk variabel
3.2.5.2. Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan adalah statistik
deskriptif. Menurut Sugiyono (2012), “Statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaiman adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.”
Data kuantitatif diperoleh dari pengumpulan data sekunder dan hasil
pengisian kuesioner oleh responden yang bersangkutan dengan masalah yang
diteliti. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung oleh responden dengan
memberi tanda pada jawaban yang telah disediakan. Alat ukur yang digunakan
untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala Likert dengan
menggunakan variabel berukuran ordinal.
Setelah data diperoleh dengan lengkap sesuai dengan yang dibutuhkan,
selanjutnya dilakukan proses analisis data sebagai berikut :
1. Analisis Koefisien Korelasi
Untuk melihat arah hubungan antara variabel X terhadap variabel Y
digunakan alat hitung dengan menggunakan statistik hitung korelasi rank
spearman, dengan rumus:
� = − 6∑��2 � �2 −
(Sugiyono, 2010)
bi = Selisih rank Xi dengan rank Yi
n = banyak data
Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Kriteria pemanfaatannya sebagai berikut:
1. Jika, nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu
semakin besar nilai variabel X maka semakin besar pula nilai variabel Y
atau semakin kecil nilai variabel X maka semakin kecil pula nilai variabel
Y. Jika, nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu
semakin besar nilai variabel X maka semakin kecil nilai variabel Y atau
semakin kecil nilai variabel X maka semakin besar nilai variabel Y.
2. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X
dan variabel Y.
Kemudian nilai r yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan
kriteria angka korelasi untuk menentukan kuat atau lemahnya kedua
variabel. Kriteria untuk menentukan korelasi tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 3.6
Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Korelasi Sangat Rendah
0,20 - 0,399 Korelasi Rendah
0,40 - 0,599 Korelasi Sedang
0,60 - 0,799 Korelasi Kuat
0,80 - 1,000 Korelasi Sangat Kuat
2. Analisis Koefisien Determinasi
Menurut Supranto (2003), koefisien determinasi adalah bagian dari
keragaman total variabel Y (terikat) yang dapat diterangkan atau
diperhitungkan oleh keragaman variabel X (bebas), yaitu koefisien yang
mengukur besarnya persentase kontribusi variasi X terhadap Y. Analisis
ini digunakan untuk menilai seberapa besar variabel X dapat memberikan
pengaruh terhadap variabel Y dengan rumus sebagai berikut:
�� = ��2 � %
Keterangan:
Kd = Koefisien Determinasi
rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman
3.2.5.3. Uji Hipotesis
Penetapan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan
dengan ada atau tidaknya hubungan positif antara variabel X1, X2 dan variabel Y,
yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis statistik dalam
penelitian ini adalah:
a. Hipotesis Pertama
H0: ≤ Artinya sistem pengendalian internal tidak berhubungan
positif terhadap kualitas laporan keuangan
Ha: > Artinya sistem pengendalian internal berhubungan positif
terhadap kualitas laporan keuangan
H0: ≤ Artinya kekuatan koersif tidak berhubungan positif terhadap
kualitas laporan keuangan
Ha: Artinya kekuatan koersif berhubungan positif terhadap
Des iana Anugrah Budiawan, 2014
DAFTAR PUSTAKA
……... (2010, 08 Oktober). Walikota Binjai Diminta Audit Kembali Laporan
Keuangan 2008. Beritasore.com [Online]. Tersedia:
http://beritasore.com/2010/10/08/walikota-binjai-diminta-audit-kembali-laporan-keuangan-2008/ [09 April 2014]
Arens, Alvin A., et al. (2006). Auditing and Assurance Services 12th edition. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Aristanti Widyaningsih, dkk. (2011). Hubungan Efektifitas Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dan Pengendalian Intern Dengan Kualitas Akuntabilitas Keuangan: Kualitas Informasi Laporan Keuangan Sebagai Variabel Intervening, dalam SNA XIV. Aceh.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2013). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013. Jakarta
Burhan Nurgiyantoro, dkk. (2004). Statistik Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Butar Butar, Daniel. (2011). Pengaruh Kompensasi Eksekutif Dan Manajemen Laba Terhadap Risiko Kebangkrutan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Cris Defera. (2013). Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Dan Ketidakpatuhan Pada Ketentuan Perundang-Undangan Terhadap Penentuan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia Tahun 2008-2011.
Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
DiMaggio, Paul. J., and Walter, W. Powell. (1983). “The Iron Cage Revisited: Institutional Isomorphism and Collective Rationality In Organizational Fields”.
American Sociological Review. 48:147-60.
Donaldson, Thomas, Preston, Lee E. (1995). “The Stakeholder Theory of The Corporation: Concepts, Evidence, and Implications”. Academy Management Review, Vol.20, No.1, 65-91.
Egy, Moa (2014, 19 Maret). Dugaan Pemalsuan Dokumen APBDP, Banggar Pemkab Matim Diperiksa Polisi. tribunnews.com [Online]. Tersedia:
http://kupang.tribunnews.com/2014/03/19/dugaan-pemalsuan-dokumen-apbdp-banggar-pemkab-matim-diperiksa-polisi [09 April 2014]
Harahap, Sofyan Syafri. (2007). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Harahap, Sofyan Syafri. (2007). Teori Akuntansi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Harwanto. (2012, 29 Mei). Kualitas Laporan keuangan Pemerintah Pusat Masih
Belum Maksimal. Merdeka.com [Online]. Tersedia:
http://www.merdeka.com/uang/kualitas-laporan-keuangan-pemerintah-pusat-masih-belum-maksimal.html [11 Desember 2013]
Hasan Iqbal. (2008). Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Husein Umar. (2008). Desain Penelitian Akuntansi Keprilakuan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Icha Rastika. (2014, 8 Mei). Rachmat Yasin, Bupati Bogor yang "Akrab" di KPK...
nasional.kompas.com [Online]. Tersedia:
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/08/1144136/Rachmat.Yasin.Bupati.B ogor.yang.Akrab.di.KPK. [27 Mei 2014]
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2007). Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Jakarta: Salemba Empat.
Indra Bastian. (2007). Audit Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
J. Supranto. (2003). Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Lima. Jakarta: Erlangga.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2013). Sekilas Jawa Barat. [Online] Tersedia:
jabarprov.go.id.
Rachel Ashworth, et al. (2009). “Escape from the Iron Cage? Organizational Change
and Isomorphic Pressures in the Public Sector”. Journal of Public Administration Research and Theory. JPART 19:165–187.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Rusdi Akbar, et al. (2012). “Performance measurement in Indonesia: the case of local
government”. Pacific Accounting Review. Vol. 24 No. 3, 262-291.
Sanyoto Gondodiyoto. (2007). Audit Sistem Informasi + Pendekatan CobIT . Jakarta: Mitra Wacana Media.
Scott, Richard. (2001). Institutionalism and Organization. London: Sage Publication, Thoasand OaKS.
Sentot Imam Wahjono. (2010). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Septiana Irma, dkk (2013). Penentu Jumlah Temuan BPK atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan (Internal Control Compliance Comments) Pemerintah Daerah di Indonesia, dalam SNA XVI. Manado.
Siagian, Fretty. (2011). Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa. Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung; PT. Refika Aditama.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Tantriani Sukmaningrum. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten Dan Kota Semarang). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Teni, Jenahas (2014, 19 Maret). Pemda Matim Bantah Gunakan APBD Manipulasi.
tribunnews.com [Online]. Tersedia:
http://kupang.tribunnews.com/2014/03/19/pemda-matim-bantah-gunakan-apbd-manipulasi. [09 April 2014]
Uma Sekaran. (2007). Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat.
Villadsen, A. R. (2011). “Structural Embeddedness of Political Top Executives as Explanation of Policy Isomorphism”. Journal of Public Administration Research and Theory.
Wahyu Setiawan. (2012). Pengaruh Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah Di Indonesia.
Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Xu, et al. (2003). “Key Issue Of Accounting Information Quality Management : Australian Case Studies”. Industrial Management & Data System 103/7, 461- 470.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Laporan Keuangan
2.1.1.1. Pengertian Laporan Keuangan
Sofyan Syafri Harahap, (2007 : 201) mengemukakan bahwa “Laporan
Keuangan merupakan output dan hasil dari proses akuntansi yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan”.
