• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Efektivitas Model Directed Reading Activity (DRA) - EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE DIRECTED READING ACTIVITY (DRA) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Efektivitas Model Directed Reading Activity (DRA) - EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE DIRECTED READING ACTIVITY (DRA) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT SISWA KELAS V"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Penelitian Relevan

1. Penelitian dengan judul Efektivitas Model Directed Reading Activity (DRA) dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Asing oleh Wawan Danasasmita

Persamaan dari penelitian relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan ini ialah terletak pada variabel penelitian dan jenis metode penelitian.Variabel yang dimaksud ialah variabel independen (bebas) pembelajaran yaitu metode Directed Reading Activity (DRA). Selain itu, kedua penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian studi eksperimen. Dalam studi eksperimen terdapat perlakuan tertentu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suatu perlakuan yang telah diujicobakan. Metode penelitian ini menggunakan rumus statistik untuk mengetahui hasil uji coba.

Perbedaan dari penelitian relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan ini terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah variabel dependen (terikat). Pada penelitian relevan metode DRA diujicobakan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Dalam penelitian ini metode DRA diujicobakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca cepat siswa. Selain itu, objek penelitian relevan tidak dijelaskan secara spesifik. Objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Purwokerto.

2. Penelitian dengan judul Pengaruh Pelatihan Gerak Mata terhadap Kecepatan dan Efektivitas Membaca Siswa (Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Tambak, Banyumas) oleh Susilo

(2)

8

dimaksud ialah jenis variabel dependen atau variabel terikat. Variabel dependen kedua penelitian ini ialah membaca cepat. Membaca cepat merupakan salah satu dari beberapa jenis membaca yang diajarkan di satuan pendidikan. Selain itu, kedua penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian studi eksperimen. Dalam studi eksperimen terdapat perlakuan tertentu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suatu perlakuan yang telah diujicobakan. Metode penelitian ini menggunakan rumus statistik untuk mengetahui hasil uji coba.

Perbedaan dari penelitian relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan ini terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah variabel independen (bebas). Pada penelitian relevan menggunakan variabel metode gerak mata untuk meningkatkan kecepatan membaca. Dalam penelitian ini menggunakan variabel metode DRA untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat siswa. Selain itu, objek penelitian relevan ialah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tambak. Objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Purwokerto.

3. Penelitian dengan judul Efektivitas Penggunaan Metode Speed Reading dan Metode Gerak Mata dalam Pembelajaran Membaca Cepat pada Siswa SMA Negeri 1 Sigaluh Banjarnegara Tahun Ajaran 2009-2010 oleh Sholihun

(3)

9

tertentu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suatu perlakuan yang telah diujicobakan. Metode penelitian ini menggunakan rumus statistik untuk mengetahui hasil uji coba.

Perbedaan dari penelitian relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan ini terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Variabel yang dimaksud ialah variabel independe (bebas). Pada penelitian relevan menggunakan variabel Speed Reading dan Gerak Mata untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat siswa. Metode Speed Reading diujicobakan dalam kelas eksperimen sedangkan metode gerak mata diujicobakan dalam kelas kontrol. Penelitian ini menggunakan variabel metode DRA untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat siswa. Selain itu objek dalam penelitian yang relevan ialah siswa SMA Negeri 1 Sigaluh. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Purwokerto.

4. Penelitian dengan judul Pengaruh Penguasaan Kosakata terhadap Keterampilan Membaca Cepat pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Pekuncen Kabupaten Banyumas oleh Dwi Jumiatun

(4)

10

Perbedaan penelitian relevan dengan penelitian ini terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Variabel yang dimaksud ialah variabel independen (bebas). Pada penelitian yang relevan ini menggunakan variabel penguasaan kosakata untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat siswa. Dalam penelitian ini menggunakan variabel metode DRA untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat siswa. Selain itu objek dalam penelitian relevan ialah siswa kelas IX SMP Negeri 3 Pekuncen. Objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Purwokerto.

B. Membaca

1. Pengertian Membaca

(5)

11

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca guna memperoleh pesan, yang hendak disampaiakan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan 2008:7). Proses tersebut menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Setiap kata harus dipahami guna mengetahui makna yang disampaikan oleh penulis bagi pembacanya. Jika hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. Apabila pesan itu tidak ditangkap dengan baik maka pembaca tidak memperoleh tujuan membaca secara optimal.

Membaca adalah satu dari empat kemampuan bahasa pokok dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan. Lambang-lambang bunyi bahasa dalam komunikasi tulisan diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf-huruf. Pengubahan tersebut dapat kita pahami bahwa pada tingkatan membaca permulaan, proses pengubahan inilah yang terutama dibina dan dikuasai. Hal ini dilakukan terutama pada masa anak-anak, khususnya pada tahun permulaan sekolah. Jika pengubahan yang dimaksud tersebut dikuasai, maka penekanan diberikan pada pemahaman isi bacaan. Proses pengubahan yang dibina dan dikembangkan bertahap di sekolah (Tampubolon, 1990:5).

