i
OPTIMASI KOMPOSISI DANFLOW RATEFASE GERAK PADA PENENTUAN KADAR TEOBROMIN DAN KAFEIN DALAM COKELAT BUBUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Eka Riusinta Wati
088114160
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
Persetujuan Pembimbing
OPTIMASI KOMPOSISI DANFLOW RATEFASE GERAK PADA PENENTUAN KADAR TEOBROMIN DAN KAFEIN DALAM COKELAT BUBUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
Skripsi yang diajukan oleh: Eka Riusinta Wati NIM : 088114160
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhan selalu mendengar lebih dari apa yang kita katakan, mengerti
lebih dari apa yang kita dapat ungkapkan, memberi lebih dari yang
kita minta dan akan menjawab lebih dari apa yang kita tanya. Hanya
jalan dan caranya yang kita tidak pernah tahu. Tuhan selalu ada
disamping kita kapanpun itu.
Harta yang paling berharga adalah keluarga.
Karya Tulis ini saya persembahkan kepada
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, Februari 2012
Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Eka Riusinta Wati
Nomor Mahasiswa : 088114160
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
OPTIMASI KOMPOSISI DANFLOW RATEFASE GERAK PADA PENENTUAN KADAR TEOBROMIN DAN KAFEIN DALAM COKELAT BUBUK DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : Februari 2012 Yang menyatakan
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Optimasi Komposisi dan Flow Rate Fase Gerak pada Penentuan Kadar Teobromin dan Kafein dalam Cokelat Bubuk dengan Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Prograam Studi Ilmu Farmasi (S. Farm).
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengalami permasalahan dan kesulitan. Namun dengan adanya dukungan, bantuan dan semangat dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
viii
3. Jeffry Julianus, M.Si. dan Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi.
4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi, membagi ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat dalam bidang farmasi.
5. Seluruh Staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma terutama Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto dan Mas Ottok yang telah banyak membantu dan bersedia untuk direpotkan selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini.
6. Kepada adikku tercinta Setyanti Dwi Hartati untuk doa dan dukungannya selama ini. Keluarga besar ku Pakde, Bude, Om, Bulek, kakak sepupu dan adik sepupu, terutama Hita yang selalu memberikan semangat dan pengertian selama penulis menyelesaikan penelitian skripsi ini.
7. Monica Satya Resmi Yunita dan Melisa Darmawan, sahabat dan teman satu penilitian yang berjuang bersama dalam suka dan duka, saling menyemangati saat salah satu sedang terpuruk. Terima kasih untuk pengalaman bersama selama hampir empat tahun kebersamaan kita dan menyelesaikan skripsi bersama.
ix
9. Teman-teman di grup Anti Stres untuk segala canda tawa, lelucon, semangat, saran dan kesannya selama berjuang bersama di laboratorium.
10. Teman-teman kost yang selalu mau mendengarkan keluh kesahku dan pengalaman tinggal bersama selama ini.
11. Semua teman-teman FST B dan Farmasi-C 2008 untuk cerita, pengalaman dan kebersamaannya selama ini. Semua teman-teman angkatan 2008 yang tidak akan terlupakan.
12. Teman curhat ku yang selalu mau menyediakan waktu untuk mendengarkan cerita, keluh kesahku, tawa dan tangisku selama ini. Terima kasih untuk mau menjadi telinga dan mataku juga, terima kasih.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun sudah sangat membantu selama menyelesaikan penelitian dan penyusunan naskah. Terima kasih untuk seluruh dukungannya.
Penulis menyadari bahwa didalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca dan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….……… i
HALAMAN PERSETUJUAN ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………. vi
PRAKATA……….... vii
DAFTAR ISI………. x
DAFTAR TABEL………. xiii
DAFTAR GAMBAR………. xv
DAFTAR LAMPIRAN……….. xvii
INTISARI……….. xix
ABSTRACT……… xx
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang………. 1
1. Permasalahan ………. 3
2. Keaslian Penelitian ……….. 3
3. Manfaat penelitian ……… 5
B. Tujuan Penelitian ………. 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………... 6
A. Cokelat ………. 6
xi
C. Teobromin ……….……… 8
D. Metode Analisis Teobromin dan Kafein Terdahulu ……….……. 9
E. Spektrofotometer UV………...……….. 10
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ...……….. 12
1. Definisi dan instrument .……….. 12
2. Pemisahan yang optimal dalam kromatografi ………. 19
G. Landasan teori ………..….. 27
H. Hipotesis ……… 28
BAB III METODE PENELITIAN……….……….…. 29
A. Jenis dan rancangan penelitian ……….. 29
B. Variabel Penelitian ……… 29
C. Definisi Operasional ……….. 30
D. Bahan-bahan Penelitian ………...………….. 30
E. Alat-alat Penelitian ……….……….. 30 F. Tatacara Penelitian ………..………..
1. Penyiapan fase gerak metanol : akuabides/TEA3%…….…… 2. Pembuatan seri larutan baku kafein dan teobromin ………… 3. Optimasi metode KCKT fase terbalik …………...…………..
31 31 32 32 G. Analisis Hasil Optimasi ……….…………
1. Analisis kualitatif ……….………… 2. Analisis pemisahanpeakkafein dan teobromin ………..
xii
c. Nilai Resolusi………. d. Nilai HETP ………
35 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…..………..…….
A. Pemilihan Pelarut ………..………. B. Pembuatan Fase Gerak ………..……… C. Pembuatan Larutan Baku ……….……….. D. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Teobromin dan Kafein
dengan Spektrofotometri UV-Vis ………..……… E. KalibrasiFlow rate………..……. F. Optimasi Komposisi dan Flow Rate Fase Gerak pada pemisahan
Teobromin dan Kafein dengan KCKT Fase Terbalik …………... 1. Fase Gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70 dengan flow BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..……….………...
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I Deret eluotrofik pelarut-pelarut untuk KCKT………. 15 Tabel II Komposisi fase gerak metanol : akuabides/TEA 3%... 31 Tabel III Indeks polaritas campuran fase gerak metanol :
akuabides/TEA3%... 39 Tabel IV KalibrasiFlow ratepada KCKT………. 47 Tabel V Waktu retensi Baku campuran teobromin dan kafein
masing-masing 100 ppm………. 52
Tabel VI Tailing factor pada campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm pada fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70; 35 : 65 dan 40 : 60 pada flow rate0,5; 0,8 dan 1 mL/menit ………... 56 Tabel VII Nilai HETP pada campuran baku teobromin dan kafein
masing-masing 100 ppm pada fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70; 35 : 65 dan 40 : 60 pada flow rate0,5; 0,8 dan 1 mL/menit ………... 57 Tabel VIII Nilai Resolusi pada campuran baku teobromin dan kafein
masing-masing 100 ppm pada fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70; 35 : 65 dan 40 : 60 pada flow rate0,5; 0,8 dan 1 mL/menit ………... 58 Tabel IX Uji Kesesuaian Sistem KCKT untuk pemisahan teobromin
xiv
konsentrasi 40, 80 dan 160 ppm pada fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 40 : 60 flow rate0,8 mL/menit ………. 71 Tabel X Uji Kesesuaian Sistem KCKT untuk pemisahan kafein pada
campuran larutan baku teobromin dan kafein konsentrasi 40, 80 dan 160 ppm pada fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 40 : 60 flow rate0,8 mL/menit ………... 72 Tabel XI Uji Kesesuaian Sistem KCKT untuk resolusi pada campuran
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Theobroma cacao……… 6
Gambar 2. Struktur kafein………. 7
Gambar 3. Struktur teobromin………...……... 8
Gambar 4. Diagram KCKT……….…….. 14
Gambar 5. Skema penyuntikkan keluk……….…… 17
Gambar 6. Pengukuran efisiensi Kromatografi puncak Gaussian…… 20
Gambar 7 Difusi Eddy………. 23
Gambar 8. Transfer massa pada fase diam ………... 23
Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak ……….. 24
Gambar 10. Ilustrasi waktu dan volume retensi pada kromatografi…... 25
Gambar 11. Pemisahan dua senyawa……….. 25
Gambar 12. Menghitung besarnyatailing factorpada kromatogram…. 26 Gambar 13. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam……….... 27
Gambar 14. Struktur TEA………... 37
Gambar 15. Interaksi TEA dengan residu silanol ……….. 38
Gambar 16. Gugus kromofor pada teobromin dan kafein………. 42
Gambar 17. Spektra serapan kafein denganmaks= 275 nm………. 42
Gambar 18. Spektra serapan teobromin denganmaks= 275 nm ……… 44
xvi
van Der Waals ……….. 48
Gambar 21. Interaksi teobromin dengan fase diam C18 melalui interaksi van Der Waals ………. 48 Gambar 22. Interaksi kafein dengan fase gerak metanol :
akuabides/TEA 3% melalui ikatan hidrogen…………...… 49 Gambar 23. Interaksi teobromin dengan fase gerak metanol :
akuabides/TEA 3% melalui ikatan hidrogen…………...… 49 Gambar 24. Kromatogram baku tunggal teobromin (A.1) dan kafein
(A.2), dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 40 : 60 denganflow rate0,8 mL/menit ……… 51 Gambar 25. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein
masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70 denganflow rate0,5 mL/menit
……….. 60
Gambar 26. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70 denganflow rate0,8 mL/menit
……… 60
Gambar 27. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 30 : 70 denganflow rate1,0 mL/menit
……….. 61
xvii
masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 35 : 65 denganflow rate0,5 mL/menit
………. 63
Gambar 29. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 35 : 65 denganflow rate0,8 mL/menit
……… 64
Gambar 30. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 35 : 65 denganflow rate1,0 mL/menit
……….. 64
Gambar 31. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 40 : 60 denganflow rate0,5 mL/menit
……….. 67
Gambar 32. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 40 : 60 dengan flow rate 0,8
mL/menit………. 67
Gambar 33. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm, dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% 40 : 60 dengan flow rate 1,0
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Certificate of AnalysisTeobromin ………. 80 Lampiran 2. Certificate of AnalysisKafein……….. 81 Lampiran 3. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerak
metanol : akuabides/TEA 3% (30 : 70) ……… 82 Lampiran 4. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerak
metanol : akuabides/TEA 3% (35 : 65) ………. 84 Lampiran 5. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerak
metanol : akuabides/TEA 3% (40 : 60) ………. 86 Lampiran 6. NilaiTailing Factor(TF)peakteobromin dan kafein pada
fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% dan contoh
perhitungan ………. 88
Lampiran 7. Nilai HETP dari peak teobromin dan kafein pada fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% dan variasi flow rate
serta contoh perhitungan ………. 89 Lampiran 8. Nilai Resolusi (Rs)peak teobromin dan kafein pada fase
gerak metanol : akuabides/TEA 3% dan variasi flow rate
serta contoh perhitungan ……… 91 Lampiran 9. Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram teobromin
dan kafein konsentrasi 40 ppm ….……….. 92 Lampiran 10. Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram teobromin
xix
Lampiran 11. Uji Kesesuaian Sistem KCKT. Kromatogram teobromin
xx INTISARI
Kafein dan teobromin merupakan kandungan utama dalam cokelat bubuk. Keduanya memiliki efek farmakologi yang dapat memberikan stimulan pada tubuh. Dalam produk cokelat bubuk perlu dipastikan bahwa terdapat kafein dan teobromin sebagai kandungan utamanya dan seberapa besar kadarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik sebagai metode yang digunakan dalam penetapan kadar kafein dan teobromin dalam cokelat bubuk. Sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom Oktadesilsilan Kromasil 100-5C18 dimensi 250 x 4,6 mm ukuran partikel 5µm dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3%. Optimasi dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak (30 : 70); (35 : 65) dan (40 : 60) serta flow rate yaitu 0,5; 0,8 dan 1,0 mL/menit dengan detektor ultraviolet 275 nm.
Kondisi optimum sistem KCKT adalah fase gerak metanol : akuabides/TEA3% (40 : 60) pada flow rate 0,8 mL/menit. Kondisi optimum ini telah memenuhi parameter pemisahan yang baik yaitu nilai tailing factor 1,67, waktu retensi kurang dari 10 menit, nilai resolusi >1,5 yaitu 2,945 dan nilai HETP yang paling kecil yaitu 0,0362 untuk teobromin dan 0,0143 untuk kafein.
xxi ABSTRACT
Caffeine and theobromine are the main compounds in cocoa powder. Both of them have pharmacological effect as a stimulant. It is necessary to determine that caffeine and theobromine are found as the main compound and how much it consist.
This study aims to determine the optimum conditions for reversed phase High Performance Liquid Chromatography (HPLC) to determine caffeine and theobromine in cocoa powder. Reversed phase HPLC uses Kromasil 100-5C18, 250 x 4,6 mm, particle size 5µm with methanol : aquabidest/TEA 3% as mobile phase. Optimation could be done by changing the composition of the mobile phase (30 : 70); (35 : 65) and (40 : 60) and the flow rate as 0,5; 0,8 and 1 mL/min with ultraviolet 275 nm.
The optimum condition of HPLC that could be achieved is methanol : aquabidest/TEA 3% (40 : 60) in the flow rate 0,8 mL/min. This optimum condition has fulfill the good separation parameter which are tailing factor value 1,67, retention time < 10 minutes, resolution value is 2,945 and the smallest value of HETP which is 0,0362 for theobromine and 0,0143 for caffeine.
1 BAB I PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cokelat merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat umum, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Berbagai bentuk
dan sediaan cokelat yang dikonsumsi mulai dari cokelat batangan, cokelat cair dan
cokelat bubuk. Beberapa kandungan yang ada dalam cokelat adalah teobromin
dan kafein. Kedua senyawa ini yang menyebabkan adanya rasa pahit dalam
cokelat (Ramliet al., 2000).
Teobromin dan kafein merupakan golongan metilksantin yang memiliki
efek farmakologis berupa peningkatan kesadaran pada sistem saraf pusat atau
sebagai stimultan (Czech et al., 2011). Mengingat fungsinya sebagai stimulan,
maka seorang yang mengkonsumsi cokelat dapat meningkat aktivitas kerjanya
karena kesadarannya juga meningkat, sedangkan teobromin juga memiliki fungsi
sebagai diuretik (Ramli et al., 2000). Efek stimulant ini lah yang sering menjadi
alasan bagi konsumen untuk mengkonsumsi cokelat.
Dewasa ini, banyak produsen yang melakukan kecurangan dengan
menggunakan pewarna ataupun perasa sintesis untuk menurunkan biaya produksi
sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dengan demikian perlu
dilakukan penjaminan mutu dari cokelat untuk mengetahui apakah benar
mengandung cokelat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah
benar dalam produk cokelat yang akan dianalisis mengandung teobromin dan
kafein memiliki kemiripan sehingga diperlukan metode yang tepat untuk
memisahkan kedua senyawa tersebut dan melakukan penetapan kadar.
Sebelum dilakukan penetapan kadar teobromin dan kafein dari sampel,
maka perlu dilakukan optimasi pada sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) untuk mendapatkan kondisi yang optimal.Tujuan dari optimasi ini adalah
agar sistem KCKT dapat memberikan hasil yang optimal yaitu dapat memberikan
pemisahan yang baik pada senyawa teobromin dan kafein yang akan ditetapkan
kadarnya.
Pada penelitian ini, akan dilakukan optimasi sistem KCKT dengan
melakukan perubahan komposisi danflow ratefase gerak. Optimasi perbandingan
fase gerak yang dimaksudkan adalah optimasi perbandingan komposisi fase gerak
yang paling baik memberikan pemisahan dengan melihat nilai resolusinya (Rs).
Fase gerak yang digunakan dalam sistem KCKT ini adalah campuran metanol dan
akuabides yang mengandung trietilamin (TEA) 3%. Optimasi flow rate yang
dimaksudkan adalah flow rate fase gerak yang digunakan hingga dapat
memisahkan analit dengan baik dilihat dari bentuk kromatogramnya.
Kondisi yang optimal ditentukan berdasarkan nilai resolusi pemisahan
antara teobromin dan kafein serta nilai waktu retensi (tR) yang dihasilkan pada
saat pemisahan dengan KCKT. Nilai resolusi (Rs) yang optimal adalah > 1,5
(Gandjar dan Rohman, 2007). Untuk waktu retensi yang optimal ditunjukkan
dengan nilai (tR) yang tidak terlalu lama. Dengan demikian sistem KCKT yang
optimal didapatkan saat kromatogram tiap analit terpisah dengan baik dan nilai
Sistem KCKT fase terbalik yang telah optimal dapat digunakan pada
rangkaian penelitian berikutnya yaitu pada validasi metode KCKT fase terbalik
dan aplikasinya pada penetapan kadar teobromin dan kafein dalam sampel cokelat
bubuk merk “x”.
1. Permasalahan
Bagaimanakah kondisi optimal sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
untuk melakukan penetapan kadar teobromin dan kafein terkait perbandingan
komposisi danflow ratefase gerak?
2. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan peneliti, metode analisis untuk menetapkan kadar
teobromin dan kafein dalam cokelat bubuk dengan menggunakan fase gerak
metanol : akuabides/TEA 3% dengan metode KCKT fase terbalik belum pernah
dilakukan.
Pada penelitian oleh Ramli et al. (2000), penetapan kadar teobromin dan
kafein dilakukan pada buah cokelat dengan menggunakan fase gerak metanol :
akuabides : asam asetat (20 : 79 : 1), dan menggunakan kolom Bondapak. Pada
penelitian ini kolom yang digunakan adalah kolom Kromasil 100-5C18
Oktadesilsilan merek KNAUER, Dimensi 250 mm x 4,6 mm ukuran partikel 5
µm, selain itu fase gerak yang digunakan juga berbeda. Penelitian lainnya adalah
menggunakan fase gerak metanol : bufer asetat (20 : 80), dengan menggunakan
kolom XB C-18 dan diaplikasikan pada sampel biji kopi.
Pada penelitian Ptolemy et al. (2010), dilakukan penetapan kadar
teobromin dan kafein dalam cairan biologis yaitu dalam saliva, plasma dan urin.
Metode yang digunakan adalah kromatografi cair tandem dengan spektrofotometri
massa, sehingga detektor yang digunakan berbeda dengan yang digunakan dalam
penelitian ini. Selain itu, matriks dimana sampel terkandung juga berbeda. Pada
penelitian tersebut digunakan cairan biologis sedangkan pada penelitian ini
diaplikasikan pada sampel cokelat bubuk.
Pada penelitian Kasabe and Badhe (2010), pernah dilakukan ekstraksi
teobromin dari teh yang beredar dipasaran, namun metode yang digunakan dalam
penetapan kadarnya berbeda karena pada penelitian Kasabe ini menggunakan
High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) dan deteksi sinar UV.
Metode yang digunakan berbeda dengan metode yang digunakan dalam penelitian
ini. Dengan demikian berdasarkan data penelitian terdahulu seperti yang telah
dikemukakan diatas, belum pernah dilakukan penelitian dengan judul “Optimasi
Fase Gerak pada Penentuan Kadar Teobromin dan Kafein dalam Cokelat Bubuk
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat:
1. Manfaat teoritis: diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan informasi
atau sumbangan pada ilmu pengetahuan tentang optimasi metode KCKT fase
terbalik dalam aplikasinya untuk menetapkan kadar teobromin dan kafein..
2. Manfaat metodologis: diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan optimasi metode KCKT fase terbalik dalam aplikasinya
untuk menetapkan kadar teobromin dan kafein.
3. Manfaat praktis: diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
penelitian menetapkan kadar teobromin dan kafein dalam suatu bentuk sediaan
farmasi, ataupun makanan dan minuman.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini:
Untuk mengetahui kondisi sistem KCKT yang optimal terkait komposisi dan
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. COKELAT
Cokelat atau yang disebut cacao (Theobroma cacao) merupakan tanaman asli dari Amerika. Theobroma cacao termasuk dalam famili Sterculiaceae. Biji tanaman ini digunakan untuk membuat cocoa dan produk cokelat (Anonim, 2011).
Gambar 1.Theobroma cacao.
Tumbuhan cokelat (gambar 1) mengandung beberapa senyawa kimia yang termasuk dalam golongan toksik dan kurang bergizi. Contohnya adalah teobromin, kafein, teofilin, oksalat, furfural, tannin dan inhibitor tripsin (Alexanderet al., 2008).
B. KAFEIN
N
N N
N H3C
O
CH3 O
CH3
Gambar 2. Struktur kafein.
Kafein dapat meningkatkan kesadaran pada sistem saraf pusat manusia, sehingga kafein berfungsi sebagai stimulan. Efek kafein sebagai stimulan ini mampu memasok energi dalam tubuh, menurunkan rasa letih dan meningkatkan kerja dari sistem motorik. Efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh kafein adalah efek kecanduan yang dapat ditandai dengan beberapa gejala seperti sakit kepala, mudah lelah dan menurunnya konsentrasi serta meningkatkan emosi. Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, batas maksimum konsumsi kafein adalah 400 mg per hari (Czechet al.,2011).
C. TEOBROMIN
Teobromin dikenal dengan nama 3,7-dihydro-3,7-dimethyl-1H-purine-2,6-dione merupakan golongan alkaloid metilksantin yang ditemukan secara alami dalam berbagai jenis tanaman termasuk pula kafein dan teofilin. Teobromin merupakan kandungan utama yang ditemukan dalam tanaman cokelat (Theobroma cacao) (Kasabe and Badhe, 2010).
HN
N N
N
O
CH3
O
CH3
Gambar 3. Struktur teobromin
Teobromin memiliki efek farmakologis yang hampir sama dengan kafein namun efek yang timbul lebih kecil (Kasabe and Badhe, 2010). Teobromin memiliki efek stimulan dalam tingkat yang lebih rendah dibandingkan kafein sehingga tidak mempengaruhi sistem saraf pusat (Cezchet al., 2011).
D. Metode Analisis Teobromin dan Kafein Terdahulu
Pada penelitian Ramliet al.(2000), dilakukan penetapan kadar teobromin dan kafein pada buah cokelat dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan fase gerak metanol : akuabides : asam asetat (20 : 79 : 1) flow rate 1 mL/menit dan menggunakan kolom Bondapak dengan ukuran 30 cm x 4,0 mm dan ukuran partikel 10 µm. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 280 nm. Pada penelitian ini, didapatkan nilai %recovery92,58% untuk teobromin dan 91,09 % untuk kafein. Nilai %recoveryini sudah memenuhi persyaratan menurut Horwitz yaitu 90-110% (Gonzales and Herrador, 2007). Kekurangan dari penelitian ini adalah belum terpenuhinya nilai linearitas, yang dapat dilihat dari koefisien korelasi pada persamaan kurva baku yang didapat yaitu 0,98 untuk teobromin dan 0,9951 untuk kafein. Nilai koefisien korelasi yang didapat pada penelitian ini tidak memenuhi persyaratan linearitas yaitu > 0,999 (Snyder et al., 1979).
nilai r = 0,9988 sehingga belum memenuhi persyaratan nilai r > 0,999 (Snyderet al.,1979).
Penelitian Kasabe and Badhe (2010), melakukan penetapan kadar teobromin dengan menggunakan metode High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) fase terbalik. Plat yang digunakan pada penelitian ini adalah Silika gel 60 F254sebagai fase diam. Fase gerak yang digunakan adalah etil asetat : metanol (27 : 3). Determinasi dilakukan dengan densitometer pada panjang gelombang pengamatan 274 nm. Metode HPTLC ini memberikan presisi, akurasi, sensitivitas dan ketahanan sistem yang baik.
Penelitian yang dilakukan Ptomely et al. (2010) menetapkan kadar teobromin dan kafein dalam cairan biologis manusia yaitu pada saliva, plasma dan urin. Metode yang digunakan adalah kromatografi cair tandem dengan spektrofometri massa. Fase diam yang digunakan adalah kolom C-18 BEH 50 mm x 2,1 mm dan ukuran partikel 1,7 µm. Fase gerak yang digunakan adalah asam format 0,1% (v/v) dalam akuabidestilata sebagai fase gerak A dan asetonitril sebagai fase gerak B. Dengan demikian, sistem yang digunakan adalah sistem gradien. Pengamatan ini dilakukan pada panjang gelombang 280 nm. Kelebihan metode pada penelitian ini adalah dapat diaplikasikan pada sampel dengan konsentrasi yang sangat kecil, yaitu sampai pada 10-300 µmol/Liter.
E. Spektrofotometer UV
Spektrofotometri ultraviolet adalah salah satu teknik analisis spektroskopi yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan atas interaksi yang terjadi antara radiasi elektromagnetik dengan atom atau molekul. Adanya interaksi tadi menyebabkan terjadinya perpindahan energi dari sinar radiasi ke molekul yang disebut absorpsi. Akibat absorpsi radiasi elektromagnetik oleh molekul tersebut maka akan terjadi eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron antibonding. Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi yaitu*, n*, nπ* dan ππ* (Mulja dan Suharman, 1995). Pada transisi * elektron pada suatu orbital tereksitasi ke orbital *, dengan mengabsorpsi radiasi. Pada transisi n* terjadi pada senyawa-senyawa jenuh dengan elektron tidak berpasangan. Transisi tersebut memerlukan energi yang lebih besar dan terjadi pada daerah 150-250 nm dengan ϵ = 100-3000 M-1cm-1. Transisi nπ* dan ππ* mencakup sebagian besar senyawa organik. Energi yang diperlukan untuk transisi menghasilkan absorbsi maksimum pada daerah 200-700 nm. Dengan adanya orbital π berarti terdapat gugus fungsi yang tidak jenuh. Transisi nπ* memiliki ϵ = 10-100 M-1cm-1 sedangkan transisi ππ* memiliki ϵ = 1000-10.000 M-1cm-1(Khopkar, 1990).
menyerap pada daerah ultraviolet (Skoog, 1985). Selain gugus kromofor, dikenal juga gugus auksokrom yaitu gugus jenuh yang apabila terikat pada kromofor secara langsung dapat menggeser panjang gelombang dan mengubah intensitas serapan maksimum, cirinya adalah heteroatom yang langsung terikat pada kromofor (Sastrohamidjojo, 2001). Gugus auksokrom paling sedikit memiliki sepasang elektron bebas yang dapat berinteraksi dengan elektron π, misalnya -OH, -NH2(Skoog, 1985).
Spektrofotometer menghasilkan spektrum pada panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Dengan demikian, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi yang ditansmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).
F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1. Definisi dan instrument
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode yang paling banyak dipilih untuk melakukan analisis. KCKT sudah banyak dikembangkan untuk penelitian bahan-bahan obat, bahan kimia, makanan dan obat. Hal ini sesuai dengan pendapat Chan et al. (2004), dimana KCKT banyak dipilih sebagai metode analisis karena memiliki kemampuan pemisahan zat analit serta kuantifikasinya atau penentuan jumlah zat analit tersebut berdasarkan responArea Under Curve (AUC). KCKT sering digunakan untuk menganalisis ketidak murnian senyawa karena KCKT dapat juga digunakan untuk kuantifikasi senyawa (Rohman, 2009). Kelebihan lain yang didapatkan dengan menggunakan KCKT adalah dapat digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang memiliki struktur yang hampir sama, analisis molekul non-volatil (sulit menguap) yang tidak dapat dideteksi dengan kromatografi gas, analisis senyawa dengan jumlah yang sangat kecil (Rohman, 2009).
Gambar 4. Diagram KCKT ( Rohman, 2009)
a. Fase gerak
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara gradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi gradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fase gerak berperan untuk melewatkan sampel pada fase diam, namun juga harus dilihat pemilihannya berdasarkan interaksinya dengan fase diam. Fase gerak yang dipilih mungkin juga mengalami interaksi dengan fase diam. Kekuatan dan tipe interaksi yang terjadi akan mempengaruhi resolusi dan efisiensi pemisahan tersebut (Kuwana, 1980).
Deret eluotropik yang disusun berdasarkan polaritas pelarut merupakan panduan yang berguna dalam pemilihan fase gerak yang akan digunakan dalam KCKT. Deret eluotropik dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Deret eluotropik pelarut-pelarut untuk KCKT
b. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yaitu pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas , baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit (Rohman, 2009).
Pompa yang digunakan harus dapat menjamin akurasi dan konsistensi kecepatan alir dari fase gerak, hal ini diperlukan untuk menjaga stabilitas dan ripitabilitas interaksi antara zat analit dengan fase diam. Flow rate yang buruk dapat mempengaruhi waktu retensi dan resolusi pemisahan analit (Chan et al., 2004)
c. Tempat penyuntikaan sampel
Gambar 5. Skema penyuntikkan keluk (a) posisi saat memuat sampel; (b) posisi pada saat menyuntikkan sampel (Gandjar dan Rohman, 2007)
Pada saat pengisian sampel, sampel melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikkan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan mengalirkan sampel ke kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).
d. Kolom
Kolom merupakan bagian terpenting dalam rangkaian KCKT karena fase diam dalam KCKT terdapat dalam kolom. Dengan demikian, pemisahan analit dari komponen lainnya terjadi pada kolom. Keberhasilan pemisahan analit tergantung pada keadaan kolom, sehingga pemilihan kolom sangatlah penting (Mulja dan Suharman, 1995).
(ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, dan tinggi.
e. Detektor
Terdapat dua golongan detektor pada KCKT yaitu detektor umum dan spesifik. Detektor umum merupakan detektor yang dapat mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik dan selektif. Contoh dari detektor yang umum adalah detektor indeks dan detektor massa. Detektor spesifik merupakan detektor yang hanya dapat mendeteksi suatu analit sesuai dengan spesifikasi tertentu, misalnya digunakan detektor UV-Vis maka analit yang digunakan harus memiliki persyaratan yang sesuai untuk dapat dideteksi dengan detektor UV-Vis. Contoh lainnya adalah detektor fluoresensi dan elekrokimia (Rohman, 2009).
Detektor Spektrofotometri UV-Vis
2. Pemisahan yang optimal dalam kromatografi a. Efisiensi kolom.
Tujuan umum pada kromatografi adalah pemisahan suatu campuran yang akan dianalisis. Kualitas pemisahan dengan kromatografi ini dapat dilihat dari 2 parameter. Parameter pertama adalah resolusi yaitu tingkat pemisahan puncak-puncak analit yang saling berdekatan. Parameter yang kedua adalah efisiensi yaitu ukuran banyaknya pelebaran puncak dari masing-masing puncak zat analit. Efisiensi pemisahan suatu kolom terdiri dari dua teori yaitu teori lempeng, teori laju.
i. Teori Lempeng
Salah satu yang menjadi ukuran efisiensi dari suatu kolom adalah jumlah lempeng atau plate number (N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis. Efisiensi kolom dalam kromatografi secara umum juga berkaitan dengan waktu retensi, yakni lamanya waktu komponen atau molekul yang akan dianalisis berada di dalam kolom (Ganjar dan Rohman, 2007).
semakin baik pula efisiensi kolom, dan sebaliknya jika nilai lempeng teoritis yang didapatkan kecil, maka efisiensi kolom juga menurun.
Dengan menganggap profil puncak kromatogram (gambar 6) adalah sesuai kurva Gaussian, maka N didefinisikan:
= (
) (1)
Keterangan:
tR: waktu retensi solut
t: standar deviasi lebar puncak
Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mengukur baik lebar puncak (Wb) atau tinggi puncak (Wh/2) dan 2 persamaan berikut diturunkan dari persamaan (1):
N = 16 ( ) (2)
N = 5,54(
) (3)
Gambar 6. Pengukuran efeisiensi Kromatografi dari puncak Gaussian (Gandjar dan Rohman, 2007)
diperlukan sampai terjadinya satu kali keseimbangan molekul solut dalam fase gerak dan fase diam. Hubungan antara HETP dan jumlah lempeng (N) serta panjang kolom (L) dirumuskan dengan:
H = (4)
(Ganjar dan Rohman, 2007) HETP dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi kolom dengan panjang kolom yang berbeda, karena pada pengukuran HETP ini, panjang kolom yang bervariasi dibandingkan dengan jumlah lempeng teoritis masing-masing kolom sehingga perbandingannya tidak berdasarkan masing-masing panjang kolom.
Nilai HETP berbanding terbalik dengan jumlah lempeng teoritis (N). Dengan begitu, semakin tinggi nilai N, semakin kecil nilai HETP dan semakin efisien kolom yang digunakan (Ganjar dan Rohman, 2007).
ii. Teori Laju
Menurut teori laju ini, efisiensi kolom dinyatakan dengan persamaan Van Deemter yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Rohman, 2009):
= +
µ+ .µ+ .µatau (5)
=
/ / +µ+ .µ+ .µ
/ (6)
Dimana : H = ukuran efisiensi kolom
µ = kecepatan alir
A = difusi Eddy
B = difusi longitudinal
Cs= resistensi terhadap perpindahan atau transfer massa molekul dalam fase diam
Cm = resistensi terhadap transfer massa yang disebabkan oleh diameter dan bentuk
partikel fase diam dan kecepatan difusi molekul dalam fase gerak.
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat terdapat tiga variabel yang mempengaruhi efisiensi kolom, yaitu:
(Willard et al., 1988). Difusi Eddy yang terjadi di dalam kolom dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7. Difusi Eddy (Noegrohati,1994)
2) Difusi longitudinal, Nilai B pada persamaan (5), menyatakan efek difusi longitudinal, pergerakan acak molekul dalam fase gerak. Pengaruh difusi longitudinal terhadap ketinggian lempeng menjadi signifikan hanya pada kecepatan fase gerak yang rendah/lambat. Kecepatan difusi solut yang tinggi pada fase gerak dapat menyebabkan molekul solut terdispersi secara aksial sementara dengan lambat bermigrasi melalui kolom.
3) Transfer massa, Transfer massa dinyatakan dengan Cstasionary dan Cmobile. Cstasionarymerupakan hasil ditahannya analit karena adanya fase diam. Suatu molekul bergerak lambat dalam fase diam, sementara molekul lainnya melaju melalui kolom bersama dengan fase gerak. Untuk mengatasi hal ini diperlukan fase diam yang lebih encer (tidak terlalu kental). Peristiwa ini dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8):
Cmobilemenggambarkan adanya peristiwa dimana zat analit dalam fase diam bertemu dengan fase gerak yang masih baru. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 9):
Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak (Willardet al.,1988)
b. Waktu retensi
Pada pemisahan campuran-campuran dalam kolom, solut-solut dicirikan dengan waktu retensi (tR) dan faktor retensi (k`) yang berbanding lurus dengan nilai perbandingan distribusi (D). Waktu retensi merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan solut untuk melewati kolom. Waktu retensi (tR) dan faktor retensi (k`) dihubungkan dengan persamaan:
tR =tm(1 + k`) (7)
Gambar 10. Ilustrasi waktu dan volume retensi pada kromatografi (Kuwana, 1980)
c. Resolusi
Faktor resolusi (Rs) adalah ukuran pemisahan dua puncak yang berdekatan (Johnson and Setevenson, 1978). Resolusi menjadi indikator pemisahan pada kromatogram yang dihasilkan dari analit (Kuwana, 1980). Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007). Pemisahan yang baik menghasilkan nilai Rs > 1,5 (Pescoket al., 1976). Ilustrasi pemisahan puncak yang baik dapat dilihat pada gambar 11. Hubungan waktu retensi (tR) dengan lebar puncak (W) dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
=
( )/ = ∆
(8)
Gambar 11. Pemisahan dua semyawa (Johnson dan Stevenson, 1978)
d. Tailing factor
faktor resolusi yang tidak akurat, perhitungan yang tidak teliti, penurunan derajat resolusi dan puncak-puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak, serta waktu retensi yang tidak reprodusibel. Parameter yang digunakan untuk menilai bentuk puncak adalahpeak asymmetry factor(As), yang diukur pada 10 % tinggi puncak (Snyderet al., 1997).
Faktor asimetri juga disebut dengan tailing factor (Tf) yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak kromatogram yang menghasilkan nilai Tf = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Nilai Tf > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga Tf maka kolom yang digunakan semakin kurang efisien, dengan begitu nilai Tf dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Jika nilai Tf dan As sama dengan 1, artinya sudah terjadi pemisahan yang baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka makin buruk pemisahan yang terjadi pada kolom. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat mengganggu analisis analit, sehingga untuk analisis di persyaratkan nilai tailing factoradalah kurang dari 2 (Snyderet al.,2010). Nilai As dan Tf dapat diperoleh menggunakan persamaan seperti pada gambar 12.
Gambar 12. Menghitung besarnya TF pada kromatogram (Snyderet al.,2010). faktor resolusi yang tidak akurat, perhitungan yang tidak teliti, penurunan derajat resolusi dan puncak-puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak, serta waktu retensi yang tidak reprodusibel. Parameter yang digunakan untuk menilai bentuk puncak adalah peak asymmetry factor(As), yang diukur pada 10 % tinggi puncak (Snyderet al., 1997).
Faktor asimetri juga disebut dengan tailing factor (Tf) yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak kromatogram yang menghasilkan nilai Tf = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Nilai Tf > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga Tf maka kolom yang digunakan semakin kurang efisien, dengan begitu nilai Tf dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Jika nilai Tf dan As sama dengan 1, artinya sudah terjadi pemisahan yang baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka makin buruk pemisahan yang terjadi pada kolom. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat mengganggu analisis analit, sehingga untuk analisis di persyaratkan nilai tailing factor adalah kurang dari 2 (Snyderet al.,2010). Nilai As dan Tf dapat diperoleh menggunakan persamaan seperti pada gambar 12.
Gambar 12. Menghitung besarnya TF pada kromatogram (Snyderet al.,2010). faktor resolusi yang tidak akurat, perhitungan yang tidak teliti, penurunan derajat resolusi dan puncak-puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak, serta waktu retensi yang tidak reprodusibel. Parameter yang digunakan untuk menilai bentuk puncak adalah peak asymmetry factor(As), yang diukur pada 10 % tinggi puncak (Snyderet al., 1997).
Faktor asimetri juga disebut dengan tailing factor (Tf) yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak kromatogram yang menghasilkan nilai Tf = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Nilai Tf > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga Tf maka kolom yang digunakan semakin kurang efisien, dengan begitu nilai Tf dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Jika nilai Tf dan As sama dengan 1, artinya sudah terjadi pemisahan yang baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka makin buruk pemisahan yang terjadi pada kolom. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat mengganggu analisis analit, sehingga untuk analisis di persyaratkan nilai tailing factor adalah kurang dari 2 (Snyderet al.,2010). Nilai As dan Tf dapat diperoleh menggunakan persamaan seperti pada gambar 12.
Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam pada saat terjadi tailing dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Distribusi analit dalam fase gerak dan fase diam ( Kuwana, 1980)
G. Landasan Teori
Kafein dan teobromin merupakan dua senyawa yang terkandung dalam cokelat. Kedua senyawa ini memiliki struktur yang mirip sehingga memerlukan metode yang tepat untuk dapat memisahkan keduanya dan dapat mengukur kadarnya secara maksimal. Dalam kasus ini kafein dan teobromin yang akan diteliti berada dalam sampel cokelat bubuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi yang optimal dalam memisahkan dan menentukan kadar kafein dan teobromin. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemisahan ini adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT ) fase terbalik.
kromofor dan auksokrom sebagai syarat senyawa yang dapat dideteksi dengan detektor UV. Nilai ϵ untuk teobromin adalah 10.144,14 M-1cm-1dan kafein adalah 9.786,41 M-1cm-1. Selanjutnya menghasilkan suatu kromatogram yang harus memiliki pemisahan yang baik antara analit dengan zat lain maupun dengan pelarut.
Metode yang akan digunakan harus dioptimasi terlebih dahulu agar mendapatkan kondisi optimum. Dengan kondisi optimum, diharapkan pemisahan yang dihasilkan juga akan baik. Parameter yang akan dioptimasi adalah laju alir dan perbandingan fase geraknya. Perubahan perbandingan fase gerak dilakukan untuk melihat perbandingan berapa yang akan menghasilkan pemisahan yang paling baik. Kondisi optimum akan dicapai jika hasil yang didapat sudah memenuhi parameter yang harus dipenuhi yaitu efisiensi kolom yang akan memberi gambaran tingkat efisiensi kolom untuk dapat memisahkan sampel dengan baik; waktu retensi yang akan menggambarkan pemisahan tiap zat karena analit akan terelusi pada waktu yang berbeda, resolusi, faktor asimetris dan nilai HETP. Jika metode yang digunakan sudah dapat memenuhi kondisi optimal dan dapat diterapkan selanjutnya untuk validasi metode analisis dan penetapan kadar.
H. HIPOTESIS
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis rancangan penelitian deskriptif
eksperimental karena diberikan perlakuan pada subjek uji.
B. Varibel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas
1) Perbandingan komposisi fase gerak metanol : akuabides/TEA 3%.
2) Flow rateyang digunakan.
b. Variabel tergantung
1) Pemisahan peak masing-masing komponen yaitu kafein dan teobromin
yang dapat dilihat dari waktu retensi masing-masing senyawa.
2) Bentukpeakmasing-masing komponen teobromin dan kafein sertatailing
factor untuk melihat seberapa besar pengekoran yang terjadi pada
kromatogram.
3) Nilai resolusi dan nilai HETP.
2. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali pada percobaan adalah kemurniaan pelarut
yang digunakan. Untuk mengatasinya maka digunakan pelarut yang memiliki
C. Definisi Operasional
1. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan dalam penelitian adalah fase gerak
berupa campuran metanol dan akuabides dan fase diam berupa kolom
oktadesilsilan (C18).
2. Kadar kafein dan teobromin dinyatakan dengan satuanpart per million(ppm).
3. Parameter pemisahan komponen dengan metode KCKT adalah bentuk peak,
waktu retensi, nilai resolusi dan HETP.
D. Bahan-bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku teobromin dengan
kemurnian > 99% (Sigma Aldrich) dengan Certificate of Analysis (CoA) yang
terlampir, kafein kualitas farmasetis dengan Certificate of Analysis (CoA) yang
terlampir, metanol (p.a., E. Merck), trietilamin (p.a., E. Merck) dan akuabides
hasil penyulingan di laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
E. Alat-Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Spektrofotometer
UV/Vis SP-3000plusmerk OPTIMA, kuvet, seperangkat alat KCKT fase terbalik
dengan sistem gradien dengan detektor UV, Shimadzu LC-2010C, kolom C-18
merek KNAUER C-18 (No. 25EE181KSJ (B115Y620), Dimensi 250 x 4,6 mm, 5
µm), seperangkat komputer (merk Dell B6RDZ1S Connexant SystemRD01-D850
degassing ultrasonic merek Retsch tipe T640, penyaring Whatmann anorganik
dan organik, neraca analitik merek Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120g,
min0,0001 g, d = 0,01/0,1 mg),Milliporeukuran pori 0,45 µm, mikropipet 100
-1000µL dan 1000 - 10000µL merek Socorex . Gelas Beaker , pipet tetes, flakon,
labu takar, pengaduk, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium
analisis.
F. Tatacara Penelitian
1. Penyiapan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3%
Memipet trietilamin (TEA) 15 mL selanjutnya diencerkan dengan
akuabides dalam labu takar 500 mL hingga tanda batas dan didapatkan akuabides
yang mengandung TEA sebesar 3%.
Metanol dan akuabides/TEA 3% yang akan digunakan sebagai fase gerak
disaring menggunakan kertas Whatmann dengan menggunakan kertas yang
berbeda untuk pelarut organik dan anorganik.
Campuran yang digunakan untuk optimasi dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel II:
Tabel II. Komposisi fase gerak metanol:akuabides/TEA 3%
No Komposisi fase gerak
Metanol Akuabides/TEA 3%
1 30 60
2 35 65
2. Pembuatan seri larutan baku kafein dan teobromin.
a. Pembuatan larutan stok 1000 ppm. Kafein dan teobromin baku ditimbang
lebih kurang 25 mg secara seksama dan dilarutkan dalam akuabides panas dalam
labu takar 25 mL hingga tanda.
b. Pembuatan larutan baku intermediet 500 ppm. Memipet 5 mL larutan 1000
ppm kafein dan teobromin kemudian masing-masing diencerkan dengan
akuabides dalam labu takar 10 mL hingga tanda.
c. Pembuatan larutan kerja. Dilakukan pemipetan masing-masing larutan
baku intermediet (500 ppm) kafein dan teobromin sebanyak 0,8; 1,6; 2 dan 3,2
mL dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL yang sama. Selanjutnya diencerkan
dengan akuabides hingga tanda, sehingga didapatkan seri larutan kerja 40, 80 ,
100 dan 160 ppm selanjutnya larutan disaring dengan milipore dan di-degassing
menggunakanultrasonicatorselama 15 menit.
d. Pembuatan larutan kerja 5, 10 dan 15 ppm. Dilakukan pemipetan
masing-masing larutan baku intermediet (500 ppm) kafein dan teobromin sebanyak 0,1;
0,2 dan 0,3 mL lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL yang
berbeda. Selanjutnya diencerkan dengan akuabides hingga tanda, sehingga
didapatkan larutan baku tunggal kafein dan teobromin 5, 10 dan 15 ppm.
3. Optimasi metode KCKT fase terbalik
a. Penentuan panjang gelombang maksimum kafein dan teobromin.
spektra larutan baku kafein dan teobromin masing-masing dengan konsentrasi 5;
10 dan 15 ppm dengan pelarut akuabides pada rentang 200-300 nm terhadap
blanko akuabides. Berdasarkan spektra dapat diketahui panjang gelombang yang
menghasilkan serapan yang maksimum pada masing-masing konsentrasi,
kemudian ditentukan panjang gelombang yang akan digunakan dalam optimasi.
b. Optimasi pemisahan. Detektor pada alat KCKT diatur pada panjang
gelombang maksimum. Sejumlah 20 µL larutan baku campuran kafein dan
teobromin 100 ppm yang sudah disaring dengan millipore dan di-degassing
selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik menggunakan fase
gerak yang telah dibuat seperti pada langkah F.1 di atas. Sistem operasi KCKT
fase terbalik dilakukan dengan mengubah-ubah komposisi fase gerak metanol dan
akuabides/TEA 3% dengan perbandingan (40 : 60), (35 : 65) dan (30 : 70) serta
mengubah-ubah flow rate 0,5; 0,8; dan 1 mL/menit untuk masing-masing fase
gerak.
c. Verifikasi akurasi Pompa. Alirkan fase gerak 1mL/menit ke labu 5 mL
dengan merk yang sama, replikasi sebanyak 5 kali. Mencatat waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tanda batas pada labu takar dan hitung % perbedaan
flow ratehasil pengukuran denganflow rateyang diatur dari alat.
d. Reprodusibilitas metode KCKT yang optimal. Seri larutan kerja campuran
baku kafein dan teobromin dengan konsentrasi masing-masing 40, 80 dan 160
ppm, kemudian di injeksikan sebanyak 20 µL ke dalam sistem KCKT
menggunakan perbandingan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Penginjekan
dilanjutkan dengan menghitung %CV untuk parametertailing factor(Tf), waktu
retensi, HETP, resolusi dan Area Under Curve (AUC) dari pemisahan campuran
kafein dan teobromin.
G. Analisis Hasil Optimasi
Data kromatogram yang diperoleh pada baku diamati sehingga dapat
diketahui sistem KCKT fase terbalik yang memberikan pemisahan teobromin dan
kafein yang paling baik yaitu dengan mengamati bentuk peak yang dihasilkan,
waktu yang dibutuhkan untuk elusi, tailing factor, menghitung nilai resolusi dan
HETP.
1. Analisis kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi
antara baku kafein dengan baku teobromin.
2. Analisis pemisahanpeakkafein dan teobromin
a. Bentukpeakpemisahan kafein dan teobromin
Bentuk peak yang diharapkan adalah simetris. Sebagai parameter yaitu
tailing factor (Tf). Pada penelitian ini, digunakan parameter tailing factor yang
diukur 5 % dari tinggi peak. Perhitungan Tf melalui persamaan: Tf = (a+b)/2a.
Persyaratan umum untuk parameter tailing factor adalah nilai Tf kurang dari 2
(Synderet al., 2010).
b. Waktu retensi (tR)
Amati waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan senyawa. Apabila kurang
c. Nilai resolusi
Nilai resolusi pemisahan peak dihitung terhadap peak terdekat dengan
rumus: =
( )/
Keterangan : tR1dan tR2= waktu retensi komponen
W1dan W2= lebar alas puncak
Pemisahan yang baik menghasilkan nilai Rs> 1,5 (Pescoket al.,1976).
d. Nilai HETP
Nilai HETP dihitung dengan rumus HETP: = . Makin besar nilai N/L atau
makin kecil HETP maka kolom yang dipakai untuk pemisahan semakin efisien
36 BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut sangatlah penting, dengan menggunakan pelarut yang
sesuai maka dapat melarutkan analit yang akan dianalisis. Pelarut yang digunakan
untuk melarutkan teobromin dan kafein adalah akuabides hangat dengan suhu
+80oC karena dengan suhu tinggi dapat membantu kelarutan baku teobromin dan
kafein. Pemilihan pelarut ini juga berdasarkan teori kelarutan teobromin dan kafein
yaitu berdasarkan Gennaro (2000) dimana 1 gram kafein larut dalam 6 mL air
panas 80oC. Kelarutan teobromin yang paling baik adalah dalam air mendidih
dengan kelarutan 1 gram dalam 150 mL (Clarke, 1969). Air yang digunakan
sebagai pelarut adalah akuabides yang telah mengalami proses pemurnian. Syarat
pelarut yang baik untuk digunakan dalam metode KCKT adalah murni, inert, dapat
melarutkan analit dan dapat bercampur dengan fase gerak.
B. Pembuatan Fase Gerak
Metode KCKT yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode KCKT
dengan fase terbalik, sehingga fase diam yang digunakan lebih nonpolar
dibandingkan dengan fase geraknya. Fase diam yang digunakan adalah
oktadesilsilan (C18) yang bersifat nonpolar dan fase geraknya adalah campuran
metanol dan akuabides yang mengandung 3% trietilamin (TEA) bersifat lebih
dimana tidak ada perubahan komposisi fase gerak selama proses elusi.
Pencampuran kedua kompisisi fase gerak dilakukan di dalam alat KCKT. Untuk
mendapatkan kepolaran fase gerak yang sesuai, dilakukan dengan mengubah-ubah
komposisi fase gerak. Metanol digunakan sebagai fase gerak dengan pertimbangan
bahwa metanol merupakan pelarut organik yang umum dan sering digunakan pada
sistem KCKT fase terbalik. Penggunaan TEA ini berfungsi untuk menutup residu
silanol yang ada dalam kolom C18. Penutupan menggunakan TEA ini diperlukan
karena teobromin dan kafein merupakan senyawa yang bersifat basa, jika tidak
dilakukan penutupan dengan TEA zat analit akan berikatan dengan residu silanol
pada kolom sehingga kromatogram yang dihasilkan akan mengalamitailing.
Trietilamin (TEA) digunakan sebagai campuran dalam fase gerak untuk
dapat menurunkantailing factoryang dialami oleh senyawa-senyawa yang bersifat
basa (Choo et al., 1996). Penambahan TEA pada fase gerak berperan sebagai
kompetitor senyawa basa, sehingga dapat menurunkan kemampuan interaksi
antara residu silanol dengan senyawa analit yang bersifat basa. Dengan begitu,
dapat menurunkan tailing yang terjadi. Efisiensi kolom juga akan meningkat
dengan semakin kecilnyatailingyang terjadi (Longet al.,2007).
N C H2 H3C
H2C C H3
H2C
H3C
N
Gambar 15. Interaksi Trietilamin dengan residu silanol dalam kolom C18
Pada gambar 15, terlihat interaksi antara residu silanol pada kolom dengan
TEA. Interaksi yang terjadi ini merupakan mekanisme penutupan dari TEA,
dengan begitu TEA yang digunakan bertindak sebagai kompetitor senyawa basa.
Analit yang bersifat basa akan berkurang interaksinya dengan residu silanol pada
kolom dan akan mengurangitailingyang terjadi.
Perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini
untuk mendapatkan hasil yang optimal dari metanol : akuabides/TEA 3% adalah
40 : 60 ; 35 : 65 dan 30 : 70. Pada penelitian ini dilakukan peningkatan jumlah
metanol secara bertahap. Menurut Snyder et al. (1997), dengan meningkatnya
jumlah metanol dalam sistem KCKT fase terbalik maka analit akan terelusi lebih
mudah.
Pada proses pembuatan fase gerak ini, disiapkan metanol dan
disaring menggunakan penyaring Whatmann untuk menyaring partikel yang dapat
menyumbat kolom. Kemudian dihilangkan gelembung-gelembung udara yang
mungkin terjebak dalam fase gerak dengan menggunakan ultrasonicator, karena
udara dapat mengganggu pengukuran teobromin dan kafein dalam sistem KCKT.
Tabel III. Indeks polaritas campuran fase gerak metanol : akuabides/TEA3%
No
Komposisi Fase Gerak
Indeks Polaritas Metanol Akuabides/TEA3%
1 30 70 8,67
2 35 65 8,415
3 40 60 8,16
Menurut Mulja dan Suharman (1995), dalam sistem KCKT fase terbalik,
kemampuan elusi akan semakin meningkat dengan menurunkan indeks polaritas
fase gerak. Semakin kecil nilai indeks polaritas fase gerak, maka semakin nonpolar
fase gerak tersebut. Pada tabel III, dapat diketahui urutan kepolaran dari polar ke
nonpolar adalah 30 : 70 , 35 : 65 dan 40 : 60. Untuk mendapatkan parameter yang
diinginkan dari pemisahan teobromin dan kafein, dilakukan dengan
mengubah-ubah komposisi fase gerak tersebut sampai didapatkan peak yang runcing,
memenuhi persyaratantailing factor, resolusi dan HETP yang kecil.
C. Pembuatan Larutan Baku
Baku kafein yang digunakan dengan kualitas farmasetis dengan kemurnian
99,58% dan memiliki Certificate of Analysis (CoA) untuk menjamin
kemurniannya. Baku teobromin yang digunakan dari Sigma-Aldrich dengan
kemurnian > 99,0% dan memiliki CoA juga untuk menjamin kemurnian
baku ini adalah untuk memastikan bahwa di dalam sampel benar-benar terdapat
analit yang dimaksud, sehingga pembuatan larutan baku ini sebagai pembanding
ataureference standard.
Sebelum dilakukan optimasi komposisi fase gerak dan flow ratenya,
dibutuhkan penentuan panjang gelombang maksimum masing-masing analit.
Untuk melakukan penentuan panjang gelombang ini, dibuat larutan baku dengan
tiga konsentrasi rendah, tengah dan tinggi yaitu 5, 10 dan 15 ppm untuk
masing-masing larutan baku teobromin dan kafein. Konsentrasi ini dipilih untuk
memenuhi nilai absorbansi yang baik yaitu antara 0,2-0,8.
Dalam optimasi ini digunakan tiga larutan baku yaitu larutan baku
teobromin 500 ppm, larutan baku kafein 500 ppm serta larutan campuran
teobromin dan kafein masing-masing 100 ppm. Larutan baku teobromin dan kafein
500 ppm dibuat terpisah untuk mengetahui tR masing masing zat analit. Untuk
mengetahui pemisahan antara kedua analit digunakan larutan baku campuran
teobromin dan kafein. Larutan baku 100 ppm akan digunakan dalam optimasi
komposisi fase gerak 30 : 70, 35 : 65 dan 40 : 60 serta flow rate 0,5; 0,8 dan 1
mL/menit.
Selanjutnya dibuat tiga konsentrasi larutan baku campuran teobromin dan
kafein masing-masing adalah 40, 80 dan 160 ppm. Larutan baku ini digunakan
untuk Uji Kesesuaian Sistem (UKS), dengan tujuan untuk melihat reprodusibilitas
metode yang digunakan pada konsentrasi rendah, sedang dan tinggi. Uji
Kesesuaian Sistem ini dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak serta
D. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Teobromin dan kafein
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Penentuan panjang gelombang pengamatan dilakukan dengan mengukur
panjang gelombang kedua analit terlebih dahulu secara terpisah. Pengukuran
panjang gelombang maksimum ini dilakukan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis karena secara teoritis, kedua senyawa ini memiliki panjang gelombang
maksimum antara 200-300 nm. Setelah mendapatkan spektra panjang gelombang
masing-masing zat analit, selanjutnya dilakukan overlapping untuk mengetahui
panjang gelombang dimana teobromin dan kafein memberikan serapan secara
bersamaan dan maksimal pada detektor KCKT yaitu detektor ultraviolet.
Pada penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
mengamati panjang gelombang pada rentang tersebut menggunakan tiga tingkat
konsentrasi untuk masing-masing analit. Konsentrasi yang digunakan adalah 5, 10
dan 15 ppm. Penggunaan tiga tingkat konsentrasi ini adalah untuk meyakinkan
bahwa panjang gelombang yang digunakan dalam pengamatan benar-benar berasal
dari panjang gelombang maksimum teobromin dan kafein. Selain itu, juga
bertujuan untuk melihat bahwa bentuk spektra dan panjang gelombang maksimum
yang didapatkan adalah sama. Panjang gelombang maksimum yang didapatkan
akan digunakan sebagai panjang gelombang pengamatan pada penelitian ini.
Teobromin dan kafein memiliki gugus kromofor, oleh karena itu dapat
memberikan serapan pada panjang gelombang ultraviolet. Gugus kromofor yang
ada pada suatu senyawa akan bertanggung jawab pada penyerapan cahaya
yang bila terkena radiasi elektromagnetik akan tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi (orbital π*). Teobromin dan kafein memiliki atom N yang terikat pada
kromofor. Atom N ini memiliki pasangan elektron bebas yang dapat
memperpanjang gugus kromofor sehingga bertanggung jawab pada pergeseran
panjang gelombang dan intensitas serapan teobromin dan kafein. Gugus kromofor
dari teobromin dan kafein dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Gugus kromofor pada teobromin (A) dan kafein (B) = gugus kromofor
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum di ketiga tingkat
konsentrasi teobromin dan kafein dapat dilihat pada gambar berikut:
A
(nm) A
B
yang bila terkena radiasi elektromagnetik akan tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi (orbital π*). Teobromin dan kafein memiliki atom N yang terikat pada
kromofor. Atom N ini memiliki pasangan elektron bebas yang dapat
memperpanjang gugus kromofor sehingga bertanggung jawab pada pergeseran
panjang gelombang dan intensitas serapan teobromin dan kafein. Gugus kromofor
dari teobromin dan kafein dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Gugus kromofor pada teobromin (A) dan kafein (B) = gugus kromofor
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum di ketiga tingkat
konsentrasi teobromin dan kafein dapat dilihat pada gambar berikut:
A
(nm) A
B
yang bila terkena radiasi elektromagnetik akan tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi (orbital π*). Teobromin dan kafein memiliki atom N yang terikat pada
kromofor. Atom N ini memiliki pasangan elektron bebas yang dapat
memperpanjang gugus kromofor sehingga bertanggung jawab pada pergeseran
panjang gelombang dan intensitas serapan teobromin dan kafein. Gugus kromofor
dari teobromin dan kafein dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Gugus kromofor pada teobromin (A) dan kafein (B) = gugus kromofor
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum di ketiga tingkat
konsentrasi teobromin dan kafein dapat dilihat pada gambar berikut:
A
(nm) A