• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PIJAT BAYI PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 0 SAMPAI 12 BULAN DI DESA BRINGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PIJAT BAYI PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 0 SAMPAI 12 BULAN DI DESA BRINGIN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PIJAT BAYI PADA IBU 1 PERBEDAAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN

PENDIDIKAN KESEHATAN PIJAT BAYI PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI USIA 0 SAMPAI 12 BULAN

DI DESA BRINGIN

ULFA AMMALIYA PUTRI1),Rini Susanti2), Chichik Nirmasari3)

Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Email: ulfaputri@AKBIDNgudiWaluyo

ABSTRAK

Putri, Ulfa Ammaliya, 2016. Perbedaan Sikap Ibu Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pendidikan Kesehatan Pijat Bayi pada Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Bringin. Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran. Pembimbing I. Rini Susanti, S.SiT.M.Kes. II: Chichik Nirmasari, S.SiT.,M.Kes

Latar belakang: Pijat bayi merupakan salah satu terapi dan bermanfaat untuk meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan kasih sayang anak dan orang tua, serta meningkatkan frekuensi menyusu ASI. Pakar ilmu kesehatan telah membuktikan bahwa manfaat tersebut terjadi terutama bila dilakukan oleh orang tua bayi. Perilaku pijat bayi dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah sikap ibu. Untuk meningkatkan sikap ibu dalam pijat bayi diperlukan pendidikan kesehatan.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi 0–12 bulan di Desa Bringin, Kabupaten Semarang.

Desain penelitian: penelitian ini menggunakan desain pre-experimental dan desain one group pretest-posttest. Populasinya adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 0–12 bulan di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Sampel yang didapat sejumlah 53 ibu, yang diambil menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung tentang pijat bayi, sejumlah 14 responden (26,4%). Sesudah pendidikan kesehatan, sebagian besar memiliki sikap mendukung, sejumlah 38 responden (71,7%). Ada perbedaan secara bermakna sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan dengan nilai p sebesar 0,000 < (0,05).

Saran: disarankan bagi masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi, diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang pijat bayi, sehingga diharapkan dapat memiliki sikap yang positif dan melakukan pijat bayi, agar bayi dapat hidup sehat dan berkembang secara optimal.

(2)

PERBEDAAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PIJAT BAYI PADA IBU 2 ABSTRACT

Putri, Ulfa Ammaliya, 2016. The Difference of Mother’s Attitude Before and After Done Health Education about Baby Massage for mother who have baby aged 0-12 month old in Bringin Village. Ngudi Waluyo Midwifery Academy, Ungaran. First Advisor: Rini Susanti, S.SiT.M.Kes., Second Advisor: Chichik Nirmasari, S.SiT.,M.kes

Background: Baby massage is one of therapies and useful to increase baby’s weight,

increase baby’s body endurance, increase affection both child and parent, and increase breastfeeding frequency. Health practitioner has proved that the advantage happens especially if it is done by baby’s mother. Baby massage is influenced by many factors; one of them is mother’s attitude. To increase mother’s attitude in baby massage is required health education.

Purpose: Objective of this research is to identify the difference of mother’s attitude before and after done health education about baby massage for mother who have baby aged 0-12 month old in Bringin Village.

Research design: This research used pre-experimental and one group pretest-posttest design. Its population was all women who have baby aged 0-12 months old in Bringin Village, Bringin District, Semarang Regency. Sample which was gotten was 53 mothers, which was taken used total sampling technique. Collecting data used questionnaire. Data was analyzed used frequency distribution and Wilcoxon-test.

Result of research: Result of this research indicates that before given health education, the most of respondent has unsupported attitude about baby massage, as many as 14 respondents (26.4%). After health education, the most of them have support attitude, as many as 38 respondents (71.7%). There is significant difference of mother’s attitude before and after done health education about baby massage for mother who have baby aged 0-12 months old with p- value 0.000 < α (0.05).

Suggestion: It is suggested for people especially mother who have baby, it is expected to increase her knowledge about baby massage, so that it is expected to be able to have positive attitude and do baby massage, so that baby can live health and grow optimally.

Keywords : Attitude, Baby Massage, Health education

PENDAHULUAN Latar Belakang

Anak memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keluarga dan bangsa. Setiap orang tua, mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, hingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh. Menurut Dasuki (2006), menyatakan bahwa tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku, rangsangan atau stimulasi.