(6)

12

tulisan hanya sebagai lambang bunyi bahasa tertentu. Maka dari itu, dalam kegiatan membaca kita harus mengetahui dan mengenali lambang tertentu itu mewakili (melambangkan atau menyarankan) bunyi tertentu yang mengandung makna tertentu pula. Hubungan antara penutur (penulis) dengan penerima (pembaca) bersifat tidak langsung, yakni melalui lambang tulisan.

Menurut Soedarso (1991:4) membaca adalah aktivitas kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Tindakan tersebut misalnya, orang harus mengamati dan mengingat-ingat saat membaca. Kita tidak dapat membaca tanpa menggerakan mata atau tanpa menggunakan pikiran kita. Pemahaman dan kecepatan membaca bergantung pada kecakapan dalam menggunakan setiap organ tubuh yang diperlukan untuk membaca. Organ tersbut antara lain mata dan otak.

Selain itu, membaca yang juga dikemukakan oleh Bond (dalam Abdurrahman, 2003:200) bahwa membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang dimiliki. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Membaca bukan hanya sekadar mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa. Pembaca diharuskan mampu menanggapi dan memahami isi bacaan. Dengan demikian, membaca sesungguhnya ialah suatu bentuk komunikasi tulis.

(7)

13

dalam menggunakan setiap organ tubuh yang diperlukan dalam kegiatan membaca sehingga akan mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari isi bacaan tersebut.

2. Tujuan Membaca

Tujuan membaca ialah untuk mencari informasi dalam bacaan. Dalam tujuan ini mencakup pemahaman terhadap isi dan makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan atau intensif kata dalam membaca. Berikut ini akan dikemukakan beberapa tujuan membaca menurut Anderson (dalam Tarigan, 1990:9-11) pertama, membaca untuk memperoleh perincian atau fakta-fakta. Kedua, membaca untuk memperoleh ide-ide utama. Ketiga, membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita. Keempat, membaca untuk menyimpulkan. Kelima, membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan. Keenam, membaca untuk menilai, mengevaluasi. Ketujuh, membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan.

Pertama, membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta atau reading for details or fact (Anderson dalam Tarigan, 1990:9). Membaca dalam hal ini ialah untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh seorang tokoh. Membaca seperti ini dapat mencakup apa saja yang telah ditemukan oleh sang tokoh. Kemudian apa yang terjadi pada tokoh. Selain itu, dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dibuat oleh sang tokoh.

(8)

14

mengetahui apa saja yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh. Serta dapat digunakan untuk merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya.

Ketiga, membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita atau reading for sequence or organization (Anderson dalam tarigan, 1990:10). Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi di setiap bagian cerita. Membaca ini juga untuk menemukan apa yang terjadi mula-mula, kedua, dan ketiga hingga seterusnya. Setiap tahap membaca dibuat untuk memecahkan suatu masalah pada adegan-adegan kejadian. Dari tujuan tersebut pembaca dapat mengetahui urutan cerita dengan baik.

Keempat, membaca untuk menyimpulkan atau reading for inference (Anderson dalam Tarigan, 1990:10). Membaca ini digunakan untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh mengalami kejadian tertentu. Kegiatan membaca tersebut dapat mengetahui apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca. Kemudian juga untuk mengetahui mengapa para tokoh berubah. Serta untuk mengetahui kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal.

(9)

15

Keenam, membaca untuk menilai, mengevaluasi atau reading to evaluate (Anderson dalam tarigan, 1990:10). Kegiatan membaca ini digunakan untuk mengetahui apakah sang tokoh berhasil dalam melakukan sebuah misi. Kemudian, pembaca dapat menentukan apakah ia ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh. Pembaca juga dapat menentukan apakah ia ingin bekerja seperti yang dilakukan tokoh dalam cerita itu. Selain itu, tujuan membaca ini digunakan oleh pembaca untuk menolak atas apa yang dilakukan oleh tokoh.

Ketujuh, membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan, dalam istilah lain disebut reading to compare or contrast (Anderson dalam tarigan, 1990:11). Dalam hal ini, pembaca dapat menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah. Kemudian pembaca dapat mengetahui bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal. Selain itu, pembaca dapat mengetahui bagaimana dua cerita mempunyai persamaan. Serta dapat merasakan bagaimana sang tokoh seolaj menyerupai pembaca.

3. Manfaat Membaca

(10)

16

sampai pada tujuannya, menginformasikan pengemudi mengenai bahaya di jalan. Maka dari itu, membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks (Rahim, 2008:1).

