• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

1

KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM

PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

Eka Fitriah Anggraini 05110166

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

April, 2009

(2)

2

KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM

PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

Eka Fitriah Anggraini 05110166

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

April, 2009

(3)

3

KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM

PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI

SKRIPSI

Oleh :

Eka Fitriah Anggraini 05110166

Telah disetujui

Pada Tanggal 31 Maret 2009 Oleh :

Dosen Pembimbing

Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. NIP. 150 302 530

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Drs. Moh. Padil, M.Pd.I NIP. 150 267 235

(4)

4

KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM

PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh Eka Fitriah Anggraini (05110166)

telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 13 April 2009dengan nilai B+

dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

pada tanggal: 13 April 2009.

Panitia Ujian

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Drs. H. Asma’un Sahlan, M. Ag. NIP. 150 302 530 NIP. 150 215 372

Pembimbing, Penguji Utama,

Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Dr. M. Zainuddin, MA. NIP. 150 302 530 NIP. 150 275 502

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang

Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031

(5)

5

Skripsi ini aku persembahkan untuk yang selalu hidup dalam jiwaku dan menemaniku dalam setiap hela nafas:

Allah SWT dan Rasul-Nya Yang telah membuka hati dan fikiranku, memberiku kemudahan dan kelancaran. Terima Kasih Ya Rahman, Ya Rahim Ya Lathif, perjalanan ini memang sulit tapi dengan-Mu tidak ada yang sulit dan tidak ada yang tidak mungkin. Alhamdulillah ‘Ala Kulli Ni’amik.

Burhanuddin Al-Zarnuji yang karyanya telah memberiku inspirasi untuk melakukan pengkajian ini. Semoga dapat memberi manfaat padaku. Amin

Dua insan yang ku cintai dan ku sayangi setelah Allah dan Rasul-Nya Ummy tercinta (Yasminah ) dan Abah Tersayang (Anisul Muttaqin ) yang tanpa kenal lelah memberikan kasih sayang, motivasi serta dukungan demi keberhasilan puterinya untuk mewujudkan cita-citanya dan mencapai ridha Allah. Semoga amal Abah, Ummy diterima dan menjadi ahli surga. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Kholidatul Imaniyah, malaikat kecilku yang beranjak dewasa, yang selalu berdoa semoga kakak bahagia dan berhasil. Terima kasih atas semangat yang adik tularkan pada kakak. Semoga Allah menyiapkan masa depan yang indah buat Adik.

Seluruh Masyayikh dan Pahlawan tanpa tanda jasaku (Guru- Guruku) di Ma’had Tercinta Nurul Jadid Probolinggo dan Ma’had Sunan Ampel Al-Ali serta Dosen-Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang terutama Dosen pembimbing Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA, yang telah memberiku ilmu sebagai bekal dalam melakukan pengkajian ini.

Sahabat-sahabat dekatku (Mbak Anis, Mbak Lilis, Mbak Chikma dan Ashief) yang telah membuat hari-hariku begitu indah, terima kasih atas jalinan persaudaran ini. Semoga kita bisa sama-sama memperoleh kebahagiaan. Dimanapun nantinya kita, ingatlah bahwa kita pernah satu. I LOVE U ALL.

Teman-teman MAK Nurul Jadid angkatan 10 (Adz-DZikr dan Madhzab Community) Diamanapun kalian, terimakasih atas bantuan do’a dan dukungan yang belum bisa kubalas, semoga Allah jadikan kita ‘Ibad-Nya yang selalu bersyukur atas nikmat yang yang telah diberikan oleh-Nya.

Seluruh pencari dan pecinta ilmu, yang tak pernah lelah dalam belajar dan mengkaji. Semoga Allah mengangkat derajat kita dengan ilmu yang kita miliki.

(6)

6 MOTTO

#

#

(7)

7

Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Dosen Fakultas Tarbiyah

Universitas Islam Negeri (UIN) Malang NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Eka Fitriah Anggraini Malang, 31 Maret 2009 Lamp. : 5 (Lima) Eksemplar

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di

Malang

Assalamu`alaikum Wr. Wb.

Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama : Eka Fitriah Anggraini NIM : 05110166

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul Skripsi : Konsep Etika Peserta Didik Dalam Perspektif

Burhanuddin Al-Zarnuji

Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan.

Demikian, mohon dimaklumi adanya.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb.

Pembimbing,

Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. NIP. 150 302 530

(8)

8

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.

Malang, 31 Maret 2009

(9)

9

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Setelah itu, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad sang Reformis, yang telah diutus untuk membawa risalah dan membebaskan umat Islam dari belenggu kebodohan. Selanjutnya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam terselesaikannya skripsi ini, di antara mereka adalah:

1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

3. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd.I, selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. Bapak Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan semua pikiran dan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan bagi penulisan skripsi ini.

5. Dr. H.Mudjab, selaku dosen wali akademik, terimakasih atas ketulusan hati dan kesabaran serta arahan-arahan yang telah diberikan selama proses perkuliahan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

6. Abah dan Ummy tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil selama mununtut ilmu dari awal hingga akhir.

7. Adikku yang tersayang yang selalu memberikan dukungan dan motivasi 8. Keluarga besar “Nurul Ma’rifah” atas ketulusan do’a sehingga penulis

lancar dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Semua guru-guruku, dosen-dosenku yang selama ini memberikan ilmunya padaku untuk kecerahan masa depanku.

10.Staf Perpustakaan, BAK, Bag. Keuangan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga penulis dapat menjalankan studi dengan lancar.

(10)

10

11.Seluruh Dewan Pengasuh, Murabbi, dan teman-teman Musyrif/ah Ma’had Jami’ah Sunan Ampel Al-Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, atas segala do’a dan semangat yang tak pernah henti. Terimakasih.

12.Teman Kamar (Mbak Fitro, Mbak Mudha, Icha, dan Dek Fida )yang selalu menenangkanku dikala sedihku, membuatku tertawa dikala kalutku, memberiku semangat di keterpurukanku. Terimakasih. Semoga Allah selalu kabulkan permintaan dan impian-impian kita.

13.Teman-Teman angkatan 10 (Iis dan Ifa) atas do’a dan dukungannya, Kakak-kakak kelas MAK (Mbak Rohil, Mbak Izza, Mbak NQ, Mbak Fitri, Mbak Aisyah, Kak Idil, Kak Musthofa) atas bantuannya dan semangat yang telah diberikan dan adik-adik kelas MAK NJ (Farih, Fir, Rinta dan Linda) atas do’anya. Moga Allah membalasnya dengan balasan yang sempurna.

