• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosi - Wida BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosi - Wida BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosi

Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah

laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari

kelompok. Di dalam perkembangan sosial anak dituntut untuk memiliki

kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial dimana anak berada.

Tuntutan sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan

baik sesuai dengan tahap perkembangannya dan usianya, dan cenderung

menjadi anak yang mudah bergaul dengan teman sebaya.

Menurut Yusuf (2010: 122) Perkembangan sosial merupakan

pecapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan

sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma

kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan

saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Anak dilahirkan belum bersifat sosial, anak belum memiliki

kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. untuk mencapai kematangan

sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan

orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan

atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik

(2)

Menurut Sueann Robinson Ambron (dalam Yusuf, 2010: 123)

mengartikan bahwa sosialisasi ialah sebagai proses belajar yang

membimbing anak kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga

dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.

Menurut Hurlock (2011: 251) perkembangan sosial adalah mereka

yang perilakunya mencerminkan kebersihan di dalam tiga proses

sosialisasi, sehingga mereka cocok dengan kelompok tempat mereka

menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok.

Menurut Suyadi (2010: 108) mengartikan bahwa perkembangan sosial

adalah tingkat jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari

orangtua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat luas. Sementara

perkembangan emosional adalah luapan perasaan ketika anak berinteraksi

dengan orang lain. Dengan demikian perkembangan sosial-emosional

adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika

berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan emosi menurut English and English, (dalam Yusuf, 2010:

114) emosi adalah “A Complex feeling state accompanied by characteristic and glandular activies yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris.. Emosi

merupakan suatu gejolak penyusuai diri yang berasal dari dalam dan

melibatkan hampir keseluruhan diri individu. Emosi juga berfungsi untuk

mencapai pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan kesejahteran pribadi

(3)

Menurut Lawrence E. Shapiro (dalam Suyadi, 2010: 109) emosi

adalah kondisi kejiwaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiwaan,

maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan emosional atau

gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi gembira, gelisah,

benci, dan lain sebagainya. Namun, kondisi masing-masing emosi anak

berbeda-beda. Oleh karena itu, upaya memberikan permainan untuk

mengasah emosi anak juga berbeda-beda. Mungkin, seorang anak akan

mengekpresikan kesedihannya dengan cara menangis. Namun, bagi anak

yang menangis justru menceritakan sikap cengeng. Anak yang lain

mengekspresikan kesedihan dengan wajah murung dan menyedihkan.

Demikian pula dengan kondisi sosial emosional lainnya.

Menurut Saputra (2005: 141) mengartikan bahwa emosi adalah suatu

keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan

kelenjar dan motoris. emosi merupakan warna afektif yang menyertai

setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif

adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi

(menghayati) suatu situasi tertentu. Contohnya, gembira, bahagia, putus

asa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya.

Sedangkan menurut Goleman (dalam Rachmawati, 2008: 1.3)

menyatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan atau

pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian

(4)

Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat

disimpulkan bahwa perkembangan sosial emosi adalah suatu proses

belajar menyesuaikan diri untuk memahami keadaan serta perasaan ketika

berinteraksi dengan orang-orang dilingkungannya baik orang tua, saudara,

teman, sebaya atau orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Emosi

Menurut Hurlock (dalam Ulfah, 2013: 55-57) faktor yang

mempengaruhi perkembangan anak dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni

faktor perkembangan awal, faktor penghambat, dan faktor pengembang.

a. Perkembangan awal

Perkembangan awal (0-5 tahun) adalah masa-masa kritis yang akan

menentukan perkembangan adanya perbedaan tumbuh-kembang antara

anak yang satu dengan anak yang lainnya dipengaruhi oleh hal-hal

sebagi berikut;

1) Faktor lingkungan sosial yang menyenangkan anak

Hubungan anak dengan masyarakat yang menyenangkan,

terutama dengan anggota keluarga akan mendorong anak

mengembangkan kecenderungan menjadi terbuka dan menjadi

lebih berorientasi kepada orang lain karakeristik yang mengarah

kepenyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik.

2) Faktor Emosi

(5)

kepribadian pada anak. Sebaliknya pemuasan emosional

mendorong perkembangan kepribadian anak semakin stabil.

3) Metode mendidik anak

Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga permisif,

cenderung kehilangan rasa tanggung jawab, mempunyai kendali

emosional yang rendah dan sering berprestasi rendah dalam

melakukan sesuatu, sedangkan mereka anak-anak yang dibesarkan

oleh orang tua secara demokratis penyesuaian pribadi dan

sosialnya lebih baik.

4) Beban tanggung jawab yang berlebihan

Anak yang dari kecil diberikan tanggung jawab terhadap

rumah, termasuk menjaga adiknya yang lebih kecil, dalam hal ini

ia berpotensi memiliki kecendurungan untuk mengembangkan

kebiasaan memerintahkan sepanjang hidupnya, artinya, anak

terlalu dini untuk diberi tanggung jawab atas adik-adiknya.

5) Faktor keluarga

Anak yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah

keluarga besar akan bersikap dan berperilaku otoriter. Pula dengan

anak yang tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang cerai

kemungkinan anak menjadi anak yang cemas, tidak mudah

percaya, dan sedikit kaku.

6) Faktor yang merangsang lingkungan

Lingkungan yang merangsang merupakan salah satu

(6)

dapat mendorong perkembangan fisik dan mental anak secara

baik, sedangkan lingkungan yang tidak merangsang dapat

menyebabkan perkembangan anak berada dibawah

kemampuannya.

b. Faktor penghambat perkembangan sosial emosional

Bebrapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak usia

dini yaitu faktor penghambat yaitu terdiri dari, (a) gizi buruk yang

mengakibatkan energi dan tingkat kekuatan menjadi rendah, (b) cacat

tubuh yang mengganggu perkembangan anak, (c) tidak adanya

kesempatan untuk belajar apa yang diharapkan kelompok sosial dimana

anak tersebut tinggal, (d) tidak adanya bimbingan dalam belajar

(PAUD), (e) rendahnya motivasi dalam belajar, (f) rasa takut dan

minder untuk berbeda dengan temannya dan tidak berhasil.

Menurut Soetarno (dalam Rachmawati, 2008: 4.15- 4.21), terdapat

sejumlah faktor yang mempengaruhi Perkembangan sosial anak

prasekolah TK, perkembangan sosial anak dapat dipengaruhi oleh dari

faktor lingkungan keluarga, faktor dari luar rumah dan faktor dari

pengaruh pengalaman sosial awal. Di antara faktor yang terkait dengan

lingkungan keluarga dan banyak berpengaruh terhadap perkembangan

sosial anak yaitu: status sosial ekonomi keluarga, keutuhan keluarga,

sikap dan kebiasaan orang tua. Adapun faktor dari luar rumah, Jika

hubungan mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar

(7)

tersebut dan ingin mengulanginya. Demikian pula hal yang sebaliknya.

Begitu juga dengan Faktor pengaruh pengalaman sosial awal,

Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian

selanjutnya.

Menurut Hurlock (2011: 251-252), ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi perkembangan sosial anak dan menjadi pribadi yang

dapat bermasyarakat, yakni :

Pertama, Kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena anak-anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang

lain jika sebagaian besar waktu mereka dipergunakan seorang diri.

Tahun demi tahun mereka semakin membutuhkan kesempatan untuk

bergaul tidak hanya dengan anak yang umur dan tingkat perkembangan

sama, tetapi juga dengan orang dewasa yang umur dan lingkungannya

berbeda.

Kedua, dalam keadaan bersama-sama anak-anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat mengerti orang lain,

tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami

dan menarik bagi orang lain.

Ketiga, anak akan belajar bersosialisai hanya apabila mereka

mempunyai motivasi untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar

bergantung pada tingkat kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas

sosial kepada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan melalui

(8)

tersebut. Sebaliknya, jika hubungan sosial hanya memberikan

kegembiraan sedikit, mereka akan menghindarinya apabila mungkin.

Keempat, metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah dengan metode belajar efektif anak-anak dapat mempelajari beberapa

pola perilaku yang penting bagi penyesuaian sosial yang baik. Mereka

juga belajar dengan mempraktekkan peran, yaitu dengan menirukan

orang yang dijadikan tujuan identifikasi dirinya. Akan tetapi, mereka

akan belajar lebih cepat dengan hasil akhir yang lebih baik jika mereka

diajar oleh seseorang yang dapat membimbing dan mengarahkan

kegiatan belajar dan memilihkan teman sejawat sehingga mereka akan

mempunyai contoh yang baik untuk ditiru

Sedangkan faktor yang mempengaruhi Perkembangan emosi

menurut Setiawan (dalam Rachmawati, 2008: 4.5-4.15) pada anak usia

dini yaitu meliputi :

a. Keadaan di dalam individu .

Keadaan individu seperti usia, keadaan fisik, intelegensi, peran

seks dan lain-lain dapat mempengaruhi oleh perkembangan individu.

Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh atau apapun

yang dianggap oleh diri anak sebagai kekurangan akan sangat

mempengaruhi perkembangan emosinya.

b. Konflik-konflik dalam proses perkembangan

Di dalam menjalani fase-fase perkembangan, tiap anak harus

(9)

dengan sukses, tetapi ada juga anak yang mengalami gangguan atau

hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini. Anak yang tidak dapat

mengatasi konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan

emosi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial emosi

Anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi

perkembangan emosinya dan kepribadiannya. Ketiga faktor yang

berpengaruh terhadap perkembangan tersebut adalah:

1) Lingkungan keluarga

Keluarga sangat berperan dalam menanamkan dasar-dasar

pengalaman emosi. Jika secara umum ekspresi emosi cenderung

ditolak oleh lingkungan keluarga maka hal tersebut memberi

isyarat bahwa emotional security yang ia dapatkan dari keluarga

kurang memadai. Dalam kondisi seperti ini anak mudah marah,

cepat menangis, dsb, sehingga ia sukar bergaul. Gaya pengasuhan

yang diperoleh anak dari keluarga akan sangat berpengaruh

terhadap perkembangan emosi anak.

2) Lingkungan sekitarnya

Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi emosi anak

yaitu: daerah yang terlalu padat, daerah yang memiliki angka

kejahatan tinggi, kurangnya fasilitas rekreasi, tidak adanya

(10)

3) Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan

emosi dan menyebabkan terjadinya tingkah laku pada anak yaitu

hubungan yang kurang harmonis antara anak dan guru, hubungan

yang kurang harmonis dengan teman-teman.

3. Tahap-Tahap Perkembangan Sosial Emosi

Menurut Jean Piaget (dalam Yus, 2011: 12) mengidentifikasikan

perkembangan individu dalam empat tahap, yaitu:

a. Usia 0-2 tahun dikenal dengan tahap sensori motor. Pada

perkembangan ini perkembangan tertuju pada gerak refleks sebagai

bukti adanya kemampuan menyadari ada sesuatu didekatnya.

b. Usia 2-7 tahun dikenal dengan tahap praoperasional. Pada masa ini

muncul ciri yang disebut egosentri, yaitu kemampuan mengasosiasi

sesuaitu dengan dirinya.

c. Usia 7-18 tahun dikenal dengan tahap operasional konkret. Pada masa

ini anak telah memiliki kemampuan untuk mengenali urutan herarki.

d. Usia 18 tahun keatas dikenal dengan tahap formal operasional. Pada

masa ini terbentuk kemampuan berpikir proporsional dan berpikir

deduktif.

Menurut Hartati (2005: 18-19) dalam perkembangan belajar pada anak

usia dini memiliki tahapan dan karakteristik perkembangan anak usia dini

(11)

perkembangan yaitu memberikan reaksi suara yang berbeda pada suara

yang berbeda, membalas senyuman pada orang lain atau senyum sosial,

lebih menyukai satu orang. Pada usia 2-4 tahun anak mulai senang bergaya

dengan teman, meniru kegiatan orang dewasa, memperlihatkan rasa

cemburu menunjukan rasa sayang kepada saudara-saudarnya. dan Pada

usia 4-6 tahun dalam aspek perkembangan sosial yang harus dicapai

adalah tidak suka mengganggu teman, tidak suka menyerang teman,

senang bermain dengan anak lain, tidak suka menyendiri, telah memiliki

kemauan untuk memnceritakan sesuatu pada teman, mampu bermain dan

bekerja sama dengan temanya dalam kelompok, menolong dan membela

teman, dapat bertindak sopan, dapat menunjakan sikap yang ramah.

B. Metode Bermain Musang dan Ayam 1. Pengertian Bermain

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa

mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan

informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi. Jika

pengertian bermain dipahami dan sangat kita kuasai, maka kemampuan itu

akan berdampak positif pada cara kita dalam membatu proses belajar anak.

Menurut Hurlock (dalam Musfiroh, 2005: 2) bahwa bermain dapat

diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa

mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka

(12)

Walaupun sama-sama mengandung unsur aktivitas, bermain

dibedakan dari bekerja. Bekerja merupakan kegiatan yang berorientasi

pada hasil akhir, sedangkan bermain tidak. Hasil akhir dalam kegiatan

bermain bukanlah sesuatu hal yang penting. Kegiatan dalam bermain

menimbulkan kesenangan bagi pelakunya, sedangkan dalam bekerja efek

tersebut tidak selalu muncul.

Menurut Rogers C.S dan Sawyers, (dalam Hartati, 2005: 85) Bermain

adalah sebuah sarana yang dapat mengembangkan anak secara optimal.

Sebab bermain berfungsi sebagai kekuatan, pengaruh terhadap

perkembangan, dan lewat bermain pula didapat pengalaman yang penting

di dalam dunia anak. Hal inilah yang menjadi dasar inti pembelajaran pada

anak usia dini. Permainan secara langsung mempengaruhi seluruh area

perkembangan anak dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk

belajar tentang dirinya, orang lain dan lingkunganya. Permainan

memberikan anak-anak kebebasan untuk berimajinasi, menggali potensi

diri/bakat dan untuk mengembangkan kreativitas. Motivasi bermain

anak-anak muncul dari dalam diri mereka sendiri, mereka bermain untuk

menikmati aktivitas mereka, untuk merasakan bahwa mereka mampu, dan

untuk menyempurnakan apa saja yang telah ia dapat baik yang telah

mereka ketahui sebelumnya maupun hal-hal yang baru.

Menurut Loy, McPherson dan Kenyon (dalam Hidayatullah, 2008: 4)

mendefinisikan bahwa bermain adalah berbagai aktivitas yang bersifat

(13)

mempertimbangkan hasil dan diatur oleh peraturan serta membuat

kepercayaan.

Menurut Gallahue (dalam Hidayatullah, 2008: 10) Bermain

merupakan kebutuhan kebutuhan anak yang paling mendasar, saat anak

berinteraksi dengan dunia sekitarnya, melalui bermainlah ia lakukan.

Bermain adalah suatu aktivitas yang langsung dan spontan yang dilakukan

seseorang anak bersama orang lain atau dengan mengguakan benda-benda

disekitarnya dengan senang, sukarela, dan imajinatif, serta dengan

menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya .

Menurut Piaget (dalam Sujiono, 2010: 34) mengatakan bahwa

bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan

menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seorang, sedangkan menurut

Parten (dalam Sujiono, 2010: 34) memandang kegiatan bermain sebagai

sarana sosialisasi di mana diharapkan melalui bermain dapat memberi

kesempatan anak bereksplorasi, menentukan, mengeskpresikan perasaan,

berkreasi, dan belajar secara menyenangkan.

Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat

disimpulkan bahwa bermain merupakan keseluruhan aktivitas yang

dilakukan oleh individu yang sifatnya menyenangkan, yang berfungsi

untuk membantu individu mencapai perkembangan yang utuh baik fisik,

(14)

2. Tahap Perkembangan Bermain

Menurut Mildred Parten (dalam Hartati, 2005: 88), tahapan

perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial

anak sebagai berikut :

Unoccupied Play (permainan tidak kentara) diamana Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, melainkan hanya mengamati

kejadian disekitarnya yang menarik perhatian anak.

Solitary Play (Bermain Sendiri) Anak sibuk bermain sendiri dan tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain disekitarnya. Anak lain baru

dirasakan kehadirannya apabila anak tersebut mengambil alat

permainannya,

Onlooker Play (Pengamatan), Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain yang sedang melakukan kegiatan bermain sehingga timbul

minat terhadap permainan tersebut.

Paralel Play (Bermain Paralel), Bermain dengan melakukan kegiatan yang sama, secara sendiri-sendiri pada saat yang bersamaan, misalnya

anak yang sedang bermain mobil-mobilan. Anak belum mampu

memahami atau berbagi rasa dan kegiatan dengan anak lain.

Associative Play (Bermain Asosiatif), Adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan tetapi bila diamati akan tampak

masing masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama, misalnya

anak yang sedang menggambar, saling berbagi pensil berwarna, saling

(15)

Cooperative Play (Bermain bersama) Adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antar anak-anak yang terlibat

dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Kegiatan bermain

tersebut terlihat adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari

kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama.

Menurut Catron dan Allen (dalam Mutiah, 2010: 149) aspek aspek

perkembangan bermain yakni meningkatkan kompetensi sosial, bermain

mendukung perkembangan sosial dalam hal-hal berikut:

a. Interaksi sosial, yakni interaksi dengan teman sebaya, orang dewasa

dan memecahkan konflik.

b. Kerjasama, yakni interaksi saling membantu, saling berbagi, dan pola

bergiliran.

c. Menghemat sumber daya. Yakni menggunakan dan menjaga

benda-benda dan lingkungan secara tepat.

d. Peduli terhadap orang lain, seperti memahami dan menerima

perbedaan individu, memahami masalah multi budaya.

3. Fungsi Bermain

Menurut Eheart dan Leavitt (dalam Sujiono, 2010: 36) mengatakan

bahwa kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi pada

anak, tidak saja pada potensi fisik tetapi juga pada perkembangan kognitif,

bahasa, sosial, emosi, kreativitas, dan pada akhirnya prestasi akademik.

Menurut Wolfgang dan Wolfgang (dalam Sujiono, 2010: 36)

(16)

of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial emosional, dan kognitif. Dalam kegiatan bermain terdapat berbagai

kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya sehingga

diidentifikasi bahwa fungsi bermain, antara lain :

a. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan kordinasinya melalui

gerak, melatih motorik kasar, dan keseimbangan karena ketika bermain

fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya

b. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada

orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat

bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang, binatang atau

karakter orang lain. anak juga belajar melihat dari sisi orang lain

(empati).

c. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui

bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu

yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dan rasa

keingintahuannya serta

d. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri

karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan,

belajar mengambil keputusan, dan berlatih peran sosial sehingga anak

menyadari kemampuan serta kelebihannya.

Menurut Jeffrce, McConkey, dan Hewson (dalam Sujiono, 2010: 37)

berpendapat bahwa fungsi bermain dapat terlaksana dengan baik terdapat

(17)

a. Bermain datang dari dalam diri anak artinya, keinginan bermain harus

muncul dari dalam diri anak sehingga anak dapat menikmati dan

bermain sesuai dengan caranya sendiri. Itu artinya bermain dilakukan

dengan kesukarelaan, bukan paksaan

b. Bermain harus terbebas dari aturan yang mengikat, karena bermain

adalah suatu kegiatan untuk dinikmati, anak memiliki cara bermainnya

sendiri. Oleh karena itulah bermain pada anak selalu menyenangkan,

mengasikkan, dan mengairahkan

c. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya, oleh karenanya

bermain melibatkan partisipasi aktif baik secara fisik maupun mental,

seperti saat anak bereksplorasi dengan bermain air.

d. Bermain fokus pada proses daripada hasil artinya, dalam bermain anak

mengenal dan mengetahui apa yang ia mainkan dan mendapatkan

keterampilan baru

e. Bermain didominasi oleh pemain dimana, pemainnya adalah anak itu

sendiri, bukan didominasi oleh orang dewasa.

f. Bermain melibatkan pemain secara aktif, artinya anak sebagai pemain

harus terjun langsung dalam bermain. Jika anak pasif dalam bermain

maka ia tidak akan memperoleh pengalaman baru karena bermain bagi

anak adalah bekerja untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan

baru.

Menurut Catron dan Allen (dalam Sujiono, 2010: 35) berpendapat

(18)

atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain

kreatif, interaktif, dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak.

Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas sangat

individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan yang lainnya.

Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak

TK melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan

perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi,

sosial, nilai dan sikap hidup, Menurut Hartley, Frank dan Goldenson

(dalam Moeslichatoen, 2004: 33) ada 8 fungsi bermain bagi anak :

a. Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Contohnya

menirukan ibu masak di dapur, dokter mengobati orang sakit dan

sebagainya.

b. Untuk melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata

seperti guru mengajar di kelas, sopir mengendarai bus, petani

menggarap sawah, dan sebagainya

c. Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman

hidupnya yang nyata. Contohnya ibu memandikan adik, ayah membaca

Koran, kakak mengerjakan tugas sekolah, dan sebagainya

d. Untuk menyalurkan perasaan yang kuat seperti memukul-memukul

kaleng, menepuk-nepuk air dan sebagainya

e. Untuk melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima

seperti berperan sebagai pencuri, menjadi anak nakal pelanggar lalu

(19)

f. Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi,

sarapan pagi, naik angkutan kota dan sebagainya

g. Menceritakan pertumbuhan seperti pertumbuhan misalnya semakin

bertambah tinggi tubuhnya, semakin gemuk badannya dan semakin

dapat berlari cepat

h. Untuk memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelsaian

masalah seperti menghias ruangan, menyiapkan jamuan makan, pesta

ulang tahun.

Menurut Hetherington & parke (dalam Moeslichatoen, 2004: 34)

bermain juga berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak,

dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungan

mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan

menampilkan bermacam peran anak berusaha untuk memahami peran

orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia dewasa

kelak.

4. Faktor yang Mempengaruhi Bermain Anak

Menurut Fadlillah (2014: 38-39) Dalam bermain, anak-anak sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut ini adalah beberapa faktor yang

mempengaruhi anak diantaranya:

a. Kesehatan, Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk

bermain aktif, seperti olahraga. Adapun anak yang kekurangan tenaga

(20)

b. Perkembangan Motorik. Permainan anak pada setiap usia melibatkan

koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu

permainannya tergantung pada perkembangan motorik mereka.

Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam

permainan aktif.

c. Intelegensi. Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang

yang kurang pandai, dan permainan mereka lebih menunjukan

kecerdikan. Dengan bertambahnya usia mereka lebih menunjukkan

perhatian dalam permainan kecerdasan, dramatik, konstruksi, dan

membaca.

d. Jenis kelamin. Anak laki-laki bermain lebih kasar dibandingkan anak

perempuan. Anak laki-laki lebih menyukai permainan yang

menantang, sedangkan anak perempuan lebih pada hal-hal sederhana

dan kelembutan.

e. Lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung akan dapat

mempengaruhi anak dalam bermain. Lingkungan yang sepi dari

anak-anak akan kurang rasa bermainnya dibandingkan dengan lingkungan

yang terdapat banyak anak.

f. Status sosial-ekonomi. Anak dari kelompok sosio-ekonomi yang lebih

tinggi lebih menyukai kegiatan permainan yang mahal. Adapun dari

golongan menengah ke bawah lebih menyukai permainan-permainan

(21)

g. Jumlah waktu bebas. Jumlah waktu bermain tergantung pada waktu

bebas yang dimiliki anak. Artinya anak yang memiliki waktu luang

banyak lebih dapat memanfaatkannya untuk bermain. Dibandingan

dengan anak yang tidak cukup memiliki waktu luang, kemungkinan

bermainnya sangat kurang. Sebab, ia sudah kehabisan tenaga untuk

menyelesaikan tugas-tugas yang didapatkannya.

h. Peralatan bermain. Peralatan bermain yang memiliki anak

mempengaruhi permainannya. Misalnya, dominasi boneka atau kartun

lebih mendukung pada permainan pura-pura. Kemudian balok, kayu,

cat air lebih mendukung pada permainan kontruktif dan berimajinatif.

Faktor-faktor tersebut tidak selamanya seperti itu artinya,

sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan minat dan tumbuh kembangnya anak

usia dini. Namun yang menjadikan pokok ialah bagaimana menyiapkan

dan menyediakan permainan yang dapat memberikan kemanfaatan bagi

peserta didik dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi

yang dimilikinya.

Menurut Cohen, Hughes, Johnson, Christie & Yawkey, (dalam

Dariyo, 2007: 231) Kegiatan yang paling menyenangkan bagi setiap anak

adalah bermain. Bila seorang anak dihadapkan pada dua pilihan yaitu

belajar dan bermain, maka anak cenderung akan memilih bermain

daripada belajar. Kegiatan bermain dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :

a. Faktor Sosial Budaya

Anak-anak melakukan permainan, umumnya hasil refleksi dari

(22)

tinggal. Mereka adalah individu-individu yang cerdas, karena telah

mampu untuk mengobservasi dan menirukan perilaku-perilaku

orang-orang dewasa, dan kemudian dipraktekan dalam aktivitas bermain. Di

mana mereka hidup, maka warna nilai sosial budaya amat

mempengaruhi corak permainan yang dilakukan oleh anak-anak,

karena itu masing-masing jenis dan bentuk permainan antar

negara/daerah/wilayah berbeda. Di Negara Indonesia misalnya, karena

terdiri beragam suku bangsa, budaya, dan adat istiadat, maka antara

satu dengan yang lain mempunyai corak permainan yang berbeda pula.

b. Faktor Jender dan Teman Bermain

Dalam bermain sosial (social play) anak cenderung memilih teman bermain yang dapat diajak kerjasama dan saling pengertian.

Pemilihan teman bermain dimulai dari dalam kehidupan keluarga

kemudian berubah pemilihan teman di luar keluarga. Anak-anak usia

bawah tiga tahun mulai bermain bersama orangtua atau

saudara-saudara kandungnya, tapi menginjak usia 4-5 tahun anak mulai

memilih teman bermain di luar keluarganya. Anak mulai membuka

wawasan pergaulan dan belajar mengembangkan kemampuan

kerjasama dengan anak-anak sebaya yang lainnya. Selain itu, anak usia

bawah tiga tahun cenderung belum menyadari atau melihat jender

dalam kegiatan bermain. Mereka mau bersedia bermain dengan siapa

pun baik laki-laki atau wanita. Mereka tidak mempedulikan jenis

(23)

c. Faktor Media Masa

Apa yang dilihat oleh anak akan mempengaruhi kegiatan

bermain yang dilakukan oleh mereka. Televisi merupakan media

elektronik yang sangat akrab bagi anak-anak, karena banyak film yang

menayangkan program acara yang menarik untuk anak-anak. Berbagai

informasi yang diperoleh dari televisi akan diserap, diingat dan

dipergunakan untuk mengembangkan kegiatan bermain bagi

anak-anak. Banyak ide kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak berasal

dari penayangan program acara televisi. Hal ini menunjukkan bahwa

televisi sangat berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan bermain anak.

Agar anak dapat melakukan kegiatan-kegiatan bermain yang positif,

maka orangtua perlu mendampingi anak-anak dalam mengikuti

penayangan acara televisi. Orangtua dapat mengajak diskusi dengan

anak-anak agar mereka dapat memperoleh pemahaman yang objektif

dari tontonan yang disiarkan oleh televisi. Dengan demikian hal ini

akan dapat mencegah kegiatan-kegiatan bermain yang cenderung

bersifat destruktif, agresif dan kriminal.

d. Faktor Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Untuk dapat melakukan kegiatan bermain dengan leluasa

seringkali diperlukan sarana dan prasarana yang memadai.

Kegiatan-kegiatan bermain modern yang bertujuan untuk pengembangan

kreativitas dan intelektual anak seringkali berbiaya mahal, karena

(24)

logo, balok-balok, boneka, mobil dan sebagainya. tapi untuk kegiatan

bermain tradisional seringkali dapat dilakukan tanpa menggunakan

alat-alat yang mahal, seperti gobak sodor, petak umpet, jingkring dan

sebagainya. kegiatan-kegiatan bermain tersebut bersifat sederhana,

sehingga orangtua tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal.

Selain itu kegiatan bermain seringkali memerlukan tempat

yang luas. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung atau Semarang,

anak-anak sudah mulai melakukan kegiatan bermain di mall-mall, atau

supermarket. Banyak lahan yang sudah dipergunakan untuk bangunan

pertokoan, supermarket atau mall, sehingga anak sulit melakukan

kegiatan bermain di tanah lapang. Oleh karena itu, banyak pengusaha

yang memahami kebutuhan bermain bagi anak-anak, maka mereka

menciptakan suatu tempat bisnis yang digabung dengan ruangan atau

arena bermain, sehingga mereka cenderung memperoleh keuntungan

finansial.

5. Bermain Musang dan Ayam

Permainan musang dan ayam permainan yang dilakukan untuk

menyenangkan hati. Rasa senang yang dialami oleh setiap orang yang

memainkan permainan ini, permainan ini juga sarana mendidik anak untuk

membentuk kepekaan sosial melalui interaksi dan kerjasama dengan

(25)

permainan musang dan ayam ini juga melatih perkembangan motorik

kasar anak.

Menurut Fad (2014: 126) permainan musang dan ayam merupakan

permaian yang membutuhkan strategi, bagaimana strategi musang untuk

menangkap ayam, agar ayam dapat tertangkap oleh musang, semakin

musang pandai memainkan strategi maka permainan akan semakin seru

dan menyenangkan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa permainan musang dan ayam

merupakan permaian dengan menirukan perilaku seperti seekor ayam yang

sedang dikejar oleh musang. Permainan ini dimainkan oleh 1-20 orang

membentuk lingkaran satu orang sebagai ayam dan satu orang sebagai

musang.

6. Tujuan Bermain Musang dan Ayam

Permainan musang dan ayam dimainkan bertujuan untuk melatih anak

agar dapat mematuhi peraturan permainan yang sedang dilakukan, serta

melatih anak memikiran strategi saat permainan dilakukan, selain itu anak

dapat belajar menyusuaikan dirinya dengan orang lain serta memupuk

sikap kerjasama dan rasa bersosialisasi antara teman yang satu dengan

teman yang lain.

Permainan musang dan ayam merupakan permainan dengan

menirukan seekor ayam yang dikejar oleh musang permainan ini bertujuan

(26)

dan kekuatan dengan mengerakan anggota badan melalui permainan

musang dan ayam.

Selain itu permainan musang dan ayam bertujuan untuk

mengembangkan daya imajinasi dan kreasi anak, melatih kemandirian

anak melalui kegiatan yang menyenangkan, serta menciptakan

pengalaman baru bagi anak sebagai bekal anak beradaptasi dengan

lingkungannya dan menciptakan kegiatan yang inovatif yang menarik bagi

anak.

7. Cara Bermain Musang dan Ayam

a. Persiapan Sebelum Bermain

Siapkan kartu bergambar (dua kartu bergambar ayam dan satu

kartu bergambar musang sisanya kartu bergambar pagar), jumlah

pemain terdiri dari 1-20 orang

b. Cara Bermain

1) Guru menyiapkan 20 kartu bergambar ( 2 kartu bergambar ayam,

1 kartu bergambar musang, dan sisanya bergambar pagar)

2) Guru membagikan kartu bergambar pada masing-masing peserta

didik secara acak

3) Setelah masing-masing peserta didik menerima kartu bergambar,

guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik (siapa yang

menerima kartu bergambar ayam, kartu bergambar musang, dan

(27)

4) Guru menjelaskan kepada peserta didik, tugas dari kartu-kartu

gambar yang diterima peserta didik ( musang bertugas untuk

mengejar ayam, pagar bertugas untuk melindungi ayam dari

kejaran musang, dan ayam bertugas untuk menghindari kejaran

musang)

5) Setelah peserta didik sudah memahami tugas-tugas yang sesuai

dengan kartu gambar yang diterima, permainan “musang dan

ayam” segera dimulai

6) Peserta didik yang menerima kartu bergambar pagar, perintahkan

anak untuk membentuk lingkaran kecil dengan cara saling

bergandengan tangan dengan temannya (usahakan gandengan

tangan jangan sampai terlepas sampai permainan selesai)

7) Peserta didik yang menerima kartu bergambar musang bertugas

untuk mengejar anak yang menerima kartu bergambar ayam

samapai tertangkap semua

8) Jelaskan juga kepada peserta didik, ketika ayam sudah masuk

dalam lingakaran, maka musang tidak bisa ikut masuk. Dan

musang hanya bisa menangkap ayam saat berada di luar lingkaran

9) Saat musang berhasil menangkap semua ayam maka musang

yang menang. Setelah ayam tertangkap semua, permainan tetap

berlanjut yaitu permainan dimulai lagi dari awal yaitu dengan

membagikan kartu bergambar secara acak, namun dengan jumlah

musang dan ayam yang ditambah. Saat permainan pertama

(28)

yang mendapat kartu gambar musang berjumlah dua, dan peserta

didik yang mendapat kartu gambar ayam menjadi tiga.

10) Saat musang berhasil menangkap semua ayam, maka permainan

akan tetap berlanjut dengan menambahkan musang atau ayam

dalam permainan, sampai dengan permainan berakhir

C. Pedoman Penilaian Perkembangan Sosial Emosi 1. Pedoman Penilaian

Penilaian dilakukan dengan mengacu pada kemampuan indikator yang

hendak dicapai dalam tahap waktu tertentu dengan memperhatikan prinsip

penilaian yang ditentukan. Penilaian dilakukan seiring dengan kegiatan

pembelajaran. Penilaian dilakukan secara khusus, tetapi ketika

pembelajaran dan kegiatan berlangsung, guru dapat sekaligus

melaksanakan penilaian.

Menurut Hadari Nawawi (dalam Dimyati, 2014: 28) menjelaskan

bahwa penilaian adalah setiap penelitian ilmiah diawali dari kegiatan

merumuskan masalah. Meskipun demikian, yang pertama kali ditulis di

dalam rancangan/proposal penelitian adalah judul penelitian. Dengan

demikian kegiatan membuat rumusan judul harus didasarkan pada

rumusan masalah yang telah ditetapkan oleh peneliti. Judul penelitian

sebaiknya dirumuskan dalam bentuk pernyataan, sedangkan rumusan

(29)

Menurut Arikunto (2010: 23), menjelaskan bahwa penelitian akan

berjalan dengan baik apabila sipeneliti menghayati benar-benar masalah

yang akan ditelitinya. Untuk bisa bekerja dengan baik seorang peneliti

memang harus tertarik terhadap permasalahan yang dipilih. Tertarik saja

juga tidaklah cukup untuk menjadi modal melakukan penelitian.

Menurut Astin (dalam Yus, 2005: 29) penilaian merupakan suatu

proses mengumpulkan informasi secara sistematik untuk membuat

keputusan tentang individu. Keputusan yang diambil berdasarkan

informasi yang diperoleh berdasarkan aturan tertentu.

Penilaian pada pendidikan anak TK lebih banyak untuk

mendeskripsikan ketercapaian perkembangan anak. Dengan penilaian

dapat diketahui dan ditetapkan aspek-aspek perkembangan yang telah

dicapai dan yang belum dicapai.

Menurut Depdiknas (2010: 11) cara pencatatan hasil penilaian harian

dilaksanakan sebagai berikut :

a. Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator seperti

dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, maka pada kolom

penilaian ditulis nama anak dan diberikan satu bintang ()

b. Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikator

seperti yang diharapkan RKH tanda dua bintang ().

c. Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan (BSH) pada

(30)

d. Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti

yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda bintang empat

().

Sesuai dengan ketentuan Kemendiknas peneliti akan

menggunakan symbol sebagai berikut :

 = Anak yang belum berkembang

 = Anak yang sudah mulai berkembang

 = Anak yang sudah mulai berkembang sesuai harapan

 = Anak yang berkembang sangat baik

2. Indikator Keberhasilan

Tabel 2.1

Indikator keberhasilan dalam pengembangan bidang sosial emosi

NO INDIKATOR KRITERIA PENILAIAN KET

   

1. Anak mampu

melakukan permainan dengan teman sebaya 2. Anak mampu

melakukan permainan sesuai dengan

peraturan (1-3) 3. Anak mampu

bekerjasama dalam menyelsaikan permainan 4. Anak mampu

(31)

Keterangan Indikator 1.

 : anak belum mampu melakukan permainan musang

dan ayam dengan teman sebaya (misal: anak lebih

memilih teman untuk bermain)

 : anak dapat melakukan permainan musang dan ayam

dengan teman sebaya dengan motivasi guru

 : anak mampu melakukan permainan musang dan ayam

dengan teman sebaya

 : anak mampu melakukan permainan musang dan ayam

dengan teman sebaya tanpa motivasi guru dan mampu

memberi semangat pada temannya

Keterangan Indikator2.

 : anak belum mampu melakukan permainan sesuai

dengan peraturan (1-3)

 : anak dapat melakukan permainan sesuai dengan

peraturan (1-2)

 : anak mampumelakukan permainan sesuai dengan

peraturan

(1-3)

 : anak mampu melakukan permainan sesuai dengan

peraturan (1-3) dan dapat mengingatkan teman untuk

(32)

Keterangan Indikator 3

 : anak belum mampu bekerjasama dalam menyelsaikan

permainan (misal: anak tidak mau bergabung dengan

teman sekelompok)

 : anak dapat bekerjasama dalam menyelsaikan

permainan dengan teman tertentu (teman yang

disukai)

 : anak mampu bekerjasama dalam menyelsaikan

permainan

 : anak mampu bekerjasama dalam menyelsaikan

permainan dan dapat memotivasi teman lainnya.

Keterangan Indikator 4

 : anak belum mampu mengendalikan emosi saat

bermain musang dan ayam (misalnya: marah ketika

tertangkap, menangis dan tidak mau menerima

gambar yang di pilih)

 : anak dapat mengendalikan emosi saat bermain

musang dan ayam dengan motivasi guru

 : anak mampu mengendalikan emosi saat bermain

musang dan ayam

 : anak mampu mengendalikan emosi saat bermain

musang dan ayam dan mampu bersosialisasi dengan

(33)

D. Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Kondisi Awal Guru belum

meggunakan metode bermain

Siswa kurang dalam perkembangan sosial emosi dalam melakukan permainan

dengan teman sebaya, serta melakukan permainan sesuai dengan aturan, bekerjasama dalam meyelsaikan permainan

dan belum mampu mengendalikan emosi. Tindakan

KBM

Menggunakan Metode Bermain Musang dan

Ayam

Siklus I

Menggunakan Metode bermain Musang dan

Ayam dalam meningkatkan perkembangan sosial

emosi

Perkembangan sosial emosi berkembang tetapi belum

maksimal

Siklus II

Menggunakan metode Bermain Musang dan Ayam

dalam meningkatkan perkembangan sosial emosio

(34)

Berdasarkan bagan kerangka berfikir penelitian tindakan diatas,

peneliti berpendapat untuk meningkatkan perkembangan sosial emosi dengan

melalui metode bermain musang dan ayam pada anak kelompok B TK

Pamardisiwi Kranji tahun ajaran 2014-2015.

E. Hipotesa Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, diduga melalui

metode bermain musang dan ayam dapat meningkatkan perkembangan sosial

emosi pada anak kelompok B TK Pamardisiwi Kranji Kecamatan Purwokerto

Timur Kabupaten Banyumas Pada Semester Genap Tahun pelajaran

Gambar

gambar yang diterima peserta didik ( musang bertugas untuk
Tabel 2.1 Indikator keberhasilan dalam pengembangan bidang sosial emosi
gambar yang di pilih)
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat dunia anak muda zaman sekarang bahwa segala sesuatu selalu ingin yang praktis dan mudah dipahami serta budaya instan (malas membaca) yang tentunya sudah membudaya

Dari variabel stabilitas lingkungan menunjukan industri jasa kursus bahasa inggris dalam keadaan yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator

“Aw, for Chrissakes!” Bigger said, lighting a cigarette.. Bigger knows that his mother hates him not only because what she says about him but also because of her wish to should

Penelitian kandungan dan komposisi isotop alam dari berbagai sumber air seperti air sumur, air hujan, dan air permukaan yang terdapat di daerah pantai selatan Yogyakarta telah dapat

Mengingat kemungkinan gangguan listrik pada Sistem Kelistrikan RSG-GAS berupa terputusnya pasokan daya listrik baik dari sumber penyedia daya utama PLN maupun sumber penyedia

Pada perancangan tugas akhir ini, penulis merancang pemodelan helikopter yang dapat mempertahankan ketinggian yang diinginkan dengan beberapa pilihan level ketinggian.. Pengaturan

Masalah yang dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana penyesuaian diri para siswa terhadap teman sebaya pada kelas VII SMP Negeri I Kalijambe, Kecamatan Kalijambe,

Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ Sistem