4. Tujuan Pengajaran Membaca

Tujuan pengajaran membaca ialah untuk membangkitkan, membina, serta memupuk minat anak untuk membaca. Anak perlu dibimbing dengan berbagai pengalaman membaca agar mereka merasa sanggup mengembangkan sikap yang diinginkan ketika membaca. Anak harus mampu membaca melalui pembelajaran dan pembiasaan sejak dini. Tujuan akhir membaca ialah siswa mampu membaca disertai minat dan sikap senang membaca. Guru sebagai pengemudi dan fasilitator dituntut agar mampu mengembangkan keterampilan siswa, khususnya dalam kegiatan membaca. Secara umum, tujuan pengajaran membaca dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan behavioral dan tujuan ekspresif (Tarigan, 1984:2). Tujuan behavioral mencakup tiga hal yaitu memahami makna kata, keterampilan-keterampilan studi, dan pemahaman. Tujuan ekspresif mencakup tiga hal yaitu membaca pengarahan diri, membaca interpretatif, dan membaca kreatif.

(11)

17

Keterampilan-keterampilan studi (study skills) diperoleh siswa dari kegiatan pembelajaran (Tarigan, 1984:2). Keterampilan belajar, khususnya membaca, merupakan suatu cara yang dipakai siswa untuk memperoleh pengetahuan. Keterampilan studi digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Keterampilan studi tentu membutuhkan kesadaran diri yang tinggi. Melalui keterampilan itu, siswa dapat dengan mudah menerima dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Pemahaman (comprehension) terhadap isi bacaan (Tarigan, 1984:2). Saat membaca kita dituntut untuk dapat memahami isi bacaan dengan memperhatikan rangkain kata. Pembaca harus mengerti hubungan gagasan antar kalimat ataupun paragraf. Melatih pemahaman dapat dilakukan dengan sering membaca. Apabila kita mampu memahami isi bacaan dengan baik maka kita akan semakin mudah menyerap isi bacaan itu dengan baik pula.

Sementara itu, Abidin (2012:7) juga menjelaskan tujuan membaca dilaksanakan untuk memperoleh tingkat pemahaman yang cukup terhadap isi bacaan. Kegiatan membaca dapat memicu perasaan bahwa ada sesuatu pada awalnya tidak sepenuhnya dapat dipahami. Kemudian setelah membaca, pembaca menjadi paham dengan maksud yang disampaikan oleh penulis. Pemahaman membaca harus sering dilatih dengan memperbanyak kegiatan membaca. Selain itu, memperkaya kosakata juga akan memudahkan pembaca memahami isi bacaan.

(12)

18

dan bahan-bahan bacaan terpenuhi, maka anak akan berusaha mencari sendiri bahan bacaan yang sesuai kebutuhannya. Jika anak dapat menentukan bahan bacaan sesuai kebutuhannya, maka keterampilan membacanya akan semakin berkembang. Guru perlu membimbing siswa agar terampil memilih bahan bacaan.

Penjelasan di atas sama dengan pendapat Abidin (2012:5) bahwa tujuan pengajaran membaca dilaksanakan agar siswa mampu menikmati kegiatan membaca. Tujuan tersebut dapat ditafsirkan agar siswa mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap buku atau bacaan. Tujuan ini tentu sangat penting karena mencintai membaca digunakan sebagai modal awal agar siswa dapat membaca dan terus menjadi pembaca. Umumnya pembelajaran membaca di sekolah hanya mampu membuat siswa mampu membaca tetapi tidak suka membaca. Mereka membaca karena merasa suatu tuntutan untuk menghafal materi pelajaran. Guru harus mampu menumbuhkan rasa cinta membaca pada diri siswa.

(13)

19

Membaca kreatif (creative reading) bertujuan agar para siswa terampil berkreasi dalam hal-hal dramatisasi, interpretasi lisan atau musik, narasi pribadi, ekspresi tulis, dan ekspresi visual (Tarigan:1984). Membaca kreatif bukan sekedar membaca untuk menangkap ide dari bacaan tetapi secara kreatif menerapkan hasil membacanya dalam kehidupan sehari-hari. Kreatif berarti tindak lanjut seseorang setelah melakukan kegiatan membaca. Setelah membaca, pembaca melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi kehidupannya. Pembaca juga menuangkan ide-ide bacaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

5. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan

Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, rumit, mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Menurut Broughton (dalam Tarigan, 2008:11) keterampilan membaca mencakup tiga komponen. Pertama, pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca. Kedua, korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal. Ketiga, makna atau meaning.

