• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KONSUMSI ZAT BESI, SENG DAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SDN NO KELURAHAN PASAR MERAH BARAT KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KONSUMSI ZAT BESI, SENG DAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SDN NO KELURAHAN PASAR MERAH BARAT KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN KONSUMSI ZAT BESI, SENG DAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SDN NO.060813 KELURAHAN PASAR MERAH BARAT

KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2014

(DESCRIPTION OF IRON, ZINC CONSUMPTION AND NUTRITIONAL STATUS IN ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS OF SDN. 060813 KECAMATAN MEDAN KOTA

SUB-DISTRICT PASAR MEDAN BARAT VILLAGE 2014 )

Fadhlan Mulia Akbar Harahap1, Etty Sudaryati2, Fitri Ardiani3 1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU

2,3

Staf Pengajar Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU ABSTRACT

Indonesia still faces major challenges in the field of nutrition, namely malnutrition and nutrition, nutritional status of primary school children is a picture of what is consumed in the long term. One problem that often occurs is the consumption of iron and zinc, so that the necessary attention in the consumption of foods and nutrients are school-age children. This study aims to describe the consumption of iron, zinc and nutritional status of primary school children in SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.

This type of research is a survey research using quantitative approach. Sampling was carried out with a total sampling method with a sample of 69 students. The type of data collected primary data, performed by using interviews, questionnaires 24 hour recall, food frequency and measurement of nutritional status (TB/U and IMT/U) and secondary data obtained diinstansi related, processing and analysis of data by using a computer program SPSS, Nutrisurvey and WHO antro plus 2007.

The results showed that the consumption of iron in school children in SDN 060 813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota largely on the category of less as many as 39 people (56.5%), consumption of zinc mostly in the category of less as many as 52 people (75 , 4%), nutritional status based on IMT/U mostly in the normal category as many as 57 people (82.6%), based on the nutritional status of TB/U mostly in the normal category as many as 44 people (63.8%)

The results of this study may be a referral for students to consume a varied diet and nutrition, and to other researchers to further explore the different variables.

Keywords: Elementary School Children, Consumption Iron, Zinc Nutritional Status

PENDAHULAN

Anak sekolah dasar merupakan kelompok yang rentan terhadap defisiensi zat gizi mikro diantaranya adalah zat besi dan seng, hal ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dan seng dalam makanan. Pada kondisi ini, anak harus mendapatkan asupan gizi dalam kuantitas dan kualitas yang cukup. Cerminan kecukupan gizi dapat dinilai dari status gizi anak dan merupakan salah satu tolak

ukur yang penting untuk menilai keadaan pertumbuhan dan status kesehatannya.

Besi dan seng merupakan mikronutrein esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta sistem imun manusia. Defisiensi mikronutrien tersebut menyebabkan penurunan sistem imun, gangguan perkembangan psikomotor dan menurunkan kemampuan kerja. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kesegaran jasmani, yang sangat penting dalam tercapainya

(2)

2 perkembangan dan pertumbuhan optimal

pada masa anak-anak (Lestari, 2009). Defisiensi besi dan seng sering terjadi pada populasi gizi kurang (Donald, 2000) terutama pada negara-negara berkembang dengan tingkat ekonomi masih lemah. Defisiensi besi berpengaruh pada pertumbuhan anak. Salah satu akibatnya adalah lemahnya peningkatan berat badan yang pada akhirnya akan memperburuk status gizinya (Lonnerdal, 1998). Selain itu juga menyebabkan gangguan perkembangan mental dan motorik anak, serta menyebabkan anemia yang merupakan penyakit penyerta gizi buruk ataupun sebaliknya yaitu anemia berlanjut yang menyebabkan gizi buruk (Nasution, 2004).

Kekurangan zat besi pada anak-anak dan orang dewasa dengan atau tanpa anemia sangat erat berhubungan dengan kemampuan belajar, selain itu berhubungan erat dengan pertumbuhan dan nafsu makan (Chwang, 1989; Lawless, 1994; Allen, 1994). Siswono (2004) menyatakan pada anak usia prasekolah dan sekolah, anemia defisiensi besi dapat mengganggu proses tumbuh kembang, menurunkan daya konsentrasi belajar, dan memudahkan anak terserang penyakit. Hal ini terjadi oleh karena masukan zat besi melalui makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan fisiologis atau menderita infeksi kronis yang menyebabkan pertumbuhan otak tidak optimal, pertumbuhan fisik yang lemah, daya tahan terhadap infeksi menurun dan penurunan kemampuan kognitif (Oski, 1993).

