• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang terletak di bagian utara Jawa Barat, berbatasan langsung dengan laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di tenggara, Kabupaten Bogor dan Cianjur di selatan dan Kabupaten Bekasi di sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Karawang 175.327 km2 atau 3,73 persen dari luas Provinsi Jawa Barat. Tofografi sebagian besar berupa dataran rendah dengan ketinggian 1 sampai 5 meter di atas permukaan laut (dpl) dan sebagian kecil wilayah lainnya berbukit dengan ketinggian mencapai 1.200 meter dpl. Keadaan iklim dengan suhu udara rata-rata sebesar 290C, tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, kelembaban nisbi sebesar 80 persen, memiliki kecepatan angin rata-rata antara 30-35 km/jam (BPS Karawang, 2007). Secara administrasi, Kabupaten Karawang terbagi ke dalam empat wilayah pembantu Bupati, 20 kecamatan, empat kantor pembantuan kecamatan, 296 desa dan 10 kelurahan. Kabupaten Karawang termasuk salah satu kabupaten yang memiliki lahan subur terluas di Jawa Barat, sehingga sebagian lahannya digunakan untuk pertanian (BPS Karawang, 2007).

Gambar 2. Peta Kecamatan Tirtamulya lokasi Primatani Kabupaten Karawang

(2)

41 Batas wilayah Kecamatan Tirtamulya disebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Lemahabang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikampek, sebelah timur dengan Kecamatan Kotabaru dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Purwasari. Luas wilayah Kecamatan Tirtamulya seluas 40,02 km2, luas lahan 3.798 ha. terdiri dari lahan sawah 2.521 ha dan lahan darat 1.277 ha. Rata-rata curah hujan per tahun 120 sampai 130 mm. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtamulya sampai tahun 2008 sebanyak 43.085 orang yang tersebar di 11 desa. Berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 21.465 laki-laki dan 21.620 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 11.248 kepala keluarga, meliputi 9.878 kepala keluarga tani dan 1.370 kepala keluarga non-tani.

Luas lahan di Desa Citarik seluas 285 ha (Tabel 1). Dari seluruh luas lahan, 49,12 persen diantaranya merupakan lahan sawah. Lahan sawah merupakan lahan dominan di Desa Citarik yang merupakan sumber pendapatan utama bagi penduduk Desa Citarik, karena memberikan pendapatan lebih tinggi daripada lahan kering. Luas lahan dan jenis penggunaan lahan dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis penggunaan lahan di Desa Citarik, 2008

No. Penggunaan Lahan Luas lahan (ha) Persentase (%)

1 Sawah teknis 140 49,12

2 Lahan darat/kering: - Pekarangan dan perumahan - Tegalan 138 5 46,42 1,75 3 Kolam 1 0,35 4 Lainnya 1 0,35 Jumlah 285 100,00

Sumber : Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Tirtamulya, 2008

Desa Citarik memiliki luas lahan sawah teknis 140 ha dengan luas kepemilikan lahan 70 persen kurang dari 1 ha, 25 persen kepemilikan lahan 1-2 ha dan 5 persen kepemilikan lahan di atas 5 ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk desa Citarik memiliki lahan sawah yang sempit, yakni kurang dari 1 ha. Kondisi demikian menyulitkan dalam hal agribisnis padi, sehingga perlu kesatuan antar petani dalam kelompoktani untuk memudahkan kegiatan usahatani secara bersama-sama. Lahan kering seluas 143 ha terdiri dari pemukiman dan pekarangan (46,42%) dan tegalan (1,75%) (Tabel 1). Di lahan tegalan terdapat banyak kandang ternak seperti sapi, domba, itik, entog dan ayam buras serta

(3)

42 lahan pertanaman buah-buahan seperti jambu air, rambutan, mangga dan pisang. Selain itu juga beberapa lahan tegalan dimanfaatkan untuk usahatani jamur merang.

Pendudukdesa Citarik pada tahun 2008 terdiri dari 1,854 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 6.444 jiwa, terdiri dari laki-laki 3,187 jiwa (49,46%) dan perempuan 3,257 jiwa (50,54%). Jumlah dan persentase penduduk di Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase jenis dan jumlah penduduk di Desa Citarik, 2008 Uraian Jenis Jumlah (Orang) Persentase (%) Penduduk (KK) KK tani KK non tani 1.576 278 87,91 12,09 Jumlah 1.854 100,00 Penduduk Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 3.187 3.257 49,46 50,54 Jumlah 6.444 100,00

Sumber : Profil Desa Citarik, 2008

Mata pencaharian utama penduduk Desa Citarik (87,91%) adalah kepala petani. Mata pencaharian lain yang banyak digeluti oleh penduduk Desa Citarik meliputi jasa keterampilan, Pegawai Negeri Sipil, dan jasa hiburan. Lebih jelas persentase jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Citarik, 2008 Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani Buruh tani Jasa hiburan PNS Pedagang Buruh/Swasta

Jasa keterampilan (kayu, batu, jahit,cukur) Dokter Bidan Mantri kesehatan 2.145 527 1 75 22 220 88 1 1 1 69,62 17,10 0,03 2,43 0,71 7,14 2,85 0,03 0,03 0,03 3.081 100,00

Sumber : Potensi Desa Citarik, 2008

Data tingkat pendidikan penduduk Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 4. 35,37 persen penduduk Citarik adalah buta aksara dan angka latin. Sebagian besar penduduk yang buta aksara dan angka latin tersebut adalah penduduk berumur lebih dari 25 tahun dan berjenis kelamin perempuan. 43,6 persen penduduk di

(4)

43 Desa Citarik tamat pendidikan umum terutama adalah pendidikan sekolah dasar atau sederajat dan 20,7 persen tamat pendidikan khusus.

Tabel 4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Citarik, 2008

No. Uraian Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan A. Buta Aksara dan Angka Latin

1. Usia 13-15 tahun 101 104 205

2. Usia 16-18 tahun 117 120 237

3. Usia 19-25 tahun 131 138 269

4. Usia > 25 tahun 315 343 658

Jumlah seluruhnya 664 705 1369

B. Tamat Pendidikan Umum

5. SD/sederajat 524 503 1027

6. SLTP 325 215 540

7. SLTA 78 25 103

8. Akademi/Universitas/PT 3 2 5

Jumlah seluruhnya 930 745 1675

C. Tamat Pendidikan Khusus

9. Pondok pesantren 13 11 24 10. SLB 5 3 8 11. Keterampilan 185 193 378 12. SLTP 162 165 327 13. SLTA 25 31 56 14. Akademi/Universitas/PT - - -Jumlah seluruhnya 390 403 793

Sumber : Potensi Desa Citarik 2008.

Struktur Komunitas

Penduduk Di Desa Citarik Kecamatan Tritamulya sebagian besar bekerja sebagai petani, terutama tanaman pangan (padi). Pada musimnya kecamatan Tirtamulya menjadi pemasok terbesar padi di Kabupaten Karawang. Sebagian besar warga yang tinggal di Desa Citarik masih mempunyai hubungan keluarga atau kerabat. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh pola perkawinan yang umumnya masih dalam satu wilayah. Hubungan di antara sesama merupakan hubungan perorangan yangmendalam dan berlangsung lama yang diwujudkan dalam bentuk saling saling tolong menolong dan saling melindungi.

Stratifikasi sosial pada tingkat atas terdiri dari beberapa kelompok yaitu para pejabat di kecamatan, tokoh masyarakat baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Kelompok atas di tingkat desa yang diperhitungkan

(5)

44 pendapatnya di tingkat kecamatan adalah kepala desa, aparat desa, ketua BPD dan ketua LPM serta tokoh agama. Untuk pelapisan sosial yang didasarkan pada pekerjaan, pegawai negeri sipil atau militer serta aparat desa sebagai lapisan atas sementara pekerjaan buruh dan petani berlahan sempit berada pada lapisan bawah. Mereka yang berada pada lapisan di level atas mempunyai pengaruh dalam menentukan keputusan-keputusan yang tidak dapat diselesaikan oleh kelompok. Selain itu, mereka mempunyai pengaruh dalam keteladanan perilaku, sebagai panutan dan mempunyai kedudukan dalam organisasi sosial pada posisi-posisi strategis. Meskipun, pelapisan ini tidak diformalkan oleh komunitas namun diakui oleh masyarakat dalam berbagai kesempatan dan tugas.

Lapisan bawah yang terdiri dari buruh tani dan petani berlahan sempit umumnya berperilaku pasrah pada pimpinan lokal untuk kepentingan desa mereka. Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa mereka tidak mampu dalam mengelola desa dan lapisan atas dianggap mampu untuk mengelola desa. Pelapisan di level atas selanjutnya juga mempengaruhi proses pembangunan di desa-desa wilayah Kecamatan tirtamulya. Lapisan bawah mengikuti apa yang telah diputuskan oleh lapisan atas. Kalaupun ada hal-hal yang menjadi keinginannya tidak diakomodir oleh lapisan atas, mereka hanya bisa mendiskusikannya di komunitasnya saja di tempat-tempat yang tidak formal seperti di sawah.

Warga masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi belum memberikan pengaruh dalam pelapisan sosial dalam komunitas baik di kecamatan maupun desa, karena warga masyarakat lulusan pendidikan tinggi lebih suka hidup dan mencari pekerjaan di kota daripada di desa. Sebagian besar pemuda yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi terutama yang berprestasi baik tidak kembali ke desa. Alasannya desa tidak dapat memberikan jaminan pekerjaan sesuai keahliannya, sehingga mereka memilih mencari pekerjaan di perkotaan.

