A.Deskripsi Konseptual 1. Perilaku Menyontek
Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan mudah ditemukan yaitu perilaku menyontek. Perilaku menyontek terjadi pada semua tingkatan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sebagian besar siswa sudah sangat mengenal istilah menyontek, hal ini dikarenakan ada yang melakukan tindakan menyontek atau hanya sebatas mengetahui perilaku tersebut dari teman-teman, maka dari itu, di bawah ini akan dijelaskan tentang definisi, indikator, bentuk-bentuk dan penyebab menyontek.
a. Definisi Menyontek
Abdullah Alhadza dalam Admin mengutip pendapat dari Bower, 1964 (Sujinalarifin, 2009) yang mendefinisikan “cheathing is
manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure),” yang berarti
Sejalan dengan pernyataan Carpenter, Wilkinson (Barzegar dan Khezin, 2011) menyatakan bahwa menyontek adalah menyalin dari siswa lain selama ujian, salah satu dari perbuatan yang tidak baik yang menjadi salah satu dari masalah yang serius dalam institusi pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, menyontek adalah perbuatan tidak jujur yang dilakukan dengan cara menjiplak, mengutip tulisan sebagaimana aslinya dengan tujuan mendapatkan keberhasilan akademik.
b. Indikator Menyontek
Menyontek sebagai perilaku ketidak jujuran akademis memiliki indikator. Hartanto (2012: 23-29) menjelaskan terdapat delapan indikator menyontek, yaitu sebagai berikut :
1. Prokraktinasi dan Self-efficacy
Rendahnya self-efficacy (kepercayaan akan kemampuan diri untuk bertindak) merupakan indikasi lain dari perilaku menyontek. Siswa dengan tingkat keyakinan diri yang tinggi cenderung lebih percaya diri dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan lebih baik dan cenderung menolak melakukan tindakan menyontek.
2. Kecemasan yang berlebihan
Munculnya kecemasan yang berlebihan juga merupakan gejala lain dari siswa yang menyontek. Kecemasan yang berlebihan pada siswa memberikan stimulus pada otak untuk tidak dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya. Keadaan tersebut membuat siswa terdorong melakukan perilaku menyontek untuk menciptakan ketenangan pada dirinya.
3. Motivasi belajar dan berprestasi
Pintrich (Hartanto, 2012:25) menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan berusaha menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya melalui usahanya sendiri dengan sebaik-baiknya. Pernyataan tersebut dapat berarti siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa menyontek.
dikarenakan siswa ingin berprestasi baik akan tetapi motivasi belajarnya rendah sehingga untuk mendapatkan prestasi yang baik maka siswa tersebut menggunakan jalan pintas yaitu dengan cara menyontek.
4. Keterikatan pada kelompok
Siswa yang memiliki keterikatan pada kelompok cenderung akan melakukan kegiatan menyontek. Hal tersebut terjadi karena siswa merasa memiliki ikatan yang kuat diantara mereka, sehingga mendorong untuk saling menolong dan berbagi, termasuk dalam menyelesaikan tugas atau tes dan ujian yang sedang dilakukan. 5. Keinginan mendapatkan nilai tinggi
Keinginan untuk mendapatkan nilai tinggi juga menjadi gejala lain bagi perilaku menyontek. Siswa yang berpikir bahwa nilai adalah segalanya dan akan berusaha mendapatkan nilai yang baik dengan berbagai macam cara termasuk menyontek.
6. Pikiran negatif
Pikiran negatif yang dimiliki siswa adalah ketakutan dikatakan bodoh dan dijauhi oleh teman-temannya, ketakutan dimarahi oleh orang tua dan guru karena mendapatkan nilai yang jelek.
7. Harga diri dan kendali diri
8. Perilaku impulsive dan cari perhatian
Siswa yang menyontek menunjukkan indikasi impulsive (terlalu menuruti kata hati) dan terlalu mencari perhatian . Individu atau siswa dikatakan impulsive jika keputusan yang ia buat lebih banyak didasarkan pada dorongan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dibandingkan memikirkan alasan. Individu atau siswa lain memiliki kebutuhan akan sensasi (perhatian) yang berlebihan adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang tersebut melakukan perbuatan menyontek yang dianggap bersifat alami sehingga harus terus diikuti untuk terus bertahan hidup.