Kekurangan seng yang terjadi pada usia sekolah dapat berakibat gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak. Menurut Groff (1998) defisiensi seng dapat menurunkan kemampuan ekspresi gen dalam proses replikasi sel dan pertumbuhan tulang (SKRT, 2001). Anak dengan gizi buruk juga mengalami penurunan konsentrasi serum seng dan seng yang rendah pada hati dan otot. Berdasarkan laporan Golden, meskipun

anak gizi buruk mendapat rehabilitasi berupa formula susu, mereka tetap memiliki konsentrasi seng rendah dan kenaikan berat badan pada tingkat rendah pula. Setelah menerima suplementasi seng, mengalami peningkatan berat badan pada tingkat baik (Lonnerdal, 1998).

Status gizi anak usia sekolah dasar yaitu pada usia 5-12 tahun menurut RISKESDAS 2013 diukur berdasarkan indeks antara TB/U dan IMT/U hasilnya menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 11,2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat kurus diatas nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi sumatera utara merupakan salah satu provinsi dari 16 provinsi yang mempunyai prevalensi sangat kurus diatas-rata-rata nasional yaitu sebesar 18% (RISKESDAS, 2013).

Survei awal yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 060813 bahwa jumlah murid keseluruhan di sekolah tersebut berjumlah 158 anak, dimana ada 15 orang dari 20 siswa SD yang diukur memiliki badan yang kurus. Penilaian dilakukan dengan menggunakan IMT/U dan juga dengan bantuan software WHO Antro dengan klasifikasi menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun. Disamping itu, dilakukan pula wawancara untuk melihat gambaran konsumsi makanan dalam waktu 24 jam. Hasil nya dalam sehari mereka lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan seperti disaat pagi sebelum sekolah hanya minum teh manis serta roti kering, disertai dengan jajanan sekolahan seperti nasi goreng yang ukurannya hanya sepiring kecil, bakso cilok, mi instan yang tidak dimasak,

(3)

3 minuman buah seperti nutri jeruk, frutang,

dan minuman lain yang memiliki pewarna yang menarik. Dan saat siang juga hanya mengonsumsi nasi putih dan lauk apa adanya seperti mie instan, telur, dan beberapa potong ikan tanpa mengonsumsi sayuran. Pada saat malamnya hanya mengonsumsi makanan kecil seperti roti dan snack. Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan anak-anak kurang mengonsumsi makanan seperti daging dan sayur-sayuran yang memiliki kandungan zat besi dan seng.

Berdasarkan uraian yang diatas penulis sangat ingin meneliti lebih dalam mengenai “Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak Sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan Pasar Merah Barat Tahun 2014”..

Manfaat dari penelitian ini yaitu Bagi pengelola pendidikan SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan Pasar Merah Barat dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai masukan untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah dalam rangka program peningkatan gizi dan kesehatan berbasis sekolah. Terutama berkaitan dengan masalah asupan zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah.

METODE

Desain yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah semua murid di SDN No. 060813 Kecamatan Medan Kota Kelurahan Pasar Merah Barat, yaitu sebanyak 159 orang. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan kriteria kelas 4,5 dan 6 berjumlah sebanyak 69 orang.

Data kecukupan konsumsi zat besi dan seng diperoleh dari hasil recall 24 jam dan food frequency dari responden melalui wawancara dengan anak SD dan dengan bantuan metode pencatatan dari orang tua responden saat dirumah. Data status gizi responden meliputi pengukuran TB/U dan IMT/U, pengukuran tinggi badan

menggunakan microtoice dengan ketelitian 0,1 cm dan penimbangan berat badan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber dan Kecukupan Zat Besi Anak Sekolah Dasar

Sumber zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar dengan sumber zat besi yang berasal dari hewani dan nabati. Sumber zat besi hewani yang sering dikonsumi yaitu ikan, daging sapi, daging ayam, telur dan kuning telur. Sedangkan sumber zat besi nabati yang sering dikonsumsi yaitu bayam, kangkung, kentang, jagung dan tempe. Sumber zat besi hewani dan nabati yaitu sebanyak 37 orang (53,6%) dan sebagian kecil berasal dari hewani saja yaitu sebanyak 32 orang (46,4%). Dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1 Distribusi Responden berdasarkan Sumber Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

