• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul skripsi : Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al Abaa’ Lil Abnaa’ - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Judul skripsi : Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al Abaa’ Lil Abnaa’ - Test Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT SYEKH MUHAMMAD SYAKIR

DALAM KITAB WASHAYA AL-ABAA’LIL ABNAA’

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

SAYYIDATUT TASLIYAH NIM. 111 13 175

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya

memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduannya maka

wajib baginya memiliki ilmu” (HR. Tirmidzi).

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah Swt. Saya persembahkan skripsi ini kepada:

1. Kedua orangtua saya tercinta, Bapak Sholihudin dan Ibu Siti mahmudah yang selalu memberikan semangat dan tidak berhenti berdoa untuk saya agar menjadi orang yang bermanfaat.

2. Kakak-kakakku tercinta Mas Topik, Mas Miftah, Mas Rofiq, Mas Fatkur dan Mbak Sayyidatul „Aini Ulfah.

3. Sahabat-sahabat terbaikku, Asri Nariswari, Riza Fatmawati, Arifatul Fitriyah, Durotun Nasikah,dan semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terimakasih atas semangatnya yang membuat saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita mencapai kesuksesan bersama. Amin.

4. Untuk teman-teman senasib dan seperjuangan, mahasiswa PAI 2013.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi Muhammad Saw, yang telah mencapai puncak kesuksesan tertinggi sepanjang kehidupan manusia yang pernah ada. Serta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materi, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam sekaligus juga sebagai dosen pembimbing akademik.

4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi.

(8)
(9)

ABSTRAK

Tasliyah, Sayyidatut. 2017. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakirdalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M. Ag.

Kata Kunci: Konsep, Etika, Menuntut Ilmu, Syekh Muhammad Syakir

Penelitian ini menggunakan kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ karena kitab ini sangat cocok bagi peserta didik tingkat MI dan Mts. Karena kitab ini menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami dan bertujuan untuk mengetahui konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’. Adapun rumusan masalahnya antara lain: 1. Bagaimana konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’. 2. Bagaimana relevansi konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟ dengan pendidikan akhlak di MI dan Mts?.

Penelitian ini merupakan penelitian library research yaitu penelitian dengan obyek kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’. Pengumpulan data dilakukan dengan analsiis data dengan metode analisis content dan metode induktif.

Adapun hasil penelitian ini antara lain: 1. Konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’

(10)

relevansi terhadap pendidikan akhlak di MI dan Mts. Hal itu dapat dilihat dari kurikulum 2013 dan tujuan pembelajaran serta proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Yang mana sama-sama mengendepankan akhlak dan sikap yang terpuji berdasarkan ajaran agma Islam. Oleh karena itu, kitab

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO ... .. i

HALAMAN JUDUL ... . ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... . v

PERNYATAAN PUBLIKASI SKRISI...vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... . xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Kajian Penelitian yang Relevan……….6

E.Manfaat Penelitian ... 8

F. MetodePenelitian………... 8

G.Penegasan Istilah ... 10

(12)

BAB II BIOGRAFI SYEKH MUHAMMAD SYAKIR

A. Riwayat Hidup Syekh Muhammad Syakir…...………...17

B. Karya-karya Syekh Muhammad Syakir ... 20

BAB III PEMIKIRAN SYEKH MUHAMMAD SYAKIR A. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam KitabWashaya Al-Abaa‟Lil Abnaa‟ ... 23

1. Belajar sungguh-sungguh dan semangat yang tinggi ... 23

2. Manajemen Waktu ... 24

3. Membaca dan Memahami Pelajaran... 24

4. Menciptakan Situasi dan Kondisi yang Kondusif ... 26

5. Taat pada aturan……..………..…………....27

6. Lebih Memuliakan Pendidik ... 28

7. Berakhlak Terpuji ... 29

BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep Etika Menuntut Ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir ... 33

B. Relevansi Konsep Menuntut Ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa” Lil Abnaa dalam Pendidikan Islam di Indonesia ... 53

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan... ... 61

(13)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (Mansur, 2004:57). Atau dengan kata lain pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentuan dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia (Mansur, 2001:1).

Pendidikan Nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Permendiknas no 22, 2007: 1).

(15)

Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan dunia maupun akhirat , maka mencari ilmu hukumnya wajib. Mengkaji ilmu itu merupakan pekerjaan mulia, karenannya banyak orang yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan didasari iman kepada Allah SAW. Maka semua yang ada dibumi mendo‟akannya. Karena mencari ilmu itu pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka nabi pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu, akan mendapatkan pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong orang yang mau bersusah payah dalam menjalankan kewajiban agama (Juwariyah, 2010:141).

Setiap orang Islam diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan apa yang diperlukannya saat itu, kapan saja. Oleh karena setiap orang Islam mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya salat, supaya dapat melaksanakan kewajiban solat dengan sempurna (Aljufri, 2009:5).

(16)

tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua (Daradjat, 2011:37).

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah sama dengan teori barat yaitu anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui pendidikan (Muhaimin dan Mujib, 1993:177) Sedang menurut H. Arifin menyebut

“peserta didik” dengan manusia didik sebagai mahluk yang sedang dalam

proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju arah titik optimal yakni kemampuan fitrahnya (Arifin, 1996:144). Sedang menurut Jumali, 2004:35 peserta didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU RI No 20 Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 19, 2003:7 ).

Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Keberhasilan implementasi pembelajaran sangat bergantung pada cara

pendidik menggunakan metode pembelajaran. Berkaitan dengan

(17)

Salah satu sistem yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam mencapai tujuan pendidikan adalah intitusi atau kelembagaan. Tanpa adanya tempat, kegiatan belajar tidak mungkin bisa dilakukan (Nata, 1997: 112).

Ahklak yang baik adalah buah imam yang mendalam dan perkembangan relegius yang benar. Dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah SWT, rasa takut, bersandar, meminta ampun pada Allah, maka kita akan memiliki potensi menerima keutamaan dan kemuliaan akhlak (Fatbrani, 1996:10) serta akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Al-Ghazali, 1994:46).

Pendidikan akhlak mempunyai tujuan yaitu untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih. Bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan.Dari tujuan tersbut dapat diambil sebuah manfaat yaitu pendidikan akhlak mempunyai panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk (Nata, 2002:14).

(18)

dengan baik, semaunya sendiri dan kurang memperhatikan kewajibannya sebagai pendidik. Sedangkan peserta didik banyak yang melanggar aturan yang berlaku, berkepribadian tidak baik, tidak menghormati ilmu, pendidik, teman dan pergaulan bebas serta semangat belajar peserta didik yang rendah.

Penulis mengambil pemikiran Syekh Muhammad syakir dari kitab

Washaya Al-Abaa’ Lil Abna’ dalam bab menuntut ilmu dikarenakan kitab ini mengulas tentang konsep-konsep menuntut ilmu dengan menggunakan bahasa yang mudah difahami oleh peserta didik khususnya para peserta didik tingkat MI dan Mts. Sehingga dengan mempelajarinya peserta peserta didik dapat menjadi pedoman dan mengamalkannya di dalam menuntut ilmu.

(19)

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan oleh penulis diatas. Maka dalam hal ini penulis ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam dengan

mengangkat judul skripsi “Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh

Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abna’”.

B. Rumusan Masalah

Dengan banyaknya permasalahan yang muncul, maka penulis dengan penelitian ini mefokuskan pada beberapa masalah yaitu:

1. Bagaimana konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’?

2. Bagaimana relevansi konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ dengan pendidikan akidah-akhlak di MI dan Mts?

C. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang dapat diambil oleh penulis sesuai dengan rumusan masalah diatas, diantaranya:

1. Untuk mengetetahui konsep menuntut ilmu menurut Syekh

Muhammad Syakir dalam kitab WashayaAl-Abaa’lil Abnaa’.

