• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kendala-kendala dikarenakan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kendala-kendala dikarenakan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh suatu"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketenangan dan kerukunan dalam kehidupan merupakan keinginan yang mendasar bagi setiap manusia. Namun keinginan tersebut banyak menghadapi kendala-kendala dikarenakan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh suatu keadaan dan situasi lingkungan hidup dan sosial bahkan adanya dorongan-dorongan nativistik yang secara naluriah dari dalam diri manusia yang membawa manusia itu sendiri ke dalam suatu keadaan yang berkebalikan dengan keinginan tersebut yang dikenal dengan sebutan konflik.

Konflik merupakan suatu proses yang wajib dihadapi dan dilalui oleh setiap manusia terutama pada masyarakat yang memiliki tingkat kemajemukan yang tinggi. Hal tersebut disampaikan oleh Aman Saputra (2009:4)1, menyakan bahwa masyarakat Indonesia, yang memiliki kemajemukan budaya, suku bangsa, adat istiadat, secara tidak langsung sesungguhnya mengandung unsur-unsur kemajemukan konflik yang relatif tinggi pula. Betapa tidak, perbedaan-perbedaan dan kepentingan yang terkandung dalam kondisi suatu masyarakat yang majemuk, tentu sangat bervariasi. Artinya, masyarakat kita sejak dari awal terbentuknya sebenarnya sudah kaya dengan unsur-unsur konflik. Variasi konflik ini menjadi semakin berkembang bersamaan dengan perkembangan kultur politik dan ideologi yang semakin marak akhir-akhir ini.

1 Studi Kasus Penyelesaian Konflik Kewenangan Laut. Diakses dari http://www.bakorkamla.go.id/

(2)

Hal tersebut dalam konteks yang umum disebabkan oleh konsekuensi manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi, berbagi, menuntut sesuatu antar sesama. Konsekuensi lain dari makhluk sosial ini adalah mereka harus hidup secara berkelompok, walaupun demikian tidak akan serta merta melupakan tujuan dan keinginan mereka secara individu sehingga di dalam sebuah bingkai kelompok pun manusia akan tetap menghadapi suatu konflik antar sesama dan bisa saja melibatkan kelompok kecil dalam kelompok besar. Gambaran tersebut sesungguhnya merupakan sebuah kenyataan yang benar-benar terjadi seperti dalam kasus konflik yang menimpa komunitas warga Desa Ketara.

Desa Ketara merupakan sebuah Desa yang terdapat di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Walaupun secara statistik daerah Lombok Tengah menduduki posisi ke dua dalam kuantitas terjadinya konflik setelah Lombok Barat2, namun perhatian masyarakat banyak tertuju kepada daerah tersebut akibat keberadaan Desa Ketara yang dikenal oleh masyarakat Lombok sebagai daerah yang sering bertikai, akibatnya masyarakat mempunyai stereotip atau budaya yang khusus yakni masyarakat Desa ini sebagai masyarakat yang berkarakter keras. Hal tersebut kemudian mempengaruhi tindakan dan reaksi masyarakat apabila berkaitan dengan Desa Ketara. Konflik internal terakhir yang menimpa warga Desa Ketara terjadi antara warga Dusun Bagik Dewa (Lauk Rurung) dan Dayen Rurung, tercatat telah terjadi 4 kali pertikaian antar warga kedua dusun tersebut dari kurun waktu antara tahun 2007 sampai pada tahun 2009. Kasus pertama pada tahun 2007 terjadi ketika pembangunan Bandara

2

(3)

Internasional Lombok (BIL) digulirkan oleh Pemerintah Provinsi NTB, pembangunan tersebut mengalami penolakan dari masyarakat lingkar bandara terkait pembebasan lahan, atas dasar prakarsa tokoh masyarakat Ketara maka terbentuklah tim 11 yang membantu Pemerintah Daerah dalam pembebasan lahan tersebut. Seiring berjalannya waktu, tim tersebut mengalami perpecahan antara kelompok H. Abdul Haq dengan Lalu Askan yang berakhir dengan terbunuhnya H. Abdul Haq oleh Lalu Askan. Pristiwa ke-dua terjadi pada bulan Mei 2009, berawal dari permasalahan kecil antar pemuda antar dusun kemudian menjadi meluas dengan keterlibatan orang tua dan masyarakat kedua dusun. Pristiwa terakhir terjadi pada bulan september 2009, berawal dari cekcok dua anggota masyarakat yang berujung penganiyaan mengakibatkan kedua kelompok masyarakat dusun tersebut kembali bertikai. Pertikaian-pertikaian tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian pada masyarakat secara materi saja, namun juga kerugian hilangnya nyawa dari masing-masing pihak yang bertikai, tercatat sebanyak 7 orang yang kehilangan nyawa dalam pertikaian-pertikaian tersebut.

Masyarakat Ketara merupakan masyarakat yang hidup dalam suatu kelompok Desa yang secara wilayah maupun administratif berada di bawah naungan pemerintah kabupaten Lombok Tengah. Sebagai suatu kelompok yang besar dengan konflik-konflik yang ada di dalamnya, tentunya hal tersebut tidak lagi merupakan kewajiban mereka sendiri untuk menyelesaikannya namun juga merupakan kewajiban pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah sebagai pihak yang memiliki tanggungjawab atas peran-perannya sebagai pemerintah daerah. Semenjak diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah No. 32 Tahun

(4)

2004 secara tidak langsung pada dasarnya telah memberikan kewajiban dan kewenangan mengurusi konflik-konflik yang terjadi di daerahnya. Oleh karena itu, tidak ada suatu alasan bagi pemerintah daerah untuk lepas tangan dalam permasalahan-permasalahan yang ada menyangkut masyarakat yang dipimpinnya. Atas dasar inilah pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah menaruh perhatian terhadap kondisi tersebut terlebih Desa Ketara memiliki posisi yang strategis terhadap obyek-obyek vital dan pusat pariwisata di daerah Lombok Tengah. Salah satu bentuk perhatian Pemerintah Daerah Lombok Tengah terhadap masyarakat adalah melakukan upaya manajemen konflik sesuai tugas pokok, dalam kaitan dengan itu, tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji bagaimana manajemen terhadap konflik yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah khususnya di Desa Katare.

1.2. Permasalahan Penelitian

Ketara sebagai masyarakat yang memiliki posisi dan kedudukan yang penting di kawasan kecamatan pujut turut memberi andil terhadap dinamika dan kondisi sosial yang ada terutama dalam terciptanya kondisi yang aman dan kondusif bagi daerah tersebut terlebih keberhasilan pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) turut juga dipengaruhi oleh peran serta masyarakat Ketara. Dengan kata lain keberlangsungan kondisi yang kondusif bagi pembangunan di sekitar bandara dipengaruhi oleh kondisi masyarakat Ketara sendiri. Konflik yang terjadi di dalam internal Desa Ketara sendiri telah terjadi berkali-kali dan hal tersebut memberikan sebuah pertanyaan bagaimana sebenarnya Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah yang memiliki hak

(5)

dan kewajiban untuk mengatasi permasalahan sosial tersebut selama ini dilakukan. Oleh karena itu, yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah mengelola konflik sosial yang menimpa masyarakat Desa Ketara.

1.3. Landasan Teori 1.3.1. Pengertian Konflik

Aman Saputra (2009:1)3, Konflik timbul karena adanya ketidaksesuaian dalam hal proses-proses sebagai sosial. suatu Secara kondisi teoretik yang sering didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan adanya pertentangan antara dua pihak atau lebih yang saling berbeda pandangan/kepentingan. Konflik juga merupakan suatu bentuk perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti: nilai, status, kekuasaan, otoritas, dan sebagainya, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Selain itu ada juga yang menganggap bahwa konflik timbul karena adanya ketidak sesuaian dalam hal proses-proses sosial.

Konflik pada dasarnya tidak hanya bersifat negatif semata, namun juga dapat bersifat positif jika konflik tersebut memberikan manfaat bagi masing-masing kelompok yang terlibat seperti terbangunnya persatuan kelompok, kedekatan emosional antar individu dalam kelompok dan sebagainya. Konflik positif tersebut juga dapat dilihat apabila dalam proses penyelesaiannya dapat terlaksana dengan baik. Namun hal tersebut juga harus dibarengi dengan upaya

3 Studi Kasus Penyelesaian Konflik Kewenangan Laut. Diakses dari

http://www.bakorkamla.go.id/images/doc/isbn9786028741088.pdf. Diakses pada 05/10/2012 Pada Pukul 22:16.

(6)

pengelolaan yang baik pula dari pihak ke-3 atau dari masing-masing pihak yang berkonflik tersebut.

Oleh karena itu, salah satu hal yang terpenting dalam mewujudkan pengelolaan konflik yang baik harus didahului dengan tindakan assessment atau analisa terhadap situasi konflik yang terjadi agar terkumpul suatu informasi lengkap dan mendasar yang dapat berguna dalam proses penyelesaian sampai mempertahankan kondisi damai. Analisis konflik adalah suatu proses praktis untuk mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang (memerlukan pengalaman pribadi dan keterlibatan emosi yang kuat). Analisis konflik bukan pekerjaan sekali selesai, namun harus dilakukan terus menerus seiring dengan perkembangan situasi.

Manfaat analisis konflik adalah untuk memahami latar belakang dan sejarah konflik, mengidentifikasi posisi dan hubungan pihak-pihak yang terlibat termasuk faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik.

1.3.2. Penyebab Konflik

Terdapat beberapa teori-teori yang menjelaskan berbagai penyebab konflik antara lain4 :

1. Teori Hubungan Masyarakat

Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1)

4 Simon Fisher et.al, Working With Conflict : Skills & Strategies For Action, Zed Books Ltd., New

(7)

Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik, dan (2) Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih terbiasa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

2. Teori Negosiasi Prinsip

Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras, dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasar kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap, serta (2) Melancarkan proses pencapaian kesepakat-an yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

3. Teori Kebutuhan Manusia

Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam masyarakat disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti dari pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, serta (2) Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

(8)

4. Teori Identitas

Teori ini memiliki asumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, mereka diharapkan dapat meng-identifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing dan untuk mem-bangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka, serta (2) Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.

5. Teori Kesalahpahaman Antar Budaya

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokkan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain, (2) Mengurangi stereotip

negative yang mereka miliki tentang pihak lain, dan (3) Meningkatkan

keefektifan komunikasi antar budaya. 6. Teori Transformasi Konflik

Teori ini beranggapan bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidak adilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah : (1) Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, terma-suk kesenjangan ekonomi, (2)

(9)

Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang mengalami konflik, serta (3) Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

1.3.3. Isu-isu Kritis dalam Konflik

Beberapa isu kritis (faktor penyebab) berkenaan dengan konflik menurut Fisher (2000)5 adalah sebagai berikut :

1. Kekuasaan

Kekuasaan yang dimaksud disini adalah kekuatan, legitimasi, otoritas atau kemampuan memaksa pihak lain. Dalam suatu konflik, seringkali akar masalahnya berpusat pada usaha untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar, atau kekhawatiran kehilangan kekuasaan. Pihak yang berkonflik sering merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan perubahan atau perdamaian. Beberapa situasi dapat dipengaruhi oleh kekuasaan yang bersumber dari adanya otoritas, akses ke sumberdaya, jaringan kerja, kemampuan/keahlian, informasi serta sumber yang disebabkan kepribadian seseorang.