No Sumber Zat Besi n %

1 Hewani 32 46,4

2 Hewani dan Nabati

37 53,6

Jumlah 69 100,0

Kecukupan konsumsi zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 39 orang (56,5%) dan sebagian kecil pada kategori baik yaitu sebanyak 30 orang (43,5%). dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Kecukupan konsumsi Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

No Kecukupan Konsumsi Zat Besi

n %

1 Baik 30 43,5

2 Kurang 39 56,5

(4)

4 Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kecukupan konsumsi zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebesar 56,5%. Penyebab kurangnya konsumsi zat besi pada anak sekolah dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota dapat disebabkan karena asupan zat besi yang kurang dari makanan yang mereka makan setiap hari dan rendahnya absorbsi (penyerapan) zat besi oleh tubuh mereka masing-masing. Anak sekolah dasar kurang mengkonsumsi makanan dengan sumber zat besi baik heme dan non heme. Hasil penelitian Nurnia, dkk (2013) di Makassar menunjukkan bahwa konsumsi zat besi anak sekolah dasar baik dikarenakan sebagian besar responden sering mengkonsumsi makanan laut seperti ikan dan kerang. Dari hasil rekap frekuensi konsumsi makanan sumber zat besi heme anak sekolah dasar wilayah pesisir Makassar didapatkan jenis bahan makanan yang paling sering dikonsumsi adalah kerang 100% dan ikan segar 97,2%. Walaupun frekuensi kosumsi kerang responden lebih tinggi daripada ikan tetapi jumlah rata-rata konsumsi ikan per harinya lebih tinggi, sebanyak 130,01 gr/hr dibandingkan rata-rata konsumsi kerang hanya sebanyak 9,7 gr/hr. Sehingga dapat diketahui bahwa yang menjadi pola konsumsi responden adalah ikan segar. Tingginya konsumsi ikan dapat dikarenakan wilayah penelitian di daerah pesisir dan pekerjaan utama orang tua responden adalah sebagai nelayan, hal ini juga menyebabkan frekuensi konsumsi kerang tinggi.

Konsumsi zat besi yang kurang pada anak sekolah dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota juga disebabkan oleh responden jarang mengkonsumsi sayuran dan buah. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2010) terhadap remaja putri di Mamuju

Utara. Hal ini dikarenakan bahan makanan seperti tempe dan kangkung tergolong murah dan mudah di dapatkan untuk menu hidangan sehari-hari. Walaupun sering mengkonsumsi tetapi porsi tiap kali konsumsi sedikit, dapat juga mempengaruhi asupan zat besinya. Dapat juga diketahui bahwa anak usia sekolah dasar lebih sering mengkonsumsi jajanan instan daripada mengkonsumsi sayur dan buah.

Sumber dan Kecukupan Seng Anak Sekolah Dasar

Sumber seng pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar dengan sumber zat seng dari hewani dan nabati yaitu sebanyak 32 orang (46,4%) dan sebagian kecil tidak ada sumber zat seng yaitu sebanyak 3 orang (4,3%). Sumber zat seng hewani yang sering dikonsumsi yaitu kerang, daging sapi, daging ayam, kepiting, dan tiram. Sedangkan sumber zat seng nabati yang sering dikonsumsi seperti bayam, kangkung, dan jamur. Dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Sumber Seng Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

No Sumber Zat Seng N %

1 Hewani 32 46,4

2 Hewani dan Nabati

34 49,3

3 Tidak ada sumber seng

3 4,3

Jumlah 69 100,0

Kecukupan konsumsi seng pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 52 orang (75,4%) dan sebagian kecil pada kategori baik yaitu sebanyak 17 orang (24,6%). Dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :

(5)

5

Tabel 4 Distribusi Responden berdasarkan Kecukupan Konsumsi Seng Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