(20)

D. Kajian Pustaka yang Relevan

Dalam penulisan penelitian ini, terlebih dahulu penulis menelaah beberapa skripsi yang berkaitan dengan apa yang akan penulis tuangkan dalam penelitian ini. Adapun penelitian atau skripsi-skripsi yang telah ada sebelumnya memberikan gambaran umum tentang sasaran yang akan penulis sajikan dalam skripsi ini, dan menghindari kesamaan pembahasan dengan skripsi sebelumnya.

1. Skripsi dari Nur Afidatul Lailiyah, Alumni IAIN Sunan Ampel, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan PAI tahun 2013, yang

berjudul “ Konsep Pendidikan Moral Perspektif Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh Muhammad Syakir Al-Iskandari. Dalam skripsinya pengarang mengungkapkan pengertian moral, macam-macamnya serta tujuannya, metode dan model pendidikan moral, biografi, karya-karya Syekh Muhammad Syakir dan gambaran isi kitab. Menitik beratkan pada pendidikan moral pada penddidikan moral perspektif kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’.

(21)

lingkungan. Menitik beratkan kepada pendidikan anak meliputi ilmu, akhlak dan amal bakti.

3. Skripsi dari Amin Zamroni, Alumni Unissula Semarang, Fakultas Ilmu Tarbiyah tahun 2014, yang berjudul Pemikiran Syekh Muhammad Syakir Tentang Pendidikan Akhlak Anak (Analisis Kitab

Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’). Pengarang mengungkapkan tentang akhlak serta macam-macamnya, pemikiran serta biografi Syekh Muhammad Syakir. Menitik beratkan pada pendidikan akhlak anak. Dari 3 skripsi diatas dapat disimpulkan bahwa di dalam pendidikan anak harus di dasari dengan pendidikan moral, akhlak dan kepribadian yang baik dengan analisis kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh Muhammad Syakir.

Berdasarkan kajian pustaka diatas, belum ada yang membahas tentang konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam

Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’.

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritik

(22)

2. Manfaat Praktik

Penelitian ini berupaya untuk mengkaji ulang Konsep Menuntut Ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam Kitab

Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ untuk mewujudkan akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu dengan senantiasa memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Allah SWT belajar yang sungguh-sungguh juga menghormati ilmu, pendidk dan teman-temannya. Serta diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi bagi masyarakat khususnya bagi pendidk dan peserta didik dalam menuntut ilmu. Agar dipermudah dalam menuntut ilmu dan berkah ilmunya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian dalam skripsi ini termasuk jenis penelitian kepustakaan atau disebut dengan Libraby Research yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya buku, Koran, majalah dan lain sebagainya yang berkaitan dengan konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir.

2. Sumber data

(23)

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini, yaitu Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh Muhammad Syakir.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data informasi yang dipeoleh dari sumber-sumber lain selain data primer, yang secara tidak langsung bersinggungan dengan tema penelitian yang dilakukan. Diantaranya buku-buku literatur, internet, artikel, dan sumber data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Seperti terjemah syarah kitab Washoya Al-Abaa’ lil Abnaa’. Untuk memudahkan penulis dalam menerjemahkan kitab aslinya. Dalam penulisan ini tentu tidak lepas akan adanya beberapa referensi yang berkorelasi dengan judul untuk membantu menjelaskan, menjabarkan dan memperkuat pendapat yang dikemukakan Syekh MuhammadSyakir.

3. Metode Pengumpulan Data

(24)

menggunakan bahan-bahan tertulis, seperti dari buku, kitab, jurnal, surat kabar, ataupun artikel yang berkaitan dengan judul. a. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah:

1) Metode Analisis Content atau isi. Metode ini merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi (Muhadjir, 1992:76). Menurut (Bungin, 2001:172-173) analisis ini adalah teknik penelitian yang membuat inferensi-inferensi (proses penarikan kesimpulan berdasarkan pertimbangan yang dibuat sebelumnya atau pertimbangan umum; simpulan) yang dapat ditiru (Replicabel), dan shahih data dengan memperhatikan konteksya.

2) Metode Induktif merupakan cara berfikir dengan berlandaskan pada fakta yang khusus dan kemudian ditarik menjadi pemecahan yang bersifat umum (Hadi, 1981:42).

3) Metode Kontekstual

Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual adalah metode yang

(25)

menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara isi yang ada di dalam kitab Washaya Al-Aba’ Lil Abnaa’

dengan pendidikan akidah akhlak di MI dan Mts situasi dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada dalam kitab Washaya Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan penerapannya dalam pendidikan akidah akhlak di MI dan Mts.

G. Penegasan Istilah

1. Konsep

Konsep adalah rancangan, ide, atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Pengertian disini ruang lingkup tentang suatu nilai terhadap pendidikan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:558).

Konsep juga berasal dari kata latin Concipere yang berarti mencakup, mengambil, menangkap.Dari kata concipere muncul kata benda conceptus yang berarti tangkapan. Konsep ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan istilah pengertian yakni makna yang terkandung oleh sesuatu (Bakri, 1986:2).

(26)

juga membahas tentang bagaimana rancangan konsep menuntut ilmu menurut Syehk Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’. 2. Etika

Secara bahasa, berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak, kesusilaan, atau adat. Dalam Encyclopedia britanica

dijelaskan bahawa etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti karakter dan studi yang sistematis tentang pengertian dan hakikat nilai baik dan buruk, salah dan benar, seharusnya dan tidak sepantasnya, serta prinsip umum yang membenarkan kita melakukan atau menggunakan sesuatu. Dalam bahasa belanda ethica berarti ilmu moral atau etika; ethisch berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan moral; sedangkan etiquette adalah tata tertib dalam pergaulan (Depag, 2009:6).

Sedangkan secara istilah etika adalah cabang aksiologi yang secara prinsipil membicarakan masalah predikat-predikat nilai

“benar” (right) dan “salah” (wrong) dalam pengertian susila (moral) dan tindak susila (immoral) (Halimi, 2008:12).

Jadi etika adalah akhlak atau perbuatan manusia baik maupun buruk didalam bersosialisasi dengan sesama maupun dengan lingkungan.

3. Menuntut Iilmu

(27)

lebih baik, karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan (Masan, 1994:142-143).

. Menuntut ilmu merupakan salah satu wujud dari ibadah yang didasari iman kepada Allah. Seperti sabda Nabi Muhammad saw

“barangsiapa berjalan disuatu tempat guna menuntut ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan ke surga serta sabda Nabi

muhammad saw ” Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap

muslim laki-laki maupun perempuan dari lahir sampai liang lahat”. Jadi menuntut ilmu itu kewajiban setiap muslim laki-laki dan perempuan. Tidak dibedakan antara kedunya. Dengan demikian yang diharapkan dari menuntut ilmu adalah perubahan dari segala aspek yang kurang baik ke yang lebih baik lagi agar selamat dan bahagia di dunia dan akherat.

4. Syekh Muhammad Syakir

Syekh Muhammad Syakir lahir di Jurja pada pertengahan syawal tahun 1282 H. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdul Qodir bin Abdul Waris (Bruinessen, 1995:160). Beliau lahir dalam mazhab Hanafi, dalam wasiatnya hak-hak teman, beliau menjadikan iman Hanafi sebagai contoh, yakni saat imam Hanafi ditanya tentang keberhasilannya dalam memperoleh ilmu pengetahuan, beliau

menjawab”saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan pada orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu,

(28)

Mazhab Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan Syiah mendominasi mesir bagian bawah (Abdulah, 2002:173).

Beliau akhli dalam bidang akhlak, ilmu mantik dan ilmu hadist. Semasa hidupnya beliau menghafal Al-Qur‟an dan belajar dasar -dasar studi di Jurna. Kemudian beliau bepergian untuk menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar. Pada saat belajar di sana beliau belajar dengan pendidik besar pada masa itu. Pada tahun 1307 H beliau dipercayai untuk memberikan fatwa dan menduduki jabatan sebagai ketua mahkama Mudiniyah Al-Qulyubiyyah dan tinggal disana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau adalah seorang tokoh pembaharu di Universitas Al-Azhar. (Abdullah, 2002:172).

5. Kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’

(29)

mengharapkan kebaikan pada anak didiknya, menyayangi sebagaimana anak kandungnya sendiri, salah satunya lewat

mau’idhoh hasanah, teladan yang baik dan mendo‟akan kebaikan

anaknya.

Kitab ini selesai dikarang oleh Syekh Muhammad Syakir pada

bulan Dzul Qo‟dah pada Tahun 1326 H atau 1907 M (Muhammad

Syakir, tt:47). Kitab ini sangat familiar dalam kurikulum non formal seperti madrasah diniyah dan pesantren. Namun tidak familiar dalam kurikulum pendidikan formal. Biasanya kitab ini dikaji pada santri yang baru awal masuk pesantren sebagai bekal dalam menuntut ilmu.

H. Sistematika Penulisan

Pada bagian ini penulis akan menjabarkan secara global dari penulisan penelitian yang berkaitan dengan Konsep Menuntut Ilmu menurut Syeh Syakir Adapun sistimatika penulisan atau urutan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Pada bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencangkup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika penelitian.

(30)

BAB III: Berisi tentang diskripsi pemikiran dari Syekh Muhammad Syakir tentang konsep etika menuntut ilmu dalam kitab

Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’.

BAB IV:Pada bab ini berisi tentang pembahasan, pada bab ini menjelaskan tentang konsep-konsep pendidikan Syekh Muhammad Syakir yang terdapat dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’dan relevansi konsep etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya Al-Abaa’ lil Abnaa’ dengan pendidikan akidah-akhlak di MI dan Mts.

(31)

BAB II

BIOGRAFI SYEKH MUHAMMAD SYAKIR A. Riwayat Hidup Muhammad Syakir

Muhammad Syekh Syakir lahir di Jurja, pada pertengahan syawal tahun 1282 H. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdul Qodir bin Abdul Waris ( Bruinessen, 1995:160). Beliau adalah Abdul Qadir.Beliau lahir dikairo Mesir pada tanggal 29 Jumadil Akhir 1309 H. (sekitar abad ke-19 M), pada

hari jum‟at ketika fajar menyingsing. Beliau masih keturunan shahabat

Rasulullah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu „anhu. sy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Syakir bin Muhammad bin Ahmad bin Abdil Qadir. Beliau lahir dalam mazhab Hanafi, dalam wasiatnya pada bab hak-hak teman, beliau menjadikan iman Hanafi sebagai contoh, yakni saat imam Hanafi ditanya tentang keberhasilannya dalam memperoleh ilmu pengetahuan,

beliau menjawab ”saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan pada orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu, memang

sebagian warga Mesir adalah pengikut Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan Syiah mendominasi Mesir bagian bawah (Abdulah, 2002:173).

(32)

tersebut adalah Asy-Syaikh Abdussalam Al-Faqi, dimana beliau belajar syair dan sastra Arab dari beliau. Waktu itu usia beliau belumlah samapai 20 tahun, akan tetapi beliau telah bersemangat untuk mempelajari ilmu hadits. Ketika ayahnya diangkat menjadi wakil rector Universitas Al-azar, Syaikh Muhammad Syakir juga ikut belajar di Universitas tersebut. Di sana beliau belajar dari beberapa orang ulama, diantaranya: Asy Syaikh Ahmad Ays-Syingithi, Asy-Syaikh Syakir iraqi dan Syekh Jamaluddin Al-Qasimi. Menurut Asy-Syaikh Muhammad Hamid Syekh Muhammad Syakir memiliki kesabaran yang begitu tinggi. Hafalannya pun kuat tidak tertandingi, beliau juga memiliki kemammpuan tinggi dalam memahami hadits dan bagus mengungkapkannya dengan akal dan nash. Beliau juga dalam pandangan ilmunya serta taqlid kepada seorang pun (https:/ / ahlulhadits.Wordpress.Com/2007/09/26/syaikh-ahmad-syakir/ ,akses 18 april 2017, 09.30 WIB).

(33)

Syekh Muhammad Syakir adalah orang pertama yang menduduki jabatan ini dan orang pertama yang menetapkan hukum-hukum hakim yang

syar‟i di Sudan di atas asas yang paling terpercaya dan paling kuat.

(Zainuddin, Ahli Hadis, sumber http) pada tahun 1322 H, beliau di tunjuk sebagai ulama Iskandariyyah sampai membuahkan hasil dan memunculkan bagi kaum muslimin, orang-orang yang menunjukkan umat supaya dapat mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia, selain itu beliau juga sebagai wakil para guru Al-Azhar, sampai beliau menebarkan benih-benih yang baik ketika itu, beliau menggunakan kesempatan dengan mendirikan

Jami’iyyah Tasyni’iyyah pada tahun 1913 H. kemudian beliau berusaha untuk menjadi anggota organisasi tersebut sebagai pilihannya dari segi pemerintahan Mesir (Abdullah,2002: 173).

Dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta enggan untuk kembali pada satu bagian pun dan jabatan-jabatan tersebut. Beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat dirinya, bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaan pikiran, amalan hati, dan ilmu yang bebas lepas. Di samping itu, beliau memiliki pemikiran yang benar pada tulisannya, dan ucapan-ucapan yang membakar, senantiasa ada yang menentang itu yang mengumandangkannya pada pikiran-pikiran sebagian besar orang-orang yang bersikeras terhadap perkara-perkara

(34)

bukan pengecut, tidak menghindar dari seorangpun, dan tidak merasa takut

kecuali kepada Allah Ta‟ala,

Pada akhir hayatnya, beliau terbaring di rumahnya karena sakit, dan selalu berada di ranjangnya tatkala lumpuh menimpannya. Beliau merasakan sakitnya dengan sabar dan penuh berharap atas ampunan-Nya, terhadap ridho Tuhan-Nya dan terhadap dirinya, dengan penuh keyakinan bahwa dirinya benar-benar telah menegakkan apa yang diwajibkan bagi dirinya berdasarkan agamannya dan umatnya, menunggunpanggilan umatnya, menunggu panggilan Robbnya kepada hambaNya yang shaleh.

Beliau rahimahullah wafat pada tahun 1358 H yang bertepatan pada

1939 M. Semoga Allah Ta‟ala merahmati beliau dengan rahmat yang luas

dan semoga juga terlimpah bagi anak beliau yaitu Al-„Allamah Syaikh Ahmad Muhammad Syakir Abil Asybal sorang muhaddits besar yang wafat pada taun 1958 M. Beliau telah menulis suatu risalah tentang perjalanan

hidup ayahnya yang diberi nama “Muhammad Syakir” seorang tokoh dan

para tokoh zaman (Abdullah, 2002: 173)

B. Karya-karya Syekh Muhammad Syakir

Syekh Muhammad Syakir telah banyak memberikan kontribusi yang besar bagi dunia Islam. Diantara karya-karyanya yaitu:

1. Dalam bidang akhlak adalah Washaya al-abaa’ lil abnaa.

(35)

3. Dalam bidang ilmu Hadist kitab al-Idah li al Matan Isauji adalah

karyanya

(http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-syakir.html, diakses pada 11 April 2017, 21.27 WIB).

Dalam bidang ilmu Mantik beliau berhasil menulis kitab Min al- himayah ala sayyadah.

Dalam bidang ilmu hadist perhatian Syekh Muhammad Syakir terhadap sunnah Nabi amat besar. dimana dalam hal ini telah terlihat dalam kitab-kitab Syekh Muhammad Syakir yang berisi tahqiq/teliti dan perhatiannya terhadap kitab-kitab hadits. Dalam bidang hadits ini karya Syekh Muhammad Syakir meliputi:

1. Kitab al-idah Li al Matan Isauji

2. Syarh Musnad Imam Ahmaad (selesi samapi beliau wafat) 3. Tahqiq terhadap Al-Ihkam karya Ibnu Hazm

4. Tahqiqi terhadap Alfiyatul Hadits Karya As-Syuyuti

5. Takhrij terhadap Tafsir At-Thabrani bersama sudara beliau Muhmud Syakir

6. Tahqiq terhadap kitab Al-Kharaj karya Yahya bin Adam

7. Tahqiq terhadap kitab Ar-Raudathun Nadhiyah karya Shiddiq hasan Khan

8. Ta’lid dan Tahqiq terhadap Al-Muhalla Karya Ibnu Hazm 9. Tahqiq Syarh Aidah Thahawiyah

(36)

11.Umdatut Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu katsir (belum selesai sampai beliau wafat).

