• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN

TEKNIS ADMINISTRASI DAN

TEKNIS PERADILAN

TATA USAHA NEGARA

EDISI 2008

MAHKAMAH AGUNG RI

2008

(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... iii

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/032/SK/IV/2007 Tentang : Memberlakukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan ... v

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 012/KMA/SK/II/2007 Tentang : Pembentukan Tim Penyempurnaan Buku I, Buku II, Buku III dan Buku Tentang Pengawasan (Buku IV) ... vii

Daftar Isi ... xvii

I. TEKNIS ADMINISTRASI ... 1

A. PENGADILAN TUN ... 1

1. PENERIMAAN PERKARA ... 1

a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama ... 1

b. Pendaftaran Perkara Banding ... 4

c. Pendaftaran Perkara Kasasi ... 7

d. Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali ... 10

e. Administrasi Biaya Perkara ... 13

2. PERSIAPAN PERSIDANGAN ... 16

a. Penunjukan Majelis Hakim ... 16

b. Penetapan Hari Sidang ... 17

c. Panggilan Para Pihak ... 18

3. PERSIDANGAN ... 19

a. Berita Acara Sidang ... 20

b. Rapat Permusyawaratan ... 21

c. Putusan ... 22

d. Minutasi Perkara ... 22

4. BERKAS ... 22

a. “Bundel A” ... 22

b. “Bundel B” Untuk Banding ... 23

c. “Bundel B” Untuk Kasasi ... 24

(3)

5. REGISTER, LAPORAN, DAN PENGARSIPAN.. 25

a. Register Perkara ... 25

b. Laporan ... 27

c. Arsip Perkara ... 30

B. PENGADILAN TINGGI TUN ... 32

1. PENERIMAAN PERKARA ... 32

a. Pendaftaran ... 32

b. Administrasi Biaya Perkara ... 33

2. PERSIAPAN PERSIDANGAN ... 35

3. PERSIDANGAN ... 36

4. BERKAS ... 36

5. REGISTER, LAPORAN, DAN PENGARSIPAN .. 37

a. Register Perkara ... 37

b. Laporan ... 37

c. Arsip Perkara ... 37

II. TEKNIS PERADILAN ... 39

A. GUGATAN ... 39 B. PERKARA PRODEO ... 40 C. OBYEK GUGATAN ... 40 D. SUBYEK GUGATAN ... 44 1. PENGGUGAT ... 44 2. TERGUGAT ... 44 E. SURAT KUASA ... 45 F. KOMPETENSI ... 46 1. KOMPETENSI ABSOLUT ... 46 2. KOMPETENSI RELATIF ... 47 G. PROSES DISMISSAL ... 48 H. PENETAPAN PENUNDAAN ... 49

I. PEMERIKSAAN DENGAN ACARA SINGKAT ... 52

(4)

J. PEMERIKSAAN DENGAN ACARA

CEPAT ... 53

K. PEMERIKSAAN DENGAN ACARA BIASA ... 53

1. PEMERIKSAAN PERSIAPAN ... 53

2. PERSIDANGAN ... 55

3. PENGUNDURAN SIDANG ... 55

L. PERKARA GUGUR ... 55

M. TERGUGAT TIDAK HADIR ... 56

N. PENCABUTAN GUGATAN ... 57 O. INTERVENSI ... 57 P. PERDAMAIAN ... 59 Q. EKSEPSI ... 60 R. PEMBUKTIAN ... 60 S. SAKSI ... 60

T. DASAR PENGUJIAN DAN DASAR PEMBATALAN KEPUTUSAN TUN ... 61

U. PEMBACAAN, ISI, DAN AMAR PUTUSAN ... 63

V. UPAYA HUKUM ... 65

W. EKSEKUSI ... 65

X. GANTI RUGI DAN REHABILITASI ... 68

Y. PEMBAYARAN UANG PAKSA, SANKSI ADMINISTRASI, DAN PENGUMUMAN PEJABAT ... 68

1. PEMBAYARAN UANG PAKSA ... 68

2. SANKSI ADMINISTRASI ... 70

3. PENGUMUMAN PEJABAT (TERGUGAT) ... 74

Z. PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI ... 76

AA.TITIK SINGGUNG WEWENANG PERADILAN ... 78

(5)

1. TITIK SINGGUNG ANTARA PENGADILAN

TUN DENGAN PENGADILAN NEGERI ... 78

2. TITIK SINGGUNG ANTARA PENGADILAN

TUN DENGAN PENGADILAN NIAGA ... 79

AB. ASAS-ASAS UMUM PERADILAN YANG

BAIK ... 80

AC. KARAKTERISTIK HUKUM ACARA

PERADILAN TUN ... 81

(6)

PEDOMAN

TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA

I. TEKNIS ADMINISTRASI

A. PENGADILAN TUN

1. PENERIMAAN PERKARA

a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama

1) Petugas pada meja pertama/loket pertama bertanggungjawab untuk menerima gugatan dan gugatan perlawanan terhadap penetapan dismissal. 2) Dokumen yang perlu disertakan dalam pendaftaran

perkara sekurang-kurangnya adalah :

a) Surat gugatan atau surat gugatan perlawanan. b) Surat kuasa khusus dari Penggugat kepada

kuasa hukumnya (bila Penggugat menguasakan kepada kuasa hukum).

c) Fotocopy kartu advokat kuasa hukum yang bersangkutan.

d) Fotocopy surat Keputusan TUN yang menjadi obyek sengketa, kecuali apabila obyek sengketa berupa Keputusan fiktif-negatif atau apabila obyek sengketa tidak dikuasai oleh Penggugat.

3) Petugas penerima berkas memeriksa kelengkapan dengan menggunakan daftar periksa (check list) dan meneruskan berkas yang telah selesai diperiksa kelengkapannya kepada Panitera Muda Perkara untuk menyatakan berkas telah lengkap/tidak lengkap.

4) Panitera Muda Perkara mengembalikan berkas yang belum lengkap dengan melampirkan daftar periksa supaya Pemohon/Penggugat atau kuasanya dapat melengkapi kekurangannya.

(7)

5) Panjar biaya perkara yang telah ditetapkan dituangkan dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar), dengan ketentuan :

a) Dalam menentukan besarnya panjar biaya perkara harus mempertimbangkan jarak dan kondisi daerah tempat tinggal para pihak, agar proses persidangan yang berhubungan dengan panggilan dan pemberitahuan dapat terselenggara dengan lancar.

b) Biaya pemeriksaan lebih dari 5 orang saksi ditanggung oleh pihak yang meminta.

c) Biaya panjar perkara wajib ditambah dalam hal panjar biaya perkara sudah tidak mencukupi. 6) Pada berkas perkara yang telah lengkap, dibuatkan

SKUM rangkap tiga :

a) Lembar pertama untuk Penggugat ; b) Lembar kedua untuk Kasir ;

c) Lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas gugatan.

7) Berkas perkara yang telah dilengkapi dengan SKUM diserahkan kepada Penggugat atau kuasanya agar membayar jumlah uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada kasir Pengadilan TUN.

8) Kasir menandatangani dan membubuhkan stempel lunas pada SKUM setelah menerima pembayaran, serta mencatat ke dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara.

9) Dalam hal gugatan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang diterima melalui pos, maka harus diperhatikan :

a) Tenggang waktu pembayaran panjar biaya perkara paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikirimkannya surat pemberitahuan tentang pembayaran panjar biaya perkara kepada Penggugat.

(8)

b) Setelah panjar biaya perkara diterima, surat gugatan yang telah dilengkapi SKUM diserahkan kepada kasir untuk dicatat dalam buku jurnal yang bersangkutan.

c) Petugas pada meja kedua/loket kedua mencatatnya dalam Register Induk Perkara dan Register Perkara Gugatan.

d) Gugatan Penggugat tidak akan didaftar apabila setelah lewat 6 (enam) bulan sejak dikirimkan surat pemberitahuan tentang pembayaran panjar biaya perkara kepada Penggugat, ternyata panjar biaya perkara belum diterima di kepaniteraan.

