Penguatan Partisipasi Anak dalam Pengurangan Risiko Bencana (Studi Kasus Pendidikan Sadar Lingkungan di Sekolah Alam)
Sudrajat Priyo Tamtomo, Andhika Ahmanto, Ratna Widyawati, Tiyas Nur Haryani Universitas Sebelas Maret
tiyasnur@gmail.com
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil penelitian dengan metode kualitatif yang mendeskripsikan penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana melalui pendidikan formal di sekolah alam. Anak merupakan stakeholders yang menjadi bagian dalam pembangunan berkelanjutan dan pengurangan risiko bencana. Anak sekaligus menjadi kelompok yang rentan saat bencana terjadi. Peningkatan partisipasi anak dapat dikembangkan mulai dari lingkungan primer hingga ke lingkungan sekunder, salah satunya sekolah. Dunia pendidikan dapat memberikan manfaat dalam pengenalan dan pemantauan risiko bencana, pengembangan budaya sadar bencana, dan peningkatan komitmen masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan. Program Sekolah Siaga Bencana merupakan satu contoh integrasi penanggulangan bencana di sekolah. Akan tetapi, pada cakupan yang lebih luas kurikulum di sekolah belum pro terhadap pelibatan anak dalam pengurangan risiko bencana. Penelitian dilakukan di Sekolah Alam Bengawan Solo (SABS) yang berlokasi di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan dari penelitian ini diperoleh dari wawancara langsung dari pendiri dan stakeholder Sekolah Alam Bengawan Solo dan observasi kegiatan belajar mengajar di Sekolah Alam Bengawan Solo. Hasil analisa menunjukkan bahwa di Sekolah Alam Bengawan Solo dengan model pembelajaran fun learning, spider web dan LENTERA memacu kesadaran anak akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai wujud pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Penerapan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di Sekolah Alam Bengawan Solo sangat beragam, diantaranya melalui pelaksanaan bank sampah bagi anak, tabungan tanaman, bersih sungai bengawan solo dan outing class.
Kata Kunci : Partisipasi Anak, Pendidikan, Pengurangan Risiko Bencana, Sekolah Alam
A. Pendahuluan dengan maraknya pertambangan dan
pembukaan keseimbangan
lahan yang merusak
ekosistem dan bersifat berkelanjutan. Dikutip National Geographic (20012)
tidak dari data terakhir dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia di tahun 2012 sudah ada 300 kasus lingkungan hidup seperti Krisis lingkungan hidup dewasa ini
semakin mencemaskan. Pembangunan
tidak berbanding lurus dengan
kelestarian lingkungan. Pembangunan infrastruktur dan industri meminggirkan ruang terbuka hijau. Kondisi kelestarian lingkungan juga semakin terancam
Paradigma mengarah
pembangunan saat ini
pada pembangunan Pembangunan terminologi berkelanjutan. berkelanjutan adalah
pembangunan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan manusia dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara bijaksana, efisien memperhatikan
masa kini dan datang. Dalam
pemanfaatan
dan untuk generasi yang akan tujuan pembangunan
yang berkelanjutan dibutuhkan
pengurangan risiko bencana dalam baik sebelum dan dalam masa tanggap bencana. Pengurangan risiko bencana pada tahapan prabencana terdiri atas pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan
penanggulangan
partisipatif bencana, pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana, dan
penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. Perempuan, anak, lansia dan kelompok minoritas memiliki potensi rentan saat terjadi bencana. Namun, Badan Nasional
belum
Penanggulangan Bencana
memilah data anak dan
kelompok rentan lainnya dalam Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI). Padahal Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015- 2030 telah mengamatkan integrasi kelompok minoritas anak, perempuan, lansia dan disabilitas dalam pengurangan risiko bencana. Tingginya risiko terhadap bencana yang anak-anak, berdampak perempuan, disabilitas dan lansia dipicu oleh faktor keterbatasan pemahaman tentang risiko-
kebakaran hutan, pencemaran
lingkungan, pelanggaran hukum, dan pertambangan, sehingga ada penurunan kualitas lingkungan 59,79 persen di tahun 2009, 61,7 persen di tahun 2010, dan sebesar 60,84 persen di tahun 2011.