12.Syarh Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (bar beliau wafat) padau mencapai pesertiganya beliau wafat tahun 1946 M.)

Syekh Muhammad Syakir termasuk imam dalam ilmu hadits. Karena telah banyak memberikan kontribusi di dalam bidang ilmu hadits. Pengakuan ini akan semakin kuat dari kalangan para penuntut ilmu hadits Nabi.

Serta dalam bidang ilmu Akhlak karya Syekh Muhammad Syakir dalamkitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yang didalmnya membahas tentang nasehat-nasehat guru kepada muridnya dalam hal taqwa kepada Allah, adab menuntut ilmu dan bersosialisai dengan sesama, hubungan dengan Allah swt dan hungan dengan lingkuangan ada (https:/ / ahlulhadits.Wordpress.Com/2007/09/26/syaikh-ahmad-syakir/ ,akses 18 april 2017, 09.30 WIB).

(37)

BAB III

PEMIKIRAN SYEKH MUHAMMAD SYAKIR

A. Pemikiran Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Syakir dalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’

Dalam bukunya Syekh Muhammad Syakir telah memberikan pemahaman tentang bagaimana menuntut ilmu, adab-adab yang ada didalam menuntut ilmu tersebut. Setelah penulis membaca dan memahami konsep menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir. Penulis menemukan ide atau gagasan tentang konsep menuntut ilmu yang terdapat dalam kitab washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh Muhammad Syakir. Konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yaitu sebagai berikut:

1. Belajar yang sungguh-sungguh dan semangat yang tinggi

Peserta didik harus belajar yang sungguh-sungguh, semangat dan memanfaatkan waktu yang baik. Adapun yang terkutip dalam kitab ini yaitu:

يَنُب اَي

ِشْحاَٚ ,ٍطبَشَٔ َٚ ٍّذِجِث ٍُِِْعٌْا ِتٍََط ٍََٝع ًِْجْلَا :

َهِزْلَٚ ٍََٝع ْص

بَُ٘ذْ١ِفَزْغَر ٍخٌََأْغَِّث ِْٗ١ِف ُعَفَْٕر َلا ٌءَْٟش ُِِْٕٗ َتَْ٘زَ٠ َْْا

.

“Wahai anakku, belajarlah dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Janganlah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat bagimu”.

(38)

dipermudah dalam menuntut ilmu serta ilmunya berkah dan manfaat di dunia akherat.

2. Manajemen Waktu

Peserta didik sebagai penuntut ilmu harus pandai-pandai untuk manajemen waktu dengan baik. Mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat seperti: ibadah, membaca buku pelajaran atau buku yang positif lainya misalnya: biografi, sejarah, novel. Di samping itu peserta didik tidak menunda-nunda pekerjaan dan tidak mengisi waktu dengan banyakbermain yang hanya sia-sia yang tidak mendatangkan kemanfaatan. Bermain boleh tapi sewajarnya saja untuk refesing.

Di dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menyelaskan

ِزْلَٛىٍََع ْصِشْحاَٚ

بَُ٘ذْ١ِفَزْغر ٍخٌََأْغَِّث ِْٗ١ِف ُعَفَْٕر َلا ٌءَْٟش ُِِْٕٗ َتْ٘ذَ٠ َْْا َه

Jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat bagimu.”

Jadi peserta didik harus bisa menggunakan waktu sebaik-baiknya mengisi dengan hal-hal yang positif yang mendatangkan kemanfaatan

3. Membaca dan Memahami Pelajaran

Peserta didik di manapun berada baik di sekolah, rumah, perpustakaan maupun tempat lainnya. Peserta didik dapat membaca dan memahami materi pelajaran. Seperti yang terkutip dalam kitab tersebut adalah:

(39)

بَِٙضْشَع ِِْٓ ْفِىَْٕزْغَر َلََف ِيِءبَغٌَّا

َُٗعَِ َنِشَزْشَزٌِ َهِٔاَْٛخِأ ِذَحَأ ٍَٝع

بًَّْٙف ٌَُْٝٚ ْلاا َُِْٙف ًَْجَل َٜشْخُا ٌَِٝا ٍخٌََأْغَِ ِِْٓ ًِْمَزَْٕر َلاَٚ ،بََِِّْٙٙ ِٝف

ِطُْٚسُّذٌا َِِٓ َهٌَ ََُّٕٗ١َع ِٜزٌَّا َهِٔبَىَِ ِٝف ُربَزْعُ ْلاا َهَغٍَْجَأ اَرِاَٚ اًذِّ١َج

َغ ِٝف ْظٍِْجَر َلََف

ِْٗ١ِف ِطٍُُْٛجٌْبِث َهِٔاَْٛخِأ ُذَحَأ َهْ١ٍََع َّٜذَعَر اَرِأَٚ .ِِٖشْ١

َُّْٗ١ِمُ٠ َّٝزَح َنِربَزْعُأ ٌَِٝإ َشَِْلاْا ِعَفْساَٚ ُِّْٗربَشُرَلاَٚ ُْٗعِصبَُٕر َلََف

َِّٓ١َعٌُّْا َهِٔبَىَِ ِٟف َهَغٍِْجُ٠َٚ

.

“Wahai anakku, baca dan pahamilah dengan penuh kesungguhan pelajaaran yang telah maupun yang belum di bahas oleh pendidikmu bila engkau menemui kesulitan jangan ragu untuk bertaya dan mendiskusikannya dengan temanmu. Dan jangan engkau alihkan kemasalah lain, sebelum tuntas masalah pertama dan dapat kau pahami dengan baik. Apabila peserta didik telah memilihkan tempat untukmu, jangan engkau pindah ke tempat yang lain. Bila seorang teman kamu hendak menempati tempat dudukmu, janganlah kamu bertengkar atau menganggunya, tetapi kemukakan kepada peserta didik agar beliau memberimu tempat duduk tertentu”.

Jadi peserta didik dimanapun berada dapat membaca dan memahi materi pelajaran dengan baik. Kalau belum paham jangan pindah ke materi yang lain.

4. Menciptakaan Situasi dan kondisi yang Kondusif

(40)

َُْٕٗع ًَْغبَشَزَر َلََف ِطْسَّذٌا ِحَءاَشِل ِْٟف ُربَزْعُلاْا َعَشَش اَرِا :ََُّٟٕث بَ٠

َٚ ِثْ٠ِذَحٌبِث

ُربَزْعُ ْلاا ٌُُُْٗٛمَ٠ بَِ ٌَِٝأ ِغْصَأَٚ ،َهِٔاَْٛخِأ َعَِ ِخَشَلبٌَُّْٕبِث َلا

ِظِجاٌََْٛٙا َِِٓ َشَخَأ ٍءَْٟشِث َنَشْىِف ًََغْشَر ْْأ َنبَّ٠ِأ َٚ ،بًِبَر ًءبَغْصِأ

ْ٠ِشْىَر َذْعَث ٌخٌََأْغَِ َهْ١ٍََع ْذٍََىْشَأ اَرِأَٚ ،ِطسَّذٌا َءبَْٕثَا ِخَّ١ِغْفٌَّٕا

بَِ٘ش

َعَفْشَر َْْأ َنبَّ٠ِأَٚ،بََٙرَدبَعِا ِيبََّىٌْا َٚ ِةَدَلابِثِربَزْعُ ْلأا َِِٓ ْتٍُْطَف

ٌَِٝأ ْذِفَزٍَْ٠ ٌََُْٚ َهَْٕع َضَشْعَأ اَرِإ َُٗعِصبَُٕرَْٚا ،َنِربَزْعُأ ٍََٝع َهَرَْٛص

.َهٌَِْٛل

Wahai anakku, bila pendidik telah memulai pelajaran, jangan engkau larut dalam pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap pembicaraan pendidk dengan penuh kesungguhan. Jangan engkau melamun ditengah-tengah pelajaran.Bila engkau menemui kesulitan, mintalah kepada pendidik dengan sopan untuk mengulangi menerangkan sekali lagi.Jangan engkau bantah penjelasan pendidik, sehingga dia tidak menyukaimu”.