10) Dalam hal tempat tinggal Penggugat jauh dari Pengadilan TUN yang berwenang memeriksa perkaranya, maka pembayaran panjar biaya perkara dapat dilakukan dengan dua cara :

a) Dibayarkan melalui Pengadilan TUN atau Pengadilan Negeri terdekat, selanjutnya oleh Pengadilan yang bersangkutan dikirimkan ke Pengadilan TUN yang berwenang tersebut. Ongkos kirim ditanggung Penggugat di luar panjar biaya perkara.

b) Dikirimkan langsung ke Pengadilan TUN yang berwenang memeriksa perkaranya.

11) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

12) Petugas pada meja kedua/loket kedua mencatat perkara yang masuk ke dalam Register Induk Perkara. Terhadap perkara gugatan perlawanan terhadap penetapan dismissal, diberi tambahan kode PLW (perlawanan) pada nomor perkaranya. 13) Panitera setelah menerima berkas perkara dari

petugas meja kedua/loket kedua membuat resume gugatan, sekurang-kurangnya berisi :

(9)

a) Apakah gugatan diajukan sendiri oleh Penggugat atau diwakili oleh kuasa hukumnya. b) Apakah gugatan masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sesuai pasal 55 UU PERATUN.

c) Apakah alasan gugatan sesuai Pasal 53 ayat (2) UU PERATUN.

d) Apakah gugatan telah memuat hal-hal yang ditentukan Pasal 56 UU PERATUN.

e) Klasifikasi perkara TUN nya.

14) Pengisian kolom-kolom buku register harus dilaksanakan dengan tertib dan cermat berdasarkan jalannya penyelesaian perkara.

b. Pendaftaran Perkara Tingkat Banding

1) Berkas perkara diserahkan kepada Panitera Muda Perkara sebagai petugas pada meja pertama/loket pertama yang menerima pendaftaran terhadap permohonan banding.

2) Permohonan banding dapat diajukan di kepaniteraan Pengadilan TUN dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan. Apabila hari ke empat belas jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke empat belas jatuh pada hari kerja berikutnya.

3) Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan Panitera bahwa permohonan banding telah lewat waktu;

4) Panjar biaya banding dituangkan dalam SKUM dengan peruntukan :

(10)

a) Biaya pencatatan pernyataan banding;

b) Biaya banding yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi TUN;

c) Biaya pengiriman uang melalui Bank yang telah ditentukan atau Kantor Pos ;

d) Ongkos pengiriman berkas; e) Biaya Pemberitahuan (BP) :

(1) BP akta banding. (2) BP memori banding. (3) BP kontra memori banding.

(4) BP untuk mempelajari berkas bagi pembanding.

(5) BP untuk mempelajari berkas bagi terbanding.

(6) BP putusan bagi Pembanding. (7) BP putusan bagi Terbanding.

(8) BP panggilan para pihak apabila ada pemeriksaan tambahan.

5) SKUM dibuat dalam rangkap tiga : a) Lembar pertama untuk pemohon. b) Lembar kedua untuk kasir.

c) Lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.

6) Menyerahkan berkas permohonan banding yang telah dilengkapi SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar panjar yang tercantum dalam SKUM kepada kasir Pengadilan TUN.

7) Kasir setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

8) Kasir kemudian membukukan panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan banding dan buku kas bantu.

(11)

9) Pernyataan banding dapat diterima apabila panjar biaya perkara banding yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.

10) Apabila panjar biaya banding telah dibayar lunas, maka Pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan banding tersebut dalam Register Induk Perkara dan Register Banding.

11) Permohonan banding dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kalender harus telah disampaikan kepada lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding.

12) Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Banding, kemudian salinannya disampaikan kepada masing-masing lawannya dengan membuat relaas

pemberitahuan/penyerahannya.

13) Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi TUN, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding dicatat, harus diberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam relaas.

14) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi TUN.

15) Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi TUN harus disampaikan melalui bank Pemerintah yang telah ditentukan atau kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan. 16) Pencabutan permohonan banding diajukan kepada

Ketua Pengadilan TUN dan ditandatangani oleh Pembanding (harus diketahui oleh prinsipal apabila permohonan banding diajukan oleh kuasanya, dengan menyertakan akta Panitera.

(12)

17) Pencabutan permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi TUN disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

c. Pendaftaran Perkara Kasasi

1) Berkas perkara diserahkan kepada Panitera Muda Perkara sebagai petugas pada meja/loket pertama yang menerima pendaftaran terhadap permohonan kasasi.

2) Permohonan kasasi dapat diajukan di kepaniteraan Pengadilan TUN dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender keesokan harinya setelah putusan Pengadilan Tinggi TUN diberitahukan kepada para pihak. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

3) Permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal atau permohonan kasasi terhadap perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan, dinyatakan tidak dapat diterima dengan Surat Keterangan Ketua Pengadilan TUN atau Ketua Pengadilan Tinggi TUN sebagai Pengadilan Tk I, dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung. Namun permohonan tersebut tetap dicatat oleh Petugas yang bertanggung jawab untuk menerima pendaftaran permohonan kasasi ke dalam Register Perkara Kasasi (Pasal 45A Undang-undang tentang PERATUN).

4) Ketua Pengadilan TUN menetapkan panjar biaya perkara kasasi yang dituangkan dalam SKUM, yang diperuntukkan :

(13)

b) Besarnya biaya kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI ditambah biaya pengiriman melalui bank ke rekening Mahkamah Agung.

c) Biaya pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung.

d) Biaya Pemberitahuan (BP) : (1) BP pernyataan kasasi. (2) BP memori kasasi.

(3) BP kontra memori kasasi.

(4) BP amar putusan kasasi kepada pemohon. (5) BP amar putusan kasasi kepada termohon. 5) SKUM dibuat dalam rangkap tiga :

a) Lembar pertama untuk pemohon. b) Lembar kedua untuk Kasir.

c) Lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas perkara.

6) Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada kasir Pengadilan TUN.

7) Kasir setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan stempel lunas pada SKUM.

8) Pernyataan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara kasasi yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.

9) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

10) Apabila panjar biaya kasasi telah dibayar lunas, maka Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi tersebut dalam Register Induk Perkara TUN dan Register Permohonan Kasasi.

(14)

11) Permohonan kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender harus telah disampaikan kepada pihak lawan.

12) Memori kasasi, harus telah diterima di kepaniteraan Pengadilan TUN selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan kasasi. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

13) Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender salinan memori kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.

14) Kontra memori kasasi harus sudah diterima di kepaniteraan Pengadilan TUN selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sesudah disampaikannya memori kasasi.

15) Terhadap permohonan kasasi yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dicatat dan Panitera membuat surat keterangan bahwa permohonan kasasi telah lewat waktu. 16) Dalam waktu 65 hari sejak permohonan kasasi

diajukan, berkas kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.

17) Biaya permohonan kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim oleh kasir melalui bank BRI Cabang Veteran, Jl. Veteran Raya No.8 Jakarta Pusat ; Rekening Nomor 31.46.0370.0 dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.

18) Tanggal penerimaan memori dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara TUN dan Register Permohonan Kasasi. 19) Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah

(15)

20) Pencabutan permohonan kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan TUN yang ditandatangani oleh Pemohon kasasi. Apabila pencabutan permohonan kasasi diajukan oleh kuasanya, maka harus diketahui oleh prinsipal. 21) Pencabutan permohonan kasasi harus segera

dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan kasasi yang ditandatangani oleh Panitera.

d. Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali

1) Berkas perkara diserahkan kepada Panitera Muda Perkara sebagai petugas pada meja pertama/loket pertama yang menerima pendaftaran terhadap permohonan peninjauan kembali.

2) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender, dalam hal :

a) Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu adalah sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan tetap diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

b) Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan adalah sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

c) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan

(16)

belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain adalah sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

d) Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata adalah sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

3) Permohonan peninjauan kembali yang diajukan melampaui tenggang waktu, tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan TUN. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

4) Panjar biaya perkara peninjauan kembali dituangkan dalam SKUM, terdiri dari :

a) Biaya perkara peninjauan kembali yang telah ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung. b) Biaya pengiriman uang.

c) Biaya pengiriman berkas.

d) Biaya Pemberitahuan (BP) berupa :

(1) BP pernyataan penijauan kembali dan alasan peninjauan kembali.

(2) BP penyampaian salinan putusan kepada Pemohon peninjauan kembali.

(3) BP penyampaian amar putusan kepada Termohon peninjauan kembali.

5) SKUM dibuat dalam rangkap tiga: a) Lembar pertama untuk pemohon.

(17)

b) Lembar kedua untuk kasir.

c) Lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.

6) Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada kasir Pengadilan TUN.

7) Kasir setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan stempel lunas pada SKUM.

8) Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas.

9) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

10) Apabila panjar biaya peninjauan kembali telah dibayar lunas, maka Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Register Induk Perkara TUN dan Register Peninjauan Kembali.

11) Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari, Panitera Pengadilan wajib memberitahukan tentang permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawannya, dengan memberikan/mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan-alasannya kepada pihak lawan.

12) Jawaban/tanggapan atas alasan peninjauan kembali harus telah diterima di kepaniteraan Pengadilan TUN selambat-lambatnya 30 hari sejak alasan peninjauan kembali disampaikan kepadanya. 13) Jawaban/tanggapan atas alasan peninjauan kembali

yang diterima di kepaniteraan Pengadilan TUN harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut.

(18)

14) Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut, berkas peninjauan kembali berupa bundel A dan B harus dikirim ke Mahkamah Agung. 15) Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah

Agung, agar dikirim ke Mahkamah Agung.

16) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan TUN yang ditandatangani oleh Pemohon peninjauan kembali. Apabila diajukan oleh kuasanya harus diketahui oleh prinsipal. 17) Pencabutan permohonan peninjauan kembali harus

segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

e. Administrasi Biaya Perkara 1) Biaya perkara terdiri dari : a) Biaya proses perkara. b) Hak-hak kepaniteraan.

2) Biaya proses perkara terdiri dari pengeluaran yang diperlukan untuk penyelenggaraan peradilan yang meliputi biaya-biaya panggilan, pemberitahuan, pemeriksaan setempat, sumpah, saksi, ahli, penerjemah, eksekusi dan lain-lain harus dicatat dengan tertib dalam masing-masing buku jurnal. 3) Hak-hak kepaniteraan terdiri dari biaya materai,

redaksi, leges, pencatatan banding, pencatatan kasasi, pencatatan peninjauan kembali, dan lain-lain yang akan ditetapkan dalam peraturan Mahkamah Agung, adalah pendapatan negara.

4) Kasir melaksanakan tugas-tugas administrasi biaya perkara.

5) Biaya pencatatan permohonan banding, kasasi, dan peninjauan kembali dikeluarkan pada saat setelah diterimanya panjar biaya perkara.

(19)

6) Biaya materai dan redaksi dikeluarkan pada saat perkara diputus.

7) Pengeluaran uang perkara untuk keperluan lainnya di dalam ruang lingkup hak-hak kepaniteraan dilakukan menurut ketentuan yang berlaku.

8) Satu minggu sekali kasir harus menyerahkan uang hak-hak kepaniteraan kepada bendaharawan penerima untuk disetorkan kepada kas negara. Setiap penyerahan besarnya uang agar dicatat dalam kolom 13 KI-T6, dengan dibubuhi tanggal dan tandatangan serta nama bendaharawan penerima.

9) Biaya-biaya perkara dikeluarkan berdasarkan keperluan sesuai dengan jenis kegiatan.

10) Kasir mencatat penerimaan dan pengeluaran uang setiap hari, dalam buku jurnal yang bersangkutan dan mencatat dalam Buku Kas Bantu yang dibuat rangkap dua, lembar pertama disimpan di kasir, sedangkan lembar kedua diserahkan kepada Panitera sebagai laporan.

11) Panitera atau staf Panitera yang ditunjuk dengan surat keputusan Ketua Pengadilan TUN mencatat dalam buku induk keuangan yang bersangkutan. 12) Buku Keuangan perkara terdiri dari :

a) Jurnal Perkara Gugatan. b) Jurnal Permohonan Banding. c) Jurnal Permohonan Kasasi.

d) Jurnal Permohonan Peninjauan Kembali. e) Jurnal Permohonan Eksekusi.

f) Buku Induk Keuangan Perkara TUN. g) Buku Induk Keuangan Eksekusi.

h) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan. 13) Buku Jurnal Keuangan Perkara dipergunakan untuk

mencatat semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk setiap perkara.

(20)

14) Buku jurnal diberi nomor halaman, dan setiap nomor halaman digunakan 2 halaman muka, halaman pertama dan terakhir ditandatangani Ketua Pengadilan TUN, dan halaman lainnya di paraf. 15) Banyaknya halaman pada setiap buku jurnal, dan

adanya tandatangan serta paraf Ketua Pengadilan TUN tersebut diterangkan dengan jelas oleh Ketua Pengadilan TUN dan keterangan tersebut ditandatangani Ketua Pengadilan TUN.

16) Buku Induk Keuangan Perkara, digunakan untuk mencatat kegiatan penerimaan dan pengeluran dari seluruh perkara (kecuali perkara permohonan eksekusi), dan dicatat menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran dalam buku jurnal yang terkait, dimulai setiap awal bulan dan ditutup pada akhir bulan.

17) Penerimaan dan pengeluaran biaya eksekusi yang dicatat dalam buku jurnal eksekusi menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran dimasukkan ke dalam Buku Induk Keuangan Eksekusi.

18) Banyaknya halaman Buku induk keuangan perkara harus diterangkan dengan jelas, sedangkan setiap halaman pertama dan halaman terakhir harus dibubuhi tanda tangan Ketua pengadilan TUN, dan halaman lainnya cukup dibubuhi paraf.

19) Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara dilakukan oleh Panitera dan diketahui Ketua Pengadilan TUN.

20) Pada setiap penutupan buku induk keuangan tersebut, harus dijelaskan keadaan uang menurut buku kas, keadaan uang yang ada dalam brankas maupun yang disimpan dalam bank serta uraian secara terperinci.

21) Apabila terdapat selisih antara jumlah uang menurut buku kas dengan uang kas sesungguhnya, maka harus dijelaskan alasan terjadinya selisih tersebut.

(21)

22) Ketua Pengadilan TUN sebelum menandatangani Buku Induk Keuangan, harus meneliti kebenaran keadaan uang menurut buku kas dan menurut keadaan yang nyata, baik dalam brankas maupun yang disimpan di bank, dengan disertai bukti penyimpanan uang di bank.

23) Ketua Pengadilan TUN setiap saat dapat memerintahkan Panitera untuk menutup Buku Induk Keuangan, dan meneliti kebenaran setiap penerimaan dan pengeluaran uang perkara, sesuai dengan buku jurnal yang berkaitan, dan meneliti keadaan uang menurut buku kas dan uang nyata yang ada dalam brankas maupun yang disimpan di bank disertai buktinya.

24) Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara atas dasar perintah Ketua Pengadilan TUN, sebagaimana tersebut di atas, hendaknya dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sekali yang dilakukan secara mendadak, dengan dibuatkan berita acara pemeriksaan.

25) Buku penerimaan Uang Hak-Hak Kepaniteraan, digunakan untuk mencatat penerimaan uang hak-hak kepaniteraan dan dalam kolom keterangan diisi dengan tanggal, jumlah uang yang disetor, serta tanda tangan dan nama bendaharawan penerima. 26) Buku jurnal dan Buku Induk Keuangan setiap tahun

harus diganti, tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya.

2. PERSIAPAN PERSIDANGAN

a. Penunjukan Majelis Hakim

1) Berkas perkara yang sudah dicatat dalam register perkara, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari Ketua Pengadilan TUN menetapkan Majelis Hakim untuk mengadili perkaranya.

