• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Corporate Social Responsibility 1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PT TIGA PUTRA ABADI PERKASA PURBALINGGA - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Corporate Social Responsibility 1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PT TIGA PUTRA ABADI PERKASA PURBALINGGA - repository perpustakaan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Corporate Social Responsibility

1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Pengertian (CSR) diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

(CSR) is about how companiesmanage the business processes to produce an overall positive impactto society. Definisi ini pada dasarnya berangkat dari

filosofi bagaimana mengelola perusahaan baik sebagian maupun keseluruhan memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungannya. Perusahaan harus mampu mengelola operasi bisnisnya dengan menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan (Nor Hadi, 2011: 46).

Yusuf Wibisono (2007: 7) dalam The word business council for suistainable development (WBCSD) memberi definisi continuing commitment

by businessto behave ethically and contribute to economic development while

improving the quality of life of the workforce and their families as well as ofthe

local community and society at large. Definisi tersebut dapat diartikan sebagai

(2)

komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroprasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.

Edi Suharto (2009: 105) mengemukakan pendapatnya mengenai definisi (CSR). (CSR) merupakan kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional.

Pendapat lain menurut Ardianto dan Machfudz (2011: 34) yang mengemukanan pendapatnya mengenai pengertian (CSR). (CSR) merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memerhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.

Wahyudi dan Azheri (2008: 36) berpendapat bahwa (CSR) merupakan sebuah komitmen perusahaan untuk melaksanakan kewajibannya didasarkan atas keputusan untuk mengambil kebijakan dan tindakan dengan memperhatikan para stakeholder dan lingkungan dimana perusahaan melakukan aktivitasnya yang berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku. Dari definisi (CSR) di atas, tanggung jawab sosial perusahaan atau (CSR) merupakan komitmen perusahaan untuk menciptakan kesejahteraan di wilayah

(3)

kerja perusahaan tersebut dengan tetap mengedepankan kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.

2. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

Suatu perusahaan dalam menjalankan (CSR), harus memberikan perhatian kepada tiga 3 (tiga) hal yaitu laba, lingkungan dan masyarakat. Laba perusahaan, dapat memberikan deviden bagi pemegang saham dengan mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh guna membiayai pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, serta membayar pajak kepada pemerintah. (CSR) dapat dipandang sebagai aset strategis dan kompetitif bagi perusahaan di tengah iklim bisnis yang semakin sarat kompetisi. Perusahaan yang menerapkan (CSR), diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek namun juga turut berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar dalam jangka panjang. Terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dalam menjalankan (CSR) khususnya dilihat dari sisi perusahaan yaitu:

a. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan yang tidak pantas yang diterima perusahaan

b. Sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis

c. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan, karena karyawan akan merasa

bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya,

(4)

d. (CSR) yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya. Meningkatkan penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search World wide, yaitu bahwa konsumen akan lebih menyukai produk-produk

yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik

(A.B. Susanto, 2009: 14-15).

Sementara itu, menurut Mursitama (2011, 27) manfaat eksternal dan internal yang dapat diperoleh perusahaan dari penerapan (CSR) sebagai berikut

adalah:

1. Manfaat eksternal

a. Penerapan (CSR) akan meningkatkan reputasi perusahaan sebagai badan hukum yang mengemban dengan baik pertanggungjawaban secara sosial. Hal ini menyangkut pemberian pelayanan yang baik kepada pihak eksternal atau pemangku kepentingan eksternal.

b. (CSR) merupakan satu bentuk differensiasi produk yang baik, artinya, sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan dan merupakan hasil dari perusahaan yang bertanggungjawab secara sosial. Sangat diperlukan kesesuaian antara berbagai aktifitas sosial dengan karakteristik perusahaan yang juga khas. Karakteristik ini mempunyai ekspektasi dari para pemangku kepentingan tentang bagaimana seharusnya perusahaan bertindak.

(5)

c. Melaksanakan (CSR) dan membuka kegiatan (CSR) secara publik merupakan instrument untuk komunikasi yang baik dengan khalayak. Pada gilirannya semua akan membantu menciptakan reputasi image perusahaan yang lebih baik. Hal tersebut, akan membantu perusahaan dan para karyawannya dalam membangun keterikatan dengan komunitas secara lebih kohensif dan terintegrasi.

d. Kontribusi (CSR) terhadap kinerja perusahaan akan dapat terwujud paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, dampak positif yang timbul sebagai insentif (rewards) atas tingkah laku positif dari perusahaan. Kontribusi ini sering disebut sebagai kesempatan (opportunities). Kedua, kemampuan perusahaan untuk mencegah munculnya konsekuensi dari tindakan yang buruk atau dikenal sebagai “jaring pengaman” atau safety nets bagi

perusahaan (Mursitama, 2011:30). 2. Manfaat eksternal

a. Pengembangan aktifitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Aktifitas tersebut butuh praktik-praktik ketenagakerjaan yang bertanggung jawab sosial.

b. Adanya pencegahan polusi dan reorganisasi pengelolaan proses produksi dan aliran bahan baku, serta hubungan dengan pemasok berjalan dengan baik. Muaranya adalah peningkatan performa lingkungan perusahaan. c. Menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas sumber daya manusia, dan

organisasi yang baik.

(6)

d. Kinerja keuangan perusahaan, terutama harga saham bagi perusahaan yang telah go public, menjadi lebih baik.

3. Alasan Perusahaan Melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR)

Alasan suatu perusahaan dalam menerapkan (CSR) di lingkungannya meliputi 4 (empat) hal. Penerapan (CSR) dengan cara memenuhi tanggung jawab ekonomis, tanggung jawab legal (hukum), tanggung jawab etis dan tanggung jawab filantropis.

a. Tanggung jawab ekonomis

Motif utama perusahaan dalam melaksanakan (CSR) tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan program (CSR) untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagiperusahaan yang tujuan akhirnya pada peningkatan profit agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang.

b. Tanggung jawab legal (hukum)

Perusahaan harus taat hukum dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. Apabila perusahaan tidak melaksanakan (CSR) akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dapat dikenai sanksi berupa :

1. Peringatan tertulis

2. Pembatasan kegiatan usaha

3. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanam modal; atau 4. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanam modal

(7)

c. Tanggung jawab etis

Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan.

d. Tanggung jawab filantropis

Selain perusahaan harus taat hukum, memperoleh laba, dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberikan kontribusi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroprasi pada wilayah orang lain ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.

Keempat jenjang (CSR) tersebut, perlu dipahami sebagai satu kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan interpretasi umumnya kerap terjadi dimana muncul argumen bahwa laba yang harus diutamakan. Tetapi kegiatan mencari keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dari kegiatan lainnya, seperti megembangkan masyarakat. Pada saat ini, (CSR) bukan lagi hanya sekedar kegiatan philanthropy konvensional, memberikan dana untuk sejumlah tujuan-tujuan yang baik diakhir tahun saat pembukuan selesai. Secara luas, (CSR) merupakan konstribusi perusahaan terhadap lingkungan di sekitar mereka, untuk kegiatan bekerja yang lebih baik, untuk komitmen perusahaan terhadap komunitas lokal dan pengakuan atas brand names perusahaan yang tidak hanya bergantung pada kualitas, harga dan keunikan yang mereka miliki,

(8)

namun juga pada interaksi perusahaan dengan tenaga kerja yang dimilikinya, komunitas dan lingkungan secara kumulatif (Chuck Williams, 2001: 123).

Terdapat 3 (tiga) alasan penting mengapa suatu perusahaan harus melaksanakan (CSR). Hal ini, khususnya terkait dengan perusahaan ekstraktif antara lain:

a. Pertama, perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbul keresahan pada masyarakat.

b. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya izin untuk melakukan operasi yang sifatnya kultural. Wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.

c. Ketiga, kegiatan (CSR) merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan (Yusuf Wibisino, 2007: 78).

(9)

4. Sustainability dalam Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)

Satu terobosan besar perkembangan (CSR) seperti yang dikemukakan oleh John Eklington (1997) yang terkenal dengan “The Triple Botton Line” yang dimuat dalam buku “Canibalts with Forks the Triple Botton Line of

Twentieth Century Business”. Konsep tersebut mengakui jika perusahaan ingin

sustainable maka perlu memperhatikan (3P) yaitu bukan hanya profit yang

diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Konsep

Triple Botton Line tersebut merupakan kelanjutan dari konsep sustainable

development yang secara eksplisit telah mengaitkan antara dimensi tujian dan

tanggung jawab baik kepada shareholder maupun stakeholder (Nor Hadi, 2011: 56).

Penerapan (CSR) merupakan strategi bisnis yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan dan keberlanjutan perusahaan. Untuk menjamin kelangsungan dan keberlanjutan sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan semua aspek yang meliputi sustainability ekonomi, sosial, dan lingkungan atau disebut juga triple bottom line. Pentingnya menjaga sustainability ekonomi, sosial, dan lingkungan yaitu sebagai berikut:

a. Sustainability Ekonomi

Tujuan dasar sebuah perusahaan didirikan adalah untuk mencari keuntungan. (CSR) tidak berarti menjalankan kegiatan sosial dan menjaga kelestarian lingkungan hingga mempengaruhi keuntungan perusahaan. Dalam melaksanakan program (CSR), perusahaan wajib memenuhi tujuan

(10)

dasarnya, yaitu mencari keuntungan sebesar-basarnya. Sustainability ekonomi perusahaan merupakan dasar bagi perusahaan untuk menjaga sustainability sosial dan lingkungan. Sustainability ekonomi dicapai dengan

cara memperoleh keuntungan, meminimalkan biaya dan memaksimalkan penjualan, membuat kebijakan-kebijakan bisnis yang strategis serta menjanjikan pengembalian yang menarik bagi para investor.

b. Sustainability Sosial

Berdirinya sebuah perusahaan di tengah-tengah masyarakat menimbulkan dampak terhadap masyarakat tersebut. Kehadiran perusahaan diharapkan sedikit banyak akan mengangkat drajat kesejahteraan masyarakat sekitarnya baik melalui perekrutan tenaga kerja maupun sumbangsih perusahaan secara langsung terhadap masyarakat tersebut. Dengan adanya (CSR) terhadap masyarakat, perusahaan akan mendapat rasa aman dan nyaman dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sustainability sosial terkait upaya perusahaan untuk mengutamakan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Sustainability diupayakan dengan cara mendukung upaya-upaya kesehatan masyarakat, penegakan hak asasi manusia, pembangunan kawasan suatu negara, dan melakukan persaingan usaha yang sehat.

