• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI DIAGNOSTIK FRAMBUSIA MENGGUNAKAN RAPID TEST HEXAGON SYPHILIS® DARI SPESIMEN FINGERPRICK WHOLE BLOOD DAN SERUM DIBANDINGKAN DENGAN TREPONEMA PALLIDUM HEMAGGLUTINATION ASSAY

(TPHA)

PENELITIAN PADA ANAK USIA 1-14 TAHUN DI DISTRIK DILI DAN MANATUTO, TIMOR LESTE

TAHUN 2014

TESIS

Terlinda da Conceição Barros 1006767102

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA

(2)

i Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI DIAGNOSTIK FRAMBUSIA MENGGUNAKAN RAPID TEST HEXAGON SYPHILIS® DARI SPESIMEN FINGERPRICK WHOLE

BLOOD DAN SERUM DIBANDINGKAN DENGAN TREPONEMA PALLIDUM HEMAGGLUTINATION ASSAY (TPHA)

PENELITIAN PADA ANAK USIA 1-14 TAHUN DI DISTRIK DILI DAN MANATUTO, TIMOR LESTE

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit dan Kelamin

Terlinda da Conceição Barros 1006767102

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv Universitas Indonesia

UCAPAN TERIMA KASIH

Salam sejahtera,

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karunia dan berkat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi saya kesempatan untuk belajar di institusi ini dan membantu saya selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan dalam penyusunan tesis ini. Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, saya menyadari segala kelemahan dan kekurangan yang melekat pada saya, maka dengan segala kerendahan hati saya menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak terkait semua kesalahan dan kekhilafan saya selama menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. dr. Nelson Martins, PhD selaku Menteri Kesehatan Timor Leste periode terdahulu dan dr. Sergio Lobo, SpB selaku menteri Kesehatan Timor Leste periode sekarang, Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) selaku Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta periode terdahulu, dan Dr. dr. Czeresna H. Soejono, SpPD-KGer, M.Epid, FCAP, FINASIM sebagai direktur utama RSCM saat ini, Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD KEMD selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani masa pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM Jakarta melalui jalinan kerja sama antara kedua Negara Timor Leste dan Indonesia dalam upaya membangun sumber daya manusia di Timor Leste.

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani pendidikan dokter spesialis semasa kepemimpinan beliau sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM. Saya juga menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada dr. Shannaz Nadia Yusharyahya,

(6)

v Universitas Indonesia

SpKK(K) selaku Ketua Departemen IKKK FKUI-RSCM saat ini. Ungkapan terima kasih setinggi-tingginya saya sampaikan kepada seluruh, guru besar, kepala divisi dan staf pengajar Departemen IKKK FKUI-RSCM yang telah dengan sabar dan penuh pengertian akan segala kelamahan dan kelambatan saya dalam proses belajar, tetap mendidik, membimbing, menasihati dan mendukung saya.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD selaku Ketua Program Studi (KPS) pendidikan dokter spesialis IKKK FKUI-RSCM dan anggota Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI-RSCM. Di tengah kesibukan beliau yang padat, beliau selalu menyempatkan bertanya tentang progres pendidikan saya dan selalu mengingatkan untuk cepat menyelesaikan pendidikan agar dapat segera mengabdi di kampung halaman saya, Timor Leste. Di masa awal pendidikan ini, dimana saya merasa ragu, beliau tetap memberi dorongan dan nasehat untuk meneruskan pendidikan. Tentunya ada kekurangan ataupun kesalahan yang telah saya lakukan tanpa saya sadari selama masa pendidikan ini, saya mohon untuk dimaafkan dengan tulus. Saya hanya bisa mendoakan semoga Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa: kesehatan, kebahagiaan dan kesuksesan dalam tugas-tugas dan tanggung jawab yang diemban.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai Sekretaris KPS periode lalu dan sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUI-RSCM saat ini, serta kepada dr. Larissa Paramitha, SpKK sebagai Sekretaris KPS periode saat ini atas saran, bimbingan, semangat dan dorongan kepada saya selama menjalani pendidikan.

Kepada dr. Emmy Soedarmi S. Daili, SpKK(K), saya haturkan limpah terima kasih saya kepada beliau. Beliaulah yang pertamakali mencetuskan ide penelitian mengenai frambusia di Timor Leste, dan terus mendukung dan mengingatkan betapa bergunanya penelitian ini.

(7)

vi Universitas Indonesia

haturkan kepada

Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K). Beliau selalu menyemangati, mendorong, memberikan informasi, dan arahan-arahan mengenai ide penelitian frambusia ini sedari awal. Dalam setiap kesempatan, beliau selalu menanyakan mengenail progress dari ide penelitian ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada dr. Sondang P. Sirait, SpKK(K), selaku pembimbing akademik saya yang selalu menyempatkan bertanya mengenai progres pendidikan saya.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada dr. Farida Zubier, SpKK(K) selaku pembimbing dan dr. Erdina H. D. Pusponegoro, SpKK(K) selaku pembimbing tesis dan pembimbing substansi serta Kepala Divisi Dermatologi Umum Departemen IKKK FKUI-RSCM yang selalu penuh semangat membimbing, mengarahkan dan memberi masukan-masukan dalam penyusunan baik proposal maupun tesis ini. Perhatian, pengertian dan kesabaran yang sangat besar lebih saya rasakan lagi dari beliau berdua selama proses pengerjaan penelitian di Dili dengan segala kekurangannya hingga penyusunan tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya haturkan kepada dr. Herman Cipto,SpKK(K) dan dr. Inge Ade Krisanti, SpKK selaku penguji proposal penelitian dan, dr Triana Agustin, SpKK serta dr Endi Novianto, SpKK selaku penguji tesis yang juga telah memberikan asupan dan koreksi sehingga tesis ini dapat menjadi lebih baik. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ahmad Fuady, MSc, selaku pembimbing statistik saya atas kesabaran dan kesediaannya untuk memberi bantuan, asupan dan koreksi statistik sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada dr. Rompu Roger Aruan, SpKK yang juga telah ikut serta dan selalu memberi semangat dalam menjalankan penelitian terutama saat menghadapi kesulitan terkait situasi di lapangan dengan segala kekurangan dan keterbatasan.

Saya juga berterimakasih kepada rekan penelitian saya, dr. Rani Rachmawati, yang juga telah memutuskan untuk ikut meneliti bersama saya di Timor Leste yang merupakan tempat yang jauh dari keluarga di saat

(8)

vii Universitas Indonesia

menjelang bulan puasa.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Direktur Laboratorium Nasional Dili-Timor Leste, dr. Maria Santina Gomes beserta seluruh staf/tenaga laboratorium yang telah ikut membantu/memfasilitasi sehingga penelitian ini dapat berjalan hingga akhir.

Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada dr. Domingas Angela Sarmento selaku NPO (National Profesional Officer) for Family and Community Health, WHO Timor Leste, dr. Ines Teodora Almeida selaku Kepala Departemen CDC KeMenKes Timor Leste, dr. Irene de Carvalho selaku Direktur Nasional Etik dan Penelitian, KeMenKes Timor Leste, bapak Carlito Freitas selaku Direktur Nasional Kesehatan Masyarakat KeMenKes Timor Leste dan bapak Duarte Ximenes selaku Direktur Nasional Sumber Daya Manusia KeMenKes Timor Leste atas bantuan dan dukungannya selama proses konsultasi hingga pelaksanaan penelitian ini baik di Dili maupun Manatuto. Semoga usaha dan kerja keras kita bersama dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan kesehatan masyarakat Timor Leste.

Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK selaku ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan keterangan lolos kaji etik penelitian ini.

Kepada seluruh staf karyawan/karyawati/paramedis tata usaha, perpustakaan, poliklinik dan rawat inap Departemen IKKK FKUI/RSCM, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua bantuan selama saya menjalankan pendidikan dokter spesialis. Rasa terima kasih juga saya ungkapkan kepada seluruh pasien di Departemen IKKK FKUI-RSCM maupun rumah sakit jejaring yang telah memperkaya wawasan saya sebagai calon dokter spesialis kulit dan kelamin.

Ungkapan rasa sayang dan terima kasih saya sampaikan kepada teman-teman satu angkatan yang telah berbagi suka dan duka selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Departemen IKKK FKUI-RSCM: dr. Rani Rachmawati, SpKK dr. Vini Onmaya, SpKK, Ridha Rosandi, SpKK dr. Sari Chairunnisa, SpKK dr. Stefani Rachel S. Djuanda, SpKK,

(9)

viii Universitas Indonesia

dan dr. Yunira Safitri. Terimakasih untuk kebersamaan, kerjasama, semangat dan motivasi serta pengertian yang diberikan selama ini.

Terima kasih kepada teman-teman PPDS IKKK lainnya yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu-persatu atas kebersamaan, dukungan, pertemanan, kerja sama, saling memotivasi dan suasana menyenangkan yang tercipta selama ini. Saya doakan agar semua mendapatkan kemudahan serta keberhasilan dalam menjalani pendidikan spesialis ini. Mohon maaf atas kesalahan ataupun hal-hal yang kurang berkenan selama masa pertemanan kita.

Dari lubuk hati yang paling dalam, saya haturkan sembah sujud dan penghormatan kepada kedua orang tua saya tercinta, Bapak Antonio da Silva, dan Ibu Helena de Jesus, atas kasih dan pengorbanan sepanjang jalan hidup saya. Ucapan rasa terima kasih yang saya sampaikan kepada beliau berdua ini rasanya tidak akan pernah cukup. Saya mendoakan semoga beliau berdua diberikan kebahagiaan, kesehatan dan umur panjang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kepada adik-adik saya tersayang, Ana de Jesus da Silva, Gabriel de Jesus da Silva, dan Izedoro de Jesus da Silva, terima kasih telah menjadi sabar, penuh pengertian dan selalu memberikan dukungan kepada saya. Semoga semua cita-cita yang dimimpikan dapat tercapai. Kepada suami tercinta, Cristovao Miranda da Silva, dan kedua putri tercinta, Elleanora Miranda da Silva dan Crisya Miranda da Silva, terima kasih dari lubuk hati yang terdalam atas kesabaran dan kerelaan untuk selalu menerima jawaban “nanti” atas pertanyaan kapan mama selesai sekolahnya”. Terima kasih telah menjadi tempat bersandar dan berkeluh, pemberi semangat, dan penghibur di kala sulit. Terima kasih karena telah menjadi bagian dari hidup saya, semoga dengan segala ilmu dan kedewasaan yang telah saya peroleh melalui proses pendidikan menjadi dokter spesialis ini akan membantu menjadikan saya istri dan ibu yang lebih baik lagi.

Jakarta, 9 Desember 2014 Penulis,

(10)
(11)

x Universitas Indonesia ABSTRAK

Nama : dr. Terlinda da Conceição Barros

Program Studi : Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Judul : Uji diagnostik frambusia menggunakan rapid test Hexagon

syphilis® dari spesimen fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA). Studi pada Anak usia 1-14 tahun di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste.

Tesis ini membahas kemampuan alat uji rapid test Hexagon Syphilis®

menggunakan spesimen whole blood dan serum dibandingkan dengan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) dalam mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan rapid test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood sebagai pemeriksaan penunjang serologis mampu mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan nilai sensitifitas fingerprick whole blood sebesar 95%, spesifisitas 99,17%, Nilai Duga Positif (NDP) sebesar 86,36%, Nilai Duga Negatif (NDN) sebesar 99,72%.

Kata kunci : frambusia, rapid test Hexagon Syphilis, fingerprick whole blood, serum sensitifitas, spesifisitas, NDP, NDN, TPHA

(12)

xi Universitas Indonesia ABSTRACT

Name : dr. Terlinda da Conceição Barros

Study Program : Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Title : Diagnostic test of yaws using rapid test Hexagon Syphilis® from fingerpric whole blood and serum specimen compared to Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) in children age 1-14 years old in Dili and Manatuto distric, Timor Leste.

The aim of this study was to measure the performance of rapid test Hexagon Syphilis® using whole blood and serum specimens compared to Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) in detecting yaws in children age 1-14 years old. This is a diagnostic study with cross-sectional design. The results of the performance of rapid test Hexagon Syphilis® from fingerprick whole blood was: sensitivity 95%, specificity 99,17%, Positive Predictive Value (PPV) of 86,36, Negative Predictive Value (NPV) of 99,72%.

Key words : yaws, rapid test Hexagon Syphilis, fingerprick whole blood, serum, sensitivity, specificity, PPV, NPV, TPHA

(13)

xii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………... viii

ABSTRAK……… ... ix

ABSTRACT………. ... x

DAFTAR ISI……… ... xi

DAFTAR TABEL……… . xii

DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR……… ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiv

DAFTAR SINGKATAN……….. ... xv BAB 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar belakang ... 1 1.2 Identifikasi masalah ... 5 1.3 Perumusan masalah ... 6 1.4 Hipotesis penelitian ... 7 1.5 Tujuan penelitian ... 7 1.5.1 Tujuan umum ... 7 1.5.2 Tujuan khusus ... 7 1.6 Manfaat penelitian ... 8

1.6.1 Manfaat bidang pelayanan ... 8

1.6.2 Manfaat bidang pendidikan ... 8

1.6.3 Manfaat bidang pengembangan penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Frambusia ... 9 2.1.1 Definisi ... 9 2.1.2 Epidemiologi ... 10 2.1.3 Etiologi ... 10 2.1.4 Patogenesis ... 11 2.1.5 Manifestasi klinis ... 12 2.1.5.1 Stadium primer ... 12 2.1.5.2 Stadium sekunder ... 12 2.1.5.3 Stadium tersier ... 13 2.1.6 Faktor resiko ... 13 2.2 Diagnosis ... 14 2.2.1 Anamnesis ... 14 2.2.2 Pemeriksaan fisis ... 14 2.2.3 Diferensial diagnosis ... 15 2.2.3.1 Impetigo ... 15 2.2.3.2 Ektima ... 16 2.2.3.3 Veruka plantaris ... 16 2.2.4 Pemeriksaan penunjang ... 16 2.2.4.1 Pemeriksaan serologis ... 16 2.2.4.1.1 Uji treponemal ... 17

(14)

xiii Universitas Indonesia

2.2.4.1.2 Uji nontreponemal ... 19

2.2.4.1.3 Rapid-test Hexagon Syphilis® ... 19

2.2.4.2 Pemeriksaan histopatologi ... 20

2.3 Tatalaksana ... 20

2.4 Kerangka teori ... 22

2.5 Kerangka konsep ... 23

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Rancangan penelitian ... 24

3.2 Tempat dan waktu penelitian ... 24

3.2.1 Tempat penelitian ... 24

3.2.2 Waktu penelitian ... 24

3.3 Populasi penelitian ... 24

3.3.1 Populasi target ... 24

3.3.2 Populasi terjangkau... 24

3.4 Subyek dan cara pemilihan subyek penelitian ... 25

3.5 Kriteria pemilihan subyek penelitian ... 25

3.5.1 Kriteria penerimaan ... 25

3.5.2 Kriteria penolakan ... 25

3.6 Estimasi besar sampel ... 25

3.7 Cara kerja ... 26

3.7.1 Tahap seleksi dan pengisian formulir persetujuan ... 26

3.7.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisis ... 27

3.7.3 Pengisian status penelitian ... 27

3.7.4 Dokumentasi ... 27

3.7.5 Pengambilan spesimen ... 27

3.7.5.1 Alat dan bahan... 27

3.7.5.2 Cara pengambilan spesimen ... 28

3.7.5.2.1 Pengambilan spesimen darah dengan pungsi vena ... 28

3.7.5.2.2 Pengambilan spesimen darah dengan pungsi ujung jari ... 29

3.7.6 Pemeriksaan rapid Syphilis test ... 29

3.7.7 Pemeriksaan TPHA ... 30

3.7.8 Pengolahan limbah medis ... 31

3.7.9 Penatalaksanaan ... 31

3.8 Batasan operasional ... 31

3.9 Pencatatan dan analisis data ... 34

3.10 Kerangka operasional ... 36

BAB 4. HASILPENELITIANDANPEMBAHASAN……… ... 37

4.1 Karakteristik sosiodemografik……… . 37

4.2 Hasil pemeriksaan serologi………. ... 40

4.2.1 Hasil pemeriksaan fingerprick whole blood……… ... 40

4.2.2 Hasil pemerisaan serum……… .... 42

4.3 Akurasi hasil rapid test Hexagon Syphilis spesimen fingerprick whole blood dan serum…... 44

(15)

xiv Universitas Indonesia

4.5 Keterbatasan penelitian ... 44

BAB 5. IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN……… ... 45

5.1 Ikhtisar……… ... 45

5.2 Kesimpulan……… ... 47

5.3 Saran……… ... 47

(16)

xv Universitas Indonesia

DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR

Kerangka teori ... 22

Kerangka konsep……….. 23

Kerangka operasional……… 36

Gambar 1. Pembacaan hasil rapid Syphilis tesis………... 30

(17)

xvi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Dosis azitromisin berdasarkan usia………21

Tabel 3 Tabel 2 x 2 uji diagnosis………34

Tabel 4.1 Sebaran karakteristik demografik subyek penelitian……….39 Tabel 4.2 Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis menggunakan

specimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan treponema

pallidum hemagglutination assay

(TPHA)……….40

Tabel 4.3 Perbandingan hasil rapid test Hexagon Syphilis menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA………...43

(18)

xvii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informasi penelitian……… 54

Lampiran 2 Lembar persetujuan……… 55

Lampiran 3 Lembar penyaringan subyek penelitian…… 56

Lampiran 4 Status penelitian……… 57

Lampiran 5 Tabel induk……… 59

Lampiran 6 keterangan tabel induk……….. 68

(19)

xviii Universitas Indonesia DAFTAR SINGKATAN TP : Treponema pallidum 0 C : derajat Celcius

NTD : Neglected Tropical Diseases WHO : World Health Organization KM2 : Kilometer Persegi

VDRL : venereal disease research laboratory POC : Point of care

TSS : tes serologi sifilis RPR : rapid plasma regain TPI : Treponema pallidum

TPPA : Treponema pallidum particle agglutination assay FTA-ABS : fluorescent treponemal antibody absorption assay RST : Rapid syphilis test

PKBI : Perkumpulan Kleuarga Berencana Indonesia NDN : nilai duga negatif

NDP : nilai duga positif

T : Treponema

UNICEF : United Nations Children’s Fund

μm : mikromili

Cm centimeter

HPV : human papilloma virus

MHA-TP : microhemagglutination assay for antibodies to treponema pallidum EIA : enzyme immunoassay

TPHA : Treponema pallidum hemagglutination assay NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya IFA : Immunifluorescent assay

(20)

xix Universitas Indonesia

HIV : Human Immunodeficiency virus IgG : imunoglobulin G IgM : imunoglobulin M kDa kiloDalton Kg : kilogram BB : Berat Badan IU : International Unit

TCT : Total Community Treatment TTT : Total Target Treatment ml : mililiter

SP : Subyek Penelitian N : number (besar sampel)

n : number (besar sampel keseluruhan ) P : prevalensi penyakit

SD : sekolah dasar

SMP : Sekolah Menengah Tingakt Pertama SMA : Sekolah Mennegah Tingkat Atas

SPSS : statistical programme for social sciences IMT : Indeks massa tubuh

OW : overweight

KM : kilometer

(21)

1

Universitas Indonesia BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Yaws atau frambusia adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal pada manusia yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif, berbentuk spiral (spirochaeta), famili Treponemacetae, genus Treponema pallidum subspesies

pertenu (TP. Pertenue).1 Penyakit ini dapat mengenai semua usia, namun

terutama ditemukan pada usia dibawah 15 tahun. Dikenal sebagai poverty-related

disease2 karena penyakit ini mengenai penduduk rural di negara tropis beriklim

panas (>270C), curah hujan dan kelembaban tinggi, keterbatasan sarana air bersih, sanitasi kurang baik dan penduduk umumnya miskin.1,3

Frambusia merupakan salah satu dari 17 penyakit yang digolongkan dalam Neglected Tropical Disease (NTD). Lepra, limfatik filariasis, leismaniasis viseral (kala-azar) dan frambusia merupakan empat penyakit NTD yang ditargetkan WHO (World Health Organization) akan dieradikasi pada tahun 2020.4

Status epidemiologi penyakit frambusia secara global sampai saat ini belum diketahui pasti, namun banyak bukti menunjukkan kasus frambusia terus meningkat di beberapa negara,5 sementara negara-negara yang dahulu endemis tidak lagi memiliki kasus baru. Tahun 2011, WHO menyatakan bahwa negara endemis frambusia di Asia Tenggara dan pasifik adalah Indonesia, Papua New Guinea, Negara Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Vanuatu.6

Populasi global yang berisiko terinfeksi frambusia diperkirakan sebesar 34 juta orang. Anak-anak adalah sumber infeksi primer dan infeksi ditularkan ke individu lain terutama melalui kontak kulit. Resiko berdasarkan kelompok usia, diperkirakan sekitar 23 juta kasus terdapat pada kelompok usia ≤ 14 tahun dan 11

(22)

2

Universitas Indonesia juta kasus pada kelompok usia 16-24 tahun.6 Data epidemiologi ini menjadi dasar pemilihan subyek dalam penelitian ini yakni populasi anak usia 1-14 tahun di Timor Leste.

Target eradikasi penyakit frambusia pada abad 21 ini dapat dicapai karena adanya beberapa faktor yang memudahkan yakni: manusia adalah satu-satunya pejamu frambusia, infeksi hanya mungkin terjadi melalui kontak erat dengan penderita, adanya rapid-test serologis yang dapat dilakukan di daerah terpencil, kebijakan baru untuk terapi populasi resiko tinggi di daerah endemis, terapi terbaru dengan azitromisin oral-dosis tunggal, penyakit ini hanya terdapat di beberapa negara, berhasilnya eradikasi penyakit ini di India, dan dukungan yang besar terhadap program kontrol, eliminasi dan eradikasi penyakit frambusia yang tergabung dalam NTD.6

Timor Leste merupakan negara kecil beriklim tropis dengan luas wilayah 14.919 KM2. Terletak di sebelah timur pulau Timor. Bagian barat pulau Timor yakni Kupang-Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi ke-23 Republik Indonesia. Total penduduk berdasarkan sensus tahun 2010 ± 1,2 juta jiwa, dan sekitar 45% penduduk berusia kurang dari 15 tahun. Sejumlah 70% penduduk tinggal di daerah rural dengan sarana jalan, fasilitas kesehatan dan ketersediaan air bersih masih sangat terbatas.7

Data pasti mengenai kasus frambusia di Timor Leste tidak tersedia, namun terdapat laporan kasus dari 4 distrik yakni Aileu, Bobonaro, Lospalos dan Viqueque.8 WHO memperkirakan sekitar 500-1000 kasus baru pertahun. Dari skrining VDRL yang dilakukan dengan dukungan dari WHO terhadap 280 wanita hamil, ditemukan 70 kasus VDRL reaktif dengan hanya 3 kasus yang berhubungan dengan sifilis. Hal ini mengarahkan pada dugaan tingginya kasus frambusia di Timor Leste.2

Satter pada tahun 2010 melaporkan kasus frambusia stadium sekunder pada anak usia 12 tahun di Timor Leste. Lesi kulit yang ditemukan berupa papul dan plak

(23)

3

Universitas Indonesia berbentuk anular, hipopigmentasi pada bagian tengah dan tertutup krusta kekuningan. Lesi tersebar luas pada wajah, badan dan lengan dan tungkai. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil uji serologis positif dan didapatkan kuman Treponema pada pemeriksaan histopatologi.9

Dos Santos dkk pada tahun 2007, melalukan studi prevalensi penyakit infeksi kulit di rumah sakit, sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan di distrik Oe-cusse, Bobonaro, Covalima dan Atauro-Dili, menemukan 6 kasus frambusia.10

Kementerian Kesehatan Timor-Leste didukung oleh WHO telah mencanangkan program eradikasi penyakit frambusia yang akan dimulai pada tahun 2014. Program ini meliputi identifikasi lokasi kantong frambusia yang akan diikuti dengan pengobatan massal menggunakan azitromisin oral dosis tunggal.2,11

Timor Leste sebagai salah satu negara berpendapatan rendah dengan kemampuan uji laboratorium terbatas, uji treponemal yang mudah dan cepat (rapid) sebagai metode penapisan maupun uji point of care (POC) berperan penting dalam penegakkan diagnosis baik untuk terapi presumptif maupun konfirmasi hasil uji treponemal di pelayanan kesehatan primer.12,13

Tes serologi sifilis (TSS) merupakan uji serologis untuk mengetahui adanya antibodi terhadap T.P pallidum.14 Secara umum TSS terbagi atas kelompok uji serologi nonspesifik (rapid plasma reagin-RPR dan venereal disease research laboratory-VDRL) dan spesifik (treponema pallidum immobilization-TPI, treponema pallidum hemagglutination assay-TPHA, treponema pallidum particle agglutination-TPPA, fluorescent treponemal antibody absorbtion assay-FTA-ABS).14,15

Rapid syphilis test (RST) merupakan alat uji serologi sifilis yang bersifat spesifik. Hingga saat ini, TP. pallidum penyebab sifilis venereal dan TP. pertenue penyebab frambusia belum dapat dibedakan secara morfologi dan serologi16 sehingga RST ini dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosis frambusia,

(24)

4

Universitas Indonesia terutama di daerah rural dimana tenaga kesehatan terlatih dan peralatan logistik (alat pendingin untuk menyimpan reagen, instalasi listrik untuk menjalankan alat sentrifugasi, dan lemari pendingin) terkait dengan pemeriksaan serologis konvensional sangat terbatas bahkan tidak tersedia.17

RST dan POC merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat diketahui dalam waktu ± 20 menit sehingga terapi dapat langsung diberikan. Hal ini akan mengurangi masalah ketidakpatuhan pasien dalam berobat dan risiko resistensi dan penyebaran infeksi.13,18

WHO pada tahun 2003, melakukan evaluasi terhadap RST di 8 laboratorium pada 4 negara yakni Afrika, Asia, Amerika, dan Eropa dengan kriteria: hasil tes diperoleh dalam waktu kurang dari 30 menit, tes mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan tenaga terlatih, serta hasilnya dapat dibaca dan diinterpretasikan secara langsung. Terdapat 6 RST yang dipilih yakni: Determine Syphilis TP, Syphilis fast, Espline TP, Syphicheck-WB, SD BIOLINE Syphilis 3.0, dan VISITECT Syphilis. Uji ini menggunakan spesimen serum yang dibandingkan terhadap Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan Treponema pallidum particle agglutination (TPPA) sebagai baku emas. Hasil yang didapatkan yakni sensitivitas berkisar 85-98% dan spesifisitas 93-98%.19

Rapid-POC menggunakan spesimen fingerprick whole blood untuk penapisan sifilis antenatal di daerah pedalaman Amazon terbukti mengurangi resiko penyakit terkait sifilis pada kehamilan.20

Yalda dkk pada tahun 2013 melakukan review dan meta-analisis terhadap penggunaan rapid and POC Treponemal tests terhadap 4 RST ( Determine, SD Bioline, Syphicheck, Visitect) di lokasi dengan keterbatasan sarana dan prasarana menggunakan spesimen serum dan whole blood. Hasil yang didapatkan yakni sensitivitas dan spesifisitas whole blood berkisar antara 75%-99% dan 98%-99% serta sensitivitas dan spesifisitas spesimen serum berkisar antara 76%-92% dan

(25)

5

Universitas Indonesia 92%-98%. Hasil ini dikatakan lebih baik jika dibandingkan pemeriksaan laboratorium nontreponemal konvensional.18

Mutmainnah12 pada tahun 2012 melakukan penelitian uji diagnostik membandingkan RST Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dan fingerprick whole blood terhadap TPHA pada populasi resiko tunggi di poliklinik PKBI (Perkumpulan keluarga Berencana Indonesia) dan PSKW (Panti Sosial Karya Wanita) Mulya Jaya, di Jakarta. Hasil yang didapatkan yakni: sensitivitas spesimen serum dan fingerprick whole blood terhadap TPHA sebesar 97,4% dan spesifisitas 100%.

Dlamini21 pada tahun 2014 membandingkan RST Hexagon Syphilis® dan SD Bioline Syphilis menggunakan spesimen serum penderita sifilis terhadap TPHA dengan jumlah SP 297, didapatkan hasil Nilai Duga Positif (NDP) dan Nilai Duga Negatif (NDN) untuk masing-masing RST Hexagon Syphilis® dan SD Bioline berkisar antara 94-97% dan 90-98%. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa waktu pengerjaan tes menggunakan Hexagon Syphilis® lebih singkat (kurang dari 15 menit) dibandingkan SD Bioline.

1.2 Identifikasi masalah

Meskipun WHO telah menetapkan program eliminasi dan eradikasi frambusia pada tahun 2020 bagi negara-negara yang dinyatakan endemis termasuk Timor Leste, namun tidak terdapatnya data pasti mengenai jumlah kasus dan lokasi kantong frambusia menjadi kendala dalam menetapkan prioritas dan target terapi. Laporan 10 penyakit terbanyak dalam statistik kesehatan tahunan (2012) kementerian kesehatan Timor-Leste, tidak terdapat diagnosis untuk kasus frambusia, namun dilaporkan sejumlah >5000 kasus pertahun dalam kelompok “luka tidak berhubungan dengan kasus kecelakaan” pada anak usia 1-14 tahun.22

Hingga saat ini, belum pernah dilakukan suatu uji diagnostik terhadap frambusia menggunakan RST di Timor Leste. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN serta akurasi RST

(26)

6

Universitas Indonesia Hexagon Syphilis® dalam mendiagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit di Timor Leste. Penggunaan rapid treponemal test ini menjadi salah satu rekomendasi WHO untuk survei serologis6 yang dapat menjangkau populasi daerah endemis frambusia yang umumnya bermukim di daerah rural dengan keterbatasan sarana, prasarana dan tenaga kesehatan terlatih dalam menegakkan diagnosis frambusia menggunakan metode pemeriksaan laboratorium konvensional.

1.3 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:  Berapakah sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis®

menggunakan spesimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia?

Berapakan nilai duga positif (NDP) dan nilai duga negatif (NDN) rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia?

Berapakah sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia?

Berapakan NDP dan NDN rapi-test Hexagon Syphilis®

menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia?

Berapakah nilai akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

(27)

7

Universitas Indonesia 1.4 Hipotesis penelitian

Rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood

dan serum memiliki sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN serta akurasi yang setara dalam mendeteksi frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

1.5 Tujuan penelitian 1.5.1 Tujuan Umum

Mengetahui nilai diagnostik rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

1.5.2 Tujuan khusus

Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

Mengetahui nilai duga positif (NDP) dan nilai duga negatif (NDN)

rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen fingerprick whole blood

dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

Mengetahui NDP dan NDN rapi-test Hexagon Syphilis®

menggunakan spesimen serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

(28)

8

Universitas Indonesia  Mengetahui nilai akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® menggunakan

spesimen fingerprick whole blood dan serum dibandingkan dengan TPHA dalam menegakkan diagnosis frambusia pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia.

1.6 Manfaat penelitian

1.6.1 Manfaat bidang pelayanan

Data yang didapatkan dari penelitian ini terkait penggunaan rapid-test Hexagon Syphilis® dapat digunakan sebagai acuan bagi Kementerian Kesehatan Timor Leste dalam mengambil kebijakan sehubungan dengan pemilihan metode diagnostik yang akan digunakan dalam survei serologis frambusia menuju eradikasi tahun 2020.

1.6.2 Manfaat bidang pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait penggunaan rapid-test Hexagon Syphilis® sebagai alat penunjang diagnosis frambusia.

1.6.3 Manfaat bidang pengembangan penelitian

Data yang dihasilkan dari penelitian ini yakni sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN serta akurasi rapid-test Hexagon Syphilis® dapat digunakan sebagai data acuan untuk melakukan penelitian lainnya di masa mendatang terkait efektivitas biaya penggunaan rapid-test Hexagon Syphilis® di daerah endemis frambusia yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam uji laboratorium konvensional.

(29)

9 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Frambusia 2.1.1 Definisi

Yaws, juga dikenal dengan nama buba (Spanyol), framboesia (Jerman), parangi (Melayu) dan pian (Perancis) adalah penyakit infeksi treponemal nonvenereal pada manusia yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif berbentuk spiral (spirochaeta) Treponema pallidum (TP) subspesies pertenue. Kata yaw, digunakan sekitar abad ke-17 dalam bahasa Afrika adalah sebutan untuk buah beri. Willem Piso, seorang dokter berkebangasaan Belanda adalah orang pertama yang menggunakan istilah ini untuk mendeskripsikan bentuk klinis penyakit ini yang menyerupai buah beri.1

Sifilis venereal dan treponematosis endemik (nonvenereal) terdiri atas frambusia, sifilis endemik (bejel, TP. endemicum), dan pinta ( T. carateum) merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman treponema dan memiliki banyak kemiripan khususnya dalam riwayat perjalanan penyakit yakni terbagi dalam tiga stadium klinis dan dapat disertai stadium laten. Beberapa Negara masih menjadi kantong penyakit bejel diantaranya Sudan, Zimbabwe, Afrika Selatan, Asia Tenggara, Turki dan daerah pasifik barat. Hingga kini, masih terdapat beberapa laporan kasus pinta dari Negara Amerika Latin diantaranya Meksiko bagian selatan, Brazil, Colombia, Venezuela, Peru, dan Equador.3,23,24 Penyakit bejel maupun pinta belum pernah dilaporkan baik dari Indonesia maupun Timor Leste.

Infeksi terjadi melalui kontak langsung dengan lesi kulit yang basah, yang telah terinfeksi kuman treponemal. Beberapa ahli mengatakan bahwa penyakit frambusia dapat ditularkan melalui lalat atau alat-alat rumah tangga, namun bukti ke arah ini masih sangat sedikit.3 Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 21 hari), timbul lesi awal frambusia pada tempat inokulasi berupa papul yang

(30)

10

Universitas Indonesia akan mengalami ulserasi. Lesi kulit ini bersifat infeksius dan berlangsung selama beberapa bulan kemudian menyembuh dengan jaringan parut, atau berlangsung progresif dan mengenai tulang dan tulang rawan hingga terjadi kecacatan. Sepanjang perjalanan penyakit frambusia, dapat terjadi latensi selama beberapa bulan sampai tahun.1,3

2.1.2 Epidemiologi

Sejak tahun 1952-1964, frambusia dan penyakit treponematosis endemik lainnya (bejel dan pinta) merupakan masalah kesehatan publik yang mendapat perhatian besar dan ditargetkan untuk eradikasi. Melalui kampanye pengobatan massal di 46 negara yang dipimpin oleh WHO dan UNICEF, jumlah kasus frambusia berhasil diturunkan sebesar 95%. Namun, penyakit ini belum dapat dieradikasi dan WHO memperkirakan hingga tahun 1995 masih terdapat sekitar 2,5 juta kasus frambusia secara global dengan 460 ribu kasus infeksius.1,6

2.1.3 Etiologi

Frambusia disebabkan oleh bakteri Gram negatif, berbentuk spiral, ordo spirochaetales, famili Treponemacetae, genus Treponema. TP. pertenue secara morfologi dan serologik hingga kini masih belum dapat dibedakan dari TP. subspesies pallidum penyebab sifilis venereal.1 Terdapat dua subspesies T. pallidum lainnya yang menyebabkan penyakit treponematosis endemik non venereal yaitu TP. endemicum penyebab bejel dan TP. careteum penyebab pinta.1,3

Studi in vitro terhadap 5 strain TP. pertenue yang berhasil di kultur pada kelinci yakni CDC1, CDC2, Gauthier, Samoa D, dan Samoa F, sangat membantu dalam memahami ultrastruktur, fisiologi, mikrobiologi, dan genetik organisme ini.1 TP. pertenue memiliki panjang rata-rata 10-15 μm, lebar 0,2 μm, hanya dapat terlihat di bawah mikroskop lapangan gelap. Badan T.P pallidum berbentuk spiral di kelilingi oleh membran sitoplasmik dan dilapisi oleh membran luar dengan ikatan longgar. Lapisan tipis peptidoglikan di antara membran memberikan struktur yang stabil. Endoflagel adalah organel yang bertanggung jawab terhadap motilitas

(31)

11

Universitas Indonesia berpilin TP. pallidum. Kuman ini akan mati pada lingkungan aerob, kering dengan temperatur tinggi. Pembelahan organisme ini berlangsung lambat (satu kali pembelahan tiap 30-33 jam) dan tidak dapat bertahan hidup di luar pejamu mamalia serta tidak tumbuh dalam medium kultur.1

Studi genetik terhadap TP. pertenue dan TP. pallidum menemukan kemiripan sebesar 99,8%. Perbedaan keduanya terletak pada 6 lokasi genomik yakni gen tpp15 (gen yang mengkode lipoprotein), gen gpd (gen yang mengkode enzim hidrolase), gen tp92 (gen yang mengkode protein permukaan), gen tpr (gen yang mengkode protein membran bagian luar), gen arp (gen yang mengkode protein-kaya asam), dan sequence variation of the intergenic spacer IGR19 (antara gen fiG dan hlyB). TP. pertenue memiliki virulensi yang lebih rendah dibandingkan TP. pallidum. Gen yang berperan dalam perbedaan virulensi ini diduga adalah gen tpr yang mengkode antigen pada permukaan membran organisme ini. Perbedaan manisfestasi klinis dan epidemiologi frambusia dan sifilis didasarkan atas adanya perbedaan genetik ini.1,25

2.1.4 Patogenesis

Bakteri TP. pertenue masuk ke dalam kulit manusia yang telah mengalami diskontinuitas. Selanjutnya kuman ini akan melalui epitel dan melekat pada permukaan matriks ekstraselular yang dilapisi fibronektin. Pada hewan coba hamster, kecepatan munculnya lesi kulit dan resolusinya bervariasi sesuai jumlah inokulum. Jumlah minimal inokulum yang dapat menimbulkan infeksi adalah 103 -104 bakteri.1 Organisme ini sudah berada dalam kelenjar limfe dalam beberapa menit dan diseminasi luas terjadi dalam beberapa jam. Imunitas seluler dan humoral berperan dalam infeksi kuman ini. Kuman treponema akan di fagosit oleh makrofag, diperkuat oleh proses opsonisasi serum.23 Treponema memiliki beberapa mekanisme pertahanan diri terhadap respon imun yakni: kuman treponema akan mencetuskan penekanan respon mitogenik sel limfoid normal, stimulasi sel T menjauhi sirkulasi darah perifer, kuman berada dalam tingkat metabolisme yang rendah dan mempertahankan infeksi dengan jumlah sel kuman hidup yang minimal sehingga tidak terdeteksi sistim imun selama fase laten.1

(32)

12

Universitas Indonesia Perbedaan genom TP. pallidum dan TP. pertenue sebesar 0,2% terletak pada 6 lokasi gen yang menyebabkan perbedaan dalam virulensi yakni TP. pallidum lebih bersifat invasif daripada TP. pertenue. Infeksi TP. pallidum berbeda secara epidemiologi dari infeksi TP. pallidum yakni: infeksi TP. pallidum terjadi melalui kontak seksual, umumnya mengenai penduduk daerah perkotaan, tersebar secara global dan dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungan (sifilis kongenital).26

2.1.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis frambusia menyerupai sifilis yaitu terbagi menjadi 3 stadium klinis yakni stadium primer, sekunder, dan tersier.27 Sistim klasifikasi lainnya menggolongkan frambusia dalam stadium dini, mencakup stadium primer dan sekunder ditandai adanya lesi kulit infeksius dan stadium lanjut mencakup stadium tersier dengan keterlibatan kulit, tulang, persendian, deformitas jaringan, dan dianggap lesi noninfeksius.28

2.1.5.1 Stadium primer

Setelah masa inkubasi yang berlangsung antara 10-90 hari (rata-rata 21 hari), muncul lesi primer atau mother yaw (buba madre) pada tempat inokulasi, umumnya pada bagian tubuh yang terpajan seperti daerah tungkai. Lesi kulit pada stadium ini berupa nodul eritematosa, diameter 1-5 cm, infiltratif, tidak nyeri, sering disertai keluhan gatal. Permukaan lesi kulit ini dapat menjadi papilomatosis dan berkrusta. Lesi primer ini awalnya soliter, diikuti munculnya papul satelit yang kemudian berkonfluens menjadi plak. Selanjutnya, plak ini akan menjadi ulkus meyerupai buah beri yang tertutup krusta (chancer of yaws, frambesioma). Kelenjar limfe regional umumnya membesar. Lesi primer akan menyembuh secara spontan dalam 2-6 bulan, meninggalkan jaringan parut atrofik disertai hipopigmentasi pada bagian tengah. Stadium ini sangat jarang disertai gejala konstitusional.1,27,28

(33)

13

Universitas Indonesia 2.1.5.2 Stadium sekunder

Lesi kulit stadium sekunder muncul dalam beberapa minggu hingga 2 tahun setelah lesi kulit primer, sebagai akibat multiplikasi dan penyebaran organisme secara limfogen dan hematogen. Stadium ini dapat diselingi erupsi lesi diseminata disertai limfadenopati generalisata dan gejala konstitusi malese, demam, dan anoreksia.1 Sebanyak 75% anak usia kurang dari 15 tahun di Papua New Guinea dilaporkan mengalami gejala osteoperiostitis palangs proksimal jari tangan (daktilitis) dan tulang panjang (tibia dan fibula).29 Lesi papul atau plak (doughter yaws atau pianomas) pada stadium ini menyerupai lesi pada stadium primer namun ukurannya lebih kecil (mencapai 2 cm), eritematosa, basah, verukosa, vegetasi, krusta nonpruritik. Lesi akan menjadi erosif dan tertutup eksudat fibrinosa yang sangat infeksius, mengering menjadi krusta. Kelainan kuku paronikia (pianic onychia) dapat ditemukan pada stadium ini. Gejala klinis lain yang juga dapat ditemukan pada stadium ini yakni plak hiperkeratotik pada telapak tangan dan kaki, dapat terjadi fisura dan ulserasi (worm-eaten soles), dan infeksi sekunder yang nyeri sehingga penderita biasanya menunjukkan tanda khas yaitu ‘crab-like gait’. Gejala klinis pada stadium sekunder ini masih bersifat reversibel dan akan sembuh dengan atau tanpa jaringan parut dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah terapi.1,28,30

2.1.5.3 Stadium tersier

Sekitar 10% kasus frambusia yang tidak diterapi akan berkembang menjadi penyakit kronik, relaps, dan menimbulkan kecacatan dimana terjadi deformitas pada tulang. Stadium ketiga ini muncul ± 5 tahun setelah stadium primer atau sekunder. Lesi pada stadium ini ditandai secara khas dengan adanya nodul gumatosa disertai nekrosis masif dan kerusakan jaringan yang akan diikuti pembentukan jaringan parut dan kontraktur. Osteitis destruktif menyebabkan ulserasi palatum dan nasofaring (gangosa) dan kerusakan tulang tibia (sabre shins). Dapat pula terjadi hipertrofik periostitis periartikular yang menyebabkan eksostosis paranasal atau dikenal dengan istilah “guandou”. Secara umum diterima bahwa frambusia stadium tersier ini tidak menyebabkan gangguan kardiovaskular dan susunan saraf.1,30

(34)

14

Universitas Indonesia 2.1.6 Faktor risiko

Penularan frambusia dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:31,32  Kebersihan perorangan yang buruk

 Jarang berganti pakaian

 Lingkungan tempat tinggal kumuh  Penyakit kulit yakni kudis atau bisul  Luka berulang karena trauma

Hasil penelitian Boedisusanto32 tahun 2007, di kota Jayapura menunjukkan bahwa faktor kondisi rumah (kepadatan hunian, ketersediaan air bersih), social ekonomi (pengetahuan) dan perilaku (kebiasaan mandi) beresiko terhadap kejadian frambusia.

Lesi kulit frambusia muncul terutama pada musim hujan. Kelembaban udara yang tinggi meningkatkan ketahanan hidup kuman dalam lesi kulit papilomatosa.1

2.2 Diagnosis

Diagnosis frambusia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penunjang. Data epidemiologi, gejala klinis dan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman treponema sangat diperlukan dalam penegakan diagnosis.

2.2.1 Anamnesis

Riwayat kontak dengan orang yang memiliki lesi kulit seperti borok, koreng, benjolan merah yang kotor atau bentuk lesi frambusia lainnya. Lamanya kontak hingga munculnya lesi kulit antara 3 minggu sampai 90 hari. Data pendukung lain yakni faktor lingkungan (ketersediaan air bersih, higiene, kepadatan hunian dan sanitasi), tempat tinggal, usia kurang dari 15 tahun dapat membantu dalam menegakan diagnosis.3,32,33

(35)

15

Universitas Indonesia 2.2.2 Pemeriksaan fisis

Diagnosis frambusia secara klinis oleh tenaga kesehatan yang kurang berpengalaman menangani kasus frambusia sangat sulit sehingga penyakit ini sering tidak terdiagnosis.

Klasifikasi lesi frambusia menurut WHO sebagai berikut: Tabel 2.1. Klasifikasi lesi klinis frambusia*

frambusia aktif

Infeksius Lesi awal (mother yaws) Papiloma multipel

Papilomata plantar dan palmar Ulkus

Lesi kulit lain: makula, papul, mikropapul, nodul, plak Non-infeksius Hiperkeratosis

Lesi pada tulang dan sendi

Frambusia non-aktif Frambusia laten: gummata, ulkus, gangosa, sabre shin

2.2.3 Diferensial diagnosis

Berbagai lesi kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit dapat menyerupai frambusia berbagai stadium. Diagnosis banding yang sering pada kelompok usia anak antara lain impetigo, ektima dan veruka.27

2.2.3.1 Impetigo

Impetigo adalah infeksi piogenik pada lapisan superfisial epidermis (dibawah startum korneum atau folikel rambut). Terdapat dua bentuk klinis yaitu impetigo nonbulosa dan impetigo bulosa. Kuman penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus grup A. Lesi awal berupa vesikel atau pustul di daerah wajah yang berkembang menjadi plak tertutup krusta kekuningan, diameter mencapai 2 cm. Kulit sekitarnya tampak kemerahan, namu tidak terdapat gejala konstitusional. Tanpa terapi, lesi akan meluas ke kulit

(36)

16

Universitas Indonesia sekitarnya atau lapisan bawah kulit menjadi ulkus dalam beberapa minggu. Vesikel pada impetigo bulosa dapat berkembang menjadi bula berdinding kendur, berisi cairan kekuningan hingga kecoklatan. Bula akan pecah dalam beberapa hari dan terbentuk krusta kuning kecoklatan. Komplikasi yang dapat muncul pada kasus yang tidak diterapi antara lain selulitis, limfangitis dan bakteremia.34,35 2.2.3.2 Ektima

Lesi impetigo nonbulosa yang tidak mengalami resolusi secara spontan maupun setelah terapi dapat berkembang menjadi ektima yaitu lesi erosi atau ulserasi, tertutup krusta tebal, kuning keabuan disertai materi purulen. Jika krusta ini diangkat, maka tampak ulkus dengan tepi indurasi (punched-out). Diameter ulkus dapat mencapai >3 cm. Lokasi tersering adalah ektremitas inferior. Dapat terjadi autoinokulasi atau peneyebaran infeksi oleh vekstor serangga. Penyembuhan luka berlangsung lambat (beberapa minggu) dalam terapi antibiotik sistemik.34,35

2.2.3.3 Veruka plantaris

Veruka vulgaris (common warts) disebabkan oleh infeksi kuman HPV (Human Papiloma Virus) pada kulit dan mukosa. Perjalanan infeksi lambat, dan tidak memberikan gejala sistemik. Terdapat lebih dari 100 jenis HPV namun HPV penyebab veruka plantaris termasuk dalam subtipe yang tidak berpotensi menjadi ganas yaitu tipe 1. Gejala klinis berupa papul hiperkeratotik, endofitik, dapat berkonfluens membentuk plak hiperkeratotik pada plantar pedis (mosaic warts). Terapi secara umum adalah destruksi fisik terhadap lesi yang akan membunuh kuman penyebab dengan berbagai metode diantaranya bedah beku.36

2.2.4 Pemeriksaan penunjang 2.2.4.1 Pemeriksaan serologis

Tes serologi sifilis (TSS) merupakan uji serologis untuk mengetahui adanya antibodi terhadap T. pallidum.14 Secara umum TSS terbagi atas kelompok uji

(37)

17

Universitas Indonesia serologi nonspesifik (rapid plasma reagin-RPR dan venereal disease research laboratory-VDRL) dan spesifik (treponema pallidum immobilization-TPI, treponema pallidum hemagglutination assay-TPHA, treponema pallidum particle agglutination-TPPA, fluorescent treponemal antibody absorbtion assay-FTA-ABS).14,15

2.2.4.1.1 Uji treponemal

Uji treponemal menggunakan antigen yang berasal dari Treponema pallidum memungkinkan deteksi antibodi anti-treponemal yang bersifat spesifik dan kemungkinan hasil positif palsu lebih rendah. Termasuk uji treponemal antara lain: TPHA, treponema pallidum particle agglutination (TPPA), fluorescent treponemal antibody-absorbed test (FTA-abs), microhemagglutination assay (MHA-TP), enzyme immunoassay (EIA), 15,37 dan RST.38

Uji TPHA dan MHA-TP disebut juga indirect hemagglutination assay (IHA), keduanya serupa namun MHA-TP adalah generasi terdahulu dari TPHA. Uji ini dapat mendeteksi infeksi Treponema sp pada hampir seluruh stadium infeksi kecuali stadium awal (3-4 minggu pertama) saat kadar antibodi masih rendah.12,33 Pelaksanaan uji TPHA menggunakan eritrosit unggas sedangkan MHA-TP menggunakan eritrosit domba33 yang dilapisi antigen TP. pallidum dimana hasil positif dinyatakan dengan adanya agregasi membentuk pola khas pada permukaan sumur alat uji. Reaksi nonspesifik dapat terlihat pada sel kontrol yang terisi eritrosit tanpa lapisan antigen. Hasil berupa titer dimulai dari 1/80, 1/160, 1/320, dan seterusnya. Keseluruhan proses uji berlangsung dalam 1-12 jam (dapat diinkubasi sepanjang malam). Uji ini dapat digunakan sebagai uji konfirmasi maupun prosedur penapisan.12,38

Uji treponemal dapat reaktif seumur hidup sehingga uji ini tidak dapat digunakan dalam menilai efektivitas terapi, relaps dan reinfeksi. Uji ini juga tidak dapat membedakan infeksi berbagai treponematosis lainnya yakni sifilis, pinta dan bejel. Hasil positif palsu dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi

(38)

18

Universitas Indonesia mononukleosis infeksiosa, kusta tipe lepromatosa, leptospirosis, penyakit Lyme, malaria dan lupus eritematosis sistemik.12,39

Kelebihan uji treponemal TPHA dan TPPA diantaranya:15,39  Cepat dan mudah dilakukan

 Murah.

 Tidak memerlukan tenaga ahli dan peralatan khusus.  Mendeteksi IgM dan IgG anti-treponemal antibodi.

 Dapat digunakan dengan jumlah spesimen sedikit maupun pada penapisan massal.

 Waktu pengerjaan tes cukup singkat.

Antigen yang digunakan pada uji TPPA sama dengan antigen pada TPHA, bedanya ialah antigen tersebut terikat pada partikel gelatin. Modifikasi ini menyingkirkan reaksi nonspesifik dari spesimen pasien. Pelaksanaan uji berlangsung 3-4 jam dan dapat diinkubasi sepanjang malam. Sensitivitas uji ini lebih tinggi dari TPHA. Hasil positif palsu didapatkan pada pasien HIV, kusta, infeksi toksoplasma, infeksi Helicobacter pylori, pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) serta infeksi treponemal nonvereal lainnya. Hasil positif juga didapatkan pada individu sehat dan normal namun dalam persentase yang rendah (< 1%).12,37,38

Uji FTA-abs disebut juga immunofluorescent assay (IFA), dapat mendeteksi antibodi treponemal IgM dan IgG. Sensitivitas uji ini mencapai 100% pada infeksi Treponema stadium sekunder, namun jenis uji ini relatif mahal dan teknik pengerjaannya sangat sulit. Spesimen uji menggunakan darah atau cairan serebrospinal. Waktu pengerjaan tes antara 1-2 jam dan pembacaan hasil memerlukan mikroskop fluoresensi dan tenaga ahli. Hasil uji berupa skor 1+ hingga 4+. Hasil positif palsu dilaporkan pada pasien lupus eritematosus sistemik dan penyakit autoimun lainnya.12,37,38

RST merupakan jenis uji treponemal yang banyak dikembangkan saat ini. Prinsip uji ini adalah sederhana, mudah dan dapat langsung dikerjakan dilokasi yang jauh

(39)

19

Universitas Indonesia dari fasilitas kesehatan (POC) serta hasilnya dapat langsung diperoleh sehingga memungkinkan pemberian terapi tanpa menunda. 13,20,37,40

RST treponemal memiliki kelebihan yaitu metode ini mudah dilakukan, dapat menggunakan spesimen darah whole blood, serum maupun plasma serta tidak memberikan fenomena prozone. Kekurangan metode ini yakni tidak dapat membedakan antara kasus infeksi fase aktif dengan infeksi lama yang telah diobati.17

2.2.4.1.2 Uji nontreponemal

Uji nontreponemal mendeteksi antibodi IgM dan IgG nonspesifik yang terdapat pada permukaan sel treponema. Uji ini terdiri atas rapid plasma reagin (RPR) dan venereal disease research laboratory (VDRL), digunakan untuk penapisan dan menilai hasil terapi. Kompleks antigen-antibodi berbentuk suspensi, sehingga terjadi reaksi flokulasi. Antigen yang digunakan adalah kardiolipin, lesitin, dan kolesterol sehingga sering memberikan hasil positif palsu dan perlu dilanjutkan dengan uji treponemal sebagai konfirmasi. Hasil uji negatif palsu dapat ditemui pada keadaan infeksi treponema stadium primer-awal dan stadium sekunder. Salah satu penyebabnya adalah terjadi fenomena prozone akibat tingginya kadar antibodi treponemal sehingga menutupi pembentukkan kompleks antigen-antibodi. Reaksi positif palsu dihubungkan dengan keadaan infeksi (malaria, tuberkulosis, demam akibat virus, tripanosomiasis, kusta, infeksi treponema lainnya) dan keadaan non-infeksi (adiksi obat, penyakit jaringan ikat, kehamilan, usia lanjut).12,37

2.2.4.1.3 Rapid-test Hexagon Syphilis®

Rapid-test Hexagon Syphilis® merupakan uji imunokromatografik berdasarkan

teknologi double antigen sandwich yang termasuk dalam uji generasi ketiga. Uji ini ditujukan untuk deteksi kualitatif antibodi IgG, IgM, dan IgA terhadap T. pallidum dari serum, plasma, atau whole blood manusia sebagai pendukung diagnosis sifilis. Antigen yang digunakan ialah antigen T. pallidum rekombinan dengan berat molekul 15, 17, 47 kDa. Antigen tersebut difiksasi pada garis uji dan juga dikonjugasikan ke emas koloid pada mobile phase. Garis kontrol

(40)

20

Universitas Indonesia mengandung antibodi anti-T. pallidum yang berasal dari kambing. Ketika sampel uji mengalir melalui lempeng penyerap, antibodi anti-T. pallidum akan berikatan dengan konjugat T.P pallidum rekombinan yang sudah diberi pewarna untuk membentuk kompleks imun. Ikatan antigen-antibodi pada garis uji akan menghasilkan perubahan warna menjadi merah ungu. Konjugat berlebihan akan bereaksi dengan garis kontrol dan membentuk garis merah ungu kedua yang menunjukkan bahwa reagen berfungsi dengan benar.41

2.2.4.2 Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologi spesimen biopsi kulit pasien frambusia stadium dini menyerupai penyakit sifilis venereal yaitu hiperplasia epidermis dan papilomatosis pada lesi stadium awal, sering disertai dengan spongiosis dan kumpulan neutrofil intraepidermal, limfosit, histiosit, neutrifil dan eosinofil. Lesi frambusia stadium lanjut menyerupai sifilis tersier yakni ditemukan banyak epiteloid, limfosit dan fibroblas. Sel plasma dan histiosit serta sel T maupun B ditemukan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan stadium awal. Perubahan pembuluh darah sangat minimal bahkan tidak ditemukan pada kasus frambusia dibandingkan dengan sifilis venereal. TP. pertenue bersifat epidermotrofik27 yakni lebih banyak ditemukan pada lapisan atas epidermis sedangkan TP. pallidum umumnya ditemukan pada lapisan dermis dan taut dermo-epidermal.27,30

2.3 Tatalaksana

Tahun 2012, WHO membuat rekomendasi terapi baru frambusia yakni penggunaan azitromisin oral dosis tunggal. Rekomendasi ini didasarkan pada hasil studi klinik acak di Papua New Guinea oleh Mitja dkk. Studi ini membandingkan terapi azitromisin oral dosis tunggal (30 mg/KgBB) dengan benzatin benzilpenisilin (50.000 IU/KgBB) terhadap 250 anak usia 6 bulan-15 tahun yang didiagnosis frambusia (berdasarkan klinis dan serologis). Hasil penelitian didapatkan angka kesembuhan azitromisin oral dosis tunggal setara dengan benzatin benzilpenisilin injeksi IM (masing-masing 96% dan 93%). Kasus yang gagal dengan terapi azitromisin oral, diberikan terapi benzatin benzilpenisilin secara intramuskular.6,42

(41)

21

Universitas Indonesia Kebijakan baru terapi frambusia ini dikenal dengan “The Morges strategy” yang bertujuan untuk mencapai target eradikasi frambusia tahun 2020. Strategi ini terdiri atas:,43,44

Total Community Treatment (TCT)

Seluruh populasi daerah endemis diberikan terapi tanpa mempertimbangkan jumlah kasus yang aktif secara klinis.

Total Targeted Treatment (TTT)

Terapi kasus aktif secara klinis beserta narakontak (anggota keluarga, teman sekolah dan teman bermain) berdasarkan temuan dalam survei. Terapi ini juga berlaku pada keadaan “localized outbreak” maupun terhadap penduduk baru di komunitas bersangkutan.

Tabel 2.2 Dosis azitromisin berdasarkan usia#

Umur (tahun) Dosis total Jumlah tablet Syrup (ml) < 6 6-9 10-15 >15 500 1000 1500 2000 1 2 3 4 12,5

Keterangan: Zithromax syrup botol 30 ml. Tiap 5 ml mengandung 200 mg azitromisin. Azitromisin tidak dianjurkan untuk usia <6 bulan.

(42)

22 Universitas Indonesia 2.4 Kerangka teori TP. pertenue Faktor predisposisi:

 Kebersihan perorangan yang

buruk

 Jarang mengganti baju

 Lingkungan tempat tinggal

kumuh

 Penyakit kulit seperti kudis

atau bisul

 Luka berulang karena trauma

Anak usia 1-14 tahun

Sering terjadi positif palsu dan negatif palsu Diagnosis klinis frambusia berdasarkan klasisifikasi WHO

Nontreponemal/nonspesifik (VDRL/RPR) Treponemal/spesifik

Frambusia aktif

menular: papilloma, ulkus, macula, papul, mikropapul, nodus, plak.

tidak menular: hiperkeratosis, lesi pada tulang dan sendi

frambusia inaktif: gumata, ulkus, gangosa,

sabre tibia. Uji serologis Rapid Syphilis Test Konvensional (TPHA,TPPA, FTA-Abs Membutuhkan tenaga profesional, fasilitas laboratorium, dan penyimpanan

khusus Mudah, cepat, tidak perlu

laboratorium/tenaga terlatih, dapat disimpan dalam suhu

(43)

23

Universitas Indonesia 2.5 Kerangka konsep

Anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia

Serologis treponemal

spesimen whole blood spesimen serum RST whole blood RST serum TPHA Frambusia (-) Frambusia (-) (_) frambusia usia Frambusia (+) Frambusia (+) (+) (_) frambusia usia

(44)

24

Universitas Indonesia BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan rancangan studi potong lintang untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, NDP dan, NDN rapid-test Hexagon Syphilis® dengan cara membandingkan spesimen fingerprick whole blood dan serum terhadap TPHA pada anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia di distrik Dili dan Manatuto, Timor Leste.

3.2 Tempat dan waktu penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di dua distrik yakni Dili dan Manatuto, Timor Leste. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan observasi pendahuluan oleh peneliti pada bulan Mei 2013. Uji Rapid- test Hexagon Syphilis® dilakukan pada anak usia 10 dan 14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia masing-masing di distrik Dili (Desa Manleuana) dan Manantuto (Desa Cribas) didapatkan hasil positif. Lokasi penelitian di pilih 5 subdistrik secara purposive. Pengolahan spesimen untuk pemeriksaan TPHA dilakukan di Laboratorium Nasional Bidau Toko Baru, Dili. 3.2.2 Waktu penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014. 3.3 Populasi penelitian

3.3.1 Populasi target

Populasi target adalah semua anak berusia 1-14 tahun dengan lesi kulit terduga frambusia di Timor Leste.

3.3.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau adalah semua anak usia 1-14 tahun dengan lesi kulit yang dihimbau untuk datang ke pelayanan kesehatan massal di lokasi penelitian (akan

(45)

25

Universitas Indonesia ditentukan kemudian melalui koordinasi dengan pejabat kesehatan setempat: pusat pelayanan kesehatan atau lokasi Sekolah Dasar) di masing-masing distrik.

3.4 Subyek dan cara pemilihan subyek penelitian

Subyek penelitian (SP) adalah sebagian populasi terjangkau yang diseleksi melalui kriteria penerimaan dan kriteria penolakan. Cara pemilihan SP dilakukan dengan cara berurutan (consecutive sampling).

3.5 Kriteria pemilihan subyek penelitian 3.5.1 Kriteria penerimaan

 Anak laki-laki dan perempuan usia 1-14 tahun  Terdapat lesi kulit terduga frambusia.

 Bersedia mengikuti penelitian atas persetujuan orang tua/wali, dan orang tua/wali telah menandatangani surat persetujuan penelitian.

3.5.2 Kriteria penolakan

 Pernah terdiagnosis sifilis kongenital, atau ibu terdiagnosis sifilis saat hamil  Riwayat gangguan perdarahan/mudah mengalami lebam berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisis.

 Riwayat kontak seksual dan atau kekerasan seksual. 3.6 Estimasi besar sampel

Rumus besar sampel untuk uji diagnostik dengan keluaran sensitivitas adalah sebagai berikut:

Keterangan:

N = besar sampel

Sen = sensitivitas alat yang diinginkan, ditetapkan sebesar 90% d = presisi penelitian ditetapkan sebesar 10%

Zα = tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Zα = 1,96

N = Zα2sen(1-sen)

(46)

26

Universitas Indonesia Belum terdapat data prevalensi frambusia di Timor Leste yang dipublikasi hingga saat ini, sehingga digunakan prevalensi kasus daerah endemis sedang sebesar 10%. Berdasarkan hal di atas, maka perhitungan besar sampel keseluruhan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

n = besar sampel keseluruhan P = prevalensi penyakit

Jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian adalah 350 orang. 3.7 Cara kerja

3.7.1 Tahap seleksi dan pengisian formulir persetujuan

Pasien yang datang ke lokasi penelitian, dilakukan seleksi sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Setiap calon SP/orang/wali memperoleh penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan cara penelitian, serta kemungkinan ketidaknyamanan selama proses penelitian. Bila calon SP yang diwakili oleh orang tua/wali telah memahami dan setuju untuk mengikuti penelitian, maka orang tua SP menandatangani formulir persetujuan secara sukarela.

N = (1,96)2.0,9 (1-0,9) (0,1)2 N = 34,57 ≈ 35 n = 35 P = 35 = 350 10%

(47)

27

Universitas Indonesia 3.7.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan oleh peneliti terhadap SP yang telah menandatangani formulir persetujuan.

3.7.3 Pengisian status penelitian

Data anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil uji RST fingerprick whole blood dan serum dicatat dalam status penelitian oleh peneliti. Data hasil pemeriksaan serologis TPHA setiap SP akan ditambahkan oleh peneliti pada akhir penelitian. 3.7.4 Dokumentasi

Dilakukan dokumentasi terhadap semua lesi kulit dan hasil pemeriksaan uji serologis sifilis menggunakan kamera digital Canon PowerShot A2600.

3.7.5 Pengambilan spesimen

Pengambilan spesimen serum pungsi ujung jari dilakukan oleh peneliti, sedangkan pengambilan spesimen serum dibantu oleh tenaga paramedis setempat. Setiap spesimen yang terkumpul, akan dikirimkan secara kolektif ke laboratorium Nasional Dili pada hari yang sama untuk lokasi penelitian di distrik Dili dan untuk lokasi penelitian di distrik Manatuto, spesimen dikumpulkan selama maksimal 2 hari kemudian dibawa ke Laboratorium Nasional Dili.

3.7.5.1 Alat dan Bahan Sarung tangan Swab alkohol Torniquet

Jarum suntik steril

Tabung vakum sekali pakai Tabung sentrifugasi

Lancet steril Plester micropore

Gambar

Tabel 2.2  Dosis azitromisin berdasarkan usia………………………………21
Tabel 2.1. Klasifikasi lesi klinis frambusia*
Tabel 2.2  Dosis azitromisin berdasarkan usia #
Gambar  1.  Pembacaan  hasil  rapid  syphilis test:
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan: (1) Apakah proses pembelajaran dengan menggunakan media job-shet dan media frahrnen dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa pada

Judul : Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah Entisol.. dan Produksi Bawang Merah Di Desa Celawan

Sedangkan pada tanggal 31 Desember 2013, deposito memiliki jangka waktu berkisar antara satu sampai dua belas bulan dengan tingkat bunga 3,25% - 7,25% per tahun yang ditempatkan

Perlu adanya pengawasan dari pemerintah atasannya dan masyarakat dalam mengoptimalkan pemanfaatan dana perimbangan sesuai dengan fungsinya sebagai stimulus bagi peningkatan

penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, maka Grup mengestimasi jumlah terpulihkan aset tersebut. Jumlah terpulihkan suatu aset atau unit penghasil kas

(2) Aplikasi ini memiliki fitur pindai marker yang digunakan untuk melakukan pemindaian mengenai jenis batuan beku untuk mendapatkan detail informasi, dan (3) Pada

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui estimasi besarnya stok karbon yang mampu disimpan oleh hutan mangrove di Kawasan Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dan

Manfaat dari Tugas Akhir ini adalah untuk memberikan gambaran rancangan desain sistem kendali temperatur uap pada superheater dengan menggunakan metode Fuzzy