14.Segenap sahabat/I dan semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan sebaik-baik balasan, amin

Sebagai manusia yang tak pernah luput dari kesalahan, penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan pembaca. Amin

Malang, 31 Maret 2009

(11)

11

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ... vii

HALAMAN PERNYATAAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1 B.Fokus Penelitian ... 7 C.Tujuan Penelitian ... 8 D.Manfaat Penelitian ... 8 E.Penegasan Istilah ... 9 F. Batasan Masalah ... 11 G.Tinjauan Pustaka ... 12 H.Desain Penulisan ... 15 I. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II: KAJIAN PUSTAKA A.Etika ... 23

1. Pengertian Etika ... 23

2. Aliran-aliran Etika ... 27

3. Ruang Lingkup Etika ... 32

4. Macam-Macam Etika... 34

5. Metode Etika ... 37

B.Peserta Didik dalam Pendidikan Islam ... 40

1. Pengertian Peserta Didik ... 40

2. Etika Peserta Didik... 51

3. Hakikat Pendidikan Islam ... 62

4. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam ... 67

a. Tugas Pendidikan Islam ... 67

b. Fungsi Pendidikan Islam ... 71

5. Tujuan Pendidikan Islam ... 72

BAB III: BIOGRAFI SYEKH BURHAN AL-ISLAM AL-ZARNUJI A. Riwayat Hidup dan Kepribadiannya……….79

(12)

12

B. Situasi Pendidikan pada Zaman Al-Zarnuji ... ...83

C. Sekilas Tentang Ta’lim al-Muta’allim... ... 85

D. Latar Belakang Penulisan Ta’lim al-Muta’allim ... ...90

BAB IV: HASIL PENELITIAN A.Paparan Tentang Isi Ta’lim al-Muta’allim ... ....92

B.Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-Zarnuji ...114

1. Etika Peserta Didik Terhadap Tuhan ...114

2. Etika Peserta Didik Terhadap Orang Tua ...119

3. Etika Peserta Didik Terhadap Guru ...120

4. Etika Peserta Didik Terhadap Teman ...121

5. Etika Peserta Didik Terhadap Kitab ...122

6. Etika Peserta Didik Terhadap Dirinya ...123

7. Etika Peserta Didik Ketika Belajar ...126

C. Relevansi Konsep Etika Peserta Didik Perspektif Burhanuddin al-Zarnuji dengan Konteks Pendidikan Masa Kini...134

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 141

B.Saran-saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 145

(13)

13

DAFTAR LAMPIRAN 1. Bukti Konsultasi

2. Kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum. 3. Biodata Peneliti.

(14)

14

ABSTRAK

Anggraini, Eka Fitriah. Konsep Etika Peserta Didik Dalam Perspektif

Burhanuddin Al-Zarnuji. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA.

Peserta didik merupakan salah satu komponen dari pendidikan. Peserta didik memiliki potensi-potensi yang mapan untuk dikembangkan. Adapun faktor yang dapat pengembangkan potensi diri peserta didik adalah dirinya sendiri dan faktor diluar dirinya yang meliputi orang tua, lingkungan dan pendidikan. Fakta pendidikan yang tergambar saat ini menunjukkan adanya keterpurukan moral yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini dapat pula disebabkan oleh faktor interen peserta didik atau faktor diluar dirinya.

Kenyataan tersebut merupakan tugas besar yang harus diselesaikan oleh pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tugas untuk menciptakan peserta didik mengerti akan tujuan penciptaannya (Ibad) dan memahami tugasnya di bumi (Khalifah). Oleh karenanya pendidikan Islam seharusnya tidak hanya bersifat teoritik dan dogmatik, akan tetapi adanya pengenalan secara konseptual. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan etika kehidupan yang harus dimiliki oleh peserta didik tersebut.

Mengingat sangat urgennya peran pendidikan bagi terbentuknya tabiat seorang peserta didik. Maka menjadi keharusan kepada seluruh elemen yang memegang kuasa pada sebuah instansi pendidikan untuk melibatkan pendidikan akhlak atau etika, baik secara teori terlebih dalam praktik. Karena sesungguhnya tujuan pendidikan Islam, adalah mencetak insan kaamil yang memiliki kecerdasan kognitif dan memiliki ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Mengingat betapa penciptaan etika bukanlah hal yang kecil dan mudah tercapai, maka muncullah konsep etika peserta didik yang dituangkan dari pemikiran atau ide tentang hal-hal yang berkaitan dengan etika peserta didik yang diuangkapkan oleh banyak tokoh muslim, salah satunya adalah pengarang kitab

Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum, Burhanuddin al-Zarnuji.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian library

research, dengan sumber data primer Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum

karya al-Zarnuji. Sedangkan sumber data sekundernya adalah Pengantar Study Etika, karangan M. Yatim Abdullah, Filsafat Pendidikan Islam, karangan Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Etika Pendidikan Islam, karangan KH. M. Hasyim Asy’ari. Dan data-data lain yang berupa jurnal-jurnal, majalah dan data-data lain yang membicarakan tentang tema yang dituliskan dalam skripsi ini.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menggugah kesadaran umat Islam akan kesesuaian pemikiran tokoh pendidikan Islam dan mengilhami munculnya penelitian yang lebih mendalam dan integral tentang etika peserta didik.

(15)

15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang selalu memperhatikan semua urusan manusia, baik secara khusus maupun umum. Selalu mengontrolnya dengan memberi petunjuk dan mengevaluasi serta mengarahkan renik-renik kehidupannya, baik yang kecil maupun besar. Berperan serta mengatur permasalahan-permasalahan pribadi dengan penuh arahan dan perbaikan, sebagaimana halnya Islam memperhatikan urusan-urusan kemanusiaan secara global atas dasar persamaan. Meyakinkan manusia dalam hal ini bahwa masyarakat yang baik berasal dari individu yang baik dan bangsa yang maju adalah mereka yang mendasarkan kehidupannya pada kemajuan, peradaban dan keunggulan.

Karena itu, sudah menjadi maklum apabila seorang anak (peserta didik) dalam agama Islam telah mendapatkan haknya dari pemeliharaan, perhatian dan pendidikan. Hal ini telah ditegaskan dalam firman Allah dalam surat Maryam: 12, bahwa pendidikan perlu dimulai sejak kecil.

Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh, dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.

(16)

16

Ayat tersebut juga menjadi isyarat untuk memberikan pengajaran Al-Qur’an dan hikmah (pemahaman dan kedalaman agama) terhadap anak-anak.1 Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam yaitu masa kerasulan Muhammad saw.2

Dalam sejarah pendidikan kita mencatat, paling kurang ada lima tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama, pendidikan pada masa Rasulullah saw. (571-632 H), kedua, pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M), ketiga, pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M), keempat, pendidikan pada masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M) dan kelima, pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan Khalifah di Baghdad (1250-sekarang).3 Dari perkembangan pendidikan yang sudah berlangsung lama ini, sudah menciptakan generasi-generasi yang pada setiap masanya memiliki keunikan dan keberagaman pengetahuan.

Pendidikan yang merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba

1

Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002), hlm.1-2.