2. Budaya

Budaya sangat menentukan cara orang berpikir dan bertindak. Masyarakat dimanapun menghormati budayanya sendiri dan sering mempertahankannya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar. Budaya yang dimaksud adalah suatu kebiasaan dan nilai-nilai tertentu yang diakui secara umum oleh

5

Simon Fisher et.al.. Working With Conflict : Skills & Strategies For Action, Zed Books Ltd., New York, 2000, hlm.37.

(10)

suatu masyarakat yang tinggal di suatu tempat tertentu. Budaya itu sendiri merupakan produk kolektif yang menghasilkan suatu ukuran dan rangkaian tindakan yang dipakai sebagai acuan untuk menilai tindakan orang lain. Budaya ini sering muncul sebagai faktor yang berpengaruh terhadap konflik. 3. Identitas

Identitas dalam kaitannya dengan situasi konflik memiliki banyak dimensi. Rasa identitas seseorang dapat cepat berubah sebagai respons terhadap ancaman, baik yang nyata atau yang dirasakan. Sesungguhnya suatu hal yang penting dari seseorang untuk memiliki rasa percaya terhadap siapa dirinya (memilih identitasnya sendiri), sehingga orang lain tidak dapat memaksakan suatu identitas tertentu pada dirinya. Konflik sering terjadi akibat tidak diakuinya atau dipaksakannya suatu identitas tertentu pada seseorang/sekelompok orang atau adanya prasangka (stereotip) yang tidak akurat.

4. Gender

Gender yang dimaksud disini adalah perbedaan pria dan wanita yang dikonstruksi secara sosial. Pria dan wanita memiliki peran sosial, sumber kekuasaan dan pengaruh yang berbeda. Akibat perbedaan peran dan tanggung jawab ini, pria dan wanita dapat memiliki perspektif yang berbeda dan mungkin kepentingan yang bersaing. Implikasi perbedaan ini dalam analisis konflik, penilaian mengenai dampak konflik kekerasan, dalam melakukan identifikasi strategi yang sesuai bagi tindakan, dan kemungkinan kelompok

(11)

atau pelaku untuk bekerja sama menyelesaikan konflik, serta mengurangi efek yang timbul karena kekerasan.

5. Hak

Hak merupakan dimensi konflik sosial dan politik yang vital. Pelanggaran hak dan perjuangan untuk menghapuskan pelanggaran ini merupakan dasar dari beberapa konflik kekerasan.

1.3.4. Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah mengatur, membimbing dan memimpin semua orang yang menjadi bawahannya agar usaha yang sedang dikerjakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut G.R. Terry6, manajemen diartikan sebagai proses yang khas yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan usaha mencapai sasaran-sasaran dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Penjelasan tersebut senada dengan James A. F. Stoner7 yang mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan upaya (usaha-usaha) anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam melakukan suatu manajemen terdapat beberapa pedoman kerja yang bersifat pokok dan tidak boleh diabaikan oleh setiap unsur yang melakukan suatu proses manajemen. Pendoman-pedoman tersebut antara lain sebagai berikut.

6George R Terry, Principles Of Management, McGraw-Hill Publishing Ltd., New Delhi, 2008,

hlm. 2.

7

(12)

1. Pembagian kerja yang berimbang. Dalam membagi-bagikan tugas dan jenisnya kepada semua kerabat kerja, seorang manajer hendaknya bersifat adil, yaitu harus bersikap sama baik dan memberikan beban kerja yang berimbang.

2. Pemberian kewenangan dan rasa tanggung jawab yang tegas dan jelas. Setiap kerabat kerja atau karyawan hendaknya diberi wewenang sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan mempertanggung jawabkannya kepada atasan secara langsung.

3. Disiplin. Disiplin adalah kesedian untuk melakukan usaha atau kegiatan nyata (bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya) berdasarkan rencana, peraturan dan waktu (waktu kerja) yang telah ditetapkan.

4. Kesatuan perintah. Setiap karyawan atau kerabat kerja hendaknya hanya menerima satu jenis perintah dari seorang atasan langsung (mandor/kepala seksi/kepala bagian), bukan dari beberapa orang yang sama-sama merasa menjadi atasan para karyawan/kerabat kerja tersebut.