No Kecukupan Konsumsi Seng n % 1 Baik 17 24,6 2 Kurang 52 75,4 Jumlah 69 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi seng pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebesar 75,4%. Penyebab kurangnya konsumsi seng pada anak sekolah dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota dapat disebabkan karena asupan seng yang kurang dari makanan yang mereka makan setiap hari dan rendahnya absorbsi (penyerapan) zat seng oleh tubuh mereka masing-masing. Anak sekolah dasar kurang mengkonsumsi makanan dengan sumber seng baik heme dan non heme. Penyebab kurangnya kecukupan seng pada anak sekolah dasar juga dapat disebabkan oleh jenis dan cara pengolahan makanan dapat mempengaruhi total masukan seng dan bioavailability-nya. Susu dan produknya merupakan sumber seng yang penting bagi anak-anak sekolah dasar. Bahan pangan nabati banyak mengandung asam fitat dan serat (selulosa) yang dapat menghambat absorpsi seng. Selain itu proses fisiologis kebutuhan jaringan, banyaknya seng yang dikeluarkan dari tubuh, dan karakteristik diet seseorang. Apabila seseorang terkena infeksi maka kebutuhan seng akan meningkat. Angka kecukupan seng rata-rata yang dianjurkan merupakan kadar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan seseorang yang sehat.

Hasil penelitian ini menambah data angka kekurangan asupan seng pada anak-anak khususnya anak-anak sekolah dasar Berdasarkan Data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan (P3GM) Depkes RI Tahun 2006 tentang studi gizi mikro di 10 Propinsi,

menemukan bahwa prevalensi balita kurang seng sebesar 32% sementara asupan zat gizi zink pada balita: 30 % dari AKG (angka kecukupan gizi). Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang meneliti 661 anak di lima sekolah dasar negeri di Jakarta Timur menunjukkan 98,6% anak sekolah mendapatkan asupan zat seng hanya 80% dari rekomendasi harian yang dianjurkan. Kemudian penelitian oleh Huwae FJ tahun 2006 pada 111 anak usia 6-8 tahun di grobongan Jawa Tengah di temukan 40% mengalami defisiensi seng. Sedangkan hasil penelitian dari Endang Dwi L dari Universitas Sebelas Maret Solo cukup mengejutkan, di mana dari penelitian terhadap 220 anak sekolah dari 10 SD yang diteliti semuanya menderita defisiensi zat seng.

Status Gizi

Status gizi pada anak sekolah berdasarkan IMT/U di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 57 orang (82,6%) dan sebagian kecil pada kategori gemuk yaitu sebanyak 3 orang (4,3%). Dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan IMT/U Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

No Status Gizi (IMT/U) n % 1 Kurus 9 13,0 2 Normal 57 82,6 3 Gemuk 3 4,3 Jumlah 69 100,0 Berdasarkan TB/U di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 44 orang (63,8%) dan sebagian kecil pada kategori gemuk yaitu sebanyak 9 orang (13,0%). Dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini :

(6)

6

Tabel 6 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan TB/U Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

No Status Gizi (TB/U) n % 1 Normal 44 63,8 2 Pendek 16 23,2 3 Sangat Pendek 9 13,0 Jumlah 69 100,0

Berdasakan hasil penelitian diketahui bahwa status gizi pada anak sekolah berdasarkan IMT/U di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 57 orang (82,6%) dan sebagian kecil pada kategori gemuk yaitu sebanyak 3 orang (4,3%). Hal ini juga sejalan dengan hasil Riskesdas 2010 yang menunjukkan rata-rata status gizi anak usia sekolah di Indonesia masih normal (78.6%) sedangkan sangat kurus (4.6%), kurus (7.6%) dan gemuk (9.2%). Penelitian oleh Yulni (2013) menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan IMT/U yaitu sangat kurus (3,3%), kurus (16,7%), normal (77,3%) dan sangat gemuk (1,3%), berdasarkan indikator TB/U yaitu sangat pendek (13.3%), pendek ( 30,7%), dan normal (56%).

Kemudian status gizi berdasarkan TB/U di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 44 orang (63,8%) dan sebagian kecil pada kategori gemuk yaitu sebanyak 9 orang (13,0%). Hasil ini sejalan dengan hasil dari Riskesdas 2010 yang menunjukkan anak usia sekolah di Indonesia secara berturut-turut adalah tinggi badan normal (64.5%), pendek (20.5%), dan sangat pendek (15,1%). Indeks TB/U lebih menggambarkan keadaan gizi masa lalu juga berkaitan erat dengan status ekonomi. Keadaan tinggi badan anak pada usia anak balita menggambarkan status gizi masa lalu mereka. Berbeda dengan berat badan, tinggi badan tidak banyak dipengaruhi

oleh keadaan yang mendadak akan tetapi lebih memberikan gambaran riwayat gizi masa lalu.

Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk antara lain kurangnya asupan gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit yang menyebabkan infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.