Ikatan batin yang sehat sangat penting bagi anak, terutama dalam usia 2 tahun pertama anak menentukan pengembangan kepribadian anak selanjutnya. Selain faktor

bawaan yang dianugrahkan Tuhan sejak lahir, stimulus dari luar juga berperan bagi pertumbuhan fisik dan dan perkembangan emosional anak (Wibowo, 2008).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/SK/2014 tentang standar profesi Bidan menyebutkan bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu bentuk stimulasi tumbuh kembang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat, yaitu dengan pijat bayi.

Stimulasi tumbuh kembang bayi dilakukan lebih awal antara lain dengan melakukan pijat bayi karena pijat bayi adalah pemijatan yang dilakukan dengan usapan-usapan halus pada permukaan kulit. Pijat bayi

(3)

ini dilakukan dengan menggunakan tangan yang bertujuan untuk menghasilkan efek terhadap syaraf otot, sistem pernafasan, serta sirkulasi darah dan limpa (Subakti, 2011). Sentuhan dan pijat pada bayi setelah kelahiran dapat memberikan jaminan adanya kontak

tubuh berkelanjutan yang dapat

mempertahankan perasaan aman pada bayi. Pijat bayi dapat digolongkan sebagai aplikasi sentuhan karena dalam pijat bayi terdapat unsur sentuhan berupa kasih sayang, perhatian, suara atau bicara, pandangan mata, gerakan, dan pijatan. Stimulasi ini akan merangsang perkembangan struktur maupun fungsi sel-sel otak (Soedjatmiko, 2006).

Pijat bayi merupakan salah satu terapi yang baik, bermanfaat, dan menyehatkan bagi bayi anda. Pijat bayi dapat digolongkan sebagai stimulasi sentuh (Bety Bea, 2012). Menurut Ria Riksani (2012), pijat bayi disebut juga dengan stimulus touch atau terapi sentuh karena melalui pijat bayi inilah akan terjadi komunikasi yang nyaman dan nyaman antara ibu dan buah hatinya. Stimulasi ini akan merangsang perkembangan struktur maupun dari sel-sel otak.

Pakar ilmu kesehatan telah membuktikan bahwa terapi sentuhan dan pijat pada bayi mempunyai banyak manfaat terutama bila dilakukan oleh orang tua bayi terhadap peningkatan produksi ASI dan kenaikan berat badan bayi. Berdasarkan hasil penelitian Lana Kristine dalam Roesli (2009), yang dilakukan di Australia membuktikan bahwa bayi yang dipijat oleh orang tuanya akan mempunyai kecenderungan peningkatan berat badan. Penelitian Dasuki (2006), menyatakan tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi umur 4 bulan, memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol, terdapat kenaikan berat badan sebesar 6,16% sedangkan pada kelompok yang dipijat sebesar 9,44% serta adanya hubungan emosional dan sosial yang lebih baik.

Selain manfaat diatas, ada beberapa manfaat pijat bayi antara lain, yaitu

meningkatkan pertumbuhan bayi,

meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan konsentrasi bayi, dan membuat bayi tidur lelap, meningkatkan kasih sayang anak dan orang tua, serta meningkatkan frekuensi menyusu ASI (Roesli, 2009).

Begitu banyak manfaat pijat bayi yang disebutkan diatas. Perlu diketahui dan dilaksanakan oleh orang tua yang memiliki bayi, karena orang tua mungkin mengalami masalah dalam membesarkan anak-anak seperti tidak dapat tidur nyenyak dan kesulitan makan, sehingga rentan dengan suatu penyakit. Orang tua yang melakukan pemijatan sendiri terhadap bayinya akan belajar memperhatikan bagaimana reaksi bayi pada saat disentuh, mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga membuat orang tua lebih mudah dan menjadi sabar dalam menghadapi masalah yang timbul pada bayinya. Saat orang tua memperhatikan dan mengenali reaksi anak-anak dan memberikan responnya, bayi memberikan reaksi kembali dan terbangunlah sebuah hubungan yang positif diantara orang tua dan bayi (Soedjatmiko, 2006).

Salah satu yang mempengaruhi tentang pijat bayi ini adalah sikap dari sang ibu. Sikap ibu ini dipengaruhi oleh pengalaman, kebudayaan, sumber informasi, serta faktor emosional (Azwar, 2013). Secara budaya, khususnya di Pulau Jawa perilaku pijat bayi merupakan perilaku yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya ibu-ibu yang sering memijatkan anaknya di dukun dengan alasan bayinya sering rewel, agar bayi mudah makan, dan jika bayi sakit atau kelelahan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Dina (2012), tentang gambaran sikap dan perilaku pijat bayi pada masyarakat Jawa dimana sebagian besar masyarakat Jawa (90%) memiliki sikap yang baik terhadap perilaku pijat bayi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tujuan perilaku pijat bayi yang mereka lakukan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan bayinya dan agar membuat bayi tidak mudah rewel. Penilainan sikap juga digunakan untuk mengetahui apakah sang ibu mendukung perilaku pijat bayi atau menolaknya. Semakin yakin bahwa perilaku pijat bayi adalah baik bagi kesehatan bayinya, maka pada akhirnya sikap ibu juga menjadi baik.

