KAJIAN TENTANG MAKNA MODERNISASI
PESANTREN TERPADU"iZzlsSLZtZttsjftzr ess1-"-—
T E S I S
T„-*i* ™»M*n Kepada Panltfa UJian Te«ls
Institut Kjguruan dan Ilmu Pendidikan Bandun*
untuk memenuhi sebagian dari syarat
«_. ™g**am Pascasarjana
Bidang Stud! Pendidikan Luar Sekolah
O t e h :
iohlas Bxttiyamin
9032221/XX1I/14
n„ PROGRAM PASCASAHJANA
INSTITUT KEGUHUAN DAN ILmFpSdIDIKAN
BANDUNG
Prof. Dr. H. Sudardja Adiwikarta, MA
( Pembimbing 1)
Dr. H. Djudju Sudjana SP. MEd.
(Pembimbing II)
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGUHUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
Daftar Penguji :
Prof. Dr. H. Sudardja Adiwikarta M. A.
(Fetngxtji Tahap I dan. Tahap II)
Dr. H. Djudju Sudjana SP. MEd.
( Fengzcfi Tahap I dan Tahap II )
Prof. Dr. H. Sutaryat Trisnamansyah M.A.
C Pttngxtji Tahap I dan Tahap II )
Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja
( Fengu.fi Tahap I dan Tahap II)
Prof. Dr. Soepardjo Adikusumo (Atm.)
Pesantren Terpadu;
Menyimak Keterpaduan Kegiatan
Penyelengga-raan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah di Pondok
Pesantren Al-Falah Cicalengka Bandung, Yang melatar belakangi
penelitian di antaranya ingin mengkaj i lembaga PLS yang asli, yaitu pesantren, yang akhir-akhir ini, mengalami perkembangan
cukup pesat. Pemaduan itu ialah antara sistem tradisonal
(salafiah) dengan modern (ashriyah), dan atau pemaduan
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dengan Pendidikan Sekolah (PS).
Metode pendekatam yang digunakan untuk mengungkap makna
tersebut adalah metode kualitatif. Sasaran yang ingin dicapai
ingin mengetahui apa, dan bagaimana kegiatan penyelenggaraan pendidikan di lembaga yang menerapkan model terpadu tersebut; Apanya yang terpadu, apakah upaya pemaduan itu sebagai proses
modernisasi, khususnya di Pesantren Al-Falah Cicalengka.
Beberapa temuan di antaranya; temuan monumentalnya
adalah; terdapat keunggulan dari model terpadu, misalnya
wawasan santri semakin luas, lebih relevan dengan perkembangan
pembangunan, lebih bisa mengantisipasi masa depan, memperluas prospektif dunia kerja. Keterpaduan di Al-Falah; pada awalnya pengintegrasian program pesantren tradisional dengan program
madrasah, perkembangan selanjutnya, setelah madrasah semakin
banyak peminat, sementara program takhasus cenderung menurun,
pola terpadu di itu menjadi PLS sebagai pelengkap PS, Keterpa
duan di Al-Falah juga dalam membina kehidupan santri secara utuh yaitu terpadu antara belajarf beribadah dan bertisaha.
kemajuan itu di antaranya, pemikiran kiai dan santrinya,
strategi kegiatan pendidikannya, pengembangan sarana fisiknya,
manajemen dan penambahan unti-unit atau lembaga-lembaga, yang
saling
terkait dan saling menunjang dalam
suatu
pola
keterpaduan tersebut. Dalam usaha peningkatan wawasan serta kualitas para santri, berbagai strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran digunakan. Misalnya dengan penerapan
<empo*ering
process', pendekatannya pedagogi dan andragogi. Metode belajar
membelajarkan yang digunakan, misalnya metode partisipasi;
sorogan, badungan, simulasi, ceramah bervariasi dll.
Dari keterpaduan itu terdapat juga kelemahan-kelemahan
di antaranya dari segi pelayanan 'kelas takhosus' cenderung
'terkalahkan' oleh madrasah. Kemungkinan karena kelelahan
siswa dengan padatnya pendidikan, peningkatan mutu cenderung
*mudab-dahun', masih banyak program yang belum konsisten dan
kontinu, misalnya pendidikan keterampilan khusus yang
sifat-nya masih musiman. Saran dari peneliti; jadilah pesantren
yang betul-betul menerapkan model terpadu; dalam hal ini
madrasah dituntut menerapkan kurikulum Depag Plusf Pesantren
Tradisional sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada dan
positif, begitu pula pendidikan keterampilan khusus yang
selama ini belum kontinu perlu ditata secara profesional.
Insya-Allah lembaga ini akan semakin besar peranannya dalam meningkatkan kualitas manusia khususnya para santri diharapkan
menjadi manusia; beriman bertaqwa, mandiri, dan modern, sesuai dengan ilmu yang telah diperolehnya.
LEMBAR JUDUL TESIS
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
RATA PENGANTAR
UCAPAN SYUKUR DAN TERIMAKASIH ABTRAKSI
DAFTAR ISI ;
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
11
iii
v
viii
x
xiv xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemikiran
B. Identifikasi, Fokus dan Pembatasan Masalah ... 11
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 14
D. Penjelasan Istilah 15
JAB II KONSEP MODERNISASI, PESANTREN DAN PLS
A. Konsep Makna, Modernisasi dan Pesantren Modern 20
B. Unsur-Unsur, Tipologi dan Pembaruan Pesantren
1. Unsur-Unsur Pondok Pesantren 37
2. Tipologi, Karakter dan Fungsi Pesantren .... 38
3. Pembaruan Pesantren 40
C. PLS.; KBM, Andragogi dan 'empowering process'...
1. Pesantren Sebagai PLS 42
2. Teori KBM dalam PLS 45
3. Kegiatan Belajar Partisipatif dan
teknik-tekniknya 51
x
D. Manajenen Pesantren/PLS
59
B. Pesantren K8„ghadapi Era Globalisasi dan „asa
Depan
64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A- Metode Kualitatif dan Kerangka Penelitian
74
B. Teknik Pengunpulan data
79
C Wilayah dan Objek Penelitian
80
D. Analisis dan Penafsiran Data
82
E. Pelaksanaan Penelitian
nMn 84
BAB IV HASIL PENELITIAN
A- Sejarah Singkat dan Letak Pesantren Al-Falah
...
891- Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren Al-Falah
89
2- Letak Geografis dan Sosial Pesantren Al-Falah
92
B- Profil Pesantren Al-Falah Sebagai
Pesantren
Terpadu ...94
1- Keterpaduan dari segi Tujuan Pendidikan
94
2. Keterpaduan antar Unsur-unsur Pesantren
97
a. Kiai dan Ustad di Al-Falah
97
b. Santri Takhosus Al-Falah
101
c Alumni Al-Falah
• • . 107
d. Pondok. Masjid, Perpustkaan, dll
m
e• Yayasan ..
119 f. Sistem Nilai
120
C Keterpaduan Program Pendidikan di Al-Falah
129
1. Program Pendidikan di Pesantren (Takhosus) ..
129
2- Program Pendidikan di Madrasah
132
3. Program Pendidikan Keterampilan Khusus
134
D. Keterpaduan Kegiatan Pendidikan
138
1. Kegiatan Pendidikan
138
2. Pendekatan Pedagogi dan Andragogi
142
3. Metode Pembelajaran144
4. Media dan Evaluasi Pendidikan
147
E- Pola Terpadu di Beberapa Pesantren
148
F. Latar Belakang Modernisasi di Al-Falah
155
1. Pola Pemikiran Kiai
• xoo
2. Pola Pemikiran Santri
156
3. Pola Pemikiran Alumni
loo
G. Modernisasi Sistem Pendidikan .
163
1- Pemaduan PLS dan PS sebagai Upaya Modernisasi
163
2. Qiro'at Sebagai Ciri Khas al-Falah
185
H. Modernisasi Pengelolaan dan Kele^bagaan
168
1. Pengelolaan Unsur-unsur Pesantren
168
2. Kelembagaan dan Kerjasama dengan intansi lain
172
I. Kendala dan Prestasi di Al-Falah
1 /b
&B V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ....
182
A. Prakata Analisis
182
B. Mengkaji Makna Pemikiran
184
C Pesantren Terpadu Diuinati Masyarakat
187
E- Pesantren Terpadu Sebagai Salah Satu Model PLS
. l96
1. Pesantren Terpadu sebagai 'integrated model'.
198
2. Keterpaduan Pesantren dilihat dari
karakte-ristik PLS dan PS .
198
3- Pesantren Sebagai Sub Sistem Pendidikan
Na-sional ..
203
4. Pola Terpadu Al-Falah: PLS sebagai pelengkap
PS . . .
206
5- Menggugat Qiro'at, Kitab Kuning dan
'Kuriku-lum Terpadu'
207
6- Menyinggung Tipe Kegiatan Belajar Partisipa
tif . .
