A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) dan United Nations Of Children's Fund (UNICEF) merekomendasikan: inisiasi dini menyusui dalam waktu 1 jam dari lahir; ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dan pengenalan
pelengkap makanan (padat) nutrisi-memadai dan aman di 6 bulan
bersama-sama dengan terus menyusui sampai 2 tahun atau lebih. Karena dengan
menyusui secara optimal bisa menyelamatkan lebih dari 800000 di bawah 5
anak hidup setiap tahun (WHO, 2016).
Kemajuan dalam mendapatkan lebih banyak bayi yang baru lahir yang
disusui dalam satu jam pertama kehidupan telah melambat selama 15 tahun
terakhir. Data UNICEF menunjukkan bahwa sekitar 77 juta bayi baru lahir
atau 1 dari 2 bayi baru lahir tidak disusui dalam satu jam kelahiran. Di Afrika
sub-Sahara, misalnya di mana tingkat kematian di bawah lima tahun adalah
yang tertinggi di seluruh dunia, tingkat menyusui dini meningkat hanya 10
persentase sejak tahun 2000 di Afrika Timur dan Selatan, tetapi di Afrika Barat
dan Tengah tetap tidak berubah. Bahkan di Asia Selatan, di mana tingkat
inisiasi menyusui dini meningkat tiga kali lipat dalam 15 tahun, yaitu dari 16%
pada tahun 2000 menjadi 45% pada tahun 2015, akan tetapi peningkatan itu
jauh dari cukup karena masih terdapat 21 juta bayi baru lahir masih menunggu
terlalu lama (> 1 jam) sebelum mereka disusui untuk pertama kalinya
(UNICEF, 2016).
Di Indonesia pada tahun 2016 sampai tahun 2017, persentase bayi baru
lahir mendapat inisiasi menyusu dini (IMD) belum mengalami peningkatan
yang signifikan. Pada tahun 2016 bayi yang diberikan IMD > 1 jam sebesar
9,2%, diberikan IMD < 1 jam 48,2% dan yang tidak diberikan IMD sebesar
48,2%, sedangkan pada tahun 2017 bayi yang diberikan IMD > 1 jam sebesar
6,6%, diberikan IMD < 1 jam 51,3% dan yang tidak diberikan IMD sebesar
42,0%. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD menurut Provinsi pada tahun
2017 yang tertinggi adalah DIY sebesar 74,3%, disusul DKI Jakarta sebesar
71,8%, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Papua sebesar 28,3% dan
Provinsi Bengkulu sebesar 28,8%. Sedangkan Provinsi Sumatera Selatan
persentase IMD pada bayi baru lahir adalah sebesar 52,4% pada tahun 2016
dan 64,3% pada tahun 2017 (Kemenkes RI, 2018).
Di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2017, pemberian Inisiasi
Menyusu Dini pada bayi baru lahir tertinggi di Kota Prabumuluh yaitu sebesar
77,1% disusul Kota Palembang yaitu sebesar 76,7%, sedangkan terendah
adalah di Kabupaten Musi Rawas Utara yaitu 45,5%, Kabupaten Lahat 47,4%
dan Kabupaten Ogan Komering Ulu sebesar 49,4% (Kemenkes RI, 2018).
Masih rendahnya persentase pemberian inisiasi menyusu dini akan
meningkatkan risiko bayi baru lahir mengalami kematian. Semakin lama
menyusui tertunda, semakin tinggi risiko kematian di bulan pertama
meningkatkan risiko kematian dalam 28 hari pertama kehidupan sebesar 40
persen. Menunda dengan 24 jam atau lebih meningkatkan risiko itu hingga 80
persen (UNICEF, 2016).
Faktor penyebab rendahnya pelaksanaan inisiasi menyusu dini
dikarenakan perilaku ibu yang keliru dalam pemanfaatan IMD kepada bayinya,
lelah setelah melahirkan, produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam
menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja,
keinginan untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI
dan tidak kalah pentingnya adalah anggapan bahwa semua orang sudah
memiliki pengetahuan tentang manfaat ASI. Kurangnya dukungan tenaga
kesehatan dan keluarga serta rendahnya rasa percaya diri ibu dan bayi
merupakan faktor penghambat keberhasilan menyusui (Handy, 2016).
Menurut Roesli (2012), perilaku seseorang itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor antara lain faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya, faktor
pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, faktor
pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau keluarga, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku kesehatan. Peran petugas yang mendukung atau keluarga yang tidak
mendukung begitu pula sebaliknya sangat mempengaruhi sikap ibu dalam
IMD. Jika dapat terkondisi peran petugas dan keluarga yang mendukung IMD
Menurut jurnal penelitian dari Mohamad, Rattu dan Umboh (2015)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan inisiasi menyusu
dini oleh bidang di rumah sakit Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
menunjukkan hasil penelitian bahwa berdasarkan data Riskesdas tahun 2013,
persentase proses mulai menyusu pada bayi di Indonesia kurang dari satu
jam (< 1 jam) setelah bayi lahir masih sangat rendah yaitu 29,3%, sementara
untuk Provinsi Gorontalo adalah 42,7%.
Berdasarkan cakupan pemberian Inisiasi Menyusu Dini di 10
puskesmas Kota Lubuklinggau jumlah tertinggi terdapat di puskesmas
Petanang yaitu sebesar 124.0% sementara cakupan pemberian ASI Inisiasi
Menyusu Dini di puskesmas Kota Lubuklinggau jumlah terendah terdapat di
puskesmas Swasti Saba yaitu sebesar 26.6% sedangkan di puskesmas Megang
Kota Lubuklinggau jumlah cakupan Inisiasi Menyusu Dini sebesar 60.6%.
Mengacu pada target program Kemenenterian Kesehatan RI sebesar 80%,
maka jumlah cakupan Inisiasi Menyusu Dini pada puskesmas Megang sebesar
60.6% tersebut belum mencapai target (Dinkes Kota Lubuklinggau, 2016).