Kondisi hutan Indonesia hanya
memiliki luas tutupan hutan 48,7 persen (National Geographic, 2012).
Berkurangnya kawasan hijau atau hutan berdampak pada jumlah karbondioksida yang tidak mampu untuk diserap. Akibatnya kadar karbondioksida atau
CO2 di udara menjadi berlebih. Dengan
jumlah kadar CO2 yang berlebih ini
mengakibatkan terjadinya Gas Rumah Kaca. Efek Gas Rumah Kaca menyebabkan menimbulkan perubahan pemanasan efek domino iklim dan global, terjadinya memicu peningkatan risiko bencana. Pemanasan global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup mahluk hidup di
bumi sebagai konsekuensi terjadi
kerusakan alam. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2014 dari jumlah kejadian
bencana sebanyak 456 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non alam (44%) dan 32 bencana sosial (7%) (Kementerian Kesehatan, 2014). Campur tangan manusia ikut andil dalam terjadinya
perubahan iklim. Menanggapi hal
tersebut, dunia global memformulasikan
kebijakan internasional Sustainable
Development Goals (SDGs) yang fokus
pada isu lingkungan dan kesejahteraan manusia yang adil dan setara.
alam sebagai studi kasus dalam kajian ini.
Prinsip pengelolaan lingkungan suatu
wilayah dapat dilakukan dengan
menggunakan empat indikator POAC;
Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (Asdak, 2004). Planning
berarti perencanaan terpadu untuk pengelolaan
menekankan
stakeholders
lingkungan, organizing
tanggungjawab semua
dan efektifitas serta
efisiensi dalam pengelolaan lingkungan,
actuating berarti optimatimalisasi sumberdaya kolaborasi controlling pelaksanaan alam antar adanya pemanfaatan secara efisien dan
stakeholders dan sebagai pengelolaan evaluasi lingkungan yang berkelanjutan. Selain itu peningkatan pegurangan Murbyanto
kajian ini melihat sisi partisipasi anak dalam risiko bencana. Menurut
(1984) partisipasi
didefinisikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang
tanpa mengorbankan diri sendiri.
Batasan operasional partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan aktifitas melalui suatu proses kegiatan bersama mencapai tujuan bersama. Cohen (1977) membagi partisipasi ke dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati evaluasi.Tahap hasil dan perencanaan tahap terjadi dalam pengambilan keputusan dan terdapat keterlibatan dalamnya. melibatkan sumbangan Tahap masyarakat di pelaksanaan, masyarakat dalam bentuk
pemikiran, bentuk
risiko bencana yang berada di sekeliling mereka. Padahal sudah menjadi hal mendasar bagi pembangunan di suatu negara, dengan menempatkan anak- anak sebagai investasi harapan bagi masa depan suatu bangsa. Anak sebagai generasi penerus perlu memahami pentingnya kelestarian lingkungan dan terlibat di dalamnya sejak dini. Dunia
pendidikan sebagai lingkungan
sekunder anak dapat menjembatani pemenuhan pendidikan
sejak dini perubahan
lingkungan pada anak. Integrasi iklim dalam pendidikan dapat memperbaiki kesadaran dan
kapasitas terhadap
pengurangan dampak, dan
dini. Sekolah menjadi
mitigasi, peringatan institusi pembelajaran yang dirasa efektif dan
efisien dimana anak-anak akan
diperkenalkan dengan nilai-nilai
budaya, nilai-nilai agama, pengetahuan-
pengetahuan tradisional-modern,
sampai dengan pengetahuan tentang lingkungan dan kebencanaan.
