• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebab akibat konflik batin tokoh gigih dalam membela warsi dalam novel centeng matahari malam hari karya Veven SP. Wardhana : analisis psikologi sastra - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sebab akibat konflik batin tokoh gigih dalam membela warsi dalam novel centeng matahari malam hari karya Veven SP. Wardhana : analisis psikologi sastra - USD Repository"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

(ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Disusun oleh EKO PRIYANTO

NIM: 004114057

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Suatu saat nanti kebahagian itu akan datang bersama terbitnya sang surya yang memberi terang di dunia ini, jangan kau hentikan langkah hidupmu, karena hanya dengan semangat hidupmu kebahagiaan dan kedamaian akan datang menghampiri...

"Kawan, jangan kau pernah menyerah dengan rintangan yang kau hadapi.

Teruslah berusaha untuk wujudkan mimpi-mimpi indahmu menjadi nyata..”.

Skripsi ini kupersembahkan:

Kepada kedua orang tuaku yang

telah berjuang untukku dan memberi

dorongan semangat dalam hidupku.

(5)

PERNYATAAN KEASLLAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta... Penulis

Eko Priyanto

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan berkat dan anugerah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Sebab-Akibat Konflik Batin Tokoh Gigih dalam Membela Warsi dalam Novel Centeng Matahari Malam Hari Karya Veven SP. Wardhana (Analisis Psikologi Sastra)” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata I (S-1), Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, bantuan, dan dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini dan semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

1. Bapak Drs.B. Rahmanto, M.Hum, selaku ketua Jurusan Sastra Indonesia dan dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh kesabaran, meluangkan waktunya untuk mengoreksi skripsi ini hingga selesai.

(7)

3. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M.S., Bapak Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Ibu Dra.FR. Tjandrasih Adji, M.Hum., atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma atas pelayanannya dalam bidang administrasi.

5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan yang terbaik bagi penulis selama kuliah dan dalam proses penyusunan skripsi.

6. Kedua orang tuaku yang tercinta Bapak R. Heri Santoso, Ibu Lucia Supartini, dan adikku Theodorus Sony Prihandito yang telah mendoakan, memberi dorongan semangat agar penulis bisa menyelesaikan skripsi.

7. Semua sahabat-sahabatku, Suryadi, Ika, Sigit, Hendro, Widha, Ami, terima kasih atas persahabatan yang telah terjalin selama ini. spesial buat Yohanes Hadi Prasetyo (Joe) (alm) yang telah memberikan insiprasi dan semangat untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua teman-temanku, Agung Istanto, Fx Dwiantoro Wismayanto, Gesta, Yuni, Helen, Ferdianto, atas segala dorongan semangat sehingga skripsi ini bisa selesai.

9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2000, terima kasih atas kebersamaannya selama ini dan selalu memberikan dukungan serta semangat selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

(8)

10. Ucapan terima kasih spesial untuk Retno Susiati yang telah memberi insiprasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada Hanna (Psikologi O1), Tiyok (SING 02) yang memberi dorongan semangat dan bantuannya sehingga skripsi ini bisa selesai. Terima kasih spesial buat Emmy yang telah memberikan inspirasi dan mendoakan sehingga skripsi ini bisa selesai.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan segala bentuk rangkaian kegiatan serta pengalaman yang didapatkan penulis di Universitas Sanata Dharma.

Namun, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Skripsi ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Yogyakarta,

Penulis

(9)

ABSTRAK

Priyanto, Eko. 2007. Sebab-Akibat Konflik Batin Tokoh Gigih dalam Membela Warsi dalam Novel Centeng Matahari Malam Hari Karya Veven SP Wardhana Suatu Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra.Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji sebab-akibat konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel Centeng Matahari Malam Hari karya Veven S.P. Wardhana. Penelitian ini bertujuan pertama, mendeskripsikan struktur novel Centeng Matahari Malam Hari yang berupa tokoh dan latar. Kedua mendeskripsikan sebab-akibat konflik batin tokoh Gigih dan akibat psikis yang dialaminya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Langkah yang dilakukan oleh penulis adalah pertama, menganalisis novel Centeng Matahari Malam Hari secara struktural yaitu analisis terhadap tokoh dan latar. Kedua, menggunakan hasil analisis pertama untuk menganalisis sebab-akibat konflik batin yang dialami oleh tokoh Gigih dan sebab-akibat psikis yang dialaminya.

Hasil dari analisis struktural berupa tokoh dan latar. Tokoh utama adalah Gigih. Tokoh tamabahannya adalah Warsi, Ida, Lu Guan (nama lain Wawan), Mariani. Latar tempat yang dominan adalah di wisma “Sawunggaling.” Latar waktu adalah dini hari, sore, malam, siang, jam 11 siang, menjelang isya. Latar sosial adalah masyarakat prostitusi kota Yogyakarta.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyebab konflik batin Gigih adalah konflik batin karena Gigih seorang centeng, konflik batin karena Warsi belum mau meninggalkan kompleks prostitusi, konflik batin karena Warsi menderita penyakit menular, konflik batin karena Warsi menolak meninggalkan kompleks prostitusi.

Konflik batin Gigih ini mengakibatkan kecemasan. Konflik batin dapat diselesaikan oleh Gigih dengan didominasi kemenangan dari super ego.

(10)

ABSTRACK

Priyanto, Eko. 2007. The Result-Cause Inner Conflict of Character Gigih In Supporting Warsi In Novel Centeng Matahari Malam Hari By Veven S.P Wardhana A Literatur Psychological Approach. Thesis. Yogyakarta. Indonesian Letters. Letter Faculty. Sanata Dharma University.

The Research tries to explore the result-cause inner conflict of character Gigih in supporting Warsi in novel Centeng Matahari Malam Hari by Veven S.P Wardhana. The first aim of this reseach is to describe the structure of the novel which are appeared in characterization and setting. The second is to describe the result-cause inner conflict of Character Gigih and the psychological effect from it.

This research uses psychological literary approach. Research uses describe analytical method. The first step taken by the writer in the analyze the novel structurally by analizing the characters and setting. The second is using the result of the first analysis to analiz Gigih,s The result-cause inner conflict and the effects from it.

The result of the structural analysis are the characters and setting. The main character is Gigih. The minor character are Warsi, Ida, Lu Guan (a.k.a Wawan), aand Mariani. The dominan setting of place in the novel is wisma “Sawunggaling.” Setting of time are it dawn, evening, night, noon, about 11 a.m, and dusk. The social setting of the suburban prostitusion Yogyakarta.

The concluion of the research is that causing inner conflict Gigih is inner conflict because Gigih is centeng, inner conflict because Warsi not yet want to leave behind kompleks prostitusion, inner conflict because Warsi to suffer contagious sick, inner conftidt because Warsi refuse to leave behind kompleks prostitusion.

The inner conflict Gigih resulting anxious. Finally Gigih can solve his inner conflict by winning his super ego.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah... 3

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

5. Landasan ... 4

5.1 Teori Struktural... 4

5 5.1 Tokoh ... 5

5.1.2 Latar ... 7

5.2 Psikologi Sastra ... 8

5.2.1 Konflik Batin... 10

(12)

5.2.2 Teori Psikoanalisis Sigmund ... 11

6. Metode Penelitian ... 13

6.1 Penelitian Pustaka ... 13

6.2 Pendekatan ... 13

6.3 Metode ... 13

6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 14

7. Sumber Data ... 14

8. Sistematika Penyajian15 BAB II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN LATAR YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH 2.1 Analisis Unsur Tokoh ... 16

2.1.1 Tokoh Utama: Gigih... 17

2.1.2 Tokoh Tambahan... 22

2.1.2.1 Tokoh Warsi... 22

2.1.2.2 Tokoh Ida ... 23

2.1.2.3 Tokoh Wawan ... 24

2.1.2.4 Tokoh Mariani... 25

2.2 Analisis Unsur Latar ... 25

2.2.1 Latar Tempat ... 26

2.2.2 Latar Waktu ... 35

2.2.3 Latar Sosial... 37

(13)

BAB III ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH DALAM MEMBELA WARSI DALAM NOVEL CENTENG MATAHARI MALAM HARI

3.1 Sebab-Sebab Konflik Batin Tokoh Gigih... 40 3.1.1 Konflik Batin Karena Gigih Seorang Centeng... 41 3.1.2 Konflik Batin Karena Warsi Belum Mau

Meninggalkan Kompleks Prostitusi... 43 3.1.3 Konflik Batin Karena Warsi Menderita Penyakit

Menular... 45 3.1.4 Konflik Batin Karena Warsi Menolak Meninggalkan

Kompleks Prostitusi... 47 3.2 Akibat Psikis Bagi Tokoh Gigih... 51

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan... 60 4.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS

(14)

1. Latar Belakang

Karya sastra yang kita baca dibangun oleh pengarangnya sebagai hasil rekaman berdasarkan perenungan, penafsiran, penghayatan hidup terhadap realitas sosial dan lingkungan kemasyarakatan tempat pengarang itu hidup dan berkembang (Sumardjo,1984:15). Novel sebagai karya sastra dibangun dari berbagai unsur fiksi seperti plot, karakter, tema, point of view dan sebagainya (Sumardjo,1984:67). Sebagai karya fiksi, novel banyak mengandung nilai-nilai sosial, politik, etika, religi, filosofis dan sebagainya yang bertolak dari pengungkapan kembali suatu fenomena kehidupan.