5. Kesatuan arah. Kegiatan hendaknya mempunyai tujuan yang sama dan dipimpin oleh seorang atasan langsung serta didasarkan pada rencana kerja yang sama (satu tujuan, satu rencana, dan satu pimpinan).

Menurut Ross (1993)8, manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ke-tiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan

8 Marc Howard Ross, The Management Of Conflict: Interpretations And Interests In Comparative Perspective, Yale University Press., New Heaven, 1993, hlm.7.

(13)

suatu akhir berupa penyelesaian konflik. Di samping itu, mungkin atau tidak mungkin dapat menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif.

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk dalam suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ke-tiga, diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi afaktif diantara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ke-tiga.

Pengertian manajemen konflik bisa diartikan sebagai pendekatan manajemen konflik dalam menyikapi berbagai masalah yang timbul di kalangan anak asuh. Hal ini dimaksudkan agar setiap anak dapat berfikir cerdas tentang aspek positif dan negatif dari setiap tingkah laku mereka. Tidak hanya itu, dengan adanya pendekatan manajemen konflik, diharapkan setiap anak bisa lebih mudah berinteraksi antar sesama teman, sehingga tidak ada lagi perpecahan dan kelompok-kelompok kecil di antara mereka.

Sementara itu, Lewis A. Coser (1977)9 menyatakan bahwa konflik mempunyai dua sifat yaitu realistik dan non realistik. Konflik realistik adalah konflik yang memiliki sasaran yang jelas karena masing-masing pihak bersifat antagonis. Konflik tersebut dikatakan memiliki sasaran yang jelas dikarenakan

9 Lewis A.Coser, Master of Sociological Thought, 2nd ed., Harcourt Brace Jovanovich, Inc., New

(14)

memiliki arah, sasaran yang menjadi sumber konflik tersebut mudah diamati dan dirasakan seperti perlawanan buruh terahadap pemilik modal atau manajemen yang menentukan nasib buruh.

Sedangkan konflik non realistik adalah konflik yang tidak jelas sasarannya karena sering kali merupakan hasil kekecewaan dan kerugian sebagai pengganti antagonisme realistik yang tidak terungkapkan, sebagai contoh pencarian kambing hitam dalam suatu pertentangan antar dua kelompok sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat tidak mengungkapkan sasarannya secara realistik. Oleh karena itu, suatu konflik yang terjadi memiliki kekompleksan dan kerumitan tersendiri serta memrlukan suatu tindakan yang terstruktur dan bertujuan jelas yang tertuang dalam suatu manajemen konflik yang tentunya bertujuan untuk mengarahkan konflik dan kekerasan itu sendiri ke arah suatu kondisi yang lebih terkendali.

Fisher (2000)10 menyatakan bahwa ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam usaha mengendalikan konflik dalam upaya membangun manajemen konflik. Upaya-upaya tersebut antara lain :

1. Pencegahan konflik, yaitu suatu upaya yang bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang lebih keras.

2. Pengelolaan konflik, yaitu suatu usaha yang bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

10Simon Fisher et.al., Working With Conflict : Skills & Strategies For Action, Zed Book Ltd., New

(15)

3. Resolusi konflik, yaitu suatu bentuk usaha untuk menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangunhubungan baru dan bisa bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan.

4. Transformasi konflik, yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dan peprangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

Sehubungan itu, bentuk pengendalian yang dapat diupayakan dalam sebuah konflik adalah :

1. Konsiliasi, yaitu bentuk pengendalian yang melibatkan lembaga-lembaga tertentu memungkinkan terjadinya diskusi, pengambilan keputusan diantara pihak yang berkonflik tentang persoalan yang mereka pertentangkan. Lembaga seperti ini paling tidak harus memenuhi syarat seperti:

a. Bersifat otonom. b. Bersifat monopolistis.

c. Mampu mengikat kelompok-kelompok yang berkonflik. d. Bersifat demokratis.

