8 A. TINJAUAN TEORI
1. Kanker Serviks a. Pengertian
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya dan merupakan sebuah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (Sukaca,2009).
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks, kanker serviks dapat berasal dari sel-sel di leher rahim dan dari sel-sel mulut rahim atau keduanya (Suheimi,2010).
Kanker serviks atau kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim dan liang senggama (vagina) (Rina,2009).
b. Etiologi
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsiogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsiogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasive. Studi – studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks di hubungkan dengan jenis human papilomma
virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa control (Agustin, 2006).
c. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi adanya kanker leher rahim adalah sebagai pemicu tumbuhnya sel tidak normal. Menurut Baird (1991) beberapa faktor predisposisi kanker serviks ada tiga faktor yaitu faktor individu, faktor resiko dan faktor pasangan laki-laki (Sukaca,2009).
1). Faktor Resiko a). Makanan
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten, retinol (vitamin A), Vitamin C, Vitamin E
(Sukaca,2009).Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta karotin/retinol berhubungan dengan peningkatan resiko kanker serviks (Rasjidi, 2009). Sedangkan bahan makanan yang dapat berkhasiat dalam pencegahan kanker adalah bahan-bahan antioksidan seperti: advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat, vitamin E, vitamin C dan beta karoten juga mempunyai antioksidan yang kuat. Antioksidan merupakan bahan yang dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen kimia. Sumber dari vitamin Eadalah banyak terdapat pada minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian, dan kacang-kacangan). Sedangkan vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Sukaca, 2009).
b). Gangguan sistem kekebalan atau sistem imun lemah
Wanita yang terkena gangguan kekebalan tubuh atau imuno supresi (penurunan kekebalan tubuh) dapat terjadi peningkatan terjadinya kanker leher rahim. Pada wanita imunokompromise (penurunan kekebalan tubuh) seperti transplantasi ginjal dan HIV, dapat mengakselerasi (mempercepat) pertumbuhan sel kanker dari noninvasif
menjadi invasif (tidak ganas menjadi ganas) (Sukaca,2009). Perempuan yang terinfeksi HPV, virus penyebab penyakit AIDS juga perempuan yang meminum obat-obat penekan sistem imun memiliki resiko tinggi dari rata-rata perkembangan kanker serviks (Saraswati,2010).
c). Penggunaan pil KB.
Penggunaan pil KB dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks, terutama yang sudah positif terhadap HPV (Suheimi,2010). Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan resiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali. Karena tugas pil KB adalah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi dan menjaga kekentalan lendir serviks sehingga tidak di lalui sperma (Sukaca,2009).
d). Ras
Ras juga dapat menyebabkan resiko kanker leher rahim. Karena pada ras Afrika-Amerika kejadian kanker leher rahim meningkat sebanyak 2 kali dari Amerika hispanik. Sedangkan untuk Ras Asia-Amerika memiliki angka kejadian yang sama dengan warga Amerika. Hal ini berkaitan dengan faktor sosioekonomi (Sukaca,2009).
e). Polusi Udara Menyebabkan Kanker Serviks
Polusi udara ternyata dapat juga memicu penyakit kanker leher rahim. Sumber polusi udara ini disebabkan oleh dioksin. Zat dioksin ini tentu merugika tubuh. Sumber dioksin berasal dari beberapa faktor antara lain yaitu pembakaran limbah padat dan cair, Pembakaran sampah , asap kendaraan bermotor, asap hasil industri kimia, kebakaran hutan dan asap rokok (Sukaca,2009)
f). Pemakaian DES
Pemakaian DES (dietilstilbestrol) adalah untuk wanita hamil. Yang bertujuan untuk mencegah keguguran. Ini sebenarnya dapat memicu kanker leher rahim (Sukaca,2009). g). Golongan ekonomi lemah
Golongan ekonomi lemah dapat menjadi resiko terkenanya kanker leher rahim dikarenakan golongan ekonomi lemah tidak mampu melakukan pap smear secara rutin. Pengetahuan mereka mengenai resiko kanker serviks juga sangat minim (Sukaca,2009). Wanita di kelas sosial ekonomi rendah memiliki faktor resiko lima kali lebih besar daripada faktor resiko wanita di kelas sosio ekonomi tinggi ( Rsjidi, 2008). Karsinoma serviks sering di jumpai pada golongan sosio ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitanya dengan gizi, imunitas, dan kebersihan perseorangan.
Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kualitas dan kuantitas makanan kurang, hal ini mempengaruhi imunitas tubuh (Padila,2012).
h). Terlalu sering membersihkan vagina
Terlalu sering menggunakan antiseptik untuk mencuci vagina dapat memicu kanker serviks. Dengan mencuci vagina dengan antiseptik maka dapat menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi akan merangsang terjadinya perubahan sel yang akhirnya berubah menhjadi kanker (Sukaca,2009)
2). Faktor Individu
a). HPV (Human Papillomavirus)
infeksi HPV dapat menyebabkan kanker serviks. Hal ini terdeteksi menggunakan penelitian molecular. Pada 99,7% wanita dengan karsinoma sel skuamosa karena infeksi HPV merupakan penyebab mutasi neoplasma (perubahan sel normal menjadi sel ganas). Dari sekian tipe HPV yang menyerang dubur dan alat kelamin, ada 4 tipe HPV yang biasa menyebabkan masalah di manusia. Seperti 2 subtipe HPV dengan resiko tinggi keganasan. Yaitu tipe 16 dan 18 yang ditemukan pada 70% kanker leher rahim (Sukaca,2009)
Penelitian saat ini memfokuskan virus sebagai penyebab penting kanker leher rahim. Sebab infeksi protozoa, jamur dan bakteri tidak potensial onkogenik. Namun paling tidak di kenal kurang lebih dari 150 juta jenis virus di duga memegang peranan penting dalam kejadian kanker pada binatang. Sepertiga diantaranya adalah golongan virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel (Sukaca,2009).
c). Herpes Simpleks Virus (HVS)
Virus Herpes Simpleks tipe 2 di duga sebagai faktor pemicu kanker. Atau di anggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik (Sukaca,2009). Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun. Infeksi virus herpes simplek (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata di duga sebagai faktor penyebab kanker serviks (Padila,2012).
d). Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lender serviks pada wanita merokok mengandung nikotin dan zat-zat tersebut
akan menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Suheimi,2009). Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang di hisap sebagai rokok maupun yang di kunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatik hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogen dan muntagen , sedang bila di kunyah ia menghasilkan netrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang di hisap terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogen infeksi virus, bahkan bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga dapat menyebabkan neoplasma serviks (Rasjidi, 2009). Merokok meningkatkan tingkat reproduksi virus human papilloma (HPV). Merokok juga dapat mempercepat pengembangan sel yang di sebut sel squamous intraepithelial Lesions (SIL). Sel yang dapat menyebabkan kanker serviks (Sukaca, 2009).
e). Umur
Pada masa menopause sering terjadi perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Semkin tua umur seseorang akan mengalami proses kemunduran. Sebenarnya proses kemunduran itu tidak terjadi pada suatu alat saja tetapi pada seluruh organ tubuh. Sehingga pada usia lanjut lebih
banyak kemungkinan jatuh sakit, atau mudah mengalami infeksi (Sukaca,2009). Kanker sereviks paling sering terjadi pada perempuan yang berumur lebih dari 40 tahun. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada usia reproduktif, yakni 35-40 tahun (Saraswati,2010).
f). Paritas
Paritas merupakan keadaan di mana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau viable. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan yang terlalu dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim dan dapat berkembang menjadi keganasan (Sukaca,2009). Kanker serviks terbanyak di jumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks (Padila,2012).karena semakin sering melahirkan akan terjadi trauma pada serviks dan di lalui janin pada saat di lahirkan (Shanty, 2011)
Seharusnya pasangan yang menikah adalah pasangan yang benar-benar siap dan matang. Bukan hanya siap dalam kematangan seksual namun juga siap lahir dan batin. Sebab, jika tidak siap maka sel-sel mukosa yang belum matang akan mengalami perubahan. Ini dapat merusak sel-sel dalam mulut rahim. Dalam kenyataanya menikah dini mempunyai beberapa resiko. Selain kurangnya kesiapan mental juga mempunyai resiko lebih besar mengalami perubahan sel-sel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda, sel-sel rahimmasih belum matang. Sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia yang di bawa oleh sperma dan segala macam perubahanya. Jika belum matang, bisa saja ketika ada rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel yang mati. Dengan begitu maka kelebihan sel ini bisa berubah sifat menjadi sel kanker (Sukaca,2009)
3). Faktor Pasangan
a). Hubungan seks pada Usia Muda
Hubungan atau kontak seksual pada usia di bawah 17 tahun merangsang tumbuhnya sel kanker pada alat kandungan perempuan, karena pada rentang usia 12 hingga 17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan
pada usia muda. Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun(Sukaca,2009). Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa , maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan beresiko terkena kanker serviks lima kali lipat (Rasjidi, 2008). b). Pasangan Seksual Lebih Dari Satu (Multipatner sex)
Telah berbagai penelitian epidemiologi kanker leher rahim berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks dan usia saat melakukan hubungan seksual yang pertama. Resiko meningkat lebih dari 10 x bila bermitra seks 6 atau lebih. Juga resiko meningkat bila berhubungan dengan pria beresiko tinggi. Pria yang melakukan hubungan seksual dengan multiple mitra seks yang mengidap kondiloma akuminanta (Aziz, 200)
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus
(HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Disamping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi factor pendamping (Sukaca,2009). Golongan wanita yang mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih beresiko untuk menderita kanker serviks. Sebab, wanita yang bergonta-ganti pasangan akan rentan terkena virus HPV (Sukaca,2009).
d. Epidemiologi
Kanker mulut rahim (serviks) masih menjadi problem kesehatan bagi wanita, sebab penyakit akibat human papilloma virus (HPV) tersebut menyebabkan kematian di kalangan kaum wanita. Kasus kanker tersebut sangat mengkhawatirkan , karena angka kejadiannya terus meningkat. Kanker serviks mempunyai insiden tertinggi di negara berkembang dan khususnya Indonesia (Suhartini,2009).
e. Stadium Klinik
Staging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan yang lebih teliti dan cermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. Stadium klinik seharusnya tidak berubah
setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti, palpasi, inspeksi, komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Koniasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.
Pemeriksaan patologi anatomdapat menjadi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat untuk penyebaran penyakit, tetapi penemuan ini tidak dianjurkan untuk menjadi perubahan diagnosis staging sebelumnya. Stadium yang dipakai adalah stadium klinik menurut Internasional Federation of Gynecologi and Obstetrics (FIGO),
1) Stage 0 : Karsinoma in situ, CIN grade III
Bagian ini belum diyakini sebagai kanker invasive karena lesinya belum melebihi membran basalis.
2) Stage I : Karsinoma mikroinvasif, masih terbatas di serviks. Hanya dapat didiagnosa dengan mikroskop. Secara klinis belum terlihat.
Stage IA1 : invasi ke stroma, kedalamannya tidak lebih dari 3mm dan penyebaran horizontal tidak lebih dari 7mm. 5 years survival dengan treatment yang optimal ~95%. Stage IA2 : invasi ke stroma, kedalamannya lebih dari 3mm tetapi tidak lebih dari 5mm dan penyebaran horizontal tidak lebih dari 7mm. 5 years survival dengan treatment yang optimal ~95 %.
IB :Karsinoma terbatas diserviks. Secara klinis sudah
terlihat atau lesi mikroskopisnya lebih dari daripada IA2.
Stage IB 1 : secara klinis terlihat lesi 4 cm atau lebih kecil dengan luas pandang terbesar. 5 year survival dengan
treatment yang optimal ~85%.
Stage IB2 : secara klinis terlihat lesi 4 cm atau lebih besar dengan luas pandang terbesar. 5 year survival dengan treatment yang optimal ~75%.
3) Stage II : karsinoma yang masih terbatas di serviks, belum mencapai uterus
IIA : menyebar melalui serviks, termasuk 2/3 atas vagina, tetapi bukan termasuk jaringan di sekitar uterus (parametrium).
IIB : menyebar melalui serviks, sudah menginvasi
1/3 bawah vagina,.
4) Stage III : karsinoma yang sudah menyebar ke dinding pelvis atau melibatkan1/3 bawah vagina, atau menyebabkan hidronefrosis atau kerusakan ginjal.
IIIA : menyebar ke 1/3 bawah vagina, tetapi belum mencapai dinding pelvis
IIIB : menyebar ke dinding pelvis, hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi
5) Stage IV : tumor telah menyebar
IVA : menyebar sampai melibatkan mukosa kandung kemih dan rectum
IVB : menyebar ke organ yang jauh, misalnya limfonodi
extrapelvis, ginjal, tulang, paru, hepar, dan otak (Rasjidi,2008).
f. Prognosis
Faktor-faktor yang menemukan prognosis ialah : 1) Umur penderita
2) Keadaan umum
3) Tingkat klinik keganasan 4) Ciri-ciri histologik sel tumor
5) Kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani 6) Sarana pengobatan yang ada (Mardjikoen, 2007)
Prognosis kanker serviks juga tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira-kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
a) Stadium 0
100% penderita dalam stadium ini akan sembuh. b) Stadium I
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita limfonodi mereka.
c) Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5- years survival rate sebesar 60-65%.
d) Stadium 3
Pada stadium ini 5- years survival rate-nya sebesar 20-30% (Agustin,2006).
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan
memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun (Mansjoer, 2001).
g. Manifestasi Klinik
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang biasa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : 1) Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluyar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2) Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4) Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.
5) Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di dareah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh (Andrijono, 2010).
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Mansjoer, 2001)
1) Sitologi, dengan cara test Pap 2) Kolposkopi
3) Servikografi 4) visual langsung 5) Gineskopi
6) Pap net (pemeriksaan dengan hasil lebih sensitif)
i. Pencegahan dan Skrinning
Sekitar 90-99 persen jenis kanker serviks disebabkan oleh human pappilomavirus (HPV). Virus ini bisa ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir dalam berbagai variasi. Ada beberapa kasus virus HPV yang reda dengan sendirinya, dan ada yang berlanjut menjadi kanker serviks, sehingga cukup mengancam kesehatan anatomi wnita yang satu ini.
Salah satu problema yang timbul akibat infeksi HPV ini seringkali tidak ada gejala atau tanda yang tampak mata. Menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious Diseases, hampir separuh
wanita yang terinfeksi HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas. Serta orang yang terinfeksi juga tidak tahu bahwa mereka bisa menularkan HPV ke orang sehat lainnya. Untuk itu diperlukan upaya-upaya skrining antara lain :
1) Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umumnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2) Pemeriksaan DNA HPV
Dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu sehingga deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks (Cermin Dunia Kedokteran, 2010).
3) Skrinning untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko
Dianjurkan menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
4) Skrinning untuk wanita diatas 30 tahun
Menggunakan Pap’s smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian. 5) Skrinning dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3
kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negative (Rasjidi,2008). Cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang terkait dengan kondisi pra-kanker. Beberapa hal ini yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :
a) Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screening dapat memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan cost effective untuk
mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18. Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam waktu dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukkan bahwa vaksin-vaksin tersebut dapat membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada wanita yang belum terinfeksi HPV sebelumnya (Depkes RI, 2005).
b) Penggunaan kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinan 70 persen lebih kecil terkena infeksi human papillomavirus (HPV) disbanding wanita yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survey Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata
penggunaan kondom pada pasangan usia subur di nnegara ini masih sekitar 0,9 persen.
c) Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang (Castellsague dkk, 2002).
2. Pengetahuan a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakuakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (notoatmojo,2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour) (notoatmojo,2003).
b. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan / kognitif merupakan dominan penting bagiterbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan mencakup domain kognitif mencakup 6 tingkatan (notoatmojo,2003).
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,menyatakan dan sebagainya. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadapsuatu objek / materi harus dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap suatu objek yang telah dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam keadaan yang nyata. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks dan situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam suatu struktur objek ke dalam komponen- komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menjunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan / menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yag baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru ( berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan (rogers dalam Notoatmodjo,2003), yakni :
a) Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus ( objek) terlebih dahulu.
b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus 9objek) tersebut.
c) Evaluation (menimbang0nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya ). Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
d) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
1) Indikator pengetahuan
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2003). :
a) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi : (1) Penyebab penyakit
(2) Gejala atau tanda-tanda penyakit
(3) Bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan
(4) Bagaimana cara penularannya
(5) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.
b) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi :
Jenis-jenis makanan yang bergizi
(1) Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya (2) Pentingnya olahraga bagi kesehatan
(3) Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba dan sebagainya.
(4) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, dan sebagainya bagi kesehatan, dan sebagainya.
c) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (1) Manfaat air bersih
(2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah
(3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat (4) Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi
kesehatan, dan sebagainya
d) Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan Pengetahuan (knowledge) dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (sukmadinata, 2003):
(1) Faktor internal (a) Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah keadaaan indra seseorang.
(b) Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi efektif dan konatif individu.
(2) Faktor eksternal (a) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh memberikan respon terhadap sesuatu yang dating dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan member respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari informasi tersebut.
(b) Paparan media massa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi adapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa ( televisi, radio, majalah, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibanding dengan ornag yang tidak terpapar informasi media massa.
(c) Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik atau mudah tercukupi dibanding dengan keluarga dengan status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kebutuhan sekunder.
(d) Hubungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu sama lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan dapat lebih besar mendapatkan informasi.
(e) Pengalaman
Pengalaman individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari tingkat kehidupan dalam proses perkembanganya, misalnya : sering mengikuti kegiatan yang mendidik seperti seminar.
2) Cara Memperoleh Pengetahuan
Ada 2 cara memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2002) a) Cara Tradisional
(1) Cara coba salah
Cara yang paling tradisional adalah melalui cara coba- coba atau dengan kata yang mudah dikenal trial and eror. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut itdak berhasil dicoba kemungkinan yang lain.
(2) Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan.
(3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh kebenaran pengetahuan.
(4) Melalui jalan pikiran
Manusia menggunakan penalaran atau jalan pikiran dalam memperoleh pengetahuannya.
b) Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memeperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah.cara ini disebut metode penelitian ilmiah.
(1) Sumber-Sumber Pengetahuan
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya terdapat dua cara pokok yang dapat dilakukan oleh manusia. Pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan
kedua mendasarkan diri pada pengalaman. Sumber pengetahuan selain dapat diperoleh melalui rasio dan pengalaman juga melalui intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa proses penalaran tertentu. Contohnya seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh tuhan (Rahman, 2003).
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya (Istiarti, 2000).
(2) Cara Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket ynag menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kiita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003).
Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian diberikan penilaian dan digolongkan menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, dan
kurang. Score yang sering digunakan untuk mempermudah dan mengkategorikan jenjang / peringkat dalam penelitian biasanya ditulis dalam prosentase. Misalnya, pengetahuan :
(a) Baik = 76-100% (b) Cukup = 60-75% (c) Kurang = ≤ 60 % (Nursalam, 2003)
3. Wanita Usia Subur (WUS)
Wanita usia subur adalah wanita yang keadaan reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun (Ekasari, 2009)
WUS yang sudah pernah menikah atau memiliki pasangan yang memungkinkan dirinya untuk terjadi kehamilan. Pada wanita usia subur yang sudah menikah ini, puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an presentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil
B. Kerangka Teori
Kerangka Teori Dalam Penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Teori
Ket: Huruf tebal : yang di teliti
Sumber: Sukaca, Bertiani E, 2009 Faktor Resiko Makanan Gangguan Sistem Kekebalan Pemakaian kontrasepsi pil Ras Polusi udara Pemakaian DES Golongan ekonomi lemah Menggunakan pembersih vagina
Faktor Resiko
Kanker Serviks
Faktor individu HPV (Human papilloma virus) Faktor etologik Herpes simpleks virustipe 2 Merokok Umur Paritas
Menikah usia muda
Faktor Pasangan
Hubungan seks usia muda