Rutinitas Kegiatan Harian Petani

Informasi mengenai rutinitas kegiatan harian keluarga tani diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jadwal pembinaan/pertemuan dengan petani, sehingga penentuan jadwal pertemuan dapat disesuaikan dengan kondisi petani dan tidak mengganggu waktu produktif petani. Selain itu petugas

(6)

45 hendaknya dapat memilih waktu yang tepat, baik tepat sasaran maupun tepat waktu. Aktivitas keluargatani di Desa Citarik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu aktivitas mengurus usahatani di lahan dan aktivitas keluarga di rumah.

Peran suami dalam usahatani dilihat dari rutinitas harian lebih banyak dibandingkan istri. Hal ini disebabkan para suami tidak hanya bekerja pada pagi hari, namun pada sore hari juga melakukan pekerjaan di sawah. Namun demikian waktu untuk kegiatan usahatani pada umumnya dilakukan pada pagi hari. Di siang hari, istri membantu pekerjaan usahatani di sawah sekalian mengantar sarapan untuk suaminya. Dari rutinitas kegiatan harian keluarga tani menunjukkan bahwa para petani masih mempunyai cukup banyak waktu untuk melakukan usaha lain setelah dari sawah. Pola rutinitas kegiatan harian keluarga tani di Desa Citarik dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pola rutinitas kegiatan harian keluarga tani di Desa Citarik, 2009

Waktu (jam) Aktivitas kegiatan keluarga

Suami Istri 04.00-06.00 Bangun pagi Bangun pagi, Pekerjaan rumah

06.00-12.00 Kerja di sawah, kebun Pekerjaan rumah 08.00-12.00 Kerja di sawah, kebun Bantu suami di sawah

12.00-14.00 Istirahat Istirahat

14.00-16.00 Kerja di sawah, kebun Pekerjaan rumah

16.00-20.00 Istirahat Istirahat

20.00-20.30 Irigasi Istirahat

>20.30 Istirahat istirahat

Tabel 5 menunjukkan bahwa waktu yang paling strategis untuk mengunjungi atau melakukan pembinaan kepada petani adalah pada waktu malam hari (selepas magrib atau shalat isya jam 18.00), kecuali pembinaan-pembinaan yang sifatnya menuntut untuk dilaksanakan di lapangan seperti demontrasi teknologi atau pembinaan pada tingkat lapangan secara langsung. Meskipun demikian sebaiknya waktu yang digunakan harus berdasarkan persetujuan terlebih dahulu dengan petani. Dengan memperhatikan momen waktu yang baik, maka diharapkan petani akan berkonsentrasi dalam menerima materi pembinaan.

Kelembagaan Agribisnis

Lembaga yang terkait dalam sistem dan usaha agribisnis di desa Citarik (Tabel 6) meliputi lembaga input produksi (lembaga modal, sarana produksi),

(7)

46 lembaga produksi (lembaga kelompok tani, pengairan, jasa tanam, jasa traktor, jasa panen dan lembaga ceblokan penyiangan), lembaga pengolahan (baru terdapat pada pengolahan hasil padi), lembaga pemasaran (calo, dan bandar), dan lembaga informasi (UPTD pertanian, KTNA, majlis taklim). Lebih jelas, jumlah dan fungsi lembaga agribisnis di Desa Citarik dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan fungsi lembaga agribisnis di Desa Citarik, 2008.

Lembaga Nama Jumlah Fungsi

1. Lembaga Modal/Sarana Produksi

Lembaga Perkreditan Kecamatan

1 Memberi pinjaman modal dengan

jaminan BPKB dan Akte Tanah. Jasa 3% per bulan

Bandar 7 Sumber modal petani sayuran

dengan pembayaran hasil panen Kios Saprodi

merangkap penyedia modal

4 Sebagai sumber modal petani sayuran dengan pembayaran hasil panen

Koperasi Serba Usaha 1 Simpan pinjam

2. Lembaga Pengolah Hasil

Penggilingan padi (RMU)

9 Pengolah hasil dan bandar padi 3. Lembaga

Produksi (on farm)

Kelompok tanam 9 Penyedia jasa tanam padi

Pengusaha jasa traktor 8 Jasa pengolah tanah dengan wilayah yang sudah ditetapkan

Kelompoktani 4 Pada awalnya berfungsi sebagai

penerima KUT, sekarang belum berfungsi

Kelompok Jasa power treser

1 Tidak berfungsi

Kelompok jasa pompa air

1 Berfungsi sebagai jasa pengairan untuk tanaman sayuran pada MK 1 dan MK 2

P3A Mitra cai/ Ulu-ulu

4 Berfungsi sebagai pengatur air di saluran kuarter (cacing)

Panitia Pengairan 1 Berfungsi sebagai pengatur air di

saluran tertier Ceblokan ngarambet (menyiang) 80% dari luas lahan

Berfungsi sebagi pemelihara penyiangan dengan imbalan ikut panen

4. Lembaga Pemasaran

Bandar sayuran 7 Sebagai pembeli sayuran

Order/ Calo 20 Pencari gabah bagi bandar

Bandar padi 8 Penampung dan pembeli gabah

5. embaga informasi

Penyuluh Pertanian 6 Penyampai teknologi dan

pembina petani Kontak Tani Nelayan

Andalan Kecamatan

1 Penyampai teknologi dan

pembina petani

Distributor Penyampai teknologi untuk

produk yang di jual 6. Lembaga

Kebijakan

Camat Unit Pelaksana Teknis

Daerah (UPTD)

2 Melaksanakan program

pembangunan pertanian di wilayah kecamatan Desa

(8)

47 Pada umumnya sebelum pelaksanaan Primatani, setiap sub-sistem agribisnis (lembaga input produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran) langsung berhubungan dengan petani. Individu petani langsung berhubungan dengan seluruh subsistem, sehingga sistem tidak berjalan secara efisien. Didalam sub-sistem terdapat komponen-komponen yang mempunyai keterkaitan fungsional, namun secara lembaga belum terjadi keterkaitan yang menyangkut keadilan, resiko, sharing capital, sharing benefit, dan peningkatan nilai tambah baik formal maupun non formal. Di dalam satu subsistem ada suatu komponen yang tidak terkait satu sama lain. Keterkaitan masih dilakukan untuk kepentingan lembaga itu sendiri dan belum memperlihatkan kepentingan suatu sistem di desa tersebut.

Setelah dilaksanakannya Primatani, keterkaitan antar sub sistem dapat berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Beberapa sub sistem mengalami perbaikan fungsi dan beberapa lembaga lainnya di tumbuhkan sebagai lembaga penguat pada kelompok tani. Sub sistem lembaga yang mengalami perbaikan fungsi adalah lembaga P3A Mitra cai, dimana sebelum Primatani dilaksanakan lembaga ini tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan petani. Lembaga mitra cai hanya sebagai pelaksana lapangan dari bagian perangkat desa. Setelah adanya Primatani, lembaga mitra cai berkaitan langsung dengan petani dengan diterbitkannya suatu aturan tertulis yang disepakati antara petani dan petugas mitra cai. Aturan termuat dalam anggaran dasar dan rumah tangga mitra cai termasuk didalamnya mengenai hak dan kewajiban antara lembaga mitra cai dengan petani.

Lembaga yang ditumbuhkan guna memperkuat sistem agribisinis padi di Desa Citarik meliputi lembaga kelompoktani (Gapoktan Sri tani), lembaga modal dan sarana produksi di tingkat kelompok, lembaga pengoalahan hasil dan pemasaran. Hasil penumbuhan lembaga setelah adanya Primatani di bahasa pada bagian selanjutnya.

Kelembagaan Penyuluhan

Selanjutnya dilihat dari segi pewilayahan penyuluhan petanian, Kecamatan Tirtamulya yang memiliki 10 desa, terbagi ke dalam empat wilayah kerja penyuluhan pertanian (WKPP), terdiri dari WKPP-1 meliputi Desa Tirtasari dan

(9)

48 Desa Bojongsari; WKPP-2 meliputi Desa Karangsinom, Desa Karangjaya dan Desa Citarik; WKPP-3 meliputi Desa Parakan, Desa Parakanmulya dan Desa Kamurang; dan WKPP-4 meliputi Desa Cipondoh dan desa Kertawaluya (UPTD Pertanian Kecamatan Tirtamulya 2008 ).

Kelembagaan Kelompoktani

Kelompoktani di Desa Citarik berjumlah empat buah dengan jumlah seluruh anggota 202 orang. Kelompoktani tersebut adalah: 1) kelompoktani Sri Maju I, berada di Blok Babakan Cikampek, 2) kelompoktani Sri Maju II, berada di Blok Ubung-ubung, 3) kelompoktani Sri Mulya Sejati, berada di Blok Tangkil dan 4) kelompoktani Sri Subur, berada di Blok Kacepet.

Dari keempat kelompoktani tersebut, pada umumnya kegiatan kelompoktani tidak berjalan sesuai dengan harapan. Menurut informasi yang diterima di lapangan, ketidakaktifan keempat kelompoktani tersebut disebabkan karena pengurus dan anggota kelompoktani kurang memahami fungsi dari kelompoktani itu sendiri. Fungsi kelompoktani menurut anggota kelompoktani masih merupakan: 1) persatuan/himpunan kerja, 2) persatuan rencana menanam, dan 3) persatuan kerja bakti, seperti: membersihkan saluran.

Pada saat Primatani dilaksanakan di Desa Citarik telah dibentuk Gapoktan Sri Tani yang merupakan gabungan dari empat kelompoktani. Sebelum ada Primatani, kelompoktani yang agak aktif adalah Sri Maju 1, sedangkan ketiga kelompoktani yang lain belum aktif sama sekali.