Sementara berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan, Laporan keuangan bertujuan umum
(selanjutnya disebut sebagai ’laporan keuangan’) adalah laporan keuangan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan adalah laporan yang mempresentasikan kondisi keuangan yang
merupakan output dari proses-proses transaksi suatu entitas dalam periode tertentu
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya serta membantu dalam
proses pengambilan keputusan pihak internal maupun eksternal dari entitas
tersebut.
2.1.1.2. Tujuan Laporan Keuangan
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2007: 3) tujuan dari laporan
a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b. Memenuhi kebutuhan bersama dari sebagian besar pengguna.
c. Menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh manajemen (stewardship)
atau merupakan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, peranan laporan keuangan adalah untuk menyediakan
informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang
dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan
keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai
kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,
dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya PP No. 71 tahun 2010 menjelaskan bahwa, pelaporan
keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi
para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik
keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
a) Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan
sumber daya keuangan;
b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode
c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan;
d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan
mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pelaporan;
f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
pelaporan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penyusunan laporan
keuangan secara umum adalah untuk menyediakan informasi menyangkut posisi
keuangan suatu entitas agar dapat diketahui nilai sumber daya ekonomi yang
terpakai, dapat mengevaluasi efektivitas dan efisiensi entitas, juga menilai kondisi
keuangan, serta menentukan ketaatan entitas terhadap perundang-undangan
sehingga dapat membantu dalam hal pengambilan keputusan.
2.1.1.3. Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, Laporan
keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
a) laporan posisi keuangan pada akhir periode;
b) laporan laba rugi komprehensif selama periode
c) laporan perubahan ekuitas selama periode;
d) laporan arus kas selama periode;
e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi
f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan
ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif
atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika
entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Sedangkan dalam PP No. 71 tahun 2010 Komponen Laporan Keuangan
Pemerintah terdiri dari:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
c) Neraca;
d) Laporan Operasional (LO);
e) Laporan Arus Kas (LAK);
f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Dari teori diatas dapat dijabarkan bahwa masing-masing komponen
laporan keuangan memiliki fungsi yang berbeda-beda namun memiliki keterkaitan
satu sama lain, berikut penjelasannya menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mengungkapkan kegiatan keuangan
pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
APBN/APBD. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan
perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode
pelaporan. LRA sekurang-kurangnya menyajikan unsur-unsur:
b. belanja;
c. transfer;
d. surplus/defisit-LRA;
e. pembiayaan;
f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif
dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:
a. Saldo Anggaran Lebih awal;
b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
c. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan;
d. Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan
e. Lain-lain;
f. Saldo Anggaran Lebih Akhir.
c) Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai
aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Neraca menyajikan
secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:
a. kas dan setara kas;
b. investasi jangka pendek;
c. piutang pajak dan bukan pajak;
d. persediaan;
e. investasi jangka panjang;
f. aset tetap;
h. kewajiban jangka panjang;
i. ekuitas.
d) Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan,
perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas
dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
transitoris.
e) Laporan finansial mencakup laporan operasional yang menyajikan pos-pos
sebagai berikut:
a. Pendapatan-LO dari kegiatan operasional;
b. Beban dari kegiatan operasional ;
c. Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada;
d. Pos luar biasa, bila ada;
e. Surplus/defisit-LO.
f) Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos:
a. Ekuitas awal
b. Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;
c. Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas,
yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan
oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan
mendasar, misalnya:
1. koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi
2. perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
d. Ekuitas akhir.
g) Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau
analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian
informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi
Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan
untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
2.1.1.4. Pemakai Laporan Keuangan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa laporan keuangan
disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan baik internal maupun eksternal.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007), pemakai laporan keuangan
adalah sebagai berikut:
1. Investor. Penanam modal membutuhkan informasi untuk membantu
menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi
tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk
2. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun,
dan kesempatan kerja.
3. Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan
yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta
bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
4. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan
apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
5. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam
perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan.
6. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga membutuhkan informasi
untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan
sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik
lainnya.