Anwar (2009) juga menjelaskan bahwa penurunan pemusatan perhatian (atensi), kecerdasan, dan prestasi belajar dapat terjadi akibat anemia besi. Seorang yang menderita anemia akan malas bergerak sehingga kegiatan motoriknya akan terganggu. Distribusi zat gizi yang menurun akan menyebabkan otak kekurangan energi. Akibatnya, daya pikir orang itu pun ikut menurun sehingga prestasi pun ikut menurun. Anemia juga terbukti dapat menurunkan atau mengakibatkan gangguan fungsi imunitas tubuh, seperti menurunnya kemampuan sel leukosit dalam membunuh mikroba. Anemia juga berpengaruh terhadap metabolisme karena besi juga berperan dalam beberapa enzim. Pada anak-anak, hal itu akan menghambat pertumbuhan. Selain itu, anemia juga akan menyebabkan penurunan nafsu makan yang akan menyebabkan seseorang kekurangan gizi.

Anak dengan gizi buruk mengalami penurunan konsentrasi serum seng dan seng yang rendah pada hati dan otot. Berdasarkan laporan Golden, meskipun anak gizi buruk mendapat rehabilitasi berupa formula susu, mereka tetap memiliki konsentrasi seng rendah dan kenaikan berat badan pada tingkat rendah pula. Setelah menerima suplementasi seng, mengalami peningkatan berat badan pada tingkat baik. (Lonnerdal, 1998). Defisiensi seng dapat mengganggu pertumbuhan yang menyebabkan anak menjadi gizi buruk dan meningkatkan risiko diare dan infeksi saluran nafas. (Nasution E. 2004)

(7)

7 Hasil kecukupan zat gizi besi dan

seng, menunjukkan asupan zat gizi anak sekolah dasar masih ada di bawah angka kecukupan gizi besi dan seng yang dianjurkan. Tentunya hal ini disebabkan oleh berbagai hal yang perlu mendapat perhatian dari berbagai elemen masyarakat dan khususnya orang tua dan pemerintah untuk menanggulangi terjadinya kasus malnutrisi lebih lanjut.

Responden yang mengalami defisit dalam asupan besi dan seng kemungkinan dikarenakan faktor ekonomi, kebiasaan makan dan jajan, ketersediaan bahan makanan, sosial budaya, dan lain-lain. Selain itu, adanya beberapa responden yang memiliki asupan zat besi dan seng yang baik, tetapi malah ada beberapa responden yang memiliki status gizi yang buruk. Hal ini diduga karena adanya responden yang terkena penyakit infeksi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa terjadi hubungan yang timbal balik antara penyakit infeksi dan kejadian gizi buruk. Anak yang mengalami gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang menderita penyakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi besi dan seng rendah adalah makanan jajanan karena dalam usia anak sekolah ini gemar sekali jajan (Permana, 2012). Hal ini didukung oleh penelitian di Magelang yang menyatakan ada hubungan antara pola konsumsi makanan jajan dengan status gizi siswa, status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak yang sering jajan (Luwih, 2011)

Penelitian yang pernah dilakukan Saifuddin (2012) menunjukkan tidak adanya hubungan antara Fe dengan indikator IMT/U maupun TB/U, disebabkan karena Fe lebih banyak berpengaruh pada pembentukan hemoglobin darah dibandingkan dengan pertumbuhan seseorang. Seperti halnya juga Vitamin C yang tidak menunjukkan

hubungan antara kedua indikator, disebabkan vitmain C lebih banyak berperan dalam hidroksilasi pada pembentukan kolagen jaringan fibrosa, penyerapan Fe, dan imunitas.

Namun dalam penelitiannya juga Saifuddin (2012) menunjukkan bahwa fungsi seng yang banyak berperan dalam metabolisme tubuh, seperti keseimbangan asam basa, metabolisme asam amino, sintesis protein dan asam nukleat, dan prekusor enzim, hal ini dapat menjelaskan mengapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang berhubungan antara asupan seng dengan indikator IMT/U. Seng tidak mempunyai hubungan langsung dengan pertumbuhan tulang sehingga hasil senada dengan penelitian yang menunjukkan tidak ada hubungan signifikan dengan TB/U. (Saifuddin, 2012)

KESIMPULAN

Hasil penelitian tentang gambaran konsumsi zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah dasar di SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa:

1. Konsumsi zat besi dan seng pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang dikarenakan anak sekolah dasar kurang dalam mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi dan seng baik dari hewani dan nabati yang dibutuhkan tubuh sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) besi dan seng yang dianjurkan.