Umumnya keempat syarat di atas didahului dengan adanya prasyarat yakni menyadari akan adanya situasi konflik diantara mereka dan mematuhi aturan permainan tertentu.

2. Mediasi, Pengendalian konflik yang lain adalah mediasi (mediation), yaitu dengan cara masing-masing pihak yang berkonflik bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat tentang

(16)

jalan keluar yang harus mereka tempuh untuk menyelesaikan konflik. Masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak keputusan mediator. 3. Arbitrase, cara ini dapat dilakukan jika masing-masing pihak yang berkonflik

menerima atau “terpaksa” menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik. Dengan sistem perwasitan ini maka ada “keharusan” keduanya menerima keputusan wasit yang telah disepakati.

1.3.5. Pemerintah Kabupaten

Pemerintah daerah yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk kabupaten disebut wakil bupati. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Sekretaris Daerah Kabupaten diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya.

Sekretariat DPRD dipimpin oleh sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD

(17)

Provinsi. Sekretaris DPRD Kabupaten diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD Kabupaten.

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana di maksud dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah. Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten dengan Perda Kabupaten yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh Bupati atas usul sekretaris daerah kabupaten dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari

(18)

pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan sejauh mana penanganan konflik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam konflik internal di Desa Ketara, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran tentang usaha-usaha penanganan konflik oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.

2. Memberikan masukan kepada pihak-pihak ke-tiga yang menjadi agen penanganan konflik tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengelola suatu konflik sosial.

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut Maman11 penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan

11 Maman Kh. U., Menggabungkan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, IPB Bogor

(19)

ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai. Dengan demikian dalam penelitian ini Penulis lebih memfokuskan pada studi kasus yang berkaitan dengan manajemen konflik yang dilakukan oleh Pemerintah Lombok Tengah dalam penanganan konflik di Desa Katare.

1.6.2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian Penulis menggunakan 3 cara untuk mengumpulkan data yaitu studi lapangan, studi literatur dan wawancara dengan para narasumber. Adapun narasaumber tersebut berjumlah 6 orang yaitu Bapak Tajir Saroni dan H. Lalu M. Rifai (tokoh masyarakat Desa Ketara), M. Sobri, S.Sos (Bakesbangpol dan Linmas Lombok Tengah), Mulyadi (Staff Pemerintahan Kabupaten Lombok Tengah), Made Pertama, S.H. (Kepala Unit III Reskrim Polres Lombok Tengah), dan H. M. Natsir (Peneliti Universitas Mataram). Sementara itu, studi literatur digunakan untuk mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Selanjutnya Penulis melakukan studi lapangan untuk mengumpulkan data-data yang terkait langsung dengan lokasi konflik beserta masyarakat yang terdapat di dalamnya. Cara terakhir adalah dengan mewawancarai langsung pihak-pihak yang terlibat dalam konflik termasuk pihak-pihak-pihak-pihak luar yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap penanganan konflik.

(20)

1.6.3. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip oleh Lexi J. Moleong12 bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana data hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber data, yaitu: a. Sumber data primer adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh

diperoleh melalui wawancara dengan informan dan pengamatan langsung di lapangan.

b. Sumber data sekundernya adalah keterangan atau fakta yang secara tidak langsung diperoleh melalui berbagai dokumen, peraturan perundang-undangan, arsip, informasi dari internet, berita surat kabar dan sumber pustaka yang ada relevansinya dengan fokus penelitian.

1.6.4. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:

a. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun observasi langsung.

b. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.

c. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan.

d. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan. (Miles dan Huberman, 1992: 18)

12 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm.