7. Masyarakat. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan
menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir
kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
Namun dalam sektor pemerintahan, berdasarkan SAP terdapat beberapa
1. Masyarakat;
2. Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
pinjaman daerah; serta
4. Pemerintah
2.1.1.5. Kualitas Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Pemerintah dapat dikatakan berkualitas apabila
mengandung karakteristik yang telah ditetapkan, sehingga informasi yang
dihasilkan dapat menjadi dasar pembuatan keputusan bagi penggunanya.
Menurut PP No. 71 tahun 2010 dijelaskan bahwa, karakteristik kualitatif
laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik
berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan
pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:
a) Relevan;
b) Andal;
c) Dapat Dibandingkan; dan
d) Dapat Dipahami
Menyajikan laporan keuangan yang berkualitas menjadi suatu hal wajib
bagi pemerintah, agar pemerintahan menjadi lebih accountable. Laporan
keuangan yang berkualitas merupakan laporan keuangan yang memenuhi keempat
karakteristik diatas. Berikut penjelasan keempat karakteristik tersebut berdasarkan
a) Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau
masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Karakteristik
informasi yang relevan diantaranya:
1. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau
mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
2. Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa
yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa
kini.
3. Tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan
berguna dalam pengambilan keputusan.
4. Lengkap
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap
mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan
b) Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara
jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika
hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang
andal harus memenuhi karakteristik:
1. Penyajian Jujur
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa
lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat
diharapkan untuk disajikan.
2. Dapat Diverifikasi (verifiability)
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan
apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang
berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda
jauh.
3. Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak
pada kebutuhan pihak tertentu.
c) Dapat Dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna
sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada
umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu
entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke
tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila
entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik
daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan
tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.
d) Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh
pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan
dengan batas pemahaman para pengguna.
Kualitas laporan keuangan juga biasa dinilai dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh BPK. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan
keuangan (LK) yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material,
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis
akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan atas LK dilakukan dalam rangka memberikan pendapat/opini atas
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Merujuk
Laporan Keuangan Pemerintah paragraf 13 tentang Jenis Opini. Terdapat empat
jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni:
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) memuat suatu pernyataan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sesuai
dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diberlakukan
dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), BPK dapat
memberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas
(WTP-DPP) karena keadaan tertentu sehingga mengharuskan pemeriksa
menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam LHP sebagai modifikasi
dari opini WTP.
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) memuat suatu pernyataan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan.
Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan
tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai
dengan SAP.
Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat
(TMP) menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan
2.1.2. Sistem Pengendalian Internal
2.1.2.1. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami
corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Daniel (2011)
menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih
(principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Yang disebut
principal adalah pemegang saham atau investor dan yang dimaksud agent adalah
manajemen yang mengelola perusahaan.
Namun hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah.
Menurut Siagian (2011) konflik yang terjadi karena manusia adalah makhluk
ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri sendiri.
Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing–masing
menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah munculnya
konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak
principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan
bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Sebaliknya,
agent sendiri memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri,
lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu
timbulnya ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent. Kondisi ini
dinamakan dengan asimetri informasi (Daniel, 2011).
Selanjutnya Daniel menjelaskan bahwa salah satu mekanisme yang
monitoring melalui tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance). Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi
peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja
manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholders dengan
mendasarkan pada kerangka peraturan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 partisipan pada
organisasi pemerintahan meliputi rakyat, bupati atau walikota, dan DPRD.
Mekanisme pemilihan bupati dan walikota oleh rakyat menunjukkan adanya
pelimpahan wewenang dari rakyat kepada bupati dan walikota. Hal ini
menunjukkan bahwa Bupati dan Walikota berperan sebagai agent dan rakyat
merupakan principal dalam rerangka hubungan keagenan.
2.1.2.2. Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Menurut Indra Bastian (2007: 7) struktur pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh eksekutif (kepala daerah, instansi/ dinas, dan segenap personel) yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan yang terdiri atas keandalan laporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi.
Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dijelaskan bahwa,
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah tersebut juga menjelaskan bahwa Sistem
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah”. Aparat yang bertugas melakukan pengawasan intern
pemerintah disebut Inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Inspektorat dibedakan menjadi tiga, Inspektorat Jendral
yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/ pimpinan lembaga, Inspektorat
Provinsi yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur, dan Inspektorat
Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab langsung kepada bupati/ walikota.