Survey awal yang dilakukan pada tanggal 20 April 2018 kepada 8
responden 3 responden sudah mengerti tentang pelaksanaan IMD pada bayi
baru lahir. Sedangkan 5 responden belum memahami tentang pelaksanaan IMD
pada bayi baru lahir. Dari 8 responden terdapat 6 responden yang biasa saja
dalam pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir, sedangkan 2 responden sangat
terdapat 3 yang mendukung pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir, sedangkan
5 responden biasa saja dalam pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan IMD di wilayah
kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut diatas maka didapat masalah
penelitian banyaknya ibu yang tidak melakukan IMD, berdasarkan masalah
tersebut maka penulis merumuskan masalah penelitian yaitu “Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan IMD Pada Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja
Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan IMD pada bayi
baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Sumatera Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah
b. Diketahui gambaran pengetahuan ibu tentang pelaksanaan IMD pada
Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Sumatera Selatan.
c. Diketahui gambaran sikap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru
Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera
Selatan.
d. Diketahui gambaran dukungan petugas kesehatan terhadap ibu tentang
pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.
e. Diketahui hubungan pengetahuan ibu dengan IMD pada Bayi Baru Lahir
di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera
Selatan.
f. Diketahui hubungan sikap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru
Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera
Selatan.
g. Diketahui hubungan dukungan petugas kesehatan terhadap ibu tentang
pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Sebagi sumber bacaan untuk menambah wawasan, sebagai bahan masukan
referensi bagi mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu Prodi
Kebidanan memberikan pelayanan kesehatan dalam proses pelaksanaan
IMD.
2. Puskesmas Megang
Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam proses
pelaksanaan IMD.
3. Peneliti Selanjutnya
Sebagai sumber bacaan untuk menambah wawasan, sebagai bahan
masukan dalam kegiatan belajar mengajar dan hasil penelitian ini dapat
menambah referensi bagi mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Prodi Kebidanan memberikan pelayanan kesehatan dalam proses
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi menyusu dini (early initation) adalah proses menyusu dimulai secepatnya segera setelah lahir. IMD dilakukan dengan cara kontak kulit
antara bayi dengan ibunya segera setelah lahir dan berlangsung minimal
satu jam atau proses menyusu pertama selesai (apabila proses menyusu
pertama lebih dari satu jam) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
WHO/UNICEF mengeluarkan protokol tentang Inisiasi Menyusui
Dini (IMD) sebagai salah satu dari Evidence for the ten steps to successful breastfeeding yang harus diketahui oleh setiap tenaga kesehatan. Segera setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau diperut atas ibu selama
paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari
dan menemukan putting ibunya (Sarwono, 2013).
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif
selama 6 bulan dan diteruskan hingga bayi berusia 2 tahun dengan makanan
pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian ASI juga meningkatkan
ikatan kasih sayang (asih), memberikan nutrisi terbaik (asuh) dan melatik
refleks dan motorik bayi (asah) (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Setelah lahir bayi hanya perlu dibersihkan secukupnya dan tidak perlu
amnion pada tangan bayi akan membantu bayi mencari putting ibu. Dengan
waktu yang diberikan, bayi akan mulai menendang dan bergerak menuju
putting. Bayi yang siap menyusu akan menunjukkan gejala refleks
menghisap seperti membuka mulut dan mulai mengulum putting. Manfaat
IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan
suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga
kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial.
Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal kerna pengeluaran mekonium
lebih cepat sehingga menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak
kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola
tidur yang lebih baik. Dengan demikian, berat badan bayi lebih cepat
meningkat dan lebih cepat dapat pulang kerumah. Bagi ibu IMD dapat
mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara
psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi.
2. Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini Bagi Ibu dan Bayi
Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini Bagi Ibu dan Bayi (Kementerian
Kesehatan RI, 2014) antara lain:
a. Inisiasi Menyusui Dini menurunkan risiko kematian bayi sampai 22%.
Hasil penelitian Edmond KM tahun 2006 (dalam Kementerian RI, 2014)
menunjukkan risiko kematian bayi dapat diturunkan 22% apabila
diberikan kesempatran IMD segera setelah lahir. Jika IMD dilakukan
Sehingga setelah kondisi bayi dan ibu stabil paska resusitasi, IMD tetap
wajib diberikan.
b. Inisiasi Menyusui Dini menghangatkan bayi.
Pada waktu inisiasi menyusu dini tubuh bayi menempel pada dada ibu.
Suhu dada ibu yang baru bersalin dapat meneysuaikan dengan suhu
tubuh bayi. Jika bayi ekdinginan, suhu dada ibu otomatis naik dua derajat
untuk menghangatkan bayi sehingga dapat mencegah risiko hipotermia. Jika bayi kepanasan, suhu dada ibu otomatis turun satu derajat untuk
mendingikan bayi.
c. Inisiasi Menyusui Dini menenangkan ibu dan bayi.
Kontak kulit ke kulit merangsang pelepasan hormon oksitosin yang dapat:
1) Meningkatkan ambang nyeri ibu
2) Memperkuat kontraksi rahim sehingga mempercepat pengeluaran
plasenta dan mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
3) Mepercepat pengeluaran kolostrum.
4) Membuat perasaan ibu lebih bahagia.
5) Memperkuat ikatan ibu dengan bayinya.
Sedangkan bagi bayi kontak kulit merangsang pelepasan oksitosin yang
bermanfaat untuk:
1) Mengatur denyut jantung dan pernafasan lebih stabil.
2) Mempermudah bayi memiliki keterampilan menyusu sehingga lebih
d. Inisiasi Menyusui Dini memberikan perlindungan yang alamiah bagi
bayi.
Ketika bayi merayap di dada ibu, bayi menjilat-jilat kulit ibu dan
menelan bakteri non-patogen dari kulit ibu. Bakteri baik ini akan
berkembang biak membentuk koloni di kulti dan usus bayi sehingga bayi
menjadi lebih kebal dari bakteri patogen.
Dengan Inisiasi Menyusui Dini, bayi lebih cepat mendapat kolostrum
yang penting untuk kelangsungan hidupnya. Kolostrum kaya akan zat
kekebalan tubuh terhadap infeksi. Kolostrum juga mengandung faktor
pertumbuhna yang membantu mematangkan lapisan pelindung dinding
usus bayi dan melindungi bayi dari risiko alergi.
3. Proses Inisiasi Menyusui Dini (Kementerian Kesehatan RI, 2014). 1. Petugas kesehatan menjelaskan terlebih dahulu kepada ibu dan suami/
keluarga saat ANC dan sebelum proses persalinan tentang apa yang harus
dilakukan dan diperhatikan selama proses IMD berlangsung.
2. Suami/keluarga harus mendampingi ibu sampai proses IMD selesai, tidak
hanya saat persalinan saja. Suami/keluarga dapat membantu mengawasi
kondisi bayi seperti pernafasan, warna kulit dan perlu mewaspadai risiko
komplikasi kematian mendadak yang tidak terduga akibat hidung dan
mulut bayi tertutup kulit ibu yang tidak segera dibebaskan (dengan cara
memiringkan kepal bayi tanpa memindahkan bayi dari dada ibu).
3. Kehadiran suami/keluarga selam proses IMD, dapat meningkatkan rasa
ibu, perhatikan bayi merayap di dada ibu, biarkan bayi menjilati kulit ibu
dan kenali tanda-tanda bayi siap menyusu yaitu bayi mengisap
tangannya, membuka mulut mencari putting, dan keluar air liurnya.