(22)

2) Majelis Hakim harus terdiri dari 3 orang Hakim atau lebih dengan jumlah ganjil (kecuali undang-undang menentukan lain), dengan ketentuan : a) Ketua Pengadilan TUN dan Wakil Ketua

Pengadilan TUN menjadi Ketua Majelis dalam suatu perkara.

b) Ketua Majelis adalah Hakim senior dan mempunyai kemampuan menurut penilaian Ketua Pengadilan TUN.

c) Susunan Majelis Hakim hendaknya ditetapkan secara tetap untuk jangka waktu tertentu. d) Untuk memeriksa perkara-perkara tertentu,

Ketua Pengadilan TUN dapat membentuk majelis khusus.

e) Majelis Hakim dibantu oleh seorang Panitera Pengganti.

3) Petugas meja kedua/loket kedua mencatat penunjukan Majelis Hakim dalam register perkara. 4) Apabila telah ditunjuk Majelis dan Panitera

Penggantinya, petugas meja kedua/loket kedua mencatat penunjukan tersebut dalam kolom register induk.

5) Berkas perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya, segera diserahkan kepada Majelis Hakim yang ditunjuk, setelah dilengkapi dengan formulir Penetapan Hari Sidang.

b. Penetapan Hari Sidang

1) Panitera Muda Perkara dalam waktu 3 hari kerja wajib menyerahkan berkas perkara yang sudah dilampiri penetapan hari sidang kepada Ketua Majelis/Hakim yang telah ditunjuk.

2) Hakim/Majelis Hakim mempelajari berkas, dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kalender sudah harus menetapkan hari sidang pertama.

(23)

3) Penetapan hari sidang pertama, penundaan persidangan beserta alasan penundaan berdasarkan laporan Panitera Pengganti setelah persidangan, harus dicatat dalam buku register perkara dengan tertib.

4) Setiap Hakim/Majelis harus mempunyai jadwal persidangan yang lengkap.

5) Penetapan hari sidang selalu dimusyawarahkan dengan sesama anggota Majelis Hakim dan dicatat dalam buku agenda masing-masing.

6) Ketua Majelis dalam menentukan hari sidang harus mempertimbangkan jauh dekatnya tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat persidangan. Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6 hari (Pasal 64 Undang-undang tentag PERATUN).

7) Hakim dalam pemeriksaan acara cepat, dalam menentukan hari sidang harus memperhatikan tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, lamanya tidak boleh melebihi 14 hari (Pasal 99 ayat 3 Undang-undang tentang PERATUN).

c. Panggilan Para Pihak

Panggilan terhadap para pihak untuk menghadiri sidang dilakukan dengan surat tercatat yang dikirim oleh Panitera Pengadilan atau oleh Juru Sita Pengadilan dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Panggilan terhadap para pihak dianggap sah apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat dan/atau menerima panggilan melalui Juru Sita Pengadilan. 2) Dalam hal salah satu pihak berkedudukan atau

berada di luar wilayah Republik Indonesia, Ketua Pengadilan TUN atau Ketua Pengadilan Tinggi TUN selaku Pengadilan tingkat pertama melakukan pemanggilan dengan cara meneruskan Surat

(24)

Penetapan hari sidang beserta salinan gugatan kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia cq. Dirjen Protokol dan Konsuler. Departemen Luar Negeri segera menyampaikan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalam wilayah tempat yang bersangkutan berkedudukan atau berada. Petugas Perwakilan Republik Indonesia dalam Jangka waktu 7 hari sejak dilakukan pemanggilan tersebut, wajib memberi laporan kepada Pengadilan yang bersangkutan.

3. PERSIDANGAN

a) Perkara TUN harus diputus dan diminutasi dalam waktu 6 bulan. Jika melampaui jangka waktu tersebut, maka Hakim/Ketua Majelis melaporkan keterlambatan tersebut beserta alasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi TUN melalui Ketua Pengadilan TUN dengan tembusan kepada Ketua Mahkamah Agung.

b) Sidang Pengadilan selalu harus dimulai pada jam 09.00. Kalau keadaan luar biasa, sidang dapat dimulai pada waktu yang lain, namun hal itu harus diumumkan terlebih dahulu.

c) Apabila sidang yang telah ditentukan tidak dapat terlaksana karena sesuatu hal, maka sesegera mungkin hal itu harus diumumkan.

d) Apabila Ketua Majelis yang ditunjuk berhalangan tetap untuk bersidang, maka Ketua Pengadilan TUN menunjuk Ketua Majelis yang baru dengan Penetapan. e) Apabila salah seorang Hakim anggota majelis berhalangan sementara, maka dapat ditunjuk Hakim lain sebagai pengganti, dan apabila berhalangan tetap, maka Ketua Pengadilan menunjuk Hakim lain sebagai pengganti dengan penetapan.

(25)

f) Sidang Pengadilan selalu harus dilaksanakan di ruang sidang, kecuali dalam hal dilakukan pemeriksaan di tempat.

g) Sidang pemeriksaan perkara TUN harus terbuka untuk umum. Persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum dalam hal perkara menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara (Pasal 70 ayat 1 dan 2 Undang-undang tentang PERATUN).

h) Hakim/Ketua Majelis bertanggungjawab atas ketepatan pemeriksaan perkara yang dipercayakan kepadanya, dan agar pemeriksaan perkara berjalan teratur, tertib dan lancar, maka sebelum pemeriksaan dimulai harus mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.

a. Berita Acara Sidang

1) Hakim/Ketua Majelis bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita acara persidangan dan menandatanganinya bersama-sama dengan Panitera Pengganti yang ikut bersidang sebelum sidang berikutnya.

2) Panitera Pengganti yang ikut bersidang wajib membuat berita acara sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi di persidangan, yaitu mengenai susunan persidangan, siapa-siapa yang hadir, serta jalannya pemeriksaan perkara tersebut dengan lengkap dan jelas.

3) Pada waktu musyawarah semua berita acara harus sudah selesai diketik, dan ditandatangani sehingga dapat dipakai sebagai bahan musyawarah oleh Majelis Hakim yang bersangkutan.

4) Perkembangan suatu perkara yang disidangkan harus dilaporkan oleh Panitera Pengganti kepada Panitera dan dicatat dalam buku register yang disediakan untuk itu.

5) Apabila Ketua Majelis atau Hakim Ketua Sidang dalam pemeriksaan acara cepat berhalangam

(26)

menandatangani berita acara persidangan (BAP) dan/atau putusan, maka BAP atau putusan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan TUN dengan menyatakan berhalangannya Ketua Majelis atau Hakim Ketua Sidang dalam pemeriksaan acara cepat tersebut (Pasal 109 ayat 4 Undang-undang tentang PERATUN).

6) Apabila Panitera Pengganti yang ikut sidang berhalangan menandatangani BAP dan/atau putusan, maka BAP atau putusan tersebut ditandatangani oleh Panitera Pengadilan TUN dengan menyatakan berhalangannya Panitera Pengganti tersebut.

b. Rapat Permusyawaratan

1) Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia (Pasal 19 ayat 3 UU No.4 Tahun 2004).

2) Ketua Majelis mempersilahkan Hakim anggota II untuk mengemukakan pendapatnya, disusul oleh Hakim anggota I dan terakhir Ketua Majelis akan menyampaikan pendapatnya. Semua pendapat harus dikemukakan dengan argumentasi yuridis yang jelas.

3) Dalam sidang permusyawaratan, setiap Hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan dalam hal tidak dicapai mufakat, pendapat Hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari putusan.

c. Putusan

1) Putusan sedapat mungkin diambil dengan suara bulat. Apabila mengenai sesuatu masalah terdapat perbedaan pendapat yang sangat berlainan (dalam hal ada tiga pendapat yang berlainan dalam satu majelis), maka masalah tersebut dapat dibawa

(27)

kepada Ketua Pengadilan TUN untuk dicarikan jalan ke luar.