c. Sustainability Lingkungan

Lingkungan yang baik, sehat, bersih, dan terpelihara merupakan harapan semua pihak. Isu mengenai kelestarian lingkungan merupakan isu besar dan menjadi isu global yang masih terus diserukan untuk diupayakan untuk dapat diwujudkan. Setiap permasalahan lingkungan yang terjadi, salah

(11)

satu pihak yang disalahkan adalah perusahaan. Aktivitas perusahaan dituding sebagai penyebab utama terjadinya berbagai permasalahan lingkungan. Selain dari aktifitas industri perusahaan, penyebab masalah lingkungan juga timbul dari produk yang dihasilkan oleh kegiatan usaha suatu perusahaan. Banyaknya tuntutan dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerhati lingkungan dan organisasi internasional lainnya agar perusahaan memperhatikan masalah lingkungan menguatkan argumen bahwa kelangsungan hidup sebuah perusahaan sangat tergantung pada sustainability lingkungan. Masalah pelestarian lingkungan ini penting khususnya perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam. Sustainability lingkungan oleh perusahaan dijaga dengan beberapa cara antara lain dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan demi mengurangi emisi gas buang, pengimplementasian sistem manajemen untuk mengurangi risiko lingkungan yang efektif, menerapkan prinsip-prinsip eco-labeling dan lain-lain (Widjaja dan Yeremia, 2008: 46-47).

5. Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)

Nor Hadi (2011: 59), mengurai prinsip-prinsip (CSR) menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan

aktifitas (action) tetap memperhitungakan keberlanjutan sumberdaya di masa depan.

b. Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggung jawab atas aktifitas yang telah diilakukan.

(12)

c. Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.

6. Pendekatan Corporate Social Responsibility (CSR)

Mengingat adanya perbedaan pendapat, tidaklah mengherankan jika korporasi menerapkan sejumlah pendekatan tanggung jawab sosial. Seperti yang oleh Widjaja Tunggal (2008: 66) ada 4 (empat) sikap yang dapat diambil oleh suatu organisasi berkaitan dengan kewajibannya kepada masyarakat antara lain:

a. Sikap obsruktif

Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang melibatkan tindakan seminimal mungkin dan mungkin melibatkan usaha-usaha menolak atau menutupi pelanggaran yang dilakukan. Sedikit organisasi yang mengambil apa yang disebut sebagai sikap obstruktif (obstructionist stance) terhadap tanggung jawab sosial yang biasanya melakukan usaha seminimal mungkin untuk memecahkan masalah-masalah sosial atau lingkungan. Apabila mereka menghadapi batasan etis atau legal yang memisahkan praktik yang dapat diterima dari praktik-praktik yang tidak dapat diterima, tanggapan mereka biasanya menolak atau menyembunyikan tindakan mereka. Perusahaan yang menganut pendapat ini tidak terlalu peduli dengan perilaku etis dan umunya sedapat mungkin akan menyembunyikan tindakannya yang salah.

(13)

b. Sikap defensif

Pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan perusahaan hanya memnuhi persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. Sikap difensif (defensive stance) organisasi akan melakukan apa saja yang dipersyaratkan oleh peraturan hukum tetapi tidak lebih dari itu. Para manager yang mengambil sikap defensif itu merasa pekerjaan mereka adalah untuk menghasilkan laba. Perusahaan seperti itu, akan memasang peralatan pengendali polusi sesuai dengan yang disyaratkan oleh undang-undang, tetapi tidak akan memasang peralatan yang berkualitas tinggi walaupun alat tersebut dapat lebih membatasi polusi.

c. Sikap akomodatif

Pendekatan tanggung jawab sosial yang diterpkan suatu perusahaan dengan melakukannya apabila diminta, melebihi persyaratan hukum minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan invidu dalam lingkungan sosialnya. Sikap akomodatif (accomodative stance) memenuhi persyaratan hukum dan etisnya tetapi mau bertindak lebih jauh pada saat-saat tertentu. Perusahaan seperti itu sukarela setuju untuk berpartisipasi dalam program-program sosial, tetapi pencari sumbangan harus terlebih dahulu meyakinkan mereka bahwa program tersebut bermanfaat bagi mereka.

(14)

d. Sikap proaktif

Pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan, yaitu secara aktif mencari peluang untuk menyumbang demi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya. Tingkatan tertinggi tanggung jawab sosial yang dapat diperlihatkan suatu perusahaan adalah sikap proaktif (proactive stance). Perusahaan yang menerapkan pendekatan itu sungguh-sungguh melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Mereka melihat dirinya sebagai warga masyarakat dan secara proaktif mencari kesempatan untuk menyumbang. Cara yang paling umum dan langsung untuk melaksanakan sikap tersebut adalah dengan cara mendirikan yayasan yang dapat menyalurkan dukungan finansial langsung bagi program sosial.

7. Model Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Saidi dan Abidin (2004: 64-65) ada 4 (empat) model pola penerapan (CSR) yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia :

a. Keterlibatan langsung

Perusahaan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP) secara langsung dengan menyelengarakan sendiri kegaiatn social atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.

b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupaka adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju.