211
7. Menyinggung Pengelolaan Pesantren
21g
F- Pengembangan SDM di Pesantren dilihat
dari
'empowering process' dan 'modernisasi manusia'..
222
G. Keunggulan Keterpaduan dan Kontribusinya bagi
Pesantren, Santri dan Masyarakat
230
H. Kelemahan Pola Pesantren Terpadu Al-Falah d
Alternatif Pemecahannya
lan
235
B VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
241 B. Rekomendasi
250
?TAR BACAAN . . .
258 fPIRAN
265
1- BAGAN 1:PARADIGMA ATAU KERANGKA PENELITIAN
2. BAGAN 2:PERUBAHAN NILAI-NILAI DALAM PROSES MODERNI
SASI
DAFTAR LAMPIRAN
1. LAMPIRAN 1; Nama-nama Responsen
2- LAMPIRAN 2; Peta Kecamatan Cicalengka (Letak
Pesan-Al-Falah3. LAMPIRAH 3; Tabal 1 Perkembangan Santri Takhosus
Al-Falah (1979 - igg2)
1. LAMPIRAH 4; Tabel 2 Perkenbangan P..ert.' Pesantren
Kilat Al-Falah (1987 - 1992)
5. LAMPJRAH 5; Tabs! 3Daftar Kitab Kuning Di
Perpusta-kaan Al-Falah»- IAMPIRAH 6; Denah Pondok Pesantren Al-Falah
Ciea-lenka Bandung
•LAMPIRAN 7; Tabel 4 Perkembangan Jumlah Siswa Madra
sah Tsanawiyah Al-Falah (85/86-91/92)•LAMPIRAN 8; Tabel 5 Nama Guru-Guru dan Pembagian
Tu-gas Mengajar Madrasah Tsanawiyah Al-Falah
-LAMPIRAN 9; Tabel 6Perkembangan Jumlah Siswa Madra
sah Al-Falah 1986/1987-1991/1992
LAMPIRAN 10; Tabel 7, laoei / Daftar Guru dan Karyawan MadraDnft-o,. n
sah Aliyah Al-Falah Cicalengka_ ta
xiv
78
227
265
272
273
274
275
276
277
278
279
Tarbiyah Al-Falah
281
12.
LAMPIRAH 12; Tabe! 8 PerkeBbanSan
nahasiSBa STITA
C1985 / 1986 - l8ai / 1982)
282
13. LAMPIRAH
13; GaBbara„ PeBasukan Keuangan ^
d. ^
Falah . .
284
14. LAMPIRAN 14; Tabel 10 Struktur Program Kurikulum Mad
rasah Aliyah Tahun 1984, Pilihan A (He
lium Agama) ..
286
».
LAMPIRAH 15; Tabel U Kegiatan „arlan Santri
^ ^
^
«. LAMPIRAH 16; SK Pe«bUbing dan Surat izi„ PeneUtlan
^
17. LAMPXRAH 17; Albun Foto Sltuasi dan ^ ^ ^ ^
. Latar Belakang Pemikiran
Dilihat dari beberapa segi, pesantren merupakan tempat
kegiatan pendidikan luar sekolah. Misalnya, di satu sisi jika
dilihat dari awal kemunculannya atau penyelenggaraannya suatu
Pesantren muncul atas dasar inisyatif dari angota masyarakat.
Di sisi lain, dalam hal ini menurut peranturan pemerintah no.
73 (1992) pesantren memang diakui sebagai salah satu lembaga
Pendidikan luar sekolah yang membina pendidikan mengenai
keagamaan.Supardjo Adikusomo ( S. Trisnamansyah, 1984:75),
mengemu-kakan bahwa :
terSsn*^ L^f Sekolah ada^h setiap kesempatan di mana
sekoUh dan^i ' 7ang tertSUr dan terarah ^i W
sekolah, dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan
latihan atau bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan
sikap^an nfa^tU^ian »en*e»ba^an tingkat keterampUan
™a 4- nilai-nilai yang memungkinkan baginya meniadi
lltl
bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya"ta y&nf efisien dan efektif dalam lingkungan kelSarga
keluargaPesantren sebagai lembaga pendidikan dalam proses
edukasinya demi menyiapkan warga belajar (santri)
untuk
menyadari dirinya di tengah lingkungannya. Sesuai dengan makna
Pendidikan, menyadari diri dalam arti menyangkut manifesto
dari
pikiran, perasaan dan kehendak seperti kata
B.S.
Mardiatmadja (1991; 52)
"pendidikan memupuk cipta, rass dan
**rSa, yang terus dikembangkan selama mungkin".
Demikian juga
yang dike.ukaka„ Dick Hartoko> 198s> pendidikan ^
^^
berbudi l„hur, »niJai ^
yang ingin ^^ ss]ur^
^
^
~r*. oisa, yanff secara seimDa„ff »«nge„ba„9ta„ cipta,
karsa dan rasa".
Pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohan.
bag, yang masih memerlukan (M.J. Langeveld, 1949). Pendidikan
adalah bantuan supaya orang dapat membantu dirinya dalam
-gala bida„g hidup (J. Rlberu_ 187Q) ^^
^ . ^
seseorang diharapkan dapat mandiri dalam relasi dengan yang
'"•' "*"" diUngkaP "• <"^«*-a. 1980 ''pendidikan sebagai
Pemanusiaan manusia muda; pendidikan membantu seseorang untuk
tahu dan mau bertindak sebagai manUsia yang
m„ini
Jad.
Pendidikan adalah
^nisasl dsn
htl01anisasi„ ^
^ ^
Pendidikan sebagaimana dikemukakan Ki Hajar Dewantara -flna*
»*rus
tetes
^ngembangkan tmkat
tfa„
lmtrmtlva.m
Bebas bag.
anak tentu bebas yang bertangung jawab. Soeparddo A (1992)
"enyatakan
^nggu itu tidak pada
^
^
^
^^
«*ta ssndiri yang mmymb^kan k.tm t.dak ^
^^
^
kaitan ini konsep-konsep dan prinsip-prinsip PLS perl.
dipergunakan dalam penvelwtftf....
penyelenes«aan suatu program PLS, misalnya
Penerapan 'ermpowering process', andragogi, manajmen PLS dll
?enyelenggara.an pendidikan luar sekolah itu salah satunya ada
H pesantren.
am
u
Empowering Process, sebagaimana dikemukakan S
:indervatter (1979, 150) sebagai berikut
defined
uzanne Empowering was
K in -ociety. fl„ empowering process is a
means to tring about suc„ Ufx,erstantfi„ff a„ co„tr(jJ „_
Seoara bebas pengertian di atas sebagai
berikut;
empowering proses adalah, pendekatan yang bertujuan untuk
-mberikan pengertian dan kesadaran kepada seseorang, kelompok
untuk
memahami dan mengontrol kekuata„-kekuata„
sosial
ekonomi dan Politik sehingga dapat memperbaiki peranannnya
dalam masyarakat. Secara terperinoi Kindervatter menjelaskan
konsepsi empowering sehagai berikut;
E££ ?an*9meninXt?annyLnk?*''*r*n —»»"• «ntuk
keterampilan yang o™a2t. Jeour^tlTlT, .T'«""
kegiatan yang terarah hZr,.,ZZ ' J berkiprah dalam
Ketiga, terus mener^ "P"""")'*"' pada diri sendiri.
keyaki'nan pada 7/r7 senTirf dZf3" *ete™,piJan
dan
kemampuan dalam mengambil kepu'tjLn *L ""**' me"i"S^'*^"
Sumner untuk meninglatkan I^ZZrlZZ£?am*m
S""">er-Selanoutnya, Kindervatter mengemukakan empat strategi
untuk
penerapan empowering proses, yaitu; (!)
Comunity
Organization, <2> SeXf-Management and Collaboration,
(3)
Partisipant approache, dan (4) Education for justice. Adapun
»u,ud nyata dari empowering, ditunjukkan melalui delapan oiri
utama, meliputi;
^Me^?ki^„g^i^^^Lb?ne^»g?af%^ra:be^^-"•
saling tukar dalam kelompok, meningkat dala* kekuatan
'"nirn1"!?:'"^"1 dan k"»^t« untuk memilih berbagai
4) Adanya peningkatan konsep diri, rasa ...,,• n i, •a
M Ja*? yang positif pada identUas budaya
*^
°Ua
5) Memiliki kemampuan untnk r*c.n««Z i y '
tepat, memiliki ?iUkan E'SE
"2 ?engalaBan s^«a
?>
Zt^sllt"^^^
UBtUk
^"^
"••« -'"--"if
8) -la1uikkanPLrtSee?aSLrdne„gI„bih ??""" "« I"™"' -l-
1979;63) eraKsi dengan lingkungan (Kindervatter,Untuk mengaplikasikan konsep-konsep tersebut tentu perlu
disesuai dengan srategi, metode dan pendekatannya. Menyinggung
mengenai salah satu pendekatan yang biasa juga diterapkan
dalam program PLS ialah andragogi, penggunaan istilah
andragogi telah dimulai pada parun awal abad delapan belas
(Cross, 1981). Namun pakar pendidikan orang dewasa yang
mengkao'i kembangkan konsep andragogi adalah Knowles (1970)
Andragogi,
'sebagai pendidikan orang dewasa' didasarkan
sekurang-kurangnya pada empat asumsi mengenai karakteristik
warga belajarnya.