(41)

Jadi sebelum proses pelajaran dimulai maka situasi dan kondisi kelas harus diatur terlebih dahulu. Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran.maka peserta didik harus fokus mendengarkan dengan seksama. Dan ketika belum faham materi tersebut.Maka peserta didik dapat bertaya kepada pendidik atau teman untuk menjelaskan kembali.Dengan kata-kata yang sopan dan baik.Serta memperhatkan waktu yang tepat untuk bertaya.

5. Taat pada Aturan

Di sekolah pasti ada yang namanya tata tertib yang berlaku. Tata tertib tersebut dibuat untuk mengatur peserta didik agar tertib dalam menuntut ilmu.Bagi peserta didik yang melanggar tatatertib yang sudah dibuat oleh sekolah, maka peserta didik tersebut mendapat saksi sesuai dengan yang dilanggarnya.

Maka Bagi peserta didik yang melanggar adab terhadap guru dan teman maka wajib dididik masalah adab. Seperti yang terkutip dalam kitab yaitu:

يَنُب اَي

ْذَطَمَع ِِٖربَزْعُأ َْٞذَ٠ َْٓ١َث ِةَدَلأا ِّذَح َْٓع ُزْ١ٍِِّّْزٌا َجَشَخ اَرِأ :

ْعُا َذِْٕع ُُٗزَّْ١ِل

ٍََٝع َشْجَّضٌاَٚ َتْ٠ِدْأَّزٌا َّكَحَزْعا َٚ ِِٗٔاَْٛخِأ َذِْٕعَٚ ِِٖربَز

ِِٗثَدَأ ِخٍَِّل

“Wahai anakku, bila seorang peserta didik telah melanggar adab dihadapan guru dan teman-temannya, maka wajiblah dididik untuk beradab yang baik karena belum menguasai masalah adab”.

(42)

dengan yang dilanggarnya dan mendapat bimbingan dari pendidik atau BK. Agar peserta didik yang melanggar aturan tersebut menjadi lebih baik lagi.

7. Lebih Memuliyakan pendidik

Dalam bab ilmu peserta didik harus memulyakan ilmu, pendidik dan teman. Agar dalam menuntut ilmu dipermudah dan berjalan dengan baik. Seperti yang terkutip dalam kitab yaitu:

يَنُب اَي

ْذِفَزْغَر ٌَُْ َهْ١ِثَ ِلا َهِِاَشِزْخا َقَْٛف َنَربَزْعُأ َِْشَزْحَر ٌَُْ اَرِأ :

.ًبئْ١َش ِِٗعُْٚسُد ِِْٓ َلاَٚ ٍُُِِِْٗٛع ِِْٓ

“Wahai anakku, bila engkau tidak memuliakan pendidik lebih dari orang tuamu, maka engkau tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang diajarkannya”.

Jadi dalam bab menuntut ilmu peserta didik harus memuliakan pendidik terlebih dahulu dari pada orang tua serta memuliakan ilmu dan teman. Agar ilmu yang didapat berkah dan dapat diamalkan.

8. Berakahlak terpuji

Dalam menuntut ilmu peserta harus menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Khususnya peserta didik harus memiliki sifat tawadhu (rendah hati) merasa belum bisa apa-apa, tidak suka dipuji, tidak suka pamer serta tidak suka berdebat yang tidak mendatangkan kemanfaatan.

Karena dengan sifat tawadhu‟ ini hati menjadi tenang siswa akan lebih

(43)

menghargai pendapat atau kepintaran orang lain. Seperti yang terkutip “Wahai anak ku tawadlu’ atau merendahkan hati dan akhlak yang baik itu adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa tawadlu’ karena Allah maka akan diangkatlah derajatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhlukNya cinta dan hormat kepadanya. Barangsiapa takabur dan berakhlak tercela maka jatuhlah martabatnya.Allah akan menjadikan seluruh makhluk membenci dirinya, dan tidak mungkin ada orang yang menghormati, memulyakan, dan menyayanginya”.

Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus menghiasi diri

dengan akhlak terpuji seperti mempunyai sifat tawadhu‟ dan

(44)

َْْأ ُاللّ َٝغَع ِحْزَفٌْبِث َهٌَ َءبَعُّذٌا ٌَُُُْٙأْعاَٚ َهِخِ٠بَشَِ َْاَْٛضِس

dari pada kemarahan pendidik dan ulama, karena itu, takutlah anakku, jangan sampai engkau membuat kemarahan pendidikmu atau menunjukkan aklah tercela dihadapannya.Terimalah anakku nasehat ini! Carilah keridhoan pendidik, mintalah do’a mereka agar engkau mudah dalam belajar. Semoga Allah mengabulkan do’a para pendidik sehingga tercapai cita-citamu. Apabila engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah munajat(berdialog) dan tawakal(berserah diri) kepada Allah, semoga Allah memberimu ilmu pengeahuan yang luas dan bermanfaat dengan mengamalkan ilmu tersebut. Sesungguhnya Rabbmu Maha mendengar dan mengabulkan segala do’a, yang luas Anugerh dan kemulyaan-Nya”.

Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus berakhlak baik terhadap pendidik, ilmu dan teman bersikap dan bertutur kata yang baik dan sopan, menjalankan perintahnya dengan baik.Perintah dalam hal ketaatan, dan menjauhi larangannya.

Dalam etika menuntut ilmu peserta didik harus meluruskan niat menuntut ilmu yang manfaat dengan ikhtiar belajar yang sungguh-sungguh dan semangat

serta diiringi dengan do‟a. memanajemen waktu dengan mengisi waktu yang

(45)

lebih memulikan pendidik dari bada orang tuanya. Menghiasi diri dengan

akhlak terpuji seperti memiliki sifat tawadhu‟ dan menghindari sifat sombong.

(46)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir

Dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta didik dalam melaksanakan tugasnya sebagai peserta didik dalam belajar mengemban ilmu di tempat majlis ilmu (Madrasah) menurut Syekh Muhammad Syakir bagi peserta didik dalam menuntut ilmu harus memperhatikan sebagai berikut:

1. Belajar Sungguh-sungguh dan Semangat Tinggi

Dalam belajar peserta didik harus bersungguh-sungguh dan selalu bersemangat tinggi dalam mencari ilmu. bersungguh-sungguh dan selalu bersemangat tinggi terdapat dalam kitab ini dijelaskan yaitu:

ِتٍََط ٍََٝع ًِْجْلَا

ٍطبَشَٔ َٚ ٍّذِجِث ٍُِِْعٌْا

“belajarlah dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat”

Kata sungguh-sungguh dalam kitab ini menggunakan kata

ٍّذِجِث

yang berartidengan sungguh-sungguh. Selaras dengan firman Allah yang terdapat pada surat Ar-Ra‟ad 13:11 yang artinya “sesungya Allah SWT tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”, serta pribahasa arab

(47)

menguasai ilmu dengan baik. Tidak mungkin orang tidak usaha mendapatkan hasil. Seperti halnya orang yang tidur-tiduran tidak berkerja tidak akan mendapatkan gaji. Untuk menanamkan sifat kesungguhan maka dengan cara peserta didik meluruskan niat untuk mencari ilmu yang berkah dan manfaat di dunia akhirat. serta untuk mendapatkan ridho Allah.

Sedangkan kata penuh semangat di tulis dengan kata

ٍطبَشَٔ

yang berarti penuh semanagat Menurut Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya menjelaskan bahwasannya Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna (Aljufri, 2009:7).

Jadi di dalam menuntut ilmu peserta didik harus tertanamkan dalam dirinya rasa semangat tinggi dan senang. Karena dengan bekal rasa tersebut para peserta didik akan menjadikannya lebih menyenangkan dan meminimalisir hambatan didalam proses menuntut ilmu.