Berdasarkan indikator perilaku menyontek yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa ada delapan indikator menyontek, yaitu (1) menunda-nunda tugas dan kepercayaan diri, (2) kecemasan yang berlebihan, (3) motivasi belajar dan berprestasi, (4) keterikatan pada kelompok, (5) keinginan mendapatkan nilai tinggi, (6) pikiran negatif, (7) harga diri, dan (8) mencari perhatian.
c. Bentuk-Bentuk Menyontek
Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Klausmeier (1985, h. 388), menyontek dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/tes. b. Mencontoh jawaban siswa lain.
d. Mengelak dari peraturan-peraturan ujian, baik yang tertulis dalam peraturan ujian maupun yang ditetapkan oleh guru.
Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hertherington and Feldman (Hartanto, 2012:17) menyebutkan empat perilaku menyontek, yaitu:
1. Individualistic-Opportunistic
a. Menggunakan HP atau alat ektronik lain yang dilarang ketika ujian berlangsung.
b. Mempersiapkan catatan untuk digunakan sebagai saat ujian akan berlangsung.
c. Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman yang lain pada saat tes.
2. Individual-Planned
a. Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas. b. Membuka buku teks ketika ujian berlangsung. c. Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru. 3. Social Active
a. Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung. b. Meminta jawaban kepada teman lain ketika ujian sedang
berlangsung. 4. Social-Passive
c. Memberikan jawaban tes pada teman pada saat tes berlangsung. Berdasarkan uraian mengenai bentuk-bentuk perilaku menyontek, dapat disimpulkan bentuk-bentuk perilaku menyontek adalah menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/tes, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman, dan mengelak dari aturan-aturan.
d. Penyebab Menyontek
Hartanto (2012, 37-38) dalam bukunya merangkum dari berbagai sumber penyebab individu melakukan perilaku menyontek adalah sebagai berikut.
1. Adanya tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi
Keinginan siswa pada dasarnya adalah sama, yaitu mendapatkan nilai yang baik (tinggi). Keinginana tersebut yang tekadang membuat siswa melakukan berbagai macam cara termasuk menyontek.
2. Keinginan untuk menghindari kegagalan
Hal yang paling sering dialami oleh siswa adalah ketakutan mendaptakan kegagalan. Bentuk dari kegagalan adalah takut tidak naik kelas dan mengikuti ulangan susulan. Hal tersebut yang memicu terjadinya perilaku menyontek.
kemampuan menengah merasa tidak diperhatikan dan dilayani dengan baik.
4. Kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah
Banyaknya tugas yang diberikan kepada siswa dan waktu penyerahan tugas yang secara bersamaan membuat siswa kesulitan dalam membagi waktu mengerjakan tugas-tugas tersebut.
5. Tidak adanya sikap yang menentang perilaku menyontek di sekolah Perilaku menyontek kadang-kadang dianggap baik oleh siswa sebagai pelaku maupun oleh guru. Oleh sebab itu, banyak siswa yang membiarkan perilaku menyontek atau kadang justru membantu terjadinya perilaku tersebut.
2. Kemampuan Penalaran Matematis
a. Definisi Kemampuan Penalaran Matematis
Menurut Suriasumantri (1999:42), penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Shadiq (2009), penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau suatu proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa kenyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
sejalan dengan Shadiq (2009), bahwa materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami melalui belajar matematika. Oleh karena itu, kemampuan penalaran harus dimiliki oleh siswa dalam menyelesaiakan persoalan matematika.
Berdasarkan uraian di atas, dapat didefinisikan bahwa kemampuan penalaran matematis merupakan kesanggupan untuk melakukan sesuatu atau suatu proses berpikir yang bersifat sistematis untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
b. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis
penalaran deduktif, yang dinyatakan dalam Depdiknas (Shadiq, 2009 ) sebagai berikut:
“Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu
kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai
akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Sehingga kaitan antara
konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Namun demikian, dalam pembelajaran, pemahaman konsep
sering diawali secara induktif mellaui pengalaman peristiwa
nyata atau intuisi”.
Terkait uraian di atas, diketahui bahwa penarikan kesimpulan dalam matematika dibagi menjadi dua, yaitu secara induktif dan deduktif.
1) Penalaran Induktif
Dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan dari pernyataan khusus menjadi menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
2) Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Wardhani, 2008:12). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Shadiq (2009) bahwa penalaran deduktif merupakan proses berpikir dari bentuk umum ke bentuk khusus.
Menurut Sumarmo dan Hendriana (2014: 38), kegiatan yang tergolong penalaran deduktif, yaitu: (a) melaksanakan perhitungan bedasarkan aturan atau rumus tertentu; (b) menarik kesimpulan logis (penalaran logis); (c) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika; (d) menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus.
Dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus.