4. Segera setelah bayi lahir, menangis, bernafas teratur dan dipotong tali
pusatnya, maka:
a. Secepatnya keringkan seluruh tubuh bayi dengan handuk lembut,
kecuali kedua tanganya, karena tangan yang basah oleh cairan
ketuban, baunya sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara
ibu. Bau dan rasa ini yang akan membimbing bayi mulai merayap
untuk menemukan payudara dan putting susu ibu. Jangan hilangkan
lemak putih (vernix) di tubuh bayi karena vernix mencegah panas tubuh bayi keluar dan juga berfungsi sebagai pelindung bayi agar tetap
hangat.
b. Tengkurapkan bayi tanpa pakaian/ bedong di dada ibu, kulit bayi
melekat pada kulit ibu. Selimut bayi, bila perlu tutupi kepalanya.
c. Posisi ibu telentang dengan letak kepala lebih tinggi agar dapat
menjaga kontak mata dengan bayinya.
d. Posisi bayi tengkurap di dada ibunya, letak kepala bayi setinggi garis
antar putting ibu. Biarkan bayi merayap mencari sendiri putting susu
ibu. Ibu dapat membantu bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan
memaksa bayi menuju putting susu.
e. Biarkan bayi menendang-nendang perut ibu. Tendangan lembut ini
rahim berperan penting untuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi
perdarahan paska persalinan.
f. Biarkan tangan bayi meremas puting ibu. Remasan tangan bayi,
hentakkan kepala bayi di dada ibu, dan perilaku bayi menoleh ke kiri
dan ke kanan sambil menggesek payudara ibu dapat merangsang
pengeluaran ASI lebih cepat dan kontraksi rahim yang baik.
g. Ketika bayi di dekat putting susu ibu, bayi akan mengeluarkan air liur,
menjilati putting dan membuka mulut secara lebar. Biarkan bayi
mengulum putting ibu dan mengisapnya. Isapan bayi pada putting ibu
akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan membantu
kontraksi rahim, pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan
paska persalinan.
h. Biarkan bayi tengkurap menempel pada dada ibu sampai bayi selesai
menyusu pertama dan melepas putting susu.
i. Menggangu proses kontak kulit sebelum bayi selesai menyusu untuk
pertama kali atau mencoba untuk mengarahkan bayi menyusu dapat
menimbulkan masalah pada proses IMD dan menyusu berikutnya.
j. Saat menyusu untuk pertama kalinya, bayi memperoleh kolostrum
yang kaya akan protein dan zat kekebalan tubuh yang sangat berguna
untuk melindungi bayi dari berbagai infeksi.
k. Proses IMD minimal satu jam dan berlangsung segera setelah bayi
dengan cara mendekatkan bayi ke putting tanpa berusaha
memasukkan ke mulut bayi.
5. Selesai proses IMD, lanjutkan dengan prosedur perawatan bayi baru lahir
sesuai standar. Lakukan RAWAT GABUNG bayi dan ibu, bayi harus
berada dalam jangkauan ibu sepanjang hari 24 jam, agar setiap saat bayi
dapat menyusu pada ibunya. Dengan sering menyusu, ASI akan keluar
lebih cepat dan banyak, proses menyusu lebih mudah.
6. Proses IMD ini hanya dilakukan apda ibu dan bayi dengan kondisi stabil.
Kondisi bayi yang tidak stabil misalnya bayi dengan gangguan nafas
(sesak), gangguan sirukulasi (syok), sedangkan kondisi ibu yang tidak
stabil adalah kejang, perdarahan paska persalinan gangguan kesadaraan,
syok, dan sesak.
4. Sembilan Tahapan Perilaku Selama Inisiasi Menyusu Dini Sembilan tahapan perilaku bayi saat IMD adalah:
1. Bayi menangis tanda paru mulai berfungsi. 2. Kemudian bayi akan memasuki tahap relaksasi. 3. Selanjutnya pada menit ke-1 s/d 5 bayi mulai bangun.
4. Di menit ke-4 s/d 12 bayi mulai bergerak, gerakan awalnya sedikit, mungkin pada lengan, bahu dan kepala.
5. Beberapa kali bayi mungkin ingin beristirahat sebelum memulai gerakan berikutnya.
sementara waktu. Seringkali hal ini dapat keliru sebagai bayi tidak lapar
atau ingin makan.
7. Setelah beristirahat, di menit ke-29 s/d 62 bayi akan mulai membiasakan diri dengan payudara, mungkin dengan mengendus, mencium dan
menjilati sebelum akhirnya menempel untuk menyusu. Proses
pembiasaan ini dapat memakan waktu 20 menit atau lebih.
8. Sekitar menit ke-49 s/d 90, untuk pertama kali bayi menyusu di payudara selama bebeapa waktu.
9. Kemudian ia akan tertidur hingga 1 1/
2 s/d 2 jam.
5. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini 1. Bagi Bayi
a. Dada ibu berfungsi sebagai termolegulator yang dapat mencegah risiko hipotermia dan menghangatkan bayi.
b. Isapan bayi pada putting ibu sewaktu IMD merangsang pengeluaran
hormon oksitosin yang membuat ibu lebih tenang, rileks, mencintai
dan bahagia. Ibu dan bayi akan menjadi lebih tenang sehingga
pernafasan dan jantung bayi akan menjadi lebih stabil dan membuat
bayi menjadi tidak rewel.
c. Saat bayi menjilat-jilat kulit ibu, bakteri non-patogen di kulit inu akan
tertelan. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di
kulit dan usus bayi sehingga bayi menjadi lebih kebal dari bakteri
d. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu meningkatkan ikatan kasih sayang
antara ibu dan bayi. Kontak kulit dalam 1-2 jam pertama ini sangat
penting, karena setelah itu bayi tidur.
e. Kolostrum, ASI yang pertama keluar sewaktu IMD mengandung
protein dan imunoglobin yang akan membantu tubuh bayi membentuk
daya tahan terhadap infeksi sekaligus penting untuk pertumbuhan usus
dimana kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dan
mematangkan dinding usus bayi.
f. Bayi yang mendapat ASI melalui IMD sejak awal kelahirannya dapat
mengurangi risiko alergi.
g. Dengan IMD, produksi ASI menjadi lancar dan bnyak dan
memudahkan bayi mendapatkan ASI eksklusif selam 6 bulan dan
tetap menyusu selama 2 tahun.
2. Bagi Ibu
a. proses IMD akan membantu kontraksi rahim, pengeluaran plasenta
dan mengurangi perdarahan paska persalinan.
b. Proses IMD merangsang pengeluaran hormonoksitosin yang juga disebut sebagai cuddle hormon/ love hormon. Hormon oksitosin membuat ibu merasa tenang, rileks, mencintai bayi dan bahagia.