Hal ini sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku dengan cara menerima atau tidak menerima objek tersebut. Sikap ibu dalam pijat bayi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu

(4)

tentang pijat bayi, menurut Mubarak (2006), dipengaruhi juga oleh pengalaman pribadi, apa yang diceritakan oleh orang lain dan kebutuhan emosional ibu sehingga terbentuk suatu kepercayaan ibu yang besar untuk memijatkan bayi nya pada dukun bayi. Sikap ibu yang baik terhadap pijat bayi dapat dipengaruhi oleh kebiasaan ibu dalam memijatkan bayi, hal ini sesuai dengan teori Mubarak (2006),.

Berdasarkan hasil wawancara kepada bidan desa, didapatkan keterangan bahwa di desa Bringin belum pernah ada pendidikan kesehatan tentang pijat bayi dan kebanyakan warga belum bisa untuk memijat bayinya sendiri. Para ibu biasanya memijatkan bayinya ke dukun bayi. Menurut Roesli (2009), pemijatan bayi tidak boleh dilakukan apabila terjadi penyumbatan usus, karena jika tetap dilakukan pemijatan pada area perut tersebut akan membuat perut bayi semakin kembung dan usus semakin tidak bergerak, akhirnya terjadilah penyumbatan atau akan menyebabkan gangguan peristaltik usus (ileus obstruktif) yang bisa berakibat fatal dan harus dilakukan operasi.

Banyak ibu yang tidak mendukung jika pijat bayi dilakukan oleh ibu sendiri karena berbagai alasan, ibu lebih mendukung jika pijat bayi dilakukan oleh dukun. Alasan ibu tidak mendukung jika pijat bayi dilakukan oleh ibu sendiri yaitu karena ibu tidak memiliki waktu atau ibu sibuk dengan pekerjaannya dan ibu meyakini jika setiap pemijatan yang dilakukan oleh dukun sudah sesuai dengan syaraf-syaraf pada tubuh bayi, sehingga pemijatan yang dilakukan oleh dukun lebih bermanfaat bagi bayinya. Salah satu hal ini dapat terjadi disebabkan karena kurangnya promosi kesehatan di daerah Bringin yang dilakukan oleh petugas kesehatan tentang pijat bayi. Pemijatan bayi merupakan salah satu program kesehatan berbasis pada pelayanan promontif dan preventif dalam proses tumbuh kembang bayi (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 18 November 2015 di Desa Bringin, Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang mewawancarai 10 orang yang memiliki bayi usia 0–12 bulan. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi 3 ibu

(30%) menjawab bahwa sikap ibu mendukung dengan adanya pijat bayi dirumah. Hal ini dapat didukung dengan pemberian pijat bayi pada bayi usia 0–12 bulan, ibu akan melakukan pijat sendiri dirumah, tanpa bantuan dukun bayi, dan ibu akan selalu memeriksa kesehatan bayi sebelum melakukan pijat bayi. Sedangkan 7 ibu menjawab (70%) bahwa sebelum dilakukan pendiidikan kesehatan tentang pijat bayi, ibu tidak mendukung, jika pijat bayi dapat dilakukan dengan ibu sendiri dirumah, tidak mendukung jika sebelum pemijatan harus melihat kondisi bayi terlebih dahulu. Setelah memberikan pre test kepada 10 responden, penulis memberikan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi tersebut kepada 10 responden. Hasilnya, 6 ibu (60%) mendukung jika pijat bayi akan dilakukan ibu sendiri dirumah, dan 4 ibu (40%) tetap tidak mendukung jika pijat bayi dapat dilakukan sendiri dirumah tanpa bantuan dukun bayi. Karena ibu memiliki beberapa alasan seperti tidak memiliki waktu karena ibu sibuk bekerja. Kesimpulannya bahwa sikap ibu mendukung mengalami perubahan sebesar 30%, dari semula tidak mendukung, menjadi mendukung dan bersedia melakukan pijat bayi sendiri dirumah, akan melihat kondisi bayi sebelum melakukan pijat, serta tidak akan melakukan pijat setelah bayi makan / menyusu.

Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar pada bayi, namun kenyatannya banyak ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya sendiri. Hal ini disebabkan kurangnya sikap tentang pijat bayi, banyak dari mereka kurang, bahkan tidak mendukung mengenai pijat bayi yang dapat dilakukan ibu sendiri dirumah. Sebagian mereka hanya mengandalkan dukun untuk memijat bayinya padahal berdasarkan pembahasan diatas, pemijatan terhadap bayi yang dilakukan oleh ibunya sendiri sangat mempunyai makna, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau hubungan kejiwaan antara ibu dan anak. Keuntungan bagi sang bayi, pijatan yang diberikan ibu dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan kepribadiannya kelak dikemudian hari, karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

(5)

perbedaan sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi umur 0 sampai 12 bulan di desa Bringin.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai beriku “Adakah Perbedaan Sikap Ibu Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pendidikan Kesehatan Pijat Bayi pada Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0 Sampai 12 Bulan di Desa Bringin?”

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sikap ibu sebelum dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi umur 0–12 bulan di Desa Bringin, Kabupaten Semarang.

2. Untuk mengetahui sikap ibu sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi umur 0–12 bulan di Desa Bringin, Kabupaten Semarang.

3. Untuk mengetahui perbedaan sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi umur 0–12 bulan di Desa Bringin, Kabupaten Semarang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu agar lebih memahami manfaat pijat bayi dan dapat melakukan pijat bayi sendiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain Pre Experimental dan desain control one group pre test dan post test. Populasinya adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 0–12 bulan di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

sampling sehinga seluruh populasi yang ada diambil sebagai sampel. Data yang digunakan adalah data primer, yang diambil secara langsung menggunakan kuesioner, dimana kuesioner tersebut telah melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Pengolahan data melalui tahap-tahap: editing, scoring, coding, entering, tabulating, dan cleaning. Analisis data meliputi dua tahap, yaitu : analisis

univariat yang berisi distribusi frekuensi dan analisis bivariat yang berisi uji perbedaan menggunakan uji Wilcoxon. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan etika penelitian, diantaranya: Informend concent (lembar persetujuan responden), Anonymity (tanpa nama), dan Confidentiality (kerahasiaan).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sebelum Penkes

Sikap Ibu Sebelum Penkes f %

Tidak Mendukung Mendukung 39 14 73,6 26,4 Jumlah 53 100

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap tidak mendukung tentang pijat bayi, yaitu sejumlah 39 responden (73,6%).

2. Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sesudah Penkes

Sikap Ibu Sesudah Penkes f %

Tidak Mendukung Mendukung 15 38 28,3 71,7 Jumlah 53 100

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung tentang pijat bayi, yaitu sejumlah 38 responden (71,7%).

3. Perbedaan Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan

Tabel 3 Perbedaan Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan

Variabel Perlakuan N Mean SD p-value Sikap Sebelum Sesudah 53 53 20,9 24,7 2,184 3,301 0,000

(6)

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai sikap ibu terhadap pijat bayi sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebesar 20,9 kemudian meningkat menjadi 24,7 sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

Berdasarkan uji Wilcoxon,

didapatkan nilai Z hitung -5,210 dengan value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi 0–12 bulan di Desa Bringin, Kabupaten Semarang.

Pembahasan

1. Gambaran Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa dari 53 responden ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, sebelum diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap tidak mendukung tentang pijat bayi, yaitu sejumlah 39 responden (73,6%).

Sikap ibu yang tidak mendukung terhadap pijat bayi ini disebabkan ibu memang tidak tahu cara memijat bayi dengan benar dan juga ibu banyak yang tidak tahu manfaat pijat bayi, sehingga manfaat dari pijat bayi belum dirasakan oleh ibu. Karena tidak mengetahui pentingnya dan manfaatnya, membuat ibu memiliki anggapan pijat bayi tidak perlu dilakukan secara rutin, sehingga timbul sikap negatif atau tidak mendukung terhadap pijat bayi.

Sikap responden yang tidak mendukung terhadap pijat bayi dapat dilihat, bahwa sebanyak 47 responden (88,7%) masih melakukan pijat bayi dengan bantuan dukun bayi. Hal ini disebabkan karena ibu belum mengetahui bagaimana cara memijat bayi yang benar, serta ibu takut untuk melakukan pemijatan sendiri. Jadi, ibu menganggap bahwa dukun yang mampu melakukan pemijatan karena sudah mengetahui

teknik-tekniknya. Hal ini, didukung oleh pernyataan Prasetyo (2009), bahwa di Indonesia pijat bayi pada masyarakat pedesaan masih dilalukan oleh dukun bayi. Selama ini pemijatan tidak hanya dilakukan pada bayi yang sehat, tetapi juga ada bayi yang sakit atau rewel dan sudah menjadi rutinitas perawatan bayi setelah bayi lahir. Selain itu, disebabkan juga dengan persepsi ibu, yang mana persepsi di masyarakat yang terjadi adalah pijat bayi biasanya dilakukan oleh dukun bukan oleh ibu, terutama pada saat bayi sakit atau rewel. Hal ini akan menimbulkan pemikiran negatif ibu dan merasa pijat bayi tidak perlu dilakukan oleh ibu.