(14)

20

Kedua, korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal (Broughton dalam Tarigan, 2008:11). Mengorelasikan aksara beserta tanda baca dengan unsur linguistik merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas dengan bahasa. Kita tidak dapat belajar membaca tanpa kemampuan memperoleh serta memahami bahasa. Hubungan tersebut terjadi antara unsur-unsur pola di atas kertas dengan unsur-unsur bahasa yang formal. Unsur tersebut dapat berupa kata, frasa, kalimat, paragraf, atau wacana.

Ketiga, makna atau meaning (Broughton dalam Tarigan, 2008:11). Dari kedua keterampilan sebelumnya, makna pada hakikatnya mencakup keseluruhan keterampilan membaca yang merupakan keterampilan intelektual. Keterampilan memahami makna merupakan kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas. Hubungan tanda-tanda itu terjadi melalui unsur-unsur bahasa yang formal. Bahasa formal merupakan kata-kata sebagai bunyi dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.

C. Membaca Cepat

1. Pengertian Membaca Cepat

(15)

21

Membaca cepat adalah jenis membaca dalam hati dengan tujuan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya (Alwi, 2007:83). Hal ini berarti kegiatan membaca cepat tidak sekadar membaca secara tepat mengetahui isinya, tetapi dalam membaca cepatpun pembaca dituntut untuk mengetahui isi bacaan sebanyak-banyaknya. Membaca cepat bertujuan agar melatih kemampuan mata pembaca untuk secepat-cepatnya bergerak saat membaca. Selain itu, membaca cepat juga menjangkau sebanyak-banyaknya kata yang dibaca dalam teks. Pembaca difokuskan pada pemahaman gagasan pokok secara tepat dalam waktu yang relatif singkat.

Membaca secara cepat dan sistematis adalah seni untuk memahami sebuah buku sebanyak mungkin dalam waktu yang terbatas (Adler dan Doren, 2015:58). Seseorang yang kompeten akan menyelesaikan bacaannya dengan baik, baik itu bacaan panjang atau pun pendek. Semua orang memang harus bisa membaca cepat. Ada hal-hal yang harus kita baca yang tidak benar-benar menghabiskan banyak waktu membaca. Apabila tidak dapat membaca dengan cepat maka hanya akan menghamburkan banyak waktu.

Jadi, kesimpulan dari pengertian membaca cepat adalah kecepatan membaca dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk memperoleh informasi atau pesan secara tepat. Kegiatan membaca cepat dilakukan dalam hati atau tidak bersuara agar kegiatan membaca dapat berlangsung dengan baik. Apabila membaca seseorang dapat membaca dengan waktu yang sedikit dan pemahaman yang tinggi maka seseorang dapat dikatakan sebagai pembaca cepat.

(16)

22

akan lebih mudah dan lebih cepat terlupakan dari pada kesan yang diperoleh dari hasil membaca jenis lain. Keterampilan membaca cepat ini penting kita kuasai berkenaan dengan perolehan informasi sehari-hari, seperti berita dan reportase/laporan utama berita di media massa (surat kabar dan majalah). Membaca cepat dilaksanakan secara zigzag atau vertikal, punya prinsip melaju terus. Tidak lagi horisontal baris lepas baris, tidak lagi membaca huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat untuk mencapai pengertian, tetapi mengenal dan mengerti sekelompok kata atau kalimat pada sekilas pandang saja.

Ketika membaca mata tidak mengambang liar dan tidak mengalir seperti yang kita rasakan, tetapi berhenti mengarah (fixate) ke suatu sasaran (kata) sebentar lalu meloncat ke sasran berikutnya (satu atau dua kata berikutnya), melompat, berhenti, melompat, berhenti, dan seterusnya (Soedarso, 1991:28). Tidak mengarahkan fokus mata ke kiri atau ke kanan baris yang sedang dibaca, tetapi meluncur dengan cepat secara vertikal untuk menangkap ide dan pikiran-pikiran untuk mendapatkan gambaran konsep keseluruhan dari maksud penulis. Ia hanya mementingkan kata-kata kunci atau hal-hal penting saja. Hal ini ditempuh dengan jalan melompati kata-kata dan ide-ide penjelas. Sehingga pembaca mampu menangkap ide pokok bacaan dengan waktu yang relatif singkat.

2. Tujuan Membaca Cepat

(17)

23

dengan menyerap ide-ide yang lebih kecil. Maka dari itu, kita harus memperbanyak melatih diri menemukan ide pokok secara cepat.

3. Mengukur Kecepatan Membaca

Petunjuk yang paling jelas dari tingkat kemampuan membaca seseorang adalah kecepatan membacanya. Kecepatan membaca biasanya diukur dengan berapa banyak kata yang terbaca setiap menitnya. Bukan hanya kecepatan yang terpenting, tentu saja dengan tidak mengabaikan pemahaman terhadap isi bacaan. Pemahaman rata-rata 50% atau dengan kata lain pembaca dapat menjawab pertanyaan bacaan berkisar antara 40-60% (Nurhadi, 1989:29). Pada taraf pemahaman yang sekian, kecepatan membaca yang diukur dianggap memadai.