Oksitosin juga menyebabkan reflek pengeluaran ASI dan kontraksi
rahim yang mengurangi perdarahan paska persalinan.
Ayah akan berbahagia bersama ibu menyambut kelahiran bayi, ayah
berkesempatan mmembisikan asma Allah melalui Adzan ditelinga bayi
atau membisikkan doa-doa yang baik. Ayah dan ibu berkesempatan
melihat proses IMD. Ini merupakan pengalaman bati yang sangat indah
bayi ayah, ibu dan bayi.
6. Pentingnya Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri
Pentingnya kontak kulit dan menyusu sendiri dalam satu jam pertama
diantaranya adalah :
a. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak
mencari payudara. Hal ini dapat menurunkan kematian karena
kedinginan (hipotermi).
b. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi
lebih stabil.
c. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit
ibunya dan akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri “baik” di kulit
ibu. Bakteri “baik” ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit
dan usus bayi.
d. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan bayi dapat tidur
dalam waktu yang lama.
e. Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal
dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu
f.Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu
eksklusif dan akan lebih lama disusui.
g. Hentakkan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di putting susu
dan sekitarnya, hisapan, dan jilatan bayi pada putting ibu merangsang
pengeluaran hormon oksitosin.
h. Bayi mendapatkan kolostrum (ASI yang pertama kami keluar).
i.Ibu dan ayah akan merasakan sangat bahagia bertemu dengan bayinya
untuk pertama kali dalam kondisi sepert ini dan ayah mendapat
kesempatan mengazankan anaknya didada ibunya.
7. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini
Penghambat terjadinya kontak kulit ibu dengan kulit bayi yaitu :
a. Bayi kedinginan
Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan
sang ibu. Suhu payudara ibu meningkat 0,50C dalam dua menit jika bayi
diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman
tahun 2005 ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 10
C lebih panas dari pada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi
yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada akan turun 10 C,
jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 20C untuk
menghangatkan bayi. Dada ibu yang melahirkan merupakan tempat
b. Ibu lelah untuk segera menyusui bayinya setelah melahirkan
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah
lahir. Keluarnya oksigen saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
menyusu dini membantu menenangkan ibu.
c. Kurang tersedianya tenaga kesehatan
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya.
Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah dan keluarga
terdekat untuk menjaga bayi sambil memberikan dukungan pada ibu.
d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk
Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan keruangan pulih atau
kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan
usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.
e. Ibu harus dijahit
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara. Yang
dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.
f. Suntikan vitamin K dan salep mata untuk mencegah penyakit gonore
(gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir.
Tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam
sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.
g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan di ukur
Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas
badan bayi. Selain itu kesempatan Vernix meresap, melunakkan, dan
lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal
selesai.
h. Bayi kurang siaga
Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang
diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan
bantuan lebih untuk bonding.
i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga
diperlukan cairan lain.
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi
dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada
saat itu. Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi.
Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru
lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih
muda.
8. Persiapan Melakukan Inisiasi Menyusi Dini Persiapan melakukan inisiasi menyusui dini:
a. Mengadakan pertemuan pimpinan rumah sakit, dokter spesialis
kandungan dan kebidanan, dokter anak, dokter anastesi, bidan, tenaga
kesehatan, yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar ibu.
b. Melatih tenaga kesehatan terkait dapat menolong, mendukung ibu
c. Ibu hamil melakukan pertemuan dengan tenaga kesehatan bersama orang
tua, membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusui
yang benar, IMD temasuk Inisiasi menyusui dini pada kelahiran dengan
obat-obatan atau tindakan.
d. Rumah sakit ibu sayang bayi, IMD termasuk dari langkah keberhasilan
ibu menyusui.
9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Menyusu Dini
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari pihak
luar. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
antara lain :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya
1) Pengetahuan : hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Seorang ibu akan
melakukan IMD jika mengetahui bagaimana pentingnya IMD,
keluarga atau petugas kesehatan menyarankan IMD.
2) Sikap : merupakan penerapan perilaku dari hasil tahu yang didapat ibu
mengenai IMD.
3) Kepercayaan : merupakan tradisi di masyarakat tentang IMD.
Sebagian masyarakat masih ada yang menganggap bahwa cairan
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan. Sarana tersebut dapat berupa ruang untuk IMD
bagi ibu.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau keluarga, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku kesehatan. Peran petugas yang
mendukung atau keluarga yang tidak mendukung begitu pula sebaliknya
sangat mempengaruhi sikap ibu dalam IMD. Jika dapat terkondisi peran
petugas dan keluarga yang mendukung IMD maka jelas ibu akan
berperilaku IMD.
Faktor-faktor predisposisi dan faktor pendorong yang dapat berhubungan
dengan IMD di bawah ini yang dijadikan sebagai variabel bebas
(independen) dalam penelitian ini yaitu : pengetahuan, pendidikan,
dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
(Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan biasanya berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Pengetahuan yang baik sangat mempengaruhi pola pikir
seseorang, karena semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin
informasi serta menerapkannya dengan mudah dalam kehidupan
sehari-hari, karena dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek sehingga dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang yang diketahui
tersebut.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Pengetahuan yang ingin diketahui atau
diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas
(Notoatmodjo, 2012). Hasil pengukuran pengetahuan dapat
diinterpretasikan sebagai berikut :
1) Baik, jika skor jawaban >75%
2) Cukup, jika skor jawaban 56-75%
3) Kurang, jika skor jawaban <56%.
b. Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan memihak (favorabel) maupun perasaan tidak memihak (unfavorabel) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik sikap dapat juga di artikan sebagai derajat efek positif atau afek
negatif terhadap suatu objek psikologis.
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan
sebagainya). Dapat dikatakan juga bahwa sikap itu suatu sindrom atau
kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan Skala Likert.
Pernyataan positif pada jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 5, Setuju
(S) diberi skor 4, ragu-ragu (RR) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi
skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, sedangkan untuk
pernyataan negatif pada jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, Setuju
(S) diberi skor 2, ragu-ragu (RR) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi
skor 4 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 5. Setelah semua data
terkumpul dari hasil kuesioner responden dikelompokkan sesuai dengan
sub variabel yang diteliti. Jumlah jawaban responden dari masing-masing
pernyataan dijumlahkan dan dihitung menggunakan skala likert (Azwar,
2011).