Sumber Informasi

Dalam hal mencari informasi teknologi, pada umumnya anggota hanya mengenal petugas atau pejabat yang menangani pembinaan yaitu PPL yang bertugas di wilayahnya, namun belum begitu banyak yang mengenal lembaga yang berkompeten di kecamatan tersebut. Sebagian anggota kelompoktani tidak mengenal kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Penyuluhan Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Tirtamulya. Sedangkan yang mengenal akan kantor tersebut pada umumnya memanfaatkan sebagai tempat: 1) meminta alat pertanian, 2) meminjam saprotan, seperti pupuk, 3) mengikuti rapat-rapat/pertemuan yang dilakukan oleh UPTD, dan 4) kebutuhan lainnya.

(10)

49 Sumber informasi lain selain UPTD Penyuluhan Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Tirtamulya, diperoleh dari berbagai sumber informasi seperti disajikan pada Tabel 8. Dari keempat sumber informasi, sumber informasi dari PPL yang paling dapat dimanfaatkan petani di Desa Citarik. Sedangkan informasi yang paling dibutuhkan, adalah 1) program pertanian, 2) teknis budidaya tanaman terutama pengendalian hama, cara pemupukan, cara tanam, dan jarak tanam. Persentase sumber informasi bagi petani di Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Persentase sumber informasi bagi petani di Desa Citarik, 2009 No. Sumber informasi Jumlah responden Persentase (%)

1. PPL 5 18,52 2. PPL+petani 11 40,74 3. PPL+formulator 7 25,93 4. PPL+petani+formulator 3 11,11 5. PPL+kios saprodi 1 3,70 Jumlah 27 100,00 Media Informasi

Tabel 9 menunjukkan bahwa media informasi yang paling disukai berupa gelar teknologi dan penyuluh (40,74%), sedangkan media cetak leaflet masih belum banyak dimanfaatkan. Persentase minat petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan penyuluh di Desa Citarik disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8. Persentase minat petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan penyuluh di Desa Citarik, 2009

No. Media informasi Jumlah Reponden Persentase (%)

1. Leaflet 0 0,00 2. Gelar Teknologi 1 3,70 3. Penyuluh 4 14,81 4. Leaflet+Gelar Teknologi 3 11,11 5. Leaflet+Penyuluh 0 0,00 6. Leaflet+Gelar Teknologi+Penyuluh 8 29,63 7. Gelar Teknologi+penyuluh 11 40,74 Jumlah 27 100,00

Kurangnya pemanfaatan media leaflet dikarenakan kurangnya minat baca anggota kelompoktani yang disebabkan dari rendahnya pendidikan anggota

(11)

50 kelompoktani yang rata-rata berpendidikan sekolah dasar, bahkan banyak yang masih buta aksara dan angka.

Dari keragaan di atas, baik dari kondisi penduduk, pendidikan, kelompoktani, pertemuan kelompoktani, sumber informasi teknologi yang digunakan petani di Desa Citarik, maka terdapat peluang pengembangan media informasi. Untuk itu, maka dalam pengemasan media informasi haruslah disesuaikan dengan kondisi khalayak penerima tersebut.

Pelaksanaan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi pada Program Prima Tani

Pelaksanaan kegiatan Primatani di Desa Citarik mulai tahun 2005 sampai dengan 2009 dilaksanakan di bawah pembinaan BPTP Jawa Barat, selanjutnya pembinaan dan pelaksanaan Primatani diserahkan ke pemerintah daerah Kabupaten Karawang lingkup pertanian.

Pada tahun 2005, kegiatan Primatani lahan sawah irigasi di Desa Citarik diawali dengan kegiatan pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal/ PRA). Pendekatan kegiatan Prima Tani secara partisipatif saat perencanaan melibatkan semua pihak yang terlibat. Pada tahun 2005, kegiatan lebih banyak pada survey pendasaran pemahaman lokasi wilayah dan ujicoba-ujicoba secara terbatas pada lahan petani sesuai dengan potensi dan peluang pengembangan teknologi hasil PRA. Hal ini dilakukan guna memperoleh alternatif teknologi yang sesuai dengan kondisi biofisik setempat. Diagram implementasi program dan transfer seperti pada Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Diagram Implementasi Program dan Transfer Prima Tani Karawang (Sumber : Laporan BPTP Jawa Barat, 2005)

Rancangan dan Rintisan Model Laboratorium

Agribisnis

2006/2007 Penerapan dan Pemantapan

Model Laboratorium Agribisnis 2008 Pengembangan Model Laboratorium Agribisnis 2008/2009

Transfer Pengawalan Model Laboratorium Agribisnis ke

(12)

51 Pada tahun 2006-2007 di Desa Citarik, dilakukan implementasi inovasi teknologi tepat guna spesifik lokasi yang sesuai dengan keunggulan sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi setempat (farmer”s circumtances), serta penumbuhan dan perbaikan kelembagaan agribisnis yang telah ada di Desa Citarik. Mulai tahun 2008, kegiatan gelar teknologi dilakukan dengan pendekatan SL-PTT.

Salah satu teknologi yang diimplementasikan pada program Primatani berdasarkan hasil PRA adalah teknologi PTT padi Sawah. Berikut gambaran tingkat perkembangan penerapan teknologi, perkembangan produksi padi dan perkembangan pendapatan petani setelah mengikuti program Primatani.

Tingkat penerapan teknologi PTT padi

Tahap awal implementasi teknologi melalui pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) padi di Desa Citarik dilaksanakan pada MH 2005/2006 (Tabel 8) yang meliputi: (1) penggunaan varietas unggul dan benih bermutu, (2) cara tanam legowo, (3) pemupukan organik, (4) penggunaan bibit muda dan tunggal, (5) pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD), (6) pemupukan P dan K berdasarkan analisis tanah, dan (7) pengendalian hama terpadu (PHT). Berikut tingkat penerapan teknologi pada petani di Desa Citarik (Tabel 9).

Tabel 9. Penerapan komponen PTT petani Primatani di Desa Citarik

No Teknologi PTT Persentase Penerapan Teknologi MH 2005/2006 MK I 2006 1. Varietas Ciherang 100,00 100,00 2. Benih berlabel 50,00 100,00 3. Legowo 77,78 77,78 4. Bibit Tunggal 66,67 77,78 5. BWD 61,11 72,22 6. Bibit Muda 55,56 61,11 7. Pupuk Organik 33,33 33,33 8. P ( Fosfor ) 27,78 38,89 9. K ( Kalium ) 11,11 2,22

Sumber: Laporan Tahunan BPTP Jabar, 2006

Tabel 9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan benih berlabel dari 50 persen menjadi 100 persen. Hal ini disebabkan petani sudah yakin bahwa dengan penggunaan benih berlabel, pertumbuhan tanaman lebih serempak dan daya tumbuh tanaman tinggi apabila dibandingkan dengan tidak menggunakan benih berlabel.

(13)

52 Persentase penerapan teknologi legowo pada MK I 2006 tidak bertambah akan tetapi berdasarkan data laporan tahunan BPTP disebutkan bahwa tanggapan petani peserta program Primatani terhadap legowo belum konsisten, sekitar 16,67 persen petani koperator legowo berubah menanam tegel, sedangkan 16,67 persen petani koperator yang semula tegel berubah menjadi legowo, sehingga persentase tanam legowo di tingkat petani koperator tetap sebesar 77,78 persen. Alasan petani tidak menanam legowo lagi karena belum yakin dan menganggap serangan hama penggerek batang disebabkan karena tanam legowo. Masalah utama legowo adalah susahnya merubah kebiasaan tenaga tanam yang biasa menanam secara tegel. Sistem tanam legowo 2:1 dirasakan petani masih ada hambatan terhadap jasa tanam yang belum biasa tanam legowo dan posisi tawar masih ada di pihak jasa tanam. Namun demikian keuntungan yang dirasakan petani adalah: memudahkan pemupukan, pengendalian hama, penyakit, dan gulma.

Tabel 9 juga menunjukkan peningkatan penerapan teknologi bibit muda dan tunggal akan tetapi apabila dilihat dari jumlah keluarga tani yang terdapat di Desa Primatani, masih banyak petani kooperator yang masih menggunakan bibit tua (> 25 hari). Bibit tua masih banyak diterapkan petani karena keterlambatan penyiapan lahan oleh traktor, sementara benih sudah disebar. Pemupukan organik dan pemupukan P, dan K sesuai anjuran juga belum banyak diterapkan petani karena kesadaran petani masih rendah, sehingga sosialisasi secara intensif perlu dilakukan dan perlu dibuat peragaan pemupukan untuk meyakinkan petani. Pemupukan N, P, dan K tidak sesuai anjuran terutama dalam hal waktu aplikasi karena keterlambatan ketersediaan pupuk. Periode perkembangan tingkat penerapan teknologi padi di Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat penerapan teknologi usahatani padi tahun 2006-2008

No. Uraian Persentase Penerapan Teknologi

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008

1. Varietas Ciherang 80,00 86,67 96,67 2. Benih berlabel 70,00 86,67 96,67 3. Legowo 46,67 50,00 50,00 4. Bibit Tunggal 73,33 76,67 80,00 5. BWD 26,67 23,33 26,67 6. Bibit Muda 53,33 56,67 63,33 7. Pupuk Organik 36,67 43,33 40,00 8. P ( Fosfor ) 38,89 43.33 46,67 9. K ( Kalium ) 60,00 60,00 63,33 10. PHT 70,00 66,67 73,33

(14)

53 Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil evaluasi penerapan teknologi padi di Desa Citarik tahun 2006 hingga 2008 telah terjadi fluktuasi rata-rata penerapan komponen teknologi PTT padi di Desa Citarik. Penerapan teknologi yang mengalami penurunan adalah penggunaan varietas unggul dan berlabel, penerapan cara tanam jajar legowo, penggunaan BWD. Penerapan teknologi yang cenderung meningkat adalah penggunaan bibit muda dan tunggal, penggunaan pupuk sesuai rekomendasi baik pupuk organik, pupuk P dan K serta penerapan konsep PHT padi. Gambaran perkembangan penerapan teknologi PTT padi dapat di lihat pada Gambar 4. (BPTP Jawa Barat, 2008).

