• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-Densitometri - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-Densitometri - USD Repository"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU VORSTENLANDEN BAWAH NAUNGAN (VBN) DAN NA

OOGST (NO) DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)-DENSITOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Helena Angelina Kurniawan

NIM : 088114010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU VORSTENLANDEN BAWAH NAUNGAN (VBN) DAN NA

OOGST (NO) DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)-DENSITOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Helena Angelina Kurniawan

NIM : 088114010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2012

(3)
(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jika kamu melakukan kesalahan, selalu ada jalan lain untukmu. Kamu

dapat memulai lagi kapanpun kamu mau, kita tidak menyebut hal ini

kegagalan yang menjatuhkan kita, tetapi berhenti di tempat

If you have made mistakes, there is always another chance for you. You

may have a fresh start any moment you choose, for this thing we call

“failure” is not falling down, but the staying down

(Mary Pickford)

Maafkan kesalahan masa lalu, jangan sesali.

Kemudian...

Tegaslah membebaskan diri untuk hidup seutuhnya

Sekarang, dan di masa depan....

Karya ini kupersembahkan untuk:

Papaku Antonius Kurniawan

(6)

v

(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat,

rahmat, bimbingan, serta perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanolik Daun

Tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO) dengan

Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-Densitometri” sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

Selama menjalani masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini

penulis telah banyak mendapat pengetahuan, bimbingan, motivasi, dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko M.Sc, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing dan memberikan masukan maupun dorongan kepada penulis

selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah

membimbing dan memberikan masukan maupun dorongan kepada penulis

selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang bersedia

memberikan masukan dan diskusi kepada penulis selama penyusunan skripsi

ini.

(9)

viii

5. Ibu dr. Fenty, M. Kes. Sp. PK, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis

selama studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

6. Ibu Rini Dwi Astuti, M.Sc, Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan selama studi di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto, dan Mas Wagiran, selaku staff

laboratorium, beserta staff keamanan dan kebersihan di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

9. Novi, Citra, Dina, Ayessa, dan Amel sebagai rekan kerja satu tim nikotin atas

kerjasama, dukungan, dan bantuannya selama proses penelitian hingga

penyusunan skripsi.

10. Susi, Susan, Nona, Felicia, Sasa, Lele, Tere, Sari, dan Wiwi sebagai tim

analisis yang telah berjuang dan berbagi ilmu, serta canda dan tawanya dalam

menjalani penelitian di laboratorium Kimia Analisis Instrumental dan

memberi dukungan kepada penulis.

11. Rika, Elya, dan Lala sebagai sahabat penulis yang selalu mendukung dan

memberi semangat kepada penulis selama menjalani perkuliahan hingga

penyusunan skripsi ini.

12. Danny Trias Prisnanda atas segala perhatian, dukungan, suka dan duka serta

kesediaannya memberi cerita dalam rangkuman waktu untuk penulis.

13. Demas Daniel dan Yoki Christian Andrianto atas segala bantuan, semangat

(10)

ix

14. Bravo, Widi, Adi, Hepi, dan teman-teman FST maupun FKK 2008 yang telah

memberi warna dalam kebersamaan selama menempuh perkuliahan di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

15. Teman-teman kelompok KKN Alternatif XXXIX-Tematik Pindul untuk

segala kebersamaannya.

16. Teman-teman penulis dari TK hingga sekarang yang berjuang bersama untuk

mencapai cita-cita.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun penulis dalam

perkembangan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini

berguna bagi semua pihak.

Penulis

(11)

x

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

(12)

xi

B. Nikotin ... 8

C. Simplisia dan Penanganan Daun Tembakau ...

1. Simplisia ...

2. Penanganan Daun Tembakau ...

3. Curing ...

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...

1. Kromatografi ...

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...

3. Adsorben ...

BAB III. METODE PENELITIAN...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...

(13)

xii

1. Variabel bebas ...

2. Variabel tergantung ...

3. Variabel pengacau terkendali ...

C. Definisi Operasional ...

D. Bahan Penelitian ...

E. Alat Penelitian ...

F. Tata Cara Penelitian ...

1. Pemilihan dan pengambilan sampel ...

2. Pembuatan serbuk daun tembakau ...

3. Pembuatan ekstrak etanolik daun tembakau ...

a. Optimasi lama waktu ekstraksi ...

b. Ekstraksi daun tembakau hasil optimasi ...

4. Pembuatan fase gerak ...

5. Pembuatan seri baku nikotin ...

a. Pembuatan larutan stok nikotin 50 ppm ...

b. Pembuatan seri larutan baku nikotin ...

6. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum kurkumin ...

7. Pembuatan HCl encer ...

8. Pembuatan NaOH 4N ...

9. Preparasi sampel ...

10. Elusi baku dan ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan NO

pada KLT ...

(14)

xiii

12. Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau VBN dan NO ...

G. Analisis hasil ...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Pemilihan Sampel …...

B. Pembuatan Serbuk Daun Tembakau ...

C. Ekstraksi secara Soxhletasi ...

D. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Nikotin ...

E. Pembuatan Kurva Baku Nikotin ...

F. Preparasi Sampel ...

G. Optimasi Lama Waktu Ekstraksi Nikotin ...

H. Analisis Kualitatif pada Ekstrak Etanolik Daun Tembakau VBN

dan NO ...

I. Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanolik Daun Tembakau

VBN dan NO ...

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tata nama lempeng KLT ...

Tabel II. Data kurva baku nikotin ...

Tabel III. Hasil optimasi lama waktu ekstraksi ...

Tabel IV. Hasil perhitungan kadar nikotin dalam ekstrk etanolik daun

tembakau VBN dan NO ...

Tabel V. Uji normalitas data dua sampel tidak berpasangan ...

Tabel VI. Tabel hasil uji t tidak berpasangan ...

18

41

45

51

53

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) ...

Gambar 2. Struktur nikotin ...

Gambar 3. Struktur kimia nornikotin, anabasin, anatabin ...

Gambar 4. Jalur modifikasi biosintesis nikotin ...

Gambar 5. Instrumentasi kromatografi lapis tipis ...

Gambar 6. Instrumentasi densitometer …...

Gambar 7. Refleksi sinar pengukuran intensitas sinar ...

Gambar 8. Diagram TLC Scanner ...

Gambar 9. Alat Soxhletasi ...

Gambar 10. Gugus kromofor pada nikotin ...

Gambar 11. Spektra baku nikotin ...

Gambar 12. Grafik hubungan antara konsentrasi baku dan AUC nikotin ..

Gambar 13. Reaksi penggaraman nikotin dengan HCl ...

Gambar 14. Reaksi mengubah nikotin hidroklorida menjadi bentuk basa

kembali ...

Gambar 15. Grafik hubungan lama waktu ekstraksi dan AUC nikotin ....

Gambar 16. Perbandingan profil kromatogram analisis kualitatif ...

Gambar 17. Gugus polar dan non polar nikotin ...

Gambar 18. Interaksi nikotin dengan fase diam silika gel 60 F254 ...

Gambar 19. Interaksi nikotin dengan fase gerak n-heksan:toluen:dietil-

(17)

xvi

Gambar 20. Hasil elusi sampel...

Gambar 21. Bagan jalur biosintesis metabolit sekunder ...

50

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan tembakau VBN dan NO ...

Lampiran 2. Surat keterangan keaslian baku nikotin ...

Lampiran 3. Sistem KLT-densitometri yang digunakan ...

Lampiran 4. Deskripsi tembakau yang digunakan ...

Lampiran 5. Perhitungan kepolaran fase gerak ...