2) Pada waktu putusan diucapkan, konsep putusan yang lengkap harus sudah siap, yang segera setelah putusan diucapkan akan diserahkan kepada Panitera Pengganti untuk diminutasi dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sesudah putusan diucapkan (Pasal 109 ayat 3 Undang-undang tentang PERATUN).

d) Minutasi Perkara

Hakim/Ketua Majelis bertanggungjawab atas ketepatan batas waktu minutasi perkara.

4. BERKAS a. “Bundel A”

Dalam hal putusan telah berkekuatan hukum tetap, agar segera dibuat pemberkasan oleh petugas meja tiga/loket tiga. Putusan tersebut segera dilekatkan dengan berkas-berkas perkara yang disebut “Bundel A”.

“Bundel A” adalah merupakan himpunan surat-surat yang diawali dengan surat gugatan dan semua kegiatan proses penyidangan/pemeriksaan perkara tersebut yang selalu disimpan di Pengadilan TUN yang terdiri dari : 1) Surat Gugatan.

2) Surat-surat : a) Panggilan.

b) Penetapan Dismissal oleh Ketua (bila ada). c) Penetapan beracara dengan cuma-cuma (bila

ada).

d) Permohonan perlawanan (bila ada).

e) Penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan TUN obyek sengketa oleh Ketua Pengadilan TUN atau oleh Hakim dalam pemeriksaan acara cepat atau oleh Majelis Hakim (bila ada).

(28)

3) Penetapan penunjukan Hakim/Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.

4) Penetapan pemeriksaan persiapan. 5) Penetapan pemeriksaan Persidangan

6) Berita acara pemeriksaan persiapan, berita acara sidang (jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan, dimasukkan dalam kesatuan berita acara).

7) Surat kuasa dari para pihak (bila memakai kuasa). 8) Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh para

pihak (bila ada).

9) Surat-surat bukti Penggugat. 10) Surat-surat bukti Tergugat.

11) Surat-surat bukti Tergugat Intervensi/Penggugat Intervensi (bila ada).

12) Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat. 13) Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat. 14) Tanggapan bukti-bukti Tergugat Intervensi/

Penggugat Intervensi (bila ada).

15) Berita acara pemeriksaan setempat (bila ada). 16) Surat-surat lainnya.

b. “Bundel B”untuk Banding

Bundel B yang berkaitan dengan permohonan banding yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas pada Pengadilan Tinggi TUN, adalah merupakan himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan banding serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan banding, yang terdiri dari : 1) Salinan putusan Pengadilan TUN.

2) Akta banding.

3) Akta pemberitahuan banding.

4) Tanda terima memori banding (bila ada).

5) Pemberitahuan penyerahan memori banding (bila ada).

(29)

7) Pemberitahuan penyerahan kontra memori banding (bila ada).

8) Pemberitahuan memberi kesempatan pihak-pihak untuk melihat, membaca dan memeriksa berkas perkara (inzage).

9) Surat kuasa khusus (kalau ada kuasa)

10) Tanda bukti pengiriman ongkos perkara banding.

c. “Bundel B” untuk Kasasi

Bundel B yang akan menjadi arsip berkas perkara kasasi pada Mahkamah Agung, terdiri dari :

1) Relaas-relaas pemberitahuan isi putusan banding atau isi putusan Pengadilan Tinggi TUN sebagai Pengadilan tingkat pertama kepada para pihak. 2) Akta permohonan kasasi.

3) Surat kuasa khusus dari Pemohon kasasi (bila ada). 4) Memori kasasi.

5) Relaas pemberitahuan kasasi kepada pihak lawan. 6) Relaas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak

lawan.

7) Kontra memori kasasi (bila ada).

8) Relaas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan.

9) Salinan putusan Pengadilan TUN.

10) Salinan putusan banding (apabila yang diajukan kasasi adalah putusan Pengadilan Tinggi TUN sebagai Pengadilan tingkat pertama, maka yang disertakan salinan putusan Pengadilan Tinggi TUN sebagai Pengadilan tingkat pertama).

11) Tanda bukti setoran biaya kasasi yang sah dari bank.

12) Surat-surat lain (bila ada).

d. “Bundel B” untuk Peninjauan Kembali

Bundel B yang akan menjadi arsip berkas perkara peninjauan kembali pada Mahkamah Agung terdiri dari:

(30)

1) Relaas pemberitahuan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

2) Akta permohonan peninjauan kembali.

3) Surat permohonan peninjauan kembali, dilampiri dengan surat bukti.

4) Tanda terima permohonan peninjauan kembali. 5) Surat kuasa khusus (bila ada).

6) Berita acara sumpah dalam hal ada novum.

7) Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawan.

8) Jawaban surat permohonan peninjauan kembali. 9) Salinan putusan Pengadilan TUN.

10) Salinan putusan Pengadilan Tinggi TUN. 11) Salinan putusan Mahkamah Agung. 12) Tanda bukti setoran biaya dari bank. 13) Surat-surat lain (bila ada).

Catatan : Untuk mengantisipasi hilangnya berkas perkara, maka berita acara hendaknya dibuat 2 (dua) rangkap.

5. REGISTER, LAPORAN, DAN PENGARSIPAN

a. Register Perkara

1) Register Induk Perkara TUN harus ditandatangani pada halaman pertama dan halaman terakhir, serta dibubuhi paraf pada tiap-tiap halaman dengan menyebutkan jumlah halamannya oleh Ketua Pengadilan TUN yang bersangutan.

2) Pencatatan perkara dalam buku register harus dilakukan dengan tertib dan cermat.

3) Buku register yang berkaitan dengan buku jurnal, terdiri dari :

a) Register Induk Perkara.

b) Register Perkara Gugatan/Perlawanan terhadap penetapan dismissal.

(31)

c) Register Permohonan Banding. d) Register Permohonan Kasasi.

e) Register Permohonan Peninjauan Kembali. f) Register Eksekusi.

4) Buku register yang tidak berkaitan dengan buku jurnal, terdiri dari :

a) Register Pengawasan terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

b) Register Pengawasan terhadap Dipatuhinya Perintah Hakim dalam Penetapan Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Objek Sengketa; c) Register Bantu.

5) Register Induk harus memuat seluruh data perkara dalam tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi.

6) Buku register setiap tahun harus diganti, tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya.

7) Register perkara Gugatan dan Perlawanan terhadap penetapan dismissal ditutup setiap bulan, nomor urut setiap bulan dimulai dari nomor 1, sedangkan nomor perkara berlanjut untuk satu tahun. Cara Penutupan :

a) Penutupan register setiap akhir bulan, ditandatangani oleh petugas register, dengan perincian sebagai berikut :

 Sisa bulan lalu : …………. Perkara  Masuk bulan ini : …………. Perkara  Putus bulan ini : …………. Perkara  Sisa bulan ini : …………. Perkara

b) Penutupan register setiap akhir tahun, ditanda-tangani oleh Panitera dan diketahui oleh Ketua Pengadilan TUN, dengan perincian sebagai berikut :

 Sisa tahun lalu : …………. Perkara  Masuk tahun ini : …………. Perkara  Putus tahun ini : …………. Perkara

(32)

 Sisa tahun ini : …………. Perkara

8) Register banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi ditutup oleh Panitera serta diketahui Ketua Pengadilan TUN setiap akhir tahun dengan rekapitulasi sebagai berikut :

 Sisa tahun lalu : …………. Perkara  Masuk tahun ini : …………. Perkara  Putus tahun ini : …………. Perkara  Sisa akhir :

a. Sudah dikirim : …………. Perkara b. Belum dikirim : …………. Perkara

b. Laporan

1) Pengadilan TUN berkewajiban membuat laporan tentang keadaan perkara, keuangan perkara dan kegiatan Hakim, dengan jenis laporan :

a) Laporan keadaan perkara.

b) Laporan perkara yang dimohonkan banding. c) Laporan perkara yang dimohonkan kasasi. d) Laporan perkara yang dimohonkan peninjauan

kembali.

e) Laporan perkara yang dimohonkan eksekusi serta pelaksanaannya.

f) Laporan tentang kegiatan hakim.

g) Laporan tentang kegiatan Panitera/Panitera Pengganti.

h) Laporan keuangan perkara. i) Laporan jenis perkara.