.ar\irSko„sepl!rf„hyakbe:gerana?i",ende''aSa"Se0r^-yang bergantung ke arah LrfhfJf seseorang pribadi
mengakumulasikln
banyak
ventlll™*
mandiri> <2> manusia
sehingga menjadi suatT^ber bela?S yanTbe dirr0lehnya
kesiapan belajar manusia secara «™4n»Eg*berkembang, (3)pada tugas perkembangan L^n^ meningkat diorientasikan
nirmana5 (pers^ktive) ?SakJCnyr^beruSah"1^'- d-" (4)
Pengetahuan yang tertnnH* ™« berubah dari suatu
yang segara/ yfng secara ^eirinf"75- "T^1
P*™***™
belajar beralih dari *uf?„ * l*Xnf ?rientasinya terhadap
Pelajaran kepada orlentasfterouS^31/6^5^ pada *ata
1970, Knowlwes 1980)
terpusat pada masalah" (Knowles
Sedikit menyinggung mengenai manajemen PLS, H.D. Sudjana
(1992) mengemukakan
"ManaJemn program pendidikan luar sekolah
**P*t didefinisikan sebagai upaya menerapkan fungsi-fungsi
Pengelolaan baik untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan
kelembagaan pendidikan luar sekolah maupun untuk
satuan
hubungan kemanusiaan dan organises!. Adapun fungsi manajemen
Pendidikan luar sekolah yaitu; perencanaan. pengorganisasian,
penggerakan, pembi„aan, penilaian, dan pengembangan. Antara
masing-masing fungsi tersebut berkaitan secara 'sirkuler'.
Berbicara mengenai kemunculan suatu pesantren, yang
biasanya atas dasar inisyatif anggota masyarakat, dimulai dari
adanya
anggota masyarakat yang ingin
mempelajari
ilmu
pengetahuan keagamaan yang diberikan oleh guru ngaji, ustad,,
kiai atau ajengan. Seperti halnya yang terjadi di salah satu
desa Tenjolaya, Cicalengka Bandung bermula dari ada empat
orang yang ingin belajar ngaji pada guru ngaji dalam hal ini
Pada Achmad Syahid seorang alumni suatu pesantren. la, terus
aembina para santri yang dari waktu ke waktu semakin berta.bah
dan berkembang sampai saat ini. bahkan sudah menerapkan
'sistem terpadu'. Achmad Syahid sudah tergolong seorang Kiai,
dan menjadi pimpinan pesantren di Al-Falah tersehut.
Dari fenomena dan fakta yang ada di masyarakat serta
informasi dari media massa, dan referensi lain, kini banyak
anggota masyarakat yang mendirikan pesanten dengan dinamikanya
masing-masing, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban
Beberapa Pesantren dalam mengalami perkembangannya itu ada
yang bertahan dengan pola tradisional ada yang memadukannya
dengan ditambah dengan mendirikan madrasah, atau ditambah
dengan
keterampila„ khusus lain„ya. Apakah
perkembangan
hal ini bisa diangap bahwa pesantren tersebut dalam rangka
berusaha untuk dapat menyesuaiken diri dengan tuntutan saman?
Hal ini dihubungkan dengan Pernyataan-pernyataan para
ahli, misalnya, Brembeck, 1973 mengemukakan;
-Pendidikan luar
sekolan sebagai
sun sistem pendidikan dipandang
sebagai
lemtaga yang selalu narus ada dalam proses peruoanan sosial,
yaitu dituntut sebagai lembaga yang paling sensitif ternadap
perubahan~.
Ir. Kaufman „.ltMn> ^
..^^
^^
menunjukkan kesigapan pendidikan luar sekolah
sefcagai
lembaga
pendidikan, dalam pendekatannya perlu mengggunakan
sistem
manajemen perubanan-.
Teori sistem ini di dalamnya terdiri
dari in pot, proses dan out put.
Perubahan sistem, perubahan oriental dalam suatu
lembaga sangat tergantung dari keinginan pengasuhnya,
katakanlah jika di pesantren tergantung Kiainya. Botkin. 1979
menyatakan "Peran guru (termasuk Kiai) dalam proses pendidikan
bukan lagl hanya terbatas pada
mmlntmnam
yang ieMh
berorientasi pada pemeliharaan kebudayaan dan kebiasaan lama,
akan tetapi harus lebih antisipatori yang bercirikan penuh
kreatif baru dan berorientasi pada perubahan.
Sementara
Knowles dan Darkenwals. 1982. memaknai suatu perubahan,
khusunya mengenai perubahan sikap,
yaitu dalam oentuk-oentuk
^anfaatan intelektual, adanya aktualisasi diri, peningkatan
>ribadi dan sosial, transformasi (peruoanan atas keputusan
;endiri) adanya peningkatan efektiyitas organisasi".
Konteks
Jadi dari fenomena tersehut penulis ingin mengungkapnya
dengan keca.ata PLS. Misalnya, dari segi tujuannya apakah
berupaya untuk membina dan meningkatkan kemandirian para
santri, dalam hal ini dilihat dari konsep dan Prinsip-prinsip
•empowering process'. Dari segi Penydenggaraannya, dala. hal
»i dUihat dari manajemen PLS. Dari segi kegiatan belajar
-mbelajerkannya apakah menekankan pedagcgi atau andragogi
Juga dari segi perkembangannya dalam hal ini dilihat dari
konsep modernisasi.
Sesuai dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip
empowering
procese dala„ konteks peningkatan ^^ ^^
atau dalam mengusung warga belajar menjadi i„Sa„-i„sa„ yang
-nyadari eksistensi dirinya, lalu berupaya .„„.„„,,„
dxrinya Belalui aktivitas pendidikan, keterampilan dan
komunikasi terkendeli lainnya dalam rangka mengembangkan
potensi yang dimiliki seseorang CsarH-r^ h ~seorang (santri), dengan menggunakan
sumber-sumber yang tersedia dan ditujukan pada peningkatan
kemampuan dirinye, sehi„gga nenjadi insan ^.^ ^ ^
-nyesu.ikan diri dengan lingkungan sosial. budaya, politik
dan lain sebaginya. Upaya ini pada dasarnya ^
^^
membangun sumber daya manusia agar berkualitas.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia
Soepardjo Adikusumo, 1992, mengemukaan bahwa ;
"Kualitas sumber daya msnu^i^ *.
pengertian kesadaran mlnutia ter'nada^:tli,/iPaha",i •*"*'"
»ela*sena*a„
lingkungannya,peranannya dalZ Pros^"9**?"1 "iri">" "'"
sehinooa ™ ™ Proses mteraksi dengan hidupnya". ^mngga peranannya itu bermakna dalamPembangunan sumber daya manusia sebagaimana diisaratkan
Garis-garis Besar Hainan Hegara, dalam rangka meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, baik kei.anan dan
ketaowaan
terhadap Tuhan VME, berbudi luhur, bertanggung jawab, tangguh
berdisiplin, cerdas dan terampil serta sehat jasma„i da„
roh.ni.
Membangun manusia-manusia terdidik, mandiri
dan
memiliki rasa kesetiakawanan sosial, bekerja keras, produktif
kreatif dan inovatif, serta berorientasi ke masa depan untuk
-nciptakan kehidupan yang lebih baik. Untuk itu selayak„ya
kebijaksanaan pembangunan sumber daya manusia ini dilaksanak
secara menyeluruh, terarah, terpadu dan berkesinambungan.
Dalam pembangunan sekarang ini, amatlah wajar apabila
kite, juga pemerintah menjadikan pesantren sebagai kekuatan
pembangunan
dengan
jalan
membina
dan
„.„„ u
,
18 dan aengembangkanPesantren semaksimal mungkin. Kerja sama ulama-umaro, insya
Allah bisa menjadi kunci bagi keberhasilan
pembangunen
Pesantren biasanya memiliki kekuatan tertentu, dalam hal i„i
masyarakat
Pesantren memiliki karakteristik khas
meliputi-keterendeun, keunggula„,, sikap disiplin, sikap sosial, sikap
moral dan sikap loyal.