Lampiran 6. Hasil penyerbukkan daun tembakau VBN dan NO ...

Lampiran 7. Pembuatan seri larutan baku nikotin ...

Lampiran 8. Spektra pengukuran panjang gelombang serapan maksimum

nikotin pada konsentrasi 1 ppm; 3 ppm; dan 5 ppm ...

Lampiran 9. Data kurva baku nikotin ...

Lampiran 10. Kromatogram kurva baku nikotin replikasi III ...

Lampiran 11. Penimbangan untuk optimasi ...

Lampiran 12. Kromatogram nikotin dalam VBN untuk optimasi ...

Lampiran 13. Penimbangan untuk penetapan kadar ...

Lampiran 14. Kromatogram penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

etanolik daun tembakau VBN ...

Lampiran 15. Kromatogram penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

etanolik daun tembakau NO ...

Lampiran 16. Data perhitungan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau VBN dan NO ...

Lampiran 17. Data uji statistik ...

(19)

xviii

INTISARI

Nikotin merupakan alkaloid utama dalam tanaman tembakau. Cara penanaman tembakau berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman sehingga dengan adanya perbedaan cara tanam tersebut berpengaruh terhadap kadar nikotin yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar nikotin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun tembakau yang berbeda cara tanamnya, yaitu tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan tembakau Na Oogst (NO), serta mengetahui perbedaan kadar nikotin antara ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO).

Metode penetapan kadar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT)–densitometri dengan fase diam silika gel 60 F254

dan fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 261nm.

Hasil penelitian yang didapat yaitu kadar rata-rata nikotin yang terdapat dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) adalah 0,00247 ± 2,38 x 10-5 %b/b dan Na Oogst (NO) adalah 0,00213 ± 1,90 x 10-5 %b/b. Hasil analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan menunjukkan bahwa kadar nikotin rata-rata antara kedua sampel berbeda bermakna. Dengan demikian kadar nikotin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) lebih tinggi daripada tembakau Na Oogst (NO).

(20)

xix

ABSTRACT

Nicotine is the primary alkaloid in tobacco plants. Way of planting tobacco affects the intensity of light available for plant growth so that the presence of differences in the way of planting affect on the levels of nicotine contained in it. This study aims to determine the levels of nicotine contained in ethanolic extracts of tobacco leaf in different ways of planting, namely tobacco Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) and tobacco Na Oogst (NO), as well as knowing the difference between the nicotine content in ethanolic extract of tobacco leaf Vorstenlanden awah Naungan (VBN ) and Na Oogst (NO).

Determination method used in this study is Thin Layer Chromatography (TLC)-densitometry with the stationary phase silica gel 60 F 254 and the mobile

phase n-hexane:toluene:diethylamine (15,25:5,75:4) measured on the maximum wavelength 261 nm.

The results obtained are the average levels of nicotine contained in ethanolic extract of tobacco leaf Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) is 0,00247 ± 2,38 x 10-5 % w/w and Na Oogst (NO) is 0,00213 ± 1,90 x 10-5 % w/w. The results of statistical analysis using unpaired t test showed that the average of nicotine levels between the two samples are significantly different. Thus the nicotine levels contained in ethanolic extract of tobacco leaf Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) is higher than Na Oogst (NO).

Key word: nicotine, tobacco Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) and Na Oogst (NO), TLC-densitometry, determination

(21)

1

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nikotin dikenal oleh masyarakat sebagai zat yang berbahaya dan zat

adiktif yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Di samping merugikan kesehatan

karena sifat ketoksikannya, nikotin juga mempunyai efek positif sebagai

stimulan, obat penenang, atau penghilang rasa sakit (Susilowati, 2006). Sebagai

senyawa yang berpotensi sebagai obat, nikotin yang merupakan senyawa alkaloid

pada tanaman tembakau perlu dibuat dalam bentuk ekstrak. Kadar nikotin yang

terkandung dalam tembakau mencapai 0,3 sampai 5% dari berat kering tembakau

yang berasal dari hasil biosintesis di akar dan terakumulasi di daun (Anonima,

2011), oleh karena itu bagian tanaman tembakau yang digunakan untuk penelitian

adalah pada bagian daun.

Varietas Vorstenlanden banyak digunakan sebagai tembakau cerutu yang

dibudidaya di daerah Jawa. Salah satu tempat budidaya tembakau Vorstenlanden

berada di PT. Perkebunan Nusantara X Klaten yang ditanam sebagai pertanaman

Na Oogst (NO) dan di bawah naungan (VBN) (PT Perkebunan XIX (Persero),

1998). Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) ditanam pada bulan Juni dan

dipanen pada bulan Juli dengan diberi naungan / waring untuk mengurangi

intensitas cahaya dan diperlukan adanya pengendalian air untuk penyiraman.

Sedangkan Na Oogst (NO) ditanam pada pertengahan bulan September dan

(22)

2

hujan alami. Perbedaan cara tanam ini berpengaruh pada intensitas cahaya yang

tersedia untuk tumbuh pada tanaman tembakau, sehingga berpengaruh terhadap

kadar nikotin yang terdapat di dalamnya.

Pada penelitian ini, sampel berupa ekstrak etanolik didapatkan dari

proses ekstraksi daun tembakau dengan metode soxhletasi menggunakan cairan

penyari etanol. Metode soxhletasi dipilih karena pengerjaannya mudah dan jumlah

cairan penyari yang digunakan lebih sedikit dibandingkan metode ekstraksi

lainnya (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986). Cairan

penyari pada soxhletasi selalu baru dengan adanya penguapan dan pendinginan

pelarut, sehingga penarikan kandungan nikotin dapat optimal.

Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dipilih untuk menetapkan kadar

nikotin karena metode KLT cocok untuk analisis bahan alam, selain itu juga

karena metodenya sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif, kecepatan

pemisahan tinggi, dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (Khopkar,

1990). Nikotin merupakan senyawa kimia yang memiliki gugus polar dan gugus

nonpolar yang dapat berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak pada sistem

KLT. Bercak nikotin dapat diukur di densitometer karena memiliki gugus

kromofor yang dapat dideteksi oleh detektor UV pada rentang panjang gelombang

UV. Metode densitometri digunakan untuk pengukuran kadar karena memiliki

sensitifitas dan selektifitas yang tinggi. Dengan demikian metode penetapan kadar

dengan KLT-densitometri ini memiliki keunggulan lebih efisien karena dapat

menganalisis dan mengkuantifikasi beberapa senyawa dalam matriks sampel

dalam sekali deteksi secara bersamaan.

(23)

Metode penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau

dengan KLT-densitometri ini menggunakan hasil optimasi dengan nilai As=1,

Rs=1,54, dan Rf =0,56 (Chairio, 2011) dan validasi metode dengan hasil

selektivitas menunjukkan Rs=1,54 dan linearitas r = 0,999 serta akurasi dan

presisi yang baik pada konsentrasi 3 ppm hingga 5 ppm (Ariani, 2012) yang telah

dilakukan sebelumnya pada serangkaian penelitian ini. Optimasi perlu dilakukan

untuk mendapatkan metode pemisahan yang optimal. Sedangkan validasi perlu

dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa metode analisis dengan sistem

KLT-densitometri ini memenuhi parameter-parameter validasi sehingga dapat

memberikan hasil analisis yang dapat dipercaya.