Ada beberapa langkah yang dilakukan ketika kita akan mengukur kecepatan membaca. Sebelum mulai membaca, catat waktunya secara tepat. Setelah itu, kita mulai membaca teks bacaan hingga selesai. Ketika sudah menyelesaikan bacaan tersebut, segera lihat berapa waktu yang ditempuh dan catat dengan tepat. Lalu hitung dalam berapa menit dan detik. Setelah itu hitunglah kecepatan membaca dengan rumus. Kemudian teruskanlah mengecek pemahaman dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dibaca itu. berikut ini rumus mengukur kecepatan membaca:

(18)

24

Sedangkan untuk mencari kemampuan pemahaman dapat dilakukan dengan cara:

Contoh soal: seorang siswa dapat membaca sebuah teks yang berjumlah 990 kata. Ia berhasil membaca dalam waktu 3 menit. Ia dapat menjawab soal sebanyak 8 dari 10 soal ditentukan secara benar. Berapa kecepatan baca siswa tersebut?

Jawab:

Kecepatan baca : X =

kata

Pemahaman :

Kemampuan baca = 330 x 80% = 264 kpm

4. Faktor-faktor Penentu Kecepatan Membaca

Menurut Nurhadi (1989:30) ada enam cara dalam meningkatkan kecepatan membaca. Pertama, membaca pada kelompok-kelompok kata. Kedua, jangan mengulang kalimat yang telah dibaca. Ketiga, jangan selalu berhenti lama di awal baris atau kalimat. Keempat, cari kata-kata kunci yang menjadi tanda awal dari adanya gagasan utama sebuah kalimat. Kelima, abaikan kata-kata tugas yang sifatnya berulang-ulang. Keenam, sesuaikan gerakan mata dengan bahan bacaan. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut.

(19)

25

kita akan berusaha memahami kata perkata bukan inti dari paragraf. Hal tersebut dapat diatasi dengan melatih diri untuk membaca frasa demi frasa. Membaca frasa demi frasa akan memperkecil jumlah aspek bacaan (Nurhadi, 1989:30).

Kedua, jangan mengulang kalimat yang telah dibaca atau disebut dengan regresi. Biasanya pembaca yang melakukan regresi ialah akibat kurang memahami kata, frasa, atau kalimat yang dibaca. Hal tersebut jelas akan memboroskan waktu. Selain itu, regresi pula mengacaukan susunan kata sehingga dapat mengacaukan artinya (Nurhadi, 1989:30). Kebiasaan buruk ini harus dihilangkan yaitu dengan meningkatkan konsentrasi.

Ketiga, jangan berhenti lama diawal kalimat atau baris. Berhenti di awal baris atau kalimat dapat memutuskan hubungan makna antar kalimat atau antar paragraf. Kita bisa lupa dengan apa yang baru kita baca sebelumnya. Hal itu tentu memakan waktu lebih lama. Selain itu, juga hanya membuang waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk kegiatan lain (Nurhadi, 1989:30).

Keempat, mencari kata kunci. Kata kunci tersebut digunakan sebagai tanda awal dari adanya gagasan utama sebuah kalimat. Kita harus mampu menentukan kata-kata kunci dalam bacaan tersebut. Kata kunci akan memudahkan kita untuk menentukan inti dari bacaan. Selain itu, kata kunci juga dapat memudahkan kita mengingat inti dari bacaan itu (Nurhadi, 1989:30).

(20)

26

Keenam, sesuaikan arah pandangan mata dengan bacaan. Sebuah bacaan ada yang berbentuk kolom-kolom ada juga seperti halnya sebuah buku. Jika dalam bacaan itu berbentuk kolom kecil seperti halnya di dalam koran maka arahkan gerak mata ke bawah (vertikal) bukan ke samping secara horisontal. Arahkan pandangan bola mata itu ke bawah lurus. Arah horisontal dapat digunakan ketika kita membaca buku (Nurhadi, 1989:30).

5. Faktor Penghambat Membaca Cepat

Ada enam faktor yang menjadi menjadi penghambat membaca cepat menurut Soedarso (1991:5-7), yaitu vokalisasi, gerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk dengan jari, regresi, dan subvokalisasi. Vokalisasi ialah membaca dengan bersuara. Gerakan bibir ialah menggerakan bibir saat membaca baik bersuara ataupun tidak bersuara. Gerakan kepala ialah menggerakan kepala saat proses membaca berlangsung karena mengikuti baris kata yang dibaca. Menunjuk dengan jari ialah menggunakan salah satu jari untuk megikuti baris kata ketika membaca. Regresi ialah mengulang kembali kata atau kalimat yang telah dibaca. Subvokalisasi merupakan pelafalan dalam batin. Berikut ini akan diuraikan penjelasannya lebih lanjut.

a. Vokalisasi

(21)

27

kata demi kata secara lengkap. Maka dari itu, akan lebih baik jika pembaca tidak mengeluarkan suara ketika membaca guna memperlancar saat proses membaca cepat berlangsung. Mengatasi vokalisasi dengan cara kita meniupkan bibir sebagaimana kita sedang bersiul dan bisa dengan meletakkan lengan di leher sampai di tenggorokan tidakterasa lagi ada getaran.