2

Aria Nuruliman, Pendidikan Indonesia, (http: www.blogspot.com diakses 6 Januari 2009)

3

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendididikan

(17)

17

‘abd (Q.S Al-Dzariyaat 51:56), Khaliq-nya (Q.S Al-Baqarah 02:30) dan

pengemban amanah memakmurkan kehidupan di dunia(Q.S Huud11:16).4 Pendidikan yang dilandasi oleh kehendak untuk hidup bermakna (the

will to meaning) menuju dambaan utama manusia untuk meraih kehidupan

yang bermakna (the meaningfull life) dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, mempunyai tujuan akhir membentuk pribadi peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Karena secara alami, manusia dikaruniai tiga nilai yang merupakan sumber makna hidup yang disebut; creative values (nilai-nilai kreatif), experiental values (nilai-nilai penghayatan), attitudinal

values (nilai-nilai bersikap).

Sungguhpun demikian, ketiga nilai tersebut baru akan menjadi sumber daya yang potensial bila diolah dan dikembangkan dengan tepat. Sumber-sumber makna hidup tadi baru bisa menghasilkan individu dan masyarakat yang berkualitas bila dibarengi dengan pendidikan yang ideal, yaitu sebuah pendidikan yang mempertimbangkan faktor mentalitas, faktor spiritualitas dan tentunya faktor tingkat intelegensia. Ketiga faktor tadi jika dikonsep dengan baik maka akan menghasilkan apa yang disebut dengan kecerdasan intelektual atau IQ (Intelligent Quotient), kecerdasan emosi atau EQ (Emotional

4

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan

(18)

18

Quotient) dan kecerdasan spiritual atau dalam istilah modern disebut dengan SQ (Spiritual Quotient).

Kecerdasan intelektual terlahir ketika seseorang mau berkreasi atau saat nilai-nilai kreatif dimanifestasikan dengan cara berkarya. Adapun kecerdasan emosi bisa ditemukan manakala seseorang mampu memanage kadar emosinya dengan seimbang atau ketika nilai-nilai penghayatan diterapkan dalam kehidupan yaitu dengan cara memahami kepribadian. Sementara itu, kecerdasan spiritual dapat terwujud ketika nilai-nilai bersikap diimplementasikan dengan cara menerima dan menyikapinya dengan bijak terhadap proses kehidupan bagaimanapun bentuknya.5

Apabila ketiga konsep tersebut diabaikan, maka sesungguhnya pendidikan Islam belum dapat menuai hasil sempurna, atau bisa dikatakan belum sampai pada tujuannya, yaitu pembentukan manusia seutuhnya yang memiliki kecerdasan intelegensi, emosi dan spiritual. Dampak yang akan ditimbulkan nantinya adalah keruntuhan bangsa yang dihuni oleh generasi Islam yang hanya memiliki kesempurnaan dalam berfikir, tapi tidak dalam akhlak dan kekuatan spiritualnya.

Dalam Al-Qur’an surat al-Tahrim: 06, Allah berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.6

5

Aria Nuruliman, op, cit.,

6

(19)

19

Dari ayat ini sahabat Ali Radhiyallahu Anhu menafsirkan ayat tersebut dengan “Ajarilah dan didiklah dirimu dan keluargamu akan kebaikan”. Kebaikan disini di identikkan dengan pemberian kecerdasan spiritual kepada peserta didik. Dengan ini kemudian menjadi sesuatu yang wajib bagi para pendidik untuk tidak hanya mengajarkan materi-materi yang bersifat akademis semata, akan tetapi keharusan untuk mendidik dengan akhlaqul karimah, yang salah satunya dengan membiasakan hidup dengan penuh etika. 7

Melihat harapan pendidikan Islam yang begitu utuh tersebut, banyak sekali pakar-pakar pendidikan yang kemudian memiliki perhatian yang intens terhadap peserta didik, khususnya dalam hal etika. Salah satunya Burhanuddin Zarnuji, dengan karya monumentalnya “Ta’lim Muta’alim Tariq

al-Ta’allum”. Latar belakang Pemilihan al-Zarnuji dalam penelitian ini

sesungguhnya didasarkan pada kepiawaian al-Zarnuji dalam menyampaikan konsep pendidikan yang ditawarkan dengan bahasa yang sangat aplikatif dan penuh etika.

Disamping itu, melihat kondisi pendidikan kita saat ini, peserta didik tidak lagi memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, bahkan mereka tidak lagi dapat memanfaatkan ilmu yang telah dimilikinya, kondisi ini merupakan gambaran yang sama dengan yang terjadi pada masa Burhanuddin al-Zarnuji. Selain karena fenomena tersebut, kehadiran kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq

al-Ta’allum layaknya membuka pintu baru bagi pendidikan Islam. Kitab

tersebut sudah menjadi kitab suci di instansi-instansi pendidikan Islam,

7

(20)

20

terutama dalam pesantren. Di dalamnya al-Zarnuji memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan etika peserta didik serta konsekuensi jika etika tersebut ditinggalkan.

Hal tersebut disikapi positif oleh para pemikir muslim dan Barat. Karyanya menjadi bahan referensi di berbagai penelitian, terlebih dalam dunia pendidikan. Sebut saja G. E. Von Grunebaum, salah satu ilmuan Barat yang kagum dengan pemikiran yang dituangkan oleh Burhanuddin al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum.8

Oleh sebab itu, menjadi sangat menarik jika konsep etika peserta didik yang ditawarkan oleh al-Zarnuji kembali kita ungkap dalam penelitian ataupun penulisan-penulisan yang nantinya menjadi rujukan bagi kelangsungan pendidikan, terutama pendidikan Islam. Karena pemikiran yang berkembang kemudian adalah, jika dengan adanya etika dalam menuntut ilmu, maka akan terbentuk akhlak yang baik pada peserta didik, dan hal ini akan menumbuhkan generasi yang tidak hanya memiliki ilmu dan kecerdasan akademik saja, akan tetapi dengan adanya pembiasaan etika yang baik dalam menuntut ilmu maka akan tercipta internalisasi perbuatan baik yang nantinya dapat ditularkan pada kehidupan sehari-hari.

Meminjam istilah yang dipakai oleh Ibnu Arabi dengan Insan Kamilnya. Dan Al-Ghazali dengan tazkiyah an-nafsnya. Maka dengan adanya etika peserta didik dalam menuntut ilmu, niscaya akan tercipta generasi baik yang akan membangun negara dengan baik pula.

8

(21)

21

Dengan latar belakang yang telah terpapar sebelumnya, maka merupakan suatu alasan yang mendasar apabila peneliti membahas permasalahan tersebut dalam penelitian yang berjudul: KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF SYEKH BURHANUDDIN AL-ZARNUJI dengan mencoba melakukan suatu analisis terhadap konsep pemikiran Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dengan karya monumentalnya “Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum”.

Topik yang peneliti angkat di atas, bukanlah satu-satunya tulisan yang membincangkan tentang pemikiran syekh Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji, akan tetapi telah banyak peneliti-peneliti lain yang juga meneliti kitab yang beliau tulis. Hanya saja sejauh peneliti ketahui, dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukan belum secara penuh menuliskan tentang etika peserta didik yang diungkapkan oleh Syekh Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji yang kemudian di selaraskan dengan fenomena pendidikan yang terjadi saat ini.