Faktor lain yang menyebabkan sikap ibu tidak mendukung terhadap pijat bayi disebabkan ibu merasa tidak yakin jika pijat bayi dilakukannya sendiri dan bahkan ibu juga merasa takut jika salah pijat dan dapat berakibat buruk pada bayi. Hal ini didukung oleh pernyataan Maulidina (2011), menyatakan bahwa banyak ibu yang takut melakukan pijat bayi sendiri, dikarenakan ibu tidak mengetahui cara-cara memijat bayi yang baik dan benar. Sehingga ibu lebih memilih untuk memijatkan bayinya ke dukun, karena ibu menganggap bahwa dukun lebih berpengalaman tentang cara memijat bayi.

Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Depkes RI (2009), bahwa banyak ibu yang tidak mendukung jika pijat bayi dilakukan oleh ibu sendiri karena berbagai alasan, diantaranya: ibu lebih mendukung jika pijat bayi dilakukan oleh dukun. Alasan ibu tidak mendukung jika pijat bayi dilakukan oleh ibu sendiri yaitu karena ibu tidak memiliki waktu atau ibu sibuk dengan pekerjaannya dan ibu meyakini jika setiap pemijatan yang dilakukan oleh dukun sudah sesuai dengan syaraf-syaraf pada tubuh bayi.

Kemudian sebanyak 45 responden (84,9%) tidak mendukung jika pijat bayi dilakukan 2x dalam sehari pada waktu pagi dan malam hari. Ibu menganggap bahwa pemijatan tidak baik jika dilakukan sesering mungkin. Karena

(7)

menurut ibu akan mengganggu kesehatan bayi. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Subakti (2011), bahwa pemijatan bayi dapat dilakukan kapanpun. Akan tetapi, waktu yang dianjurkan yaitu pada waktu pagi dan malam hari. Alasannya yaitu, jika pemijatan dilakukan pada pagi hari maka akan lebih mudah membersihkan minyak sisa-sisa pemijatan, serta dapat membuat bayi lebih rileks dan segar. Apabila dilakukan pada malam hari maka akan membuat bayi akan tidur lebih nyenyak dan lebih nyaman.

Sikap yang tidak mendukung ini juga ditunjukkan bahwa sebanyak 39 responden (73,6%) belum melakukan pijat bayi sesuai waktu yang dianjurkan yaitu selama 10-15 menit. Hal ini karena ibu belum mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan pijat bayi, karena pijat bayi yang dilakukan tidak dengan ibu. Akan tetapi, dukun lah yang melakukan pijat bayi. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Riksani (2014), bahwa lama pemijatan bayi sebaiknya sekitar 10-15 menit. Jangan melakukan aktivitas lain seperti menonton televisi, memasak, atau lainnya ketika sedang melakukan pijat bayi.

Sikap tidak mendukung lainnya juga ditunjukkan bahwa sebanyak 21 responden (39,6%) ibu memberikan pijat bayi saat bayi sakit. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Dewi (2013), meyatakan bahwa kontraindikasi pijat bayi yaitu saat bayi memiliki suhu yang tinggi, serta saat bayi sakit. Jadi, ketika bayi sakit ibu tidak diperbolehkan untuk melakukan pemijatan.

Sikap tidak mendukung ibu terhadap pijat bayi ini sungguh sangat disayangkan, padahal pijat bayi sangat penting untuk dilaksanakan mengingat manfaatnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Bety Bea (2012), meyatakan bahwa pijat bayi merupakan salah satu terapi yang baik, bermanfaat, dan menyehatkan bagi bayi. Pijat bayi dapat digolongkan sebagai stimulasi sentuh. Sedangkan menurut Ria Riksani (2012), pijat bayi disebut juga dengan stimulus touch atau

terapi sentuh karena melalui pijat bayi inilah akan terjadi komunikasi yang nyaman dan nyaman antara ibu dan buah hatinya. Stimulasi ini akan merangsang perkembangan struktur maupun dari sel-sel otak.