Vokalisasi juga disebutkan oleh Nurhadi (1989:31) sebagai salah satu faktor penghambat membaca cepat. Membaca bagian dari proses berpikir. Kemampuan berpikir jelas lebih cepat dari kemampuan berbicara. Kebiasaan melafalkan apa yang dibaca akan memperlambat kita dalam membaca. Kebiasaan tersebut harus dihilangkan.

b. Gerakan Bibir

Menggerakan atau komat-kamit sewaktu membaca, sekalipun tidak mengeluarkan suara, sama lambatnya membaca dengan bersuara (Soedarso, 1991:5). Kecepatan membaca bersuara atau dengan gerakan bibir hanya seperempat dari kecepatan membaca secara diam. Dengan cara menggerakan bibir kita lebih sering regresi (kembali ke belakang). Hal ini karena ketika mata akan dengan cepat bergerak maju, suara kita masih di belakang. Kebiasaan mengulang kata-kata yang telah dibaca ini dilakukan karena pembaca kurang menangkap arti atau merasa ada sesuatu yang hilang. Mengatasi gerakan bibir dengan merapatkan bibir, menekan lidah ke langit-langit, mengunyah permen, menjepit pulpen dengan bibir sampai tidak ada lagi getaran di bibir dan tenggorokan.

(22)

28

bersenandung. Bergumam atau bersenandung juga bagian dari menggerakan bibir. Bergumam tentu akan mudah membuat konsentrasi kita pecah. Apabila konsentrasi kita terganggu tentu membuat kita akan membaca ulang kata atau kalimat yang telah dibaca. Hal tersebut membuat kita semakin membutuhkan waktu lebih banyak.

c. Gerakan Kepala

Gerakan kepala dalam membaca adalah menggerakan kepala dari kanan ke kiri untuk dapat membaca baris-baris bacaan secara lengkap (Soedarso, 1991:6). Setelah dewasa pengelihatan kita telah mampu secara optimal sehingga seharusnya cukup mata saja yang bergerak. Mengatasi gerakan kepala dengan meletakkan telunjuk ke pipi dan menyandarkan kedua siku di atas meja. Kemudian tangan memegang dagu seperti kita sedang memegang janggut. Selain itu, dapat juga dengan cara meletakkan ujung telunjuk di hidung.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Nurhadi (1989:31) bahwa salah satu faktor penghambat membaca cepat adalah menggerakan kaki atau anggota tubuh lain. Menggerakan kepala sama halnya dengan menggerakan anggota tubuh. Menggerakan anggota tubuh ketika membaca tentu akan membuat konsentrasi kita terganggu. Otak kita secara tidak langsung juga memberikan ruang fokus pada gerakan anggota tubuh tersebut. Kebiasaan ini tentu harus dihilangkan agar membaca cepat dapat terlaksana dengan baik.

d. Menunjuk dengan Jari

(23)

29

lambat dari pada gerakan mata. Ada beberapa cara untuk mengatasi membaca dengan menggunakan jari atau menunjuk kata-kata yang dibaca. Salah satu caranya yaitudengan tangan memegang buku yang sedang dibaca. Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku.

Hal di atas juga selaras dengan pendapat Nurhadi (1989:31) bahwa menunjuk dengan jari atau dengan alat bantu lain akan menghambat membaca. Kecepatan mata melihat bacaan jauh lebih cepat dari gerakan tangan. Selain itu, pandangan kita juga akan mengikuti jari atau alat bantu tunjuk. Tanpa menggunakan jari atau alat bantu tunjuk, pandangan mata kita akan menjangkau bacaan secara luas. Kebiasaan ini perlu dihilangkan agar mampu membaca dengan lebih cepat.

e. Regresi

Regresi merupakan kebiasaan selalu kembali ke belakang untuk melihat kata atau beberapa kata yang baru dibaca itu menjadi hambatan yang serius dalam membaca (Soedarso, 1991:7). Regresi akan mengacaukan susunan kata yang dengan sendirinya mengacaukan artinya. Ada beberapa cara mengatasi regresi saat membaca. Mengatasi membaca yang diulang-ulang (regresi) salah satunya dengan tekad di dalam hati untuk tidak mengulang-ulang membaca kata-kata yang sudah dibacanya. Cara lain yang dapat dilakukan ialah memusatkan perhatian terus pada kata-kata atau unit pikiran yang dibacanya.