Pengujian secara statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar

nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan

(VBN) dan Na Oogst (NO). Uji statistik yang digunakan adalah uji t tidak

berpasangan karena merupakan uji komparatif untuk membandingkan 2 macam

sampel dan berupa variabel independent atau tidak berpasangan.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, timbul permasalahan

sebagai berikut:

a. berapakah kadar nikotin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun

tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO)?

b. apakah terdapat perbedaan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

(24)

4

2. Keaslian Penelitian

Penetapan kadar nikotin dalam daun tembakau Vorstenlanden Bawah

Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO) ini pernah dilakukan dengan metode

spektrofotometri UV-Vis oleh PT. Perkebunan Nusantara X Klaten. Penelitian

mengenai penetapan kadar nikotin lain yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu

penetapan kadar nikotin dalam sampel biologis menggunakan metode

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas, spektrofotometri

massa, dan kromatografi cair-MS (LC-MS) (Nakajima, Yamamoto, Kuroiwa,

Yokoi, 2000), penentuan kadar nikotin dalam asap rokok (Susanna, Hartono,

Fauzan, 2003), analisis nikotin dalam asap dan filter rokok dengan

spektrofotodensitometer (Fidrianny, Supradja, Soemardji, 2004), penentuan kadar

nikotin dalam mainstream smoke rokok putih dengan titrasi potensiometri

(Primasari, 2006), penetapan kadar nikotin dalam rokok putih dengan metode

KLT-densitometri (Widiretnani, 2009), dan penetapan kadar nikotin dalam rokok

kretek berfilter dan tidak berfilter dengan metode KLT-densitometri (Oktiva,

2009).

Penelitian tentang penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO) dengan

metode KLT-densitometri belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmiah dalam dunia kefarmasian mengenai metode ekstraksi daun

tembakau dan penetapan kadar nikotin yang terkandung dalam ekstrak etanolik

(25)

daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oogst (NO)

dengan metode KLT-densitometri.

b. Manfaat praktis. Hasil dari penelitian ini diharapkan menambah

informasi dalam dunia farmasi dan juga masyarakat mengenai penetapan kadar

nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan

(VBN) dan Na Oogst (NO) dengan metode KLT-densitometri dan perbandingan

kadar antara kedua tembakau tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. kadar nikotin yang terdapat dalam ekstrak etanolik daun tembakau

Vortenlanden Bawah Naungan (VBN) dan Na Oost (NO) dengan

menggunakan metode KLT-Densitometri.

b. perbedaan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden

(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tembakau

Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L) termasuk familia Solanaceae.

Spesies-spesies yang mempunyai nilai ekonomis adalah Nicotiana tabacum L dan

Nicotiana rustica dengan rincian sebagai berikut:

1. Nicotiana rustica L., mengandung kadar nikotin yang tinggi (max n =

16 %) biasanya digunakan untuk membuat abstrak alkaloid (sebagai bahan baku

obat dan insektisida), jenis ini banyak berkembang di Rusia dan India

2) Nicotiana tabacum L., mengandung kadar nikotin yang rendah (min n

= 0,6%) jenis ini umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok

(Anonim, 2000).

Gambar 1. Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) (Hanum, 2008)

Dalam spesies Nicotiana tabacum terdapat varietas yang banyak

jumlahnya, dan untuk tiap daerah terdapat perbedaan jumlah kadar nikotin, bentuk

daun, dan jumlah daun yang dihasilkan. Proporsi kadar nikotin banyak bergantung

(27)

kepada varietas, tanah tempat tumbuh tanaman, dan kultur teknis serta proses

pengolahan daunnya (Abdullah, 1982).

Varietas Vorstenlanden banyak digunakan sebagai tembakau cerutu yang

banyak dibudidaya di daerah Jawa. Salah satu tempat budidaya tembakau

Vorstenlanden berada di PT. Perkebunan Nusantara X Klaten yang ditanam

sebagai pertanaman Na Oogst (NO) dan di bawah naungan (VBN). Naungan yang

diberikan pada tanaman tembakau VBN bertujuan untuk mengurangi intensitas

cahaya sebesar 30% sehingga cahaya yang diperoleh tanaman tersebut sebesar

70% (PT. Perkebunan Nusantara XIX (Persero), 1998).

Kadar nikotin yang terdapat dalam daun tembakau VBN diketahui

sebesar 1,413% dan NO sebesar 0,867% (PT Perkebunan XIX (Persero), 1998).

Tembakau Vorstenlanden adalah produk dari daun tembakau (Nicotiana tabacum

L.) tipe Vorstenlanden yang ditanam di Surakarta dan Yogyakarta tepat waktu dan

dipanen saat musim penghujan, dikeringkan di los pengering serta difermentasi

dan disortasi (Standar Nasional Indonesia, 1995).

Nicotiana tabaccum L. tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2,5 m dan

batang sedikit bercabang. Daun tersebar, duduk, bertangkai pendek, memanjang

(lanset) pangkal menyempit atau sebagian memeluk batang, ujung runcing.

Batang maupun daunnya mempunyai rambut-rambut kelenjar. Daun tembakau

yang disebut folia nicotianae mengandung nikotin 1-3%, nornikotin, nikotimin,

nikotein, isonikotein, nikotoin, nikotelin (Tjitrosoepomo,1994).

Berdasarkan tipe fotosintesisnya, tanaman tembakau termasuk dalam

(28)

8

memiliki kebutuhan terhadap cahaya matahari rendah. Ketika tanaman C3

mendapatkan cahaya tinggi/berlebih pada siang hari, stomata akan menutup,

fotorespirasi meningkat sehingga C02 diikat oleh Ribulosa Bi Phospat (RUBP)

dan menghasilkan senyawa Phospho Gliseric Acid (PGA) yang memiliki 3 atom

C. Proses pengikatan oleh C02 terjadi secara spontan, sehingga energi yang

dihasilkan untuk proses fotosintesis rendah (Anonimb, 2011).

B. Nikotin

Nikotin larut dalam semua bagian air di bawah 60°C dan sangat

higroskopis. Sumber yang paling terkenal adalah tembakau N. tabacum L.

Sebagai alkaloid utama pada tembakau, nikotin memiliki dua nitrogen tersier yang

sangat berbeda: nitrogen pirolidin kuat (pKa 8,2) dan nitrogen piridin lemah (pKa

3,4). Nikotin menunjukkan λ maks pada 262 nm (log ε 3,46) dalam etanol dengan

sedikit perubahan pada penambahan asam (Cordell, 1981). Nilai pKa pada cincin

aromatik piridin lebih rendah dikarenakan efek hibridisasi sp2 yang menyebabkan

orbital s bertambah sehingga elektron-elektron dalam orbital lebih terikat kuat

pada nukleus (Crooks, 1999).

N

N CH3

1-metil-2-(2-piridil) pirolidin

Gambar 2. Struktur Nikotin (Pugh, 2002)

(29)

Nikotin merupakan senyawa tak berwarna hingga kuning pucat. Nikotin

dapat berubah warna (fotodegradasi) menjadi coklat apabila terkena paparan sinar

matahari dan udara. Berbau tajam serasa terbakar. Sangat larut dalam alkohol,

kloroform, eter, petroleum eter, kerosin, dan minyak (The Merck Index, 1989).

Titik didih nikotin berkisar antara 246-247°C. Rumus empiris nikotin yaitu

C10H14N2 dengan bobot molekul 162,23gram/mol; C 74,03%, H 8,70%, N

17,27%. Kerapatan jenis dari nikotin yaitu 1,0097kg/m3 (Domino, 1999).

Nikotin adalah senyawa kimia organik kelompok alkaloid yang

dihasilkan secara alami pada tanaman tembakau. Kadar nikotin dalam tembakau

mencapai 0,3 sampai 5,0% dari berat kering tembakau yang berasal dari

hasil biosintesis di akar dan terakumulasi di daun (Anonima, 2011). Kandungan

senyawa alkaloid yang terdapat dalam ekstrak daun tembakau adalah nornikotin,

nikotin, anabasin, anatabin. Senyawa alkaloid pada tembakau tergolong dalam

basa lemah. Kandungan senyawa alkaloid yang terbesar pada ekstrak daun

tembakau adalah nikotin (Crooks, 1999).