Soedjatmiko (2006), menambahkan bahwa pijat bayi dapat digolongkan sebagai aplikasi sentuhan karena dalam pijat bayi terdapat unsur sentuhan berupa kasih sayang, perhatian, suara atau bicara, pandangan mata, gerakan, dan pijatan. Stimulasi ini akan merangsang perkembangan struktur maupun fungsi sel-sel otak.

2. Gambaran Sikap Ibu tentang Pijat Bayi Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 53 responden ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan di Desa Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, sesudah diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung tentang pijat bayi, yaitu sejumlah 38 responden (71,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sikap ibu telah banyak berubah sesudah diberikan pendidikan kesehatan megenai pijat bayi.

Sikap responden yang mendukung terhadap pijat bayi setelah dilakukan pendidikan kesehatan mengalami peningkatan yaitu sebanyak 45,3%. Bahwa ibu akan melakukan pijat bayi sendiri tanpa harus memanggil dukun bayi kerumah. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan hanya 6 ibu (11,3%) yang mendukung. Akan tetapi, setelah dilakukan pendidikan kesehatan 21 (39,6%) ibu mendukung jika pijat bayi ini bisa dilakukan oleh ibu sendiri, tanpa harus memanggil atau dengan bantuan dukun bayi. Hal ini sesuai dengan penyataan (Bety Bea, 2012), bahwa apabila pijat bayi dilakukan oleh orang tua bayi maka akan menambah kedekatan atau hubungan batin antara bayi dan orang tua karena bahasa sentuhan cinta mempengaruhi perasaan bayi. Sedangkan menurut (Dewi Siska, 2011), pijat bayi juga memberikan manfaat bagi orang tua.

(8)

Bagi pasangan yang masih remaja, pijat bayi dapat mendongkrak rasa percaya diri dan rasa penerimaan atas keadaanya menjadi orang tua, serta meningkatkan harga diri sebagai orang tua.

Sikap ibu mengalami peninggkatan sebanyak 34,8%. Hal ini ditunjukkan bahwa ibu mendukung jika pijat bayi dilakukan pada pagi dan malam hari. Sebelum diberikan pendidikan kesehatan hanya 8 ibu (15,1%) yang mendukung jika pemijatan dilakukan 2x dalam satu hari. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden yaitu 27 responden (50,9%) ibu mendukung jika pijat bayi dilakukan 2x sehari pada pagi dan malam hari. Hal ini sesuai dengan pendapat (Subakti, 2011), menyatakan jika waktu yang dianjurkan dalam melakukan pemijatan yaitu pada pagi dan malam hari. Alasan jika pemijatan dilakukan pada pagi hari maka akan lebih mudah membersihkan minyak sisa-sisa pemijatan. Serta dapat membuat bayi lebih rileks dan segar. Sedangkan jika dilakukan pada malam hari maka akan membuat bayi akan tidur lebih nyenyak dan lebih nyaman.

Peningkatan sikap sebanyak 30,2% juga ditunjukkan bila akan melakukan pijat bayi selama 10-15 menit sampai bayi merasa nyaman. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan hanya 14 respoden (26,4%) yang mendukung. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan mengalami peningkatan yaitu menjadi 30 responden (56,6%). Menurut (Riksani, 2014), menyatakan bahwa lama pemijatan yang baik sekitar 10-15 menit. Selain itu, selama melakukan pemijatan jangan melakukan aktivitas lain.

Perubahan sikap ibu sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden yaitu sebanyak 21 responden (39,6%) akan melakukan pemijatan saat bayi sakit. Setelah diberikan pendidikan kesehatan, menjadi 4 responden (7,5%) yang akan tetap melakukan pemijatan pada bayi yang sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2011), bahwa pijat bayi tidak boleh dilakukan jika bayi sakit dan ketika

bayi mengalami demam. Hal ini dapat menyebabkan menegangnya syaraf-syaraf yang terdapat ditubuh bayi, sehingga bayi bisa mengalami kejang.

Perubahan sikap ibu kemungkinan bisa disebabkan karena pengetahuan telah berubah dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari pengetahuan yang kurang menjadi pengetahuan baik. Pengetahuan tentang pijat bayi tersebut tentu bisa didapat dari pendidikan kesehatan yang telah diberikan. Sedangkan pengetahuan ibu akan membentuk sikap yang lebih baik. Hal ini sebagaimana dinyatakan Sabri (2006), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang adalah pengetahuan. Apabila pengetahuan yang baik maka diharapkan akan terbentuk sikap yang positif sehingga mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh percaya diri dalam melaksanakan suatu hal tertentu yang dihadapinya saat ini.