(24)

30

f. Subvokalisasi

Subvokalisasi atau melafalkan dalam batin/pikiran terhadap kata-kata yang dibaca, hal ini juga dilakukan oleh pembaca yang kecepatannya telah tinggi (Soedarso, 1991:7). Subvokalisasi juga menghambat karena kita menjadi lebih memperhatikan bagaimana melafalkan secara benar dari pada berusaha memahami ide yang terkandung dalam kata-kata yang kita baca. Subvokalisasi dapat diatasi dengan cara tertentu. Mengatasi membaca dengan lafal kata-kata walaupun tidak diucapkan secara nyaring (subvokalisasi) dapat dilakukan dengan memperlebar jangkauan mata untuk menangkap beberapa kata dan menangkap idenya. Dalam menangkap ide-ide bukan hanya membaca simbol kata-kata saja.

D. Metode Directed Reading Activity (DRA)

1. Pengertian Metode DRA

(25)

31

mengatakan bahwa metode DRA dimaksudkan agar siswa mempunyai tujuan membaca yang jelas dengan menghubungkan berbagai pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya untuk membangun pemahaman.

Jadi kesimpulan dari dua ahli tersebut ialah metode DRA merupakan metode pembelajaran membaca yang terarah dengan mempersiapkan siswa pada saat sebelum membaca, membaca, dan setelah membaca dengan menghubungkan berbagai pengetahuan siswa untuk membangun pemahaman terhadap isi bacaan.

2. Tujuan Metode DRA

Ada empat tujuan metode DRA menurut Abdidin (2012:78). Tujuan pertama ialah memberi guru format dasar dalam memperkenalkan pembelajaran yang sistematis. Kedua, meningkatkan rekognisi dan pemahaman siswa. Ketiga, memandu siswa melaksanakan baca pilih. Keempat, meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca teks.

Pertama, memberi guru format dasar dalam memperkenalkan pembelajaran yang sistematis (Abidin, 2012:78). Pembelajaran membaca harus mampu mengarahkan perhatian siswa terhadap bacaan. Guru terlebih dahulu memberikan tugas membaca. Kegiatan tersebut dapat mengaktifkan skemata membaca. Memberikan tugas membaca kepada siswa juga dapat membantu membangkitkan minat siswa untuk membaca. Selain itu, juga dapat membangkitkan rasa ingin tahu tentang topik bacaan.

(26)

32

dengan konteksnya. Selain itu, pengenalan kosakata baru juga perlu dilakukan oleh guru kepada siswa. Kegiatan itu dilakukan agar siswa mudah menerima dan memproses informasi baru.

Ketiga, memandu siswa melaksanakan baca pilih (Abidin, 2012:78). Guru harus mampu membimbing siswa dalam memilih bacaan sesuai kebutuhannya. Pembelajaran yang efektif mendorong siswa menjadi terampil menyesuaikan kegiatan membaca mereka dengan tujuan membaca. Dengan demikian, siswa dapat memecahkan masalah dengan mudah. Siswa juga akan terampil menggunakan srategi membaca sesuai karakteristik bacaannya.

Keempat, meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca teks (Abidin, 2012:78). Pembelajaran membaca yang baik akan mendorong siswa mampu mendalami isi bacaan. Guru harus mampu mendorong siswa untuk memperluas pengetahuan melalui bacaan tersebut. Siswa juga harus memiliki kesadaran akan pentingnya manfaat membaca. Kemampuan membaca perlu dilatih dengan sering membaca.

3. Tahapan Metode DRA

(27)

33

a. Tahap Prabaca (Persiapan)

Tahap ini dilakukan agar siswa memiliki persiapan sebelum membaca cepat. Guna mempersiapkan siswa membaca cepat haruslah dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut: pertama, mengembangkan latar belakang konsep (membangkitkan skemata) dengan cara menghubungkan isi teks dengan pengalaman siswa ataupun dengan materi yang pernah dibahas. Kedua, membangkitkan dan antusiasme siswa untuk membaca cepat dengan cara menggunakan berbagai media pembelajaran yang menarik atau dengan cara menyajikan bagian teks yang menumbuhkan keingintahuan siswa atas isi teks secara lengkap. Ketiga, memperkenalkan beberapa kosakata baru, guru menyampaikan beberapa kosa kata yang mungkin baru dikenal siswa yang terkandung dalam teks yang dibaca siswa. Keempat, menetapkan tujuan membaca cepat, guru secara jelas menjelaskan tujuan membaca cepat yang harus dicapai siswa setelah mereka membaca. Misalnya “Bacalah wacana berikut untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada peristiwa tsunami 2004”, tujuan membaca cepat juga dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan pemandu sehingga siswa memiliki arah yang jelas selama membaca (Rahim, 2008:44).

b. Tahap Membaca Cepat

(28)

34

memperhatikan berbagai perilaku siswa selama membaca. Setelah membaca cepat, siswa menjawab soal-soal yang telah diberikan guru dalam waktu yang telah ditentukan. Perilaku yang perlu diluruskan ialah perilaku buruk siswa ketika membaca cepat. Guru harus bisa mengevaluasi kebiasaan buruk tersebut (Abidin, 2012:79).