Pengarang sebagai pencipta karya sastra juga bagian dari kehidupan itu sendiri. Ketika ia menciptakan suatu karyanya, ia tidak hanya terdorong oleh luapan atau desakan dari dalam dirinya untuk mengungkapkan perasaan atau cita-citanya saja, tetapi juga berkeinginan untuk menyampaikan pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, pendapat, kesan-kesan dan bahkan juga keprihatinan-keprihatinan atas suatu peristiwa yang terjadi kepada seseorang atau kelompok orang (Sardjono,1992:10).

Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada. Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami setiap

(15)

orang di mana pun dan kapan pun walau dengan tingkat identitas yang tidak sama. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan masalah cinta, rindu, cemas, takut, maut, religius, nafsu, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2002:71).

Novel Centeng Matahari Malam Hari karya Veven SP. Wardhana adalah satu dari sekian banyak novel Indonesia yang mengangkat permasalahan nilai-nilai kehidupan yang penuh dengan pertentangan dan permasalahan yang sulit dipahami. Selanjutnya novel akan disingkat dengan CMMH. Penyajian struktur karya fiksi dalam novel CMMH karya Veven SP. Wardhana tetap berpijak pada konvensi sastra. Unsur-unsur intrinsik seperti tokoh dan latar dalam novel CMMH memungkinkan untuk dianalisis. Selanjutnya, penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra untuk menganalisis konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel CMMH.

Pemilihan novel ini karena sepengetahuan penulis beluM banyak yang menganalisis novel CMMH khususnya yang menggunakan pendekatan psikologi sastra. Dipilihnya tokoh Gigih karena dipandang tokoh ini dalam novel CMMH sangat dominan dalam kaitannya dengan konflik batin yang ia alami dalam membela Warsi.

Konflik batin sering terjadi pada diri seseorang karena ada pertentangan dalam dirinya untuk bisa menentukan suatu pilihan yang sulit dalam kehidupannya, hal ini menyebabkan seseorang merasa ada hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan.

(16)

dipuji karena hal ini memang kadang-kadang ada teori psikologi tertentu yang dianut oleh pengarang dan teori psikologi sastra cocok untuk menjelaskan tokoh dan situasi cerita. Dalam kaitannya antara psikologi dan sastra, Hartoko dan Rahmanta (1986:126) mendefinisikan psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mengkaji (mendekati) sastra dari sudut psikologi, perhatian pendekatan ini dapat diarahkan kepada pengarang dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri sebagai suatu yang otonom.

Seperti yang telah dikemukakan di atas penulis tertarik untuk meneliti tokoh Gigih sekaligus konflik batin yang dialami dalam membela Warsi. Dalam meneliti novel ini meski penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra, namun lebih dahulu penulis meneliti struktur intrinsik novel CMMM seperti tokoh dan latar. Dipilihnya tokoh dan latar untuk dianalisis dalam penelitian ini, karena tokoh adalah pelaku yang mengalami konflik batin, sesuai dengan peneIitian ini yang akan menganalisis tokoh Gigih yang mengalami konflik batin. Sedangkan latar merupakan unsur yang mempunyai hubungan dengan tokoh. Latar merupakan unsur pendukung konflik batin karena latar adalah tempat dimana tokoh mengalami konflik batin.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(17)

2.2 Bagaimana konflik batin Gigih dalam membela Warsi dalam novel Centeng Matahari Malam Hari?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

3.1 mendeskripsikan unsur tokoh dan latar dalam novel Centeng Matahari Malam Hari.

3.2 mendeskripsikan kontlik batin tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel Centeng Matahari Malam Hari.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi sastra Indonesia khususnya novel Centeng Matahari Malam Hari karyaVeven SP. Wardhana.

4.2 Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kritik sastra, khususnya dalam bidang psikologi sastra.

5. Landasan Teori 5.1 Teori Struktural

(18)

menjadi bagian komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian tersebut tidak ada artinya. Dalam dunia kesusastraan, srukturalisme dapat dipandang sebagai satu pendekatan (baca:penelitian) kesusastraan yang menekankan pada kajian antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Jadi stukturalisme dapat disamakan dengan pendekatan objektif.

Hartoko dan Rahmanto (1986:136) mengemukakan analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dalam mikrokonteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi intertekstual. Oleh karena itu, analisis struktural ini bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro, 2002:37).

Dengan demikian, analisis struktur novel adalah analisis novel kedalam unsurunsur dan fungsinya dalam struktur novel dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya kaitannya dengan unsur lain, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Sudjiman (1992:12) menguraikan bahwa struktur karya sastra itu terdiri dari: tokoh, alur, latar, dan tema.

5.1.1 Tokoh

(19)

Rahmanto,1986:144). Sudjiman (1992:16), mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa cerita. Pengertian mengenai tokoh tersebut di atas, sama-sama menyaran pada orang yang ada dalam cerita atau pelaku cerita. Adapun penggambaran secara jelas mengenai seseorang yang ditampilkan di dalam sebuah cerita (pelaku cerita) disebut penokohan atau karakterisasi. Istilah ini menyangkut beberapa masalah yaitu tentang siapa tokohnya, bagaimana perwatakan, dan pelukisan tokoh itu (Nurgiyantoro, 2002:165),

Nurgiyantoro membedakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut nama penamaan itu dilakukan bisa dari sudut peranan tokoh, fungsi penampilan tokoh, perwatakannya, dan berkembang atau tidaknya perwatakan dan percerminannya. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sudut peranan tokoh. Hal ini karena tokoh sangat penting untuk diteliti, sesuai dengan penelitian penulis mengenai konflik tokoh Gigih dalam membela Warsi dalam novel CMMH ini.

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita dibagi menjadi dua bagian, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro,2002:176). Tokoh utama (main character) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling sering diceritakan. Tokoh tambahan (peripheral character) adalah tokoh yang hanya dimunculkan beberapa kali saja dalam porsi pendek (Nurgiyantoro, 2002:176-177).

(20)

psikologis dalam kaitannya dengan konflik batin dalam membela Warsi dalam novel CMMH.

5.1.2 Latar

Latar atau setting disebut juga landas tumpu. Latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abram via Nurgiyantoro, 2002:216).

Stanton via Nurgiyantoro (2002:216) mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam fakta cerita, sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dapat diimajinasikan oleh pembaca. Karenanya, fungsi latar dalam karya sastra tidak dapat dilepaskan dari unsur tokoh dan plot, bahkan bahasa dan persoalan-persoalan yang ada dalam karya sastra.

Nurgiyantoro (2002:227) membedakan unsur latar dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan latar sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Adapun latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

(21)

disebutkan begitu saja tanpa adanya ciri khas, baik yang menyangkut waktu, tempat maupun sosial. Latar semacam ini, apabila diganti tidak akan mempengaruhi unsur lain, khususnya pengaluran dan penokohan. Latar tipikal (typical setting) adalah latar yang menonjolkan sifat khas tertentu. Latar jenis ini, langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada pengaluran dan penokohan (Nurgiyantoro, 2002:218-219).

Jadi latar sebagaimana diungkapkan dapat penulis rumuskan sebagai tempat, waktu, situasi, dan kondisi penceritaan dalam novel yang masing-masing unsur tersebut saling mendukung jalannya cerita. Dalam penelitian ini penulis akan meneliti latar tempat, latar waktu, dan sosial dalam novel CMMH, sekaligus kaitannya dengan konflik batin tokoh Gigih dalam membela Warni.

5.2 Psikologi Sastra

(22)

bergerak atau bertindak dalam sebuah karya sastra itu tercipta, karya sastra itu ditanggapi oleh pengarang dan karya yang akan dibaca oleh peminatnya. Sastra merupakan suatu proses mental yang kompleks dan kemudian dikemukakan kepada pembaca dengan cara yang demikian pula.

Wellek dan Warren (1990:) mempunyai pendapat yang mengatakan bahwa dalam studi sastra terdapat empat aspek yang berkenaan dengan psikologi sastra. Pertama, studi mengenai psikologis penulis sebagai pencipta karya sastra. Kedua, studi mengenai aspek psikologis tokoh-tokoh dalam karya sastra. Ketiga, studi mengenai efek karya sastra terhadap psikologi pembaca. Keempat, studi mengenai tipe-tipe dan hukum-hukum karya sastra. Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah studi mengenai aspek psikologis tokoh-takoh dalam karya sastra.

Sementara itu, Sukada (1981:102) berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu yang dapat membantu memecahkan masalah-masalah kejiwaan. Sastra dari psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama-sama menyentuh manusia dalam persoalan yang diungkapkan. Faktor-faktor kejiwaan yang dialami tokoh dalam novel dapat ditelaah dengan memanfaatkan ilmu psikologi. Kajian psikologi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori tentang konflik batin. Fokus utama untuk menganalisis konflik batin menggunakan teori psikoanalisis dari Sigmun Freud.

(23)

lain. Karena itu kritik sastra sebagai kegiatan untuk memahami dan menilai karya satra secara mendalam dan mantap tak lepas dari psikologi.

5.2.1 Konflik Batin

Bentuk konflik sebagai sebuah kejadian dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu konflik fisik dan konflik batin. Konflik fisik atau eksternal adalah konflik yang terjadi antara seseorang dengan hal di luar dirinya, termasuk di dalam konflik sosial. Konflik internal atau konflik kejiwaan adalah konflik yang terjadi di dalam hati, atau jiwa seseorang tokoh cerita atau konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Kedua konflik tersebut saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain dapat terjadi secara bersamaan (Nurgiyantoro,1995:122 ).

Konflik batin atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama, kecemasan merupakan manivesti dari pertentangan (Daradjat,1985:26-27).

(24)

(Heerdjan, I987:31). Konflik batin akan dialami oleh seseorang bila dihadapkan pada masalah yang sulit untuk bisa menentukan keputusan yang tepat.

Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah konflik batin yang dialami tokoh Gigih dalam mewujudkan keinginannya membebaskan Warsi dari dunia prostitusi.

5.2.2 Teori Psikoanalisis dari Sigmund Freud

Dalam din seseorang terdapat tiga sistem kepribadian yang disebut id atau es, ego atau ich, dan super ego atau Uberich. Id dalah sebuah reservoir atau wadah dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan yang disebut Primitif Drives atau Inner Forces. Dorongan-dorongan yang primitif ini merupakan dorongan-dorongan yang menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau dorongan ini dipenuhi dengan segera maka tercapai perasaan senang dan puas. Oleh karena adanya dorongan-dororang primitif ini, maka id selalu mengikuti pleasure principle yaitu bertugas untuk dengan secepatnya melaksanakan dorongan-dorongan primitif agar tercapai perasaan senang tanpa memperdulikan akibatnya (Freud via Dirgagunarsa, 1983:63).

(25)

biasanya akan dinyatakan dalam tingkah laku seperti bekerja keras mengejar karier dan sebagainya.

Ego bertugas melaksanakan dorongan-dorongan id, dan ego harus menjaga benar bahwa pelaksanaan dorongan-dorongan primitif ini tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan-tuntutan dari super ego. Ini adalah untuk mencegah akibat-akibat yang mungkin tidak menyenangkan bagi ego sendiri karena itu ego melaksanakan tugasnya yaitu merealisasikan dorongan-dorongan id, ego selalu berpegangan pada prinsip kenyataan (reality principle) (Dirgagunarsa,1987:64).

Super ego adalah sistem kepribadian yang terdapat dalam diri seseorang yang berisi kata hati (concience). Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap dorongan yang datang dari id. Super ego menghendaki agar dorongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral tetap tidak dipenuhi. Karena itu ada semacam Pertentangan antara id dan super ego, sehingga ego berperan sebagai pelaksana yang harus dapat memenuhi tuntutan dari kedua sistem kepribadian tersebut secara seimbang antara dorongan dari id dan dorongan dari super ego maka individu yang bersangkutan akan menjadi konflik batin yang terus menimbulkan konflik. Konflik ini akan menjadi dasar neurosa (Freud via Dirgagunarsa,1983:64).

(26)

6. Metode Penelitian 6.1 Penelitian Pustaka

Dalam mengumpulkan data-data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian studi pustaka (library research). Data-data yang penulis dapat tersebut, berasal dari esai, karya tulis maupun bentuk pustaka lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

6.2 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel CMMH karya Veven SP. Whardana adalah pendekatan Struktural dan pendekatan psikologi sastra. Memasuki analisis konflik batin menggunakan pendekatan psikologi sastra. Menurut Goldmann yang dikutip Teeuw (1983:152) studi karya sastra harus dimulai dengan analisis struktur. Langkah ini tidak boleh ditiadakan atau dilampaui, sedangkan pendekatan psikologi dapat mengungkapkan karya sastra sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini tentang konflik batin.

6.3 Metode

(27)

metode deskriptif adalah metode melukiskan sesuatu yang digunakan untuk memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan.

Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama penulis menganalisis novel CMMH secara struktural, meliputi analisis tokoh dan latar. Setelah membuktikan bahwa secara struktur terdapat permasalahan-penmasalahan psikologis kemudian penulis meneliti secara lebih mendalam mengenai konflik batin tokoh Gigih.

6.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan penjabaran dari metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan nilai sifat (Sudaryanto,1993:26). Teknik ini merupakan cara kerja yang operasional dalam penelitian terhadap karya sastra. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat dengan kartu, yaitu dengan mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel CMMH yang berkaiatan dengan masalah di atas. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.

7. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya Veven SP. Wardhana.

(28)

Kota terbit : Jakarta Tahun terbit : 2002

Cetakan : I (pertama) Halaman :143

8. Sistematika Penyajian

Untuk mempermudah pemahaman terhadap proses dan hasil penelitian ini dibutuhkan suatu sistematika yang jelas. Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

(29)

YANG MEMBENTUK KONFLIK BATIN TOKOH GIGIH

Dalam bab ini, akan dianalisis dua unsur intrinsik yang berkaitan dengan konflik batin yang dialami tokoh Gigih dalam membela Warsi yaitu tokoh dan latar.

2.1 Analisis Unsur Tokoh

Analisis tokoh adalah penafsiran terhadap sikap, watak, dan kualitas pribadi seorang tokoh. Hal ini sangat mendasarkan diri pada apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Ucapan dan tindakan seseorang akan mencerminkan perwatakan (Nurgiyantoro,1995: 73).

Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan ia hadir apabila ada kaitannya dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro,1995:176177).

Di dalam novel CMMH terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utamanya adalah Gigih. Hal ini disimpulkan berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh tersebut dalam novel, mempunyai frekuensi paling banyak sebagai tokoh

(30)

yang diceritakan, dan jika dilihat dart segi hubungan antartokoh, maka tokoh inilah yang terlibat dengan semua tokoh yang ditampilkan. Tokoh tambahan adalah Warsi, Ida, Lu Guan (nama lain Wawan), Mariani, sebenarnya masih ada tokoh tambahan lain, namun tokoh-tokoh tambahan yang akan dianalisis hanya tokoh yang tersebut diatas. Hal ini dikarenakan tokoh-tokoh tersebut kehadirannya dan keberadaannya sebagai penunjang tokoh utama sangat besar.

2.1.1 Tokoh Utama: Gigih

Pada awal cerita, pengarang secara tersirat sudah menyinggung Gigih sebagai pemuda yang menjadi centeng (tukang pukul atau pejaga keamananan penghuni kompleks prostitusi) sebuah kompleks prostitusi di pinggiran barat Yogya, berikut kutipannya:

(1) Saat itu dia tak hanya mengantar Warsi menonton pentas dangdut tapi Ririn, Wien dan Hermin juga membutuhkan pengawalannya. Mereka sedang mencoba menjaring lelaki iseng di arena sekaten, karena di kompleks sedang sepi tamu.

Gigih menjaga mereka jangan sampai ada lelaki jahil yang kemungkinan memperlakukan mereka seenaknya, membayar tak sesuai dengan transaksi saat ketemu atau malah ditipu mahasiswa yang pura-pura kehilangan dompet hanya lantaran ogah membayar (hlm. 9).

(2) Pada minggu malam Gigih biasanya sedikit leluasa untuk meninggalkan tempat kerjanya sebagai centeng di kompleks prostitusi di pinggiran barat Yogya (hIm.10).

Sebelum bekerja di lokasi prostitusi tokoh Gigih pernah bekerja sebagai kernet bus kota dan truk, berikut kutipannya:

(31)

Suasana hati tokoh utama mulai diperkenalkan oleh pengarang. Saat Gigih bersimpati terhadap kehidupan Warsi yang menjadi salah satu penghuni kompleks, berikut kutipannya:

(4) Gigih menangkap kegelisahan Warsi. Ah, perkara macam manakah yang menjadikan yu Warsi terdampar di tempat macam begini? Sungguh-sungguh dibutuhkan pengetahuan kita akan musababnya, akan masa lalunya, sementara masa yang dihadapinya sekarang ini tetap saja tak bakal bisa diundurkan? (h1m.21).

(5) Gigih ingin menutupi kegelisahan Warsi, Gigih bukan semata centeng yang hanya mengompas pajak pendapatan para penyekap birahi para lelaki itu, terutama terhadap warsi, Gigih bahkan ingin menjadikan dirinya sekaligus sebagai pelindung. Jika hujan menderas, dialah yang menempatkan dirinya sebagai payung. Begitu juga kalau matahari menyergapkan panasnya (hl m.21).

Sebagai seorang manusia biasa, Gigih mempunyai kenangan peristiwa yang dialami pada kehidupan masa lalunya, tentang bapaknya. Hal ini sering muncul dalam ingatannya ketika ia merasa gundah, berikut kutipannya:

(6) Dalam kegundahan yang tak jelas ujung pangkal penyebabnya, kilasan-kilasan masa lalu begitu saja menyeruak benaknya. Dalam kekacauan pikiran setelah gagal menggarong tamu hotel, dan teman-teman memaki karena kesalahannya, bayang-bayang bapaknya begitu saja hadir di hadapannya (h1m.24).

(7) Semua seperti mimpi, datangnya tak pernah direncanakan perginya tak mungkin dihalang -halangi, macam itulah nasib Gigih. Dimatanya, bapaknya bukan saja jagoan yang lihai, tapi juga kebal terhadap senjata tajam. Begitulah, disaat Gigih ingin bapaknya segera mengajarinya ilmu kebal, bapaknya keburu dijemput polisi dan dijebloskan ke penjara.

Gigih tak pernah tahu leluhurnya. Kakek-nenek dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, rasa-rasanya Gigih tak pernah diceritakan oleh bapaknya (hIm.25).