Di samping itu peneliti menganggap kajian ini relevan dengan perkembangan pemikiran dan konsep pendidikan Islam pada masa sekarang, terutama pada institusi pendidikan Islam di Indonesia yang sangat merindukan dan membutuhkan sosok pelajar dan praktisi pendidikan yang pintar dan juga beretika.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian yang akan diteliti adalah:

(22)

22

1. Bagaimana konsep etika peserta didik dalam perspektif Syekh Burhanuddin al-Zarnuji?

2. Bagaimana relevansi konsep etika peserta didik dalam perspektif Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dengan konteks pendidikan masa kini?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memahami konsep etika peserta didik perspektif Syekh Burhanuddin al-Zarnuji.

2. Telaah kritis terhadap konsep etika peserta didik dalam pendidikan Islam menurut Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dan relevansinya dalam pendidikan Islam dewasa ini.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah: 1. Manfaat bagi peneliti:

a. Mendapatkan data dan fakta yang sahih mengenai pokok-pokok konsep etika peserta didik menurut Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dalam Kitab monumentalnya Ta’lim al-Muta’alim Tariq al- Ta’allum, sehingga dapat menjawab permasalahan secara komprehensif terutama yang terkait dengan etika peserta didik.

b. Menjadi pengetahuan baru yang akan memberikan manfaat bagi kehidupan peneliti kedepan, terlebih ketika peneliti terjun di dunia pendidikan.

(23)

23

2. Manfaat bagi lembaga:

a. Menambah perbendaharaan referensi di perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, terutama Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam.

b. Merupakan sumber referensi bagi Fakultas Tarbiyah, yang akan meneliti lebih lanjut mengenai konsep etika peserta didik perspektif Burhanuddin al-Zarnuji.

3. Manfaat bagi Masyarakat:

a. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai keunggulan dan originalitas konsep etika Burhanuddin al-Zarnuji, yang nantinya diharapkan dapat ditransfer ke dalam dunia pendidikan Islam Indonesia pada umumnya dan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada khususnya.

b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan terutama bagi kemajuan ilmu pendidikan, khususnya menyangkut konsep etika peserta didik dalam pendidikan Islam. E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penelitian skripsi ini, ada baiknya peneliti menjelaskan terlebih dahulu kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini, sekaligus penggunaan secara operasional.

1. Etika

Etika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala kebaikan diseluruh aspek hidup manusia, mengenai gerak-gerik

(24)

24

pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Etika ini tidak mempelajari atau membahas kebiasaan semata-mata yang berdasarkan tata adab, melainkan membahas tata sifat-sifat dasar, atau adat-istiadat yang terkait dengan baik dan buruk dalam tingkah laku manusia.

Ahmad Amin menyatakan etika sebagai sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.9

2. Peserta Didik

Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan sawahnya (potensi). Peserta didik adalah orang yang selalu mencari informasi untuk mengambangkan potensi yang dimilikinya.10

3. Perspektif

Dalam kamus ilmiah populer perspektif berarti suatu peninjauan atau tinjauan terhadap suatu hal.11

4. Burhanuddin Al-Zarnuji

Nama lengkap Burhanuddin al-Zarnuji adalah Syeikh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji. Abuddin Nata dalam bukunya menyebutkan nama

9

Ahmad Amin, Etika (Ilmu akhlak), Terj. KH. Farid Ma’ruf, judul asli al-Akhlaq. Cet.3 (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm. 3

10

Samsul Nizar, op.cit., hlm. 48-50.

11

Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkoala, 1994), hlm. 592

(25)

25

lengkap al-Zarnuji adalah Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji.12 Nama al-Zarnuji adalah penyandaran kepada negerinya yaitu Zarnuj (Zurnuj) salah satu daerah di Turki, Zurnuj termasuk dalam wilayah Ma Wara’a al-Nahar (Transoxinia).13 Beliau adalah seorang ulama’ ahli fiqih yang bermadzhab Hanafi dan sangat berpegang teguh pada mazhabnya. Hal ini tampak jelas di dalam kitab karangannya yang berisikan dalil-dalil atau ucapan-ucapan ulama’ dikalangan Hanafi yakni kitab Ta’lim Muta’allim Tariq

al-Ta’allum.

F. Batasan Masalah

Agar lebih jelas dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam penelitian skripsi ini, maka peneliti perlu menjelaskan batasan pembahasannya. Dalam skripsi ini peneliti akan membahas mengenai etika peserta didik dalam perspektif Syekh Burhanuddin al-Zarnuji.

Sebelum jauh membicarakan masalah etika peserta didik, maka peneliti menguraikan tentang makna etika dan peserta didik,serta hakikat, tugas, fungsi, dan tujuan pendidikan yang diambil dari pemikiran beberapa tokoh pendidikan. Yang mana pada akhir penelitian ini akan diungkapkan pemikiran Syekh Burhanuddin al-Zarnuji tentang etika peserta didik dan relevansinya dengan pendidikan masa kini.

12

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendididikan

Islam, op. cit, hlm. 103

13

(26)

26

Dalam pembahasan nanti yang akan menjadi bahasan pokok adalah etika dan peserta didik yang diungkapkan oleh Syekh Burhanuddin aL-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’llim Tariq al- Ta’allum.

G. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti penemukan ada beberapa peneliti yang sebelumnya telah memperbincangkan pemikiran Syekh Burhanuddin al-Zarnuji dari kitab “Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum” yang beliau karang.

Kajian ini dimaksudkan untuk melengkapi kajian-kajian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang telah banyak membahas tentang beberapa aspek pendidikan yang diangkat dari pendapat Syekh Burhanuddin al-Zarnuji.

Di alenia berikut ini akan dipaparkan beberapa kajian dan penelitian yang telah dilakukan sebelum peneliti melakukan penelitian ini.

1. RELEVANSI SISTEM PENDIDIKAN TRADISIONAL DI ERA KONTEMPORER (Study kritis Kitab “Ta’lim Muta’allim Tariq

al-Ta’allum” karya Syekh al-Zarnuji).14 Skripsi ini dikarang oleh Istambul Arifin, pada tahun 2003. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang sistem belajar dan pengajaran yang ditawarkan oleh Syekh al-Zarnuji dan relevansinya dengan sistem pendidikan yang berjalan pada masa kontemporer.

14

Istambul Arifin, “Relevansi Sistem Pendidikan Tradisional Di Era Kontemporer (Study

kritis Kitab “Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum” karya Syekh Al-Zarnuji”, Skripsi, Fakultas

(27)

27

Penelitian ini dilakukan untuk menyikapi pengaplikasian konsep yang ditawarkan oleh al-Zarnuji pada pendidikan masa kini dalam hubungan antara guru dan peserta didik yang dirasa tidak terlalu harmonis dalam pembelajaran, dikarenakan siswa harus merasa pasif dalam pembelajaran. Hal ini akan menyebabkan pendidikan mengalami ketidak berhasilan dalam mencetak manusia yang benar-benar memiliki kecerdasan yang utuh baik kognitif, psikomotik, dan afektik.

2. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF SYEKH AL-ZARNUJI (Study Kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum).15 Penelitian yang ditulis oleh Unun Zumairoh Asr Himsyah pada tahun 2006. Penelitian ini mengungkap tentang Konsep Pendidikan menurut Al-Zarnuji secara umum, mulai dari konsep ilmu, peserta didik, pendidik hingga 13 pasal dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum.

Dalam penelitian tersebut, diungkapkan bahwa konsep pendidikan al-Zarnuji terdiri dari 13 pasal yang mana dalam penelitiannya dipengaruhi oleh kondisi budaya, politik, dan pendidikan yang berjalan pada masa Burhanuddin al-Zarnuji hidup. Hasil penelitian yang disampaikan dalam skripsi ini merupakan salah satu revisi konsep pendidikan dari konsep al-Zarnuji dan merupakan salah satu dari permasalahan kebobrokan moral pelajar pada saat ini.

3. PEMIKIRAN PENDIDIKAN SYEKH AL-ZARNUJI (Study Tentang Kedudukan dan Hubungan antara Guru dan Peserta didik dalam Kitab

15

Unun Zamriroh Asr Himsyah, “Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh

Al-Zarnuji (Study Kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum)”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN

(28)

28

Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum).16 Penelitian ini ditulis oleh Suprihatin pada tahun 2004. Dalam penelitiannya dia mengungkap tentang hubungan dan kedudukan guru yang diungkap oleh Syekh al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum.

Skripsi tersebut menyikapi tentang kedudukan guru yang diungkapkan oleh al-Zarnuji dalam kitabnya. Di samping itu al-Zarnuji memandang peserta didik itu hanya sebagai objek atau sasaran dalam pendidikan. Oleh karena itu, seorang peserta didik harus tunduk dan patuh terhadap semua hal yang dikehendak guru.

Dari sederetan penelitian terdahulu yang telah terpapar sebelumnya. Belum ada penelitian yang secara a whole (menyeluruh) membahas tentang etika peserta didik. Oleh sebab itu, pada penelitian ini peneliti akan mengangkat judul konsep etika peserta didik dalam perspektif Burhanuddin al-Zarnuji dan di relevansikan dengan pendidikan masa kini. Selain sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini juga bertujuan agar konsep yang disampaikan oleh al-Zarnuji tentang etika peserta didik dapat tersampaikan secara menyeluruh dan dapat dijadikan bahan referensi bagi dunia pendidikan.

16

Suprihatin, “Pemikiran Pendidikan Syekh Al-Zarnuji (Study Tentang Kedudukan dan

Hubungan antara Guru dan Peserta didik dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum)”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2004.

(29)

29

H. Desain Penelitian

1. Metode dan Jenis Penelitian

Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merujuk pada metode yang dikembangkan oleh Jujun Suriasumantri17 yaitu deskriptif analitis kritis. Menurut Suriasumantri, metode ini merupakan pengembangan dari metode deskriptif atau yang dikenal dengan sebutan deskriptif analitis, yang mendeskripsikan gagasan manusia tanpa suatu analisis yang bersifat kritis. Menurut Suriasumantri, metode ini kurang menonjolkan aspek kritis yang justru sangat penting dalam mengembangkan sintesis. Karena itu, menurut Jujun seharusnya yang lengkap adalah metode deskriptis analisis kritis atau disingkat menjadi

analitis kritis.

Metode analitis kritis bertujuan untuk mengkaji gagasan primer mengenai suatu “ruang lingkup permasalahan” yang diperkaya oleh gagasan sekunder yang relevan. Adapun fokus penelitian analitis kritis adalah mendeskripsikan, membahas dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya “dikonfrontasikan” dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi berupa perbandingan, hubungan dan pengembangan model

17

Jujun S. Sumantri, Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari Paradigma

Bersama dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antar Disiplin Ilmu (Bandung:

(30)

30

Selain ini sebagai suatu analisis filosofis terhadap pemikiran seorang tokoh dalam waktu tertentu dimasa yang lampau, maka secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan historis (historical

research). Pendekatan tersebut mengingat salah satu jenis penelitian

sejarah adalah penelitian biografis, yaitu penelitian terhadap kehidupan seorang tokoh dan pemikirannya dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pengaruh pemikiran, ide-ide serta corak pemikirannya.18

Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis. Dalam penjelasannya lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber data yang ada. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari berbagai buku-buku dan tulisan-tulisan lain dengan mengandalkan teori yang ada untuk diinterpretasikan secara jelas dan mendalam untuk menghasilkan tesis dan anti tesis .19

18

Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Galia Indonesia, 1988), hlm. 62

19

Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapannya ( Jakarta: Reneka Cipta, 1999). hlm. 25. penelitian kualitatif deskriptif secara khusus bertujuan untuk (1). Memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang ini dan (2) mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis. Lihat S. Margono.

(31)

31

Studi ini mendasarkan kepada studi pustaka (library research), di mana peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan lebih menekankan pada kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data yang ada dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada untuk diintepretasikan dengan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah kepada pembahasan

2. Sumber Data

Sumber data berasal dari buku-buku, jurnal, dan karya ilmiah lain yang relevan dengan pembahasan yang tentunya merupakan komponen dasar. Dalam penelitian karya ilmiah ini, peneliti menggunakan personal

document sebagai sumber data penelitian ini, yaitu dokumen pribadi yang

berupa bahan-bahan tempat orang yang mengucapkan dengan kata-kata mereka sendiri.20

Personal Document sebagai sumber dasar atau data primernya,

dalam hal ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan Konsep Etika Peserta Didik Dalam perspektif Burhanuddin Al-Zarnuji dalam Kitab

Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum dan relevansinya dalam

Pendidikan Islam Modern serta sumber-sumber lain dalam penelitian ini. Sumber data tersebut dapat di bagi dalam:

a. Sumber primer terdiri dari karya yang di tulis oleh Burhanuddin Al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum dan terjemahannya.

20

Arief Furqan. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hlm. 23-24.

(32)

32

b. Sumber sekunder, mencakup publikasi ilmiah yang dan buku-buku lain yang diterbitkan oleh studi selain bidang yang dikaji yang membantu peneliti, yang berkaitan dengan konsep bidang yang dikaji. Diantaranya adalah: Pengantar Study Etika, karangan M. Yatim Abdullah, Filsafat Pendidikan Islam, karangan Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir Etika Pendidikan Islam, karangan KH. M. Hasyim Asy’ari. Dan data-data lain yang berupa jurnal-jurnal, majalah dan data-data lain yang membicarakan tentang tema yang dituliskan dalam skripsi ini.

Data yang diperlukan dalam penelitian pustaka (library research) pada penelitian ini bersifat kualitatif tekstual dengan menggunakan pijakan terhadap statemen dan proporsi-proporsi ilmiah yang dikemukakan oleh Burhanuddin Al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim Muta’allim Tariq

al-Ta’allum dan para pakar pendidikan dan akhlaq yang erat kaitannya

dengan pembahasan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebelum peneliti menjelaskan tehnik pengumpulan data dari penelitian ini, perlu diketahui bahwa penelitian ini bersifat kepustakaan (Library Research). Karena bersifat Library Research maka dalam pengumpulan data peneliti menggunakan tehnik dokumentasi, artinya data dikumpulkan dari dokumen-dokumen, baik yang berbentuk buku, jurnal, majalah, artikel maupun karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh peneliti, yakni tentang etika peserta didik dalam

(33)

33

pendidikan Islam perspektif Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji dan relevansinya dengan pendidikan Islam masa kini.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kongklusi, bentuk-bentuk dalam teknik analisis data sebagai berikut:

a. Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif yaitu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut.21 Pendapat tersebut diatas diperkuat oleh Lexy J. Moloeng, Analisis Data deskriptif tersebut adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar bukan dalam bentuk angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.22 Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.

b. Content Analysis atau Analisis Isi

Menurut Weber, Content Analisis adalah metodologi yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang

shoheh dari sebuah dokumen. Menurut Hostli bahwa Content Analysis

21

Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik (Bandung: Tarsita, 1990) hlm. 139.

22

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002) Cet. Ke-16, hlm. 6.

(34)

34

adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karekteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.23 Noeng Muhajir mengatakan bahwa

Content Analysis harus meliputi hal-hal berikut : objektif, sistematis,

dan general.24

Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka sangat diperlukan pendekatan-pendekatan, di antaranya:

1) Induksi

Metode induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa khusus dan kongkrit, kemudian digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang bersifat umum.25

2) Deduksi

Metode deduksi adalah metode yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum itu hendak menilai sesuatu kejadian yang sifatnya khusus.26

3) Komparasi

Metode komparasi adalah meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki

23

Ibid, hal 163

24

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Surasin, 1996) edisi ke-III, Cet. Ke-7. Hlm. 69.

25

Sutrisno Hadi, Metode Research I, Afsed, Yogyakata, 1987. hlm. 42

26

(35)

35

dan membandingkan satu faktor dengan yang lain, dan penyelidikan bersifat komparatif.27

I. Sistematika Pembahasan

Dalam membahas penelitian ini, peneliti akan menyusun dalam lima Bab, Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, Bab III Biografi Syekh Burhanuddin al-Zarnuji, Bab IV hasil penelitian dan Bab V Penutup.

1. Bab Pertama: Pendahuluan, yang berfungsi untuk mengantarkan secara metodologis penelitian ini, berisi latar belakang masalah, Fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Penegasan Istilah, Batasan masalah, penelitian terdahulu, desain penelitian dan sistematika pembahasan.

2. Bab Kedua: Kajian Pustaka. Dalam kajian pustaka ini, peneliti akan menjelaskan definisi etika, ruang lingkup etika, objek etika, pokok bahasan, metode etika dan macam-macamnya, pengertian peserta didik, Adab dan Tugas Peserta didik, Hakikat Pendidikan Islam, Fungsi dan Tugas Pendidikan serta Tujuan Pendidikan.

3. Bab Ketiga: Biografi Syekh Burhanuddin al-Zarnuji. Memaparkan biografi al-Zarnuji, situasi pendidikan pada masanya, sekilas tentang kitab

Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum dan latar belakang penulisan kitab Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum.

4. Bab Keempat: Hasil penelitian. Dalam bab ini, peneliti akan melakukan analisis lebih mendalam konsep etika peserta didik dalam

27

(36)

36

pendidikan Islam, diawali dengan pemaparan isi Ta’lim al-Muta’allim

Tariq al-Ta’allum secara penyeluruh kemudian pada sub bab selanjutnya

adalah paparan tentang etika peserta didik yang diungkpakan oleh al-Zarnuji dalam kitabnya, disertai dengan kutipan-kutipan menggunakan bahasa yang digunakan al-Zarnuji dalam kitabnya. Dalam bab IV ini juga akan diungkapkan relevansi konsep yang ditawarkan oleh al-Zarnuji dengan pendidikan kekinian.

(37)

37

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Etika 1. Pengertian Etika

Menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kajian filsafat, etika merupakan bagian dari filsafat yang mencakup metafisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu sejarah, dan estetika. Etika juga mengajarkan tentang keluhuran budi baik-buruk. 28

Banyak istilah yang menyangkut etika, dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat yang biasa, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara pikir. Dalam bentuk jamak kata ta-etha artinya kebiasaan. Arti ini menjadi bentuk dalam penjelasan etika yang oleh Aristoteles sudah dipakai untuk menunjukkan istilah etika. Jadi, jika dibatasi asal-usul kata ini, etika berarti ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Akan tetapi menelusuri arti

etimologi ini saja belum menunjukkan arti yang mendalam.

Etika termasuk ilmu pengetahuan tentang asas-asas tingkah laku yang berarti juga:

28

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Study Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 4.

(38)

38

a. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, tentang hak-hak dan kewajiban.

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan tingkah laku manusia.

c. Nilai mengenai benar-salah, halal-haram, sah-batal, baik-buruk dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut suatu golongan masyarakat.

Etika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala kebaikan diseluruh aspek kehidupan manusia, mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.

Ilmu etika ini tidak mempelajari atau membahas kebiasaan semata-mata yang berdasarkan tata adab, melainkan membahas tata sifat-sifat dasar, atau adat-istiadat yang terkait dengan baik dan buruk dalam tingkah laku manusia. Jadi, etika menggunakan refleksi dan metode pada tugas manusia untuk menemukan nilai-nilai itu sendiri ke dalam etika dan menerapkan pada situasi kehidupan konkret.29

Secara terminologi para ahli berbeda pendapat mengenai definisi etika yang sesungguhnya. Masing-masing mempunyai pandangan sebagai berikut:

a. Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam

29

Ibid, hlm.5, Lihat Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, Pus Wilayah,

(39)

39

perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.30

b. Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri.31

c. Frans Magnis Susenuo mengartikan etika sebagai usaha manusia untuk memakai budi dan daya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup apabila ia menjadi baik.32

d. M. Amin Abdullah mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi, bisa dikatakan etika berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethics atau ’ilm akhlakal

al-karimah), praktiknya dapat dilakukan dalam disiplin filsafat.33 Dalam salah satu artikel yang ditulis oleh Gumgum Gumilar, menyatakan bahwa Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:

a. Susila (Sansekerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).

30

Ahmad Amin, loc. Cit.,

31

Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1979), hlm. 82

32

M. Sastra Praja, Kamus Istilah Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 144.

33

(40)

40

b. Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. 34

Meskipun pemakaian istilah etika sering disamakan dengan pengertian ilmu akhlak, namun apabila diteliti secara seksama, maka sebenarnya antara keduanya mempunyai segi-segi perbedaan dan persamaan. Persamaannya terletak pada objeknya, baik objek material maupun formal. Keduanya sama-sama membahas baik-buruk tingkah laku manusia. Sedangkan perbedaannya, etika menentukan baik-buruk tingkah laku manusia dengan tolok ukur akal pikiran, sedangkan ilmu akhlak menentukannya dengan tolak ukur ajaran agama (Al-Qur’an dan Hadits).35

Filusuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan etika, sebagai berikut:

a. Terminius Techicus

Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.

b. Manner dan Custom

Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian "baik dan buruk" suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.36

34

Gumgum Gumilar, Artikel, Etika Pergaulan, (http: www.pointeronline.org. Diakses 9 Februari 2009).

35

Huznithoyar, Etika Belajar Menurut al-Zarnuji, (http: www. blogspot.com diakses tanggal 12 Februari 2009).

36

(41)

41

2. Aliran-Aliran Etika

Sebelum membahas secara terperinci pokok-pokok bahasan etika secara luas, terlebih dahulu dapat dilihat pandangan tentang filsafat etika yang berkembang pada saat ini. Pada umumnya pendangan-pandangan mengenai perkembangan dunia etika dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Etika Hedonisme, aliran ini ditemukan sekitar 433-355 s.M, oleh Aristippos dari Kyrene salah satu murid Sokrates. Menurut aliran ini manusia menuruti kodratnya untuk mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan. Etika menurut aliran ini mengarahkan kepada keperluan untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya kesenangan bagi manusia.37

b. Etika Eudemonisme, aliran ini berasal dari Yunani besar oleh Aristoteles sekitar tahun 384-322 s.M. Dalam aliran ini menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan. Makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia), akan tetapi jika semua orang mudah menyepakati kebahagiaan sebagai tujuan akhir kehidupan manusia, dirasa belum memecahkan semua kesulitan, karena dengan kebahagiaan mereka mengerti banyak hal yang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang berangkapan bahwa kekayaan adalah sebuah kebahagiaan, dan sebagian yang lain beranggapan bahwa kesenangan adalah sebuah kebahagiaan. Menurut

37

(42)

42

Aristoteles, semua hal itu tidak bisa diterima sebagai tujuan akhir. Aristoteles menambahkan bahwa seseorang akan mencapai tujuan akhirnya dengan menjalankan fungsinya secara baik. Orang yang bahagia menurut aliran ini adalah orang yang baik dalam arti moral selalu mengadakan pilihan-pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual.38

c. Etika Utilitaristik, sebuah aliran yang berasal dari tradisi pemikiran moral United Kingdom dan kemudian berpengaruh hingga keseluruh kawasan yang berbahasa Inggris. Dipelopori oleh Filsuf Skotlandia, David Hume (1711-1776 M) menurut aliran ini, mengoreksi aliran sebelumnya dengan menambah bahwa kesenangan atau kebahagiaan dihasilkan oleh etika yang baik dan merupakan kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang.39

d. Etika deontologis, yaitu etika yang memandang bahwa sumber bagi perbuatan etis adalah kewajiban. Baik buruknya sebuah perbuatan dilihat dari konsekuensi yang ditimbulkan ketika perbuatan tersebut dilaksanakan.40

Selanjutnya pokok-pokok pembahasan etika diperjelas secara luas dengan mengemukakan pandangan-pandangan beberapa filosof etika, sebagai berikut: 38 Ibid, hlm. 242-246. 39 Ibid, hlm. 246-254. 40 Ibid, hlm. 254.

(43)

43

a. Teori etika yang bersifat fitri. Teori ini dikemukakan oleh ahli filasafat Yunani klasik, yaitu Sokrates. Selanjutnya dikemukakan oleh muridnya Plato. Teori ini menyatakan bahwa etika bersifat fitri. Yaitu, pengetahuan tentang baik dan buruk atau dorongan berbuat baik sesungguhnya telah ada pada sifat alami pembawaan manusia.

b. Teori etika empiris klasik, Aristoteles (384-322 SM) murid Plato, yang lebih dikenal sebagai ahli logika, tokoh peletak landasan prifatisme. Sang guru berpendapat bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata dan tidak ada kaitannya sama sekali dangan alam idea platonik yang bersifat supranatural. Keterampilan tersebut didapat dari hasil latihan dan pengajaran. Artinya, seseorang harus berlatih dan belajar untuk berbuat baik, maka ia pun akan menjadi orang yang beretika baik. Penadapat Aristoteles (384-322 SM) lebih dikenal dengan teori

modorasi. Ia mengatakan bahwa etika baik sesungguhnya identik

dengan memilih sesuatu yang bersifat tengah-tengah. Artinya, etika pada dasarnya perbuatan yang bersifat netral. Hakikatnya ketakutan tidaklah jelek, begitupun dengan keberanian. Keberanian goa adalah keberanian tidak mutlak. Demikian ketakutan tidak mutlak buruk, keduanya bisa disebut baik jika menempatkan posisinya.

c. Teori etika modernisme. Awal pemikiran filosof modernisme ditandai dengan pemikiran Descartes pada pertengahan abad ke-15. Dalam permasalahan etika, corak pemikiran modernisme berbeda dari dua teori di atas, tetapi pada saat yang sama mereka justru mempunyai

(44)

44

suatu etika yang bersifat rasional, absolut, dan universal yakni bisa disepakati oleh sesama Muslim.

d. Teori etika Emmanuel Kant. Pandangan Immanuel Kant mengenai etika tidak kalah menariknya. Menurutnya, etika bersifat fitri meskipun demikian sumbernya tidak bersifat rasional. Bahkan, ia bukanlah urusan nalar murni. Justru apabila manusia menggunakan nalarnya dan berusaha merumuskan etika, ia dengan sendirinya tidak akan sampai pada etika yang sesungguhnya. Di samping akan berselisih satu sama lain mengenai makna baik dan makna buruk, etika yang bersifat rasional bukan lagi etika melainkan bisa terjebak ke dalam perhitungan untung dan rugi.

e. Teori Bertrand Russell. Berbeda dengan Emmanuel Kant, Bertrand Russell berpendapat bahwa perbuatan etika bersifat rasional. Artinya, justru karena rasional, ia melihat perlunya bertindak secara etis yang pada akhirnya pasti mendukung pencapaian intertis (kepentingan) sang pelaku. Baik intertis material maupun nonmaterial, dengan istilah lain nilai-nilai etis bersifat pragmatis dan utilitaristik.

f. Teori etika posmodernisme. Secara umum etika posmodernisme dapat dicirikan dengan hilangnya kepercayaan terhadap narasi-narasi besar yang merincikan modernisme. Para tokoh posmodernisme berpendapat bahwa kebenaran bersifat relatif, terhadap waktu, tempat, dan budaya. Teori-teori yang memiliki keberlakuan terbatas bukan saja narasi-narasi besar, bukan memiliki kebenaran yang bisa menyesatkan,

(45)

45

pemaksaan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara indiskriminatif mengandung potensi menindas. Ada pemakasaan agar objek disesuaikan dengan teori termasuk di dalamnya tentang hukum, ekonomi, sejarah, ataupun etika.

g. Filsafat etika Islam. Setelah membahas berbagai wacana etika, maka pada item ini merupakan pembahasan etika Islam. Perlu dipahami bahwa upaya perumusan etika di dalam sejarah Islam dilakukan oleh berbagai pemikiran dari berbagai cabang pemikiran termasuk di dalamnya ulama, hukum, para teolog, para mestikus, dan pada filosof. Islam berpihak para teori tentang etika yang bersifat fitri.41 Artinya, semua manusia pada hakikatnya baik. Muslim maupun bukan, memiliki pengertian fitri yang baik dan buruk. Di sinilah titik temu dari filsafat Islam dengan berpegang teguh pada pandangan filsafat Yunani era Sokrates, Plato dan Emmanuel Kant dari masa modern. Tampaknya pemikir Islam dari berbagai pendekatan sama sepakatnya mengenai hal ini. Muslim pada umumnya percaya bahwa manusia mampu memperoleh pengertian tentang etika yang benar dari pemikiran rasional mereka. Etika Islam didasarkan pada keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada posisinya. Di sini tampak

41

Al-Qur’an mengatakan: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sessungguhnya rugilaho orang yang mengotorinya (Q.S. Asy-Syams 8-10).

(46)

46

kesejalanan antara teori Aristoteles tentang moderasi (hadd alwasath)42 tanpa merelatifkan etika itu sendiri.43

Setelah melihat dari beberapa pemikiran aliran etika tersebut dapat terbaca bahwa Burhanuddin al-Zarnuji mengikuti aliran filsafat yang menyatakan bahwa sesungguhnya manusia pada hakikatnya baik, dan dapat menyadari serta memilih perbuatan yang berdampak baik pada dirinya dan orang lain.

Selain mendukung pemikiran yang dipelopori oleh Sokrates, Burhanuddin al-Zarnuji menyetujui pendapat Aristoteles dengan empiris klasiknya. Aristoteles berpendapat bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata dan tidak ada kaitannya sama sekali dangan alam

idea platonik yang bersifat supranatural. Keterampilan tersebut didapat

dari hasil latihan dan pengajaran. Hal ini terbaca sekali dalam penulisan kitabnya yang diutarakan dengan bahasa aplikatif dan sarat dengan latihan atau pembiasaan44 yang tidak hanya timbul dari kesadaran pribadi, akan tetapi pengaruh dari luar dirinya.

3. Ruang Lingkup Etika

Dalam bukunya M. Yatimin Abdullah menyatakan, etika menurutnya menyelidiki segala perbuatan manusia menetapkan hukum dan baik. Akan tetapi, tidaklah semua perbuatan itu dapat diberi hukum.

42

Sesuai dengan ajaran Nabi saw., bahwa urusan yang terbaik adalah pertengahan.

43

M. Yatimin Abdullah, Op. Cit. hlm. 15-21

44

Pembiasaan yang dimaksud adalah timbulnya perilaku manusia (peserta didik) yang tidak spontan, ada pengaruh atau stimulus dari luar dirinya yang membuat pribadi peserta didik menyadari bahwa hal yang dinyakini dihatinya (supranatural) adalah baik, dengan adanya pengenalan melalui media mengajaran dan latihan. Baik dilakukan oleh diri sendiri aaupun orang lain.

(47)

47

Perbuatan manusia ada yang timbul bukan karena kehendak, seperti bernapas, detak jantung, dan memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke cahaya. Hal tersebut bukan persoalan etika dan tidak dapat dihukumi etika.

Etika menaruh perhatian pada prinsip pembenaran tentang keputusan yang telah ada. Etika tidak akan memberikan kepada manusia arah yang khusus atau pedoman yang tegas dan tetap tentang individu hidup dengan kebaikan. Etika menaruh perhatian pada pembicaraan mengenai prinsip pembenaran tentang keputusan yang telah ada.

Ruang lingkup etika tidak memberikan arahan yang khusus atau pedoman yang tegas terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum ruang lingkup etika adalah sebagai berikut:

a. Etika menyelidiki sejarah dalam berbagai aliran, lama dan baru tentang tingkah laku manusia.

b. Etika membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruknya suatu pekerjaan

c. Etika menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, memengaruhi, dan mendorong lahirnya tingkah laku manusia, meliputi faktor manusia itu sendiri, fitrahnya (nalurinya), adat istiadatnya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara hatinya, motif yang mendorong berbuat dan masalah pendidikan etika

d. Etika menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut ajaran Islam etika yang baik itu harus bersumber pada

(48)

48

Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad. Ini tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena jika etika didasarkan pada pemikiran manusia (filsafat) hasilnya sebagian selalu bertentangan dengan fitrah manusia

e. Etika mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk meningkatkan budi pekerti ke jenjang kemuliaan, misalnya dengan cara melatih diri untuk mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi. Latihan adalah cara yang sangat tepat untuk membiasakan manusia beretika luhur bukan hanya teori saja, tetapi benar-benar mengakar dalam hati sanubari setiap insan

f. Etika menegaskan arti dan tujuan hidup yang sebenarnya, sehingga dapatlah manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhkan segala kelakuan yang buruk dan tercela.45

4. Macam- Macam Etika

Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral

(mores). Manusia disebut etis, jika manusia secara utuh dan menyeluruh

mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau

45

(49)

49

norma yang dikaitkan dengan etika. Terdapat dua macam etika sebagai berikut:46

a. Etika Deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.

b. Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:

46

(50)

50

1) Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang

khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.

2) Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang

membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.

3) Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang

bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.47

Di literatur lain disebutkan, etika hanya mengadakan kajian terhadap sistem nilai atau moralitas. Sehingga macam etika ditentukan oleh obyek kajian yang dilakukan. Burhanuddin Salam menyebutkan beberapa macam etika yang meliputi:

a. Algedonsic Ethics (Etika yang memperbincangkan masalah

kesenangan dan penderitaan).

b. Business Ethics (Etika yang berlaku dalam perhubungan dagang).

47

Referensi

Dokumen terkait

dengan kesungguhan dan ketekunan. Sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya dalam etika yang harus dimiliki penuntut ilmu, kesungguhan dan ketekunan sangat diperlukan. Tanpa

Tesis yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN MENURUT SYEIH AL - ZARNUJI DALAM KITAB TA’LIM AL - MUTA’ALIM” Ditulis oleh Akhmad khoiri, NPM:1522010033, telah diajukan

Proses pemilihan dan penetapan peminatan peserta didik terdapat berbagai personal yang terlibat yang meliputi peserta didik sebagai subjek belajar; orang tua memberikan perhatian

Etika juga bermakna sekumpulan azaz atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan

Hal ini terlihat dari adanya kesamaan mengenai etika peserta didik menuntut ilmu menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan etika peserta didik menuntut ilmu

Konsep etika pembelajaran menurut Imam Al Ghazali diklasifikasikan menjadi sebelas poin, yaitu: Mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah, mengurangi

Menurut penulis konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al- abaa’ Lil Abnaa’ yang garis besarnya berisi belajar yang

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada orang