Berisi pengertian, interpretasi tema, dan studi banding terhadap tema sejenis.
4. Bab IV Analisis Tapak
Berisi analisis fungsional, analisis peruntukan lahan dan pemintakatan lahan, serta analisis kondisi dan potensi lingkungan.
5. Bab V Konsep
Berisi konsep dasar perancangan, konsep perancangan tapak, dan konsep perancangan bangunan.
6. Bab VI Hasil Perancangan
Berisi gambar hasil perancangan berupa gambar prarancangan, gambar sketsa, dan maket.
BAB II
II.1 UMUM
PROJEK : PUSAT KEBUDAYAAN JEPANG DI BANDUNG TEMA PROJEK : ORIGAMI DALAM ARSITEKTUR
LOKASI : JALAN SUKAWANGI, SETIABUDI, BANDUNG TIPOLOGI : PUSAT KEBUDAYAAN
STATUS KASUS : FIKTIF
PENYANDANG DANA : THE JAPAN FOUNDATION, lembaga semi-independen yang bergerak di bidang pengembangan kebudayaan Jepang.
PEMILIK : THE JAPAN FOUNDATION LUAS LAHAN : ± 11.000 m2
LUAS BANGUNAN : 5958,8 m2 PERATURAN :
• Koefisien Dasar Bangunan (KDB) : 40%
• Koefisien Lantai Bangunan (KLB) : 1,6
• Tinggi Bangunan maks. 11m
• Garis Sempadan Bangunan (GSB) : 4 m KELENGKAPAN FASILITAS :
• Fasilitas komersial
• Fasilitas pendidikan nonformal
• Fasilitas untuk hobi dan minat anggota kelompok
• Ruang terbuka
II.2 INTERPRETASI PROJEK
II.2.1 DEFINISI-DEFINISI PROJEK
“Pusat” atau “center (US)/centre(UK)” adalah
1 Middle point or part of something;
2 Building or a place for a particular activity
2 a point, area, person/thing that’s most important or
priorital in relation to an indicated activity interest or condition
(Webster’s 3rd Dictionary,---)
“Kebudayaan” menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dalam rangka belajar.1 Selain itu, “kebudayaan” atau “culture” adalah keseluruhan hasil budhi cipta , karya, dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya sesuai dengan unsur-unsur universal di dalamnya.2
“Kelompok” atau “group” adalah kesatuan kolektif manusia yang beridentitas sama; dalam bentuk adat istiadatnya, sistem normanya, yang mengatur pola-pola interaksi antara masing-masing manusia.3
“Komunitas” atau “community” adalah suatu kesatuan sosial yang terutama terikat oleh rasa kesadaran wilayah.4
Berdasarkan definisi di atas, maka kasus projek Pusat Kebudayaan Jepang di Bandung ini adalah sebuah ‘bangunan’ yang mewadahi aktivitas ‘khusus’ yaitu aktivitas yang ada hubungannya dengan ‘cipta, karya, dan karsa’ manusia, terutama yang berasal dari negeri Jepang. Pengguna bangunan ini adalah ‘kelompok’ penggemar kebudayaan Jepang yang khususnya berada di Bandung.
Pusat Kebudayaan Jepang yang akan dibangun di Bandung ini adalah sebuah pusat kebudayaan yang kegiatannya berdasarkan kegiatan kelompok penggemar kebudayaan Jepang.
II.3 PROGRAM KEGIATAN, KEBUTUHAN RUANG, DAN PELAKU KEGIATAN 1 Koentjaraningrat. PengantarIlmu Antropologi.1990.hlm : 180. 2 Suyono, Ariyono Drs. Kamus Antropologi____.hlm : 180. 3 Ibid.hlm : 187. 4 Ibid.hlm : 210
Berdasarkan survei dan wawancara dengan anggota kelompok penggemar kebudayaan Jepang di Bandung, kegiatan yang ingin diwadahi di Pusat Kebudayaan Jepang ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Program Kegiatan
NO PELAKU AKTIVITAS AKTIVITAS KEBUTUHAN
RUANG
WAKTU KEGIATAN 1 -Grup band /penampil
-Penonton, pengunjung
Konser musik dan festival budaya -Lapangan/ruang terbuka -balairung -gelanggang Setiap bulan 2 -Penikmat olahraga beladiri -Atlet Latihan beladiri : kendo, karate, aikido
-Lapangan/ruang terbuka -Gelanggang olahraga Setiap hari bergiliran 3 -Pengunjung pameran -Penyaji pameran
Seminar, Pameran dan workshop -Balairung -Ruang kelas Tiga bulanan 5 Penggemar film Jepang Menonton film bersama Balairung Sewaktu-waktu 6 Penjual dan pembeli Barter dan jual beli
barang
Toko-toko Setiap hari
7 Pegawai kantor The
Japan Foundation dan sukarelawan
Kegiatan administratif kantor The Japan Foundation (pengelola)
Ruang kantor Setiap hari
8 -Murid/peserta kursus -Pengajar
-Pegawai
Kursus bahasa -Ruang kelas
-Ruang kantor guru dan administrasi Setiap hari 9 -Peserta kursus -Pengajar Kursus budaya : ikebana, bonsai, chanoyu -Ruang khusus seperti kamar Jepang
Setiap hari bergiliran 10 -Pegawai -Pengunjung Mencari informasi beasiswa, turisme, pariwisata -Ruang pusat informasi -Ruang resepsionis Sewaktu-waktu
II.4 STUDI BANDING PROJEK SEJENIS
Studi banding terhadap projek sejenis dilakukan di dua kota yaitu Bandung dan Jakarta. Tempat yang dikunjungi adalah tempat-tempat yang merupakan pusat kebudayaan negara tertentu di kota tersebut.