Berdasarkan kedua uraian kemampuan penalaran matematis di atas, maka pada penelitian ini indikator yang akan diukur oleh peneliti yaitu: a. Mampu mengajukan dugaan
dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Kriteria pada soal yaitu apabila siswa dapat menduga, menyebutkan, dan memberikan alasan dari jawabannya.
b. Mampu melakukan manipulasi matematika
Adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan/mengerjakan suatu permasalahan dengan menggunakan cara sehingga mempermudah perhitungan dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Kriteria pada soal yaitu apabila siswa dapat menyelesaikan /menentukan suatu nilai dengan cara dari yang ditanyakan pada soal. c. Mampu memerikasa kesahihan suatu argumen
Adalah kemampuan yang menghendaki siswa agar mampu menyelelidiki tentang kebenaran dari suatu pernyataan yang ada. Kriteri pada soal yaitu siswa dapat membuktikan kebenaran dari suatu pernyataan yang ada pada soal.
d. Mampu menarik kesimpulan dari pernyataan
Adalah kemampuan dalam menekankan pada kejelian siswa dalam melakukan kebenaran dari suatu pernyataan. Kriteria pada soal yaitu apabila siswa dapat menyimpulkan inti pernyataan pada soal dan dapat menyelsaikannya.
3. Pokok Bahasan
spesifiknya memahami relasi fungsi dan menentukan nilai fungsi, sesuai dengan silabus mata pelajaran matematika sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah kelas VIII, pokok bahasan relasi dan fungsi meliputi:
Standar Kompetensi :
1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus. Kompetensi dasar :
1.3 Memahami relasi dan fungsi 1.4 Menentukan nilai fungsi Indikator :
1.3.1 Menentukan fungsi yang dapat terbentuk dan menyatakannya dalam diagram panah berdasarkan pada gambar.
1.3.2 Menentukan range dari suatu pernyataan dalam kehidupan sehari-hari.
1.4.1 Menyatakan suatu fungsi dengan notasi
1.4.2 Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui.
B. Penelitian Relevan
26,74% kelompok tinggi, 22 siswa dengan presentase 25,58% kelompok rendah, dan 2 siswa dengan presentase 2,33% dalam kelompok sangat rendah.
Kemudian mengenai perilaku menyontek dalam jurnal ilmiah oleh Kushartanti (2009), menyimpulkan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah perilaku menyontek, dan semakin rendah kepercayaan diri maka semakin tinggi perilaku menyontek.
menyelesaikan masalah dengan langkah yang benar dan tepat; (4) tidak dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk emmeriksa kembali jawaban yang diperoleh.
Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Razak dkk (2016), menyimpulkan bahwa pada model pembelajaran GI dengan saintifik, siswa yang mempunyai kemampuan penalaran tinggi memiliki hasil belajar yang smaa baiknya dengan kemampuan penalaran sedang, siswa yang mempunyai kemampuan penalaran sedang memiliki hasil belajar sama baiknya dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran rendah. namun, siswa yang mempunyai kemampuan penalaran tinggi mempunyai hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran rendah. Sedangkan pada model pembelajara TPS dan pembelajaran klasikal dengan saintifik, siswa dengan semua tingkat kemampuan penalaran mempunyai hasil belajar yang sama.
Penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian relevan yang ada, yaitu tentang deskripsi perilaku menyontek siswa ditinjau dari kemampuan penalaran matematis. Penelitian ini hanya sebatas untuk mendapatkan gambaran perilaku menyontek siswa ditinjau dari kemampuan penalaran matematis pada siswa kelas VIII SMP Ma’arif NU 2 Majenang.
C. Kerangka Pikir
(Hartanto: 2012) terdapat empat macam bentuk menyontek, yaitu individualistic-opportunistic, individual-planned, active, dan social-passive. Sedangkan penyebab menyontek, yaitu (1) adanya tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi; (2) keinginan untuk menghindari kegagalan; (3) adanya persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak adil; (4) kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah; dan (5) tidak
adanya sikap yang menentang perilaku menyontek di sekolah. Untuk menentukan perbuatan menyontek diperlukan suatu indikator, terdapat delapan indikator seperti yang disebutkan oleh Hartanto (2012:23-29), yaitu (1) menunda-nunda pekerjaan dan kepercayaan diri; (2) kecemasan yang berlebihan; (3) motivasi belajar dan berprestasi; (4) keterikatan pada kelompok; (5) keinginan mendapatkan nilai tinggi; (6) pikiran negatif; (7) harga diri; dan (8) mencari perhatian.