2. Manajemen Waktu

Dengan waktu yang ada dalam menuntut ilmu peserta didik dapat memanajemen waktu dengan baik. Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menjelaskan

ٌءَْٟش ُِِْٕٗ َتْ٘ذَ٠ َْْا َهِزْلَٛىٍََع ْصِشْحاَٚ

.بَُ٘ذْ١ِفَزْغر ٍخٌََأْغَِّث ِْٗ١ِف ُعَفَْٕر َلا

(48)

Para peserta didik harus bisa memanajemen waktu dengan baik. Manajemen adalah kegiatan bersama antara pendidik, pelajar maupun semua personal yang ada dalam proses tersebut.

Sedangkan manajemen atau pengelolaan interaksi belajar mengajar adalah:

a. Suatu keahlian yang diperlukan untuk memimpin, mengatur, menggerakkan waktu, ruang, manusia dana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Dengan manajemen diharapkan tujuan tercapai secara efisien dan efektif untuk ini meliputi bidang perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian serta

pengontrolan. (Roestiyah Nk dan Staf Pembina Ilmu Keguruan IKIP, 1986:75)

Kemampuan yang diperlukan dalam mengatur waktu adalah perencanaan untuk masa depan, penetapan tujuan, mempriyoritaskan tugas-tugas mana yang harus dikerjakan dan memantau kemana sebenarnya waktu kita dibuang. Time management yang buruk bisa berarti kontrol diri yang kurang baik dan berakibat pada penumpuknya tugas karena sering menunda waktu.

(49)

our own real time. Sebagai yang berakal, kita menciptakan waktu itu sendiri.Waktu yang kita ciptakan inilah yang kita atur. Jadi time management

sebenarnya adalah self management atau kemampuan untuk mengatur diri sendiri ( Letisha, 2016:12-14).

Sedangkan menurut Syekh AZ-Zarnuji dalam kitabnya menjelaskan bahwasannya masa muda harus digunakan untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Adapun waktu belajar yang paling baik adalah menjelang waktu

subuh dan antara waktu maghrib sampai waktu isa‟ (Aljufri, 2009:80).

Jadi dengan waktu yang ada para peserta didik harus pandai-pandai di dalam memanajemen waktu. Memiliki jadwal yang jelas. Mengisi waktu yang ada dengan hal-hal yang positif yang mendatangkan kemanfaatan..Maka para peserta didik harus dapat memanajemen waktu dengan sebaik-baiknya.Agar tujuannya dapat tercapai dengan baik sesuai dengan keinginan.

3. Membaca dan Memahami Pelajaran

Para peserta didik tidak dapat meninggalkan dalam kegiatan membaca. Bisa jadi membaca dapat menjadi makanan pokok bagi peserta didik dalam menuntut imu.Karena dengan membaca peserta didik dapat mengetahui dan memahami materi pelajaran serta ilmu yang lainnya. Di dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menjelaskan

(50)

Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menyebutnya dengan menggunakan kata

ْعٌبَط

yan

g berarti baca dan pahamilah. Maksudnya yaitu para peserta didik harus dapat membaca serta memahami pelajaran yang ada dengan penuh kesungguhan yang sudah atau belum di bahas oleh peserta didik. Agar peserta didik dapat menyerap pemahaman materi pelajaran dengan lebih baik.

Serta senada dengan wahyu Allah SWT yang pertama kali turun dengan ayat suci al-Qur‟an Surat Al-Alaq yang diawali dengan kata iqra’ bacalah. Tulis baca adalah kunci ilmu pengetahun

Dalam proses pembelajaran dalam beberapa kesempatan, sering terdapat kejadian bahwa materi tidak dapat diselesaikan didalam kelas dan harus diselesaikan di luar kelas karena banyaknya materi yang harus diselesaikan. Dalam keadaan seperti ini dapat digunakan secara optimal. Dengan menggunakan metode Reading Guide (Panduan Membaca)Dengan langkah-langkahnya seperti:

a. Tentukan bacaan yang akan dipelajari.

b. Buat pertayaan-pertayaan yang akan dijawab oleh peserta didik atau kisi-kisi dan boleh juga bagan atau skema yang dapat diisi oleh mereka dari bahan bacaan yang telah dipilih tadi.

(51)

d. Tugas perserta didik adalah mempelajari bahan bacaan dengan menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktifitas ini sehingga tidak akan memakan waktu yang berlebihan.

e. Bahas pertanyaan atau kisi-kisi tersebut dengan menanyakan jawaban kepada peserta didik.

f. Di akhir pelajaran beri ulasan secukupnya (Zaini dkk, 2008:8). Selain menggunakan metode Reading Guide (Panduan Membaca) Ada dua cara yang mungkin membantu para peserta didik agar pesan (materi pelajaran) tersebut mudah diterima. Cara pertama, perlu adanya pengulangan sehingga membantu peserta didik memperkuat pemahamannya. Cara kedua, peserta didik menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh pendidik sedangkan cara kedua menjadi tugas peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh pendidik kepada peserta didik. Kedua cara tersebut pada hakikatnya adalah stimulus belajar yang diupayakan oleh pendidik pada waktu ia mengajar (Sriyono dkk, 16:1992).

(52)

kemampuan untuk memahami pikiran orang lain dengan tepat menanggapinya secara terbuka dan kritis. Ketiga, tumbuhnya kebiasaan mempelajari secara sistimatis apa yang dilakukan dan mulai mengadakan studi terbatas sebagai pendasaran pembentukan pendapat pribadi. Dengan kata lain, berkambang disposisi pembelajaran yang memungkinkan peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan (Harsanto, 2007:15-16).

Jadi menurut pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasannya para peserta didik harus membaca materi pelajaran yang sudah atau yang belum dijelaskan oleh pendidik.Kalau materi pelajaran yang terlalu banyak dan tidak mungin diselesaikan pada waktu yang sudah ditentukan di sekolah.agar materi pelajaran dapat diterima dengan baik secara keseluruhan maka dapat menggunakan berbagai metode seperti: a). Reading Guide b). pengulangan c). menyampaikan kembali yang diterangkan pendidik.a.) tumbuhnya minat membaca b). Berkembangnya kemampuan untuk memahami oranglain secar logis dan terbuka. c). tumbunya kebiasaan mempelajri secara sistematis agar argument pribadi lebis logis dan dapat menyesuaian dengan lingkungan.

4. Melaksanakan Diskusi

Ketika menemukan masalah kesulitan materi pelajaran para peserta didik sebaiknya berdiskusi bersama pendidik atau teman untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab ini menjelaskan

َلََف ِيِءبَغٌَّا َِِٓ ٍخٌََأْغَِ ِٟف ُشَِْلأا َهْ١ٍََع ًََىْشَأ اَرِاَٚ

ِِْٓ ْفِىَْٕزْغَر

(53)

“Bila engkau menemui kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan mendiskusinkannya dengan temanmu”.

Pada umumnya metode diskusi di aplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk:

a. Mendorong peserta didik berfikir kritis.

b. Mendorong peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebas.

c. Mendorong peserta didik mengkontribusikan buah pikirannya untuk memecahkan masalah bersama.

d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama (Syah, 1995:206).

Dalam berdiskusi biasanya setiap peserta didik diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, serta bersama-sama membahasnya segala permasalahan yang dihadapinya (Ahmadi, 1993:35).

(54)

pendidik.Tidak boleh saling menjatuhkan dan tidak mau dikalahkan serta menghargai pendapat teman.Dengan metode diskusi ini dapat memecahkan masalah tersebut dengan baik.