Sementara BPKP bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalian internal merupakan suatu proses yang integral yang dilakukan terus
menerus oleh eksekutif dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang
memadai atas tercapainya tujuan organisasi.
2.1.2.3. Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Menurut Arens et al (2006: 370), biasanya manajemen memiliki tiga
tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif:
1. Reliabilitas laporan keuangan. Tujuan pengendalian internal yang
efektif atas pelaporan keuangan adalah memenuhi tanggung jawab
pelaporan keuangan tersebut.
2. Efisiensi dan efektivitas operasi. Pengendalian dalam perusahaan
akan mendorong pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif
untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan.
Sementara pada sektor pemerintahan, dalam PP No. 60 tahun 2008 pasal 2
disebutkan, untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan
bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan. Selanjutnya, SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan
Sistem Pengendalian Internal (SPI) dalam lingkungan kerjanya, melalui:
a) penegakan integritas dan nilai etika;
b) komitmen terhadap kompetensi;
c) kepemimpinan yang kondusif;
d) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f) penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia;
g) perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
h) hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
Selain itu Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan
memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan
telah memadai dan mampu mendeteksi adanya kelemahan. BPK telah
mengelompokkan kelemahan atas SPI dalam tiga kategori, yakni sebagai berikut:
Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan
sistem pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan
pelaporan keuangan.
Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja, yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan
dan penyetoran penerimaan negara/daerah/perusahaan milik negara/daerah
serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa.
Kelemahan struktur pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait
dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas
struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa.
2.1.2.4. Komponen Sistem Pengendalian Internal
Dalam Arens et al (2006: 375), Internal Control-Integrated Framework
yang dikeluarkan Committee of Sponsoring Organizations dari Treadway
Commission (COSO) menguraikan lima komponen pengendalian internal yang
dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan kepastian
yang layak bahwa tujuan pengendaliannya akan tercapai. Komponen pengendalian
internal COSO meliputi hal-hal berikut:
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Aktivitas pengendalian
5. Pemantauan
Sejalan dengan komponen pengendalian intern COSO, dalam PP No. 60
tahun 2008 pasal 3, SPIP terdiri atas unsur:
a) lingkungan pengendalian;
b) penilaian risiko;
c) kegiatan pengendalian;
d) informasi dan komunikasi; dan
e) pemantauan pengendalian intern.
2.1.3. Kekuatan Koersif
2.1.3.1. Teori Institusional
Scott dalam Ridha (2012) mengatakan bahwa Institusi berada pada lingkup
struktur sosial, memiliki elemen-elemen simbolis, aktifitas-aktifitas sosial, dan
sumber daya material. Keberadaan institusi diperlukan sebagai seperangkat proses
yang dicirikan dengan elemen-elemen regulatif, normatif, dan kultural-kognitif
yang sarat dengan perubahan. Meskipun unsur-unsur utama dari institusi adalah
rules, norms, and cultural benefit, konsep institusi juga menyangkut asosiasi
perilaku dan sumber daya material. Dengan demikian pengertian institusi
ditentukan oleh batasan legal, prosedural, moral dan kultural yang memiliki
legitimasi. Tidak hanya menyangkut property or social order, tetapi juga sebagai
proses institusionalisasi maupun deinstitusionalisasi. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa gagasan dari teori institusional ini adalah terbentuknya organisasi oleh
karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya
menjelaskan: “Institusionalisasi merupakan respon rasional; salah satu hasil
utama dari institusionalisasi adalah struktur organisasi yang homogen”.
Selanjutnya DiMaggio dan Powell (1983) mengusulkan bahwa dari waktu
ke waktu, organisasi cenderung bergerak ke arah homogenisasi, meskipun mereka
menunjukkan cukup keragaman pada awalnya. Istilah yang paling tepat digunakan
untuk menggambarkan proses homogenisasi adalah isomorfisma. Meyer dan
Rowan (1977) dalam Akbar (2012) berpendapat bahwa isomorfisma memiliki tiga
konsekuensi bagi organisasi:
a) mereka memasukkan unsur-unsur yang disahkan secara eksternal,
bukan dalam hal efisiensi;
b) mereka menggunakan kriteria penilaian eksternal atau seremonial
untuk menentukan nilai elemen struktur, dan
c) ketergantungan pada lembaga-lembaga eksternal tetap dapat
mengurangi kekacauan dan menjaga stabilitas.