2) Asli laporan dikirim kepada Ketua Pengadilan Tinggi TUN yang bersangkutan, dengan tembusan dikirimkan kepada Mahkamah Agung RI.

3) Laporan keadaan perkara, keuangan perkara, dan jenis perkara dibuat pada setiap akhir bulan dan sudah harus diterima oleh Pengadilan Tinggi TUN atau Mahkamah Agung pada tanggal 15 bulan berikutnya.

4) Laporan keadaan perkara yang dimohonkan banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi

(33)

dibuat setiap 4 (empat) bulan, yaitu pada akhir bulan April, Agustus dan Desember.

5) Laporan tentang kegiatan Hakim dibuat setiap 6 (enam) bulan, yaitu pada akhir bulan Juni dan Desember.

6) Isi Laporan keadaan perkara :

a) Laporan tentang keadaan perkara sejak diterima sampai diputus dan diminutasi.

b) Laporan keadaan perkara yang dimohonkan banding mulai tanggal putusan, tanggal permohonan banding, sampai tanggal pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Tinggi TUN, dan juga mengenai perkara yang dimohonkan banding tetapi tidak memenuhi syarat tenggang waktu banding.

Perkara-perkara banding yang telah dikirim ke Pengadilan Tinggi TUN tetapi belum diterima kembali oleh Pengadilan TUN harus tetap dilaporkan.

c) Laporan perkara yang dimohonkan kasasi, berisi tentang keadaan perkara yang dimohonkan kasasi, mulai tanggal penerimaan berkas dari Pengadilan Tinggi TUN sampai dengan tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung.

Perkara-perkara kasasi yang telah dikirim ke Mahkamah Agung tetapi belum diterima kembali oleh Pengadilan TUN harus tetap dilaporkan.

d) Laporan perkara yang dimohonkan peninjauan kembali, berisi tentang keadaan perkara yang dimohonkan peninjauan kembali, mulai tanggal penerimaan berkas dari Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi TUN sampai dengan tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung dan juga mengenai perkara yang dimohonkan peninjauan kembali namun tidak

(34)

memenuhi syarat tenggang waktu peninjauan kembali.

Perkara-perkara peninjauan kembali yang telah dikirim ke Mahkamah Agung tetapi belum diterima kembali oleh Pengadilan TUN harus tetap dilaporkan.

e) Laporan keadaan perkara yang dimohonkan eksekusi berisi tentang keadaan perkara yang dimohonkan eksekusi, mulai tanggal permohonan eksekusi sampai dengan selesainya eksekusi.

f) Laporan kegiatan Hakim, berisi tentang jumlah perkara yang diterima, diputus, dan sisa perkara serta jumlah perkara yang sudah maupun yang belum diminutasi.

g) Laporan kegiatan Panitera/Panitera Pengganti berisi tentang jumlah perkara yang diterima, diputus dan yang sudah maupun belum diminutasi.

h) Laporan tentang keadaan keuangan perkara, data-datanya harus sesuai dengan buku induk keuangan perkara.

7) Dalam setiap laporan terhadap perkara yang belum dikirim harus pula disebutkan alasannya dalam kolom keterangan. Perkara sebagaimana tersebut pada angka 6 huruf b) sampai dengan e) di atas, tetap dilaporkan dalam setiap laporan sampai perkara diputus/selesai.

8) Laporan-laporan dalam point 6.a) hingga 6.g) adalah laporan yang bersifat evaluasi, sehingga laporan-laporan tersebut dapat dipantau tentang kegiatan para pejabat peradilan secara keseluruhan, baik Hakim maupun pejabat kepaniteraan yang berhubungan dengan penyelenggaraan jalannya peradilan.

9) Laporan dalam point 6.f adalah laporan yang semata-mata bersifat data tentang :

(35)

b) Jumlah putusan.

c) Sisa perkara yang belum diputus pada setiap akhir bulan.

c. Arsip Perkara

1) Setelah putusan dikirim ke para pihak, maka petugas meja ketiga/loket ketiga menyimpan berkas perkara untuk keperluan arsip.

2) Secara umum berkas perkara dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu :

a) Berkas yang masih berjalan (aktif) yakni berkas perkara yang telah diputus dan diminutasi, tetapi masih dalam kasasi, peninjauan kembali dan masih memerlukan penyelesaian akhir.

b) Arsip berkas perkara (non aktif) yakni berkas perkara yang telah selesai dalam arti mempunyai kekuatan hukum tetap.

3) Berkas perkara yang masih berjalan (aktif) dikelola pada kepaniteraan perkara/petugas meja ketiga, sementara arsip berkas perkara yang sudah tidak aktif dipindahkan pengelolaannya pada kepaniteraan hukum.

4) Pembenahan dan penataan berkas perkara dan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yakni:

a) Tahap Pertama

1) Pendataan semua berkas perkara dengan memisahkan berkas perkara yang masih berjalan dan arsip berkas perkara;

2) Berkas yang masih berjalan disusun secara vertikal/horizontal sesuai dengan situasi dan kondisi ruang;

3) Penataan arsip berkas perkara dimasukkan dalam sampul/box dengan diberikan catatan: a) Nomor urut box.

b) Tahun perkara. c) Jenis perkara. d) Nomor urut perkara.

(36)

b) Tahap Kedua

Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara tahap kedua dilakukan oleh kepaniteraan hukum, dengan cara :

1) Membuat daftar isi yang ditempel dalam box.

2) Arsip yang telah disusun menurut jenis perkara, dipisahkan menurut klasifikasi perkaranya dan disimpan dalam box tersendiri.

3) Menyimpan box arsip berkas perkara dalam rak (lemari).

4) Membuat daftar isi rak (D.I.R.) dan daftar isi lemari (D.I.L.).

c) Tahap Ketiga

Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara tahap ketiga dilakukan oleh kepaniteraan hukum dengan cara :

1) Memisahkan berkas perkara yang sudah mencapai masa untuk dihapus;

2) Menyimpan arsip berkas perkara yang telah dimasukkan dalam box/sampul untuk disimpan dalam rak/lemari;

3) Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara agar dilaporkan oleh Ketua Pengadilan TUN kepada Ketua Pengadilan Tinggi TUN dan Ketua Mahkamah Agung RI, baik secara berkala maupun insidentil. 5) Pengadilan juga dapat menyimpan berkas perkara

dalam bentuk lain, seperti pada pita magnetik, disket, CD, flasdisk, atau media lainnya.

(37)

B. PENGADILAN TINGGI TUN

1. PENERIMAAN PERKARA a. Pendaftaran

1) Petugas pada meja pertama/loket pertama menerima berkas perkara banding yang dikirim oleh Pengadilan TUN dan meneliti kelengkapan berkas perkara tersebut serta apabila terdapat kekurangan, Panitera meminta kekurangan tersebut kepada Pengadilan TUN pengaju.

2) Petugas pada meja pertama/loket pertama mengirim salinan memori/kontra memori banding yang diterima oleh Pengadilan Tinggi TUN kepada Pengadilan TUN untuk disampaikan kepada pihak lawan.

3) Petugas pada meja pertama/loket pertama menerima kembali relaas pemberitahuan/ penyerahan salinan memori/kontra memori banding dari Pengadilan TUN.

4) Petugas pada meja kedua/loket kedua kemudian mendaftarkan perkara dalam Buku Register Perkara Banding setelah biaya perkara diterima oleh kasir dan dicatat dalam buku jurnal.

5) Nomor perkara harus sama dengan nomor perkara dalam buku jurnal;

6) Pengisian kolom-kolom buku register harus dilaksanakan dengan tertib dan cermat.