Gambar 4. Perkembangan penerapan PTT padi selama 4 musim tanam (Sumber : Laporan BPTP Jawa Barat, 2008)

Teknologi yang mudah diadopsi petani adalah VUB, benih bersertifikat, dan bibit tunggal. Teknologi dengan adopsi sedang adalah bibit muda, legowo, pemupukan K, dan PHT. Sedangkan teknologi yang susah diadopsi adalah BWD, pemupukan P, dan pupuk organik. Teknologi dengan penerapan berfluktuasi per musim adalah BWD, pemupukan P dan K, pupuk organik, dan PHT.

Evaluasi Produksi Padi

Sebelum Prima Tani, produksi padi petani di Desa Citarik selalu lebih rendah daripada petani di desa lain diwilayah Kecamatan Tirtamulya. Hal ini terutama disebabkan Desa Citarik berada di daerah hilir saluran air yang mengakibatkan Desa Citarik selalu terlambat dalam penanaman bahkan terkadang tidak mendapatkan air. Setelah adanya Prima Tani melalui terobosan perbaikan saluran air, produksi padi di Desa Citarik relatif meningkat dibandingkan sebelum ada Prima Tani.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 MK I 06 MH 07 MK I 07 MH 08 VUB Benih bersertifikat Legowo 2:1 Bibit tunggal Bibit Muda BWD SP 36 KCl Pupuk organik PHT Rata-rata

(15)

54 Pada saat penelitian dilakukan, hasil panen musim hujan (MH) 2008 dan musim kemarau (MK) 2008 belum selesai dikompilasi oleh tim peneliti BPTP Jawa Barat. Namun demikian, pada Tabel 11 terlihat bahwa terjadi penurunan produksi padi pada setiap musim, hal ini disebabkan tingginya serangan hama terutama penggerek batang padi. Tetapi apabila dilihat dari perkembangan produksi padi petani pelaksana PTT masih lebih baik dibandingkan dengan petani non PTT.

Perbedaan produksi padi antara petani pelaksana PTT dan non PTT disebabkan karena diterapkannya PTT padi dengan beberapa keunggulan teknologi yang diterapkan seperti halnya penggunaan varietas unggul berlabel, penerapan konsep pengendalian hama terpadu dan penerapan teknologi cara tanam legowo. Diterapkannya PHT padi pada pendekatan PTT padi dirasakan petani dapat meminimalkan tingkat perkembangan hama penggerek batang padi. Teknologi PHT yang diterapkan antara lain monitoring, pengumpulan telur penggerek, dan penggunaan insektisida dengan cara tepat dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan musuh alami.

Selain itu, keunggulan yang dimiliki pada PTT padi adalah dengan ditarapkannya cara tanam model legowo. Dengan penerapan legowo petani merasakan jumlah rumpun dan anakan produktif menjadi bertambah. Dengan jarak tanam legowo 50 cm x 25 cm x 12,5 cm, populasi tanaman meningkat sebanyak 24 persen dibandingkan dengan kebiasaan petani sebelum adanya program dengan cara tegel 25 cm x 25 cm.

Tabel 11. Tingkat perkembangan produksi padi (Ton) petani PTT dan non PTT

Petani/Waktu Tanam MH 2006 MK I 2006 MH 2007 MK I 2007

PTT 5,02 4,89 4,60 4,00

Non PTT 4,68 4,27 3,93 3,21

Selisih 0,34 0,62 0,67 0,79

Sumber: Laporan Tahunan BPTP Jabar, 2006-2007.

Tingkat Pendapatan Petani

Usahatani dengan PTT lebih menguntungkan dengan nilai BC rasio 2 dibandingkan usahatani non PTT dengan nilai BC rasio sebesar 1,15. BC rasio dari perlakuan PTT diatas 1 menunjukkan bahwa teknologi PTT dapat

(16)

55 direkomendasikan untuk diterapkan oleh petani lain. BC rasio yang tinggi tersebut disebabkan produksi tanaman yang tinggi dengan jumlah biaya yang lebih rendah.

Tabel 12. Nilai BC Ratio petani PTT dan non PTT tahun 2005-2007

Uraian Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007

PTT Non PTT PTT Non PTT PTT Non PTT

BC rasio 2 1.15 1,38 0,82 3.4 2.42

Sumber; BPTP Jawa Barat, 2008

Pendapatan Usahatani

Apabila dilihat dari total pendapatan usahatani, terjadi peningkatan pendapatan usahatani setiap tahun (Gambar 5). Pendapatan usahatani PTT lebih tinggi 20,5 persen daripada non PTT. Rata-rata kenaikan pendapatan usahatani PTT 2005-2006 sebesar 44,6 persen, 2006-2007 sebesar 31 persen atau 2005-2007 sebesar 75,5 persen, sedangkan rata-rata kenaikan pendapatan usahatani non PTT 2005-2006 sebesar 32,8 persen, 2006-2007 sebesar 33,6 persen atau 2005-2007 sebesar 66,4 persen. (Laporan Tahunan BPTP Jawa Barat, 2008).

Gambar 5. Pendapatan usahatani selama 3 tahun 2005-2007 di Tirtamulya.

Pendapatan Rumah Tangga Petani

Terjadi peningkatan pendapatan rumah tangga setiap tahun dimana peningkatan tersebut lebih tinggi pada petani koperator daripada non koperator (Gambar 6). Rata-rata pendapatan rumah tangga koperator selama 3 tahun lebih tinggi 9 persen daripada non koperator. Rata-rata kenaikan pendapatan rumah tangga koperator 2005-2006 sebesar 15,8 persen, 2006-2007 sebesar 8,6 persen atau 2005-2007 sebesar 24,4 persen, sedangkan rata-rata kenaikan pendapatan

(17)

56 rumah tangga non koperator 2005-2006 sebesar 11,5 persen, 2006-2007 sebesar 8,8 persen atau 2005-2007 sebesar 20,3 persen.

Gambar 6. Pendapatan rumah tanggatani selama 3 tahun di Desa Citarik

Karakteristik Petani Responden

Karakteristik personal petani yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata, pola tanam, status lahan, luas lahan, orientasi usahatani dan status usahatani (Tabel 13). Data tersebut digunakan sebagai gambaran kondisi umum personal petani peserta program Primatani. Distribusi responden menurut karakteristik personal dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik personal yang diamati, 2009 No. Karakteristik Personal Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Umur (Tahun)

• Dewasa (31-47 tahun) • Paruh Baya (48-51 tahun) • Tua (52-73 tahun) 9 10 8 33,33 37,03 29,64

2. Tingkat Pendidikan Formal

• Tidak Tamat Sekolah Dasar • Tamat Sekolah Dasar (SD) • Sekolah Lanjutan (SMP-SMA)

6 17 4 22,22 62,96 14,82

3. Tingkat Pendidikan Non-Formal

• Tidak pernah • Jarang (1-3 kali) • Sering (4-7 kali) 2 7 18 7,41 25,93 66,66 4. Pengalaman Bertani • Pemula (3-20 tahun)

• Cukup Berpengalaman (21-28 tahun) • Berpengalaman (29-50 tahun) 11 4 12 40,74 14,81 44,45 5. Status Petani • Anggota Pasif • Anggota Aktif • Pengurus 0 19 8 0,00 70,37 29,63

(18)

57 Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31-73 tahun. Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur, paling banyak berada pada kisaran 48-51 tahun (37,03%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20-55 tahun, petani responden umumnya tergolong produktif, sebagian kecil tergolong usia kurang produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan, bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Lebih jauh, Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati.

Tingkat pendidikan formal merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan formal responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tidak tamat SD sampai yang mengikuti pendidikan tingkat lanjutan (SMP). Dari hasil wawancara dengan petani responden menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden yang diwawancarai, petani yang berpendidikan tamat SD mencapai persentase tertinggi yaitu sebesar 62,96 persen tamat SD dan 22,22 persen tidak tamat SD. Dari data ini dikaitkan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam model Prima Tani, ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan media. Secara teoritis tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif-alternatif dan

(19)

58 cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi (Soekartawi 2005). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, cenderung semakin kuat motivasinya untuk berpikir rasional dalam menentukan pilihan media informasi yang akan diterima, seperti halnya mengadopsi inovasi.