(15)

c. Bermitra dengan pihak lain

Perusahaan menyelenggarakan TJSP melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasi pemerintah, Instansi Pemerintah, Universitas atau media masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

d. Mendukung atau bergabung dalam suatu Konsorsium

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga social yang didirikan untuk tujuan social tertentu.

8. Komponen Corporate Social Responsibility (CSR)

Meskipun belum ada standar baku (CSR), unsur-unsur (CSR) perusahaan terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat, globalisasi, dan pasar bebas. The World Bank Institute menjabarkan komponen (CSR) sebagai berikut:

a. Proteksi Lingkungan

Tanggung jawab lingkungan ditekankan pada menemukan cara penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk mengurangi dampak operasionalisasi perusahaan terhadap lingkungan.

b. Jaminan Kerja

Terkait dengan kebebasan berserikat bagi pekerja dan pengenalan secara efektif terhadap hak dan kewajiban pekerja, khususnya hak untuk berunding secara kolektif.

(16)

c. Hak Asasi Manusia

Pengembangan tempat kerja yang bebas dari diskriminasi dengan mengedepankan etika professional yang memperhatikan kreativitas dan pembelajaran, dan keseimbangan antara pekerjaan aspek lain di luar pekerjaan.

d. Keterlibatan dalam komunitas

Merupakan tindakan perusahaan untuk mengoptimalkan dampak dari donasi uang, waktu, produk, jasa,pengaruh, pengetahuan manajemen dan sumber daya lainnya pada masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi. e. Standar bisnis

Standar ini meliputi aktifitas perusahaan secara luas seperti etika, imbalan keuangan, perlindungan lingkungan, standar kerja, dan HAM.

f. Pasar

Mencakup aktivitas bisnis secara luas yang menggambarkan hubungan antara perusahaan dengan konsumen, yang antara lain meliputi etika pemasaran, penetapan harga, pengenalan produk, kualitas dan keamanan produk.

g. Pengembangan ekonomi dan badan usaha

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan harus memperhatikan daya saing, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) lokal, kewiraswastaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan keuangan mikro.

h. Proteksi Kesehatan

(17)

Di banyak negara industri, tempat kerja dikenal sebagai tempat penting untuk melakukan promosi kesehatan, sehingga perusahaan dapat berperan sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan kesehatan.

i. Pengembangan kepemimpinan dan pendidikan

Perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar dengan memberikan akses pendidikan, sehingga perusahaan dapat memberikan dampak positif pada proses pemberdayaan melalui standar pengembangan kepemimpinan dan pendidikan dalam perusahaan dan menularkan praktek-praktek terbaik kepada mitra perusahaan yang masih berada dalam tingkat perekonomian berkembang atau transional.

j. Bantuan bencana kemanusiaan

Perusahaan bekerjasama dengan pemerintah, masyarakat dan LSM memegang peran penting dalam mendukung operasi bencana kemanusiaan. Perusahaan diharapkan dapat menerapkan konsep "respon proaktif" dan memusatkan pada tindakan pencegahan melalui upaya pemberdayaan (Jimmy Tanaya, 2004: 46).

Menurut Yusuf Wibisono (2007: 47), ISO 26000 Guidance standard on social responsibility secara konsisten mengembangkan (CSR). Ruang lingkup

social responsibility mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu:

1. Pengembangan masyarakat; 2. Konsumen;

(18)

3. Praktek kegiatan institusi yang sehat; 4. Lingkungan

5. Ketenagakerjaan 6. Hak asasi manusia

7. Organizational governance.

Selain itu, bentuk program (CSR) yang umumnya diterapkan oleh perusahaan memiliki 2 (dua) orientasi yaitu:

1. Internal, yaitu (CSR) yang berbentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap komunitas.

2. Eksternal, yaitu (CSR) yang mengarah pada tipe ideal yang berupa nilai dalam perusahaan yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya (Arif Budimantana, 2008: 57).

9. Tahap-tahap Mengelola Corporate Social Rensponsibility (CSR)

Implementasi (CSR) yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkugan dan profil resiko serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas dan lingkungan sekitar, merupakan titik awal yang baik menuju (CSR) yang lebih luas. Pelaksanaan (CSR) dapat dilaksanakan menurut prioritas yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Umumnya perusahaan yang menerapkan CSR menggunakan 4

(19)

(empat) tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi, tahap evaluasi dan tahap pelaporan.

a. Tahap perencanaan

Gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan untuk gagal. Istilah ini rasanya tepat untuk menggambarkan pentingnya sebuah perencanaan. Perencanaan terdiri atas tiga langkah yaitu:

1. Awareness bulding

Merupakan langka awal untuk membangun kesadaran arti pentingnya (CSR) dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan atara lain melalui seminar, lokakarya, Diskusi kelompok dan lain-lain.

2. (CSR) assessement

Merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas, perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan (CSR) secara efektif.