N

Gambar 3. Struktur kimia nornikotin (a), anabasin (b), anatabin (c) (Crooks, 1999)

Nikotin dapat berlaku sebagai sebuah stimulan dan obat penenang atau

penghilang rasa sakit (Susilowati, 2006). Kandungan nikotin dalam tembakau

(30)

10

Azheimer karena nikotin dapat meningkatkan reseptor nikotinat yang berpengaruh

pada peningkatan asetilkolin dalam otak. Asetilkolin berperan penting untuk

fungsi otak dan memori (Hamilton, 2011).

Gambar 4. Jalur modifikasi biosintesis nikotin (Anonim, 2010)

Pada jalur biosintesis nikotin, D-glukosa yang merupakan produk

fotosintesis dipecah dalam proses glikolisis menjadi asam piruvat. Asam piruvat

akan dirombak untuk masuk dalam siklus krebs menjadi asetil Co-A. Asetil Co-A

berikatan dengan oksaloasetat dan menghasilkan citrat sampai α-ketoglutarat. α

-ketoglutarat menghasilkan 2 asam amino yaitu L-glutamate dan L-arginin yang

menghantarkan ke prekusor biosintesis nikotin yaitu L-ornithine (Salisbury dan

Ross, 1995).

(31)

C. Simplisia dan Penanganan Daun Tembakau 1. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia

merupakan bahan yang dikeringkan (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan

Makanan, 1995). Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahap seperti

berikut pengumpulan bahan baku, sortasi, pencucian, perajangan, pengeringan,

sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemerikasaan mutu (Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1985).

2. Penanganan Daun Tembakau

Kegiatan yang perlu dilakukan pada penanganan daun tembakau setelah

dipanen adalah sortasi pendahuluan, penyejunan, dan pengolahan untuk

mendapatkan hasil akhir yang baik.

a. Sortasi pendahuluan, daun tembakau yang telah dipetik dan terkumpul

di tempat yang teduh disortasi terlebih dahulu sebelum tahap pengolahan daun.

Tujun dari sortasi pendahuluan yaitu : memudahkan proses pengolahan dan

memudahkan dalam pengelompokkan ke dalam kualitas menurut mutu

b. Penyejunan, kegiatan penataan daun tembakau dengan cara menusuk

bagian pangkal gagang daun/ibu tulang daun atau pada bagian ruas batang di

antara dua dua daun. Tujuan dari penyejunan yaitu : memudahkan dalam penataan

di ruang pengering/pengolahan dan mencegah daun tidak saling melekat ketika

(32)

12

c. Curing, proses curing bertujuan melepaskan air dari daun tembakau

dari kadar air 80-90% menjadi 10-15% dan perubahan warna dari zat hijau daun

menjadi warna orange (Cahyono, 1998).

3. Curing

Pengolahan pasca panen dari tembakau Vorstenlanden adalah dengan

cara curing. Curing merupakan proses pengeringan daun tembakau yang bertujuan

untuk melepaskan kadar air dari 80-90% menjadi 10-15%, dan untuk mengubah

warna dari zat hijau daun menjadi warna orange dengan aroma sesuai dengan

standar tembakau yang diproses (Hanum, 2008).

Tahapan curing ada 4, yaitu:

1. Penguningan, merupakan proses perubahan warna dari hijau ke warna

kuning karena hilangnya zat hijau daun/klorofil ke zat kuning daun dan terjadi

penguraian zat tepung menjadi gula dengan menggunakan suhu 32-42°C

2. Pengikatan warna, suhu dinaikkan secara perlahan setelah seluruh

daun berwarna kuning. Suhu yang digunakan yaitu 43-52°C dan akan

menghasilkan warna kuning orange

3. Pengeringan lembar daun, tujuannya untuk mengurangi kadar air di

dalam lembar daun dengan menaikkan suhu pada 53-62°C. Ciri-ciri proses ini,

daun sudah terasa kering apabila dipegang, tapi tulang daun masih terasa basah

4. Pengeringan gagang, dilakukan pada suhu 63-72°C. Ciri tahapan ini

apabila seluruh tulang daun sudah kering, dan bila ditekuk batangnya akan patah

dan berbunyi (Hanum, 2008).

(33)

D. Ekstraksi 1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,1995).

Ekstrak tumbuhan merupakan material yang diperoleh dengan cara

menyari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu (Saifudin, 2011). Ekstrak

dikelompokkan menurut sifatnya menjadi:

a. Ekstrak encer (extractum tenue), sediaan ekstrak encer ini memiliki

konsistensi madu dan mudah dituang

b. Ekstrak kental (extractum spissum), sediaan ekstrak kental ini

memiliki konsistensi liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang serta

kandungan airnya berjumlah sampai 30%

c. Ekstrak kering (extractum siccum), sediaan ekstrak kering ini memiliki

konsistensi kering dan mudah digosokkan dengan kandungan lembab tidak lebih

dari 5%

d. Ekstrak cair (extractum fluidum), pada ekstrak cair memilki

konsistensi cair dan mudah dituang (Voigt, 1995).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut sehingga

(34)

14

dan cara ekstraksi yang tepat dapat dipermudah dengan mengetahui terlebih

dahulu zat aktif yang dikandung simplisia. Ekstraksi dipengaruhi oleh derajat

kehalusan serbuk dan perbedaan konsentrasi (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan, 1986).

3. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Penyarian dengan

soxhletasi menggunakan larutan yang dipanaskan terus menerus sehingga zat aktif

yang tidak tahan pemanasan kurang cocok (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat

dan Makanan, 2000).

Soxhlet adalah alat yang umumnya dipakai untuk melakukan ekstraksi

dengan pelarut mudah menguap. Dimana jumlah bahan obat yang diekstraksi

sedikit, dikerjakan pada analisa kuantitatif. Suhu pada cara ekstraksi ini ialah titik

didih masing-masing pelarut yang dipakai (Litasari, 2000).

Kelebihan metode soxhletasi:

a. Uap panas tidak melalui serbuk simplisia tetapi melalui pipa samping.

b. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit daripada metode ekstraksi lainnya

dan secara langsung diperoleh hasil ekstrak yang lebih pekat.

c. Serbuk simplisia disari dengan cairan penyari yang murni sehingga dapat

menyari zat aktif lebih banyak.

d. Penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume cairan

penyari (Yalapuspa, 2010).

(35)

4. Cairan penyari

Cairan penyari dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang

optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan lainnya. Ekstrak yang diperoleh hanya mengandung sebagian besar

senyawa yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih

yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

Faktor utama yang dipertimbangkan pada pemilihan cairan penyari

adalah selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan penyari tersebut,

ekonomis, ramah lingkungan, dan faktor keamanan. Pelarut yang diperbolehkan

adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti

metanol, heksana, toluen, kloroform, aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut

untuk tahap kemurnian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

Cairan penyari harus memenuhi kriteria berikut ini:

a. murah dan mudah diperoleh

b. stabil secara fisika dan kimia

c. berreaksi netral

d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

e. selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki

f. tidak mempengaruhi zat berkhasiat

g. diperbolehkan oleh peraturan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

(36)

16

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1. Kromatografi

Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan

paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan

untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif atau

preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya.