Perubahan sikap juga bisa dipengaruhi oleh orang luar seperti teman, tetangga, atau tenaga kesehatan. Sikap dapat berubah karena teman, tetangga, atau tenaga kesehatan yang mempengaruhi, yang mana ajakan atau pemberian informasi tentang pijat bayi baik dari teman, tetangga, tenaga kesehatan, dan lain-lain akan dapat meningkatkan sikap ibu tentang pijat bayi.

Sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia karena pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Tetapi, pembentukan senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan alternatif yaitu senang atau tidak senang, mendukung atau tidak mendukung, menjauhi atau tidak menjauhi (Azwar, 2013).

3. Perbedaan Sikap Ibu Tentang Pijat Bayi Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan

Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai sikap ibu terhadap pijat bayi sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebesar 20,9 kemudian meningkat menjadi 24,7

(9)

sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini karena setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi, ibu menjadi tahu akan pentingnya dan manfaatnya pijat bayi, serta lebih mengerti cara melakukan pijat bayi secara mandiri. Hal ini tentu mengakibatkan ibu lebih bersikap positif dan mendukung terhadap pelaksanaan pijat bayi secara mandiri.

Berdasarkan uji Wilcoxon,

didapatkan nilai Z hitung -5,210 dengan value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi 0–12 bulan di Desa Bringin, Kabupaten Semarang.

Hasil penelitian di atas didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baroo’ah (2015), dengan judul “Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi Terhadap Perilaku Ibu Dalam Memijat Bayi Secara Mandiri di Kelurahan Girimargo Sragen” yang menyimpulkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan tentang pijat bayi terhadap perilaku ibu dalam memijat bayi secara mandiri di Kelurahan Girimargo Sragen.

Hasil-hasil penelitian di atas sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mubarak (2006), bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan sikap dan perilaku yang terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam

meningkatkan kemampuan, baik

pengetahuan, sikap, maupun

keterampilan agar tercapai hidup sehat secara optimal.

Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa setelah seseorang mengalami stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat

terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan dapat

melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui dan disikapinya (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan menurut Machfoed (2006), pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencakup pengetahuan, sikap dan ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tentang pijat bayi merupakan aspek penting dalam meningkatkan sikap dan ketrampilan masyarakat. Sikap yang positif atau mendukung akan berakibat terhadap tindakan ibu untuk melakukan pijat bayi secara rutin, karena dengan melakukan pijat bayi secara rutin akan mendapatkan manfaat yang cukup besar terutama dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2010), dengan judul “Pengaruh pengetahuan dan sikap ibu terhadap pelaksanaan pijat bayi” menyimpulkan bahwa sikap ibu berpengaruh terhadap pelaksanaan pijat bayi, ini artinya jika ibu memiliki sikap yang mendukung terhadap pijat bayi maka ibu akan secara rutin melakukan pijat pada bayi dengan harapan bayinya dapat sehat dan tumbuh serta berkembang secara optimal.

Sikap yang baik terhadap

pelaksanaan pijat bayi memang perlu diberikan pada ibu yang memiliki bayi, karena sikap yang baik akan mengakibatkan tindakan positif terhadap pelaksanaan pijat bayi. Apabila ibu yang melakukan pijat bayi maka akan menambah kedekatan atau hubungan batin antara bayi dan orang tua karena bahasa sentuhan cinta mempengaruhi perasaan bayi (Bety Bea, 2012), serta dapat mengembangkan terjadinya

(10)

komunikasi bayi, karena dapat merangsang kontak mata, ekspresi wajah, dan ekspresi tubuh bayi. Selain itu, pijat bayi juga dapat membuat bayi lebih tenang, dan tidak mudah rewel. Umumnya bayi yang mendapat pijatan secara teratur akan lebih rileks dan tenang, dengan sirkulasi darah dan oksigen yang lancar otomatis membuat imunitas tubuh bayi lebih baik (Putri, 2009).

Hasil akhir dari penelitian ini adalah diterimanya hipotesis penelitian, yaitu terdapat Perbedaan sikap ibu sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan di Desa Bringin Kabupaten Semarang.

Keterbatasan Penelitian

Peneliti tidak lepas dari keterbatasan dan kelemahan selama peneliti melakukan penelitian, sehingga harus diminimalkan pada penelitian selanjutnya. Adapun faktor yang mempengaruhi antara lain :

1. Pemberian pendidikan kesehatan masih menggunakan bahasa medis, sehingga masih sulit untuk dimengerti dan dipahami bagi ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan yang menjadi responden 2. Beberapa responden kurang bersahabat

saat dilakukan wawancara dan pemberian pendidikan kesehatan, sehingga hanya menjawab sekedarnya saja dan dapat

mempengaruhi ketidakakuratan

pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti.