Sebuah inovasi dirancang dengan
hadirnya sekolah alam di beberapa daerah untuk mendekatkan kembali anak-anak pada alam dan belajar dari alam dan di dalam lingkungan terbuka. Interaksi anak-anak langsung kepada alam diharapkan dapat meningkatkan
empati mereka pada kelesterian
lingkungan. Pendidikan di sekolah alam dirasa dapat menjadi alternatif model untuk penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana. Oleh karena itu menarik untuk melihat penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di sekolah
yang digunakan sebagai bahan analisis
antara lain diperoleh dari hasil
wawancara menyoal bentuk penerapan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di Sekolah Alam dengan informan penyelenggara Sekolah Alam Bengawan Solo.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif
didukung data kualitataif untuk
menggambarkan fakta penguatan
partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana dengan studi kasus di sekolah alam. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dan observasi yang diolah dengan triangulasi sumber data. Hasil analisis dinarasikan oleh peneliti dalam artikel ini sebagai upaya publikasi dan penyebarluasan hasil penelitian. Sekolah Alam Bengawan Solo yang beralamatkan di Panjangan 01/1 Desa Gondangsari, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah dipilih karena SABS merupakan inovasi sekolah formal berbasis pendidikan lingkungan dan kearifan lokal di Karisidenan Kota Surakarta dan lokasinya yang terletak di ruang terbuka hijau dan wilayah pedesaan. Kekuatan dari Sekolah Alam Bengawan Solo tersebut menarik untuk diteliti dalam hal implemetasi pelibatan
anak dalam pengurangan risiko
bencana, khususnya dalam bidang
pendidikan. Data Primer dalam
penelitian ini adalah semua data utama
C. Hasil dan Pembahasan
Sekolah Alam Bengawan Solo adalah sekolah yang menawarkan pengenalan lingkungan terhadap siswa didiknya, hal
tersebut dimaksudkan untuk
mengakrabkan para siswa agar lebih dekat dengan alam. Sesuai basis yang diusung sekolah tersebut yaitu sekolah yang benar-benar memanfaatkan alam dan sekitarnya sebagai salah satu media kegiatan belajar mengajar. Secara tidak
langsung kegiatan belajar ini
mengajarkan kepada anak-anak bahwa belajar bisa dimana saja. Sekolah Alam
Bengawan Solo (SABS) yang
beralamatkan di Panjangan 01/1 Desa
Gondangsari, Kecamatan Juwiring,
Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Tengah adalah salah satu sekolah
dengan konsep pembelajaran akrab
dengan lingkungan yang menjadi
sebuah solusi atau alternatif untuk
memenuhi kebutuhan anak dalam
pengenalan lingkungan dan melibatkan anak dalam setiap pembelajaran yang ada.
Prinsip pengelolaan lingkungan di
Sekolah Alam Bengawan Solo
dilakukan dengan menggunakan empat
indikator POAC yaitu Planning,
Organizing, Actuating dan Controlling.
Dalam kegiatan kegiatan planning Sekolah Alam Bengawan Solo
sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai menikmati anggota program. hasil, melihat masyarakat sebagai Tahap posisi subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran. Pada tahap evaluasi, dilihat pada umpan balik yang diberikan dari
stakeholders. Indikator POAC dan
tahapan partisipasi menjadi fokus kajian dalam artikel ini.
memperhitungkan kondisi lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran dan
pengenalan lingkungan. Organizing
dalam pelaksanaan kegiatan
pengelolaan lingkungan di Sekolah Alam Bengawan Solo dilakukan oleh pengeutus sekolah dan pengajar untuk memenuhi kebutuhan peserta didik anak
didik dimana masing-masing
stakeholders terlibat dan dapat
menjalankan kegiatan yang diadakan dengan baik. Actuating dilaksanakan dengan mengimplemntasikan program kerja yang mendukung optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam secara
efisien, dorongan pelaksanaan
konservasi sumber daya alam,
meningkatnya peran stakeholders.