Pendidikan non-formal adalah proses belajar di luar sekolah, seperti kursus, pelatihan, magang dan sejenisnya. Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang tergolong sering mengikuti pendidikan non-formal seperti kursus, pelatihan-pelatihan, penataran dan sebagainya, sebesar 25,93 persen dengan frekuensi satu sampai tiga kali selama tiga tahun terakhir, sedangkan 7,41 persen responden sama sekali tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal. Responden yang paling sering mengikuti pendidikan non-formal dengan frekuensi mengikuti pelatihan dan sejenisnya antara empat sampai tujuh kali selama tiga tahun terakhir saat penelitian dilakukan sebesar 66,66 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesadaran petani untuk mengembangkan diri dan mendapatkan informasi terbaru di bidang teknologi pertanian tergolong tinggi. Tingginya tingkat partisipasi untuk mengikuti pendidikan non-formal disebabkan beberapa hal, di antaranya responden merupakan perwakilan terpilih dari kelompoktaninya, yang harus mentrasfer teknologi baru kepada anggota lain. Oleh karena itu, pendidikan non-formal harus dikembangkan dengan mengacu pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan.

Pengalaman bertani adalah lamanya satuan tahun usahatani yang dilakukan responden. Hasil penelitian (Tabel 13) menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman bertani, keadaan pengalaman responden dengan kategori pengalaman 3-20 tahun (40,74%), dengan kategori 29-50 tahun (44,45%) tidak jauh berbeda atau hampir sama. Dengan demikian pengalaman bertani yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam hal berusahatani. Asumsi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara lamanya pengalaman berusahatani seseorang dengan tingkat kemandirian orang tersebut dalam penerapan teknologi usahatani. Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (2003) dalam Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa petani yang tergolong dalam kelompok laggards, sebagian besar adalah petani berusia tua dan berpengalaman

(20)

59 tinggi. Namun seringkali potensi pengalaman yang dimilikinya menjadi faktor kebanggaan. Akibatnya proses difusi dan adopsi teknologi sulit diterima oleh petani tersebut.

Status Petani, dalam penelitian ini status responden digolongkan ke dalam pengurus, anggota aktif dan anggota pasif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tergolong sebagai anggota aktif (70,37%) dan pengurus (29,63%). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kelompok mampu memotivasi petani lain untuk melakukan perubahan. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, bahwa pengurus kelompok tani adalah sebagai media atau saluran untuk membangun komunikasi antar anggota, wadah untuk memecahkan permasalahan usahatani anggota, maupun sarana untuk mendapatkan inovasi atau informasi baru. Pada umumnya, anggota aktif dalam suatu kelembagaan adalah mereka yang mempunyai minat dan kemauan untuk melakukan perubahan dalam hal pengetahuan, sikap dan perilaku maupun perubahan lain yang ada di luar dirinya, tetapi berhubungan dengan kepentingan kelompok. Oleh karena itu, petani yang memiliki status sebagai anggota aktif, biasanya memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Para petani yang memiliki status sebagai anggota kelompok aktif dengan mudah menjadi petani koperator dalam suatu program pembangunan pertanian, termasuk program Primatani.

(21)

56

Karakteristik Petani Responden

Karakteristik personal petani yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata, pola tanam, status lahan, luas lahan, orientasi usahatani dan status usahatani (Tabel 13). Data tersebut digunakan sebagai gambaran kondisi umum personal petani peserta program Primatani. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 27 Orang yang tersebar pada 4 kelompoktani yang telah di terpa dengan ketiga media yang akan diteliti.

Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik personal yang diamati, 2009

No. Karakteristik Personal Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Umur (Tahun)

• Dewasa (31-47 tahun) • Paruh Baya (48-51 tahun) • Tua (52-73 tahun) 9 10 8 33,33 37,03 29,64

2. Tingkat Pendidikan Formal

• Tidak Tamat Sekolah Dasar • Tamat Sekolah Dasar (SD) • Sekolah Lanjutan (SMP-SMA)

6 17 4 22,22 62,96 14,82

3. Tingkat Pendidikan Non-Formal

• Tidak pernah • Jarang (1-3 kali) • Sering (4-7 kali) 2 7 18 7,41 25,93 66,66 4. Pengalaman Bertani • Pemula (3-20 tahun)

• Cukup Berpengalaman (21-28 tahun) • Berpengalaman (29-50 tahun) 11 4 12 40,74 14,81 44,45 5. Status Petani • Anggota Pasif • Anggota Aktif • Pengurus 0 19 8 - 70,37 29,63

Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31-73 tahun. Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur, paling banyak berada pada kisaran 48-51 tahun (37,03%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20-55 tahun, petani responden umumnya tergolong produktif, sebagian kecil tergolong usia kurang produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif

(22)

57 dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan, bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Lebih jauh, Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati.

Tingkat pendidikan formal merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan formal responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tidak tamat SD sampai yang mengikuti pendidikan tingkat lanjutan (SMP). Dari hasil wawancara dengan petani responden menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden yang diwawancarai, petani yang berpendidikan tamat SD mencapai persentase tertinggi yaitu sebesar 62,96 persen tamat SD dan 22,22 persen tidak tamat SD. Dari data ini dikaitkan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam model Prima Tani, ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan media. Secara teoritis tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif-alternatif dan cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi (Soekartawi 2005). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, cenderung semakin kuat motivasinya untuk berpikir rasional dalam menentukan pilihan media informasi yang akan diterima, seperti halnya mengadopsi inovasi.

Pendidikan non-formal adalah proses belajar di luar sekolah, seperti kursus, pelatihan, magang dan sejenisnya. Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang tergolong sering mengikuti pendidikan non-formal seperti kursus, pelatihan-pelatihan, penataran dan sebagainya, sebesar 25,93 persen dengan frekuensi satu sampai tiga kali selama tiga tahun terakhir, sedangkan 7,41 persen

(23)

58 responden sama sekali tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal. Responden yang paling sering mengikuti pendidikan non-formal dengan frekuensi mengikuti pelatihan dan sejenisnya antara empat sampai tujuh kali selama tiga tahun terakhir saat penelitian dilakukan sebesar 66,66 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesadaran petani untuk mengembangkan diri dan mendapatkan informasi terbaru di bidang teknologi pertanian tergolong tinggi. Tingginya tingkat partisipasi untuk mengikuti pendidikan non-formal disebabkan beberapa hal, di antaranya responden merupakan perwakilan terpilih dari kelompoktaninya, yang harus mentrasfer teknologi baru kepada anggota lain. Oleh karena itu, pendidikan non-formal harus dikembangkan dengan mengacu pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan.

Pengalaman bertani adalah lamanya satuan tahun usahatani yang dilakukan responden. Hasil penelitian (Tabel 13) menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman bertani, keadaan pengalaman responden dengan kategori pengalaman 3-20 tahun (40,74%), dengan kategori 29-50 tahun (44,45%) tidak jauh berbeda atau hampir sama. Dengan demikian pengalaman bertani yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam hal berusahatani. Asumsi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara lamanya pengalaman berusahatani seseorang dengan tingkat kemandirian orang tersebut dalam penerapan teknologi usahatani. Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (2003) dalam Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa petani yang tergolong dalam kelompok laggards, sebagian besar adalah petani berusia tua dan berpengalaman tinggi. Namun seringkali potensi pengalaman yang dimilikinya menjadi faktor kebanggaan. Akibatnya proses difusi dan adopsi teknologi sulit diterima oleh petani tersebut.

Status Petani, dalam penelitian ini status responden digolongkan ke dalam pengurus, anggota aktif dan anggota pasif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tergolong sebagai anggota aktif (70,37%) dan pengurus (29,63%). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kelompok mampu memotivasi petani lain untuk melakukan perubahan. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, bahwa pengurus kelompok tani adalah sebagai media atau saluran untuk

(24)

59 membangun komunikasi antar anggota, wadah untuk memecahkan permasalahan usahatani anggota, maupun sarana untuk mendapatkan inovasi atau informasi baru. Pada umumnya, anggota aktif dalam suatu kelembagaan adalah mereka yang mempunyai minat dan kemauan untuk melakukan perubahan dalam hal pengetahuan, sikap dan perilaku maupun perubahan lain yang ada di luar dirinya, tetapi berhubungan dengan kepentingan kelompok. Oleh karena itu, petani yang memiliki status sebagai anggota aktif, biasanya memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Para petani yang memiliki status sebagai anggota kelompok aktif dengan mudah menjadi petani koperator dalam suatu program pembangunan pertanian, termasuk program Primatani.

(25)

60

Karakteristik Media Komunikasi Primatani

Karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang individu atau benda yang ditampilkan. Karakteristik media dalam penelitian ini dilihat melalui persepsi petani terhadap media tersebut. Effendy (1998) mengemukakan bahwa persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya. Penginderaan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain tidak akan sama meskipun mereka sama-sama dalam satu organisasi atau kelompok. Selanjutnya Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi. Berikut persepsi petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan penyuluh.

Media leaflet

Penggunaan leaflet digunakan berdasarkan pada pertimbangan: (1) praktis dan mudah dibawa, (2) pesan dapat disajikan secara populer dan sederhana dan (3) dapat dibaca berulangkali sehingga memperjelas dan mempermudah pemahaman terhadap isi pesan (BPTP Jawa Barat 2007).

Peneliti Badan Litbang Pertanian menggunakan media leaflet dalam menginformasikan hasil-hasil penelitian agar dapat diketahui oleh khalayak sasaran khususnya petani dan muatan informasinya mengenai teknologi terbaru yang berkaitan dengan pengembangan inovasi teknologi pertanian (BPTP Jawa Barat 2007). Dalam penelitian ini karakterisitik media leaflet dilihat dari persepsi petani terhadap penggunaan bahasa, format penyajian dan kesesuaian isi pesan yang ada dalam media leaflet. Berikut dijelaskan tingkat persepsi petani terhadap media leaflet (Tabel 14).

Tabel 14 Persepsi petani terhadap media leaflet di Desa Citarik, 2009 Persepsi petani terhadap Leaflet Rataan Skor *)

Bahasa 1,70

Format Penyajian 2,11

Kesesuaian isi Materi 2,37

Keterangan: *)

(26)

61 Persepsi petani responden terhadap media leaflet (Tabel 14) masuk kategori cukup baik hal ini ditunjukkan oleh nilai rataan skor di atas 1,66 artinya petani masih menilai cukup baik terhadap media leaflet yang diberikan karena masih terdapat manfaat yang dapat diperoleh dari media tersebut. Media leaflet ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi petani dalam menambah informasi baru teknologi budidaya padi.

Media leaflet yang diberikan hanya menyajikan informasi umum teknologi budidaya padi. Lebih lanjut, petani harus mencari sumber informasi yang dapat dengan jelas memberikan petunjuk penerapan teknologi sesuai dengan yang tersaji pada leaflet. Responden umumnya lebih menyukai informasi yang disajikan dalam bentuk leaflet dengan format sederhana, bahasanya singkat dan disajikan dengan gambar dan warna yang menarik sehingga menimbulkan minat untuk membacanya. Menurut petani informasi yang dimuat pada leaflet masih terlalu banyak huruf dan ukurannya kecil sehingga agak sulit untuk mencerna dengan cepat informasi tersebut. Selain itu informasi yang terlalu banyak atau beraneka ragam menyebabkan petani tidak fokus dalam mencerna informasi yang sebenarnya dibutuhkan.

Leaflet diberikan pada saat memulai pelaksanaan kegiatan dan pada saat pelaksanaan yaitu pada saat pertemuan petugas dengan para petani melalui pertemuan kelompok. Judul leaflet yang pernah disebarkan kepada petani antara lain: Model Klinik agribisnis, PTT padi, Musuh Alami, Pestisida Nabati dan Penggunaan Pestisida secara Bijaksana.

Bahasa. Hasil penelitian (Tabel 15) menunjukkan bahwa faktor media leaflet yaitu bahasa, sebagian petani (44,5%) menyatakan mudah memahami dilihat dari penggunaan kata, istilah dan kalimat yang digunakan dalam leaflet. Untuk lebih jelasnya persentase jumlah petani terhadap bahasa disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Persepsi petani terhadap bahasa leaflet di Desa Citarik, 2009 No. Kategori Bahasa Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tidak dipahami 4 14,8

2. Kurang dipahami 11 40,7

3. Mudah dipahami 12 44,5

(27)

62 Berdasarkan wawancara dengan petani responden diperoleh informasi bahwa leaflet yang diberikan perlu disederhanakan bahasanya, mengingat petani secara umum di Desa Citarik sebagian besar hanya tamatan SD yang kemungkinan akan sulit untuk dapat memahami isi pesan dalam leaflet. Hal ini ditunjukan dengan masih terdapatnya responden yang masih kurang memahami sebanyak 40,7 persen dan 14,8 persen yang menyatakan tidak memahami bahasa dalam leaflet, padahal responden merupakan perwakilan atau utusan dari kelompoknya.

Kesesuaian isi materi. Tabel 16 menunjukkan bahwa 51,9 persen petani menyatakan bahwa materi media cetak leaflet sesuai dengan kebutuhan petani, 33,3 persen menyatakan kurang sesuai dan 14,8 persen menyatakan isi materi tidak sesuai dengan kebutuhan. Artinya, isi pesan berupa materi PTT padi yang disebarkan oleh sumber informasi, masih sangat dibutuhkan oleh petani, walaupun masih terdapat beberapa komponen materi PTT yang dianggap oleh petani sebagai sesuatu yang pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam penyusunan isi/materi perlu dirancang keterlibatan aktif petani, mulai dari proses pengidentifikasian sampai dengan pada penyusunan leaflet. Persepsi petani terhadap kesesuaian isi materi dalam leaflet disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Persepsi petani terhadap kesesuaian materi leaflet di Desa Citarik, 2009 No. Kategori kesesuaian Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tidak sesuai kebutuhan 4 14,8

2. Kurang sesuai kebutuhan 9 33,3

3. Sesuai kebutuhan 14 51,9

J u m l a h 27 100

Format Penyajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,7 persen petani menyatakan media cetak leaflet penyajiannya kurang menarik, 22,2 persen menyatakan tidak menarik dan 11,1 persen petani menyatakan penyajian menarik. persepsi petani terhadap format penyajian leaflet disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Persepsi petani terhadap format penyajian leaflet di Desa Citarik, 2009 No. Kategori Penyajian Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tidak menarik 6 22,2

2. Kurang menarik 18 66,7

3. Menarik 3 11,1

(28)

63 Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, diperoleh informasi bahwa format penyajian perlu menggunakan illustrasi foto/gambar dengan kesesuaian format dan ukuran huruf yang baik yang dibaca oleh petani.

Media Gelar Teknologi

Untuk mempercepat pemasyarakatan teknologi PTT padi di tingkat petani, maka program Primatani melakukan Gelar Teknologi PTT padi dengan pendekatan SL-PTT (Gelar teknologi-SLPTT). Berdasarkan informasi dari petugas UPTD Kecamatan Tirtamulya, diperoleh informasi bahwa pelaksanaan gelar teknologi dalam Primatani selalu bertempat di lahan sawah milik petani di depan kantor UPTD Kecamatan Tirtamulya. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada lokasi mudah dijangkau oleh petani dan pemilik lahan (H.Adam) selalu bersedia lahannya dipergunakan untuk lokasi percobaan. Teknologi PTT yang diterapkan antara lain adalah varietas unggul, bibit muda tunggal dengan umur bibit padi 17 hari setelah semai dan penanaman satu bibit per lubang, pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD), pemupukan P dan K berdasarkan peta status hara, serta pengendalian hama penyakit secara terpadu.

Gelar teknologi dengan pendekatan sekolah lapang PTT padi dilakukan selama 2 bulan, diikuti oleh petani yang mewakili kelompoktaninya masing-masing. Selanjutnya petani tersebut menyebarkan informasi tentang PTT padi kepada petani lain dikelompoktaninya. Setiap kelompoktani mengirim rata-rata tiga sampai empat orang anggota yang mempunyai tugas pengamatan lapangan masing-masing. Untuk mengetahui tingkat perkembangan pengetahuan dan keterampilan petani peserta gelar teknologi-SLPTT, dilakukan pre-tes dan post test.

Sebagai kegiatan akhir dari pelaksanaan gelar teknologi diadakan acara temu lapang yang bermaksud menampilkan peragaan gelar teknologi. AcaraTemu Lapang dihadiri oleh petugas lingkup Badan Litbang Pertanian, Dinas Pertanian dan Perkebunan Karawang beserta jajarannya, swasta, Pemda Kecamatan, perangkat Desa Citarik dan petani dari kelompoktani di Desa Citarik dan desa lain di Kecamatan Tirtamulya (Desa Parakan, Karang Sinom, Karang Jaya, Bojong Sari, Parakan Mulya, Kerta Waluya, Cipondoh, Kamurang, dan Desa Tirtasari).

(29)

64 Tabel 18 menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap media gelar teknologi PTT padi yang pernah dilaksanakan pada kegiatan Primatani masuk kategori baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rataan skor yang cukup baik artinya petani menilai dan merespon positif terhadap pelaksanaan gelar teknologi. Ini mengindikasikan bahwa media gelar teknologi lebih berpeluang diadopsi/diterapkan sebagai media yang paling sesuai untuk dikembangkan di wilayah lain dengan kondisi sosial, budaya yang sama dengan desa Primatani. Media gelar teknologi dengan pendekatan SL-PTT ini dapat dijadikan media informasi dan pelatihan praktek lapang bagi petani dalam menambah informasi dan keterampilan baru teknologi budidaya padi. Berikut Persepsi petani terhadap pelaksanaan gelar teknologi (Tabel 18).

Tabel 18 Persepsi petani terhadap media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009 Persepsi petani terhadap gelar teknologi Rataan skor *)

Keuntungan relatif 2,44 Kesesuaian penggunaan 2,26 Kerumitan penggunaan 2,41 Kemudahan ujicoba 2,33 Kemudahan diamati 2,52 Keterangan: *)

1,00 – 1,66 = buruk; 1,67 – 2,33 = cukup; 2,34 – 3,00 = baik

Beberapa manfaat pelaksanaan gelar teknologi menurut petani responden dalam mendukung pembangunan pertanian di wilayah Desa Citarik, antara lain: 1) Tempat percontohan berbagai macam varietas padi melalui sistem

pengelolaan tanaman terpadu (PTT-Padi).

2) Mendukung program pengembangan penerapan model PTT padi di wilayah Primatani. Dengan adanya media gelar teknologi PTT padi maka diharapkan komponen –komponen utama PTT padi dapat diterapkan oleh petani sehingga hasil yang diperoleh petani akan semakin meningkat, lahan usahatani semakin baik dan ramah lingkungan.

3) Merupakan tempat sekolah lapangan bagi petani sebagai pendidikan non formal.

4) Sarana konsultasi dan komunikasi antara peneliti, penyuluh dan petani.

Peragaan gelar teknologi pada Primatani bertujuan yakni memperkenalkan sesuatu kegiatan atau inovasi baru dan memperbaiki praktek-praktek usahatani yang sudah lama atau yang sudah biasa dilaksanakan oleh petani. Dalam

(30)

65 mempraktekan teknologi, media gelar teknologi dengan pendekatan SL-PTT merupakan suatu metoda baru dimana media tersebut sebelumnya belum pernah dilakukan, media tersebut baru diperkenalkan setelah adanya Program Primatani. Suatu cara baru dalam memperkenalkannya haruslah memperhatikan sifat atau karakteristik dari metoda/cara baru (inovasi) itu sendiri. Sifat atau karakteristik inovasi dapat dilihat dari aspek keuntungan relatif pelaksanaan gelar teknologi, tingkat kesesuaian media tersebut dengan situasi lapangan, kemudahan diujicoba/dipraktekan oleh petani, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan media gelar teknologi untuk diamati haruslah menjadi perhatian dalam pelaksanaannya.

Keuntungan relatif penggunaan media. Tabel 19 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi dilihat dari keuntungan relatif, sebagian besar petani (55,6%) menyatakan tinggi dan 33,3 persen menyatakan sedang. Responden yang menyatakan keuntungan relatif penggunaan media gelar teknologi tinggi disebabkan media gelar teknologi lebih menonjolkan praktek lapang (70%) dan teori (30%), berbeda dengan media lainnya yang lebih menonjolkan teori dalam menyampaikan informasi.

Tabel 19 Persepsi petani terhadap keuntungan media gelar teknologi, 2009

No. Kategori Keuntungan

Penggunaan Media Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 15 55,6

2. Sedang 9 33,3

3. Rendah 3 11,1

J u m l a h 27 100

Petani menilai bahwa selain meningkatkan pengetahuan, dengan media gelar teknologi petani dapat melihat langsung pembuktian teknologi baru di lapangan, petani dapat memperkuat keyakinan menerapkan teknologi dan memilih teknologi baru yang sesuai dengan kondisi lahan setempat. Selain itu dengan adanya media gelar teknologi, petani dapat berkomunikasi langsung dan berdiskusi mengenai permasalahan usahatani dengan para peneliti sebagai sumber teknologi dengan cara dibimbing langsung dalam praktek lapang, sehingga proses alih teknologi dapat cepat sampai ke petani.

(31)

66 Kesesuaian penggunaan media. Tabel 20 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi dilihat dari kesesuaian penggunaan media, 44,4 persen petani menyatakan sedang dan 40,8 persen menyatakan tinggi. Persentase tingkat kesesuaian penggunaan media gelar teknologi dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Persepsi petani terhadap kesesuaian media gelar teknologi, 2009

No. Kategori Kesesuaian

Penggunaan Media Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 11 40,8

2. Sedang 12 44,4

3. Rendah 4 14,8

J u m l a h 27 100

Media gelar teknologi bisa diterima dan dilaksanakan karena potensi sumberdaya tersedia, bisa dilaksanakan karena pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi musim pertanaman padi, pelaksanaannya tidak mengganggu aktivitas petani, sesuai karena dimusyawarahkan dulu antara petugas dan petani yang lebih memadukan pengalaman petugas dan petani. Hal ini ditunjukkan dengan hanya 14,8 persen yang menyatakan tingkat kesesuaian penggunaan media rendah.

Kerumitan penerapan media. Hasil penelitian (Tabel 21) menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi dilihat dari tingkat kerumitan penggunaan media, 51,9 persen menyatakan tingkat kerumitan rendah dan 44,4 persen menyatakan tingkat kerumitan sedang, hanya 3,7 persen yang menyatakan tingkat kerumitan penggunaan media tinggi. Lebih jelasnya data tentang persepsi petani terhadap keuntungan penggunaan media gelar teknologi disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan media gelar teknologi, 2009

No. Kategori Kerumitan

Penggunaan Media Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 1 3,7

2. Sedang 12 44,4

3. Rendah 14 51,9

J u m l a h 27 100

Penggunaan media gelar teknologi sangat cocok untuk digunakan sebagai media penyampai teknologi di lapangan karena media tersebut dapat dilakukan di

(32)

67 lahan percobaan petani, teknis pelaksanaanya sesuai dengan kebiasaan petani setempat dan petani dapat mengamati langsung peragaan teknologi baru di lahan petani.

Kemudahan uji coba media. Tabel 22 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi yaitu kemudahan ujicoba penggunaan media, sebagian besar petani menyatakan pada kisaran rendah sampai sedang yaitu sebanyak 51,9 persen menyatakan tingkat kemudahan diujicoba sedang dan 40,7 persen menyatakan tingkat kemudahan diuji coba di tempat lain rendah, hanya 7,4 persen yang menyatakan tingkat kemudahan diujicoba penggunaan media tinggi. Lebih jelasnya persepsi petani terhadap kemudahan ujicoba penggunaan media gelar teknologi disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Persepsi petani terhadap tingkat kemudahan ujicoba media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009

No. Kategori Kemudahan

Ujicoba Penggunaan Media Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 11 40,7

2. Sedang 14 51,9

3. Rendah 2 7,4

J u m l a h 27 100

Disadari petani bahwa pelaksanaan gelar teknologi yang paling sulit dilakukan yaitu memerlukan adanya sumber informasi teknologi yang dapat dipercaya dalam hal ini primatani menurunkan para peneliti di lapangan untuk bekerja bersama penyuluh dan petani dalam pelaksanaannya. Jadi apabila media gelar teknologi SL-PTT apabila akan dikembangkan di lokasi lain di luar Primatani haruslah didampingi oleh peneliti dan penyuluh yang ahli di bidangnya. Menurut responden, kemudahan ujicoba penerapan media gelar teknologi karena pada pelaksanaanya lebih disesuaikan dengan sumberdaya yang ada dan tidak mengganggu kebiasaan petani.

Kemudahan penerapan media diamati. Tabel 23 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi yaitu kemudahan diamati penggunaan media sebagian besar petani menyatakan tinggi yaitu sebanyak 59,3 persen, 33,3 persen petani menyatakan tingkat kemudahan diamati sedang dan 7,4 persen petani yang menyatakan tingkat kemudahan diamati penggunaan media rendah. Berikut

(33)

68 mengenai persepsi petani terhadap kemudahan diamati media gelar teknologi (Tabel 23).

Tabel 23 Persepsi petani terhadap kemudahan diamati media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009

No. Kategori Kemudahan Diamati

Penggunaan Media Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Rendah 2 7,4

2. Sedang 9 33,3

3. Tinggi 16 59,3

J u m l a h 27 100

Kemudahan diamati pelaksanaan media gelar teknologi karena petani berpartisipasi dan mempraktekannya langsung di lapangan, selain itu kemudahan diamati juga lebih disebabkan karena lokasi gelar teknologi mudah dijangkau karena dilaksanakan pada lahan petani dan petani dapat bertanya/berkomunikasi langsung dengan para petugas peneliti-penyuluh di lapangan.

Media Penyuluh

Penyampaian teknologi oleh PPL dilakukan dengan berbagai pendekatan baik melalui pertemuan ke kelompok, gapoktan dan kunjungan lapangan. Berdasarkan informasi dari petani dan petugas, hasil bimbingan yang dilakukan memperlihatkan kondisi lapangan yang cukup menggembirakan. Sebagian besar petani di empat kelompok tani telah menerapkan PTT Padi.

Tanam padi cara legowo yang awalnya sulit diterapkan dengan melakukan pendekatan kelompok dan individu, kesulitan semakin hari semakin dapat dihilangkan. Penggunaan jasa tanam (odong-odong) yang sebelumnya masih terasa sulit, saat ini terdapat 4 kelompok jasa tanam yang sudah terbiasa dengan cara legowo 2:1. Petani telah dapat melihat hasil walaupun biaya jasa tanam lebih besar dibanding sebelumnya.

Penggunaan bibit muda hasil pembimbingan cukup menggembirakan. Petani telah mulai menanam bibit dengan jumlah 2-3 batang per rumpun. Melihat hasil di lapang, petani telah semakin percaya akan keberhasilan teknologi yang disampaikan. Dalam hal pemberian pupuk, sebagian petani masih menggunakan BWD. Selain itu, petani yang telah mendapat bimbingan pengendalian OPT telah pula menerapkan konsep PHT di Lapangan.

(34)

69 Guna meningkatkan penerapan PTT padi, penyuluhan intensif dilakukan juga pada subkelompoktani dan diluar Desa Citarik. Selain itu tempat pertemuan rutin kelompoktani selalu berpindah-pindah agar penyebaran informasi lebih meningkat. Penyuluhan intensif ke luar Desa Citarik dilakukan ke Desa Parakan Mulya dan Karangjaya.

Indikator persepsi petani tentang PPL yang diamati dalam penelitian meliputi: kemampuan penguasaan materi, kepercayaan diri dalam penyampaian informasi, keaktifan dan konsistensi penyampaian informasi. Seseorang akan mengembangkan sikap positif terhadap suatu objek tertentu apabila memiliki persepsi positif dan akan mengarahkan pada pencapaian tujuan dan dapat mencapai kepuasan. Apabila persepsi petani tentang PPL baik diharapkan inovasi teknologi yang terkait dengan pelaksanaan Primatani dapat diterima dengan baik pula. Berdasarkan hal tersebut berbagai hal yang terkait dengan diri PPL sangat penting untuk ditelusuri karena PPL sebagai agen pembaharu dan anggota tim Prima Tani yang selalu intensif melakukan komunikasi dengan petani.

Hampir semua indikator yang digunakan untuk mengukur persepsi petani tentang PPL masuk kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa berdasarkan persepsi petani pada perilaku atau aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh PPL terkait dengan pelaksanaan Primatani secara umum dipersepsi baik kecuali untuk konsistensi masuk kategori cukup.

Hasil penelitian (Tabel 24) menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap penyuluh mendekati cukup baik. Persepsi petani tentang PPL dibagi menjadi tiga kategori yaitu buruk, cukup dan baik. Persepsi petani tentang PPL diukur dengan melihat beberapa indikator seperti terlihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Persepsi petani tentang PPL di Desa Citarik, 2009 Persepsi petani tentang PPL Rataan Skor *)

Kemampuan penguasaan materi 2,48

Kepercayaan diri 2,48

Keaktifan 2,48 Konsistensi 1,89 Keterangan: *)

1,00 – 1,66 = buruk; 1,67 – 2,33 = cukup; 2,34 – 3,00 = baik

Tabel 24 menunjukkan bahwa persepsi petani tentang PPL yang paling baik pada kemampuan penguasaan materi, kepercayaan diri dalam penyampaian

(35)

70 dan keaktifan kunjungan penyuluh kepada petani yang ditunjukkan dengan nilai rataan skor yaitu sebesar 2,48. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas komunikasi yang dilakukan PPL dalam menyosialisasikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan Primatani menunjukkan adanya suatu penilaian yang positif dari petani terhadap PPL yang terlibat dalam pelaksanaan Primatani. Penguasaan materi, kepercayaan diri dan keaktifan kunjungan ke kelompok tani dipersepsi baik oleh petani dan memiliki nilai rataan skor tertinggi dibandingkan persepsi petani tentang konsistensi PPL.

Penguasaan Materi. Persepsi petani terhadap kemampuan penguasaan materi PPL (Tabel 25) masuk ke dalam kategori baik artinya petani mempunyai persepsi yang baik tentang kemampuan PPL dalam menguasai materi PTT padi. Menurut petani PPL mampu menyampaikan materi dan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi wilayah setempat karena memiliki wawasan atau pengetahuan yang dianggap cukup luas terkait dengan materi tentang inovasi teknologi yang dianjurkan dalam Primatani.

Tabel 25 Persepsi petani terhadap penguasaan materi PPL di Desa Citarik, 2009

No. Kategori Penguasaan Materi

Penyuluh Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 17 63,0

2. Sedang 6 22,2

3. Rendah 4 14,8

J u m l a h 27 100

Tabel 25 menunjukkan bahwa 63,0 persen petani menyatakan bahwa penguasaan materi penyuluh tentang PTT padi baik. Kemudian petani yang menyatakan penguasaan materi penyuluh sedang sebanyak 22,2 persen dan hanya 14,8 persen petani yang menyatakan penguasaan materi penyuluh rendah.

Selain sebagai penyampai informasi, PPL juga bertindak sebagai pengajar yang dituntut kemampuannya untuk menguasai materi secara luas. Hal ini didukung oleh kondisi PPL yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas mengenai materi karena telah mengikuti banyak pelatihan yang dilaksanakan dari peneliti Badan Litbang sebelum Primatani disosialisasikan ke petani. Selain itu PPL mempunyai pengalaman yang cukup di lapangan dengan masa kerja yang rata-rata lebih dari 20 tahun di bidangnya. PPL telah dapat menguasai secara teknis sehingga bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh petani.

(36)

71 Materi yang disampaikan tentu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani karena PPL sebagai anggota tim Primatani bekerjasama dengan instansi terkait dalam menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani.

Kepercayaan diri. Persepsi petani tentang kepercayaan diri PPL dalam memberikan informasi kepada petani sangat tinggi, hal ini dirasakan petani pada saat petani mengharapkan suatu informasi, PPL dapat menyediakan informasi dengan lengkap. Dukungan lembaga penelitian seperti BPTP dan Balit-Balit di lapangan dirasakan PPL besar manfaatnya terutama dalam hal penyediaan informasi baru dan hal ini pula yang membuat kepercayaan diri PPL meningkat.

Tabel 26 menunjukkan bahwa 62,9 persen petani menyatakan bahwa kepercayaan diri penyuluh dalam menyampaikan materi PTT padi tinggi, 22,2 persen petani menyatakan kepercayaan diri penyuluh sedang dan 14,9 persen petani menyatakan penguasaan materi penyuluh rendah. Lebih jelasnya persepsi petani terhadap tingkat kepercayaan diri penyuluh dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 26 Persepsi petani terhadap kepercayaan diri PPL di Desa Citarik, 2009

No. Kategori Kepercayaan

Diri Penyuluh Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 17 62,9

2. Sedang 6 22,2

3. Rendah 4 14,9

J u m l a h 27 100

Pelatihan secara formal atau nonformal diperlukan untuk menambah wawasan PPL terkait dengan pelaksanaan Prima Tani atau meningkatkan kemampuan PPL untuk menyampaikan informasi. Pelatihan yang dimaksud lebih cenderung kepada pelatihan untuk meningkatkan kemampuan PPL dalam berkomunikasi agar informasi yang disampaikan dapat sampai kepada petani sesuai dengan yang diharapkan. Peningkatan pengetahuan atau wawasan ini harus selalu dilakukan secara terus menerus. Selain itu PPL hendaknya berusaha untuk mendapatkan berbagai informasi khususnya informasi pertanian dari berbagai sumber. Salah satu sumber yang dapat dijangkau karena posisinya dekat untuk memperoleh berbagai informasi yang terkait dengan Primatani yaitu BPTP yang ada di masing-masing provinsi.

(37)

72 Keaktifan Penyuluh. Menurut petani keaktifan kunjungan yang dilakukan oleh PPL ke kelompok tani menyebabkan petani dapat berkomunikasi langsung sehingga dapat memperoleh informasi atau bimbingan yang mendukungnya dalam berusahatani dan dengan seringnya berkomunikasi maka akan meningkatkan efektivitas komunikasi antara PPL dengan petani. Responden mempersepsi PPL bukan hanya sekedar memberikan informasi pada saat melakukan kunjungan tetapi langsung memberikan contoh dengan praktek langsung di lapangan dan memberikan kesempatan kepada petani untuk melakukan secara bersama-sama inovasi teknologi yang dianjurkan sehingga petani menjadi lebih mengerti. Selain itu, PPL dirasakan petani responden sering berkunjung kepada petani di luar jadwal pertemuan dan siap melayani petani kapanpun pada saat di perlukan. Persepsi petani terhadap keaktifan penyuluh dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Persepsi petani terhadap keaktifan PPL di Desa Citarik, 2009

No. Kategori Keaktifan

Penyuluh Jumlah petani (jiwa) Persentase (%)

1. Tinggi 18 66,7

2. Sedang 7 25,9

3. Rendah 2 7,4

J u m l a h 27 100

Tabel 27 menunjukkan bahwa 66,7 persen petani menyatakan bahwa keaktifan penyuluh dalam melakukan pertemuan dengan petani tinggi. Kemudian petani yang menyatakan keaktifan penyuluh sedang sebanyak 25,9 persen dan hanya 7,4 persen petani yang menyatakan keaktifan penyuluh rendah.

Menurut petani PPL sebagai seorang pembimbing intensif melakukan supervisi atau kunjungan secara langsung untuk memberikan penyuluhan tentang segala hal yang terkait dengan pelaksanaan Primatani. Hal ini dianggap penting karena dengan kunjungan yang cukup intensif dari PPL petani merasa dibantu dalam menggali dan menetapkan masalah dalam menjalankan usahatani sampai mencari solusinya. Kunjungan yang dilakukan PPL ke kelompok tani disesuaikan dengan waktu atau jadwal pertemuan yang disepakati bersama minimal dua kali seminggu (setiap tanggal 5 dan 10 pada setiap bulannya) atau tergantung kebutuhan petani disesuaikan dengan situasi dan kondisi artinya apabila ada serangan hama penyakit dan kondisinya sudah kritis (menyebar) maka kunjungan

Gambar

Tabel 5. Pola rutinitas kegiatan harian keluarga tani di Desa Citarik, 2009  Waktu (jam)  Aktivitas kegiatan keluarga
Tabel 9 menunjukkan bahwa media informasi yang paling disukai berupa  gelar teknologi dan penyuluh (40,74%), sedangkan media cetak leaflet masih  belum banyak dimanfaatkan
Gambar 3. Diagram Implementasi Program dan Transfer Prima Tani Karawang            ( Sumber : Laporan BPTP Jawa Barat, 2005)
Tabel 9. Penerapan komponen PTT petani Primatani di Desa Citarik   No Teknologi PTT Persentase Penerapan Teknologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Sukoharjo adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Sukoharjo, sekitar 10 km sebelah selatan Kota Surakarta. Kabupaten ini

Berikut adalah pencatatan data durasi dari proses restore yang telah diurutkan dari tercepat sampai dengan terlama yang dapat dilihat pada Tabel 5.6.. Grafik Durasi Restore yang

Lensa AF-S memiliki motor di dalamnya sehingga Auto Focus bisa bekerja dengan baik pada semua jenis kamera DSLR Nikon, baik yang memiliki motor (pada body kamera) sendiri

Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual dari indera penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke susunan saraf pusat tentang

Instrumen yang terkait dengan pengungsi dalam kawasan Eropa antara lain 40 Agreement of the Abolition of Visas for Refugees yang mengatur tentang kemudahan-kemudahan

Nisbah auksin sitokinin yang tinggi akan merangsang pembentukan akar adventif, pada nisbah sedang akan menginduksi pembentukan akar adventif dari kalus dan inisiasi kalus

a) Peningkatan koordinasi dengan instansi terkait, terintegrasi, sinkronisasi, dan standardisasi kegiatan statistic dalam rangka mewujudkan Sistem Statistik Nasional

Dari sini kita dapat memahami bahwa Quraish Shihab dalam pemikirannya membolehkan poligami, namun dalam pelaksanaan poligami tersebut beliau sangat menekankan pada