(32)

yang diucapkan bapaknya. Itulah kalimat terakhir dalam pertemuan terakhir, itu pula hari terakhirnya di kota kecamatan itu, setelah itu bayangan Gigih, bapaknya dibuang keluar Jawa, tapi Gigih tak tahu persisnya luar Jawa yang mana (h1m.26).

Tokoh Gigih juga digambarkan sebagai lelaki yang mempunyai perasaan tertarik terhadap wanita. Hat itu terlihat dari sikapnya terhadap Warsi. Menurutnya Warsi adalah wanita yang istimewa, berikut kutipannya:

(9) Tak ada yang istimewa dalam sosok Warsi. Tapi apapun, Warsi justru punya tempat yang istimewa di hati Gigih. Dalam setiap perjalanan, apabila setelah melewati warung di pinggir hutan jati, yang ada dalam benak Gigih cumalah Warsi.

Yu Warsi

Rindu apakah yang menyelinap dalam dada ini? Langit biru

Laut biru Yu Warsi biru

Rinduku menggebu-gebu

Gigih tak merasa cengeng dengan mendendangkan sajak mendadak itu, dia juga tak merasa bersalah jika kecengengan itu dilimpahkan pada Warsi. Sepenuhnya. Seperti mendadak, seperti tiba-tiba, dia sedikit bisa merumuskan kenapa dimatanya Warsi begitu istimewa (h1m.38).

(10) Warsi bukanlah sekadar onggokan daging yang begitu mudah ditukar dengan sejumput uang, masih ada sesuatu yang lain dibalik diri Warsi, toh tetap saja, sesuatu yang lain itu tak akan pernah terjabarkan.

Berbeda dibandingkan perempuan-perempuan lainnya yang juga jadi penghuni kompleks dipinggiran barat Yogya itu. Kalau mau disederhanakan, Warsi amat sangat berbeda dibandingkan yang lain-lainnya (h1m.39).

Tokoh Gigih sebagai orang yang merasa putus asa, ini ditunjukkan saat dia sedang merenungkan pekerjaannya sebagai seorang centeng, berikut kutipannya:

(33)

Tokoh Gigih sebagai orang yang mudah emosi, terutama bila ada orang yang berani mengusik tentang kehidupan bapaknya. Hal ini terjadi karena Wawan yang merupakan seorang wartawan menulis kehidupan bapak Gigih, berikut kutipannya

(12) Sepanjang jalan, masih terngiang isi artikel yang dibaca tadi.

Dara Sukarjan kembali menggelegak ketika ramai-ramai ada pemhunuhan terhadap bromocorah dan tukang santet. Para polisi menghubungi para lurah desa untuk mencatat dan melaporkan warganya yang menjadi bromocorah dan penyantet.

Dia muak dengan segala macam pengadilan. Peristiwa yang pernah menimpa, Jasmadun, bapaknya, kembali menyeruak dalam benaknya. Saat dalam pelariaan di pulau .sunyi itulah Sukarjan dilahirkan (h1m.112).

(13) Dia merasa geram, mongkok, besar hati, dan cemas membaca artikel itu. Sukarjan adalah bapak kandungnya.

Sukarjan memang bukan nama istimewa, bahkan tergolong pasaran. Siapa pun bisa mempunyai nama itu. Tapi Sukarjan yang fotonya juga dipasang dalam berbagai pose di majalah itu, hanya satu Sukarjan yang bromocorah, yang jago pencak, yang menghabisi kakak-kakak iparnya beserta keluarganya, yang memang bapak Gigih. Tak lain (hlm.l 13). (14) Dia mendadak geram, Wawanlah yang menulis laporan di majalah yang

dia beli tadi. Dia ingat, pada sebuah halaman dibilang bahwa tulisan itu masih ada sambungannya minggu depan, diterbitan nomor mendatang. Jangan-jangan dalarn terbitan mendatang Wawan malah menulis tentang aku. tentang kegombalanku. Tentang keloyoanku dibanding dengan kakek dan bapakku (h1m.114).

(15) “Itu rupanya yang kaubilang dengan berita eksklusif itu?” ucap Gigih hampir dalam gerusan gigi-giginya.

Dia benar-benar tak ingin memberi kesempatan Wawan untuk mengucapkan sepotong kata pun (hlm. 115).

(34)

Warsi keluar dari kompleks prostitusi gagal. Warsi lebih memilih menikah dengan Wawan, yang juga merupakan sahabat Gigih, berikut kutipannya:

(16) Gigih memandang Warsi dengan penuh keheranan. Warsi yang mulai menyadari situasi juga menatap Gigh. Tatapan yang tak bisa diterjemahkan maknanya oleh Gigih.

“Apa urusanmu. Aku mau membawa Yu Warsi keluar dari sini. Aku akan mengawininya,” kata Gigih megap-megap dalam rintihan karena tangannya ditelikung.

“Aku sangat punya urusan denganmu. Justru aku yang akan mengawini Warsi. Justru ini yang ingin aku katakan padamu tadi sore. Tapi, kamu terlampau sibuk,” Wawan menekan suaranya. Dia tak ingin keributan ini didengar lain orang.

Mau kawin sama Yu War? Gigih menatap Warsi penuh tanda tanya. Warsi mengangguk pelan. Matanya memancarkan pengharapan agar Gigih mengerti (h1m.129).

(17) “Iya, Gih. Wawan benar.” Nadanya bergetar karena membendung tangis yang nyaris sampai pada isakan. Gigih tak mempercayai pendengarannya. Bunyi guruh bergeletar dari jauh. Mungkin dari puncak Gunung Merapi sana.

Wawan sudah melepaskan cengkeramannya. Gigih duduk terpekur di pinggir ranjang. Kenapa Yu War setega itu? Bukankah selama ini aku yang selalu melindunginya?Bukankah selama ini hanya aku orang yang paling dekat dengannya (hlm. l30).

(35)

2.1.2 Tokoh Tambahan 2.1.2.1 Tokoh Warsi

Tokoh Warsi adalah seorang wanita tuna susila yang hidupnya kian dirambati usia, berikut kutipannya:

(18) Warsinah, Gigih memanggilnya Yu Warsi, belakangan sering sakit-sakitan. Itu sebabnya dia jadi amat jarang menerima tamu. Dalam usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun, dia bukanlah pelacur yang nyaris pudar cahayanya (hlm.20-21).

Warsi walaupun seorang pelacur, dia tetap menjalankan ibadah sholat, berikut kutipannya:

(19) “Aku ingin sholat. Entahlah...,” katanya pada Ebes dan Gigih setelah dalam kamar. Gigih merasa heran, bagaimana Warsi yang berkubang di lembah kelam ini masih sempat tersentuh suara adzan? Bahkan lantas ingin sembahyang lagi (h1m.40).

Tokoh Warsi adalah wanita yang telah mengecewakan Gigih, ia menolak ajakan Gigih untuk menikah dan meninggalkan kompleks prostitusi. Warsi memilih menikah dengan Wawan yang bekerja sebagai wartawan. Pilihan Warsi untuk menikah dengan Wawan atas dasar jaminan ekonomi yang lebih bisa diharapkan. Warsi tidak ingin menghancurkan hidup, karena Gigih masih muda dan punya jalan hidup yang masih panjang, berikut kutipannya:

(36)

Dari kutipan 18 dan 19 tersebut, tampak bahwa Tokoh Warsi adalah seorang pelacur yang sudah mulai tua, Warsi merupakan orang yang masih tetap menjalankan ibadah sholat, walaupun dia berprofesi sebagai pelacur. Dari kutipan 20, tampak bahwa tokoh warsi adalah wanita yang membuat Gigih kecewa.

2.1.2.2 Tokoh Ida

Tokoh Ida adalah teman Wawan yang diperkenalkan kepada Gigih, yang kemudian bisa berteman akrab dengan Gigih. Ida adalah seorang wanita yang mempunyai kelainan seksual, kuliah di Fakultas Psikologi dengan maksud untuk memahami kejiwaan dirinya sendiri, berikut kutipannya:

(21) Wawan datang bersama seorang cewek yang kemudian dikenalkan bernama Ida. Entahlah, Ida siapa kepanjangannya. Itu pertemuan pertama dengan Ida. Pertemuan kedua juga terjadi di arena dangdut tiga hari kemudian.

Pertemuan ketiga, entah berapa hari kemudian, terjadi di kantor Wawan. Entah karena apa, Gigih sangat ingin ketemu Wawan (hlm.9-10).

(22) Ida tak melanjutkan kuliahnya setelah dia masuk selama tiga bulan di Fakultas Psikologi. Entah apa alasannya, dia meninggalkan bangku kuliah itu di Jakarta (h1m.79).

(23) Ida punya keinginan yang amat kuat untuk melakukan hubungan seksual. Teman cowoknya tak pernah perlu merasa heran. Dia ladeni keinginan Ida, tetapai begitu nyaris sampai tujuan. Cowok itu diempaskan (h1m.83).

Tokoh Ida mempunyai sifat mudah histeris. Saat Ida sedang histeris, dia menghujat Tuhan, berikut kutipannya:

(37)

Dari kutipan 21,22,23, dan 24 di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Ida adalah teman Wawan yang diperkenalkan kepada Gigih, seorang wanita yang mempunyai kelainan seksual, mempunyai sifat mudah histeris.

2.1.2.3 Tokoh Wawan

Tokoh Wawan adalah seorang yang mempunyai profesi sebagai wartawan media cetak yang bekerja di sebuah surat kabar Yogya, berikut kutipannya:

(25) Di sekaten Wawan sedang mengadakan penjajagan kemungkinan penulisan feature di koran tempatnya kerja perihal penyanyi dan kelompok dangdut yang tampil di arena pasar malam sekaten ini (hlm.9).

Tokoh Wawan adalah seorang yang mempunyai sifat tidak mau disuap dengan uang, menurut dia uang bukanlah segalanya, berikut kutipannya:

(26) Pak lurah dan beberapa oknum itu kemudian mendatanginya dan menyodorkan segepok amplop perdamaian agar kenyataan yang ditemukan Wawan dan kawannya itu tak dipublikasikan. Wawan menolak tawaran itu (hlm. 12).

Tokoh Wawan adalah orang yang telah mengkhianati Gigih. Dia ingin menikahi warsi, walaupun Wawan tahu bahwa Gigih juga mempunyai keinginan untuk menikahi Warsi, berikut kutipannya:

(27) “Aku sangat punya urusan denganmu. Justru aku yang akan mengawini Warsi. Justru ini yang akan aku katakan padamu tadi sore. Tapi kamu, terlampau sibuk,” Wawan menekan suaranya. Dia tidak ingin keributan ini didengar lain orang.

(38)

2.1.2.4 Tokoh Mariani

Tokoh Mariani adalah teman lama Gigih yang dikenal di warung pinggiran hutan jati, kemudian mereka bertemu di Jakarta. Mariani adalah seorang wanita tuna susila pinggiran hutan jati yang kemudian dijadikan istri tak resmi oleh orang Jakarta, berikut kutipannya:

(28) Dia mengingat-ingat bagaimana kikuknya Gigih dulu di warung di pinggiran hutan jati itu. Dia ingat bagaimana Gigih dulu, waktu masih jadi kernet Ebes (h1m.98).

(29) Mariani masih mengingat-ingat betapa Gigih yang sedang minum teh jahe jadi tersendak takkala dulu dia pepet. Sementara Gigih seperti menertawakan diri sendiri mengingat-ingat betapa dia sangat menggebu-gebu ingin ketemu lagi Mariani di warung itu dan nyatanya malah sama sekali tak pernah ketemu sejak pertemuan pertama malam-malam itu (h1m.99).

(30) Suami Mariani, suami tak resmi, ya orang pusat itu yang mengaturnya. Mamah juga cerita sejarah perjalanan Mariani yang dulunya sebagai perempuan penjaja birahi kelas pinggiran hutan hingga kemudian menjadi simpanan penggede Jakarta itu (him.93).

Dan kutipan 28,29, dan 30 di atas tampak bahwa tokoh Mariani adalah teman lama Gigih, Mariani adalah seorang wanita tuna susila pinggiran hutan jati yang kemudian menjadi istri tak resmi orang Jakarta.

2.2 Analisis Unsur Latar

(39)

Latar mencakup tiga unsur, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan (Nurgiyantoro,1995:227).

2.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Penggambaran latar tempat dalam novel CMMH sangatlah menarik sehingga terkesan cerita yang ada dalam novel sungguh-sungguh terjadi. Untuk menguraikan latar tempat dalam novel CMMH, akan ditunjukkan dalam beberapa kutipan cerita ini.

Latar tempat yang terjadi yaitu di jalan Malioboro, peristiwa ini menggambarkan pada saat Gigih dan Ida akan pulang ke kontrakan Ida, berikut kutipannya:

(31) Sepanjang jalan, di atas becak yang membelah Malioboro ke arah Yogya selatan, angin malam menerpa-nerpa tubuh mereka. Udara dini hari alangkah menggigilkan. Namun, Gigih merasakan badannya demikian gerah. Rupanya, kadar alkohol dalam minumannya tadi masih mempengaruhinya, dan bahkan terus menguntitnya hingga di tempat kontrakan Ida (hlm.2).

Peristiwa terjadi di kontrakan Ida, pada saat Gigih berada di kamar lda, berikut kutipannya:

(40)

Di bagian itu dipisah oleh beberapa potong untaian biji-bijian dari Toraja yang disusun mirip tirai. Di sisi lain, seperangkat tape deck bersebelahan dengan pesawat televisi kecil yang dilengkapi video. Di dekatnya lemari es ukuran, small (hlm.3).

Peristiwa yang terjadi di alun-alun lor, pada saat ada perayaan sekaten, yaitu saat Gigih mengawal para wanita penghuni kompleks, Gigih bertemu dengan Wawan, berikut kutipannya:

(33) Waktu itu Yogya sedang dimeriahkan oleh perayaan sekaten. Di depan keraton, di alun-alun lor, sedang dimeriahkan pasar malam. Seperti tahun-tahun yang sudah, pasar malam ini mirip dengan Jakarta Fair dan sejenisnya (hlm.8).

(34) Banyak orang berdagang. Dan stand ke stand yang ada. Dan sekian stand yang ada, yang paling menarik adalah bangunan dinding anyaman bambu yang dimaksud sebagai gedung pertunjukan musik dangdut (hlm.8).

(35) Di panggung dangdut Gigih mendengar ada suara ragu-ragu memanggil namanya. Ketika ia menoleh ke arah asal suara itu, dia pun ragu-ragu untuk menyebut nama lelaki yang memanggilnya sebelum dia yakin identitasnya. “Wawan?’ Gigih mencoba meyakinkan diri. Dia tidak pernah memanggil teman sekolahnya itu dengan nama seperti yang yang biasa dipakai orang tuanya (hlm.9).

(36) Gigih rikuh untuk menceritakan perihal dirinya, apalagi saat itu dia sedang bersama Warsi dan dua teman cewak lainnya. Karenanya, dia tidak menyesal ketika Wawan tidak menanyakan tempat tingal atau tempat kerjanya (hlm.9).

Peristiwa yang terjadi yang terjadi di warung sate kambing Cak Dar, berikut kutipannya:

(37) Sore itu, secara tak sengaja Gigih mendengarkan obrolan Gundal dan bawong di warung sate kambing Cak Dar (h1m.15)

(38) ... Gigih memilih ke Cak Dar hingga kemudian mendengar pembicaraan Gundal dan Bawong. Mereka berniat merampok. Yang menjadi sasaran, penghuni sebuah kamar hotel (h1m.16).

(41)

(39) Gigih mencoba menindas gemetarnya karena rasa gelisah. Tugasnya tidak berat, Gundal menyuruhnya untuk menjaga pintu lift. Dia hanya harus memencet salah satu tombol begitu sampai di lantai 4 daerah sasaran, agar lift itu berhenti, tak terus naik ke lantai-lantai atas atau bahkan turun (h1m.17).

Peristiwa yang terjadi di lorong lantai 4 sebuah hotel, di tempat parkiran motor, berikut kutipannya:

(40) Gigih sudah sampai di lantai 4, “aku dan Bawong belakangan, biar nggak dicurigai,” pesan Gundal juga tadi, sambil menunggu-nunggu Gundal dan Bawong, Gigih mondar-mandir sepanjang lorong, lihat-lihat situasi. Justru di situlah salahnya. Ketika itulah seorang gadis belasan tahun lewat dan bersamprongan dengan Gigih (h1m.18).

(41) ...Gundal dan Bawong sudah keburu datang juga di lantai 4. Gundal memberi isyarat agar Gigih memencet salah satu tombol agar liftnya mandeg. Pintunya yang terbuka lebar seperti mendadak macet begitu Gigih menekankan jari telunjuknya ke tombol yang dimaksud. Setelah celingak-celinguk, Gundal dan Bawong segera ke lorong sebelah kiri. Tak seberapa lama Gigih mendengar teriakan orang panik: “kebakaran! kebakaran!” (h1m.18-19).

(42) Bersamaan dengan itu pula, gadis berjaket kuning tadi muncul lagi dari lorong sebelah kanan dan hendak masuk lift yang dijaga Gigih.

“Turun?” tanya gadis itu mengagetkan Gigih. Dia tak menjawab pertanyaan itu. Gadis itu dirasa malah menyuruhnya. Refleks saja Gigih menekan salah satu tombol lift: lift turun hingga lantai paling bawah (hlm.l9).

(43) (Dia gopoh-gopoh ngeblas ke tempat parkiran motor. Tak berapa lama Gundal dan Bawong sampai ke tempat parkir pula. Gigih diumpat habis-habisan mereka gagal menggarong (h1m.19).

Peristiwa yang terjadi di sebuah daerah pinggiran hutan jati, saat Gigih masih menjadi kernet truk Ebes, berikut kutipannya:

(42)

Peristiwa yang terjadi di wisma “Sawunggaling,” sebuah nama wisma di kompleks bordir, saat Gigih bersama Ebes datang ke wisma, berikut kutipannya:

(45) Suatu siang ketika Gigih dan Ebes datang ke wisma “Sawunggaling,” itu nama rumah tempat warsi tinggal di antara sekian banyak nama wisma lainnya di kompleks bordir. Gigih mendapati Warsi sedang main kartu bersama kawan-kawan sepenghuni (hlm.39).

Peristiwa yang terjadi di depan halaman wisma “Sawunggaling,” berikut kutipannya:

(46) Di depan halaman wisma “Sawunggaling” banyak berkerumun orang. Mereka juga berbasah-basah dalam hujan, di salah satu sudut halaman Gigih melihat sesosok tubuh tergeletak. Di sudut lain, di pinggir beranda wisma terkapar pula sosok lain, Gigih merasa mengenal salah satu sosok itu. Dia adalah Ebes. Gigih segera menghambur ke Ebes yang tergeletak tak bernyawa (h1m.43).

Peristiwa yang terjadi di kamar Warsi, kemudian di ruang tahanan polisi, berikut kutipannya:

(47) Semua jadi gamblang setelah dia mendapatkan Warsi tertunduk sedih di kamarnya, ditemani Wiwik dan mamah pemilik kompleks.

Dan semuanya menjadi lebih jelas ketika Gigih kemudian harus meringkuk dalam tahanan polisi, dia dimintai keterangan (h1m.44). (48) Ketika dia harus meringkuk di tahanan, dia juga ingat bapaknya yang

kini entah di mana. Dia ditahan untuk dimintai keterangan. Apalagi setelah Warsi memberi keterangan pada polisi bahwa laki-laki berpistol itu pernah bertengkar dengan Gigih beberapa minggu sebelumnya (h1m.46).

Peristiwa terjadi di sebuah hotel kawasan Malioboro, pada saat Gigih mengantarkan upeti kepada orang pusat, berikut kutipannya:

(43)

Peristiwa yang terjadi di warung Yanto, saat gigih sedang berpikir tentang cewek belasan tahun yang ditemui di hotel, ada hubungannya dengan Dartik, berikut kutipannya:

(50) Di warung Yanto, tepatnya di tendanya yang dimaksudkan sebagai warung, yang khusus menjual kerang dan udang rebus, Gigih mencoba meyakinyakinkan diri, apa betul dia kehilangan mata rantai yang bemuara pada Dartik ketika cewek belasan tahun itu sempat diketahui sisik melik serta identitasnya (hlm.59-60).

Peristiwa terjadi di bilik milik Gigih, saat Gigih akan tidur, dan berharap bisa tidur sampai esok siang, berikut kutipannya:

(51) Dia mengurungkan niatnya ke wisma “Sawunggaling”. Dia langsung menuju biliknya sendiri. Di biliknya, setelah menaruh beberapa botol yang masih ada isinya, dia membantingkan diri ke tilamnya dan berharap segera ngorok panjang hingga esok siang (hlm.67).

Peristiwa terjadi di jalan, saat gigih berjalan menuju ke warung cak Dar, berikut kutipannya:

(52) Dia segera menuju warung cak Dar, dari biliknya, Gigih tinggal ambil jalan ke kanan lalu lurus, sementara wisma “Sawunggaling” tempat Warsi, menuju ke kiri, kira-kira enam bangunan dari bilik Gigih. Dia berniat ke tempat Warsi setelah dari warung cak Dar (h1m.68).

Peristiwa terjadi di wisma “Sawunggaling,” ketika Gigih ingin menemui Warsi, berikut kutipannya:

(44)

(54) Dalam ketidakjelasan harus berbuat apa, dia menuju ke biliknya sendiri, dia sendiri tak tahu mau berbuat apa di biliknya yang tak lebih dari sekadar ruangan yang hanya cukup untuk satu tempat tidur itu (hlm.73).

Peristiwa terjadi di warung Yanto, pada saat Gigih melihat Wawan berada di warung itu, berikut kutipannya:

(55) Dia segera ke tenda Yanto, menyusul Nelwan di tempat Yanto, selain Nelwan sudah ada Begeg di ujung sana. Tak jauh dari mereka, Gigih melihat sosok laki-laki. Lelaki yang sangat dikenalnya.

“Wawan,” sapanya nyaris dalam tanda tanya. Tanda tanya: apa yang kau kerjakan di sini? Apa yang akan kau liput di sini untuk koranmu? (hlm.75).

Peristiwa terjadi di kios pojok jalan, berikut kutipannya:

(56) Dia menuju ke kios koran yang juga jualan rokok di pojok jalan. Kios itu terletak di emperan sebuah rumah makan padang. Begitu dia sampai di situ, dia langsung mencomot sebuah koran. Dia langsung saja mendoprok di samping kios dan membukai lembaran koran (hlm.86). Peristiwa terjadi di jalan, yaitu perjalanan Gigih dan Ida naik becak ke kediaman Ida, berikut kutipannya:

(57) Becak menyibak kerumunan orang yang berjubel di jalanan di alun-alun utara. Becak lewat di sebuah gapura. Plengkung, kata orang.

Kadang-kadang, Gigih ingin menyela omongan Ida. Dalam penilaiannya, Ida sepertinya tak pernah tahu tempat kapan dia harus omong banyak. Yang dimaui Gigih bukannya Ida tak pantas bicara di atas becak (h1m.89).

Peristiwa terjadi di kamar Ida,saat Ida membicarakan musik dengan Gigih, berikut kutipannya:

(58) Pintu sudah dibuka. Ida langsung masuk, Gigih setengah ragu untuk melepas sepatu sandalnya di depan pintu sebelum masuk kamar.

(45)

“Kau pernah dengar musiknya Vangelis? Ada satu lagunya yang mirip-mirip musik rakyat Bulgaria. Aku baru dapat musik Bulgaria itu, dikirimi kakakku.” (h1m.89-90).

Peristiwa terjadi di sebuah hotel di jalan Solo, pada waktu Gigih di suruh mamah untuk menyerahkan uang upeti kepada orang Jakarta, berikut kutipannya:

(59) Kali ini orang Jakarta itu menginap di sebuah hotel di jalan Solo.

Ternyata orang Jakarta itu masih menempati kamar yang dulu-dulu juga. Pintu kamar diketuknya, sekalipun ada bel di sisi pintu. Yang membukakan lelaki bermuka tirus itu (h1m.94-95).

Peristiwa terjadi di jalan, yaitu saat Gigih mengendarai motor menuju ke kompleks, berikut kutipannya:

(60) Kini, bersama motornya, dia hendak melewati perempatan Jetis-kranggan. Dia harus buru-buru sampai di kompleks (hlm.102).

(61) Dia salah mengambil jalan. Kalau hendak menuju Malioboro, begitu sampai di depan stasiun Tugu, semua kendaraan bermotor harus mengambil jalan ke kiri dulu, lewat kleringan. Bukan langsung memotong rel kereta api seperti yang dilakukannya (hlm.103).

Peristiwa terajadi di kios koran, saat Gigih memarkir motornya di depan kios itu, berikut kutipannya:

(62) Dia parkir motornya di depan kios koran yang biasa dia pakai mangkal. Kios itu masih buka hingga malam hari. Maklum, kios di pojok jalan ini tak hanya jualan koran, tapi juga rokok dan puyer (hlm.104).

Peristiwa terjadi di wisma “Sawungaling,” saat Gigih menemui Warni dan mengajak pergi dari tempat itu, berikut kutipannya:

(63) Begitu sampai di mulut beranda wisma “Sawunggaling” rasa resah itu kembali menyeruak, di kursi ruang tamu, selain ada Ririn dan Wiwik dan dua orang tamu mereka, ada pula Wawan (hlm.122).

(46)

“Yu, malam ini, kemasilah barang-barangnnu. Paling lambat esok pagi kita harus pergi dari sini”(hlm.l23).

Peristiwa terjadi di Lempuyangan, yaitu saat Gigih bertemu Keso dan Mbang. Gigih mengajak mereka untuk merampok, berikut kutipannya:

(65) Di Lempuyangan, dia ketemu Keso dan Mbang. Hanya Mbang yang bersedia ikut dia. Keso tak mau ambil resiko. Dia sedang dapat obyekan: tanah yang dimakelari sedang ditawar orang dengan harga di atas yang ditentukan pemiliknya (hlm.124).

Peristiwa terjadi di rumah Mariani, pada saat Gigih dan Mbang akan merampok di rumah itu, berikut kutipannya:

(66) Tak begitu sukar untuk menguak pintu garasi, juga pintu samping yang menghubungkan garasi dengan ruangan dalam. Mbang jago dalam hal congkel-mencongkel. Bahkan tanpa menyisakan bekas segorespun (hlm. 125).

(67) Seorang pembantu tua disekap mulutnya, tak ada perlawanan. Penjaga lain, seorang lelaki, yang kamarnya tak jauh dari pembantu tua itu, mereka bius. Tinggal satu sasaran: kamar Mariani, di lemari dalam kamar itulah uang yang tadi siang diserahkan Gigih disimpan. Mereka memasuki ruang tengah, mengendap-endap mendekati kamar Mariani (hlm. 125).

Peristiwa yang terjadi di rumah Mariani, saat keberadaan Gigih dan Mbang diketahui oleh pemilik rumah, berikut kutipannya:

(68) Tapi lampu ruangan yang dimatikan tak selamanya menolong. Kaki Mbang tersandung sebuah patung yang dipasang tak jauh dari pintu kamar Mariani, patung itu terhempas jatuh gaduh.

“Siapa?” tiba-tiba terdengar suara bentakan dari kamar Mariani, suara lelaki. Suara Win.

Wah ketahuan... (hlm. 125).

(47)

Peristiwa terjadi di luar rumah Mariani, kemudian di sungai, di ladang jagung, di jalan, saat Gigih kabur setelah gagal merampok, berikut kutipannya:

(70) Tanpa sempat berpikir lagi, Gigih menghambur keluar, dia tak sanggup melihat wajah Mariani, dia tak berpikir soal Mbang lagi, dia terus ngeblas ke arah sungai, menyeberanginya, dan menuju ladang jagung - tempat motornya disembunyikan. Jalanan yang licin karena hujan hampir saja membuat motor yang dikendarainya tergelincir saat di sebuah tikungan dia tak mengurangi gigi dan gasnya (hlm.127).

Peristiwa terjadi di kompleks wisma “Sawunggaling,” saat Gigih mencari Warsi di kamarnya, berikut kutipannya:

(71) Ketika Gigih sampai di kompleks penampungan, gerimis masih menderas. Motornya langsung dia tancap ke wisma “Sawunggaling.” Pintu-pintu kamar sudah ditutup. Pintu depan tak pernah dikunci, itu sebabnya Gigih bisa langsung membukanya dan menuju kamar Warsi (h1m.128).

Peristiwa terjadi di ujung gang kompleks wisma “Sawunggaling,” saat Mariani bertemu Gigih dan mengajak untuk meninggalkan tempat itu, berikut kutipannya:

(72) Dari ujung gang tiba-tiba mencorong cahaya lampu yang amat benderang. Sepasang lampu mobil yang tampaknya juga bergegas. Gigih tak sempat berpikir panjang, begitu dia hendak berdiri tegak, moncong mobil itu sudah ada di ujung hidungnya.

Terdengar suara pintu mobil dibanting terburu-buru. Pengemudinya yang tadi membanting pintu mobil, gopoh-gopoh menuju Gigih.

“Gih, kita harus segera pergi. Sekarang juga,” kata Mariani setengah berbisik setelah dekat dengarmya (h1m.133).

Peristiwa terjadi di gerbang kompleks, jalan ke arah timur, Klaten, saat Gigih ikut Mariani naik mobil meninggalkan Yogya, berikut kutipannya:

(73) Deru mobil dan deritan ban menandai kepergian Mariani dan Gigih meninggalkan gerbang kompleks. Mariani tak membawa Gigih ke kantor polisi. Dia memacu mobilnya ke arah timur ke luar kota meninggalkan Yogya.

(48)

Peristiwa terjadi di warung pinggir hutan jati, berikut kutipannya:

(74) Mobil itu sampai di hutan jati. Hutan jati yang sering disamperi Gigih dan Ebes dulu. Hutan jati, di salah satu warungmya, Gigih dan Mariani pertama kali ketemu. D i depan sebuah warung, mereka turun. Seorang perempuan membukakan pintu. Gigih tahu, itu Dartik (hlm.135).

Berdasarkan latar tempat yang terdapat dalam novel C M M H , tampaklah bahwa sebagian cerita menggunakan latar tempat di wisma “Sawunggaling.” Walaupun ada bagian tempat-tempat lainnya yang digunakan, yaitu di jalan Malioboro, di kamar kontrakan Ida, di alun-alun lor, di warung sate kambing Cak Dar, di lift hotel, di lorong hotel, di warung pinggiran hutan jati, di kamar Warsi, di ruang tahanan polisi, di hotel kawasan Malioboro, di warung Yanto, di bilik Gigih, di kios pojok jalan, di hotel jalan Solo, di jalan, di Lempuyangan, di rumah Mariani. Keseluruhan dari cerita dalam novel ini bersumber di kompleks wisma “Sawunggaling,” penggunaan latar di tempat lain hanya sebagai pelengkap dan pendukung jalan cerita tentang kehidupan tokoh Gigih.

2.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar waktu dalam novel CMMH kurang begitu jelas digambarkan oleh pengarang. Untuk menguraikan latar waktu dalam novel CMMH, akan diuraikan dari cerita ini.

Peristiwa yang terjadi yaitu pada waktu dini hari. Pada saat Gigih dan Ida menuju ke kontrakan Ida, berikut kutipannya:

(49)

Peristiwa yang terjadi yaitu pada waktu sore hari. Saat Gigih tak sengaja mendengarkan obrolan Gundal dan Bawong, berikut kutipannya:

(76) Sore itu, secara tak sengaja Gigih mendengarkan obrolan gundal dan Bawong di warung sate kambing Cak Dar (hlm.15).

Peristiwa yang terjadi yaitu pada waktu malam hari. Pada saat Gigih dan Ebes berada di jalan kemudian ke warung, dan pada waktu perjalanan ke Cilacap, berikut kutipannya:

(77) Malam itu - Gigih lupa jalanan sedang becek ataukah berdebu - seperti biasa, mereka menginap di situ. Setelah Ebes memarkir truknya di depan salah satu warung, dia terus saja masuk ke balik salah satu pintu warung (hlm.32).

(78) Malam itu hujan deras. Gigih dan Ebes sedang dalam perjalanan ke Cilacap (h1m.37).

Peristiwa yang terjadi yaitu pada waktu slang hari. Pada saat Gigih dan Ebes di wisma “Sawunggaling,” berikut kutipannya:

(79) Suatu siang ketika Gigih dan Ebes datang di wisma “Sawungaling”- itu nama rumah tempat Warsi tingal di antara sekian banyak nama wisma lainnya di kompleks bordir (h1m.39).

Peristiwa tang terjadi yaitu pada waktu malam hari. Pada saat Gigih dan Ebes berada di Yogya, berikut kutipannya:

(80) Malam itu Yogya basah. Hujan mengguyur sedari sore. Pukul 10 malam hujan agak mereda. Tingal gerimis yang menitis. Itu tak lama. Setengah jam kemudian, air dari langit itu kembali tertumpah dengan deras. Ebes dan Gigih sudah tiba di situ pas beberapa menit sebelum gerimis tadi (h1m.42).

Peristiwa terjadi yaitu pada waktu sore hari. Pada saat Gigih mengantarkan upeti kepada orang pusat, berikut kutipannya:

(50)

Peristiwa yang tejadi pada waktu jam 11 siang. Pada saat Gigih sedang berjalan menuju ke kios koran, berikut kutipannya:

(82) Jam kira-kira menunjuk angka sebelas, entah berapa jam kereta kereta itu terlambat. Dari pasar kembang, sebelah selatan stasiun, Gigih menyeberang ke arah timur. Mukanya berkilat karena keringat. Dia menuju kios koran (hlm.85).

Peristiwa yang terjadi pada waktu menjelang isya. Di mana tampak lampu-lampu jalan sudah pada menyala dan menerangi jalanan, berikut kutipannya:

(83) Kalau ada yang mengangap saat-saat menjelang isya ini masih kayak siang hari, atau setidaknya masih sore, memang macam inilah perasaan hati Gigih. Bahwa lampu-lampu jalan pada menyala dan menerangi jalanan, itu memang kenyataan (hlm.102).

Berdasarkan latar waktu yang tedapat dalam novel CMMH, tampaklah bahwa peristiwa itu terjadi, yaitu: pada waktu dini hari, sore hari, malam hari, siang hari, jam 11 siang, menjelang isya. Latar waktu yang dominan dalam novel CMMH adalah malam hari, karena aktivitas kompleks prostitusi terjadi pada waktu malam hari. Tetapi ada beberapa peristiwa dalam novel CMMH tidak dijelaskan waktu terjadinya.

2.2.3 Latar Sosial

Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di tempat yang diceritakan. Cerita di dalam novel CMMH menggunakan latar sosial masyarakat kota, yaitu kehidupan para penghuni kompleks prostitusi di pinggiran barat Yogya, berikut kutipannya:

(51)

(85) Yang dimaksud dengan penghuni adalah para perempuan yang diistilahkan orang-orang dengan seenaknya sebagai wanita tuna susila, alias wts, dan para pelindung mereka. Dan yang dimaksud sebagai pelindung, selain para centeng adalah juga para pemimpin penghuni (hlm.15).

Keadaan masyarakat kota dibuktikan pula dengan adanya pub dan hotel, berikut kutipannya:

(86) Di diskotek, maksudnya di pub, di sanalah Ida dan Gigih menenggelamkan diri dalam bergelas-gelas minuman (hlm.2).

(87) Orang pusat itu menginap di sebuah hotel di jalan Malioboro (h1m.51) Keadaan dan kondisi kompleks prostitusi yang tak pernah berubah, setiap saat hanya keadaan yang sama yang ditemui. Hal itulah yang dialami oleh Gigih, pada saat ia menginginkan kehidupannya yang baru, tetapi Gigih tidak dapat keluar dari kehidupan yang dia jalani sekarang. Hal itu pula yang membuat Gigih ingin mewujudkan harapannya, tetapi kebimbangan yang dia dapati, berikut kutipannya:

(88) Harapan apa pula yang ingin kuraih di sini? Berapa lama lagi aku harus bertahan di sini? Dunia tanpa harapan, tanpa angan-angan, tanpa rencana yang memancingku untuk berpacu meranggeh dan mewujudkun keinginan-keinginan. Sebab dengan begitu mereka bisa bertahan untuk senantiasa meneruskan perjalanan hidup, perjalanan nasib... wuaaahh, bicara apa aku? Yang dikerjakan Gigih tak lebih dari sekedar mengulang-ulang yang dilakukan sebelumnya. Mengawasi orang-orang yang datang dan lalu-lalang di kompleks mamah (hlm.66-67).

Novel CMMH ini, menyatakan secara jelas kota vang dipakai sebagai latar ceritanya, yaitu kota Yogya. Hal ini diperjelas dengan disebutkan adanya jalan Malioboro, alun-alun lor dan keraton, stasiun Tugu, berikut kutipannya:

(52)

(90) Yogya sedang dimeriahkan oleh perayaan sekaten di depan keraton, di alun-alun lor (hlm.8).

(91) Palang di depan stasiun Tugu sudah diturunkan. Kereta Matarmaja, jurusan Jakarta-Madiun-Blitar-Malang segera lewat meninggalkan Yogya (hlm.85).

Dari kutipan-kutipan di atas, penulis menyatakan bahwa kota itu adalah Yogya, karena pengarang secara jelas telah menyebutkan kota Yogya. Adanya Malioboro, keraton dan alun-alun lor, stasiun tugu. Hal ini yang memperjelas bahwa peristiwa terjadi di Yogya.

(53)

WARSI DALAM NOVEL CENTENG MATAHARI MALAM HARI

Dalam Bab III ini akan dianalisis konflik batin yang terjadi pada tokoh utama, yaitu Gigih. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis konflik batin adalah analisis yang didasarkan pada teori psikoanalisis Sigmund Freud, yaitu teori kepribadian terhadap konflik batin tokoh Gigih. Dengan pendekatan psikologi, peneliti mencoba menangkap dan menyimpulkan aspek-aspek psikologis yang tercermin pada tokoh dalam novel CMMH.

Di dalam novel CMMH tokoh Gigih mengalami kasus kepribadiaan, yaitu konflik batin. Konflik batin ini terjadi disebabkan adanya dorongan-dorongan yang bertentangan, tetapi sekaligus bersama-sama pada diri seorang. Analisis kepribadiaan pada tokoh Gigih difokuskan kepada analisis terhadap pemenuhan dorongan-dorongan yang datang dari id, ego, dan super ego. Dalam analisis ini akan dilihat sebab-sebab konflik batin yang terjadi pada tokoh Gigih.

3.1 Sebab-sebab Kontlik Batin Tokoh Gigih

Faktor-faktor yang menyebabkan konflik batin pada tokoh Gigih adalah lingkungan tempat dia berada dan orang-orang yang dekat dengannya, baik secara fisik maupun emosional. Lingkungan tempat dia berada yang menjadi penyebab konflik batin adalah di kompleks prostitusi, saat Gigih menjadi centeng. Orang yang secara fisik maupun emosional yang menjadi penyebab konflik batin adalah

(54)

Warsi, saat Warsi belum mantap untuk diajak meninggalkan kompleks prostitusi, saat

mengetahui Warsi menderita penyakit menular, serta saat Warsi menolak ajakan menikah dan meninggalkan kompleks prostitusi.

3.1.1 Konflik Batin karena Gigih Seorang Centeng

Gigih bisa bekerja menjadi centeng di kompleks prostitusi karena Warsi yang menawarinya untuk tinggal dan bekerja di kompleks. Dorongan id Gigih ingin membalas jasa Warsi, dengan cara menjaga Warsi di kompleks itu. Kutipan di bawah ini menunjukkan hal tersebut.

(92) Tawaran bekerja dari Warsi tak segera ditafsirkan bahwa Gigih bakal menjadi penjaga keamanan kompleks itu. Tawaran itu lebih ditafsirkan agar dia menjaga Warsi sendiri. Karena Gigih merasa lebih dekat dengan Warsi jika dibandingkan dia harus kembali ke perusahaan yang punya truk, dia menerima usul Warsi (hlm.48).

(93) Aku harus menjaga Yu Warsi

Ya. Di sinilah jalan hidupku sekarang.

Bagian dari mimpi-mimpi panjankah, jalan hidup yang sekarang ini? (hlm.48).

(55)

(94) Dia nyaris seperti mesin. Yang mekanis. Yang tanpa pikiran macam apa pun. Dia hanya berpikir bahwa uang yang harus diserahkan itu adalah hasil jerih payah para perempuan di kompleks ini. Ya Warsi, Tukini Nyai Roro kidul, Nyai Blorong, ya Hennin serta yang lain-lainnya. Tanpa mereka, dari manakah Mamah bisa mengumpulkan uang sebanyak ini? (hlm.50).

(95) Tanpa perempuan-perempuan yang bahkan sangat mungkin kesakitan karena meregang itu, dari manakah uang bulanan bisa diterima Gigih? Aku hanya parasit. Yu Warsi dan rekan-rekannya itulah yang menggotong beban itu. Aku yakin, mereka bekerja di sini bukan karena citu-cita mereka. Mereka mempertahankan hidup dan mencintainya, tentulah sudah jauh-jauh hari mereka menikam diri, apalah artinya berlarut-larut dan berlarat-larat dalam dunia macam ini? (hlm. 51).

Dorongan id Gigih mengatakan agar Gigih tetap bekerja sebagai centeng di kompleks prostitusi. Tetapi dorongan super ego Gigih menginginkan agar dia meninggalkan pekerjaannya sebagai centeng. Kedua dorongan ini saling bertarung, sehinggga ego Gigih harus menerima kenyataan untuk tetap memilih bekerja sebagai centeng. Sebagai centeng, Gigih tetap ingin menjalankan tugasnya mengantarkan upeti kepada orang pusat. Kutipan di bawah ini menunjukkan hal tersebut.

(96) Ternyata, Mamah tidak keberatan Gigih berniat mengantarkan upeti itu, Mamah tetap ingin Gundal mendampingi Gigih. Tak soal, apalagi Gundal malah mempercayakan semuanya kepada Gigih (hlm.51).

(56)

menyebabkan tekanan pada batin Gigih. Kutipan di bawah ini menunjukkan hal tersebut.

(97) Kendati tak persis benar isi kalimatnya, kira-kira pertanyaan-pertanyaan macam inilah yang menggelayuti pikiran Gigih, yang ternyata tak juga berhasil memejamkan matanya sedari malam. Harapan apa pula yang ingin kuraih di sini? Berapa lama lagi aku harus tetap bertahan di sini? Dunia tanpa harapan, tanpa angan-angan, tanpa rencana yang bisa memancingku untuk berpacu untuk meranggeh dan mewujudkan keinginan-keinginan. Beruntunglah mereka yang punyu harapan. Sebab dengan begitu mereka bisa bertahan untuk senantiasa meneruskan perjalanan hidup, perjalanan nasib, perjalanan... Wuaaahhh, bicara apa aku? (hlm.66).

(98) Yang dikerjakan Gigih tak lebih dari sekedar mengulang-ulang yang sudah dilakukan sebelumnya. Mengawasi orang-orang yang datang dan lalu-lalang di kompleks Mamah. Semua berjalan tertib. Tak ada yang aneh-aneh. Sebagaimana biasa, dia akan nongkrong di wisma “Sawunggaling,” atau nongkrong di warung Cak Dar, atau Yanto, atau berjalan dari satu blok ke blok lain, saling tukar infomasi dengan Bawong, Gundal, Nelwan, atau siapa saja (hlm.67).

3.1.2 Konflik Batin karena Warsi Belum Mau Meninggalkan Kompleks Prostitusi

Dorongan id Gigih menginginkan agar Gigih menjadi pelindung Warsi yang terdampar di dunia prostitusi. Kutipan di bawah ini menunjukkan hal tersebut.

(99) Ah, perkara macam apa manakala yang menjadikan Yu Warsi terdampar di tempat macam begini? Sungguh-sungguh dibutuhkan pengetahuan kita akan musabab, akan masa lalunya, sementara masa yang dihadapinya sekarang ini tetap tak bakal bisa diundurkan? (hlm.21).

(57)

Dorongan id Gigih mengatakan kepada Warsi agar mau diajak meninggalkan kompleks prostitusi. Gigih ingin menyerahkan uang tebusan kepada Mamah, agar ia bisa mengajak Warsi keluar dari kompleks prostitusi. Tetapi keinginan Gigih tidak sepenuhnya disetujui Warsi. Kutipan di bawah ini menunjukkan hal tersebut:

(l0l) Maksud hati mau membantu, bisa-bisa malah berakibat membebani Warsi. Beban yang sangat berat bahkan. Apalagi niatnya untuk mengajak Warsi keluar dari kompleks prostitusi itu tak sepenuhnya disetujui Warsi. Itu tersimpul dari pembicaraannya dengan Warsi beberapa saat kemudian.

“Yu Warsi Nggak ingin meninggalkan dunia Yu yang macam sekarang ini?” “Nggak gampang Gih,” timpal Warsi ogah-ogahan. “Lho, apa Yu nggak pernah berpikir ke situ?” Warsi tidak segera menjawab. Dia terus saja menyetrika celana Gigih.

“Apa aku, ee... kita harus menebus pada Mamah?” tanya Gigih lagi, setengah gencar. Dia seperti tak sabar untuk membiarkan suasana jadi

Referensi

Dokumen terkait

Saran pada kasus ini sebaiknya pengobatan untuk memperoleh hasil yang sempurna, fisioterapi hendaknya dapat membina kerjasama yang baik dengan pasien dan pihak

Berdasarkan hasil analisis R/C tersebut, komoditi wortel, bayam hijau, dan selada cos cukup menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembuatan Kepala Kepala Madrasah termasuk dalam kategori sangat baik

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes Davonar; (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Penghuni (Studi Kasus Di Rusunawa Jurug Surakarta). Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Hasil penelitian model I adalah: (a) ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROE dan BOPO sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROA dengan nilai signifikansi

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Larinx terletak pada leher sebelah depan, di depan Oesophagus dibangun oleh tulang rawan sebanyak 9 buah, dari luar tampak salah satu tulang rawan yang disebut Cartilago