Kedua, tahap mengecek pemahaman dalam diskusi. Pada tahap ini siswa berdiskusi dengan temannya setelah siswa selesai mengerjakan soal. Kegiatan diskusi ini bertujuan agar menampung pendapat satu kelompok. Kegiatan diskusi ini dilakukan agar setiap kelompok mampu memecahkan permasalahan yang mereka temukan ketika membaca cepat pada soal dan pertanyaan (Abidin, 2012:80).

Ketiga, tahap membaca nyaring. Tahap ini berhubungan dengan tahap sebelumnya. Hal yang dibacakan nyaring dalam kegiata ini ialah jawaban-jawaban pertanyaan yang ditulis siswa selama diskusi. Biasanya yang paling ditekankan adalah jawaban yang kebenarannya masih diragukan oleh siswa ketika menjawab soal sehingga perlu pemecahan masalah secara bersama-sama dengan bantuan guru. Jika ditemukan masalah demikian, siswa akan melaksanakan kegiatan baca cepat untuk menemukan informasi tersebut sehingga keraguan atas jawaban pertanyaan tidak lagi terjadi (Abidin, 2012:80).

c. Tahap Pascabaca (Tindak Lanjut)

(29)

35

E. Kerangka Pikir dan Hipotesis

1. Kerangka Pikir

Metode DRA merupakan metode sederhana yang komponen kegiatannya terdiri dari prabaca, membaca, dan pascabaca yang dapat diterapkan dengan mudah oleh guru maupun siswa dalam pembelajaran membaca cepat. Metode DRA ialah metode pembelajaran terstruktur yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam hal membaca melalui kegiatan baca pilih (Eanes dalam Abidin:2012). Tahap prabaca, guru dapat memberikan informasi mengenai makna kosakata baru kepada siswa agar mereka tidak mengalami kesulitan saat memahami isi bacaan. Dalam tahap membaca cepat terdapat kegiatan diskusi. Melalui kegiatan diskusi akan tercipta suasana pembelajaran yang tidak membosankan karena siswa dapat bertukar pikiran untuk memcahkan permasalahan yang mereka temukan dalam kegiatan membaca. Kemudian dalam tahap pascabaca dilakukan pengecekan pemahaman dan keterampilan memahami pelajaran.

(30)

36

memahami isi bacaan dengan baik. Untuk mengatasi suasana pembelajaran yang membosankan, guru dapat melaksanakan kegiatan diskusi agar pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa dapat bertukar pikiran dan bekerja sama memecahkan masalah yang mereka temukan pada saat membaca.

Dengan demikian, metode DRA dimungkinkan dapat meningkatkan potensi membaca cepat siswa. Hal ini didasarkan pada penyebab kemampuan membaca cepat siswa rendah adalah kesulitan siswa menangkap kosakata baru dan pembelajaran membaca yang membosankan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode DRA.

2. Hipotesis

Dari uraian kerangka pikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut, ada perbedaan yang signifikan antara kelas yang diberi metode DRA dengan kelas yang tidak diberi metode pembelajaran pada siswa kelas VIII SMP N 9 Purwokerto 2015-2016.

3. Kriteria Penerimaan Hipotesis

Gambar

Gambar di atas suatu lembaran, lengkungan-lengkungan, garis-garis dan titik-titik

Referensi

Dokumen terkait

Analisis koefisien determinansi (R 2 ) dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur berapa besar konstribusi atau sumbangan pengaruh bauran pemasaran yang terdiri

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) langkah-langkah penerapan model Group Investigation dengan media Flashcard yaitu: (a) pembagian kelompok, (b)

memiliki banyak manfaat bagi para siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar murid-. murid. Perpustakaan sekolah dapat

Love Problems in One’s Personality Development as Seen in Fitzwilliam Darcy and Elizabeth Bennet, the Main Characters of Jane Austen’s Pride and Prejudice.. Yogyakarta: English

Penelitian kode batang DNA spesies ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam Kalimantan Timur mengguna- kan gen COI DNA mitokondria dilakukan dengan tujuan untuk

Sedangkan faktor yang mempengaruhi kesepian pada subjek adalah faKtor psikologis karena subjek kehilangan orangorang yang disayanginya yaitu ibu subjek meninggal dunia disaat

Pelaksanaan pembinaan mental anak tunalaras di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Anak Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Perpres No 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik