i
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KAFEIN DAN
TEOBROMIN DALAM COKELAT BUBUK MERK “X”
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Monica Satya Resmi Yunita NIM : 088114171
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Halaman Persembahan
If you have problems, don’t say,
“GOD, I have BIG problem”
But say,
“Problem, I have BIG GOD”
And always believe that everything will be alright
Because, if GOD brings you to it,
He will bring you through it
Karya ini ku persembahkan untuk
Bapak, Ibu dan Adik tercinta
Sahabat-sahabatku tersayang
Teman-teman serta almamaterku semua...
iv
Halaman Persembahan
If you have problems, don’t say,
“GOD, I have BIG problem”
But say,
“Problem, I have BIG GOD”
And always believe that everything will be alright
Because, if GOD brings you to it,
He will bring you through it
Karya ini ku persembahkan untuk
Bapak, Ibu dan Adik tercinta
Sahabat-sahabatku tersayang
Teman-teman serta almamaterku semua...
iv
Halaman Persembahan
If you have problems, don’t say,
“GOD, I have BIG problem”
But say,
“Problem, I have BIG GOD”
And always believe that everything will be alright
Because, if GOD brings you to it,
He will bring you through it
v
Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari diberlakukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, Februari 2012 Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bartanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Monica Satya Resmi Yunita Nomor Mahasiswa : 088114171
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KAFEIN DAN TEOBROMIN DALAM COKELAT BUBUK MERK “X”
Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: Yang menyatakan
(Monica Satya Resmi Yunita)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bartanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Monica Satya Resmi Yunita Nomor Mahasiswa : 088114171
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KAFEIN DAN TEOBROMIN DALAM COKELAT BUBUK MERK “X”
Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: Yang menyatakan
(Monica Satya Resmi Yunita)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bartanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Monica Satya Resmi Yunita Nomor Mahasiswa : 088114171
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR KAFEIN DAN TEOBROMIN DALAM COKELAT BUBUK MERK “X”
Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: Yang menyatakan
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik Pada Penetapan Kadar Kafein Dan Teobromin Dalam Cokelat Bubuk Merk X” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan pengarahan, masukan, kritik dan saran baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
3. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, masukan dan diskusi dalam penyusunan skripsi.
viii
5. Seluruh staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma: Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto dan juga Pak Ketul yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.
6. Keluarga kedua: Bulik Rini, Pakde Adi, Kris, Rio, Dio, Brio dan si kecil Karin, terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama kuliah di Sanata Dharma.
7. Eka Riusinta Wati dan Adi Wirasaputra, terima kasih atas semangat, dukungan, kebersamaan dan kasih sayang yang menemani selama ini. 8. Albertus Radityo Hadi, atas kebersamaan, dukungan dan bantuannya. 9. Melisa Darmawan dan Grup Antistress, atas perjuangan bersama selama
ini. Semuanya sangat berarti dan menambah banyak pengalaman.
10. Keluarga bahagia: Oma Dju, Tante Ucan, Brian, Kak Coz, Kak Aldosa, Vica, Cici, Cik Co, Aga dan Dimbeck, keluarga ini begitu berarti. Terima kasih sudah hadir menemani selama di sini.
11. Farmasi kelas C dan FST B 2008, kebersamaan selama ini menjadikan hidup lebih berwarna.
12. Florentinus Dika dan Katarina Kusmiyati, atas bantuan dan dukungannya selama ini.
13. Kost Lovely: Mba Pepenk dan Mas Era, Mba Yuyun, Mba Mel, Mba Pia, Mba Ye, Mba Erna dan Sari. Terima kasih atas ceria dan canda tawa ketika berkumpul bersama.
ix
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini membantu dan bermanfaat bagi pembaca pada khususnya ilmu pengetahuan pada umumnya.
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……….…………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ………...………….… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA……….. vi
PRAKATA………... vii
DAFTAR ISI………... x
DAFTAR TABEL………... xiv
DAFTAR GAMBAR……….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………... xviii
INTISARI……… xx
ABSTRACT……….. xxi
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang……… 1
1. Perumusan Masalah ………... 3
2. Keaslian Penelitian ………...… 3
3. Manfaat penelitian ……… 5
B. Tujuan Penelitian ………... 5
xi
A. Cokelat ………... 6
B. Teobromin dan Kafein ………...…… 7
C. Ekstraksi Sampel ……… 10
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ………. 13
E. Validasi Metode Analisis ………...……….…... 26
1. Akurasi……….. F. Uji Kesesuaian Sistem ………... 30
G. Landasan teori ………..…….. 31
H. Hipotesis ……….... 32
BAB III METODE PENELITIAN……….……….……… 33
A. Jenis penelitian ………... 33
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …..………. 33
1. Klasifikasi Variabel ... 2. Definisi Operasional ………....… 33 33 C. Bahan-bahan Penelitian ………...………….….. 34
D. Alat-alat Penelitian ……….………….... 34 E. Tatacara Penelitian ………..………...
1. Pembuatan Larutan Stok Teobromin dan Kafein ………. 2. Pembuatan Larutan Intermediet Teobromin dan Kafein…….…
xii
3. Pembuatan Seri Larutan Baku Campuran dan Penetapan Kurva Baku……….. 4. Penetapan Panjang Gelombang Pengukuran …..…………...… 5. Preparasi Sampel ………...…... 6. Validasi Metode Analisis ………. 7. Uji Kesesuaian Sistem ……….
35 3. Linearitas dan Rentang ………. 4. Spesifisitas……… BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…..………..………..
A. Pembuatan Fase Gerak ………...……… B. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan ………....…… C. Pembuatan Larutan Baku dan Penetapan Kurva Baku………..…… D. Preparasi Sampel …… ………..……. E. Validasi Metode Analisis ………... 1. Akurasi ……….…………...………. 2. Presisi ………...…………...…. 3. Linearitas ……….………...……….…………. 4. Rentang ……… 5. Spesifitas ……….. F. Uji Kesesuaian Sistem ...
xiii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..……….………... A. Kesimpulan ………..……….. B. Saran ………..……….…....
73 73 73
DAFTAR PUSTAKA ……….... 75
LAMPIRAN ………... 79
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Nilai indeks polaritas pelarut ……… 18
Tabel II Parameter validasi untuk tiap kategori analisis ... 27
Tabel III Kriteria rentangrecovery……….. 28
Tabel IV Kriteria presisi yang dapat diterima ……….……… 29
Tabel V Parameter uji kesesuaian sistem ………... 31
Tabel VI Pembuatan larutan campuran tebromin dan kafein ... 37
Tabel VII Data kurva baku teobromin (peak height)………... 53
Tabel VIII Data kurva baku kafein (peak height) ………. 54
Tabel IX Data kurva baku teobromin (AUC) ……….. 55
Tabel X Data kurva baku kafein (AUC) ………. 55
Tabel XI Hasil penetapan %recoverybaku teobromin …………...… 62
Tabel XII Hasil penetapan %recoverybaku kafein ………..………… 63
Tabel XIII Nilai rentang %recoveryberdasarkan perhitungan ……….. 63
Tabel XIV Hasil penetapan % recovery baku teobromin (spike ke sampel) ……….. 64 Tabel XV Hasil penetapan %recoverybaku kafein (spikeke sampel).. 65
Tabel XVI Hasil penetapan CV Baku Teobromin………...… 66
Tabel XVII Hasil penetapan CV Baku Kafein ………. 66
Tabel XVIII Batasan nilai CV berdasarkan perhitungan ……….. 66
Tabel XIX Hasil penetapan CV teobromin (spikeke sampel) ………… 67
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Theobroma cacao………... 6
Gambar 2. Struktur Teobromin dan Kafein ………...…… 7
Gambar 3. Alat sokhletasi………. 12
Gambar 4. Instrumentasi KCKT………... 15
Gambar 5. Pemisahan dua senyawa ………. 20
Gambar 6. Cara mengukur tR, Wh/2dan W suatu kromatogram ...…. 21
Gambar 7 Difusi Eddy dalam kromatografi kolom ………. 23
Gambar 8. Transfer massa pada fase diam ………... 24
Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak ……….. 24
Gambar 10. Interaksi Trietilamin dengan residu silanol dalam kolom C18………...…… 42
Gambar 11. Bagian nonpolar teobromin dan kafein ……….. 43
Gambar 12. Interaksi teobromin dengan fase diam C18 ………. 44
Gambar 13. Interaksi kafein dengan fase diam C18……… 44
Gambar 14. Interaksi teobromin dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% ………. 45
Gambar 15. Interaksi kafein dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% ……….……… 45 Gambar 16. Kromatogram campuran baku teobromin dan kafein
dengan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% (40 : 60) denganflow rate0,8 mL/menit ………..
xvii
Gambar 17. Gugus kromofor pada kafein dan teobromin ……….…… 48 Gambar 18. Spektra serapan teobromin denganmaks= 275 nm pada
pelarut akuabides ……….... 49 Gambar 19. Spektra serapan kafein denganmaks= 275 nm pada
pelarut akuabides ……… 50 Gambar 20. Kromatogram hasil orientasi sampel dengan fase gerak
campuran metanol : akuabides/TEA 3% (40 : 60) dengan
flow rate0,8 mL/menit ………..…… 52
Gambar 21. Kurva hubungan antara konsentrasi teobromin (ppm) vs
AUC/40000 ………...………..…… 57 Gambar 22. Kurva hubungan antara konsentrasi kafein (ppm) vs
AUC/40000 ………..………..… 58
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Certificate of AnalysisTeobromin ………....…. 80 Lampiran 2. Certificate of AnalysisKafein………... 81 Lampiran 3. Kromatrogram kurva baku teobromin dan kafein
Replikasi I ………..……... 82 Lampiran 4. Kromatrogram kurva baku teobromin dan kafein
Replikasi II ………...…………. 85 Lampiran 5. Kromatrogram kurva baku teobromin dan kafein
replikasi III ………...…… 89 Lampiran 6. Penimbangan baku dan contoh perhitungan kadar
baku……….………… 92
Lampiran 7. Kromatogram hasil validasi metode pada baku
(Replikasi I) ……… 96
Lampiran 8. Kromatogram hasil validasi metode pada baku
(Replikasi II) ………..……… 98 Lampiran 9. Kromatogram hasil validasi metode pada baku
xix
(spikesampel)……...………... 113 Lampiran 15 Perhitungan Rentang %recoverydan CV ... 117 Lampiran 16 Kromatogram hasil uji kesesuaian sistem ... 119 Lampiran 17 Perhitungan Tailing factor (Tf), Column Plate Number
(N) dan Resolusi (Rs) ...
xx INTISARI
Teobromin dan kafein merupakan kandungan utama yang ada dalam cokelat bubuk. Kedua senyawa ini termasuk golongan ksantin yang memiliki efek stimulan. Untuk menghindari adanya pemalsuan produk, perlu dilakukan analisis kandungan teobromin dan kafein sebagai senyawa identitas pada cokelat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang digunakan dalam penetapan kadar teobromin dan kafein dalam cokelat bubuk.
Penelitian ini bersifat non eksperimental, menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan kolom Kromasil C18 (250 x 4,6 mm, 5 m), fase gerak
campuran metanol : akuabides/TEA 3% (40 : 60), kecepatan alir 0,8 mL/menit dan detektor UV 275 nm.
Parameter validasi yang diteliti meliputi akurasi, presisi, linearitas, rentang, dan spesifisitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode memiliki linearitas yang baik yaitu r = 0,99978 (teobromin) dan r = 0,99989 (kafein). Nilai % recovery dan CV berturut-turut untuk level kadar rendah, sedang dan tinggi adalah 104,12% dan 1,24%; 99,89% dan 1,67%; 99,09% dan 0,90% untuk teobromin serta 109,99% dan 1,41%; 101,55% dan 2,86%; 98,69% dan 0,56% untuk kafein. Rentang pengukuran yaitu 2,5-120 ppm (teobromin) dan 1,25-80 ppm (kafein). Nilai resolusi yang diperoleh yaitu 2,08. Berdasarkan hasil tersebut maka metode ini memiliki validitas yang baik untuk penetapan kadar teobromin dan kafein.
xxi ABSTRACT
Theobromine and caffeine are major component in cocoa powder. Both of them are an alkaloid xanthine which have stimulant effect. To avoid the counterfeit of product, necessary to determine theobromine and caffeine as identity compounds of cocoa powder. This study aims to discover validity of reversed phase HPLC method which is employed in theobromine and caffeine determination.
This is a non experimental descriptive research using reversed phase HPLC method by using Kromasil C18 (250 x 4,6 mm, 5 m), methanol and
aquabidest/TEA 3% mobile phase (40 : 60), flow rate 0,8 mL/minute and UV detector 275 nm.
Validity parameter observed included accuracy, precision, linearity, range and specificity. Result of the study shows that the method holds a decent linearity r = 0,99978 (theobromine) and r = 0,99989 (caffeine). Recovery and CV value respectively are 104,12% and 1,24%; 99,89% and 1,67%; 99,09% and 0,90% for theobromine 20, 60 and 120 ppm whereas caffeine 10, 30 and 60 ppm are 109,99% and 1,41%; 101,55% and 2,86%; 98,69% and 0,56%. Range of the measurement are 2,5-120 ppm for theobromine and 1,25-80 ppm for caffeine. Resolution value is 2,08. Based on the result, it can be summed up that this method is valid to determine theobromine and caffeine.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk makanan berbahan dasar cokelat sekarang ini sudah dikonsumsi
secara luas oleh penduduk dunia. Hal ini karena cokelat merupakan makanan
bergizi yang mengandung asam amino (kecuali metionin dan arginin), vitamin,
mineral, dan lemak (Ramli et al.,2001). Salah satu contoh produk olahan cokelat
yang banyak dikonsumsi adalah cokelat bubuk (cocoa powder) yang biasanya
digunakan untuk membuat minuman cokelat.
Di dalam cokelat juga mengandung senyawa golongan alkaloid yaitu
teobromin dan kafein. Kedua senyawa tersebut termasuk golongan xanthineyang
memiliki efek stimulan dan bronkodilator (Henderson and Major, 2006). Oleh
karena memiliki efek stimulan, maka tidak dianjurkan untuk dikonsumsi secara
berlebihan karena dimungkinkan dapat menyebabkan adiksi (Czechet al.,2011).
Banyaknya minat konsumen akan produk cokelat, maka keadaan ini
dijadikan kesempatan bagi banyak produsen untuk memalsukan produk. Banyak
produsen yang menggunakan pewarna makanan termasuk pewarna cokelat dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, untuk menjamin
keamanan saat kita mengkonsumsi produk olahan cokelat yang berupa cokelat
bubuk, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kandungan teobromin
memiliki kemiripan struktur sehingga diperlukan metode yang dapat memisahkan
antara teobromin dan kafein agar keduanya dapat diukur secara tepat. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk memisahkan senyawa dengan kemiripan
struktur adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Penelitian mengenai teobromin dan kafein dalam produk cokelat telah
dilakukan oleh Ramli et al. (2001) menggunakan kolom Bondapak (30 cm x 4,0
mm, 10 µm), fase gerak campuran metanol : asam asetat : air (20 : 1 : 79) dan
kecepatan alir 1,0 mL/menit. Hasil penelitian ini belum memenuhi syarat
linearitas yang baik karena koefisien korelasi (teobromin dan kafein) < 0,999.
Czech et al. (2011) juga telah melakukan penelitian tentang teobromin
dan kafein dalam kopi menggunakan fase gerak campuran bufer amonium asetat
20 mM pH 7,5 dan metanol (80 : 20), kolom C18Phenomenex Kinetex 2,6 µm dan
kecepatan alir 1,0 mL/menit. Hasil penelitian ini memiliki linearitas yang baik
tetapi belum dapat memisahkan teobromin dari matriks sampel.
Penelitian terdahulu seperti yang dikemukaan di atas, belum memenuhi
persyaratan validasi yang ditetapkan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini
untuk mendapatkan suatu metode yang memenuhi parameter-parameter validasi.
Penelitian ini merupakan satu rangkaian penelitian yaitu “Optimasi Komposisi
dan Flow Rate Fase Gerak Pada Penetapan Kadar Teobromin dan Kafein Dalam
Cokelat Bubuk Dengan Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Fase Terbalik” oleh Wati (2012) dan “Penetapan Kadar Teobromin dan Kafein
dalam Ekstrak Cokelat Bubuk Merk X Menggunakan Metode Kromatografi Cair
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baba et al. (2007), cokelat
bubuk mengandung teobromin dan kafein dalam jumlah yang cukup besar
sehingga jenis penelitian ini tergolong penelitian kategori 1 yaitu analisis suatu
senyawa dengan kadar besar (Snyderet al.,2010). Untuk analisis pada kategori 1,
parameter-parameter yang harus divalidasi yaitu akurasi, presisi, linearitas,
rentang dan spesifisitas. Oleh karena itu, pada penelitian ini parameter-parameter
validasi tersebut akan dianalisis untuk mengetahui bahwa metode yang akan
digunakan untuk penetapan kadar teobromin dan kafein pada cokelat bubuk telah
valid.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul
adalah apakah metode KCKT fase terbalik dengan fase diam kolom C18 merek
KNAUER (250 x 4,6 mm, 5 m), fase gerak campuran metanol : akuabides/TEA
3% (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit mempunyai validitas yang baik
untuk menetapkan kadar teobromin dan kafein dalam cokelat bubuk yang
didasarkan pada parameter akurasi, presisi, linearitas, rentang, dan spesifisitas?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang teobromin dan kafein
pada buah cokelat sudah banyak dilakukan. Ramli et al. (2001) telah melakukan
penelitian mengenai teobromin dan kafein dalam produk cokelat dengan metode
campuran metanol : asam asetat : air (20 : 1 : 79). Dalam penelitian ini digunakan
kolom C18 merek KNAUER (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak campuran
metanol dan akuabides/TEA 3% (40 : 60). Dengan demikian, terdapat perbedaan
jenis fase gerak dan spesifikasi kolom yang digunakan antara penelitian yang
dilakukan oleh Ramliet al.dengan penelitian ini.
Czech et al. (2011) juga telah melakukan penelitian tentang teobromin
dan kafein dalam kopi dengan metode KCKT menggunakan fase gerak berupa
campuran bufer amonium asetat 20 mM pH 7,5 dan metanol (80 : 20) dan kolom
C18 Phenomenex Kinetex 2,6 µm. Dengan demikian, terdapat perbedaan jenis
matriks sampel, fase gerak dan spesifikasi kolom yang digunakan antara
penelitian yang dilakukan oleh Czechet al.dengan penelitian ini.
Selain itu, Erickson (2011) juga telah melakukan penelitian yang serupa
dengan metode KCKT menggunakan fase gerak campuran air dan asetonitril (90 :
10) dan kolom C18 Kinetex 2,6 µm (XB-100A). Pada penelitian ini digunakan
sampel daun teh hijau dan produk olahannya. Dengan demikian, terdapat
perbedaan jenis fase gerak, matriks sampel, dan spesifikasi kolom yang digunakan
antara penelitian yang dilakukan oleh Erickson dengan penelitian ini.
Analisis teobromin dan kafein juga dilakukan oleh Marx et al. (2003)
dengan metode kromatografi gas dengan spesifikasi Hewlett-Packard HP 5890,
injektor otomatis 7673A dan kolom kapiler BPX 35 (25 m x 0,25 mm, 0,25 µm).
Dengan demikian, terdapat perbedaan sistem kromatografi yang digunakan dalam
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
validasi metode KCKT fase terbalik dalam penetapan kadar teobromin dan
kafein dalam cokelat bubuk.
b. Manfaat Metodologis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa metode
KCKT fase terbalik ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar teobromin
dan kafein dengan validitas yang memenuhi persyaratan.
c. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi
ilmu pengetahuan khususnya bidang kefarmasian mengenai
parameter-parameter validasi pada penetapan kadar teobromin dan kafein dengan metode
KCKT fase terbalik.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang muncul maka
penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode KCKT fase terbalik
dengan fase diam kolom C18merek KNAUER (250 x 4,6 mm, 5m), fase gerak
campuran metanol : akuabides/TEA 3% (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,8
mL/menit sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar teobromin dan kafein
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cokelat
Gambar 1.Theobroma cacao
Theobroma cacaodisebut juga pohon cacao atau cocoa yang merupakan tumbuhan asli dari daerah tropis di benua Amerika. Biji buah cokelat biasanya
digunakan untuk membuat produk olahan cokelat berupa cokelat bubuk atau
batangan (Anonim, 2011). Cocoa powder adalah produk olahan cokelat yang didapatkan dari transformasi mekanis biji cokelat menjadi serbuk cocoa press cake.Cokelat bubuk mengandung tidak kurang dari 10-20%cocoa butterdan 80-90% bahan cocoa bebas lemak yang telah dikeringkan (Alexanderet al.,2008).
Produk cokelat sudah dikonsumsi secara luas mengingat produk tersebut
telah terbukti sangat bermanfaat terutama karena mengandung asam amino
(kecuali metionin dan arginin), vitamin, mineral dan lemak dalam jumlah besar
(Ramli et al., 2001). Salah satu produk olahan cokelat adalah cokelat bubuk. Kandungan yang terdapat dalam cokelat bubuk secara umum untuk tiap 100 g
mineral; 377 mg epikatekin; 135 mg katekin; 158 mg prosianidin B2; 96,1 mg
prosianidin Cl; 2192 mg teobromin dan 470 mg kafein (Babaet al.,2007).
B. Teobromin dan Kafein 1. Struktur Teobromin dan Kafein
HN
Gambar 2. Struktur Teobromin (a) dan Kafein (b)
Teobromin dan kafein merupakan golongan ksantin yang banyak terdapat
dalam kopi, teh, cokelat dan produk-produk olahannya. Teobromin dan kafein
merupakan komponen utama golongan metilksantin yang terdapat pada tumbuhan
Theobroma cacao. Kedua senyawa inilah yang memberikan rasa pahit pada produk cokelat dan memiliki efek farmakologis yaitu stimulan (kafein berefek
pada sistem saraf dan teobromin menyebabkan diuresis) (Ramli et al., 2001). Golongan ksantin diabsorpsi oleh tubuh hampir 100% dan berada dalam sirkulasi
darah 5 menit setelah dikonsumsi (Henderson and Major, 2006).
2. Deskripsi Teobromin
Teobromin termasuk golongan alkaloid yang terdapat dalam biji
bersifat asam memilikiA % = 563 pada panjang gelombang 272 nm dan 274 nm dalam larutan basa. pKa teobromin yaitu 10,0 (25oC) (Moffatet al., 2004).
Teobromin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% C7H8N4O2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berbentuk
serbuk putih, sangat sukar larut di air dan etanol, sukar larut di amonia (Anonim,
2010).
3. Deksripsi Kafein
Kafein mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H10N4O2dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995). Kelarutan kafein yaitu
1 g larut dalam 50 mL air, 1 g larut dalam 6 mL air pada suhu 80oC, 1 g larut
dalam 75 mL alkohol, 1 g larut dalam ± 25 mL alkohol pada suhu 60oC, 1 g larut
dalam 6 mL kloroform, dan 1 g larut dalam 600 mL eter (Gennaro, 2000), 50 mL
aseton dan 100 mL benzen (Moffatet al., 2004).
Kafein berbentuk kristal putih atau serbuk hablur putih dengan berat
molekul 194,2 g/mol. Kafein menyublim pada suhu 178oC. Titik leleh kafein yaitu
238oC dan pKa = 14,0 (25oC) . Dalam larutan yang bersifat asam, kafein memiliki
A % = 504 pada panjang gelombang 273 nm (Moffatet al., 2004). 4. Metode Analisis Teobromin dan Kafein Terdahulu
Teobromin dan kafein pada cokelat dan produk cokelat dapat
diidentifikasi dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode KCKT
dengan kolom Bondapak (30 cm x 4,0 mm, 10 µm), fase gerak campuran metanol
: air : asam asetat (20 : 79 : 1), kecepatan alir 1,0 mL/menit dan detektor UV pada
< 5% (untuk teobromin) sehingga memiliki reprodusibilitas yang baik dan juga %
recoveryyang baik yaitu > 90% baik untuk teobromin maupun kafein. Kelemahan penelitian ini yaitu nilai % CV untuk kafein tidak memenuhi syarat (% CV < 5%)
dan nilai koefisien korelasi baik untuk teobromin maupun kafein kurang
memenuhi persyaratan karena nilai r < 0,999 (Ramliet al.,2001).
Czechet al.(2011) juga melakukan analisis teobromin dan kafein dalam kopi menggunakan metode KCKT dengan fase gerak berupa campuran bufer
amonium asetat 20 mM pH 7,5 dan metanol (80 : 20) dengan kecepatan alir 1,0
mL/menit. Fase diam berupa kolom C18 Phenomenex Kinetex 2,6 µm dan suhu
oven kolom 35oC. Deteksi dilakukan pada panjang gelombang 272 nm dengan
menggunakan detektor UV. Kelebihan penelitian ini adalah diperoleh nilai
koefisien korelasi yang baik yaitu > 0,999 baik untuk teobromin maupun kafein.
Namun kelemahannya adalah metode ini belum dapat memisahkan teobromin
dengan baik dari matriks sampel.
Selain itu, telah dilakukan pula analisis teobromin dan kafein pada daun
teh hijau dan produk olahannya menggunakan metode KCKT dengan fase gerak
campuran air : asetonitril (90 : 10), kecepatan alir 1,0 mL/menit, fase diam berupa
kolom C18 Kinetex 2,6 µm (XB-100A) dan detektor UV pada panjang gelombang
265 nm. Kelebihan metode ini adalah waktu penelitian relatif singkat dengan
waktu retensi (tR) kurang dari 3 menit dan nilai koefisien korelasi > 0,999. Namun
dalam penelitian ini belum dapat memisahkan teobromin dan asam galat yang
Marx et al. (2003) juga melakukan analisis teobromin dan kafein pada daun Ilex paraguariensis di Argentina. Pada penelitian ini digunakan sistem kromatografi gas dengan spesifikasi Hewlett-Packard HP 5890, injektor otomatis
7673A, kolom kapiler BPX 35 (25 m x 0,25 mm, 0,25 µm) dan suhu injektor
300oC. Sebagai gas pembawa digunakan gas helium dengan kecepatan alir 1,0
mL/menit dansplitting ratio1 : 15. Metode ini telah dapat memisahkan teobromin dan kafein dengan baik tetapi memiliki reprodusibilitas kurang baik yaitu % CV =
4% untuk kafein dan 11,3% untuk teobromin.
Berdasarkan uraian di atas, banyak metode analisis teobromin dan kafein
yang telah dilakukan namun belum memenuhi parameter validasi. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan suatu metode yang lebih sederhana
dengan validitas yang lebih baik.
C. Ekstraksi Sampel
Ekstraksi dilakukan untuk menyari zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat
aktif terdapat di dalam sel baik tanaman maupun hewan sehingga diperlukan
metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (Harbone,
1987). Demikian pula untuk bahan alam yang mengandung banyak komponen
kimia di dalamnya, perlu dilakukan ekstraksi untuk menariknya komponen kimia
tersebut. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat
ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka
Cairan penyari yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut
yang optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif. Dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan senyawa kandungan
lainnya (Anonim, 2000). Cairan penyari harus dipilih berdasarkan kemampuannya
dalam melarutkan kandungan zat aktif yang maksimal dan seminimal mungkin
bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1985). Cairan penyari yang baik harus
memenuhi kriteria berikut ini:
a. murah dan mudah diperoleh,
b. stabil secara fisika dan kimia,
c. bereaksi netral,
d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,
e. selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki,
f. tidak mudah mempengaruhi zat berkhasiat,
g. diperbolehkan oleh peraturan dengan pertimbangan keamanan/toksisitas
(Anonim, 1986).
Salah satu contoh metode ekstraksi adalah sokhletasi. Ekstraksi
menggunakan sokhlet merupakan suatu metode ekstraksi yang telah banyak
digunakan untuk senyawa yang berbentuk padatan. Pada prosedur ini, sampel
yang berbentuk padat ditempatkan pada kantong (terbuat dari kertas saring) lalu
dimasukkan ke dalam alat sokhlet. Pelarut yang teruapkan akan mengalami
kondensasi dan menetes menuju kantong sokhlet dan mengekstraksi analit yang
menguap dan analit harus stabil pada suhu pemanasan yang digunakan selama
ekstraksi (Snyderet al.,1997).
Gambar 3. Alat sokhletasi (Mitra, 2003)
Metode sokhletasi lebih praktis dan hanya kemungkinan kecil zat yang
diekstraksi hilang selama proses ekstraksi berlangsung. (Khopkar, 1990). Metode
ekstraksi menggunakan sokhlet memiliki beberapa kelebihan antara lain:
a. Uap panas tidak melalui serbuk simplisia tetapi melalui pipa samping.
b. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan metode ekstraksi
lainnya dan menghasilkan ekstrak yang lebih pekat.
c. Serbuk simplisia disari dengan cairan penyari yang murni sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak.
d. Penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume cairan
penyari (Mitra, 2003).
Selain kelebihan-kelebihan di atas, metode sokhletasi juga memiliki
a. Larutan dipanaskan terus-menerus sehingga kurang cocok untuk zat aktif yang
tidak tahan pemanasan. Hal ini dapat diperbaiki dengan menambah peralatan
yang dapat mengurangi tekanan udara.
b. Cairan penyari dididihkan terus-menerus sehingga penyari yang baik harus
murni (Anonim, 1986).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan menjadi ekstrak kental atau ekstrak
kering (Anonim, 1986).
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion (Anonim, 1995).
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan
berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas atau zat
cair, dan fase diam, dapat berupa cair atau padat (Johnson dan Stevenson, 1991).
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik, serta obat dalam cairan biologis (Rohman, 2009).
Selama prosesnya, KCKT menggunakan tekanan tinggi untuk mendorong eluen
melewati kolom dengan ukuran partikel mikron, dan memberikan pemisahan yang
baik pada analit dengan jumlah pikogram sampai mikrogram (Christian, 2004).
1. Manfaat, Keuntungan, dan Keterbatasan KCKT
Secara umum, kegunaan KCKT adalah untuk: pemisahan sejumlah
senyawa organik, anorganik, dan senyawa biologis; analisis ketidakmurnian
(impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, dan zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan
senyawa-senyawa dalam jumlah sedikit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan
dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Sistem KCKT memiliki beberapa keuntungan antara lain: waktu analisis
yang singkat, penentuan analit dapat dilakukan pada jumlah mikro, hasil
pemisahan tinggi dan kondisi yang cukup (Roth dan Blaschke, 1985). Selain
kelebihan tersebut, KCKT juga memiliki keterbatasan yaitu jika analit yang akan
dianalisis sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Gandjar dan
2. Instrumentasi KCKT
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas beberapa komponen
yaitu: wadah fase gerak; sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan
sampel; kolom; detektor; wadah penampung buangan fase gerak; tabung
penghubung; dan suatu komputer, integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman,
2007). Secara umum, instrumentasi KCKT dapat dilihat pada gambar 4 berikut.
Gambar 4. Instrumentasi KCKT (Kazakevich and Nair, 1996) 3. Kromatografi Partisi Fase Terbalik
Konsep pada kromatografi partisi yaitu perlakuan sampel dalam kondisi
cair-cair tergantung pada kelarutannya di dalam kedua cairan yang terlibat. Jika
solut ditambahkan ke dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut yang tidak saling
bercampur dan keseluruhan kondisi dibiarkan seimbang, solut akan tersebar
diantara kedua fase menurut persamaan berikut:
K =
K adalah koefisien distribusi, Cs adalah konsentrasi solut dalam fase
diam dan Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Skooget al.,1998). Kromatografi partisi dapat dibagi menjadi 2 yaitu kromatografi cair-cair
diamnya berikatan secara kimia pada suatu permukaan penyangga misalnya saja
pada silika (Skooget al.,1998).
Sistem kromatografi dapat dibagi menjadi 2 yaitu fase normal dan fase
terbalik. Pada kromatografi fase normal digunakan fase diam polar dan pelarut
yang kurang polar. Kekuatan eluen ditingkatkan dengan menambahkan pelarut
yang lebih polar. Sementara pada kromatografi fase terbalik digunakan fase diam
bersifat nonpolar atau kurang polar dan pelarutnya lebih polar. Kekuatan eluen
ditingkatkan dengan menambahkan pelarut yang kurang polar (Harris, 1995).
Pada kromatografi fase terbalik biasanya digunakan fase diam C8 atau
C18. Adanya gugus SiOH bebas pada kolom C18 dapat menyebabkan peak mengalami tailing, terutama untuk senyawa yang bersifat basa. Hal ini dapat diatasi dengancappedmenggunakan klorotrimetilsilan yang ukurannya yang kecil dapat berikatan dengan gugus silanol (Skoog et al., 1998). Selain itu, dapat pula digunakan trietilamin (TEA) atau dimetiloktilamin (Snyderet al.,1997).
Pada analisis sampel, metode KCKT yang sering digunakan adalah
kromatografi fase terbalik. Pada kromatografi ini biasanya digunakan kolom
dengan kemasan fase terikat yang bersifat stabil karena fase diam terikat secara
kimia pada penyangga sehingga tidak mudah terbawa oleh fase gerak (Skoog et al., 1998). Pelarut yang biasa digunakan adalah air dan dapat ditambahkan pula metanol, etanol, asetontril dan tetrahidrofuran untuk mengatur kepolaran fase
4. Fase gerak
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur dan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Elusi dapat dilakukan
dengan isokratik (komposisi fase gerak tetap sama selama elusi) atau dengan cara
bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi bergradien
digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika
sampel mempunyai kisaran polaritas yang sama (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pelarut yang digunakan dalam KCKT harus standar KCKT dan disaring
dengan penyaring dengan ukuran pori 0,2 m. Pelarut yang digunakan harus
murni dan tidak mengandung gas untuk menghindari pembentukan gelembung
gas ketika melewati katup atau memasuki bejana piston. Suatu sistem degassing dibutuhkan untuk menghilangkan udara dalam larutan (Christian, 2004). Adanya
gas dalam fase gerak akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa
dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman, 2009).
Syarat-syarat fase gerak untuk KCKT adalah: murni, tanpa cemaran;
tidak bereaksi dengan kemasan; sesuai dengan detektor; dapat melarutkan
cuplikan; mempunyai viskositas rendah; memungkinkan memperoleh kembali
cuplikan dengan mudah (jika diperlukan); dan harganya wajar (Johnson dan
Stevenson, 1991).
Pemilihan fase gerak yang digunakan terutama berdasarkan kepolaran
campuran pelarut yang semakin linier dengan pelarut murni. Tingkat kepolaran
pelarut menggambarkan kekuatan pelarut dalam mengelusi suatu senyawa.
Keterangan: P’= indeks polaritas
= fraksi volume pelarut (Gritteret al.,1991).
Untuk mengetahui nilai indeks polaritas dari fase gerak yang digunakan
maka dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel I. Nilai indeks polaritas pelarut (Snyderet al.,1997) Pelarut Indeks
Sikloheksan 0,2 0,04 - - 200
Toluen 2,4 0,29 - 0,22 284
Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212
Etil asetat 4,4 0,58 - 0,48 256
Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330
Metanol 5,1 0,95 1,0 0,70 205
Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190
Air 10,2 - - - 190
Bila kita mempunyai campuran yang mengandung 80% metanol (P’ = 5,1) dan 20% air (P’= 10,2), maka kepolaran pelarut tersebut adalah:
P’=1P1’+2P2’
P’= (0,8 x 5,1) + (0,2 x 10,2) = 6,12
Tabel I menunjukkan bahwa semakin besareluotropic valuesdari pelarut maka semakin mudah pula dalam mengelusi sampel. Semakin besar indeks
polaritas yang dimiliki oleh pelarut maka semakin bersifat polar pelarut yang
5. Fase Diam
Kebanyakan fase diam yang digunakan pada KCKT berupa silika yang
dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi atau polimer-polimer
stiren dan divinil benzen. Permukaan silika bersifat polar dan sedikit asam karena
adanya residu silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan
menggunakan pereaksi seperti klorosilan. Hasil reaksi yang diperoleh disebut
dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk
ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik
kromatografik dan selektivitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang
tidak dimodifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
6. Waktu retensi (tR) dan resolusi
Waktu tambat atau waktu retensi (tR) merupakan selang waktu yang
diperlukan oleh analit mulai saat injeksi hingga keluar dari kolom dan sinyalnya
ditangkap oleh detektor (Mulja dan Suharman, 1995). Faktor resolusi adalah
ukuran pemisahan dari 2 puncak. Daya pisah (R) diukur dengan persamaan
berikut:
Rs = t − t (W + W )/2=
2∆t W + W
Nilai tR1 dan tR2 adalah waktu retensi senyawa, diukur pada titik
maksimum puncak dan t adalah selisih antara tR1 dan tR2. Nilai W2 dan W1
adalah lebar alas puncak. Pemisahan dua senyawa dapat dilihat pada gambar 5
Gambar 5. Pemisahan dua senyawa (Johnson dan Stevenson, 1991)
7. Kolom dan kinerjanya
Kolom biasanya dibuat dari stainless steel berbentuk pipa yang mempunyai lapisan dalam. Kolom yang biasa digunakan memiliki panjang 10-30
cm dengan diameter dalam 4,5-5 mm dan diameter luar ¼ inci (6,3 mm) (Moffat
and Moss, 1986).
Kolom KCKT harganya mahal dan mudah terdegradasi oleh adsorpsi
sampel dan pelarut yang tak murni yang bersifat ireversibel. Oleh karena itu, pada
bagian awal kolom dilindungi oleh guard column dengan panjang 1 cm dan mengandung fase diam yang sama dengan kolom utama. Kolom kromatografi
juga dapat dipanaskan untuk menurunkan viskositas pelarut. Hal ini akan
mengurangi tekanan yang dibutuhkan dan dapat meningkatkan kecepatan aliran.
Dengan menaikkan suhu dapat mengurangi volume retensi dan meningkatkan
resolusi dengan mempercepat difusi solutnya. Namun hal ini dapat mendegradasi
fase diam dan mengurangi umur kolom (Harris, 1995).
Keberhasilan atau kegagalan analisis tergantung pada pemilihan kolom
dan kondisi kerja yang tepat. Ukuran kinerja kolom dapat dilihat dari kemampuan
kolom dalam memisahkan senyawa. Batasan yang paling sering digunakan yaitu
mencegah pelebaran pita atau dapat menghasilkan puncak sangat sempit (Johnson
dan Stevenson, 1991).
a. Teori Lempeng (Plate Theory)
Salah satu ukuran kinerja kolom adalah jumlah lempeng teoritik yang
dihitung dengan persamaan:
N = 5,54 (
/) atau N = 16 ( )
Dimana t adalah waktu retensi dari analit dan Wh/2adalah lebarpeakpada setengah dari tinggipeakdiukur daribaseline(Adamovics, 1997).
Gambar 6. Cara mengukur tR, Wh/2dan W suatu kromatogram (Rohman, 2009)
Jumlah pelat teori berbanding lurus dengan panjang kolom. Tinggi atau
jarak yang setara dengan pelat, H atau Height Equivalent to a Theoritical Plate (HETP), merupakan ukuran efisiensi kolom yang lebih disukai karena
memungkinkan perbandingan antara kolom yang panjangnya berlainan. Nilai H
berkaitan dengan jumlah pelat teori menurut persamaan berikut:
H = HETP =
Berdasarkan persamaan di atas, L menunjukkan panjang kolom (biasanya dalam
b. Teori Laju (Rate Theory)
Pada waktu migrasi, analit mengalami transfer antara fase diam dan fase
gerak berkali-kali. Waktu tinggal pada fase diam ataupun fase gerak tidak teratur
dan tergantung pada tersedianya energi termal dari lingkungannya yang
memungkinkan transfer tersebut. Analit hanya dapat bergerak bila berada dalam
fase gerak sehingga migrasi di dalam kolom tidak teratur. Hal ini mengakibatkan
laju rata-rata analit relatif terhadap fase gerak bervariasi sehingga terjadi
pelebaran puncak analit (Johnson dan Stevenson, 1991).
Menurut teori laju ini, efisiensi kolom dinyatakan dengan persamaan Van
Deemter yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Rohman, 2009) :
H = A
1 + C /μ/ + B
μ+ C μ + C μ /
Dimana : H = ukuran efisiensi kolom (makin kecil nilai H maka kolom makin efisien)
µ = kecepatan alir fase gerak
A = difusi Eddy
B = difusi longitudinal
Cs= transfer massa pada fase diam
Cm= transfer massa pada fase gerak
8. Profil puncak dan pelebaran puncak
Selama pemisahan pada kromatografi, solut secara individual akan
Gaussian. Profil atau pita secara perlahan-lahan akan melebar dan sering
membentuk profil yang asimetri karena solut mengalami migrasi ke fase diam.
a. Difusi Eddy. Kolom biasanya dikemas dengan partikel fase diam yang
berukuran kecil. Fase gerak melewati kolom dan membawa molekul sampel yang
ada di dalamnya. Namun beberapa molekul sampel melewati kolom lebih cepat
dibandingkan molekul lain. Adanya difusi Eddy (pengalihan/diversi)
menyebabkan molekul sampel semakin lama meninggalkan kolom (Rohman,
2009). Mekanisme difusi Eddy dapat dilihat pada gambar 7 berikut.
Gambar 7. Difusi Eddy dalam kromatografi kolom (Rohman, 2009)
b. Difusi longitudinal. Adanya difusi longitudinal molekul analit dalam
kolom dapat menyebabkan kromatogram menjadi lebar seiring berjalannya waktu.
Pelebaran kromatogram ini juga dipengaruhi oleh kecepatan alir dimana
kontribusi pelebaran kromatogram oleh difusi longitudinal akan semakin menurun
bila kecepatan alir semakin meningkat (Snyderet al., 2010).
c. Transfer massa. Transfer massa dinyatakan dengan nilai Cstationarydan Cmobile. Nilai Cstationary merupakan solut yang tertahan karena adanya fase diam. Suatu molekul bergerak lambat dalam fase diam, sementara molekul lainnya
lebih encer (tidak terlalu kental) sehingga koefisien difusi semakin kecil.
Mekanisme transfer massa pada fase diam dapat dilihat pada gambar 8 berikut.
Gambar 8. Transfer massa pada fase diam (Willardet al.,1988)
Cmobile menggambarkan adanya peristiwa dimana solut dalam fase diam bertemu dengan fase gerak yang masih baru. Mekanisme transfer massa pada fase
gerak dapat dilihat pada gambar 9 berikut ini.
Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak (Willardet al.,1988)
9. Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor
universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri
massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit
secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
Syarat detektor yang digunakan dalam KCKT yaitu stabil, reprodusibel,
tidak mendestruksi sampel (Skoog et al.,1998), sensitif pada konsentrasi rendah pada tiap analit, memberikan respon yang linear (sinyal proporsional dengan
konsentrasi analit), dan tidak melebarkan peak. Detektor juga harus tidak sensitif pada perubahan suhu dan komposisi pelarut (Harris, 1995).
Banyak senyawa organik mengabsorpsi sinar pada 254 nm dan oleh
karena itu banyak digunakan detektor dengan panjang gelombang tertentu. Akan
tetapi, detektor dengan variasi panjang gelombang dapat membantu untuk
menaikkan sensitivitas deteksi dengan menggunakan panjang gelombang
maksimum (Moffat and Moss, 1986).
Pemilihan detektor yang tepat dapat meningkatkan selektivitas dan
sensitivitas serta mengurangibaseline noise(Snyderet al.,1997). Sebagian besar analisis obat menggunakan detektor yang memberikan respon absorpsi pada sinar
UV atau sinar tampak pada solut ketika melewati flow-cell. Detektor ini memberikan sensitivitas yang bagus pada banyak senyawa, tidak terpengaruhi
oleh fluktuasi kecil pada kecepatan aliran dan suhu, dan bersifat non-destruktif
(Moffat and Moss, 1986).
10. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Suatu kromatogram hanya memberikan sepasang informasi kualitatif
tentang suatu analit yaitu waktu retensi dan letak senyawa tersebut pada fase diam
senyawa mulai pada saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya
ditangkap oleh detektor. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara
membandingkan waktu retensi senyawa murni dengan waktu retensi senyawa
yang dimaksud dalam sampel (Gritteret al.,1991).
Analisis kromatografi secara kuantitatif berdasarkan atas perbandingan
antarapeak heightataupeak areadengan satu atau lebih standar yang digunakan. Pengukuran berdasarkanpeak heightdapat dilakukan dengan ketelitian tinggi bila tidak terjadi pelebaran peak. Pengukuran berdasarkan peak area lebih banyak digunakan dibanding pengukuran berdasarkan peak height karena tidak terpengaruh oleh pelebaranpeak(Skooget al.,1998).
E. Validasi Metode Analisis
Suatu metode perlu divalidasi atau direvalidasi apabila: sebelum metode
tersebut digunakan secara rutin; suatu metode yang telah divalidasi dilakukan
pada kondisi yang berbeda (misalnya pada alat yang karakteristiknya berbeda);
metodenya berubah dan perubahan itu di luar jangkauan metode semula; kontrol
kualitas menunjukkan metode tersebut berubah seiring berjalannya waktu; dan
untuk menunjukkan ekuivalensi antara dua metode (misalnya metode baru dengan
metode standar/baku) (Nash and Wachter, 2003). Validasi metode analisis dapat
digunakan pada analisis senyawa obat dan produk obat (Ahuja and Rasmussen,
2007).
1. Kategori 1, merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengukur
komponen utama/jumlah besar (termasuk bahan pengawet) atau bahan aktif
obat dari suatu sediaan.
2. Kategori 2, merupakan metode analisis untuk penentuanimpurities bahan obat dan degradasi produk obat, termasuk penentuan kuantitatif dan uji batas.
3. Kategori 3, merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan
karakteristik sediaan farmasi (misalnya disolusi).
4. Kategori 4, merupakan metode analisis untuk identifikasi secara kualitatif.
Setiap kategori metode analisis memiliki persyaratan validasi yang
berbeda-beda seperti tercantum pada tabel II berikut.
Tabel II. Parameter validasi untuk tiap kategori analisis (Snyderet al.,2010) Parameter
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak
LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya Tidak * Tidak
* Mungkin dibutuhkan, tergantung dari tipe uji.
Berdasarkan tabel II tersebut, maka penelitian ini merupakan penelitian
kategori 1 karena teobromin dan kafein terdapat dalam jumlah yang besar dalam
cokelat bubuk. Oleh karena itu, parameter validasi yang harus dianalisis yaitu
akurasi, presisi, linearitas, rentang dan spesifisitas.
1. Akurasi
Akurasi prosedur analitik menggambarkan tentang kedekatan/kesesuaian
antara nilai sebenarnya secara konvensional atau nilai berdasarkan referensi
banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan
melakukan spiking pada suatu sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi dinyatakan dengan % recovery. Akurasi dapat ditentukan dengan minimal 9 kali penetapan dengan minimal 3 level konsentrasi pada rentang tertentu, misalnya 3
konsentrasi dengan masing-masing 3 kali replikasi (Chanet al.,2004).
Acceptance criteria untuk nilai recovery diharapkan sesuai dengan matriks sampel, prosedur pembuatan sampel dan konsentrasi analit. Rentang %
recoveryyang diperbolehkan dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Kriteria rentangrecovery(Gonzales and Herrador, 2007) Analyte(%) Analyte
0,00001 10-7 100 ppb 80-110
0,000001 10-8 10 ppb 60-115
0,0000001 10-9 1 ppb 40-120
2. Presisi
Presisi prosedur analitik menunjukkan kedekatan (derajat persebaran)
antara serangkaian pengukuran yang diperoleh dari multiple sampling sampel homogen pada kondisi yang telah ditentukan. Presisi prosedur analitik biasanya
ditunjukkan sebagai standar deviasi atau koefisien variasi pada serangkaian
Presisi suatu metode analisis dapat ditetapkan dengan minimal 9 kali
penetapan pada 3 level konsentrasi dengan masing-masing 3 kali replikasi pada
rentang tertentu (seperti pada akurasi) atau minimal 6 kali penetapan pada 100%
konsentrasi yang ditetapkan (Chan et al., 2004). Besarnya % RSD yang dapat diterima dapat dilihat pada tabel IV berikut.
Tabel IV. Kriteria presisi yang dapat diterima (Gonzales and Herrador, 2007) Analyte(%) Analyte
Linearitas suatu prosedur analitik merupakan kemampuan suatu prosedur
analitik (dengan rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil yang secara langsung
proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit dalam sampel (Anonim, 2005a).
Linearitas dapat dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) dimana untuk analisis komponen utama, nilai r harus > 0,999 (Snyderet al.,1997).
4. Rentang
Rentang suatu metode dapat didefinisikan sebagai konsentrasi terendah
linearitas yang baik (Snyder et al., 1997). Rentang untuk penetapan kadar obat biasanya berada pada kadar 80 sampai 120 % dari analit (Anonim, 2005a).
5. Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur analit
yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain
dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen
matriks (Gandjar dan Rohman, 2007). Spesifisitas merupakan kemampuan suatu
metode untuk mengukur secara akurat dan spesifik suatu analit dalam sampel. Jika
spesifisitas tidak diukur maka akurasi, presisi dan linearitas metode menjadi
diragukan (Snyderet al.,1997).
Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan dua cara. Pertama
adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju
terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (nilai resolusi senyawa yang
dituju 2). Cara kedua adalah dengan menggunakan detektor yang selektif,
terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi bersama-sama (Rohman, 2009).
F. Uji Kesesuaian Sistem
Sebelum dilakukan analisis sampel secara rutin, perlu adanya jaminan
bahwa sistem dan prosedur KCKT yang digunakan dapat memberikan data yang
kualitasnya baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kesesuaian sistem untuk
memastikan bahwa hasil yang diberikan masih memiliki akurasi dan presisi yang
adalah plate number (N), tailing factor (Tf), resolusi (Rs) dan relative standard deviation (RSD) untuk peak height dan peak area pada beberapa kali penginjeksian (ripitasi) (Snyder et al., 1997). RSD yang diperbolehkan untuk 5
kali atau lebih ripitasi haruslah 2% (Anonim, 2005b). Parameter uji kesesuaian
sistem dapat dilihat pada tabel V berikut.
Tabel V. Parameter uji kesesuaian sistem (Snyderet al.,2010)
Parameter Rekomendasi FDA
Resolusi Rs2
Tailing factor TF< 2
Column plate number N2000 Keterulangan injeksi RSD2%, n5
G. Landasan Teori
Teobromin dan kafein merupakan senyawa alkaloid golongan ksantin
yang terkandung dalam cokelat. Berdasarkan strukturnya, kedua senyawa tersebut
memiliki kemiripan struktur sehingga perlu dilakukan pemisahan untuk
mempermudah analisis. Beberapa metode instrumental telah banyak digunakan
untuk penetapan kadar teobromin dan kafein, salah satunya adalah KCKT fase
terbalik. Baik teobromin maupun kafein memiliki bagian polar dan non polar
sehingga dapat dianalisis menggunakan KCKT berdasarkan perbedaan interaksi
antara kedua senyawa tersebut dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan.
Metode KCKT fase terbalik ini telah digunakan secara luas dimana
digunakan fase diam C18dengan fase gerak senyawa organik. Fase gerak dialirkan
dengan kecepatan tertentu dengan bantuan pompa bertekanan dan hasilnya
dideteksi menggunakan detektor. Pada analisis teobromin dan kafein ini akan
sehingga memungkinkan untuk dideteksi secara UV. Selain itu, teobromin
memiliki nilai = 10.144,14 M-1cm-1 dan kafein memiliki = 9.786,41 M-1cm-1
sehingga memungkinkan untuk dideteksi secara UV.
Metode KCKT yang akan digunakan pada penetapan kadar teobromin
dan kafein merupakan metode KCKT fase terbalik dengan fase diam kolom C18
merek KNAUER (250 x 4,6 mm, 5 m), fase gerak campuran metanol :
akuabides/TEA 3% (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit. Metode
tersebut telah dioptimasi oleh Wati (2012) dan memberikan hasil yang baik dilihat
dari bentukpeak,resolusi, nilai HETP dan nilaitailing factor(Tf).
Baik teobromin maupun kafein terdapat dalam jumlah yang cukup besar
dalam cokelat bubuk sehingga penelitian ini termasuk kategori 1 yaitu analisis
suatu senyawa dengan kadar yang besar. Pada kategori ini, parameter validasi
yang harus dipenuhi adalah akurasi, presisi, linearitas, rentang dan spesifisitas.
Oleh karena itu, sebelum dilakukan penetapan kadar teobromin dan kafein dalam
cokelat bubuk, metode KCKT yang telah dioptimasi perlu divalidasi terlebih
dahulu untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan memberikan hasil
yang valid berdasarkan pada paramater – parameter validasi tersebut.
H. Hipotesis
Metode KCKT fase terbalik yang digunakan dalam penetapan kadar
teobromin dan kafein dalam cokelat bubuk memiliki validitas yang baik
didasarkan pada parameter validasi yaitu akurasi, presisi, linearitas, rentang dan
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif karena tidak dilakukan manipulasi terhadap subjek uji.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel Bebas
Konsentrasi larutan baku teobromin dan kafein yang digunakan.
b. Variabel Tergantung
Parameter validasi yaitu akurasi, presisi, linearitas, rentang, dan
spesifisitas.
c. Variabel Pengacau Terkendali
Kualitas bahan baku, pelarut dan sampel cokelat bubuk yang digunakan.
2. Definisi Operasional
a. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan dalam penelitian adalah fase
gerak berupa campuran metanol dan akuabides/TEA 3% (40 : 60) dan fase
diam berupa kolom oktadesilsilan (C18).
b. Kadar teobromin dan kafein dinyatakan dengan satuan part per million
c. Parameter validasi metode yang digunakan adalah akurasi, presisi,
linearitas, rentang, dan spesifisitas.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baku
teobromin denganCertificate of Analysis dari Sigma Aldrich, baku kafein dengan
Certificate of Analysis dari Brataco, Metanol (p.a., E. Merck), Petroleum eter
(titik didih 40-60oC) (p.a., E. Merck), Trietilamin (p.a., E. Merck), Kloroform
teknis, Natrium hidroksida 0,1 M, Akuabides (Laboratorium Kimia Analisis
Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma) dan sampel cokelat
bubuk merk “x”.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: Spektrofotometer
UV/Vis SP-3000plus merk OPTIMA, kuvet, seperangkat alat KCKT dengan
detektor UV, Shimadzu LC-2010C, kolom C18 merek KNAUER C18 (No.
25EE181KSJ (B115Y620), Dimensi 250 x 4,6 mm, 5m), seperangkat komputer
(merek Dell B6RDZ1S Connexant System RD01-D850 A03-0382 JP France
S.A.S, printerHP DeskjetD2566 HP-024-000 625 730), degassingultrasonikator
(Retsch tipe T460 no V935922013 EY), organic solvent membrane filter
Whatman (0,45m), neraca analitik dengan kepekaan 0,001 (Ohaus Carat Series
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan Larutan Stok Teobromin dan Kafein
a. Larutan stok teobromin. Ditimbang seksama kurang lebih 25 mg baku
teobromin dan dilarutkan dalam akuabides panas hingga larut. Kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan ditambahkan akuabides
hingga tanda.
b. Larutan stok kafein. Ditimbang seksama kurang lebih 25 mg baku kafein
dan dilarutkan dalam akuabides panas hingga larut. Kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan ditambahkan akuabides
hingga tanda.
2. Pembuatan Larutan Intermediet Teobromin dan Kafein
a. Larutan intermediet teobromin. Dipipet 12,5 mL larutan stok teobromin
(dengan pipet ukur) dan diencerkan dengan akuabides dalam labu takar
25 mL hingga tanda.
b. Larutan intermediet kafein. Dipipet 12,5 mL larutan stok kafein (dengan
pipet ukur) dan diencerkan dengan akuabides dalam labu takar 25 mL
hingga tanda.
3. Pembuatan Seri Larutan Baku Campuran dan Penetapan Kurva Baku
Dipipet sejumlah 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; 2,0; dan 2,4 mL larutan
intermediet teobromin kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu
intermediet kafein kemudian ditambahkan ke dalam labu takar yang telah
berisi larutan baku antara teobromin (yang telah diambil sebelumnya).
Masing-masing labu takar diencerkan dengan akuabides sampai tanda batas.
Masing-masing larutan seri baku campuran teobromin dan kafein
disaring menggunakan millipore kemudian didegassing menggunakan
ultrasonikator selama 15 menit. Sejumlah 10 L masing-masing seri larutan
baku tersebut disuntikkan ke sistem KCKT dengan kolom C18(Dimensi 250 x
4,6 mm, 5 m) menggunakan fase gerak metanol : akuabides/TEA 3% (40 :
60) dengan kecepatan alir fase gerak 0,8 mL/menit. Replikasi dilakukan 3 kali
dan dipilih persamaan kurva baku teobromin dan kafein yang paling baik
dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r0,999) dan nilai intersepnya paling
kecil.
4. Penetapan Panjang Gelombang Pengukuran
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara
merekam spektra larutan baku teobromin dan kafein, masing-masing
digunakan konsentrasi 5, 10 dan 15 ppm. Pengukuran dilakukan pada
rentang panjang gelombang 200-300 nm terhadap blanko akuabides.
Berdasarkan spektra yang diperoleh kemudian ditentukan panjang gelombang
maksimum tiap senyawa dan juga dicari panjang gelombang tumpang tindih.