(21)

1.6.5. Fokus dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada bagaimana sebenarnya upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam menyelesaikan konflik sosial di daerahnya meliputi langkah dan proses penyelesaian konflik sosial itu sendiri dan pada kasus ini seperti konflik sosial yang menimpa internal masyarakat Desa Ketara yakni masyarakat Dusun Bagik Dewa (Lauk Rurung) dan Dusun Bagik Dewa Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi tersebut antara lain: 1) Sebelum pembangunan obyek vital Bandara Internasional Lombok (BIL), masyarakat Desa Ketara pada umumnya dan masyarakat Dusun Bagik Dewa (Lauk Rurung) dan Dusun Dayen Rurung adalah masyarakat yang hampir jarang memperoleh perhatian Pemerintah Daerah. 2) Berdirinya Bandara Internasional Lombok (BIL) sebagai salah satu sumber yang dapat mengangkat tingkat perekonomian masyarakat di lingkar bandara secara tidak langsung memberikan sumbangsih terhadap perubahan dan dinamika sosial yang terdapat di sekitar lingkar bandara termasuk Kecamatan Pujut yang di dalamnya Desa Ketara beserta dusun-dusunnya. 3) Desa Ketara merupakan desa yang memiliki sumbangsih terbesar dalam catataan terjadinya konflik sosial di daerah Kecamatan Pujut, dari 21 kasus konflik sosial yang tercatat terdapat 9 konflik yang melibatkan masyarakat Desa Ketara sendiri maupun dusun-dusun yang ada di dalamnya.

(22)

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari 5 bab utama. Bab I adalah bab pendahuluan yang meliputi beberapa hal yakni Latar Belakang Masalah, Permasalahan Penelitian, Landasan Teori, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.

Selanjutnya pada bab II Penulis akan membahas tentang Dinamika dan Perkembangan Konflik. Pembahasannya meliputi penjelasan posisi geografis dan demografis Desa Katare yang menjadi arena konflik, Sejarah Masyarakat Katare, konflik horizontal antara masyarakat yang mendiami Desa Katare. Bab ini kemudian ditutup dengan uraian tentang pemetaan dan faktor-faktor penyebab konflik.

Sedangkan pada bab III Penulis akan menjelaskan tentang Profil Pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah. Pembahasannya meliputi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah dalam manajemen konflik, visi dan misi, program serta kegiatan yang telah dilakukan pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dalam menyelesaikan konflik internal dalam Masyarakat.

Bab IV dari tesis ini merupakan bab inti. Pada bab ini Penulis akan menguraikan dan menganalisa manajemen konflik yang sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah di Desa Katare, serta hasil dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengelolaan konflik tersebut.

Akhirnya pada bab V, setelang rangkaian uraian dari masing-masing bab sebelumnya, Penulis akan menutup tulisan ilmiah tersebut dengan memberikan kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beras Bulog mempunyai kemampuan untuk menghasilkan jumlah populasi kutu beras ( Sitophilus oryzae ) dan

pengamatan aktivitas siswa diperoleh pada kegiatan inti yang meliputi aktifitas mengamati demontrasi, aktifitas diskusi kelompok untuk memecahkan soal dan masih dijumpai

Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan: (1) Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang diajar dengan metode pembelajaran

Dan pada akhirnya inilah yang saya rasa maksud dari John Locke bahwa komunikasi bukan merupakan proses yang sempurna dan cenderung menjadi masalah yang fundamental

The optimal control variables, TL, VD, and L-index values obtained using PSO, DE and CRO approaches in the IEEE 57-bus power system for L-index minimization objective of normal ORPD

Jelaskan rencana mendapatkan umpan balik guna memperbaiki tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan mutu dalam rangka peningkatan kualitas program

Keanggotaan koalisi berdasarkan ideologi terlihat pada pemilihan presiden tahun 1999, dimana ada dua kubu yaitu “poros tengah” yang terdiri dari partai-partai Islam dan kubu

Hasil penelitian menunjukan hasil tes akhir/pos tes dengan menggunakan model pembelajaran langsung berbasis proyek terhadap hasil belajar konsep perubahan wujud benda