Untuk mengetahui sikap responden dengan menggunakan skor T
(Azwar, 2011). Rumus skor T adalah :
Skor T = 50 + 10
¿¿
Keterangan :
Xi : skor responden
X ^ ¿
¿ : nilai rata-rata kelompok
Kemudian untuk mengetahui kategori sikap responden dicari median
nilai (mean T) dalam kelompok maka akan diperoleh :
Sikap responden positif, bila skor T responden > mean T
Sikap responden negatif, bila skor T responden < mean T (Azwar, 2011)
c. Petugas Kesehatan
Petugas/Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
(UU RI No.23/92, I). Sikap petugas kesehatan dari berbagai tingkat
pelayanan petugas kesehatan yang kurang mengikuti perkembangan ilmu
dokter tentang praktek IMD dan pemberian kolostrum serta ASI terdapat
kecenderungan pelayanan petugas kesehatan yang kurang
menggembirakan terutama penanggung jawab ruang bersalin dan
perawatan di rumah sakit yang belum mengupayakan agar ibu bersalin
mampu memberikan kolostrum kepada bayinya, melainkan langsung
memberikan susu botol kepada bayi baru lahir. PP-ASI adalah
peningkatan pemberian ASI termasuk kolostrum dimana menitikberatkan
pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk mendukung ibu
menyusui dalam melaksanakan tugas sesuai kodratnya. Petugas
kesehatan juga memerlukan sikap yang mendukung terhadap menyusui
yang didapat melalui pengalaman dan pengertian mengenai berbagai
membangun kembali kebudayaan menyusui dengan menmgkatkan sikap
positif yang sekaligus dapat menjadi teladan bagi wanita lainnya.
B. KERANGKA KONSEP
Variabel Independen Variabel Dependen
IMD Pengetahuan Ibu
1. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan praktek IMD
pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota
Lubuklinggau Tahun 2018.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan praktek IMD pada
bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota
Lubuklinggau Tahun 2018.
2. Ho : Tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan praktek IMD pada bayi
baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Tahun 2018.
Ha : Ada hubungan antara sikap ibu dengan praktek IMD pada bayi baru
lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Tahun 2018.
3. Ho : Tidak ada hubungan antara dukungan Petugas Kesehatan dengan
praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.
Ho : Ada hubungan antara dukungan Petugas Kesehatan dengan praktek
IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota
Lubuklinggau. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2018
B. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
secara deskriktif correlational dengan menggunakan desain cross-sectional. Menurut Hidayat, (2012) desain cross-sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersama
(sekali waktu) antara faktor resiko (pendidikan, pengetahuan dan sikap) atau
variabel independen dengan efek atau variabel.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Hidayat, 2012).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu nifas < 40 hari yang hari
tafsiran persalinannya pada bulan Juni-Juli tahun 2018 yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Megang Lubuklinggau Kota Lubuklinggau tahun
2018 sebanyak 55 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2012).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik total sampling yaitu teknik pengumpulan sampel dimana seluruh jumlah populasi dijadikan sampel sebanyak 55 orang
ibu nifas < 40 hari.
D. Teknik Pengumpulan Data a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengolahannya (Siregar, 2011). Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari data yang sudah ada meliputi data jumlah
Cakupan ASI Eksklusif di dalam data laporan tahunan di Wilayah Kerja
Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau.
b. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
langsung dari sumber pertama, atau tempat objek pebnelitian dilakukan
(Siregar, 2011). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
membagikan kuesioner atau dengan wawancara kepada seluruh ibu hamil
berada di wilayah kerja Puskesmas Megang Lubuklinggau Kota
Lubuklinggau tahun 2018 yaitu di 2 BPM, 2 puskesmas pembantu, 10
posyandu dan Puskesmas Megang untuk mendapatkan data tentang
pengetahuan, sikap dan dukungan petugas kesehatan.
E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan dengan bantuan komputer
dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing data (pemeriksaan data)
Yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para
pengumpul data.
b. Coding data (pengkodean data)
Yaitu mengklasifikasi jawaban-jawaban dari para responden
kedalam katagori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
c. Tabulating
Yaitu data-data yang telah diberi kode selanjutnya dijumlah,
disusun dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
d. Entry data (pemasukan data)
Yaitu memasukan data ke dalam program komputer untuk analisis
e. Cleaning
Cleaning adalah melakukan proses pembersihan data. Kegiatan ini merupakan pengecekan kembali data yang sudah diproses apakah ada
kesalahan atau tidak masing-masing variabel yang sudah diproses
sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.
2. Teknik Analisa Data
a. Analisis Univariat.
Analisa univariat adalah seluruh variabel yang akan digunakan
dalam analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi, analisa univariat
untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen
dan independen.
b. Analisis Bivariat.
Analisis bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen secara
bersamaan dengan menggunakan analisa statistic chi-square (χ2), dengan derajat kemaknaan (α) 5%, dan tingkat signifikan 95% sedangkan untuk
mengetahui keeratan hubungan antar variabel menggunakan uji
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian a. Geografi
Puskesmas Megang merupakan satu-satunya puskesmas yang ada
di Kecamatan Lubuklinggau Utara II. Puskesmas Megang berada di jalan
Nangka Lintas RT. 01 Kelurahan Ponorogo yang berjarak ± 700 m dari
Jalan Raya Lintas Sumatera.
Wilayah kerja Puskesmas Megang meliputi sepuluh kelurahan
yang berada dalam Kecamatan Lubuklinggau Utara meliputi Kelurahan
Ponorogo, Kelurahan Megang, Kelurahan Puncak Kemuning, Kelurahan
Jogoboyo, Kelurahan Kali Serayu, Kelurahan Batu Ruip, Kelurahan
Senalang, Kelurahan Kenanga, Kelurahan Pasar Satelit dan Kelurahan
Ulak Surung.
Wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau ini
berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Lubuklinggau Utara I
Sebelah Selatan : Kecamatan Lubuklinggau Selatan I
Sebelah Timur : Kecamatan Lubuklinggau Timur I
Sebelah Barat : Kecamatan Lubuklinggau Barat I
b. Demografi
Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota
Lubuklinggau tidak merata. Jumlah penduduk pada tahun 2017
berjumlah 38.960 jiwa dengan kepadatan penduduk per kilometer persegi
sebesar 3 km2. Kepadatan tertinggi ada di kelurahan Puncak Kemuning
(4791 jiwa), kelurahan Ulak Surung (4617 jiwa), kelurahan Kenanga
(4586 jiwa), sedangkan kepadatan terendah di kelurahan Kali Serayu
(1784 jiwa).
2. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap ibu nifas di wilayah Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau. Tahap persiapan meliputi : konsultasi dengan
pembimbing, studi pustaka untuk menemukan penelitian di lapangan,
melakukan survey awal, merumuskan masalah yang ditemukan di tempat
penelitian, melakukan penyusunan metode penelitian dan instrumen
penelitian.