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman, 2009).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di

antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase

gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat

terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir (Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Umumnya zat terlarut dibawa melalui media pemisah oleh aliran suatu

pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat menjadi zat

penyerap, seperti halnya penyerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin

penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi

antara fase diam dan fase gerak (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan, 1995).

2. Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan

komponen- komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di

bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembangan campur.

(37)

Pemilihan pelarut pengembangan atau pelarut pengembangan campur sangat

dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat- zat kimia yang dipisahkan (Mulja dan

Suharman, 1995).

Gambar 5. Instrumentasi kromatografi lapis tipis (Clark, 2007)

Kromatografi Lapis Tipis adalah teknik pemisahan yang lebih ekonomis

daripada HPLC karena beberapa sampel (termasuk standar) dapat terdeteksi dan

dipisahkan dalam sekali deteksi secara bersamaan. Keuntungan utama dari KLT

adalah kecepatan analisis pada basis per sampel. Hal ini disebabkan oleh

pengembangan jarak pendek (sekitar 10 sampai 15 cm) dan waktu pengembangan

yang dihasilkan singkat (Dean, 1995).

Kromatografi Lapis Tipis memiliki banyak keuntungan lebih dari

kromatografi kolom. Karena pelat kromatografi digunakan hanya sekali, sampel

dengan matriks relatif kompleks dapat dipisahkan. Pada KLT yang perlu

diperhatikan adalah totolan kecil di awal yang dapat terdeteksi dengan sensitif

(Popl, 1990).

3. Adsorben

Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis

(38)

18

tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan

sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa

(Roth, 1994). Fase diam silika gel dengan mekanisme sorpsi dapat digunakan

untuk keperluan analisis asam amino, hidrokarbon, vitamin, dan alkaloid (Gandjar

dan Rohman, 2009).

Tabel I. Tatanama lempeng KLT (Gandjar dan Rohman, 2009)

Simbol/Singkatan Arti

“Sil” Suatu produk yang mengandung silika gel seperti Anasil dari pabrik Analabs

G Pengikat (lapisan halus) gipsum (CaSO4. ½H20) S Pengikat starch (pati)

F atau UV Ditambah bahan yang berfluoresensi seperti seng silikat teraktivasi mangan

254 atau 366 Digunakan setelah simbol F atau UV, untuk menunjukkan panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforesensi yang ditambahkan

60 Silika gel (dari E. Merck) yang mempunyai ukuran pori 60A0 (100 = 1nm). Ukuran pori yang lain ditandai 40, 80, dan 100

4. Pelarut

Fase gerak dalam medium KLT merupakan medium angkut dan terdiri

atas satu atau beberapa bahan pelarut yang bergerak dalam fase diam, karena gaya

kapiler. Pelarut yang mengelusi terlalu cepat tidak akan memisahkan dengan baik,

sebaliknya pelarut yang bergerak terlalu lambat akan memberikan waktu elusi

yang panjang (Stahl, 1985).

Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh

prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan

dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Pelarut

harus nonpolar dan mudah menguap (Khopkar, 1990).

Campuran pelarut organik dipilih yang mempunyai polaritas serendah

mungkin karena akan mengurangi serapan setiap komponen dari campuran

(39)

pelarut. Jika komponen-komponen campuran mempunyai sifat polar tinggi akan

mengubah sistem menjadi partisi (Sastrohamidjojo, 1991).

5. Penotolan sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh

hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit

mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang

digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi (Rohman, 2009).

Penotolan sampel dalam jumlah banyak secara manual membutuhkan

waktu yang lama dan juga menghasilkan reprodusibilitas yang kurang bagus.

Reprodusibilitas dan kecepatan sering dicapai dengan menggunakan penotol

otomatis. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang

menyebar dan puncak ganda (Rohman, 2009).

6. Pengembangan

Penjenuhan bejana dilakukan dengan pelarut yang berfungsi untuk

memperkecil penguapan pelarut dan akan menghasilkan bercak lebih bundar dan

lebih baik. Penjenuhan biasanya dilakukan dengan melapisi dinding bejana

dengan kertas saring. Kertas harus terbasahi dengan pelarut dan bejana ditutup

sebelum lapisan adsorben dimasukkan ke dalamnya (Gritter, 1991).

Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona realtif terhadap garis

depan pengembang. Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona

dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:

(40)

20

Pengukuran itu dilakukan dengan mengukur jarak dari titik

pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan

pusat rapatan tiap zona. Nilai Rf harus sama baik pada descending maupun

ascending (Khopkar, 1990).

Penyebab umum dalam pembentukkan ekor adalah: jumlah totolan yang

terlalu banyak dan tidak adanya pengendalian pH yang cukup pada lapisan. pH

pada lapisan harus dibuat sedemikian rupa sehingga asam berada dalam bentuk

asamnya, dan juga basa berada dalam bentuk basanya. Paling mudah adalah

dengan menambahkan satu tetes asam asetat atau ammonium hidroksida ke dalam

pelarut pengembang yang dipakai untuk memisahkan asam atau basa (Gritter,

1991).

F. Densitometri

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang

mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang

merupakan bercak pada plat KLT. Densitometri lebih dititikberatkan untuk

analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan

pemisahan terlebih dahulu dengan KLT (Rohman, 2009).

Metode densitometri mempunyai cara kerja yang sederhana dan cepat.

Pada metode densitometri diperlukan adsorbens dan fase gerak yang murni. Untuk

memperoleh hasil yang baik lazimnya digunakan adsorbens siap pakai yang telah

mengalami pencucian (Gritter, 1991).

(41)

Penggunaan densitometer saat ini jauh lebih memudahkan, dengan adanya

program komputerisasi yang menghubungkan langsung dengan

instrument-instrumen canggih. CAMAG densitometer memiliki kemampuan untuk memutar

plat kromatogram dari tepi dan tengah, horizontal maupun vertikal dalam satu

garis. Komputerisasi pada densitometer dikendalikan dan memiliki banyak fungsi,

seperti mengetahui lokasi puncak secara otomatis, optimasi kondisi pengukuran

luas bawah kurva, scanning seluruh totolan pada plat secara langsung, merekam

spektra, scanning panjang gelombang, kompensasi baseline otomatis untuk

menghilangkan sinyal palsu yang disebabkan oleh interfensi pada plat, kalibrasi,

pelaporan data, dan penyimpanan data untuk perhitungan kembali sekaligus

(Sherma dan Fried, 1996).

Gambar 6. Instrumentasi densitometer: linomat (a), TLC Scanner (b),

lampu UV (c) (Camag, 2005)

Teknik pengukuran dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar yang

diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflaktansi) atau intensitas

sinar yang difluoresensikan (fluoresensi). Teknik pengukuran berdasarkan refleksi

di mana sinar datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Pada

dasarnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 7. Refleksi sinar pengukuran intensitas sinar (Mintarsih, 1990) a. Sinar yang datang

b. Sinar yang dipantulkan

(42)

22

Sifat pemantulan ini akan menjadi sensitif dan selektif bila sinar yang

datang adalah monokromatis. Disini biasanya dipilih sinar pada panjang

gelombang yang diserap atau dipantulkan paling banyak oleh noda yang diteliti.

Banyaknya sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut

reflection photomultiplier yang akan diteruskan ke pencatat atau rekorder untuk

diubah menjadi suatu puncak atau kromatogram. Luas puncak atau tinggi puncak

sesuai dengan konsentrasi senyawa pada noda yang diukur kerapatannya

(Mintarsih, 1990).