Karel, A. ,1974, mengemukakan;
"Dal™ sistem pesantren
tradisional, huhungan antara guru dan murid
sa„9at
erat
^orang santri secara permanenen nidup dalam
1ingkungan
kepada Kiai~.
Sementara Bapak Pendidikan Hasional, Ki Hajar
Dewantara, menyatakan bahwa »SBJain
„uran biayanya
.^
inters edukatif antara guru dan murid terjadi selama 24 Jam
terus menerus".
Pondck Pesantren memiliki unsur-unsur dan tipcloginya
•eliputi unsur-unsur; Kiai, Santri,
Pondo^ ^
^.^
serta siste„ nilei. UnSur-unsur ini berkaitan dengan tipclo
ginya atau pola pesantren yang bersangkutan. Unsur-unsur yang
dimiliki, seperti di atas itu termasuk
"Pesantren
tradisional". Jika unsur-unsur itu sudah bertambah, misalnya
ada
Madrasah, Koperasi, Tempat Keterampilan, Lapangan Olah
raoa,
dan Iain-lain ini disebut
-Pesantren Modern-
(Sudjoko,
1974) atau "Pesantren Terpadu- Art. ,„„.
pu • *aa Juga yang menyebutnya
"Pesantren Alternatif". (Jalaluddin, E., 1991).
Perbedaan tipologi atau pola pesantren itu, bukan
semata-mate dilihat dari unsur-unsur fisiknya, tapi berkaiatan
dengan unsur lain, misalnya: tujuan, penyelenggarann, kegiatan
Pendidikan,
pendekatan atau metode pembelajaren,
dan
pengembangannya (proses modernisasi). Kemodernan itu bisa
dilihat dari in pot, proses da„ out put pesantren_ ^
dampaknya. Di sisi lain oiasanya pesantren terpadu tidak hanya
semata-mata calon
kiai tapi kiai plus
atau
"ulama
xntelektual" atau "intelektual ulama". Di sisi lain para
santri atau calon ulama itu
memiliki keterampilan atau
Profesi yang bervariasi, sebagai bekal daUm kehidupan di
masyarakat. Jadi dengan ciri seperti ini, dianggapap mengalami
Mengenai ketertarikan melihat pesantren
dengan
•enggunakan konsep modernisasi, di antaranya karena melihat
fenomena dan aspires! ya„g berkembang di masyarakat, di mana
masyarakat mengharapkan pesantren semakin dinamis dan mampu
memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin hari semakin maju
Seperti ya„g muncul melalui media massa terdapat berbagai
tulisan, di antaranya pengamat pesantren Asep S.M. (1991)
-engemukakan,
-Untuk meruhah tradisi kaum santri di dalam
mempelajari agama tlsl.m,, diperluk.n keheranian para kiai dan
°IaM U"tU* "•'•*«*•»
Perutehan-peruoahan yang herarti, yaitu
meningkatkan=* daya"ta^ci nalar t>=,,mu&i&r Kaum s a n t r i "A -„ ai«„.
1 ' Alasannya pesantren
sebagai lembaga keilmuan Islam Ctafaguh fiddin'), dituntut
memiliki visi dan misi yang jelas.
Kamaludin, S.F. (199!), ia Ketua „„„„, MajUs ^.^
fkuwah islamiah Jabar, alumni beberapa pesantren mengemukakan
"Prinsip-prinsip Jslam harus melandasi pemoaruan pesantren;
Sistem tradisional tak dapat dipertahankan lagi-.
Tulisan.
tulisan lain yang nadanya Benpernasalahkan nodernisas.
Pesantren, dalam Surat Kabar Kompas 20 Juli 1881 berjudul- (1)
-Pesantren
Modern di Simpang Zaman-,
«,
-Modernisasi
Suhkultur Tradisional-, <3) Usianya Kini Delapan Uindu; ^ntor
Mengimhangi Perubahan Zaman". (4, -Modern d*n T
f/w
nooern dan Tradisional
pernedaan Vang Nisbi-.
Dalam „„, ^
^.^
^^
terdapet juga beberaPa tulisan, di antaranya;
ly -Modern Sukan
*-.!..
Sontor Tetap Sederhana-
(21 .8.„,„. ,,
.^
^
- 1991). 3) -Perpaduan Pesantren ^^ ^ TradiB.ons2M (i6
- 8 - 1992), dll.
B- Identifikasi, Fokus Penelitian dan Pembatasan Masalah
1- Identifikasi Masalah.
Salah satu permasalahan dalam kehidupan yang masih
dirasakan sampai saat ini adalah masalah pendidikan
masyarakat.
Indikasinya tingkat pendidikan
masyarakat
rendah begitu juga lembaga-lembaga pendidikan yang
melahirkannya. Apakah permasalahan pendidikan luar sekolah
itu,
dialami juga oleh pesantren.
Apakah mengenai
kuantitas, kualitas, efisiensi, efektivitas dan relevansi,
Pendidikan masyarakat telah berkembang secara baik, atau
sejalan dengan asas PLS yang ideal. Di dalam pendidikan
luar sekolah idealnya harus berkembang di atas empat asas,
yaitu (1) asas kebutuhan, (2) asas pendidikan sepanjang
hayat, (3) asas relevansi dengan pengembangan masyarakat,
dan (4) asas wawasan ke masa depan. (H.D. Sudjana,
1989).
Lalu bagaimana pesantren-pesantren yang ada, khususnya
Pesantren terpadu, sudahkah menjalankan asas-asas tersebut?
Diasumsikan bahwa yang modern itu termasuk melaksanakan
asas-asas tersebut.
2. Fokus Penelitian.
Sehubungan banyak sisi yang dapat dilihat dari
dinamika dan permasalahan pesantren, baik karakteristik,
'Pesantren Terpadu'.
Apa
makna dan manfaat yang terkandung
di
dalamnya.
Apa tujuannya
?
Bagaimana
Kegiatan
Penyelenggaraannya, bagaimana pengelolaannya, Bagaimanana
strategi pendekatannya? Bagaimana kiat-kiat pengembangannya
dan bagaimana prospektifnya?
Jadi fokus penelitian ini,ingin melihat proses mo
dernisasi yang dialami pesantren yang bersangkutan,
terutama dilihat dari sistemnya. Kalau dalam sistem PLS ada
masukan instrumental, masukan lingkungan, masukan lain,
Proses, out put dan dampaknya maka fokus pengkajian dalam
tesis
ini ialah
kegiatan penyelenggaraan
pendidikan,
dalam hal ini sehubungan penyelenggaraan pesantren di
Al-Falah menerapkan dua jalur yaitu
Pendidikan Luar Sekolah
dan
Pendidikan Sekolah.
Kegiatan penyelenggaraan pendidikan
di sini termasuk penerapan tujuan,
metode dan teknik
Pembelajaran, manajemen dan hal lain termasuk sarana dan
prasarana, penunjangnya, dan sebagainya. Unsur-unsur yang
lainnya seperti kelembagaan unit-unit kegaiatan lain akan
diungkap juga sebagai pelengkap. Alasannya karena antar
unsur-unsur yang satu dengan yang lain merupakan bagian
integral dari konsekuensi keterpaduan suatu pesantren.
3. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang diangkat atau perumusan masalah,
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a- Kapan, di mana, oleh siapa, mengapa dan
bagaimana
berkembang atau mengalami proses modernisasi ? (akan
diungkap sebagai pendahuluan )
b. Apa dan bagaimana sebetulnya profil pesantren terpadu di
Al-Falah ;
1) Apakah keterpaduan dari segi tujuan, sebagai hakekat
dari membina manusia seutuhnya ?
2) Apakah
keterpaduan dari segi
penyelenggaraannya
karena mengintegrasikan berbagai unsur-unsur yang
dimilikinya, seperti pesantren dengan Madrasah ?
3) Apakah keterpaduan dari segi program pendidikan ?
4) Apakah keterpaduan dari segi Kegiatan Pendidikan:
pendekatan dan metode pembelajarannya ?
5) Di mana saja pesantren yang menerapkan pola terpadu
selain di Al-Falah khususnya di Jawa Barat ?
c Apa
keterpaduan tersebut berarti mengandung
makna
modernisasi ? jika ia, dalam hal apa:
1) Apakah karena modernisasi dari pola pikir Kiai,
santri dan alumninya ?
2) Apakah proses modernisasi dari sistem pendidikannya ?
3) Apakah modernisasi dari pengelolaan kelembagaannya ?
4) Apakah terdapat kendala, tantangan yang dihadapi dan
prestasi yang diraih Al-Falah ?
Dari permasalahan pokok tersebut, diharapkan
dapat
menggali informasi dan data yang lebih terperinci dalam
upaya mengungkap dan menganalisis makna pesantren terpadu,
'- Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1- Tujuan Penelitian.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang pengembangan pembaruan (modernisasi) di
pesantren
terpadu. Lalu peran-peran apa yang dilakukan
Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Luar Sekolah, dalam
Partisipasinya
terhadap pembangunan,
khususnya dalam
membina santri menjadi insan-insan yang
berpendidikan
(educated man), mandiri dan dapat menjadi warga negara
yang baik, sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
Secara khusus penelitian ini bermaksud :
a. Mengungkap sepintas tentang sejarah pendirian
dan
perkembangan Pondok Pesantren (Pontren) Al-Falah.
b. Mengungkap hal ihwal dari sistem keterpaduan suatu
Pesantren; dalam hal ini di pondok pesantren Al-Falah
baik dari segi tujuan, unsur-unsur, program pendidikan,
kegiatan pendidikan, pendekatan dan metode pembelajaran.
c
Mengungkap makna modernisasi atau kemajuan yang diraih
Al-Falah, baik dari pola pemikiran Kia, santri dan
alumninya; dari sistem pendidikannya, pengelolaannya dan
kelembagaannnya, serta mengenai kendala dan prestasi
Adapun hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :
a. Bahan masukan baik bagi para pengelola Pesantren dan
masyarakat umum, juga khususnya bagi masyarakat yang
berminat
memasukan
anggota
keluarganya mengikuti
pendidikan di Pesantren.
b. Bahan masukan bagi institusi atau instansi yang terkait,
seperti Dikluspora, Depag, Depsos, Pemda setempat dan
Iain-lain.
o. Bahan masukan bagi pengembangan ilmu khususnya mengenai
wawasan Pendidikan Luar Sekolah, lebih khusus lagi yang
berkaitan dengan *kepesantrenan'.
d. Bahan masukan dan pertimbangan bagi para peminat PLS
untuk berperan mengembangkan Pesantren melalui wawasan
ke-PLS-an.
Penjelasan Istilah.
1. Kajian Makna Modernisasi
Kajianf
maksudnya mempelajari sesuatu, dalam hal ini
tentang makna atau pengertian modernisasi. Pengkajian di
sini tentu bukan hanya makna harfiah tekstual, melainkan
dengan berbagai karakteristik kontekstual,
sebagaimana
kata
makna
itu sendiri. Kata
makna, bermakna, kebermaknaan
atau
^meaning',
^meaningful•,
•meaningfulness<, seperti
terhadap sesuatu itu tentunya menurut artinya sejauh yang
dapat
dikira,
teraba
dari
isyarat-isyarat
yang
dikomunikasikan
orang mengenai sesuatu kejadian
atau
sesuatu
hal
berikut
konteks
atau lingkungan
yang
bersangkutan-.
Sementara istilah
modernisasi,
yang berasal
dan kata 'modern', dapat diterapkan dalam berbagai
segi
kehidupan. Istilah (term) 'modern' mempunyai berbagai macam
arti baik takstual atau kontekstual.
-Pada umumnya kata modern digunakan untuk menunjukkan
terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik, lebih maju
dalam arti lebih menyenangkan, dan lebih meningkatkan
kesejahteraan hidup. Dengan cara baru (modern) sesuatu akan
lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-,
(Jbrahim,
1988, 42).
Yang dimaksud dengan modernisasi di dalam tesis ini,
yaitu modernisasi dalam bidang pendidikan, khususnya
Pendidikan masyarakat yang diselenggarakan Pesantren.
2. Pesantren Terpadu.
Pesantren atau lengkapnya
pondok pesantren,
suatu
lembaga pendidikan agama Islam yang biasanya tersebar di
Pedesaan. Istilah pondok berasal dari kata funduk dari
bahasa Arab yang artinya hotel atau asrama (Yacub H.M.,
1985). Tempat tersebut adalah tempat tinggal santri di
sekitar rumah Kiai atau Masjid. Sementara kata
*";
"Pe-santri-an" berubah menjadi "pesantren",
yang
artinya "tempat santri".
Rata
"santri"
sendiri berasal
dari kata
shastra
(i) dari bahasa Tamil yang berarti
seorang ahli buku suci (Hindu). Dalam dunia pesantren
istilah santri adalah peserta didik yang biasanya tinggal
di asrama (pondok). Kecuali santri yang rumahnya dekat
dengan Pesantren tidak demikian. Istilah "santri" juga
menunjukkan kelompok yang taat pada ajaran agama, sebagai
lawan dari abangan (Geertz, 1981).
Hn ."Men\8naui istilah Pesantren Terpadu, dapat dilihat
dari perkembangan pola pesantren, dari mulai van*
sederhana atau tradisional sampai yang 'modern'
PolaT
hanya terdiri Masjid dan rumah Kiyai Pois it.' T a- '
darJMMaS^id'DRU8iahKiai dan Pondok Volfi^; terdiri
sepert?5' ;ofriThr
lM' 1°^^
dan
***"**' *>£lV,
seperti pola III hanya ditambah Tempat Keterampilan
TilLr, I
f,ePertl. Po^ IV, hanya lebih lengkap yaitu
dan lain
llZ*™)^*' ^"J
Perte—
>
Tepaf Olahraga
oan lam-lam. Jadi yang dimaksud dengan Pesantren
pesrantrenddenSlai'P°la
U1' V*nS
telah --dukantrad™
pesantren dengan sistem pendidikan' lainnya." (Sudjoko*
Jika Sudjoko melihat makna keterpaduan dari segi
unsur-unsur yang dimiliki suatu pesantren dan cenderung
sifatnya fisik. Bisa saja melihat makna keterpaduan bukan
hanya sekedar pengintegrasian yang sifatnya fisik atau
saranya, yaitu misalnya terpadu dari segi tujuan
pendidikan. kurikulum pendidikannya, kegiatan pendidikannya
atau kegiatan belajar membelajarkannya.
Hal yang cukup
menarik
justru keterpaduan bisa juga
dilihat
ialah
keterpaduan dalam melaksanakan hakkekat hidup manusia yang
sudah langsung diamalkan oleh para santri, dalam hal ini
3. Menyimak Kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, di .ana pengumpulan data dan informasi akan
banyak diperoleh dari responden yang relevan,
make
informasi dari pimpinan pesantren tersebut yang diutamakan
di samping dari santri dan alumninya. Menyimak di sini
maksudnya memperhatikan dengan serius
kegiatan
mereka
dalam kegiaten penyelenggaraan pendidikan atau secara lebih
luas pelaksanaan sistem pendidikan yang berlaku di
Pesantren terpadu tersebut. Apa saja yang dinilai ada
Perubahan (modernisasi). Adapun data yang diperoleh akan
dibantu dengan hasil observes!, dekumen yang ada, serta
informasi
•trianggulasi' dari pimpi„a„ atau Dengurus
Pesantren lain, orang tua santri dan Iain-lain sebagai
penunjangnya.
4. Pesantren Al-Falah Cicalengka Bandung.
Mengenai wilayah penelitian, memilih pesantren
Al-Falah Cicalengka, karena atas dasar penjajagan pendehuluan,
pesantren tersebut dinilai suatu pesantren yang menerepkan
sistem terpadu, dalam hal ini dalam sistem pendidikannya
memadukan sistem
salafiyah
(tradiscnal) dan
asnriyan
(modern) maksudnya sudah memiliki sekolah (madraseh) dan
Perguruan Tinggi yang sistem pembelajarannya klasikal.
Kalupun fokusnya di Al-Falah, namun eda juga pesantren lain
yang dikunjungi; pesantren yang ada alumni Al-Falah„ya den
CUerah, dan Al-Basyariyah Cikancung Cicalengka. keduanya
di Kabupaten Bandung. Satu Pesantren dari Cijantung Ciamis.
Di samping itu masih ada pesantren di Kotamadya yang
Pimpinannya
diwawancarai,
yaitu
Pondok
Pesantren
Sukamiskin. Desa Cisaranten Kecameten Arcamanik Kodya
Bandung, dan Pesantren Cijwura Margacinta Kodya Bandung.
Pesantren di luar Al-Falah yang
dikunjungi,
maksudnya untuk meminta pendapat dan informasi mengenai
keterpaduan pesantren atau proses modernisasi yang
dilakukan cleh sejumlah pesantren, khususnya tanggapannya
terhadap perkembangan atau modernisasi yang dialami Pondok
Metode Kualitatif dan Paradigma Penelitian
1. Metode Kualitatif
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Ada
beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu inkuiri naturalistik atau alamiah.
etnografi, interak-sionis simbolik, prespektif ke dalam,
etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi
kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif, (Bogdan dan Biklen, 1982;3). Ada juga yang menyebutnya Grounded
Research. Metode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan Grounded Theory, yakni teori yang timbul dari
data bukan dari hipotesis-hipotesis seperti dalam metode
kuantitatif (Nana S. dan Ibrahim, 1989).
Menurut Bogdan dan Taylor, 1975; (Lexy J.Moleong,
1989) "metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada
latar belakang individu tersebut secara holistik (utuh)".
Sementara menurut Lofland dan Lofland dalam Lexy J.
Moleong (1989),- sumber data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan Iain-lain. Pemilihan
metode kualitatif dalam kajian tentang modernisasi
pesantren terpadu ini, di antaranya didasarkan atas
pertimbangan bahwa paradigma naturalistik akan lebih cocok, karena pandangan alamiah bersumber pada pandangan
fenomenologis. "Fenomenologi berusaha memahami perilaku
manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak
orang-orang itu sendiri. Bagi mereka yang penting ialah kenyataan
yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh
orang-orang itu sendiri", (L.J. Moleong, 1989).
Sebagaimana kita maklumi bahwa yang diperhatikan pendekatan grounded adalah mencari pengertian tentang keadaan yang realistik mengenai sasaran atau obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini objeknya adalah kegiatan
penyelenggaraan pendidikan yang melibatkan berbagai
komponen. Adapun yang menjadi responden melipuiti; pimpinan
pesantren, staf pengajar (ustadz, atau fasilitator lain),
santri, dan alumni.
"Pendirian yang melandasi pendekatan grounded adalah kalau
xngin memahami tindakan manusia dengan benar, maka tidak
dapat digunakan teori-teori atau konsep-konsep tentang
txndakan sosial yang dirumuskan terlebih dahulu sebelum
penelitian itu sendiri dimulai. Konsep-konsep dan
hipotesa-hipotesa itu muncul dari data itu sendiri, di mana
kategori-kategori, penjelasan-penjelasan dan
keterangan-keterangan tidak pernah dibuat sebelum penelitian terjadi"
(Stuart A. Schlegel, 1986).
Penggunaan metode kualitatif dalam mengkaji
pesantren, juga karena didasarkan atas ciri-ciri kualitatif
yang relevan dengan tuntutan. Dalam hal ini; (a) penelitian
kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber
data langsung, yaitu pimpinan dan santri serta alumni
wawancara, p.emotretan, dokumen, catatan lapangan dll. yang
disusun dilokasi penelitian, yang tidak selalu dituangkan
dalam bentuk dan bilangan statistik, (c) dalam penelitian
kualitatif, data dan informasi yang diperlukan berkenaan
dengan
pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana,
(d)
penelitian kualitatif sifatnya induktif, yaitu dimulai dari
lapangan, (e) penelitian kualitatif mengutamakan makna.
Dalam hal ini makna modernisasi dalam pesantren terpadu.
Secara lebih terinci S. Nasution menjabarkan karakteristik pendekatan kualitatif tersebut sbb.:
illttn^er(?d^i ^lth
SlKUaSi ?ang Wadar atau "natural
q!n^t? 'ax Pe"?ixtl sebagai mstrumen penelitian, (3)IHaI
de=kr^tlf> <4> Mementingkan proses
maupun
produk jadi juga memperhatikan bagaimana perkembangan
terjadmya sesuatu, (5) Mencari makna di
belakfng
atau sUuasT
VfST^l
"Jin«* dapat -«»h«i masalah
£„Sltuas
x>
<6> Mengutamakan data langsung atau "first
S"d.' (7) Triangulasi: data atau informasi dari satu
pihak harus diteliti kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dan sumber lain, (8) Menonjolkan rincian h^eHSHtUa1' <9) Subyek yan* diteliti dipandang
perspekSfan
.1?*
^T" peneliti> <10> MengutanaS?
reJoonden v.Jnt k - artinya mementingkan pandangan
responden yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan
^?n* t^1-3^1 Pendiria"^a, (11) Verifikasi, antara
lam melalui kasus yang bertentangan atau negatif, (12)Sampling yang purposif, (13) Menggunakan "audit trail"
v»nSX 5^JaCakan apakah laP°ran Penelitian sesuai dengan
MM Min^5Uluan'
(±V
?a?tisiP*si tanpa mengganggu?
Nasutiori988:9-ll)nallS1S
"*" ml
penelitia" <*•
Adapun penggunaan studi kasus dalam hal ini hanya
memilih Pondok Pesantren Al-Falah, didasarkan pada
pertim-bangan bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan
pada upaya untuk mendapatkan gambaran yang nyata, yang
natural dari subyek yang diteliti. Pendekatan ini menuntut
diteliti, yang tidak sekedar mencari jawaban atas
pertanyaan "apa" atau "bagai-mana", tetapi juga mencari
jawaban atas pertanyaan "mengapa". Studi kasus adalah
metode yang lebih berorientasi untuk menggali secara lebih
mendalam tentang suatu gejala kehidupan (saat sekarang) melalui pertanyaan "bagaimana" dan "mengapa" sebagaimana dijelaskan oleh Robert K. Yin berikut : "In general, case
studies are the preferred strategy when 'how' or 'why'
questions are being posed, when the investigator has little control over events, and when the focus is on a contem
porary phenomenon within some real life context". (Yin, 1987: 13).
2. Kerangka Penelitian
Atas dasar latar belakang pemikiran, tujuan
penelitian, dan asumsi-asumsi teoritis yang telah
disinggung dalam tinjauan teroritis serta metode kualitatif ini, maka ilustrasi kerangka penelitian ini, sebagaimana
NPUT JGAAN -4 5eru-)ahan >KTUAL QLISA — ——--——i L S BAGAN 1
PARADIGMA ATAU KERANGKA PENELITIAN
Masukan : - Santri — Instrumen T Masukan Lingk. - Fisikal - Sos.Bud,
Tradisional I Transisional
J
ModernPROSES MODERNISASI PESANTREN
Misi-.,Kurikulum, Kegiatan Pendidikan Strategi Pendkt- Metode & Teknik KBM
Masukan lain - Dana/Biaya - Donatur J OUTPUT - Kognitif - Afektif - Psikomotor 1 Historis
masa lalu Perubahan j Program & An-penambahanj tisipasi ms.d.
DAMPAK —Kemandirian
- Ibadat
-Partisipasi t
Kajian Makna Modernisasi Pesantren Terpadu
Pola Pemikiran
Kiai, santri &
A1umn i
Sist. Pend.
Pengelolaan
P L S
Pendk.; Pedagogi
- Andragogi
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pene
litian ini adalah :
1. Wawancara mendalam yang tertuju pada perorangan. Ciri khas
wawancara ini adalah penekanannya pada hubungan perorangan
(pewawancara dan yang diwawancarai) yang kuat, sehingga
hal-hal yang sifatnya pribadi sekalipun dapat terungkap
(Winarno Surakhmad, 1978).
Dalam wawancara diusahakan mengungkap data yang obyektif dan menciptakan 'rapport' yang baik, dan
menghindarkan diri dari bias, sebagamana diajurkan oleh J.
Allen William Jr. dalam Forcese dkk. (1970), bahwa;
"JLThberlbisB ini d*Pat dikurangi bila pewawancara tidak
membxarkan responden merasakan seperti ia melihat
pendapatnya sendiri ke arah materi pokok. Hal ini tldtk
ZtZTJ^Tt'Z TtUk mend"e* Pendapat pewawancara,
tandT-taZa
t~ f 1^1
l*
""** ***"
^pengaruh oleh
tanda tanda txngkah laku atau perkataan darinya.
Kemampuan pewawancara untuk tidak memberikan isyarat atau tanda-tanda pada responden disebut 'obyektif
Dengan menampilkan dua ciri tampilan peran ini secara bersama-sama, proposisi umumnya adalah bahwa seorang
pewawancara yang baik harus mampu untuk menciptakan
obje£ivitas'y:*n9
ba±k
^
JU9a
^Pertahankan
Dalam hal ini, yang diwawancarai meliputi antara
lain: pimpinan pesantren, santri dan alumni pesantren
yang bersangkutan, dll.
Hal lain yang diperhatikan dalam wawancara di
lapangan, mengenai 'peran informant'. Seperti kata Mooris
Z. Jr. dalam Forcese dkk. (1970), informant bisa berperan
wakil dari kelompok tertentu, (2) informant sebagai 'prima
facie' (sumber informasi utama), (3) informant sebagai
'representative
respondent'
dan
informant
sebagai
'observer's observer' (mengamati pengamat)".2.
Observasi
non-partlsipasi
terhadap perilaku
pimpinan,
santri dan alumni, beserta lingkungan yang mengitarinya.
3.
Observasi partisipasi,
pada saat-saat tertentu, seperti
sewaktu pengajian, pembelajaran dan kegiatan lainnya.
4.
Studi
literatur
dan dokumentasi untuk memperoleh bahan
masukan teoritis dan dokumentasi.
Adapun perlengkapan dalam pengumpulan data
yang
digunakan, di antaranya;
adalah pedoman wawancara untuk
Pimpinan pesantren, santri, dan
alumni pesantren.
Di
samping pedoman wawancara, digunakan juga pedoman untuk
observasi atau lembar pengamatan, baik untuk situasi dan
kondisi
lingkungan
pondok
pesantren.
Jadi
demi
objektivitas, di samping mewawancarai beberapa responden
Pilihan
(informant) juga mengikuti beberapa
kegiatan
tertentu seperti mengikuti bagaimana PBM
berlangsung,
misalnya dalam peberapan metode bandungan, sorogan dll.
Wilayah dan Objek Penelitian.
1. Wilayah Penelitian
Dalam menentukan wilayah penelitian, ada beberapa
hal yang dipertimbangkan, mengacu pada pendapat Rober M.
Mayer dalam
The Disgn of Social Policy Research
(1984),
(1) Uaktu yang tersedia bagi pengumpul data,
(2) Kerumitan dari gejala yang diobservasi, (J) Besarnya populasi yang harus diobservasi, (4) Distribusi dalam ruangan,
(5) Motivasi dan atau kepekaan populasi terhadap
partxsxpasi dalam studi,
(6) Kemampuan populasi untuk menerbitkan data yang
harus dxkumpulkan". Y y
Yang dimaksud dengan wilayah penelitian di sini
sebagai pengganti istilah 'sampel' dalam penelitian
kuantitatif. Dalam hal ini berkaitan dengan fokus penelitian sebagaimana telah disinggung pada bagian depan. Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Falah
Cicalengka Kabupaten Bandung. Di samping itu sebagai bahan
'pembanding'
dan menambah wawasan khususnya
mengenai
penerapan sistem pesantren terpadu mengunjungi beberapa
pesantren untuk mewawancarai pengurus atau pimpinannya,
seperti pesantren yang salah satu pengelolanya alumni
Al-Falah, juga pesantren lain yang ada di Bandung. Pesantren
yang dikunjungi tersebut di antaranya; Pesantren Cijantung
Kabupaten
Ciamis,
Pesantren Al-Basyariyah
Cikancung
Kabupaten Bandung, Pesantren Sindang Sari, Cijerah Kabupaten Bandung, Pesantren Sukamiskin, Cisaranten
Kotamadya
Bandung, dan Pesantren
Cijawura
Margasih,
Kotamadya Bandung. Sekali lagi bahwa yang diungkap dari
mereka ialah mengenai makna modernisasi pesantren terpadu,
khususunya mengenai kegiatan-kegiatan pendidikannya.
2. Objek Yang Diteliti (Responden)
Unit analisis atau 'fakus penelitian' ini ialah
tersebut di antaranya, meliputi; Kiyai atau sesepuh
pesantren, para ustadz, santri atau siswa dan alumni, juga
staf pembantu lainnya, seperti bagian pengelola
perpustakaan, dan kantin. Adapun para responden tersebut
dapat diperhatikan pada lampiran 1.
D. Analisis dan Penafsiran Data.
Secara umum penganalisaan data dalam penelitian
kualitatif,
meliputi;
pemrosesan satuan
(unityzing),
kategorisasi dan penafsiran data. Secara operasionalnya
penganalisaan data ini ada dua cara, yaitu; (1) analisa
data yang bersamaan pada saat pengumpulan data, dan (2)
analisa data setelah data terkumpul.Cara pertama ditempuh melalui langkah-langkah
sebagai berikut: (1) penegasan pada tujuan penelitian, (2)
pengembangan pertanyaan analisis yang bersumber pada
pedoman wawancara yang telah dibuat, (2) memasukan data
yang telah diperoleh ke dalam bagian-bagian tertentu sesuai
dengan sub permasalahan, (4) membuat komentar secara umum
terhadap data yang diperoleh sesuai dengan gagasannya, (5) membuat memo tertentu apabila terdapat kekhususan data yang
dikumpulkan, (6) mendalami literatur yang
berhubungan
dengan data yang diperoleh selama di lapangan.
Cara kedua, proses analisis data diambil dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,
yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
gambar, foto, dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali,
dan setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah
berikutnya ialah mengadakan
reduksi data
yang dilakukan
dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha
membuat rangkuman yang inti, proses, dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam
satuan-satuan.
Satuan-satuan
itu
selanjutnya
dikategorisasikan.
"Sebuah kategori, dengan kata lain, adalah sesuatu
konsep yang dapat digunakan untuk menegaskan persamaan dan
perbedaan dari apa saja yang akan diperbandingkan" (Struart
A.S., 1986). Mencari kategori-kategori yang berguna
sesung-guhnya merupakan sesuatu pencarian untuk sifat-sifat yang
penting dan yang membedakan satu dengan lain.
Kategori-kategori
itu dilakukan
sambil
membuat
koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah
mengadakan
pemeriksaan
keabsahan data.
Setelah selesai tahap ini,
mulailah
tahap
penafsiran data
dalam mengolah
hasil
sementara menjadi teori
substantif
dengan
menggunakan
beberapa metode tertentu.Teori substantif merupakan hubungan antar proposisi
atau konsep yang menyangkut berbagai fakta dan aspek dari
suatu populasi dengan keadaan dan waktu tertentu atau
Margaret D.L., 1984) ; "... substantive theories are interrelated propositions or concepts logded in particular
aspects of populations, setting, or times. They are restricted to features of populations , setting, and times
that can be identified concretely".
E. Pelaksanaan Penelitian
Secara keseluruhan penelitian ini dilaksanakan dalam
dua tahap, yakni tahap orientasi pendahuluan dan tahap
penelitian lapangan (secara lebih intensif).
1. Orientasi Pendahuluan
Orientasi atau penjajagan pendahuluan terbagi dua
periode, yakni sebelum disain penelitian disusun dan
sesudah disain penelitian selesai disusun serta
diseminarkan.
Orientasi pendahuluan sebelum disain penelitian
disusun dilaksanakan pada bulan Januari 1992. Dalam orientasi ini penulis berhasil mendapatkan informasi data
tentang kemungkinan melakukan penelitian di pesantren terpadu, dalam hal ini di Pondok Pesantren Al-Falah
Cicalengka.
Bulan Februari penyusunan disain penelitian, untuk selanjutnya disain diseminarkan. Pada tanggal 2 Maret 1992 menerima SK penunjukan pembimbing yang ditanda tangani Dekan FPS, dalam Hal ini Bapak Prof. Dr. Ahmad Sanusi.
H.D. Sudjana MEd. Pada Tanggal 6 Mei 1992 pengurusan Izin
penelitian yang pengantarnya ditanda tangani oleh Bapak
Prof. Dr. Sudardja Adiwikarta. Atas dasar saran pembimbing
2 pada tanggal 13 Mei 1992, disain penelitian dirampingkan,
lalu dikonsultasikan pada tanggal 22 Mei 1992, masih
perbaikan dan penegasan fokus penelitian. Pada tanggal 27
Mei 1992 disain dikonsultasikan pada pembimbing 1 masih ada
perbaikan judul dan paradigma penelitian. Pada tanggal 11
Juni 1992 disain penelitian disetujui. Pada tanggal 13 Juni
1992 pembahasan instrumen penelitian dengan pembimbing 2
dan pada tanggal 15 dengan pembimbing 1. Pada tanggal 27
Instrumen penelitian disetujui oleh kedua
Pembimbing,
dengan catatan instrumen berkembang di lapangan.
Disela-sela memperbaiki instrumen pengurusan
juga berjalan, pada tanggal 6 Juni Izin dari Sospol Jab
keluar, lalu diteruskan ke Sospol Kabupaten, dan keluar
izin dari Sospol Kabupaten pada tanggal 24 juni 1992.
Orientasi pendahuluan sesudah disain penelitian
disusun dan diseminarkan. Tujuan orientasi ini adalah dalam
rangka penyempurnaan disain. Kegiatan penulis di antaranya
dalam rangka memperluas dan memperdalam informasi yang
telah diperoleh sebelumnya. Kegiatan ini dilaksanakan pada
akhir bulan Mei 1992. Perlu diketahui sebelumnya peneliti
merencanakan penelitian di tiga pesantren terpadu, namun
setelah
orientasi
pendahuluan,
peneliti
mengambil
keputusan
untuk memfokuskan diri pada satu pesantren,
izin
dengan catatan, sebagai bahan pelengkap melakukan juga
wawancara dengan beberapa pengurus pesantren, namun tidakseintensif di Pondok Pesantren Al-Falah.
2. Penelitian Lapangan
Dengan telah keluarnya izin penelitian pada tanggal 24
Juni
1992, dan instrumen penelitian
disetujui
oleh
pembimbing pada tanggal 27 Juni 1992, penulis tidak
menyia-nyiakan waktu. Pada tanggal 23 Mei 1992 surat
izin
disampaikan pada instansi terkait, di antaranya kepada
Kepala Wilayah Kewedanaan Cicalengka, juga Kepada Camat
Cicalengka. Saat itu juga sekalian mencatat data penunjang
yang
ada di Kecamatan yang ada
hubungannya
dengan
Penelitian, seperti data pendidikan, peta Kecamatan dan
Iain-lain.
Mulai tanggal 28 Mei 1992, penulis menghubungi lagi
Pimpinan Pesantren dalam hal ini Kiyai Ahmad Syahid, sambil
menyerahkan izin penelitian dan sekaligus juga menyerahkan
disain penelitian. Saat itu juga di samping meminta izin
untuk melakukan penelitian, baik wawancara dengan dia
sendiri dengan stafnya juga minta izin untuk mengobservasi
lingkungan pesantren bahkan ikut berpartisipasi secara
langsung mendengar atau mengikuti pendidikan juga secara
tidak langsung. Dengan berbagai pelengkapan atau instrumen
yang telah dipersiapakan, baik instrumen penelitian/ materi
pertanyaan, peralatan seperti tustel, tape recorder, buku
Sebetulnya bukan tanpa hambatan, ketika melaksanakan
berbagai kegiatan, di antaranya ketika mengurus
izin
penelitian bersamaan dengan masa kampanye Pemilu 1992,
begitu juga untuk menemui Kiyai Syahid, karena kebetulan
dia juga saat itu ikut kampanye dengan membawa 'Bendera
Golkar'. Dengan demikian ada sedikit hambatan. Namun dengan
telah memperoleh izin dari Pimpinan, mewawancarai para
ustadz, juga dengan para santri, dan responden lainnya
Peneliti tidak mengalami kesulitan berarti karena telah
memiliki izin dan kebebasan untuk mewawancarainya. Secara
kebetulan bahwa Kiyai Syahid pernah sama-sama menjadi staf
LPPM Uninus Bandung, sehingga Alhamdulillah, penulis
benar-benar mendapat bantuan dari beliau. Ada juga hambatan yang
sifatnya
teknik, seperti tape recorder rusak,
harus
diperbaiki dulu. Pulang malam sulit kendaraan, maklum
naik kendaraan umum, dan suka duka lainnya.
Sambil berjalan mengobservasi dan mewawancarai p
responden di lingkungan Pondok Pesantren Al-Falah, untuk
menghilangkan kejenuhan, diselingi dengan
mewawancarai
alumni-alumni
Al-Falah
yang ada
di
luar
Al-Falah
Cicalengka.
Seperti mengungjungi alumni yang ada
di
Pesantren Sindang Sari Cijerah Kabupaten Bandung, Pesantren
di Al-Basyariyah Cikancung, Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Juga mengunjungi Pondok Pesantren Terpadu Cijantung,
Kabu-Ciamis. Sementara Pesantren di Kotamadya Bandung yang
dikunjungi
di antaranya Pondok Pesantren
Sukamiskin,
Arcamanik dan
Pesantren Cijawura, Kecamatan Margacinta.
Di samping itu kunjungan dilakukan juga pada orang tua
Kiyai Syahid, dalam hal ini KH. Ahmad Sholeh.
Pada bulan September 1992 data yang dibutuhkan hampir
semuanya dapat diperoleh lalu dikonsultasikan pada
pembimbing. Atas beberapa saran, anjuran dan petunjuk dari
bapak-bapak pembimbing maka mulailah data tersebut diolah,
diklasifikasi dan terus dideskrisikan dalam bentuk draft.
Penyusunan hasil pengolahan data tersebut disesuaikan dengan tujuan, pemikiran-pemikiran dan asumsi-asumsi yang telah diajukan pada bagian pendahuluan. Namun
demikian ada juga hal-hal yang semula belum terpikirkan,
lalu ada masukan dari lapangan, maka hal itu juga diolah,
atau ada juga yang diasumsikan menemukan sesuatu
sebagaimana telah disiapkan dalam instrumen penelitian,
namun di lapangan sulit ditemukan, maka terdapat perubahan-perubahan atau penyemprnaan untuk sampai pada penyelesaian tesis ini. Akhirnya terbentuklah tesis ini, dan telah mendapat koreksi baik dari pembimbing juga penguji sewaktu
SftS^vflX'
a l p
=m
^ ^
A. Prakata Analisa
Bab ini merupakan pembahasan terhat \
deskripsi penelitian yang sudah dikemukakan pada bab IV.
Sesuai dengan tujuan semula bahwa penelitian ini ingin
melakukan "Kajian Tentang Makna Modernisasi Pesantren Terpadu". Penelitian ini, berusaha menyimak dan menafsirkan
kegiatan penyelenggaraan pendidikan di pesantren yang
mengalami kemajuan yang pesat. Dalam hal ini fokusnya di
Pondok Pesantren Al-Falah Cicalengka Bandung. Namun demikian
disinggung juga sepintas mengenai pesantren terpadu lainnya
sebagai bahan pelengkap. Untuk menemukan makna modernisasi
yang dilakukan pesantren tersebut, dapat dilihat dari berbagai sisi, sesuai dengan kata 'makna' itu sendiri. Kata makna atau
pemaknaan peneliti terhadap modernisasi pesantren tentunya
menurut artinya sejauh yang dapat dikira, teraba dari
isyarat-isyarat yang dikomunikasikan warga pesantren mengenai
keadaan, kegiatan atau sesuatu hal berikut konteks atau
lingkungan yang bersangkutan'.
Penelitian ini ingin melihat makna keterpaduan dan
makna modernisasi pesantren baik modernisasi pemikiran, sistem
pendidikan, pengelolaan, kurikulum, metode pembelajaran, perkembangan kelembagaan dan dari segi pengembangan kemampuan
para santrinya. Hal tersebut ditangkap dan disimak dari
pengamatan di lingkungan pesantren dan hasil wawancara dengan pimpinan pesantren, para ustadz, santri dan alumni Al-Falah.
Di samping itu disimak juga dari para pakar, peminat atau
pengamat pesantren bahkan dari pemikiran-pemikiran pimpinan
atau pengurus pesantren lainnya.
Jadi data yang telah dideskripsikan pada bab IV
dianalisa dengan dipilah-pilah sesuai kategori dari fokus
penelitian. Lalu data itu dihubungkan dengan konsep-konsep
atau teori-teori yang relevan dan yang telah dikomunikasikan
oleh para ahlinya. Dalam hal ini demi mencapai tingkat
kepercayaan dalam penelitian kualitatif tersebut,
mempertimbangkan persyaratan-persyaratan; Kredebilitas,
trans-ferabilitas, dependabilitas serta konfirmabilitas, artinya;
(1) Kredibilitas; maksudnya dalam mencapai syarat ini
peneliti melakukan observasi secara kontinu, mengadakan
trianggulasi (mencari kebenaran data yang ada dari sumber
lain), mengadakan diskusi dengan teman sejawat, mengadakan
member chek serta mendekumentasikan data yang ada melalui rekaman tape, foto, dan Iain-lain.
2) Tranferabilitas; maksudnya untuk mencapai syarat ini
data-data yang ada, disusun secara rinci dan detail sesuai
hasil penelitian dalam bentuk tabel atau bentuk lainnya.
3) Dependabilitas, artinya dengan melakukan audit trail,
konsultasi dengan pembimbing dan para pakar yang menguasai permasalahan yang diteliti, serta berdasarkan data mentah,
hasil analisis data dan sistesis data.
4) Konfirmabilitas, maksudnya untuk mencapai syarat ini, data-data yang telah terkumpul dikonfirmasikan secara terbuka kepada responden (sumber data) untuk dapat dicek
B. Mengkaji Makna Pemikiran
Dalam kaitannya dengan pola pemikiran Kiai sebagai
Pimpinan pesantren yang dinilai memiliki pola pemikiran
modern, sebagaimana telah disinggung dalam hasil penelitian,
di bawah ini akan dikemukakan makna pemikiran secara teoritis sebagai bahan pembahasan terhadap 'makna pemikiran modern'.
Sebagaimana dikemukakan dalam hasil penelitian bahwa
Kiai Syahid berpikiran modern dalam arti dinamis dan tidak
kaku dan terpaku pada tradisi. Berbicara mengenai tradisi yang kaku, Deliar Noer (1980), mengemukakan;
"Golongan tradisi lebih banyak menghiraukan soal-soal agama, dien atau ibadah belaka, Bagi mereka Islam seakan
sama dengan fikh, dan dalam hubungan ini mereka
mengikuti taklid dan menolak ijtihad. Banyak pula yana
memberikan perhatian pada tasauf".
Sikap tradisi tanpa-tanya ini sering membawa
mereka pada kepatuhan buta, sebab baik dalam fikh maupun
dalam tasauf, guru (kiai, syaikh) di anggap ma'sum, sunyi
dari kekeliruan dan kesalahan. Dalam situasi seperti itu Islam dan tafsiran tentangnya merupakan monopoli kiai atau syaikh dan bukan turut