Selanjutnya penelitian ini diawali dengan pengurusan izin ke instansi
pendidikan. Dari pihak akademik mendapatkan Surat Pengantar yang
ditujukan untuk Kantor Kesbangpollinmas Kota Lubuklinggau, Dinas
Kesehatan Kota Lubuklinggau, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pindu (DPMPTSP) Kota Lubuklinggau dan Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau. Peneliti kemudian menyerahkan surat
rekomendasi ke masing-masing instansi yang dituju. Selanjutnya dari
rekomendasi yang ditujukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pindu (DPMPTSP) Kota Lubuklinggau dan Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau, sedangkan dari Dinas Kesehatan Kota
Lubuklinggau mendapatkan surat rekomendasi yang ditujukan untuk
Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau. Sedangkan dari pihak Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau mengeluarkan surat izin penelitian dan surat
selesai penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 Juli sampai dengan 14
Agustus 2018. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik
total sampling yaitu ibu nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Megang Lubuklinggau sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 55
orang. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada ibu
nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lubuklinggau selama 1
minggu yaitu dimulai dari tanggal 30 Juli 2018 sampai tanggal 8 Agustus
2018.
Setelah data terkumpul, dilakukan editing data untuk memastikan
bahwa data yang diperoleh benar-benar sesuai, selanjutnya dilakukan
rekapitulasi data kemudian dianalisa menggunakan analisis univariat yaitu
untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel baik
variabel bebas maupun variabel terikat dan analisis bivariat yaitu untuk
3. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi
pengetahuan, sikap dan dukungan petugas kesehatan sebagai variabel
independen serta inisiasi menyusu dini sebagai variabel dependen. Setelah
penelitian dilaksanakan maka diperoleh data sebagai berikut :
a. Distribusi Frekuensi pelaksanaan IMD pelaksanaan IMD pada Bayi Baru
Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera
Selatan
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
No Inisiasi Menyusu Dini Frekuensi Persentase (%) 1
2
Tidak Ya
35 20
63,6 36,4
Jumlah 55 100,0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden,
jumlah terbanyak terdapat pada responden yang tidak memberikan
b. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang pelaksanaan IMD pada
Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Sumatera Selatan
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Sumatera Selatan
No Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase (%)
1
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden,
jumlah terbanyak terdapat pada responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kurang yaitu sebanyak 56,4%.
c. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru
Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera
Selatan
Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera
Selatan
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
1
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden,
jumlah terbanyak terdapat pada responden yang mempunyai sikap negatif
d. Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan terhadap Ibu tentang
pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Dukungan Petugas Kesehatan terhadap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
No Dukungan Petugas Kesehatan Frekuensi Persentase (%) 1
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 55 responden,
jumlah terbanyak terdapat pada responden yang petugas kesehatannya
tidak memberikan dukungan yaitu sebanyak 67,3%.
4. Analisis Bivariat
a. Hubungan pengetahuan ibu dengan praktek Inisiasi Menyusu Dini pada
bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Tahun 2018
Tabel 6.
Hubungan pengetahuan ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Berdasarkan tabel silang antara pengetahuan dengan inisiasi
menyusu dini di atas diketahui bahwa dari 31 orang yang berpengetahuan
kurang terdapat 26 orang (83,9%) yang tidak memberikan inisiasi
menyusu dini dan 5 orang (16,1%) yang memberikan inisiasi menyusu
dini, dari 14 orang yang berpengetahuan cukup terdapat 7 orang (50,0%)
yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini dan 7 orang (50,0%) yang
memberikan inisiasi menyusu dini, sedangkan dari 10 orang yang
berpengetahuan baik terdapat 2 orang (20,0%) yang tidak memberikan
inisiasi menyusu dini dan 8 orang (80,0%) yang memberikan inisiasi
menyusu dini.
Setelah dilakukan uji statistik dengan Pearson Chi-square, maka diperoleh nilai 2 = 14,839 dengan = 0,001 < (0,05) berarti
signifikan, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada
hubungan pengetahuan ibu tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini
dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas
Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.
Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai C = 0,461 dengan ρ = 0,001 < α = 0,05 berarti signifikan, maka dapat diketahui bahwa nilai C
= 0,461 tersebut tidak terlalu jauh dengan nilai Cmax = 0,707, yang berarti
bahwa hubungan pengetahuan ibu dengan praktek menyusu dini
b. Hubungan sikap ibu dengan praktek Inisiasi Menyusu Dini pada bayi
baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Tahun 2018
Tabel 7.
Hubungan sikap ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Tahun 2018
Sikap
Inisiasi Menyusu
Dini Total
ρ C
Tidak Ya
F % F % F %
Negatif 25 86,2 4 13,8 29 100
11,521 0,001 0,444 Positif 10 38,5 16 61,5 26 100
Berdasarkan tabel silang antara sikap ibu dengan inisiasi menyusu
dini di atas diketahui bahwa dari 29 orang yang mempunyai sikap negatif
terdapat 25 orang (86,2%) yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini
dan 4 orang (13,8%) yang memberikan inisiasi menyusu dini, sedangkan
dari 26 orang yang mempunyai sikap positif terdapat 10 orang (38,5%)
yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini dan 16 orang (61,5%) yang
memberikan inisiasi menyusu dini
Setelah dilakukan uji statistik dengan continuity correction, maka diperoleh nilai 2 = 11,521 dengan = 0,001 < (0,05) berarti
signifikan, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada
hubungan sikap ibu dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah
Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.
= 0,444 tersebut tidak terlalu jauh dengan nilai Cmax = 0,707, yang berarti
bahwa hubungan sikap ibu dengan praktek menyusu dini termasuk ke
dalam kategori hubungan sedang.
c. Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan praktek Inisiasi Menyusu
Dini pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota
Lubuklinggau Tahun 2018
Tabel 8.
Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau
Tahun 2018
Dukungan Tenaga Kesehatan
Inisiasi Menyusu
Dini Total
ρ C
Tidak Ya
F % F % F %
Tidak
Mendukung 29 78,4 8 21,6 37 100 8,760 0,003 0,402 Mendukung 6 33,3 12 66,7 18 100
Berdasarkan tabel silang antara dukungan tenaga kesehatan dengan
inisiasi menyusu dini di atas diketahui bahwa dari 37 orang yang tidak
mendapat dukungan dari tenaga kesehatan terdapat 29 orang (78,4%)
yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini dan 8 orang (21,6%) yang
memberikan inisiasi menyusu dini, sedangkan dari 18 orang yang
mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan terdapat 6 orang (33,3%)
yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini dan 12 orang (66,7%) yang
memberikan inisiasi menyusu dini.
maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan dukungan
tenaga kesehatan dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah
Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.
Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai C = 0,402 dengan ρ = 0,001 < α = 0,05 berarti signifikan, maka dapat diketahui bahwa nilai C
= 0,402 tersebut tidak terlalu jauh dengan nilai Cmax = 0,707, yang berarti
bahwa hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan praktek menyusu
dini termasuk ke dalam kategori hubungan sedang.
B. Pembahasan
1. Gambaran pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 responden,
jumlah terbanyak merupakan responden yang tidak mempraktekkan pemberian
inisiasi menyusu dini yaitu 63,6%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak
ibu nifas yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam setelah
melahirkan pada bayinya yang dikarenakan belum adanya kemauan dan
motivasi yang besar serta kurangnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya
melakukan inisiasi menyusu dini.
Hasil penelitian juga diperoleh responden telah mempraktekkan
pemberian inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam setelah melahirkan yaitu
sebanyak 36,4%. Ibu nifas yang telah mempraktekkan pemberian inisiasi
kesadaran mengenai pentingnya memberikan inisiasi menyusu dini sebelum
bayi berusia 1 jam pasca kelahiran.
Menurut Kemenkes R (2014), inisiasi menyusu dini (early initation) adalah proses menyusu dimulai secepatnya segera setelah lahir. IMD dilakukan
dengan cara kontak kulit antara bayi dengan ibunya segera setelah lahir dan
berlangsung minimal satu jam atau proses menyusu pertama selesai (apabila
proses menyusu pertama lebih dari satu jam). Selain itu inisiasi mempunyai
banyak keuntungan, hal ini dikarenakan pada waktu inisiasi menyusu dini
tubuh bayi menempel pada dada ibu. Suhu dada ibu yang baru bersalin dapat
meneysuaikan dengan suhu tubuh bayi. Jika bayi ekdinginan, suhu dada ibu
otomatis naik dua derajat untuk menghangatkan bayi sehingga dapat mencegah
risiko hipotermia. Jika bayi kepanasan, suhu dada ibu otomatis turun satu derajat untuk mendingikan bayi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Haerunnisa (2012) tentang
gambaran pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Pertiwi Makassar yang menunjukkan bahwa pelaksanaan inisiasi menyusu di
RSA Pertiwi Makassar dari 30 persalinan hanya 3 persalinan (10%) yang
melakukan IMD sedangkan 27 persalinan (90%) tidak melakukan IMD.
2. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dari 55 ibu nifas di wilayah
pengetahuan tergolong kurang tentang pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir
yaitu berjumlah 31 orang (56,4%). Hal ini berarti bahwa masih banyak ibu
nifas yang belum mengetahui mengenai pentingnya mempraktekkan pemberian
inisiasi menyusu dini sebelum bayi berusia 1 jam setelah kelahirannya
dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu akibat dari ibu tidak mendapatkan
informasi mengenai IMD. Kurangnya informasi mengenai IMD tersebut
disebabkan ibu kurang aktif untuk mengikuti kegiatan kelas ibu hamil yang
diselenggarakan oleh pihak puskesmas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu belum
memperoleh informasi tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini yang
ditunjukkan dengan pengetahuan yang kurang. Pengetahuan ibu yang kurang
ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu pendidikan, informasi atau media
masa, sosial budaya dan ekonomi, faktor lingkungan, pengalaman dan usia ibu.
Tingkat pendidikan ibu yang tergolong rendah yaitu hanya berpendidikan SD
dan SMP mengakibatkan ibu lebih sulit untuk menyerap pengetahuan. Status
sosial ekonomi yang tergolong endah mengakibatkan ibu tidak mempunyai
fasilitas yang cukup untuk mengakses informasi.
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan biasanya berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Pengetahuan yang baik sangat mempengaruhi pola pikir
tinggi pula kemampuan dan kesadaran mereka dalam menerima informasi serta
menerapkannya dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan
sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek sehingga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
yang diketahui tersebut.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muthoharoh (2017) tentang gambaran pengetahuan ibu bersalin tentang inisiasi
menyusu dini (IMD) di Desa Gempol Pading Kecamatan Pucuk Lamongan
yang menunjukkan bahwa kebanyakan responden berpengetahuan kurang yaitu
6 ibu bersalin (50%) responden yang berada di BPS Yusfa F.Zuhdi, Amd. Keb.
di Desa Gempol pading Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.
3. Gambaran Sikap Ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dari 55 ibu nifas di wilayah
kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau sebagian besar yang mempunyai
sikap yang negatif tentang pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir yaitu
berjumlah 29 orang (52,7%). Hal ini berarti bahwa masih banyak ibu nifas
yang mempunyai sikap yang tidak mendukung dalam pelaksanaan inisiasi
menyusu dini dalam 1 jam pertama kehidupan bayi baru lahir. Sikap ibu yang
tidak mendukung dikarenakan ibu mempunyai anggapan bahwa apabila ASI
nya belum maka sebaiknya diberikan susu formula sehingga tidak perlu repot
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sikap yang negatif
mengindikasikan bahwa faktor pembentukan sikap ibu untuk pemberian
inisiasi menyusu dini kurang kondusif untuk membentuk sikap ibu dalam
pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Hal ini juga berhubungan dengan
pengetahuan responden yang kurang baik tentang pelaksanaan inisiasi menyusu
dini. Sikap yang negatif terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini dalam 1
jam kehidupan pasca kelahiran akan berdampak pada bayi dan ibu seperti
lambatnya pengeluaran kolostrum yang penting untuk kelangsungan hidupnya.
Kolostrum kaya akan zat kekebalan tubuh terhadap infeksi. Kolostrum juga
mengandung faktor pertumbuhan yang membantu mematangkan lapisan
pelindung dinding usus bayi dan melindungi bayi dari risiko alergi. .
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ernawati (20173) tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap ibu
hamil tentang inisiasi menyusu dini (IMD) di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta
yang menunjukkan bahwa terdapat 18 orang (20,9%) yang mempunyai sikap
yang negatif tentang inisiasi menyusu dini.
4. Gambaran dukungan petugas kesehatan terhadap ibu tentang pelaksanaan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dari 55 responden, jumlah
tertinggi terdapat pada responden yang tidak mendapatkan dukungan dari
petugas kesehatan yaitu sebanyak 67,3%. Hal ini berarti bahwa dukungan yang
masih dirasakan kurang ditunjukkan dari pernyataan ibu dalam kuesioner yang
lebih banyak memilih tidak dalam jawaban kuesionernya mengenai dukungan
petugas kesehatan.
Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Petugas kesehatan juga berperan pada pengembangan
masyarakat di bidang kesehatan. Peranan tenaga kesehatan ini memberi tahu
pentingnya pelaksanaan inisiasi menyusu dini, kerugian apabila tidak
dilakukan inisiasi menyusu dini dan manfaat bagi ibu dan bayi bila inisiasi
menyusu dini dilakukan pada saat 1 jam pertama kehidupan bayi.