Terdapat dua model pembacaan pada densitometri yaitu model pemantulan

(reflection) dan transmitan. Model refleksi mengukur jumlah cahaya yang

dipantulkan dari permukaan dengan menggunakan lampu yang berbeda sebagai

lampu UV/VIS. Lampu halogen dan tungsten cocok digunakan untuk sinar

tampak, sedangkan lampu xenon dan deuterium digunakan pada sinar UV.

Monokromator digunakan untuk menghasilkan cahaya monokromatis. Cahaya

yang dihamburkan diukur dengan photomultiplier, photodioda, dan photoresistor.

Hasil dari detektor dikonversikan ke dalam sinyal tertentu. Kekurangan model ini

adalah pengaruh posisi bercak terhadap sinyal yang dihasilkan. Kesalahan yang

signifikan disebabkan karena perbedaan konsentrasi profil sampel dengan baku.

(Sherma dan Fried,1996).

(43)

Gambar 8. Diagram TLC Scanner (Sherma dan Fried, 1996)

Ada dua cara penetapan kadar dengan alat densitometer. Pertama, setiap

kali penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan

dielusi bersama dalam satu lempeng, kemudian AUC (luas daerah di bawah

kurva) sampel dibandingkan dengan harga AUC zat baku. Yang kedua, dengan

membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC. Kurva baku

diperoleh dengan membuat totolan zat baku pada pelat KLT dengan

bermacam-macam konsentrasi (minimal tiga bermacam-macam konsentrasi). Dari kurva baku diperoleh

persamaan y = bx + a dimana x adalah banyaknya zat yang ditotolkan dan y

(44)

24

G. Landasan teori

Nikotin merupakan senyawa kimia dari golongan alkaloid yang

terkandung dalam tanaman tembakau. Kadar nikotin dalam tembakau mencapai

0,3 sampai 5,0% dari berat kering tembakau dan terakumulasi di daun.

Varietas tembakau Vorstenlanden sebagai tembakau cerutu banyak

dibudidaya sebagai pertanaman Na Oogst (NO) dan di bawah naungan (VBN).

Kedua tembakau ini dibedakan cara tanamnya. Tembakau VBN dalam

penanamannya menggunakan waring/penutup untuk mengurangi intensitas cahaya

dan memerlukan pengendalian air untuk penyiramannya, sedangkan tembakau

NO tanpa pemberian waring/penutup dan mendapatkan hujan alami. Adanya

perbedaan cara tanam ini berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang tersedia

untuk tumbuh pada tanaman tembakau. Kadar nikotin yang terdapat dalam daun

tembakau VBN diketahui sebesar 1,413% dan NO sebesar 0,867%.

Tanaman tembakau termasuk dalam kelompok tanaman C3. Tanaman C3

merupakan kelompok tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya matahari

yang rendah. Apabila kelompok tanaman C3 mendapatkan cahaya yang berlebih

akan menyebabkan menutupnya stomata dan meningkatnya fotorespirasi.

Ketersediaan 02 yang lebih banyak daripada CO2 menyebabkan CO2 diikat secara

spontan oleh RuBP. Akibatnya energi yang dihasilkan untuk proses fotosintesis

rendah dan hasil fotosintesis berupa glukosa berkurang. Glukosa merupakan

substrat dalam proses glikolisis yang akan menghasilkan asam piruvat. Asam

piruvat ini kemudian dirombak dalam siklus krebs menjadi L-Ornithine yang

merupakan prekusor dalam biosintesis nikotin. Kurangnya produk fotosintesis

(45)

berupa glukosa menyebabkan L-ornithine yang terbentuk berkurang, dengan

demikian nikotin yang dihasilkan pun akan berkurang.

Metode KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa campuran

menjadi senyawa tunggal dengan prinsip pemisahan berdasarkan interaksi analit

dengan fase diam dan fase geraknya. Nikotin merupakan senyawa kimia yang

memiliki gugus polar dan gugus nonpolar yang dapat berinteraksi dengan fase

diam dan fase gerak pada sistem KLT. Bercak nikotin kemudian dapat diukur di

densitometer karena memiliki gugus kromofor yang dapat dideteksi oleh detektor

UV pada rentang panjang gelombang UV.

Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur kerapatan bercak senyawa

nikotin yang dipisahkan dari ekstrak etanolik daun tembakau dengan kerapatan

bercak senyawa baku nikotin yang dielusikan bersama dan membandingkan nilai

AUC (Area Under Curve) antara keduanya. Persamaan kurva baku nikotin yang

didapatkan merupakan kurva hubungan antara konsentrasi baku nikotin dengan

AUC yang dihasilkan, dinyatakan dengan y = bx + a, dimana y adalah AUC dan x

adalah kadar nikotin. AUC sampel yang didapat kemudian dimasukkan dalam

persamaan kurva baku, sehingga kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau dapat diketahui.

H. Hipotesis

Terdapat perbedaan antara kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

(46)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental deskriptif

karena tidak ada intervensi terhadap subjek uji.

B. Variabel 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanolik daun

tembakau VBN dan NO.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar nikotin dalam

ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan NO.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

a. pelarut, untuk mengatasinya digunakan pelarut pro analysis dengan

kemurnian tinggi.

b. Cahaya dan udara terkait dengan sifat nikotin yang fotosensitif dan mudah

teroksidasi, cara mengatasinya pada saat preparasi semua peralatan gelas yang

akan digunakan dilapisi dengan aluminium foil.

(47)

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanolik daun tembakau merupakan ekstrak kental hasil ekstraksi daun

tembakau dengan soxhletasi menggunakan cairan penyari etanol.

2. Daun tembakau yang digunakan adalah Vorstenlanden Bawah Naungan

(VBN) dan Na Oogst (NO).

3. Sistem KLT yang digunakan adalah fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak

n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4).

4. Kadar nikotin dalam 1 gram ekstrak dinyatakan dalam satuan % b/b ± SD.

D. Bahan Penelitian

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro

analysis (p.a.) kecuali dinyatakan lain baku nikotin (E. Merck), etanol (E. Merck),

n-heksan (E. Merck), toluen (E. Merck), dietilamin (E. Merck), kloroform (E.

Merck), HCl (E. Merck), NaOH (E. Merck), aquadest, etanol teknis 96%

(Bratachem), lempeng KLT silika gel 60 F254 (E. Merck), indikator pH (E.

Merck), dan ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan NO.

E. Alat-alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi autosampler (CAMAG

Linomat 5 CAT. No. 027.7808 SER. No.170610 ), densitometer (CAMAG TLC

Scanner 3 CAT. No. 027.6485 SER. No. 160602), timbangan analitik (Ohaus

Carat Series PAJ 1003 max 60/120 g, min 0,001 g, d=0,01/0,1 mg, e=1 mg),

(48)

28

(Socorex), bejana kromatografi, corong pisah, cawan porselen, labu takar 5 ml,

flakon, pipet tetes, buret 25 ml,buret 10 ml, buret 5 ml, beaker glass 100 ml, kaca

pengaduk, magnetic stirrer (Heidolph MR 2002), ultrasonikator (Retschtipe T460

no. V935922013 Ey), tabung soxhlet, labu alas bulat 250ml, pendingin alihn.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan dan pengambilan sampel

Sampel yang digunakan berupa daun tembakau kering VBN dan NO

yang diambil secara acak di lahan tembakau PT. Perkebunan Nusantara X Klaten.

2. Pembuatan serbuk daun tembakau

Daun tembakau kering yang didapatkan dari PT. Perkebunan Nusantara

X Klaten diserbukkan.