7) Berkas perkara yang diterima hendaknya dilengkapi dengan formulir penetapan majelis Hakim, disampaikan kepada Wakil Panitera untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi TUN melalui Panitera.

8) Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya, segera diserahkan kepada Majelis Hakim yang ditunjuk, dan mencatat pembagian perkara tersebut dengan tertib.

(38)

9) Pelaksanaan tugas-tugas pada meja pertama/ loket pertama dan meja kedua/loket kedua dilakukan oleh sub kepaniteraan perkara dan berada langsung di bawah pengawasan Wakil Panitera.

Catatan :

Untuk pelaksanaan penyelenggaraan administrasi perkara pada Pengadilan Tinggi TUN sebagai Pengadilan tingkat pertama, sama dengan teknis administrasi perkara pada Pengadilan TUN dengan penyesuaian seperlunya.

b. Administrasi Biaya Perkara

1) Kasir menerima dan membukukan uang panjar perkara banding yang diterima dari Pengadilan TUN dalam buku jurnal keuangan perkara banding. 2) Pencatatan penerimaan biaya perkara dalam buku jurnal dan pemberian nomor perkara, dilaksanakan setelah berkas perkara diterima.

3) Biaya administrasi dikeluarkan bersamaan dengan pencatatan penerimaan biaya perkara tersebut. 4) Biaya materai dan redaksi, dikeluarkan dari biaya

perkara pada waktu perkara diputus. 5) Buku keuangan perkara terdiri dari :

(a) Jurnal Keuangan Perkara. (b) Buku Induk Keuangan Perkara.

(c) Buku Penerimaam Uang Hak-Hak Kepaniteraan.

6) Buku Jurnal Keuangan Perkara, digunakan untuk mencatat semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk setiap perkara, dimulai dari penerimaan biaya perkara dan ditutup pada tanggal perkara diputus.

7) Buku jurnal diberi nomor halaman, untuk setiap nomor halaman digunakan 2 halaman muka, dengan halaman pertama dan halaman terakhir ditandatangani Ketua Pengadilan Tinggi TUN dan halaman lainnya diparaf.

(39)

8) Banyaknya halaman pada setiap buku jurnal, dan adanya tanda tangan serta paraf Ketua Pengadilan Tinggi TUN tersebut diterangkan dengan jelas oleh Ketua Pengadilan Tinggi TUN, dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Tinggi TUN.

9) Buku Induk Keuangan Perkara, digunakan untuk mencatat kegiatan penerimaan dan pengeluaran dari seluruh perkara, dan dicatat menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran dalam buku jurnal yang terkait, dimulai setiap awal bulan dan ditutup pada akhir bulan.

10) Banyaknya halaman buku induk keuangan perkara harus diterangkan dengan jelas, sedangkan setiap halaman pertama dan halaman terakhir harus dibubuhi tandatangan Ketua Pengadilan Tinggi TUN dan halaman lainnya cukup diparaf.

11) Penutupan buku induk keuangan perkara dilakukan oleh Panitera dan diketahui Ketua Pengadilan Tinggi TUN.

12) Pada setiap penutupan buku induk keuangan tersebut, harus dijelaskan keadaan uang menurut buku kas, keadaan uang yang ada dalam brankas maupun yang disimpan di bank, serta uraian secara terperinci.

13) Apabila terdapat selisih antara jumlah uang menurut buku kas dengan uang kas sesungguhnya, maka harus dijelaskan alasan terjadinya selisih tersebut.

14) Ketua Pengadilan Tinggi TUN sebelum menandatangani buku induk keuangan, harus meneliti kebenaran keadaan uang menurut buku kas dan menurut keadaan yang nyata, baik dalam brankas maupun yang disimpan di bank, dengan disertai bukti penyimpanan uang di bank.

15) Ketua Pengadilan Tinggi TUN setiap saat dapat memerintahkan Panitera untuk menutup buku induk keuangan, dan meneliti kebenaran setiap

(40)

penerimaan dan pengeluaran uang perkara, sesuai dengan buku jurnal yang berkaitan dan meneliti keadaan uang menurut buku kas dan uang yang ada dalam brankas maupun yang disimpan di bank, disertai buktinya.

16) Penutupan buku induk keuangan perkara atas dasar perintah Ketua Pengadilan Tinggi TUN, sebagaimana tersebut di atas hendaknya dilakukan minimal 3 (tiga) bulan sekali yang dilakukan secara mendadak, dengan dibuatkan berita acara pemeriksaan.

17) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan, digunakan untuk mencatat penerimaan uang hak-hak Kepaniteraan dan dalam kolom keterangan diisi dengan tanggal, jumlah uang yang disetor, serta tanda tangan dan nama Bendaharawan Penerima.

18) Buku Jurnal dan buku induk keuangan setiap tahun harus diganti, tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya.

2. PERSIAPAN PERSIDANGAN

a. Setelah berkas diperiksa kelengkapannya, maka oleh meja kedua/loket kedua perkara yang masuk didaftarkan ke dalam buku register perkara sesuai dengan urutan tanggal penerimaan.

b. Berkas perkara yang diterima dilengkapi dengan formulir penetapan Majelis Hakim, disampaikan oleh meja kedua/loket kedua kepada Wakil Panitera untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi TUN melalui Panitera.

c. Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya dan Panitera Penggantinya oleh meja kedua/loket kedua segera diserahkan kepada Majelis Hakim yang ditunjuk dan mencatat pembagian perkara tersebut dengan tertib.

(41)

3. PERSIDANGAN

a. Dalam hal Pengadilan Tinggi TUN melakukan pemeriksaan sendiri baik dalam tingkat banding maupun sebagai pengadilan tingkat pertama, maka Panitera atau Panitera Pengganti membantu Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang, kemudian setiap selesai sidang Panitera atau Panitera Pengganti wajib menyusun berita acara dan menyampaikannya kepada Ketua Majelis sebelum hari persidangan berikutnya.

b. Dalam hal perkara telah diputus oleh Majelis Hakim banding, maka salinan putusan beserta berkas perkara dikirimkan kembali oleh Panitera Pengadilan Tinggi TUN ke Pengadilan TUN.

c. Panitera Pengadilan Tinggi TUN dalam waktu 30 hari mengirimkan salinan putusan tingkat banding beserta surat pemeriksaan dan surat lain ke Pengadilan TUN yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama (Pasal 127 ayat 4 Undang-undang tentang PERATUN).

4. BERKAS

“Bundel B” yang berkaitan dengan permohonan banding yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas Pengadilan Tinggi TUN adalah merupakan himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan banding serta semua kegiatan yang berkenaan dengan adanya permohonan banding yang terdiri dari :

a. Salinan putusan Pengadilan TUN. b. Akta banding.

c. Akta pemberitahuan banding.

d. Pemberitahuan penyerahan memori banding. e. Pemberitahuan penyerahan kontra memori banding. f. Pemberitahuan memberi kesempatan pihak-pihak untuk

melihat, membaca dan memeriksa (inzage) berkas perkara.

g. Surat kuasa khusus (kalau ada kuasa).

(42)

5. REGISTER, LAPORAN, DAN PENGARSIPAN

a. Register Perkara

Register perkara TUN harus memuat seluruh data-data perkara, dan pengisiannya dilaksanakan dengan tertib dan cermat.

Buku Jurnal dan Buku Induk Keuangan Pengadilan Tinggi TUN harus ditandatangani pada halaman 1 dan halaman terakhir, serta dibubuhi paraf pada tiap-tiap halaman dengan menyebutkan jumlah halamannya oleh Ketua Pengadilan Tinggi TUN.

b. Laporan

1) Pengadilan Tinggi TUN wajib membuat laporan tentang keadaan perkara dan keuangan perkara setiap bulan, serta laporan kegiatan Hakim setiap 6 (enam) bulan.

2) Macam Laporan :

a) Laporan Keadaan Perkara. b) Laporan Kegiatan Hakim. c) Laporan Keuangan Perkara.