2. Status gizi berdasarkan IMT/U dan berdasarkan TB/U sebagian besar pada kategori normal hal ini menunjukkan bahwa konsumsi zat besi dan seng tidak berdampak secara langsung tehadap status gizi anak sekolah dasar.

(8)

8

SARAN

Adapun Saran dari penelitian ini adalah :

1. Untuk siswa sekolah dasar disarankan agar mengonsumsi makanan yang bervariasi sehingga tidak mengalami kekurangan zat gizi besi dan seng serta diharapkan kepada guru dan orang tua siswa agar lebih memperhatikan pola makan anak-anak di sekolah.

2. Untuk pihak sekolah terutama guru agar ikut memperhatikan pola makan anak-anak di sekolah agar meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan seng yang cukup baik hewani maupun nabati serta mengurangi konsumsi jajanan di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. H. 1998. Zinc and Micronutrient Supplements for Children. Am J Clin Nutr. ; (68 (Suppl) : 495S-8S

Anwar, Faisal dan Khomsan, Ali. 2009. Makan Tepat, Badan Sehat. PT Mizan Publika. Jakarta.

Badan Litbang Kesehatan, DepKes RI. 1008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007-2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta

Badan Litbang Kesehatan, DepKes RI. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

Browning J., O’Dell B, Zinc Deficiency Decreases the Concebtration of N-ethylID-aspartate Receptors in Guinea Pig Cortal Synaptic Membranes. J. Nutr. 95; 125: hal. 2083-2089.

Donald A. .2000. Vitamins and Minerals in Pediatrics. In : Wharton B. Protein Energy Malnutrition. Nutrition & Child Health. London : Harcourt Publishers Limited; 2000.p. 89-91

Faharuddin. 2012.

http://taharuddin.com/efek-gizi-terhadap-status-gizi-anak.html. (Diakses pada tanggal 08 September 2014).

Groff. J.L. and Sareen.S. Gropper. 1998. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Third Ed. Wadsworth.

Lonnerdal B. 1998. Iron-Zinc-Cooper Interaction. Micronutrien Interaction : Impact on Child Health and Nutrition. Washington: The USAID/FAO; 1998. p.3-10.

Luwih,Sharikah. 2011. Hubungan Antara Pola Konsumsi Makanan Jajanan dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Negeri di Kota Magelang. Universitas Negeri Semarang

Nasution E. 2004. Efek Suplementasi Zinc dan Besi Pada Pertumbuhan Anak. Sumatera Utara: Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara; 2004. p. 1-5

Nurnia, Veni Hadju, Citrakesumasari. Hubungan Pola Konsumsi Dengan Sstatus Hemoglobin Anak Sekolah Dasar Di Wilayah Pesisir Kota Makassar. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin

Permana A.G. 2012. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro Dengan Status Gizi Siswa SD Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

(9)

9 Pratiwi, E.F. 2010. Hubungan Pola

Konsumsi dengan Status Hemoglobin (Hb) Remaja Putri Sekolah Menengah Pertama di Daerah Endemik Malaria Kec.Baras Kab.Mamuju Utara Sulawesi Barat Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Riskesdas. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian Kesehatan, RI

Referensi

Dokumen terkait

a. PSD dan Konsumen wajib memberikan akses masuk bagi petugas PD yang akan mengadakan pemeriksaan aset milik PD. PSD atau Konsumen dapat memasuki instalasi milik

Mengenai tinjauan hukum Islam terhadap jual beli properti Perumahan Taylon Syari‟ah Kabupaten Pati didapati dari beberapa rujukan Al - Qur‟an maupun hadits yang telah

The results of the study found that the resolution of horizontal violence conflicts, firstly, tends to put forward the traditional model by involving

Pasien dengan trauma tumpul abdomen dan positif terjumpa trauma yang lain atau cedera pada bagian retroperitoneal haruslah dilakukan CT abdomen.. Pasien juga haruslah diikuti

Dalam rangka pelaksanaan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik STIKes ICMe

[r]

Apabila lokasi aliran sungai, mata air, dan sumur berdekatan dengan lapisan batubara maka pengambilan energi CBM akan mengurangi volume air karena dalam proses pengambilan CBM akan

Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri sosial terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pembelajaran IPS kelas VII G