5. Belajar Secara Bertahap

Dalam belajar dengan materi pelajaran yang sangat banyak jangan belajar dengan menggunakan sistem belajar kebut semalam karena model belajar tersebut tidak banyak yang masuk atau difahami dan mungkin cepat hilang hanya bertahan sementara. maka sebaiknya peserta dididk belajar sedikit demi sedikit tetapi diresapi dan dipahami dengan baik. Sulaiman (27:1986) dalam bukunya menjelaskan bahwa belajar bertahap, jangan sekali-kali peserta didik mempelajari ilmu secara serempak (sekaligus), melainkan hendaknya ia memperhatikan urutam (sequenceusia) jika tidak memungkinkannya untuk menuntut seluruh ilmu, maka hendaknmpuanya ia mengambil yang paling baik saja serta mengerahkan seluruh kemampuan untuk memetik ilmu yang paling mudah dicapai guna menyempurnakan ilmu yang paling mulia, yaitu ilmu akhirat (Qomariyah, 2008:178-179). Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menjelaskan:

اَرِاَٚ اًذِّ١َج بًَّْٙف ٌَُْٝٚ ْلاا َُِْٙف ًَْجَل َٜشْخُا ٌَِٝا ٍخٌََأْغَِ ِِْٓ ًِْمَزَْٕر َلاَٚ

َف ِطُْٚسُّذٌا َِِٓ َهٌَ ََُّٕٗ١َع ِٜزٌَّا َهِٔبَىَِ ِٝف ُربَزْعُ ْلاا َهَغٍَْجَأ

ْظٍِْجَر َلَ

(55)

Jadi peserta didik belajar dengan materi pelajaran yang sangat banyak jangan menggunakan sistem model belajar kebut semalam.Model tersebut tidak baik dan tidak efektif karena sedikit mteri yang dapat dipahami.Tetapi sebaiknya peserta didik belajar dengan bertahab sedikit demi sedikit.Dengan memahami dan meghayati materi tersebut. Kalau belum paham jangan pindah ke mateti lain.

6. Taat pada aturan

Setiap sekolahan pasti mempunyai tata tertib yang berlaku.Tata tertib tersebut dibuat untuk mengatur peserta didik agar tertib dalam menuntut ilmu.Bagi peserta didik yang melanggar perlu di beri sanksi sesuai dengan yang berlaku dan dibimbing agar menjadi lebih baik (Sunarto, 2011:47). Menurut Syekh Muhammad Syakir di dalam kitab ini menyebutkan

ُُٗزَّْ١ِل ْذَطَمَع ِِٖربَزْعُأ َْٞذَ٠ َْٓ١َث ِةَدَلاا ِّذَح َْٓع ُزْ١ٍِِّّْزٌا َجَشَخ اَرِأ

اَٚ َتْ٠ِدْأَّزٌا َّكَحَزْعا َٚ ِِٗٔاَْٛخِأ َذِْٕعَٚ ِِٖزَزْعُا َذِْٕع

ِخٍَِّل ٍََٝع َشْجَّضٌ

.ِِٗثَدَأ

“Apabila murid telah melanggar adab dihadapan pendidik dan teman -temannya, maka wajiblah dididik untuk beradab yang baik karena belum memahami masalah adab”.

(56)

tetapi kemukakan kepada pendidik agar beliau memberimu tempat duduk tertentu.

Menurut Syekh Az-Zarnuji di dalam kitabnya menjelaska bahwasanya seorang peserta didik tidak boleh meremehkan adab sopan santun dan hal-hal yang hukumnya sunnah. Karena orang yang meremehkan adab, pasti dia akan terhalang dari hal-hal yang sunnah. Barangsiapa meremehkan ibadah-ibadah sunnah, maka dia pasti terhalang dari ibadah fardu. Akibatnya dia bisa meremehkan ibadah fardhu. Dan orang yang meremehkan ibadah fardu tentu terhalang dari urusan akhirat (Aljufri, 2009:95)

Sedangkan Proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling selalu diawali identifikasi masalah atau tugas perkembangan yang akandicapai. Selanjutnya akan dirumuskan tujuan yang akan dicapai, dilanjutkan menentukan masalah/materi yang akan dibahas. Agar materi atau masalah yang dibahas itu dapat dipahami oleh peserta didik yang pada gilirannya masalah peserta didik terpecahkan atau siswa dapat mencapai tugas perkembangan dengan baik maka dibutuhkan media (Nursalim, 2013:5).

(57)

dan prasangka. Dalam belajar sikap, upaya pendidik adalah membantu peserta didik memilki dan mengembangkan perubahan sikap (Suprijono, 2011:9-10).

Bimbingan konseling merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seorang pendidik bimbingan dan konseling (guru BK/ konselor dalam upaya memandirikan peserta didik. Bimbingan dan konseling yang memandirikan mengamatkan kepada pendidik BK/konselor untuk memahami tiap klien atau konseli secara utuh. Dengan bermodalkan kesadaran diri dan kemampuan interpersonalnya untuk memahami konseli secara empati, konselor melakukan interaksi bimbingan dan konseling yang peduli kemaslahatan (Nursalim, 2013:2)

Bimbingan dan konseling yang merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia memiliki pengertian-pengertian yang khas. Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara dan bahan agar individu tersebut mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Sedangkan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang didasarkan pada prosedur wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien (Prayitno dan Erman Anti, 2013:130)

(58)

7. Menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif

Pada saat preoses pelajaran berlangsung di dalam kelas.maka situasi dan kondisi kelas harus diatur terlebih dahulu. Peserta didik menyiapkan degan hikmah untuk menerima materi yang disampaikan oleh pendidik. Di dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir

ِثْ٠ِذَحٌبِث َُْٕٗع ًَْغبَشَزَر َلََف ِطْسَّذٌا ِحَءاَشِل ِْٟف ُربَزْعُلاْا َعَشَش اَرِا

ُْلاا ٌُُُْٗٛمَ٠ بَِ ٌَِٝأ ِغْشَأَٚ ،َهِٔاَْٛخِأ َعَِ ِخَشَمٌَُّْٕبِث َلاَٚ

ًءبَغْصِأ ُربَزْع

ِخَّ١ِغْفٌَّٕا ِظِجاٌََْٛٙا َِِٓ َشَخَأ ٍءَْٟشِث َنَشْىِف ًََغْشَر ْْأ َهَّ٠ِأ َٚ ،بًِبَر

.ِطْسَّذٌا َءبَْٕثَا

“Bila pendidik telah memulai pelajaran, jangan engkau larut dalam pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap pembicaraan pendidik dengan penuh kesungguhan, jangan engkau melamun di tenggang-tenggah pelajaran”.

Dalam proses pembelajaran menurut Syaikh Az-Zarnuji dalam kitabnya menjelaskan peserta didik hendaknya tidak banyak bicara dihadapan pendidik. tidak bertanya sesuatu bila pendidik sedang capek atau bosan. Harus menjaga waktu.Jangan mengetuk pintunya, tapi sebaiknnya menunggu sampai beliau keluar (Aljufri, 2009:29).

(59)

8. Lebih Memuliakan pendidik dari pada Orang Tua

Dalam bab ilmu peserta didik harus lebih memuliyakan pendidik daripada orang tua Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab ini menjelaskan

َقَْٛف َنَربَزْعُأ َِْشَزْحَر ٌَُْ اَرِأ

ٍُُِِِْٗٛع ِِْٓ ْذِفَزْغَر ٌَُْ َهْ١ِثَلاِ َهِِاَشِزْحا

ً.بئْ١َش ِِٗعُْٚسُد ِِْٓ َلاَٚ

“Bila engkau tidak memulyakan pendidik lebih dari orang tuamu, maka engkau tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang diajarkannya”.

Menurut Syaikh Az-Zarnuji peserta didik tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru (Aljufri, 2009:27).

Hampir di semua bangsa yang beradab, pendidik diakui sebagai suatu profesi khusus.Dikatakan demikian, karena profesi keguruan bukan saja memerlukan keahlian tertentu sebagaimana profesi lain, tetapi juga mengemban misi yang paling berharga, yaitu pendidikan dan peradapan. Atas dasar itu dalam kebudayaan bangsa yang beradab, pendidik senantiasa diagungkan, disanjung, dikagumi, dan dihormati, karena perannya yang penting bagi eksistensi bangsa di masa depan (Marno dan Idris, 2010:16).