Controlling dilakukan melalui proses
pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin seluruh kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan ini dilakukan oleh anak didik dan pengajar di Sekolah Alam Bengawan Solo. Efektivitas kegiatan belajar mengajar di Sekolah Alam Bengawan Solo tidak hanya berorientasi terhadap hasil saja melainkan berorientasi pada proses bagaimana para siswa Sekolah Alam Bengawan Solo mempelajari materi pelajaran yang didapat. Pembelajaran di Sekolah Alam Bengawan Solo diadakan dari pukul 07.00 – 15.30 yang terdiri dari dua model pembelajaran, yaitu belajar materi dan praktik lapangan. Adapun bentuk Pengurangan risiko bencana pada tahapan prabencana yang
dilaksanakan di Sekolah Alam
Bengawan Soloyang terdiri atas pertama melalui pengenalan dan pemantauan
risiko bencana dengan mengenalkan tentang lingkungan serta para pengajar di SABS juga mengajak anak didik dalam pemantauan risiko bencana di
ingkungan sekitar yang berada
dipinggiran Sungai Bengawan Solo.
Kedua, perencanaan partisipatif
penanggulangan bencana dibangun
dengan program Proyek Siswa SABS mengajak anak dalam perencanaan
partisipatif penanggulanan bencana.
Dimana anak diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan apa yang akan mereka lakukan dibawah bimbingan pengajar.
Ketiga, melalui pengembangan budaya sadar bencana. Dalam kegiatan tersebut
setelah anak diberikan pemaparan
materi di dalam kelas, kemudian anak di bimbing untuk mengamati kondisi lingkungannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan budaya sadar bencana kepada anak sejak dini.
Keempat, melaui peningkatan
komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana. Pada kegiatan ini anak-anak peserta didik diajak untuk berkomitmen dalam penanggulangan bencana dengan cara sederhana yaitu,
menjaga kebersihan dan menjaga
kelesatarian lingkungannya.
Mengingat partisipasi anak dalam
mengikuti setiap kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan oleh
Sekolah Alam Bengawan Solo selalu bersingungan dengan alam sehingga memacu kesadaran anak untuk lebih peduli dengan alam dan pengurangan
risiko bencana. Adapun bentuk
risiko bencana antara lain dibagi dalam empat tahap yakni tahap perencanaan,
pelaksanaan, menikmati hasil dan
evaluasi diantaranya: 1. Tahap perencanaan
Sekolah Alam Bengawan Solo dengan model pembelajaran spider
web, dimana anak terlibat dalam
setiap aktivitas pembelajaran untuk belajar menemukan, merumuskan dan merencanakan setiap kegiatan pengelolaan lingkungan apa saja yang akan dilaksanakan. Jadi anak
diikutsertakan dalam setiap
pengambilan keputusan dalam
kegiatan pembelajaran pengelolaan lingkungan.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahapan ini anak berpartisipasi melalui sumbangan pemikirannya yaitu anak dengan daya pikirnya memutuskan kegiatan pengelolaan lingkungan apa saja yang akan dilaksanakan dan pelaksanaannya, sumbangan materi yaitu dengan keputusan yang diambil tadi anak
terlibat langsung dalam
pelaksanaannya dengan turut
menyumbangkan materi, selain itu bisa dengan bentuk tindakan sebagai anggota program yaitu dimana anak
berpartisipasi aktif dalam
melaksanakan program pengelolaan lingungan atau kegiatan yang telah disetujui bersama.
3. Tahap menikmati hasil
Pada tahapan ini dijadikan sebagai indikator keberhasilan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana. Yang terjadi di Sekolah
Alam Bengawan Solo, sebagai contoh adanya tabungan tanaman.
Setelah mereka merencanakan
kegiatan apa saja yang harus
dilakukan guna menjunjang
program tabung tanaman serta
melaksanakan program tersebut.
Pada tahap ini anak akan menikmati hasilnya, dimana tabungan tanaman
yang mereka laksanakan
sebelumnya bisa dipanen selain itu juga tabungan tanaman juga berguna
untuk mengurangi kerusakan
lingkungan seperti erosi di pinggir sungai Bengawan Solo.