3. Pembuatan ekstrak etanolik daun tembakau

a. Optimasi lama waktu ekstraksi. Serbuk daun tembakau VBN

ditimbang kurang lebih seksama sebanyak 20 gram. Kemudian dibungkus dengan

kertas saring dan dimasukkan dalam tabung soxhlet yang telah terisi 130 ml etanol

teknis 96% dalam LAB. Optimasi lama waktu ekstraksi dilakukan pada waktu 7;

8; 9; dan 10 jam dengan suhu waterbath 80-90°C. Filtrat yang didapat kemudian

diuapkan dengan vacuum rotary evaporator dengan pemanas waterbath pada

suhu 65°C hingga diperoleh ekstrak agak kental dan dituangkan dalam cawan

porselin. Lalu hasil evaporator diuapkan di atas waterbath suhu 80°C dan didapat

ekstrak kental.

(49)

b. Ekstraksi daun tembakau hasil optimasi. Ekstraksi daun tembakau

VBN dan NO dilakukan dengan prosedur yang sama pada optimasi lama waktu

ekstraksi (3.a). Waktu optimal ekstraksi yang digunakan sesuai dengan hasil

optimasi (3.a). Ekstraksi untuk masing-masing tembakau direplikasi sebanyak 5

kali.

4. Pembuatan fase gerak

Campuran fase gerak yang digunakan dalam penelitian adalah

n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4). Fase gerak dibuat dalam labu takar 25,0

ml, kemudian digojog. Fase gerak dituang dalam bejana kromatografi kemudian

kertas saring dimasukkan dan ditempelkan pada sisi dinding bejana. Bejana

ditutup dengan rapat dan dibiarkan hingga seluruh kertas saring terbasahi oleh

fase gerak sebagai indikator bejana telah jenuh.

5. Pembuatan seri baku nikotin

a. Pembuatan larutan stok nikotin 50 ppm. Baku induk nikotin dipipet

sebanyak 248 µL dan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 ml. Kemudian

diencerkan dengan etanol hingga batas tanda dan diperoleh konsentrasi 50 ppm.

b. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Larutan stok nikotin 50 ppm (5.a)

dipipet sebanyak 100; 200; 300; 400; 500 µL dan dimasukkan ke dalam labu takar

5,0 ml. Kemudian diencerkan dengan etanol hingga batas tanda dan diperoleh

konsentrasi baku berturut-turut 1; 2; 3; 4; 5 ppm.

6. Penetapan panjang gelombang (λ) serapan maksimum nikotin

Seri baku kadar 1;3;5 ppm ditotolkan dengan volume penotolan 1 µ l pada

(50)

30

jarak totol 1 cm dari bawah, 1 cm dari kiri dan jarak totolan 1 cm. Plat yang telah

ditotolkan kemudian dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah

dijenuhkan sebelumnya dengan fase gerak n-heksan:toluen:dietilamin

(15,25:5,75:4) dengan jarak rambat 10 cm. Plat hasil pengembangan dikeluarkan

kemudian dikeringkan.

Bercak larutan baku nikotin dengan kadar 1;3;5 ppm diukur (scanning)

AUC nya pada rentang panjang gelombang 200–300 nm dengan TLC Scanner.

Panjang gelombang maksimum ditentukan berdasarkan serapan maksimum yang

dihasilkan oleh bercak tersebut.

7. Pembuatan HCl encer

Asam klorida pekat (HCl p) dipipet sebanyak 2,26 ml, dimasukkan ke

dalam labu takar 10,0 ml dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda.

8. Pembuatan NaOH 4N

Natrium Hidroksida (NaOH) ditimbang sebanyak 4 gram, dilarutkan

dengan aquadest dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml, kemudian

diencerkan hingga tanda batas.

9. Preparasi Sampel

Ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan NO masing-masing ditimbang

kurang lebih seksama sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan 10 ml HCl encer

dalam beaker glass 50 ml dengan cara disonikasi selama 30 menit. Kemudian

kloroform ditambahkan sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam corong pisah.

Dilakukan penggojogan selama 5 menit. Setelah itu didiamkan hingga terbentuk 2

lapisan. Fase air (atas) diambil dan kemudian ditambahkan NaOH sedikit demi

(51)

sedikit sampai pH dari sampel menjadi basa (pH 13, ± 8ml) sambil distirer selama

5 menit. Setelah pH sampel menjadi basa, kloroform ditambahkan lagi sebanyak

10 ml. Fase kloroform (bawah) diambil dan selanjutnya diuapkan di lemari asam

hingga tak tersisa lagi kloroformnya. Residu nikotin yang telah diuapkan

kloroformnya kemudian dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam labu

takar 5,0 ml. Replikasi masing-masing sampel dilakukan sebanyak 5 kali.

10.Elusi baku dan ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan NOpada KLT

Masing- masing larutan sampel dan seri baku kadar 1;2;3;4;5 ppm

ditotolkan dengan volume penotolan 1µ l pada plat KLT dengan fase diam silika

gel 60 F254 menggunakan autosampler dengan jarak totol 1 cm dari bawah, 1 cm

dari kiri dan jarak totolan 1 cm. Plat yang telah ditotolkan lalu dikembangkan

dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan sebelumnya dengan fase gerak

n-heksan:toluen:dietilamin (15,25:5,75:4) dengan jarak rambat 10 cm. Plat hasil

pengembangan dikeluarkan kemudian dikeringkan.

11.Penetapan kurva baku nikotin

Bercak larutan seri baku kadar 1; 2; 3; 4; 5 ppmdiukur (scanning)

AUC-nya dengan TLC Scanner pada panjang gelombang maksimum hasil pengukuran

(poin 6). Persamaan regresi linear kemudian dihitung untuk digunakan sebagai

persamaan kurva baku.

12.Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan NO

Ekstrak etanolik yang telah dipreparasi pada hasil optimasi lama waktu

(52)

32

(scanning) AUCnya dengan menggunakan TLC Scanner pada panjang gelombang

maksimum hasil pengukuran (poin 6) sehingga didapatkan kromatogram sampel.

Hasil AUC dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear baku sehingga

diperoleh kadar sampel.

G. Analisis Hasil

Analisis kualitatif dapat dilihat dari Rf dan analisa kuantitatif dari AUC

yang didapatkan dari hasil scanning. Hasil scanning baku dibuat persamaan

regresi linear y = bx + a. AUC sampel dimasukkan dalam persamaan kurva baku

sehingga didapat kadarnya. Satuan kadar nikotin dalam satu gram ekstrak adalah

%b/b ± SD.

Uji statistik yang dilakukan adalah uji t tidak berpasangan, uji statistik ini

dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau VBN dan NO.

(53)

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau VBN dan

NO dapat dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT)–

densitometri. Penelitian ini menggunakan metode yang telah dioptimasi dan

divalidasi yang sebelumnya dilakukan dalam serangkaian penelitian.

Pada tahap optimasi metode diperoleh komposisi fase gerak yang

optimum agar dapat memisahkan nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau

dengan optimal. Fase gerak yang digunakan yaitu n-heksan:toluen:dietilamin

(15,25:5,75:4) dengan nilai indeks polaritas 0,901, nilai As = 1, nilai Rf = 0,56,

dan nilai resolusi = 1,54 (Chairio, 2011).

Pada tahap validasi metode diperoleh bahwa metode KLT–densitometri

yang digunakan telah memenuhi persyaratan validasi, yaitu selektivitas (dilihat

dari nilai Rs = 1,54) dan linearitas yang baik (r = 0,999), serta akurasi dan presisi

yang baik pada konsentrasi 3 ppm hingga 5 ppm (Ariani, 2012).

A. Pemilihan Sampel

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan

kadar nikotin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun tembakau yang

berbeda cara tanamnya. Sampel yang digunakan adalah daun tembakau VBN dan

NO yang diperoleh dari perkebunan tembakau milik PT. Perkebunan Nusantara X

(54)

34

Teknik pengambilan sampel merupakan cara mengambil sampel yang

representatif dari populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

probability sampling: simple random. Probability sampling merupakan teknik

sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi

untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan simple random ialah cara

pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak. (Riduwan, 2008).

Pengambilan sampel dilakukan dengan menghubungi PT. Perkebunan

Nusantara X Klaten yang membudidayakan tembakau VBN dan NO. Pengambilan

daun tembakau dilakukan secara acak pada lahan perkebunan dengan jenis yang

berbeda.

B. Pembuatan Serbuk Daun Tembakau

Sampel daun tembakau yang diterima dari PT Perkebunan Nusantara X

Klaten berupa lembaran daun kering yang telah melalui tahap curing. Daun-daun

tembakau tersebut kemudian dikeringkan lagi dengan almari pengering selama 2

hari guna mendapatkan daun tembakau yang benar-benar kering. Daun yang telah

kering ditandai dengan daun yang mudah hancur saat diremas, sehingga

memudahkan dalam tahap penyerbukkan.

Pembuatan serbuk daun tembakau dilakukan untuk memperkecil ukuran

partikel. Proses pembuatan serbuk daun tembakau dilakukan di Lembaga Pusat

Penelitian Terpadu (LPPT) UGM dengan pengayakan serbuk berdiameter 1mm.

Tujuan dari pengayakan untuk memperoleh serbuk yang halus dan seragam

(55)

sehingga luas permukaan serbuk untuk kontak dengan pelarut semakin besar,

sehingga kandungan nikotin dalam daun tembakau akan tersari lebih banyak.

Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, ukuran lubang pengayak

1,00 mm menunjukkan nomor pengayak 18. Derajat halus serbuk dalam

Farmakope Indonesia edisi III dinyatakan dengan nomor pengayak. Apabila

derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan satu nomor, dimaksudkan bahwa

semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut. Nomor pengayak

18 berarti semua serbuk dapat melalui pengayak nomor 18.

Serbuk yang terlalu halus dapat keluar dari celah antar jahitan pada

kantung kertas saring pada proses soxhletasi, sedangkan serbuk yang terlalu kasar

akan sulit ditembus oleh cairan penyari pada proses soxhletasi.

C. Ekstraksi secara Soxhletasi

Metode ekstraksi yang digunakan adalah soxhletasi. Metode soxhletasi

ini menggunakan pemanasan yang dilakukan terus menerus, nikotin termasuk

senyawa yang tahan terhadap pemanasan, titik didih nikotin cukup tinggi, yakni

246-247°C sehingga metode soxhletasi dapat digunakan untuk ekstraksi nikotin.

Alasan lain dalam pemilihan metode soxhletasi karena pengerjaannya mudah dan

cairan penyari yang digunakan lebih sedikit dibandingkan metode ekstraksi

lainnya (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).

Prinsip kerja adalah ekstraksi secara kontinyu dengan pemanasan dan

pendinginan berulang (refluks). Pemanasan menyebabkan pelarut menguap. Uap

(56)

36

simplisia yang dibungkus dengan kertas saring dimasukkan ke dalam tabung,

cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap cairan penyari naik ke atas

melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali melalui pendinginan tegak.

Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk daun tembakau.

Gambar 9. Alat soxhletasi: pendingin (a), aliran air (b), tabung soxhlet (c), serbuk daun tembakau dalam kertas saring (d), labu alas bulat (e), waterbath (f)

Cairan penyari yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 96%.

Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, sehingga zat pengganggu yang larut hanya

terbatas (Direktorat Jenderal Pengawasan obat dan Makanan, 1986). Nikotin

termasuk golongan alkaloid basa, selain itu nikotin juga sangat larut dalam etanol

(The Merck Index, 1989).

Jumlah cairan penyari yang digunakan ialah sebanyak dua kali sirkulasi.

Satu kali sirkulasi dihitung ketika cairan naik sampai penuh di tabung soxhlet dan

turun kembali menuju labu alas bulat. Penggunaan cairan penyari sebanyak dua

kali sirkulasi dilakukan untuk menjaga kondisi ekstraksi apabila sudah terjadi satu

kali sirkulasi masih ada pelarut yang tertinggal di labu.

(57)

Pemanas yang digunakan adalah dengan menggunakan waterbath, karena

dengan menggunakan waterbath, suhu dapat diatur dan pemanasan di setiap

bagian waterbath sama (keseragaman suhu). Suhu yang digunakan pada

waterbath dijaga sekitar 80-90°C dengan pengamatan suhu pada termometer yang

dipasang pada statif, suhu ini berada di atas titik didih etanol (78°C).

Keuntungan ekstraksi dengan soxhletasi yaitu penarikan kandungan

kimianya dapat optimal karena pelarutnya selalu baru, pelarutnya diuapkan dan

dengan adanya pendinginan maka uap yang ada berubah menjadi tetes-tetes

pelarut lagi dan turun mengenai serbuk, demikian seterusnya hingga waktu yang

telah ditentukan selesai. Dalam penelitian ini didapatkan waktu optimal ekstraksi

adalah 8 jam.

Ekstrak cair hasil dari ekstraksi soxhletasi mengandung cairan penyari

etanol yang masih banyak (encer), sehingga perlu diubah menjadi ekstrak kental.

Proses pengentalan dapat dilakukan dengan penguapan menggunakan vacuum

rotary evaporator pada suhu 65°C. Prinsip dari vacuum rotary evaporator

(penguapan dengan disedot/divakum dan diputar) adalah penguapan pada suhu

rendah dengan cara menurunkan tekanan supaya zat aktif yang terdapat dalam

ekstrak tersebut tidak rusak. Pemanasan menyebabkan pelarut menguap kemudian

uap akan menetes masuk ke penampung. Perendaman labu alas bulat dalam air

panas adalah untuk meningkatkan suhu yang juga akan meningkatkan kecepatan

penguapan. Suhu yang digunakan adalah 65°C, sehingga dengan penurunan

Gambar

Tabel I.        Tata nama lempeng KLT ................................................
Gambar 21. Bagan jalur biosintesis metabolit sekunder ........................
Gambar 1. Tanaman tembakau ( Nicotiana tabacum) (Hanum, 2008)
Gambar 2. Struktur Nikotin  (Pugh, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

kemudian pengepul langsung mendatangi petani untuk membeli strawberry yang dipanen petani lalu ditimbang dan diangkut dengan keranjang buah lalu dikirim kerumah

ilustrasi pengukuran level cairan tangki secara tidak langsung Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 3.8 di bawah ini adalah pembuktian data parameter digunakan untuk komputasi

Pada kesempatan tersebut telah dilakukan lelang 6 varietas calon hibrida unggul melon yang ditawarkan kepada 9 pengusaha benih swasta nasional, dan memperoleh respon yang

diharapkan Output Sistem 15 Memastikan list pada hasil pencarian berfungsi sesuai dengan tujuan Memasukkan kata pada textbox pencarian Muncul form dialog terjemahan

Azken urte hauetan, oxigeno sentsoreekiko interesa handitu da, eralda- tutako atmosferan paketatutako elikagaien ontzietan jartzen diren sentsore- rena, batez ere [38].

Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut, laporan keuangan konsolidasi yang kami sebut di atas menyajikan secara

Menurut Walton dan Torabinejad (1998) syarat dari obat sterilisasi saluran akar adalah harus efektif dalam membunuh mikroorganisme dalam saluran akar, tidak mengiritasi saluran