PENUTUP Kesimpulan

1. Sebelum diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung tentang pijat bayi, yaitu sejumlah 14 responden (26,4%).

2. Sesudah diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung tentang pijat bayi, yaitu sejumlah 38 responden (71,7%).

3. Ada perbedaan secara bermakna sikap ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan pijat bayi pada ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan di Desa

Bringin, Kabupaten Semarang dengan nilai p sebesar 0,000 < (0,05).

Saran

1. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi, diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang pijat bayi, sehingga diharapkan dapat memiliki sikap yang positif dan melakukan pijat bayi, agar bayi dapat hidup sehat dan berkembang secara optimal.

2. Bagi Institusi

Bagi institusi kesehatan diharapkan terus meningkatkan kegiatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya tentang pijat bayi dan dapat sampai ke semua kalangan atau sampai ke pelosok desa. Harapannya agar pengetahuan masyarakat tentang pijat bayi menjadi lebih baik dan mengubah sikap ibu ke arah positif untuk melakukan pijat bayi, sehingga manfaat pijat bayi dapat dirasakan oleh bayi beserta ibunya. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi sikap ibu terhadap pijat bayi, misalnya: pengetahuan, pendidikan, dan persepsi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 2013. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Baro’ah, 2015. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan tentang Pijat Bayi terhadap Perilaku Ibu dalam Memijat Bayi secara Madiri di Kelurahan Girimargo Sragen.

Bea, Bety. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orangtua. Yogyakarta : Nuha Medika.

Dasuki. 2006. Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi Umur 4 Bulan. Tesis Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta : UGM.

(11)

Dewi, Siska. 2013. Pijat dan Asupan Gizi Tepat. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Health dan Bainbridge. 2007. Baby Massage. Jakarta : Dian Rakyat.

Mulyati. 2013. Hubungan dan Sikap Terhadap Perilaku Ibu dalam Pemijatan Bayi di Puskesmas Pamulang

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.

1464/Menkes/SK/III/2014 Tentang Standar Profesi Bidan.

Prasetyo, 2009. Teknik-Teknik Memijat Bagi Bayi Sendiri. Yogyakarta : Diva Press. Putri, Alissa. 2009. Pijat dan Senam untuk Bayi dan Balita. Yogyakarta : Brilliant Offset.

Rahayu, 2010. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pelaksanaan Pijat Bayi.

Riksani Ria. 2012. Cara Mudah dan Aman Pijat Bayi. Jakarta : : Dunia Sehat Rismundari, Devi. 2012. Pengaruh

Pendidikan Kesehatan Pijat Bayi Terhadap Perilaku Ibu dalam Melakukan Pijat Bayi Secara Mandiri di Posyandu Krikilan Ngaglik Sleman Yogyakarta.

Roesli, U. 2009. Pedoman Pijat Bagi Bayi. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Trubus Agriwidya.

Siswati. 2013. Perbedaan Pijat Bayi Sebelum dan Sesudah Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi di Desa Dukuh Salam dan Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Subakti, 2011. Keajaiban Pijat Bayi dan

Balita. Jakarta : Wahyui Medika. Wawan A. Dewi M. 2010. Teori dan

Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

(12)

PERBEDAAN SIKAP IBU SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PIJAT BAYI PADA IBU YANG

MEMILIKI BAYI USIA 0 SAMPAI 12 BULAN DI DESA BRINGIN

ARTIKEL

Disusun Oleh

ULFA AMMALIYA PUTRI NIM. 0131706

AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN

Referensi

Dokumen terkait

cross loading pada (tabel 4.29) menunjukkan bahwa keempat dimensi mempunyai nilai loading tertinggi untuk konstruknya sedangkan semua cross loading dengan konstruk- konstruk

Kemudian, dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas permohonan pemegang saham yang (bersama-sama) mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan

Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka analisis mengenai penyertaan modal Pemerintah Daerah Kota XYZ kepada pihak ketiga (baik Bank BJB maupun produk pesaingnya) perlu untuk

Figure 63 Data Retrieval Subsystem (Project Report Summary Request) Sequence Diagram (Contd.) ...176. Figure 64 Transaction Log Subsystem Sequence

It’s convenient to work with DBI when you have to access a database product that you haven’t worked with before, but you shouldn’t assume that you can easily replace your

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme , digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument

Perekaman persidangan sebagai suatu upaya dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang transparan dan adil serta dalam rangka meningkatkan transparansi dan

To create leadership processes to help produce changes needed to cope with a changing business environment.. Establishing direction ( vision,