Secara normative, kedudukan pendidik dalam Islam sangat mulia.tidak sedikit penulis yang menyimpulkan kedudukan pendidik setingkat dibawah kedudukan Nabi dan Rasul, seraya mengemukakan hadis nabi dan perkataan

(60)

pendidik dan berilah penghargaan, seorang pendidik itu hampir saja merupakan seorang rosul”. Hampir bisa dipastikan bahwa yang dimaksud pendidik sebagaimana hadis dan syair diatas , adalah seorang ulama yang sempurna (al-ulama al-rasyidun), yaitu seorang pendidik yang telah tercerahkan dan mampu mencerahkan peserta didik, bukan semata-mata pendidik sebagai pekerja yang menjadikan pekerjaan mengajar semata-mata sebagai media mencari nafkah. Kedudukan pendidik memang terhormat dan mulia apabila yang menduduki jabatan itu juga orang yang terormat dan mulia.sebab kehormatan dan kemuliaan itu tidak hanya terkait secara struktural, tetapi yang lebih penting adalah secara subtansial dan fungsional (Marno dan Idris, 2010:17).

Penghargaan Islam yang tinggi terhadap pendidik (pengajar) dan termasuk peserta didik (terdidik) sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan akhlak.Ini berarti pendidik yang memiliki kedudukan mulia adalah pendidik yang

menguasai ilmu pengetahuan dan memiliki akhlak dan mampu

memberdayakan peserta didik dengan ilmu dan akhlaknya itu.Karena itu, seseorang menjadi mulia bukan semata-mata secara struktural sebagai pendidik, melainkan secara subtansial memang mulia dan secara fungsional mampu memerankan fungsi kependidiknya, yaitu mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bagsa (Marno dan Idris, 2010:18).

(61)

mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah satu dirham sebagai tanda hormat padanya. Sebab pendidik yang mengajar satu huruf yang kamu butuhkan dalam agama, dia ibarat bapakmu (Aljufri, 2009:28).

Kedua pendidik dan orang tua sama-sama miliki kedudukan yang terhormat. Di dalam hadis Nabi Rasulullah saw bersabda: ”kedudukan bagi

kalian seperti seorang ayah bagi anaknya” maksudnya: Beliau saw sebagai

pendidik dalam menyelamatkan manusia dari penderitaan jangka panjang yang abadi nanti di akhirat. Sedang kedua orang tua yang menyelamatkan anaknya dari penderitaan di dunia belaka. Oleh karena itu, hak seorang pendidik lebih besar daripada hak kedua orang tua dalam bab ilmu, karena orang tua sebagai sebab hadirnya seorang anak dalam kehidupan yang fana di dunia ini, sementara pendidik menjadi sebab untuk meraih kebahagiaan dalam kehidupan jangka panajang yang abadi di akhirat nanti (al-Ihya Ulumuddin imam ghozali). Dalam QS.Al-Israa‟ ayat 23 yang artinya dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaknya kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-sebaiknya. Jika salah seorang antara keduanya atau kedua-duannya berumur lanjut dalam pemeliharaan-mu maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya

perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

(62)

sebagai orang tua dan juga sekaligus sebagai pendidik.Dulu ketika seorang anak lahir, bapak yang pertamakali mengumandangkan adzan yang berisi kalimat tauhid dan takbir di telinga kanan dan kiri anak.Sebelum mau makan

dilatih untuk berdo‟a, dilatih sholat dan hal-hal yang baik lainnya.tapi orang tua mengajarinya tidak didasari dengan ilmu seutunya bisa di katakana hanya mengajari prakteknya. Sedang pendidik membeir teorinya.Ketika orang tua tidak sanggup mendidik anaknya maka di serahkan kepada guru.

9. Akhlak terpuji

Akhlak yang baik adalah pribadi umat Islam. Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menjelaskan bahwasannya

َُٗمٍَْخ ِْٗ١ِف َتَّجَحَٚ َُٗعَفَس ِ َّ ِلِلّ َعَضاََٛر ََّْٓف ،ُةَدَلأْاٚ ُعُضاََّٛزٌا ٍُِِْعٌا ُخَْٕ٠ِص

َمَع َةَذٌْا َءبَعَأَٚ َشَّجَىَر ََِْٓٚ،

َلََف ,ُِْْٙ١ٌَِإ ُاللّ َُٗضَّغَثَٚ ِطبٌَّٕا ُِٓ١ْعَأ ِِْٓ َظ

.ِْٗ١ٍََع ُكِفْشُ٠ َْٚأ ُُِِٗشْىُ٠ بًٔبَغِْٔإ ُذِجَ٠ ُدبَىَ٠

“Wahai anak ku tawadlu’ atau merendahkan hati dan akhlak

yang baik itu adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa tawadlu’ karena Allah maka akan diangkatlah

(63)

mungkin ada orang yang menghormati, memulyakan, dan menyayanginya”.

Sedangkan tawadhu‟ tidak memandang pada diri sendiri lebih dari

orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri

(Asy‟ari, 2008:66).

Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus memiliki akhlak yang

baik seperti tawadhu‟ dalam kondisi apapun. Tawadhu adalah akhlak terpuji

yang wajib dimiliki oleh setiap peserta didik dan juga pendidik. tidak merasa paling tinggi dan pintar sendiri. Dengan meninggalkan ahklak tercela seperti

takabur.Karena dengan bekal sikap tawadhu‟ tersebut menjadikan hati lebih tenang dan belajar mesara mudah.karena rasa tawadhu‟ merupakan cara untuk

menjauhkan diri dari sifat sombong sehingga peserta didik juga akan mempunyai rasa hormat kepada siapapun.

10.Mencari Ridho Pendidik

(64)

اَرِإَٚ .َهٌَ َُُْ٘ءبَعُد َتْ١ِجَزْغَ٠ َْْأ ُاللّ َٝغَع ِحْزَفٌْبِث َهٌَ َءبَعُّذٌا

ْْأ ٌَٝبَعَر ِ ّاللّ ٌَِٝإ ِيبَِٙزْثِلإاَٚ ِءبَعُّذٌا َِِٓ ْشِثْوبَف َهِغْفَِٕث َدٍََٛخ

َٚ َعِفبٌَّٕا ٍَُِْعٌْا َهَلُصْشَ٠

ََِشَىٌا ُعِعاَٚ ِءبَعُّذٌا ُعْ١َِّع َهَّثَس َِّْإ ِِٗث ًَََّعٌْا

.ِدُٛجٌاَٚ

“Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi peserta didik dari pada kemarahan pendidik dan ulama, karena itu, takutlah anakku, jangan sampai engkau membuat kemarahan pendidikmu atau menunjukkan aklah tercela dihadapannya.Terimalah anakku nasehat ini! Carilah keridhoan para pendidik, mintalah do’a mereka agar engkau mudah dalam belajar. Semoga Allah mengabulkan do’a para pendidik sehingga tercapai cita-citamu. Apabila engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah munajat (berdialog) dan tawaka l(berserah diri) kepada Allah, semoga Allah memberimu ilmu pengeahuan yang luas dan bermanfaat dengan mengamalkan ilmu tersebut. Sesungguhnya Rabbmu Maha mendengar dan mengabulkan segala do’a, yang luas Anugerh dan kemulyaan-Nya”.

Termasuk menghormati ilmu adalah menghormati teman dan orang yang mengajar.Peserta didik harus saling mengasihi dan menyayangi, apalagi kepada pendidik supaya ilmunya berfaedah dan diberkati (Aljufri 2009:36).

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam kitab tersebut Nā ir ad- Dīn a - ūsī mengemukakan tentang hakikat ilmu dan keutamaannya, serta berbagai etika yang harus dilakukan bagi orang yang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada orang

Menurut penulis relevansi adab peserta didik dalam menuntut ilmu dalam kitab Athlab , pada era modern saat itu yaitu di mana era yang penuh dengan android dan media digital

Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Al- Maliki Dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib. Konsep pendidikan akhlak

Hanya saja kitab Ta’limul muta’allim lebih fokus terhadap adab belajar mengajar murid dan guru sedangkan kitab Washoya bukan hanya memaparkan tentang cara mencari ilmu