• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAGAM BAHASA DALAM UMPASA ADAT PERKAWINAN SIMALUNGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RAGAM BAHASA DALAM UMPASA ADAT PERKAWINAN SIMALUNGUN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

RAGAM BAHASA DALAM UMPASA ADAT PERKAWINAN

SIMALUNGUN

Martina Girsang

Dosen Fakultas Sastra Universitas Methodist Indonesia

ABSTRACT

The research deals with an analysis of language veriety in the wedding ceremony of Batak Simalungun customary law.This wedding ceremony of Simalungun customary law is closely connected to social function of Dalihan Natolu or Tolu Sahundulan that consist of tondong,boru,and sanina. Tondong is a kindship system of having the same clan.The status of tondong and boru comes up because of affinal relationship or marriage link.

In Simalungun Batak wedding ceremony the marriage talk or promise known as

parsahapan naposo and the given gift or mambere goloman are not included as adat

talk.On the other hand,the adat talk at home or pajabu parsahapan and maralop or to take the wife candidate belonged adat talk.Thus,this research deals with an analysis of the last two steps.

The analysis of language variety is restricte to diction in umpasa ‘pantun’ which always expresses in wedding ceremony of Batak Simalungun.Besides that the analysis is olso covering the interaction of the role of adat participants in terms of tondong,boru,and sanina in relation to language variety.

Keywords: Variety Language, Umpasa, Wedding Batak Simalungun

1. PENDAHULUAN

Sebagai mahluk sosial bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain untuk menyampaikan hasrat, ide, ataupun keinginan. Ini menjadi salah satu factor yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya yang ada di dunia ini. Oleh karena itu, sesuatu hal yang nyata bahwa bahasa yang digunakan manusia bervariasi dikarenakan keragaman masyarakat pengguna bahasa.

Propinsi Sumatra Utara adalah salah satu propinsi yang ada di Negara Republik Indonesia yang ibukotanya adalah Medan. Medan selalu diidentikkan dengan orang Batak, walau pada dasarnya tidak semua penduduk yang ada di kota Medan sekitarnya adalah etnik Batak.

Ada beberapa kelompok etnik yang masuk ke dalam kelompok Batak, seperti: Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak, Angkola, Batak Pakpak. Masing –masing dari etnik ini mempunyai cara dalam menyampaikan rasa suka cita, pesan, harapan,

dan lain sebagainya ketika menjalani proses perkawinan tradisinya masing-masing. Salah satu dari etnik Batak ini, Batak Simalungun, menjadi objek penelitian penulis.

Dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji ragam bahasa dalam umpasa Batak Simalungun (yang selanjutnya disingkat dengan US). Umpasa ‘pantun’ acap kali disampaikan dalam acara adat perkawinan Simalungun. Ragam bahasa yang dimaksud dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan satuan keindahan atau estetis bahasa dalam umpasa ’pantun’.

Dalam masyarakat Simalungun (MS) ada satu system adat perkawinan yang mempunyai satu fondasi filosofis yang dikenal dengan Tolu

Sahundulan yang intinya: Sombah

Martondong ‘hormat kepada mertua’; Elek

Marboru ‘pandai mengambil hati pihak besan’;

dan Manat Marsanina’ hormat dengan kawan

satu marga’.Ketiga komponen ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam masyarakat Simalungun ragam bahasa dapat didengar ketika masing masing komponen dalam tolu sahundulan, Tondong,

(2)

Boru, Sanina menyampaikan pesan, nasihat atau petuah melalui umpasa ’pantun’ bahasa Simalungun.Dan bahasa yang terdapat dalam umpasa tersebut tidak digunakan dalam bahasa sehari-hari. Dan inilah yang menjadi salah satu bentuk keragaman bahasanya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Kaum struktural acap kali hanya berorientasi pada bentuk semata,tanpa mempertimbangkan bahwa satuan bahasa juga memiliki sifat ekstra lingual. Kaum strukturalis yang selalu memegang prinsip konsep masyarakat homogen acapkali tidak mempertimbangkan berbagai ragam bahasa.

Fishman dalam Kridalaksana (1971:4) mengatakan bahwa sosiolinguistik sebagai cabang linguistic berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi atau ragam bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri bahasa itu dengan ciri sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari fungsi dan ciri berbagai bahasa serta hubungan diantara bahasa dengan ciri dan fungsi itu dalam satu masyarakat bahasa.Itulah sebabnya penelitian ini menggunakan konsep dasar teori sosiolinguistik mengenai variasi bahasa dari segi penggunaanya yang dikenal dengan Ragam bahasa.

Penelitian ragam bahasa dari segi penggunaannya tidak terlepas dari segi penuturnya.Menurut Hartman dan Stork Dalam Chaer(1995:81) bahwa variasi bahasa dapat dibedakan berdasarkan kriteria latar belakang geografi dan sosial penutur,medium yang digunakan, maupun pokok pembicaraan.

Kajian variasi bahasa dari segi penggunaanya akan sangat jelas terlihat dari keberadaan kosa kata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain, misalnya mangan ‘makan’ dan manjojot ‘makan’; eak ‘ya’ dengan

alou ‘ya’;pamangan ‘mulut’ dengan babah

‘mulut’. Ragam bahasa ini dapat juga ditemukan pada estetis bahasa yang digunakan dalam umpasa ‘pantun’ dalam masyarakat Simalungun, yang berbeda pengucapannya dari masing –masing komponen kedudukan dalam adat perkawinan.

Menurut Sumbayak Binnen (1997:1)

Umpasa aima nidokan-nidokan pondok

napinadomu marparangguan, maringgou,

suman tangaron mangihuthon alinan ampa isini. Umpasa adalah kalimat –kalimat pendek yang dipadu denan dialek yang enak didengar sesuai dengan isi dan sampirannya.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Adat masyarakat Batak secara umum,khususnya Batak Simalungun lazim disebut dengan masyarakat yang menganut paham Dalihan Natolu ‘tiga tungku’.Dalam masyarakat Simalungun (MS) Dalihan Natolu (Partuha Maujana Simalungun 2001:1) : merupakan cerminan falsafah budaya Simalungun yaitu : Tolu Sahundulan ‘Tiga dalam satu tempat duduk’ yaitu yang terdiri dari Tondong, Boru, Sanina.

Penelitian ini tidak menganalisis data melalui penentuan populasi atau sampel karena objek penelitian hanya tertuju pada suatu gejala tertentu yakni ragam bahasa pada pesta perkawinan adat masyarakat Simalungun (MS). Dengan demikian penelitian ini lebih dikenal dengan sebutan penelitian kasus karena objek penelitian yang dilakukan hanya terinci dalam suatu gejala tertentu saja (Arikunto 1991:115).

Ragam bahasa dalam objek penelitian ini mencakup diksi atau pilihan kata dalam umpasa ‘pantun’ masyarakat Simalungun yang disampaikan oleh masing-masing pemeran dalam Tolu Sahundulan.

Dalam menganalisis data peneliti menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu penyelidikan yang dipusatkan tidak semata pada pengumpulan dan penyusunan data. Melainkan meliputi analisis dan interpretasi data tersebut.Penyelidikan deskriptif lebih merupakan istilah umum yang menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan teknik observasi, interview dan studi kasus (Surakhmad 1980:140).

Untuk menyempurnakan penelitian ini penulis melakukan beberapa langkah, yaitu: pertama bahwa penulis turut terlibat langsung acara pelaksanaan adat perkawinan berlangsung melalui observasi atau pengamatan langsung ketika terjadi pengumpulan data. Kemudian

(3)

langkah selanjutnya adalah memberikan beberapa pertanyaan dengan interview terbuka terhada ragam bahasa yang ada dalam umpasa yang disampaikan dalam proses berjalannya adat istiadat perkawinan Simalungun. Disamping itu penulis juga menambahkan langkah-langkah dengan bacaan atau kepustakaan yang berkaitan dengan upacara adat perkawinan Simalungun.

4. PEMBAHASAN

Penggunaan umpasa merupakan warisan budaya bagi masyarakat Batak secara umum, dan Batak Simalungun khususnya. Umpasa atau pantun memuat pesan tidak hanya mengenai arti kehidupan tetapi juga pesan moral dalam menjalani kehidupan.Umpasa atau pantun merupakan kalimat yang berirama yang menjadi ciri khusus dimana dapat terdiri dari dua atau empat baris,bahkan lebih.

Umpasa atau bahasa berpantun yang terdiri dari dua baris merupakan penempatan baris pertama berupa sampiran dan yang kedua berupa isi. Sedangkan umpasa yang terdiri dari empat baris adalah dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir berupa isi..

Kehadiran umpasa pada pelaksanaan perkawinan adat MS yang menggunakan bahasa Simalungun sepertinya sudah merupakan kewajiban pembicaraan adat. Tanpa penggunaan umpasa pelaksanaan adat akan terasa hambar dalam arti kurang bermakna adat. Hal ini mungkin terjadi karena berkaitan erat dengan falsafah adat MS yang selalu dibuka dengan bentuk umpasa pembuka seperti dibawah ini:

I pokkah bulu balakkei,sigeini bagot pudi Dibuka dengan daun ballakkei’

Pinukkah ni oppungta na parlobei,ihutonhonni parpudi.

‘Apa yang ditorehkan orang tua terdahulu, diikuti generasi sesudahnya’

Sudah merupakan tradisi turun temurun bagi masyarakat Simalungun bahwa pada setiap upacara kegiatan adat dimulai dengan acara makan.Berkaitan dengan ini pihak keluarga pengantin pria ‘hasuhutan paranak ‘ membawa makanan yang diserahkan kepada pihak

keluarga pengantin wanita ‘hasuhutan parboru’. Untuk memulai percakapan adat sebelum makan, pihak paranak yang diwakili anak boru jabu paranak(ABJP) yakni keluarga saudara perempuan dari pihak orangtua laki-laki atau calon pengantin pria memulai dengan umpasa :

.Joring nabirong tambulni bagot puli soninpe adong sonin ma napauli uli.

Apa yang ada semoga berkatnya lebih besar’ Setelah selesai makan maka pembicaraan adat dimulai dengan topic pembicaraan mengenai jumlah uang mahar yang akan diberikan oleh pihak paranak kepada pihak parboru. Dalam MS hal ini dibicarakan pada acara pajabu parsahapan‘percakapan di rumah’. Pajabu parsahapan pada dasarnya menyatakan utang yang harus dilunasi karena pihak boru sudah menunjukkan itikad baiknya meminang putri perempuan atau tondong .

Pada acara pajabu parsahapan segala sesuatunya harus terang dan jujur menyatakan maksud dan tujuan. Apa lagi hal ini menyangkut kesanggupan material yang diberikan boru dan yang diterima tondong. Sehingga tidak ada yang tersembunyi. Untuk menggugah hal ini biasanya pihak tondong yang diwakili saninanya akan memulai umpasa sebagai berikut :

Boras san nangingma, boras sang golom anggo dong na toding ulang ilomlom .

Umpasa di atas menyiratkan jangan sampai

ada yang tertinggal karena ketidak terus terangan. Bila hal ini dibiarkan bisa berdampak negative di kemudian hari. Untuk mendukung isi pembicaraan ini pihak sanina dari tondong dapat menambahkan dalam bentuk umpasa yang berikut ini :

Asok-asok mandurung, dohor

parlakkitangan

Asok-asok maruhur dohor dalan

parsirangan.

Adapun tambahan umpasan diatas yang disampaikan pihak tondong bukan berupa ancaman kepada pihak boru. Maksud dan tujuan umpasa tersebut memberi dorongan kepada boru mengutarakan kemampuannya tanpa sembunyi-sembunyi demi kebaikan. Bila tidak berterus terang akan lebih dekat kepada pertikaian yang bisa berbuntut perceraian.

(4)

Kesiapan boru untuk menjawab apa yang diutarakan tondong akan dijawab melalui umpasa yang berikut ini :

Dohor parlangkitangan, dohoran paransuguhan

Dohoran pe parsirangan, dohoran do pardomuan

Umpasa diatas yang disampaikan oleh pihak dari boru menunjukkan permohonan yang tulus bahwa lebih dekat pertemuan dibanding perpisahan. Oleh karena itu jawaban boru pada intinya mengiyakan atau menyanggupi untuk berterus terang.

Bila kesepakatan sudah menemui titik temu maka dipenghujung acara pajabu parsahapan pihak tondong akan menyampaikan umpasa untuk bisa selamat untuk mengikuti acara

maralop yang akan dilakukan kemudian.

Bentuk umpasa yang disampaikan adalah: Boras sansupak ma boras sannangging. Horas ma nasiam mulak horas homa hanami natading.

Harapan pihak tondong kepada boru akan menepati janjinya untuk melunasi mahar sekaligus meminta kesediaan tondong untuk mengiyakannya.

Melalui anak boru jabu paranak maka umpasa yang disampaikan adalah :

Ase ulang hanami holi isobut tappua jantan pandei marruba-ruba lang pandei marsidobei. Jadi manahuhi padando hanami

Maksud umpasa yang disampaikan oleh pihak

boru maka pihak tondong yang diwakili sanina

ataupun anak borunya akan menjawab umpasa tersebut sebagai berikut:

Tupa ma tongon, sibotah uhum do nasiam sidingat padan marbona do andar mardingsing do jabu, marodoran sangon na mardalan. Tondong memberikan jawaban yang memuji kepada ketaatan boru dalam memenuhi janjinya. Dengan demikian pembicaraan bisa berjalan mulus karena telah ada kesesuaian.

Untuk kesepakatan yang berujung damai pihak tondong dalam hal ini orang tua pengantin perempuan akan menyampaikan umpasa yang memuat berkat. Berkat ini diharapkan berupa keteguhan dalam menjalani hidup melalui tuntutan Tuhan dan akan diberikan berkat lain

berupa anak laki maupun perempuan. Umpasa yang disampaikan adalah:

Sai tubuhan laklak ma tubuan singkoru Sai tubuhan anak maho boruuku tubuhan boru.

5. SIMPULAN

Dari hasil analisis yang dilakukan simpulan dikemukakan sebagai berikut :

1. Ragam bahasa merupakan ciri khusus corak pembeda dalam ungkapan kebahasaan. Corak ungkapan yang berbeda tersebut dapat terlihat pada pemakaian bahasa yang ada dalam media komunikasi sehari-hari dan dalam kegiatan adat. Perbedaan atau ragam yang muncul pada upacara adat Simalungun mencakup pemilihan kata dalam umpasa “pantun”

2. Pemunculan ragam bahasa pada upacara adat perkawinan masyarakat Simalungun (MS) memiliki hubungan yang sangat erat dengan status peran adat yang ada pada masing-masing kelompok. Peran adat yang dimaksud dalam hal ini adalah status adat kelompok pemberi calon istri atau tondong, dan peran adat calon penerima istri atau boru dan kelompok satu marga atau sanina. 3. Pemunculan ragam bahasa berkait dengan

peran yang dilakukan oleh tondong, boru dan sanina. Keterkaitan ini tidak hanya melahirkan perbedaan status dengan tondong sebagai pemberi berkat dan boru sebagai pemberi bantuan serta sanina sebagai teman berdiskusi. Perbedaan tersebut juga membuat adanya penentuan sikap dalam hal ini pilihan kata baik itu tondong ke boru, atau boru ke tondong dan tondong atau b oru ke sanina. Dengan deminikan, ragam bahasa Simalungun adalah variasi penggunaan bahasa yang melahirkan adanya corak pembedaan dalam ungkapan-ungkapan penggunaan bahasa, termasuk dalam umpasa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto.suharsimi,1991, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan npraktik,Jakarta: Melton Putra

(5)

Chaer,Abdul dan Leonie Agustina,1995,Sosiolinguistik,Perkenalan Awal,Jakarta,Rineka cipta.

Fishman,J.1971.National language and Language of wider communication dalam W.H.Whitely(ed), Language Use and social change,London,OUP.

Hardmann,R.R.K and

F.C.Stork,1972.Dictionary of language and linguistics Londong:Applied Science Publisher,Ltd.

Keraf,Gorys,1986.Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta, PT.Gramedia.

Kridalaksana,Harimurti,1993. Kamus Linguistik Jakarta,Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana,Harimurti,1996.Pembentukan

Kata dakam Bahasa

Indonesia,Jakarta,Gramedia Pustaka Utama. Nababan,PWJ.1993.Sosiolinguistik: Suatu

Pengantar Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. Presidium Partuha Maujana Simalungun,2002.

Adat ni Simalungun,Pematang Siantar CV.Andar Kreatif.

Richards,Jack,1985. Longman Dictionary of Aplied Linguistics Hongkong:Longman Group Ltd. Sudaryanto,1992. Metode Linguistik,Yogyakarta,Gajah mada University Press. Sumbayak,Binnen, Sumbayak,Japiten,2001.Refleksi Habonaran Do Bona dalam Adat Budaya Simalungun,Pematang Siantar,CV.Ander Kreatif.

Suwito,1983.Sosiolinguistik.Teori dan Problema,Surakarta: Kenari Offset.

Waardhaugh,Ronald,1986.An Introduction to Sociolinguistics,Oxford,Blackwell.Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam umpasa (pantun) di atas, makna dari kata-kata dalam umpasa (pantun) tersebut: Rumiris berasal dari kata riris yang artinya banyak, berlimpah-ruah, dan berjejer Ombun

Ragam bahasa Indonesia yang tepat digunakan dalam kampanye politik dengan model kampanye terbuka adalah ragam bahasa informal, sedangkan ragam bahasa dalam model

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa jenis Tema yang paling dominan dalam umpasa Simalungun adalah Tema tidak lazim majemuk sebanyak 43 % dan unsur Tema yang dominan

Bahasa Indonesia ragam jurnalistik merupakan ragam bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia ragam baku hanya dalam hal kuantitas dan performa aspek

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan-tahapan upacara adat saur matua, ragam diksi yang direalisasikan dalam kata, frase, ungkapan, pantun, dan juga ragam diksi

Ragam bahasa dapat dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Sedangkan ragam bahasa tertulis adalah ragam bahasa yang dituangkan melalui simbol-simbol atau huruf-huruf.

nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll.. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan

Bahasa Minangkabau ragam adat yang dipergunakan dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan upacara (kegiatan yang bersifat formal secara adat) memiliki