Scott dalam Villadsen (2011) menjelaskan bahwa teori institusional
digunakan untuk menjelaskan tindakan dan pengambilan keputusan dalam
organisasi publik. Teori institusional organisasi memprediksi bahwa organisasi
akan menjadi lebih serupa karena tekanan institusional, baik dikarenakan adanya
koersif (coercive), normatif (normative), dan mimetik (mimetic).
Sejalan dengan hal tersebut DiMaggio dan Powell (1983) dalam
Donaldson (1995), melihat ada tiga bentukan institusional yang bersifat
isomorphis yaitu, pertama; coersif isomorphis yang menunjukkan bahwa
lain karena tekanan-tekanan negara dan organisasi lain atau masyarakat yang lebih
luas. Kedua; mimesis isomorphis, yaitu imitasi sebuah organisasi oleh organisasi
yang lain. Ketiga, normatif isomorphis, karena adanya tuntutan profesional.
Tekanan isomorfis pertama yaitu isomorfis koersif menjadi tekanan yang
dipertimbangkan dalam penelitian ini. Menurut Akbar dkk (2012) Isomorfis
koersif berasal dari pengaruh politik dan mengejar legitimasi. Tekanan ini berasal
baik dari tekanan formal maupun tekanan informal dari organisasi lain.
2.1.3.2. Pengertian Kekuatan Koersif
Sentot Imam Wahjono (2010: 208) mengemukakan bahwa kekuasaan
seseorang bersumber dari: penghargaan (reward), kekuasaan memaksa (coercive
power), pengakuan hukum (legitimate power), keahlian (expert power), dan
keteladanan seseorang (referent power) yang digunakan untuk mempengaruhi
sebagai usaha menciptakan komitmen (commitment), kepatuhan (compliance), dan
perlawanan (resistance).
Kekuatan koersif (coercive power) adalah tekanan eksternal yang
diberikan oleh pemerintah, peraturan, atau lembaga lain untuk mengadopsi
struktur atau sistem (Ashworth, 2009). Selanjutnya Ashworth menjelaskan bahwa
perubahan organisasi yang didasari kekuatan koersif akan menyebabkan
organisasi lebih mempertimbangkan pengaruh politik dari pada teknis. Perubahan
organisasi yang lebih dipengaruhi politik akan mengakibatkan praktik-praktik
yang terjadi dalam organisasi, khususnya terkait penyusunan laporan keuangan
keuangan akan hanya bersifat formalitas yang ditujukan untuk memperoleh
Sejalan dengan itu DiMaggio dan Powell (1983) juga menyatakan
isomorfisme koersif (coercive isomorphism) merupakan hasil dari tekanan formal
dan informal yang diberikan pada organisasi oleh organisasi lain dimana
organisasi tergantung dengan harapan budaya masyarakat di mana organisasi
menjalankan fungsinya. Menurut Akbar dkk (2012) di Indonesia, sumber tekanan
isomorfik berpotensi datang dari pemerintah pusat melalui pemberlakuan
undang-undang dan peraturan yang akan mempengaruhi lembaga. Tekanan koersif ini
cenderung terjadi karena sebagian besar lembaga di Indonesia menjadi sangat
tergantung pada pemerintah pusat untuk sumber daya keuangan mereka atau
pengakuan melalui beberapa sistem penghargaan.
2.1.3.3. Sumber-Sumber Kekuatan Koersif
Ridha (2012) menyebutkan bahwa peraturan dan perundang-undangan
merupakan indikator adanya tekanan eksternal dalam bentuk koersif pada
penyusunan laporan keuangan. Dalam penelitiannya Ridha juga menjelaskan
bahwa yang menjadi indikator dari kekuatan koersif adalah:
1. Perubahan Peraturan/ Undang-undang;
2. Tuntutan Pemimpin;
3. Tuntutan Masyarakat;
4. Pemberitaan media massa;
5. Perhatian lebih dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); dan
6. Tuntutan Komunitas Bisnis
Konsep kekuatan koersif ini menyebutkan ada berbagai macam tekanan
legitimasi, sumber dana, subordinasi pada organisasi induk, kebutuhan untuk
menyesuaikan pada sebuah sistem teknis (telekomunikasi dan interkoneksi),
penyesuaian dengan aturan-aturan yang dilembagakan. Bentuk-bentuk koersif
tersebut bisa formal maupun informal dan mengarah pada kepatuhan atau hanya
kepatuhan secara situasional.
Dari beberapa referensi di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
sumber-sumber kekuatan koersif bisa didapat dari:
1. Perubahan peraturan/ undang-undang
2. Pemberian sanksi
3. Tuntutan masyarakat
4. Kontrol media massa
5. Kontrol dunia bisnis, dan
6. Perkembangan teknologi dan informasi
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini adalah penelitian lanjutan. Dalam melakukan penelitian,
penulis mengacu pada beberapa penelitian terdahulu, diantaranya:
Transparansi
Pemerintah harus mampu menyajikan laporan keuangan dengan informasi
yang berkualitas agar dapat dimengerti oleh para penggunanya termasuk
masyarakat karena masyarakat memiliki hak dasar untuk tahu (basic right to
know) dan memperoleh informasi mengenai apa yang sedang dilakukan
pemerintah, dan mengapa suatu kebijakan atau program dilakukan serta
bagaimana organisasi menjalankan operasionalnya. Untuk menghasilkan laporan
keuangan yang berkualitas, harus ada pengendalian internal yang efektif dari
pemerintah itu sendiri, dan pemerintah juga harus mampu mengendalikan tekanan
eksternal yang dapat mengganggu stabilitas penyusunan laporan keuangan.
Menurut Sofyan Syafri (2007) kualitas laporan keuangan adalah ciri khas
yang membuat informasi dalam laporan keuangan bermanfaat bagi para
penggunanya. Namun demikian, praktiknya sering jauh dari yang diharapkan.
Opini LKPD yang mayoritas masih WDP mencerminkan bahwa kualitas laporan
keuangan pemerintah masih belum maksimal.
Xu, et al. (2003) menjelaskan bahwa interaksi antara orang dan sistem
serta implementasi sistem merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kualitas dari sebuah informasi. Namun sistem yang sudah berjalan harus
dikontrol agar tetap dapat berjalan baik. Sistem pengendalian internal menurut
Gondodiyoto (2007) adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga
(preventif), mendeteksi (detektif), dan memberikan mekanisme pembetulan
(korektif) terhadap potensi/ kemungkinan terjadinya kesalahan (kekeliruan,
Pengendalian internal merupakan salah satu fondasi terkuat good
governance. Sistem pengendalian intern meliputi berbagai alat manajemen yang
bertujuan untuk mencapai berbagai tujuan yang luas. Tujuan tersebut yaitu
menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, menjamin keandalan laporan
keuangan dan data keuangan, memfasilitasi efisiensi dan efektivitas operasi
pemerintah, dan menjamin pengamanan aset negara. Menurut Mardiasmo (2004)
dalam Aristanti (2011) sistem akuntansi yang lemah menyebabkan pengendalian
intern lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang
handal dan kurang relevan untuk pembuatan keputusan.
Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan
keuangan oleh BPK, menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah belum
memenuhi karakteristik/ nilai informasi yang disyaratkan. Hasil audit yang
dilakukan oleh BPK, BPK memberikan opini “wajar dengan pengecualian/
qualified opinion” diantaranya disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian
intern yang dimiliki oleh pemerintah. (Badan Pemeriksa Keuangan, 2011).
Pengendalian intern merupakan bagian dari manajemen resiko yang
harus dilaksanakan oleh setiap lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan
lembaga atau organisasi. Penerapan pengendalian intern yang memadai akan
memberikan keyakinan yang memadai atas kualitas atau keandalan laporan
keuangan, serta akan meningkatkan kepercayaan stakeholders. (Sukmaningrum,
2012).
Disamping pengendalian internal yang memadai organisasi/ lembaga