3) Pengadilan Tinggi TUN membuat evaluasi atas laporan bulanan keadaan perkara yang berasal dari seluruh Pengadilan TUN di wilayah hukumnya untuk disampaikan kepada Mahkamah Agung. 4) Pengadilan Tinggi TUN membuat rekapitulasi

setiap akhir tahun atas laporan dari seluruh Pengadilan TUN di wilayah hukumnya tentang keadaan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali dan jenis perkara serta mengirimkan kepada Mahkamah Agung.

c. Arsip Perkara

1) Setelah putusan dikirim ke Pengadilan TUN, maka petugas meja ketiga/loket ketiga menyimpan berkas perkara untuk keperluan arsip.

2) Secara umum berkas perkara dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu :

(43)

a) Berkas yang masih berjalan (aktif) yakni berkas perkara yang telah diputus dan diminutasi, tetapi masih dalam kasasi, peninjauan kembali dan masih memerlukan penyelesaian akhir.

b) Arsip berkas perkara (non aktif) yakni berkas perkara yang telah selesai dalam arti mempunyai kekuatan hukum tetap.

3) Berkas perkara yang masih berjalan (aktif) dikelola pada kepaniteraan perkara/petugas meja ketiga, sementara arsip berkas perkara yang sudah tidak aktif dipindahkan pengelolaannya pada kepaniteraan hukum.

4) Pembenahan dan penataan berkas perkara dan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yakni:

a) Tahap Pertama

(1) Pendataan semua berkas perkara dengan memisahkan berkas perkara yang masih berjalan dan arsip berkas perkara.

(2) Berkas yang masih berjalan disusun secara vertikal/horizontal sesuai dengan situasi dan kondisi ruang.

(3) Penataan arsip berkas perkara dimasukkan dalam sampul/box dengan diberikan catatan : (a) Nomor urut box.

(b) Tahun perkara. (c) Jenis perkara. (d) Nomor urut perkara.

b) Tahap Kedua

Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara tahap kedua dilakukan oleh kepaniteraan hukum, dengan cara :

(1) Membuat daftar isi yang ditempel dalam box.

(2) Arsip yang telah disusun menurut jenis perkara, dipisahkan menurut klasifikasi perkaranya dan disimpan dalam box tersendiri.

(44)

(3) Menyimpan box arsip berkas perkara dalam rak (lemari).

(4) Membuat daftar isi rak (D.I.R.) dan daftar isi lemari (D.I.L.).

c) Tahap Ketiga

Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara tahap ketiga dilakukan oleh kepaniteraan hukum dengan cara :

(1) Memisahkan berkas perkara yang sudah mencapai masa untuk dihapus.

(2) Menyimpan arsip berkas perkara yang telah dimasukkan dalam box/sampul untuk disimpan dalam rak/lemari.

(3) Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara agar dilaporkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi TUN kepada Ketua Mahkamah Agung RI, baik secara berkala maupun insidentil.

5) Pengadilan Tinggi TUN juga dapat menyimpan berkas perkara dalam bentuk lain, seperti pada pita magnetik, disket, CD, flasdisk, atau media lainnya.

II. TEKNIS PERADILAN

A. GUGATAN

1. Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau Pejabat TUN dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan (Pasal 1 butir 5 Undang-undang tentang PERATUN).

2. Tuntutan pokok dalam gugatan adalah agar Keputusan TUN yang menjadi obyek sengketa dinyatakan batal atau tidak sah, dan tuntutan tambahan berupa ganti rugi dan/atau rehabilitasi (Pasal 53 ayat 1 Undang-undang tentang PERATUN).

(45)

a. Keputusan TUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keputusan TUN yang digugat bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).

B. PERKARA PRODEO

1. Penggugat yang tidak mampu, dapat mengajukan gugatan secara prodeo. Keadaan tidak mampu itu harus dibuktikan dengan surat keterangan kepala desa/kelurahan yang bersangkutan. Dalam register perkara hal itu dicatat. Semua penerimaan dan pengeluaran meskipun nihil harus tetap dicatat dalam jurnal.

2. Sebelum suatu gugatan dicatat dalam buku register, Penggugat terlebih dahulu harus mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, yang apabila dikabulkan, Hakim membuat penetapan tentang ijin berperkara secara prodeo, setelah sebelumnya pihak lawan diberi kesempatan untuk menanggapi permohonan tersebut. Perihal pemberian ijin beracara secara prodeo berlaku untuk masing-masing tingkat peradilan secara sendiri-sendiri dan tidak dapat diberikan untuk semua tingkat peradilan sekaligus.

3. Penetapan tentang ijin berperkara secara prodeo tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.

4. Untuk tingkat banding agar diperhatikan ketentuan Pasal 12, 13, dan 14 UU No.20 Tahun 1947.

C. OBYEK GUGATAN

1. Keputusan TUN (Pasal 1 butir 3 Undang-undang tentang PERATUN), yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

2. Keputusan fiktif-negatif (Pasal 3 Undang-undang tentang PERATUN), yaitu sikap diam Badan/Pejabat TUN yang

(46)

tidak mengeluarkan Keputusan TUN yang dimohonkan oleh orang atau badan hukum perdata sedangkan hal tersebut menjadi kewajiban ataupun kewenangannya. Sifat permohonannya haruslah berupa Keputusan TUN sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 butir 3 Undang-undang tentang PERATUN dan bukan permohonan yang sekedar bersifat informasi.

Penerapan ketentuan keputusan fiktif-negatif :

a. Apabila ditentukan jangka waktu untuk memproses permohonan, dianggap ada penolakan jika jangka waktu yang ditentukan tersebut telah lewat Badan/Pejabat TUN tidak memprosesnya.

b. Apabila tidak ditentukan jangka waktu untuk memproses permohonan, dianggap ada penolakan setelah lewat jangka waktu 4 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan.

c. Apabila terbukti sikap diam yang dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN cacat hukum, maka Pengadilan mewajibkan agar Badan/Pejabat TUN tersebut menerbitkan Keputusan TUN sesuai prosedur perundang-undangan yang berlaku.

d. Hakim harus membuktikan mengenai cacat hukumnya, apakah melanggar perundang-undangan yang berlaku atau melanggar AAUPB.

e. Amar putusan dalam gugatan fiktif-negatif mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan Penggugat yang didiamkan oleh Tergugat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Amar putusan dalam gugatan fiktif-negatif tidak selalu mengabulkan permohonan Penggugat, tetapi dapat juga menolak permohonan Penggugat.

3. Keputusan TUN yang melalui upaya administrasi (Pasal 48 Undang-undang tentang PERATUN) :

a. Apabila peraturan perundang-undangan mengatur penyelesaian sengketa TUN melalui upaya administrasi terlebih dahulu, maka sengketa TUN

(47)

tersebut harus diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia di lingkungan pemerintahan.

b. Pengadilan TUN baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN tersebut jika seluruh upaya administrasi telah digunakan. c. Upaya administrasi adalah prosedur yang harus

ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan TUN. d. Upaya administrasi di lingkungan pemerintahan

meliputi :

1) Upaya keberatan (administratief bezwaar). 2) Banding administrasi (administratief beroep) e. Upaya keberatan adalah pengajuan surat keberatan

yang ditujukan kepada Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan (penetapan/beschikking) semula.

Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administrasi berupa pengajuan surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan TUN diajukan kepada Pengadilan TUN.

f. Banding administrasi adalah pengajuan surat banding administrasi yang ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan yang berwenang memeriksa ulang Keputusan TUN yang disengketakan.

Apabila peraturan dasarnya menentukan ada upaya administrasi yang berupa pengajuan surat banding administrasi, maka gugatan terhadap Keputusan TUN yang telah diputus dalam tingkat banding administrasi tersebut diajukan kepada Pengadilan Tinggi TUN dalam tingkat pertama yang berwenang. 4. Keputusan TUN yang tidak boleh diperiksa oleh

Pengadilan TUN sesuai Pasal 49 Undang-undang tentang PERATUN adalah :

Referensi

Dokumen terkait