3. (CSR) manual building

Merupakan pedoman implementasi dari hasil assesment yang telah dilakukan. Upaya yang harus dilakukan antara lain melalui benchmarking (mempelajari program (CSR) dari perusahaan lain yang dinilai lebih sukses dalam implementasi program ini), menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang menginnginkan langkah instan, penyusunan manual ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Penyusunan manual (CSR) dibuat sebagai acuan,

(20)

pedoman dan panduan dalam mengelola kegiatan perusahan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindakan seluruh elemen perusahaan guna terciptanya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.

b. Tahap implementasi

Tahapan implementasi terdiri dari 3 (tiga) langkah utama yaitu: 1. Sosialisasi

Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi (CSR) khususnya mengenai pedoman penerapan (CSR) dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan penuh seluruh komponen perusahaan. 2. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman (CSR) yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. 3. Internalisasi

Internalisasi adalah tahap jangka panjang mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan (CSR) di dalam seluruh proses bisnis perusahaan seperti melalui sistem manajemen kinerja.

c. Tahap evaluasi

Setelah program (CSR) diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu kewaktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan (CSR). Evaluasi bukan tindakan untuk mencari-cari kesalahan

(21)

atau mencari kambing hitam. Evaluasi justru dilakukan untuk pengambilan keputusan. Misalnya, keputusan untuk menghentikan, melanjutkan atau memperbaiki dan mengembangkan aspek-aspek tertentu dari program yang telah diimplementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atau praktik (CSR) yang telah dilakukan. Langkah ini tak terbatas pada kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur oprerasi standar tetapi juga mencakup pengendalian resiko perusahaan. Evaluasi dalam bentuk assessment audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN, untuk beberapa aspek penerapan (CSR). Evaluasi tersebut juga dapat membantu perusahaan tersebut utuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta pencapaian perusahaan dalam implementasi (CSR) sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

d. Pelaporan

Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk proses pengembalian keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relefan mengenai perusahaan. Selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholder lainnya yang memerlukan informasi tersebut. Perusahaan bebas menentukan bentuk atau format reporting yang dibuatnya karena memang standar baku yang ditentukan (Yusuf Wibisono, 2007: 121-125).

(22)

Menurut Princes of wales foundation ada 5 (lima) hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi (CSR) yaitu:

1. Human Capital

Salah satu tujuan (CSR) adalah untuk pemberdayaaan masyarakat, bukan memperdayai masyarakat. Pemberdayaan bertujuan mengkreasikan masyarakat yang lebih mandiri.

2. Environments

Perusahaan harus bisa berupaya supaya limbah dari pabrik tidak dibuang di lingkungan sekitar yang dapat mencemari lingkungan perusahaan yang berada di tengah masyarakat.

3. Good Coperate Governance

Mekanisme bagaimana sumber daya perusahaan dialokasikan menurut aturan hak dan kewajiban.

4. Social Cohesion

Dalam hal melaksanakan (CSR) jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial.

5. Economic Stength

Memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi (Untung, 2007: 9).

10. Peraturan Hukum Corporate Social Responsibility (CSR)

Sebelum disahkannya ketentuan (CSR) dalam peraturan perundang-undangan, terdapat 6 (enam) hal yang menjadi dasar pelaksanaan tanggung jawab sosial di Indonesia. Keenam hal tersebut yakni voluntary (sukarela),

(23)

gotong royong, kepedulian yang berpijak pada cinta kasih terhadap sesama, keikhlasan untuk membantu, honesty (kejujuran), dan keadilan sosial yang berpijak pada kejujuran. Pelaksanaan (CSR) yang pada mulanya bersifat sukarela ini menimbulkan penafsiran yang bebas di benak pengusaha. Kegiatan (CSR) dilaksanakan dengan didasarkan pada kepentingan masing-masing perusahaan semata. Berangkat dari hal tersebut, pengaturan (CSR) menjadi dianggap penting di Indonesia. (CSR) yang pada awalnya merupakan tanggung jawab non-hukum, sekarang berubah menjadi tanggung jawab hukum (liability) (Sitepu Yovita Sabarina, 2008: 37).

Kewajiban peusahaan untuk melaksanaan (CSR) di Indonesia telah diatur dalam undang-undang. Ketentuan undang-undang yang mengatur tentang (CSR) antara lain:

a. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Pada awalnya dasar hukum perseroan terbatas pada awalnya diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, tetapi belum mengatur mengenai (CSR), dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menggantikan Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas telah diatur mengenai ketentuan CSR yang termuat dalam Pasal (74) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi sebagai berikut:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan

(24)

diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan dalam Pasal 74 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Penjelasan Pasal 74 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Seperti yang telah diuraikan di atas, meskipun perusahaan tidak secara langsung melaksanakan ekspoitasi sumber daya alam tetapi selama usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Menurut Gunawan Widjaja dan Yameria Ardi Pratama (2008: 95), dalam Penjelasan Pasal 74 Ayat (1) Undang-undang Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas jelas disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan (CSR) bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti

(25)

(core business) dari perusahaan tersebut. Walaupun perusahaan tersebut tidak secara langsung melaksanakan eksploitasi sumber daya alam, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Hal ini berarti bahwa, baik itu perusahaan pertambangan, industri perkayuan, industri makanan, yang dalam kegiatan usahanya berhubungan langsung dengan sumber-sumber daya alam, maupun rumah sakit, perusahaan telekomunikasi, perbankan, percetakan dan perusahaan-perusahan lain yang secara tidak langsung menggunakan dan berdampak pada sumber daya alam dalam kegiatan usahanya, wajib melaksanakan (CSR).