4. Tahap evaluasi
Pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan
demi perbaikan pelaksanaan
program selanjutnya. Sekolah Alam
Bengawan Solo setiap akhir
pembelajaran selalu melakukan
evaluasi terhadap pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini tak hanya dilakukan oleh pihak pengajar, namun juga melibatkan anak didalamnya. Dimana mereka
dilibatkan untuk mengevaluasi
kegiatan yang telah mereka lakukan.
Kerentanan anak terhadap bencana
dapat diminimalisir, karena anak telah dikenalkan mengenai lingkungan dan potensi lingkungannya termasuk potensi bencana yang terjadi dilingkungan
sekitarnya. Pengenalan lingkungan
dengan model pembelajaran fun
learning, membuat anak lebih mudah
dalam menangkap dan memahami
D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bentuk partisipasi anak dalam pengurangan
risiko bencana dapat diwujudkan
melalui pelibatan anak pada tahap prabencana. Pada tahapan ini anak diajarkan mengenai pengenalan risiko
bencana, perencanaan partisipatif
penanggulangan, pengembangan
budaya sadar bencana, sampai pada
tahapan peningkatan komitmen
terhadap pelaku penanggulangan
bencana yang secara tidak langsung
telah memacu kesadaran dan
keterlibatan anak dalam pengelolaan
lingkungan berkelanjutan. Bentuk
penerapan partisipasi anak dalam
pengurangan risiko bencana di Sekolah Alam bengawan Solo sangat beragam,
diantaranya dengan adanya bank
sampah, tabungan tanaman, bersih sungai bengawan solo dan outing class.
Model pelibatan anak dalam
pengurangan risiko bencana sangatlah
penting, mengingat anak menjadi
kelompok rentan dalam bencana.
Dengan pembelajaran dan pengenalan
lingkungan sejak dini diharapkan
mampu meminimalisir tingkat
kerentanan anak terhadap bencana serta anak dapat menghadapi dan mengatasi
permasalahan yang ada
dilingkungannya.
Hasil kajian kami menyarankan kepada instansi pendidikan, Dinas Lingkungan Hidup, Badan nasional Penanggulangan
Becana agar dapat berkolaborasi
bersama dalam meningkatkan
partisipasi anak dlam pengurangan
risiko bencana melalui pendidikan.
Sekolah Alam dapat menjadi sebagai media pengenalan lingkungan guna meningkatkan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana, sehingga
dapat dimanfaatkan masyarakat.
Pengembangan pengenalan lingkungan dan pengurangan risiko bencana pada anak di Sekolah Alam Bengawan Solo melalui pendidikan dengan model fun
learning dapat direplikasi oleh sekolah
formal lainnya. Daftar Pustaka
Asdak, C., 2004. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University.
BNPB, 2015. Kerangka Kerja Sendai
untuk Pengurangan Risiko
Bencana 2015-2030.
s.l.:BNPB.
Cohen, J. d. U. N., 1977. Rural
Development Participation.
New York: Cornel University RDCCIS.
National Geographic, 2012. National
Geographic. [Online] Available at: http://nationalgeographic.co.id/ berita/2012/10/potret- lingkungan-indonesia-kian- memprihatinkan. [Accessed 10 Agustus 2016]. Hidayati, N., 2013. Perilaku Warga
Sekolah dalam
mengimplementasikan Program Adiwiyata( Studi Kasus SMK
Negeri 2 Semarang).
Semarang: s.n.
Infid, 2015. Infid. [Online]
Available at:
content/uploads/2016/01/Outco me-Document-SDGs-Bahasa- Indonesia.pdf [Accessed 8 Agust 2016]. Kementerian Kesehatan, 2014. Kementerian Kesehatan. [Online] Available at: http://www.penanggulangankris is.depkes.go.id/statistik- kejadian-bencana-tahun-2014 [Accessed 8 Agustus 2016]. Murbyanto, 1984. Strategi
Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta:
P3PK UGM.
Sutopo, H., 2002. Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
Press.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup