• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN GURU DALAM MENCIPTAKAN GENERASI MUDA INTELEKTUALIS DAN RELIGIUS MELALUI POLA PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN GURU DALAM MENCIPTAKAN GENERASI MUDA INTELEKTUALIS DAN RELIGIUS MELALUI POLA PEMBELAJARAN AGAMA HINDU"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN GURU DALAM MENCIPTAKAN GENERASI MUDA INTELEKTUALIS DAN RELIGIUS MELALUI POLA PEMBELAJARAN

AGAMA HINDU

Oleh

I Ketut Ariawan

Institut Hindu Dharma Negeri Indonesia Email: ariawanketut35@gmail.com

Abstract

Having young people who have a noble character, intellectual and relegius is important in maintaining the sovereignty of the nation of Indonesia. It is strongly related to how the role of Hindu religious education teacher at the school in meeting the objectives of education itself that, in cognitive (intellectual), affective (attitude, character), and psychomotor aspect (skills). The implication of the third fullest educational purposes are tercetaknya young people who have scientific thinking and relegius. But today's developments hindu religious education have not been able to fully achieve these objectives due to various factors both internal factors and external factors. One of the efforts that need to be implemented and adopted back in the world of education namely learning patterns of Hinduism contained in the Vedas. As we know Vedic teachings relevant in all periods, and therefore fitting for us to develop the back of the learning patterns. One of them contained in the Upanishads, which is part of the Veda Sruti.

More details will be discussed in this article about the role of Hindu religious education teachers in the younger generation who scored the scientific and relegius as well as patterns of learning that can be applied to Hindu religion in achieving that goal.

Keywords: Hindu Religious Education, learning pattern

Abstrak

Memiliki generasi muda yang memiliki karakter mulia, intelektual dan relegius adalah hal yang penting dalam mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia. Hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana peranan guru pendidikan agama hindu di sekolah dalam memenuhi tujuan pendidikan itu sendiri yakni, dalam aspek kognitif (intelektual), aspek afektif (sikap, karakterm), dan aspek psikomotorik (keterampilan). Implikasi dari terpenuhnya ketiga tujuan pendidikan ini adalah tercetaknya generasi muda yang memiliki pemikiran ilmiah serta relegius. Namun perkembangan dewasa ini pendidikan agama hindu belum mampu secara utuh mencapai tujuan tersebut akibat berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Salah satu upaya yang perlu diterapkan dan diadopsi kembali dalam dunia pendidikan yakni pola pola pembelajaran agama hindu yang terdapat di dalam Veda. Seperti yang kita ketahaui ajaran Veda relevan dalam berbagai jaman, maka dari itu sepatutnya kita mengembangakan kembali pola pembelajaran tersebut. Salah satunya yang terdapat dalam Upanisad yang merupakan bagian dari Veda Sruti.

(2)

Lebih lengkapanya akan dibahas di dalam artikel ini mengenai peranan guru pendidikan agama hindu dalam mencetak generasi muda yang ilmiah dan relegius serta pola pola pembelajaran agama hindu yang dapat diterapkan dalam mencapai tujuan tersebut.

Kata Kunci: Pendidikan Agama Hindu, Pola pembelajaran

I. Pendahuluan

Sesungguhnya menjadi seorang guru merupakan hal yang sulit, sebab seorang guru harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, baik itu aspek kognitif, yaitu perilaku-perilaku yang menekankan intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir, aspek afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri, dan aspek psikomotorik berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, dan mengoperasikan mesin. Ketiga aspek ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya jadi, dapat dikatakan dalam pribadi peserta didik harus memiliki porsi yang sama dari ketiga aspek tersebut. Namun dalam dunia pendidikan jaman sekarang yang ditekankan hanya dalam aspek psikomotorik dan aspek kognitif atau kecerdasan intelektual saja, yang mengakibatkan peserta didik miskin akan kecerdasan spiritual sehingga hasil akhirnya banyak terjadi penyimpangan – penyimpangan prilaku tak bermoral yang kemudian tumbuh menjadi manusia yang cerdas secara akal namun sedikit yang berkarakter mulia. Dalam hal ini penidikan agama Hindu memiliki peranan penting dalam menyeimbangkan antara aspek intelektual dan aspek spiritual.

Dalam upaya mewujudkan hal ini diperlukannya pola – pola pembelajaran yang mampu mengedepankan ketiga aspek tersebut sekaligus. Dalam agama Hindu pola pembelajaran telah diterapkan dari jaman dahulu terbukti dengan adanya kitab – kitab Upanisad dimana antara guru dengan peserta didik memiliki kedekatan batin yang dilaksanakan dengan pola pola tertentu yang berimplikasi terhadap terlahirnya generasi muda yang memiliki jiwa akademisi dan religius.

II. Pembahasan

2.1 Guru Dalam Pandangan Agama Hindu

Dunia pendidikan adalah dunia yang kompleks, menantang dan mulia. Dikatakan kompleks dikarenakan ruang lingkupnya yang luas, menantang dikarenakan menentukan kehidupan seseorang kedepannya, dan dikatakan mulia karena membentuk moral dan etika seseorang. Pendidikan Agama Hindu merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan karakter peserta didik. Oleh karena itu mata pelajaran pendidikan agama Hindu semestinya menjadi perhatian penting, karena seiring dengan era globalisasi, peserta didik tidak lagi menganggap penting mata pelajaran agama Hindu, hal ini dikarenakan oleh adanya modernisasi yang mendorong manusia untuk selalu bersikap materialistis dan industrialistis, dan mengesampingkan hal-hal yang

(3)

pentingnya peranan guru agama Hindu dalam mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus merawat spiritual peserta didik. Disebutkan dalam Sarvah Gita Sarah, 30

Guruh sivo gururdevo gururbadhuh sariranam, Gururatama gurujivo guroranyanna vidyate.. Terjemahan :

Guru adalah Siva, guru adalah Tuhan, Guru menjadi sanak keluarga (teman) dari manusia. Guru adalah Atman, Guru adalah jiwa, tidak ada apapun selain guru.

Sloka diatas menyiratkan makna bahwa seorang guru dapat dikatakan sebagai sosok Siva atau Tuhan secara fisik. Dimaksudkan disini yakni guru yang sudah mampu merealisasikan sifat ketuhanan dan memberikan pengetahuan dalam aspek afektif (intelektual) maupun aspek kognitif (spiritual) dan kemudian menjadi bekal menjalani kehidupan, maka dari itu guru dikatakan sebagai Tuhan. Guru dipandang sebagai tuhan bukan berarti kemudian guru memiliki rasa ego dan sombong namun guru harus memiliki rasa rendah hati dan memiliki cinta kasih terhadap semua mahkluk tentunya terhadap peserta didiknya pula. Pada sloka diatas juga disebutkan guru menjadi sanak keluarga (teman) dari manusia, Guru adalah atman. Dengan adanya pemahaman seperti itu maka akan timbul kedekatan batin antara guru dan peserta didik yang akan berimbas pada terjadinya proses pembelajaran yang sesuai dengan tujan pembelajaran itu sendiri.

2.2 Pola Pembelajaran Dalam Agama Hindu

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Demikian pula pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu menggunakan media pembelajaran. Dengan adanya pengertian pembelajaran merupakan suatu interaksi maka diperlukannya suatu pola pembelajaran guna memudahkan interaksi dalam proses belajar mengajar. Menurut Weil (dalam Rusman, 2011 : 133), pola pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang didalamnya ada model dan proses, dan dikerjakan oleh guru dengan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Pengertian pola pembelajaran tersebut jika dikaitakan dengan pola pembelajaran agama Hindu maka mendapatkan pengertian bahwa pola pembelajaran agama Hindu adalah rencana pembelajaran yang digunakan untuk merancang bahan ajar yang tentunya berbasi pada ajaran yang ada dalam pustaka suci Veda.

Pustaka suci Veda dalam hal ini di dalamnya terkandung semua jenis pengetahuan. Hal ini di dukung dalam kitab Sarasamuccaya yang berbunyi :

Tatan hana aji ring bhuwana, tan pakacraya iking byasa wacana, kadyangging sarira tan hana, ya tan pakasrayangahara.

(4)

Terjemahan :

Tidak akan ada sastra di dunia, jika tidak ada bantuan dari ajaran Bhagawan Byasa, seperti halnya tubuh manusia tidak aka ada, jika tidak ada bantuan makanan (Kajeng, 2010 : 4)

Sloka di atas, memberikan pemahaman bahwa pengetahuan Veda sebagai sumber segala pengetahuan. Sepatutnya kita menggali kembali pola pembelajaran dalam agama Hindu yang tentunya relevan digunakan saat ini. Dari sekian banyak pustaka suci Veda, kitab Upanisad adalah salah satu kitab yang di dalamnya memuat pola pembelajaran antara Guru dan peserta didik yang sangat ditonjolkan. Upanisad adalah sebuah metode belajar Veda yang mengandung pola pembelajaran yang menekankan pada aspek rohani, sehingga peserta didik dapat membangun pondasi rohani dalam dirinya. Dengan demikian pentingnya memasukkan konsep ajaran agama ke dalam pola dan proses pembelajaran. Secara khusus pola pembelajaran yang di ambil dalam kitab Upanisad yakni dalam kitab Chandogya Upanisad.

2.2.1 Pola Pembelajaran Upanisadik

Pola pemebelajaran yang dapat membangkitkan ekspresi peserta didik, sangat jelas diuraikan di dalam kitab Chandogya Upanisad. Pola pembelajaran tersebut diistilahkan dengan pola pembelajaran Upanisadik. Pola pembelajaran ini menggambarkan peserta didik duduk dekat guru atau acarya untuk mendengarkan ajaran dari sang guru. Hal ini dapat dilihat dari kata Upanisadik yang terbentuk dari kata “upa” yang berarti dekat, “ni” berarti bagian bawah, dan “sad” berarti duduk. Pengetahuan yang di peroleh peserta didik melalui mendengarkan dari seorang guru, dengan duduk dekatnya dengan sikap kepatuhan penuh pengabdian, hormat dan pasrah. Pola pembelajaran dewasa ini cenderung membuat jarak yang jauh antara guru dengan peserta didik. Demikian juga, jarang dijumpai guru yang memiliki kualitas yang baik di dalam membangun rohani siswa. Implikasi dari menumbuhkan kesadaran rohani dalam pola pembelajaran Upanisadik akan memunculkan perubahan prilaku, dan pembentukan karakter yang baik dalam diri peserta didik. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dimana aspek afektif, aspek kognitif dan psikomotorik dikembangkan secara maksimal dan seimbang.

2.2.2 Pola Pembelajaran Personal

Pola pembelajaran personal berorintasi pada pengembangan diri individu peserta didik. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya, sehingga mampu membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Ini penting dalam rangka mengkontrol tingkat emosional peserta didik. Dalam pola pembelajaran ini peserta didik diberikan kesempatan untuk belajar sendiri dan belajar pada alam lingkungan.

Menurut Sadguru Bhagavan Sri Sathya Sai Baba, bahwasanya penididikan yang baik adalah ketika peserta siswa memiliki pikiran yang mandiri. Belajar mandiri dan pada alama lingkungan akan membawa

(5)

fenomenal ini. Diceritakan dalam chandogya Upanisad, satyakama diterima menjadi murid oleh Gautama, satyakama diberikan empat ratus ekor sapi yang kurus dan disuruh membawanya jauh dari Asrama dengan syarat boleh kembali ke Asrama ketika empat ratus ekor sapi menjadi seribu ekor sapi gemuk. Dalam kesendirian mengembalakan empat ratus ekor sapi, satyakama belajar banyak tentang pengetahuan dari lingkungan. Narasi cerita tersebut memberkan pesan implisit bahwasanya pembelajaran personal tidak hanya didapatkan melalui guru dan buku, siswa diberikan kesmpatan mengalami sendiri pengetahuan terlebih pengetahuan spritual. Kematangan spiritual peserta didik akan mampu mengembangkan potensi diri termasuk juga menumbuhkan karakter mulia. Pengalaman spiritual sangat relevan dijadikan fomulasi dlama ranah pembelajaran pendidikan agama Hindu. Inilah pentingya bagi siswa untuk memahami sesungguhnya belajar dapat dilakukan dengan banyak guru begitu pula dari alam.

III. Penutup

Mewujudkan generasi muda yang memiliki pola pikir ilmiah dan relegius tidak dapat terwujudkan jika pendidikan masih hanya mengedepankan aspek kognitif saja namun diperlukan penyeimbanig melalui kemantapan pada aspek afektif atau spiritual peserta didik dan aspek psikomotorik atau keterampilan. Dapatnya dikembangkan ketiga aspek tersebut pada diri peserta didik maka akan mencetak generasi muda yang mampu bersaing di era globalisasi saat ini dibekali dengan intelektual dan pengetahuan spiritual guna memilah milah yang baik dan benar.

Seoarang guru memiliki peranan penting dalam hal mengembangkan potensi dalam ketiga aspek tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan pola pembelajaran yang dimiliki agama hindu yang tersurat dalam kitab – kitab Upanisad khususnya Chandogya Upanisad. Beberapa pola diantaranya yakni pola pemblajaran Upanisadik dan pola pembelajaran Personal. Dapat disimpulakan pentingnya pendidikan agama Hindu jaman sekarang mengadopsi kembali pola – pola pembelajaran agama Hindu terdahulu.

IV. Daftar Pustaka

Hamlik, Oemar, 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sandika, I Ketut, 2014. Membentuk Siswa Berkarakter Mulia Melalui Pola Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu (Telaah Teks Kitab Chandogya Upanisad). Denpasar: Paramita.

Sudarsana, I. K. (2014). PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN UPAKARA BERBASIS NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN: Studi pada Remaja Putus Sekolah di Kelurahan Peguyangan Kota Denpasar.

Sudarsana, I. K. PERAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK USIA DINI. STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI UNTUK MEWUJUDKAN GENERASI BERKUALITAS.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini digunakan dua variabel yang menjadi objek penelitian, yaitu variabel bebas Model Pembelajaran Treffinger dan variabel terikat hasil belajar peserta

Berdasarkan analisis IRF, guncangan harga beras di pedagang pengecer Cianjur dan pedagang di luar Cianjur, yakni pedagang di Pasar Cipinang, sama- sama tidak

Sebelum pengukuran konsumsi oksigen ikan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran dalam kondisi kosong, yaitu pengukuran dalam tabung respirometer tanpa ikan di dalamnya,

mikroorganisme patogen.Sterilisasi dengan menggunakan bahan kimia biasa disebut dengan desinfeksi.Sterilisasi secara kimia biasanya menggunakan senyawa desinfektan

Data yang diambil meliputi data keanekaragaman tumbuhan obat komposisi ramuan, data jenis ramuan tradisional, dan data tingkat pengetahuan masyarakat Keraton

Mesin jenis ini dirancang untuk produksi tinggi dan biasanya dilengkapi dengan lima atau sembilan stasiun kerja dan kedudukan kemuatan pada setasiun kecuali stasiun pemuat

(3) Dalam menjalankan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ketua dibantu pengelola keuangan Sekolah Tinggi wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan

Dikarenakan basis Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya Palembang tidak hanya di Sumatera Selatan tapi juga di Kepulauan Bangka Belitung, serta ada beberapa