Berdasarkan ketentuan Pasal 74 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang perlu dikaji dari susunan kalimat di atas, yaitu sebagai berikut:

 Pertama

kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Ada kata “dianggarkan” dan “diperhitungkan” sebagai

biaya perseroan. “Dianggarkan” memiliki makna bahwa biaya untuk (CSR) sudah “direncanakan” sejak awal tahun oleh suatu perseroan, sedangkan “diperhitungkan” adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan

(26)

oleh suatu perseroan untuk (CSR) baik direncanakan atau tidak. Biaya yang dikeluarkan secara nyata untuk (CSR) dapat saja lebih besar atau lebih kecil dari biaya yang dianggarkan.

 Kedua

“yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan

kewajaran”. Kata “memperhatikan kepatutan dan kewajaran”, tidak

memberikan kejelasan parameter mengenai jumlah tertentu. Sehingga tidak ada nominal ataupun persentase yang jelas berapa besar biaya yang harus dipersiapkan oleh korporasi untuk melaksanakan (CSR) (Mukti Fajar, 2010: 302-303).

Selain itu, cara yang dapat digunakan dalam menetukan anggaran untuk pelaksanaan (CSR) dilakukan dengan kepatutan dan kewajaran, yaitu dengan pengertian bahwa biaya-biaya tersebut harus diatur besarnya sesuai dengan manfaat yang akan dituju dari pelaksanaan (CSR) itu sendiri berdasarkan kemampuan keuangan perusahaan (Hendrik Budi Untung, 2007: 93-100).

b. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pasal 15 (b) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur terkait (CSR), yang berbunyi setiap penanam modal berkewajiban:

Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan

Penjelasan Pasal 15 ayat (b) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal yang dimaksud “tanggung jawab sosial

(27)

perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan

penananam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. Penjelasan dalam Pasal 1 angka (4) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang dimaksud dengan “penanam modal” adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan

penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negri dan penananm modal asing.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Linkungan Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Linkungan Perseroan Terbatas merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal (2) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Linkungan Perseroan Terbatas disebutkan bahwa “setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai

tanggung jawab sosial dan lingkungan”

Perseroan Terbatas memiliki kedudukan yang mandiri yang oleh Undang-undang diberi “standi persona”. Perseroan Terbatas dijadikan sebagai subyek hukum mandiri disamping manusia selaku orang perorangan, yang kemudian dinamakan sebagai “badan hukum”( Rudhi

Prasetya, 1996: 28).

(28)

Subyek hukum ialah siapa yang dapat mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum atau dengan kata lain siapa yang cakap menurut hukum untuk bertindak. Kondisi yang berkembang di masyarakat dewasa ini, subyek hukum tidak hanya terbatas pada orang saja, tetapi ada hal lain yang disebut sebagai badan hukum (rechts persoon). Badan hukum (recht person) diartikan sebagai orang (person) yang diciptakan oleh hukum yang di pandang sebagai subyek hukum yang memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam melakukan perbuatan hukum layaknya manusia (C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2002: 1).

Pasal (3) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Linkungan Perseroan Terbatas menyatakan bahwa:

Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-undang.

Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Linkungan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa “kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik

di dalam maupun di luar lingkungan perseroan”

d. Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

Pasal 20 Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan menyebutkan bahwa

Setiap perusahaan yang berada di daerah dan memperkerjakan karyawan paling sedikit 100 (seratus) wajib menetapkan

(29)

komitmennya dalam penyelenggaraan TSP sebagai bagian dari kebijakan manajemen maupun program pengembangan perusahaan dengan mempedomani ketentuan dan/ atau Peraturan Perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaan.

B.Tinjauan Umum Perseroan Terbatas

1. Pengertian Perseroan Terbatas

Pengaturan tentang Perseroan Terbatas semula diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Akan tetapi, ketentuan tentang perseroan terbatas dalam kitab ini kemudian tidak berlaku lagi setelah adanya Undang-undang Perseroan Terbatas yang merupakan Undang-Undang-undang khusus mengatur tentang Perseroan Terbatas (Munir Fuady, 2005: 36).

Perseroan Terbatas (Limited Liability Company, Naamloze Vennootschap) merupakan bentuk yang begitu populer dari semua bentuk usaha

bisnis. Perseroan Terbatas masuk ke dalam ranah Hukum Perusahaan yang mana penjelasan resmi tentang definisi perusahaan tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang

(C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2001: 67).

H. M. N. Purwosutjipto (1999: 90), mempunyai pendapat bahwa Perseroan terbatas yang disingkat PT terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas. Perseroan adalah persekutuan yang modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan kata terbatas itu tertuju pada tanggung jawab pemegang saham atau pesero yang bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya.

(30)

Rachmadi Usman (2004: 47) mengemukakan pendapatnya mengenai Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal dari pada saham-saham yang dimilikinya.

Perseroan Terbatas adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri atas saham-saham yang pemeliknya memiliki bagian saham yang dimilikinya. Oleh karna modalnya terdiri atas saham-saham yang dapat diperjualbeikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan (Adrian Sutedi, 2015: 6).

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhya terbagi dalam saham, serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Kegiatan usaha dari perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya perseroan, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan (Frans Satrio Wicaksono, 2009: 2).

Pengertian Perseroan Terbatas juga termuat dalam Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

(31)

2. Unsur-unsur Perseroan Terbatas

Berdasarkan pengertian Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa:

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan dari penjelasan diatas menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja (2006: 7-8), Perseroan memuat lima hal pokok yang menjadi karakteristiknya, yaitu:

a. Berbentuk badan hukum, yang merupakan persekutuan modal

Secara teoritis pada subjek hukum pribadi (manusia), status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi manusia tersebut berada dalam kandungan. Sedangkan pada badan hukum, status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya.

b. Didirikan atas dasar perjanjian

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Rumusan tersebut mempertegas kembali makna perjanjian sebagaimana

(32)

diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata Pasal 1320).

c. Melakukan kegiatan usaha

Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Kegiatan usaha yang dilakukan Perseroan adalah dalam bidang ekonomi baik industri, perdagangan barang maupun jasa yang bertujuan memperoleh keuntungan/laba.

d. Modalnya terbagi atas saham-saham

Adanya modal yang terbagi ke dalam saham-saham ini merupakan perwujudan dari karakteristik suatu Perseroan yang independen, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemegang sahamnya maupun para pengurusnya. Oleh karena itu, pada saat pendirian Perseroan, bahkan sebelum permohonan pengesahan akta pendirian Perseroan ke Menteri e. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan

Setiap Perseroan harus memenuhi persyaratan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya mulai dari pendiriannya, beroperasinya, dan berakhirnya (Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja,

3. Ciri-ciri Perseroan Terbatas

a. Memiliki status hukum tersendiri sebagai suatu badan hukum, yaitu subjek

hukum artificial yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk membentuk kegiatan perekonomian yang dipersamakan individu manusia, orang perorangan.

(33)

b. Memiliki harta kekayaan sendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat.hal itu berarti bahwa, perseroan dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan yang menjadikan perseroan sebagai subjek hukum mandiri (persona standi in judicto) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan. c. Tidak lagi membebankan tanggung jawabnya kepada pendiri atau pemegang

sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri.

d. Kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu.

e. Keberadaanya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan dengan eksistensi dari pemegang sahamnya.

f. Pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus (Direksi), dewan komisaris dan pemegang saham tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan (Gunawan Widjaja, 2008: 11-12).

(34)

4. Jenis-jenis Perseroan Terbatas

Perseroan merupakan salah satu jenis badan usaha yang ada di wilayah Indonesia selain CV, Firma dan Koperasi. Jenis-jenis perseroan terbatas antara lain:

a. Perseroan Terbatas/ PT Tertutup

PT Tertutup adalah PT yang saham perusahaannya hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu yang sudah ditentukan dan tidak menerima investor dari luar secara sembarangan. Umumnya jenis PT ini adalah PT keluarga atau kerabat atau saham yang dikertasnya sudah tertulis nama pemilik saham dan yang tidak mudah untuk dialihkan kepada pihak lain.

b. Perseroan Terbatas Terbuka

PT Terbuka ini merupakan salah satu jenis PT yang saham-saham perusahaannya boleh dibeli dan dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali sehingga sangat mudah untuk diperjual-belikan kepada khalayak ramai. Biasanya kepemilikan saham PT Terbuka ini atas tunjuk, bukan atas nama sehingga tidak sulit untuk menjual maupun membelinya.

c. Perseroan Terbatas Domestik

PT Domestik adalah Perseroan Terbatas yang hanya berdiri dan melakukan kegiatan operasionalnya di dalam negri sesuai aturan yang berlaku di Republik Indonesia.

d. Perseroan Terbatas Asing

PT Asing adalah PT yang didirikan di negara lain dengan aturan dan hukum yang berlaku dinegara tempat PT itu didirikan, namun apabila memiliki

(35)

cabang di Indonesia tentu saja mereka harus memenuhi persyaratan-persyaratan serta peraturan yang berlaku di Indonesia. Mereka harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku di Republik Indonesia.

e. Perseroan Terbatas Perseorangan

PT Perseorangan ini merupakan perusahaan yang saham-sahamnya telah dikeluarkan dan hanya dimiliki oleh satu orang saja. Orang yang menguasai saham tersebut juga bertindak atau menjabat sebagai direktur di perusahaan tersebut. Dengan demikian orang tersebut akan memiliki kekuasaan tunggal, yaitu menguasai wewenang direktur dan juga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

f. Perseroan Terbatas Publik

Perusahaan semacam ini, kepemilikan sahamnya bebas oleh siapa saja dan telah terdaftar di Bursa Efek (A. Yudi Setiawan, 2015: 65-66).

5. Organ-organ Perseroan Terbatas

Berdasarkan Pasal 1 butir (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Organ Perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Ketiganya memiliki kewenangan yang berbeda guna menjalankan hak dan kewajiban Perseroan. Selama organ-organ tersebut dapat menjalankan perannya dengan baik, maka Perseroan akan berjalan dengan baik, dan para pemegang saham Perseroan akan terjamin kepentingannya dalam Perseroan. Berikut akan diuraikan secara umum mengenai organ-organ Perseroan tersebut.

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

(36)

Berdasarkan Pasal 1 angka (4) Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Pereroan Terbatas menjelaskan mengenai Rapat Umum Pemegang Saham. (RUPS) adalah organ Perseroan yang memgang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memgang segala wewenang yang bersifat redusial yaitu wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar. Sesuai dengan namanya (RUPS) merupakan forum dimana para pemegang saham membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan Perseroan Terbatas.

Pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdapingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power) yang diatur dalam Undang-undang dan anggaran dasar. Dengan demikian tidak dapat dikatakan bahwa (RUPS) leih tinggi dari direksi dan dewan komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang mereka miliki (Yahya Harahab, 2009: 306).

Cornelius Simanjuntak dan Natali Mulia memiliki pandangan yang berbeda terhadap posisi (RUPS). Menurut mereka terdapat 2 (dua) hal yang menjadi landasan (RUPS) dapat dikatakan sebagai posisi yang utama. Pertama, Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa perseroan merupakan persekutuan modal yang merupakan hasil kontribusi dari para pendiri, yang pada praktiknya pendiri tersebut seringkali langsung bertindak dalam kedudukannya sebagai (RUPS). (RUPS) merupakan pendiri dan pemegang

(37)

saham perseroan, maka sudah seyogyanya setiap keputusan yang menyangkut tujuan awal para pendiri dalam mendirikan perseroan berada ditangan mereka melalui (RUPS). Landasan yang kedua adalah landansan pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris dimana anggota Direksi dan Dewan Komisaris bukan diangkat melalui rapat Direksi atau Dewan Komisaris, namun diangkat dan diberhentikan oleh (RUPS). Hal ini memperlihatkan bahwa (RUPS) memiliki kekuasaan yang besar yang tidak dimiliki oleh organ perseroan lainnya (Cornelius Simanjuntak dan Natali Mulia, 2009: 2).

b. Direksi

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijelaskan mengenai pengertian Direksi. Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan, serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Kewenangan Direksi pada dasarnya meliputi pengelolaan dan pengurusan sehari-hari yakni membimbing dan membina kegiatan atau aktifitas perseroan ke arah pencapaian maksud dan tujuan yang ditetapkan anggaran dasar. Direksi dalam menjalankan kewenangannya tidak boleh melampaui batas-batas yang telah ditentukan dalam Undang-undang maupun anggaran dasar perseroan. Direksi wajib menjalankan kewenangannya sesuai dengan kepentingan perseroan dengan tidak mengandung benturan

(38)

kepentingan dan tidak mempergunakan posisinya sebagai direksi untuk memperoleh keuntungan pribadi. Perbuatan yang melanggar kepentingan dapat dikategorikan sebagai tindakan penyalahgunaan kewenangan (abuse of authority). Berdasarkan Pasal 98 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas juga menentukan bahwa kewenangan perseroan oleh direksi adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini, anggaran dasar maupun keputusan (RUPS). Kapasitas direksi untuk mewakili perseroan adalah kuasa atau perwakilan karena Undang-undang, direksi tidak membutuhkan kuasa dari perseroan sebab kuasa yang dimilikinya atas nama perseroan yang melekat secara inherent pada diri jabatan direksi berdasarakan Undang-undang

(Yahya Harahab, 2009: 345-349). c. Dewan Komisaris

Berdasarkan bunyi Pasal 1 angka (6) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijelaskan mengenai pegertian Dewan Komisaris. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi yang dapat diangkat menjadi Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum.

Menurut Bintoro Nadapdap (2012: 108-181) dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dalam Perseroan Terbatas mempunyai beberapa prinsip

(39)

yuridis menurut ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komisaris merupakan badan pengawas

selain mengawasi tindakan Direksi, Komisaris juga mengawasi perseroan secara umum.

2. Komisaris merupakan badan independen

Seperti halnya dengan Direksi dan (RUPS), pada prinsipnya komisaris merupakan badan yang independen, Komisaris tidak tunduk pada kekuasaaan siapapun dan Komisaris melakukan tugasnya semata-mata untuk kepentingan Perseroan.

3. Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen (non executive)

Meskipun Koisaris merupakan pengambil keputusan (decicion maker), tetapi pada prinsipnya Komisaris tidak memiliki otoritas manajemen. Pihak yang memiliki tugas manajemen eksekutif adalah Direksi.

4. Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang mengikat kepada Direksi.

Referensi

Dokumen terkait

Data tes hasil belajar (post-test) secara keseluruhan diperoleh hasil presentase sebesar 94%, maka berdasakan kriteria yang ditentukan dapat dijelaskan bahwa

Masalah belajar: merasa kurang tekun dalam belajar, merasa kurang siap dalam rangka menghadapi ujian, kurang memahami pentingnya mengatur waktu belajar di rumah, belum

Kenalkan, nama saya Ana Khairunisa. Saya berasal dari Indonesia. Di Indonesia saya tinggal di Padang. Saya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Dengan teknik

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan karakteristik dengan tingkat kecemasan primigravida pada trimester III dalam menghadapi persalinan di Klinik Sumiariani Kecamatan

Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare

Menjadi menarik ketika etnis Minang merupakan salah satu etnis yang sering diangkat pada Media, namun banyak penggambaran akan etnis Minang yang disajikan membuat etnis ini

This research aims at finding out the correlation between the mastery of present tense and the ability I writing descriptive text of the eighth grade students of SMP N

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada telah diuraikan, maka akan dirancang sebuah sistem berbasis Android dengan mempermudah belajar Bahasa Arab ke Indonesia