1. Erasmus Huis, Pusat Kebudayaan Belanda di Jakarta
Erasmus Huis adalah sebuah pusat kebudayaan yang dimiliki oleh Kedutaan Besar Belanda. Didalam bangunan Erasmus Huis ini terdapat sebuah perpustakaan yang memiliki 22.000 judul buku, sebuah ruang pamer, auditorium berkapasitas 320 orang lengkap dengan ruang artis, dan sebuah ruang rapat untuk 20 orang.
Kegiatan Erasmus Huis terutama kegiatan kursus bahasa dan kegiatan kesenian. Erasmus Huis juga menjadikan konser atau resital musik klasik dan jazz sebagai program andalannya. Kegiatan yang lain adalah menonton film bersama. Sasaran pengguna / target market Erasmus Huis adalah masyarakat umum yang tertarik pada kebudayaan Belanda.
Pada tahun 2003 Erasmus Huis memiliki 5 orang staf asli Belanda dan 15 orang staf asal Indonesia. Setiap tahunnya Erasmus Huis mampu menerima 2000 orang peserta kursus bahasa.
Berikut ini alur sirkulasi yang terjadi di dalam bangunan Erasmus Huis Jakarta :
Diagram 2.1 Alur Sirkulasi Erasmus Huis Jakarta
Pintu masuk resepsionis Perpustakaan
Ruang Pamer
Auditorium
Gambar 2.1 Potongan Ruang Pamer Gambar 2.2 Perpustakaan 1
Sumber www.erasmushuis.or.id sumber
www.erasmushuis.or.id
Gambar 2.3 Denah Ruang Pamer Gambar 2.4 Auditorium Sumber www.erasmushuis.or.id sumber
Gambar 2.5 Perpustakaan 2 Gambar 2.6 Tampak luar Erasmus Huis
Sumber www.erasmushuis.or.id sumber
www.erasmushuis.or.id
Gambar 2.7 Plafon Auditorium Gambar 2.8 Ruang Rapat Gambar 2.9 R.Belakang panggung
Sumber dok. Pribadi sumber dok.pribadi sumber dok.pribadi
Gambar 2.10 Ruang Ganti Artis Gambar.2.11 R. Mesin Layar Sumber dok. Pribadi sumber dok.pribadi
2. JLCC (Japanese Language and Culture Centre), Pusat kursus bahasa Jepang di Bandung
Bangunan ini memiliki fungsi pusat kursus khusus bahasa Jepang. Secara institusi, JLCC dikenal dekat dengan anggota kelompok penggemar kebudayaan Jepang di Bandung dan seringkali menjadi sponsor dari kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Fasilitas di dalam bangunan JLCC adalah ruang kelas sebanyak 5 buah dengan masing-masing berkapasitas maksimal 22 orang, ruang untuk 10 orang guru termasuk pengajar asli, ruang pegawai administrasi, perpustakaan, lobi dan resepsionis, dapur, toilet, dan musholla.
Berikut ini alur sirkulasi antar fungsi di dalam bangunan JLCC:
Diagram 2.3 Alur Sirkulasi dalam Bangunan JLCC
Catatan : Perpusatakaan JLCC merupakan perpustakan yang berakses terbuka. Semua alur sirkulasi harus melewati perpustakaan.
Gambar 2.12 Pintu Sorong JLCC Gambar 2.13 Lobi dan Resepsionis Lobi dan resepsionis perpustakaan Ruang Guru servis Kelas1 ,2,3 Kelas 4,5 Ruang Administrasi
Gambar 2.14 Perpustakaan Gambar 2.15 R. Kelas Gambar 2.16 R.Guru
Sumber dok pribadi sumber dok. Pribadi sumber dok. pribadi
3. Goethe Haus , Pusat Kebudayaan Jerman di Jakarta
Goethe Haus adalah pusat kebudayaan yang berada di bawah naungan Kedutaan Besar Jerman. Kegiatan yang dilaksanakan adalah kursus bahasa Jerman, diskusi, dan pemutaran film. Fasilitas yang disediakan dalam bangunan Goethe Haus adalah lobi dan resepsionis, perpustakaan, ruang kelas, ruang guru, kantin, dan ruang terbuka di tengah bangunan untuk kegiatan luar ruang.
Berikut ini adalah alur sirkulasi dalam bangunan Goethe Haus Jakarta :
Diagram 2.4 Alur Sirkulasi dalam Bangunan Goethe Haus Jakarta
Perpustakaan
dan kantin Auditorium Ruang Guru Kelas Kelas1 ,2,3 Kelas 4,5 Pintu masuk 2 Pintu masuk 1
Gambar 2.17 Tampak Goethehaus Jkt Gambar 2.18 Kantin Goethehaus Jkt
Sumber dok. Pribadi sumber dok. Pribadi
Gambar 2.19 Denah Goethehaus Jkt 1 Gambar 2.20 Denah Goethehaus Jkt 2
Sumber Goethe haus Jakarta Sumber Goethe Haus Jakarta
II.4.2 PERBANDINGAN DAN KESIMPULAN STUDI BANDING
dari studi banding ini menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan perancangan.
Tabel 2.2 Perbandingan Beberapa Ruang Hasil Studi Banding ERASMUS HUIS JAKARTA JLCC BANDUNG GOETHE HAUS JAKARTA KESIMPULAN PERPUSTAKAAN . . . Peletakan Dekat resepsionis dan pintu masuk Dekat resepsionis dan menjadi pusat simpul sirkulasi Di daerah belakang Mudah diakses
Material Kaca dan kayu Kaca dan
keramik
Kaca dan Kayu Kaca dan Kayu
Suasana Hangat. Banyak
cahaya, tidak suram. Terbuka. Hangat, eksploratif, banyak warna Hangat, tidak suram AUDITORIUM
Aktivitas Konser musik
klasik,
pemutaran film
Tidak ada Konser musik
klasik, pemutaran film
Konser musik, pemutaran film
Peletakan Lantai atas, ada akses langsung dari foyer
Tidak ada Ada akses
langsung dari pintu masuk 2.
Auditorium perlu akses langsung dari pintu masuk. Akusitik harus memadai untuk konser musik dan pemutaran film.
Material Dinding bata
dilapisi
glasswool dan parket kayu
Tidak ada Dinding bata
diplester,
sebagian dilapisi glasswool
Material kayu dan glasswool baik untuk peredam pantulan bunyi.
Suasana Hangat, warna
kecoklatan
Tidak ada Warna abu-abu dan biru, dingin
Warna menentukan
tercipta
RUANG TERBUKA . .
Peletakan Di luar fungsi – fungsi utama, di area kantin luar
Di area servis, digunakan untuk parkir Di dekat kantin, kelas, dan perpustakaan Tergantung tingkat kepentingan fungsinya, ruang terbuka biasanya digunakan sebagai penghubung antarfungsi
Material Glassblock Paving block Glassblock Material
menggunakan bahan yang dapat membantu
penyerapan air
Suasana Teduh, banyak
pepohonan
Panas, tidak ada peneduh Tidak ada pepohonan tetapi banyak meja berpayung Pelemen peneduh penting untuk mengundang banyak orang menggunakan ruang tersebut
Berdasarkan studi banding yang telah dilakukan, kebanyakan tempat yang dinyatakan sebagai sebuah ‘pusat kebudayaan’ tidak memiliki fasilitas komersial. Mengapa demikian? Kemungkinan besar karena pusat kebudayaan tersebut berada di bawah pengelolaan kedutaan besar atau dikelola oleh lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan. Dampak dari hal tersebut antara lain tidak terlihatnya aktivitas di tempat tersebut kecuali pada saat kelas bahasa akan dimulai atau pada saat berlangsung acara di dalam auditorium. Faktor penarik pengunjung hanya kelas bahasa—yang telah menjadi kewajiban bagi orang yang sudah membayar biaya kursus—dan perpustakaan yang pada umumnya memiliki koleksi buku baru, modern, serta lebih menarik daripada perpustakaan daerah. Tidak disediakannya fasilitas yang