Sikap petugas kesehatan dari berbagai tingkat pelayanan petugas
kesehatan yang kurang mengikuti perkembangan ilmu dokter tentang praktek
IMD dan pemberian kolostrum serta ASI terdapat kecenderungan pelayanan
petugas kesehatan yang kurang menggembirakan terutama penanggung jawab
ruang bersalin dan perawatan di rumah sakit yang belum mengupayakan agar
ibu bersalin mampu memberikan kolostrum kepada bayinya, melainkan
langsung memberikan susu botol kepada bayi baru lahir. Dukungan tenaga
kesehatan pada pelaksanaan IMD tentu saja bergantung pada pengetahuan dan
keterampilan mereka tentang proses IMD itu sendiri. Keterampilan teknis yang
baik kemudian akan mendorong sikap yang positif di antara tenaga kesehatan
untuk melakukan IMD (Novianti, 2016).
Hasil penelitian ini Raharjo (2014) tentang profil ibu dan peran bidan
bahwa peran bidan dalam program inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif
yang masih tergolong kurang terdapat 94 orang (47,0%).
5. Hubungan pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini dengan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Pearson Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan praktek IMD pada bayi baru
lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Tahun 2018.
Hal ini juga ditunjukkan dari hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan
inisiasi menyusu dini yaitu dari 31 orang yang berpengetahuan kurang terdapat
26 orang (83,9%) yang tidak memberikan inisiasi menyusu, sedangkan dari 10
orang yang berpengetahuan baik terdapat 8 orang (80,0%) yang memberikan
inisiasi menyusu dini.
Hasil penelitian juga terlihat 5 orang (16,1%) responden yang
mempunyai pengetahuan kurang tetapi melaksanakan inisiasi menyusu dini.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa selain pengetahuan masih
terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi seseorang agar mau
melaksanakan inisiasi menyusu dini. Tindakan responden melaksanakan
inisiasi menyusu dini dikarenakan responden telah mempunyai sikap yang
positif yaitu ibu menyatakan bahwa IMD penting dilakukan untuk bayinya, ibu
menyatakan bahwa dengan IMD dapat memperlancar kelancaran ASI, selain
itu responden juga mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan agar mau
melaksanakan inisiasi menyusu dini pada saat 1 jam pertama kehidupan bayi
yaitu petugas kesehatan melakukan rawat gabung kepada ibu dan bayinya agar
bayi baru lahir di atas dada ibu dan dibiarkan mencari putting susu ibunya
sendiri.
Hasil penelitian ini juga ditemukan dari 2 orang (20,0%) yang
berpengetahuan baik tetapi tidak melakukan inisiasi menyusu dini. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan ibu dalam pemberian inisiasi menyusu dini, melainkan terdapat
juga faktor lain yang ikut berperan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini,
seperti ibu mengalami masalah dalam menyusui sehingga ibu tidak bisa
memberikan ASInya ketika bayi sedang membutuhkan, kurangnya dukungan
tenaga kesehatan yaitu tenaga kesehatan tidak melakukan rawat gabung kepada
ibu dan bayinya serta petugas kesehatan tidak langsung meletakkan bayi baru
lahir di atas dada ibunya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2010) yang
menyatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti si subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menemukan
pengetahuan baru pada subjek tertentu. Selanjutnya menimbulkan respon batin
dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahuinya. Dan objek
yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut, akan menimbulkan
respon yang lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan atau sehubungan dengan
stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.
Dimana seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu
mengetahui makna stimulus yang diterimanya dengan kata lain, tindakan
pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang suatu hal akan menghambat
perkembangan aktifitas seseorang terhadap perubahan hidup sehat.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohamad
(2015) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan inisiasi
menyusu dini oleh bidan di Rumah Sakit Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan pelaksanaan inisiasi menyusu dini.
6. Hubungan sikap ibu tentang inisiasi menyusu dini dengan IMD pada Bayi Baru Lahir di wilayah kerja Puskesmas Megang Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Pearson Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan sikap ibu tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini
dengan praktek IMD pada bayi baru lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Megang
Kota Lubuklinggau Tahun 2018. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil tabulasi
silang antara sikap dengan inisiasi menyusu dini yaitu dari 29 orang yang
mempunyai sikap negatif terdapat 25 orang (86,2%) yang tidak memberikan
inisiasi menyusu, sedangkan dari 26 orang yang mempunyai sikap positif
terdapat 16 orang (61,5%) yang memberikan inisiasi menyusu dini.
Hasil penelitian juga terlihat 4 orang (13,8%) responden yang
mempunyai sikap yang negatif tetapi melaksanakan inisiasi menyusu dini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain sikap masih terdapat faktor lain
yang dapat mempengaruhi seseorang agar mau melaksanakan inisiasi menyusu
dini. Tindakan responden melaksanakan inisiasi menyusu dini dikarenakan
responden telah mempunyai pengetahuan yang baik dalam pemberian inisiasi
yaitu dengan kontak kulit antara bayi dan ibunya setelah bayi lahir, ibu segera
memberikan ASI apabila bayinya menangis. Selain itu responden juga
mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan agar mau melaksanakan inisiasi
menyusu dini pada saat 1 jam pertama kehidupan bayi yaitu petugas kesehatan
telah melakukan rawat gabung kepada ibu dan bayinya agar memudahkan ibu
menyusui bayinya, petugas kesehatan langsung meletakkan bayi baru lahir di
atas dada ibu dan dibiarkan mencari putting susu ibunya sendiri.
Hasil penelitian ini juga ditemukan dari 10 orang (38,5%) yang
mempunyai sikap yang positif tetapi tidak melakukan inisiasi menyusu dini.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap juga bukan merupakan satu-satunya faktor
yang menentukan ibu dalam pemberian inisiasi menyusu dini, melainkan
terdapat juga faktor lain yang ikut berperan dalam pelaksanaan inisiasi
menyusu dini, seperti ibu mengalami masalah dalam menyusui sehingga ibu
tidak bisa memberikan ASInya ketika bayi sedang membutuhkan dan
kurangnya dukungan dari tenaga kesehatan untuk mendorong ibu agar mau
memberikan inisiasi menyusu dini sesegera mungkin yaitu tenaga kesehatan
belum melakukan rawat gabung kepada ibu dan bayinya, petugas kesehatan
belum memberikan penyuluhan tentang IMD pada saat ibu hamil dan petugas
kesehatan tidak meletakkan bayi baru lahir di atas dada ibunya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2010) yang
menyatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti si subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menemukan