• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODELOGI PENELITIAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

42

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1

Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Menurut Stake, paradigma konstruktivis meyakini realitas itu subjektif, dan subjektivitas adalah suatu aspek penting dari pemahaman (Stake, 1995, p. 45).

Dalam paradigma ini, peneliti harus dekat dengan siapa dan apa yang sedang diteliti. Menurut Mustika, paradigma konstruktivis membutuhkan kerangka kerja, namun bersifat fleksibel. Selain itu, paradigma ini juga diwajibkan untuk memahami kejadian, bukan mencari sebab akibatnya (Mustika, 2018, p. 34). Tujuan utama dari paradigma konstruktivis yaitu memahami dan interpretasi yang menjadi alat utama untuk mendapatkan pemahaman tersebut (Stake,1995, p. 102).

Hal ini mendorong peneliti menggunakan pandangan konstruktivis dikarenakan pandangan ini mendorong pembaca untuk menginterpretasikan sendiri hasil dari penelitian yang dilakukan. Paradigma konstruktivis membantu penelitian studi kasus untuk membenarkan isi dari laporan akhir penelitian (Stake, 1995, p. 102).

(2)

43 Di lain sisi, paradigma konstruktivis membantu peneliti untuk mengidentifikasi kebiasaan dari suatu komunitas dan mempelajari bagaimana suatu kebiasaan tersebut dilakukan.

Secara garis besar, dari beberapa sumber rujukan yang digunakan, peneliti mengasumsikan bahwa penelitian yang sedang dilakukan ini tepat menggunakan paradigma secara konstruktivis.

3.2

Jenis dan Sifat Penelitian

Setiap penelitian memiliki jenis dan sifatnya masing-masing, jenis penelitian ini kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretatif (Mustika, 2018, p. 35).

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena sumber data yang dikumpulkan dengan metode-metode kualitatif. Artinya, tidak ada perbandingan antara dua variabel yang harus diuji menggunakan data-data numerik.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu (Sulipan, 2007, p. 3). Menurut Bungin, format deskriptif ini tepat digunakan untuk penelitian sosial yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan kondisi, situasi atau berbagai variabel yang timbul dalam masyarakat (Bungin, 2013, p. 48)

(3)

44 Hal ini peneliti adopsi dalam penelitian yang dilakukan, karena rumusan masalah dari penelitian ini menggambarkan sebuah fenomena yang berkembang di kalangan organisasi berita, jurnalis, dan masyarakat.

3.3

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus yang dipakai di penelitian ini adalah versi Robert Stake. Dalam hal ini, stake mengungkapkan bahwa penggunaan metode studi kasus ini diharapkan dapat menangkap unsur kompleksitas dari sebuah kasus tunggal (Stake, 1995, p. 7). Lewat studi kasus, diharapkan peneliti dapat memperoleh jawaban yang lebih mendalam daripada menggunakan metode kuantitatif.

Menurut Stake (1995, pp. 3-7), ada dua jenis studi kasus yang diangkat yaitu studi kasus instrumental dan studi kasus intrinsik. Studi kasus instrumental berfungsi membantu peneliti memahami mengapa sebuah kasus yang diteliti dapat terjadi. Dalam mengidentifikasi dan fokus terhadap pertanyaan penelitian, studi kasus instrumental bersifat interpretasi langsung yang artinya peneliti bisa memiliki rasa keingintahuan yang tidak dibatasi. Selain itu, terdapat penelitian studi kasus yang mengharuskan peneliti menetapkan suatu kasus yang ingin diteliti. Tujuan utamanya adalah mengetahui lebih detail tentang masalah

(4)

45 yang ada. Penelitian studi kasus jenis ini disebut studi kasus intrinsik.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi kasus jenis instrumental. Dikarenakan, peneliti mengawalinya dari sebuah pertanyaan penelitian dan peneliti ingin mengkaji kasus dan digambarkan secara terperinci (Stake, 1995, p. 3). Lewat studi kasus instrumental, peneliti berharap konsep atau teori dapat diperkaya lewat kasus yang telah dipilih.

3.4

Key informan dan Informan

Menurut Stake, informan dapat memberikan informasi berdasarkan observasi (Stake, 1995, p. 67). Artinya, key informan dan informan menjadi narasumber wawancara dalam penelitian. Maka dari itu, pemilihan key informan atau informan utama dipilih berdasarkan kriteria kasus yang ingin dikaji, serta mendapatkan informasi secara intensif.

Dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Menurut Sugiyono (2016), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Putri, 2017. p. 56). Alasan menggunakan teknik ini adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti.

(5)

46 Snowball sampling merupakan teknik pengambilan satu

narasumber sebagai key informan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian kemudian peneliti mendapat rekomendasi narasumber lainnya (Stefanus, 2019, p. 40). Nantinya key informan tersebut akan mengarahkan peneliti kepada informan lainnya yang tepat dan memiliki pengalaman relevan dengan penelitian yang dikerjakan. Teknik ini diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding, makin lama semakin besar.

Informan dan key informan yang bisa menjadi rujukan

dalam pembuatan penelitian ini, antara lain:

No. Nama Informan Alasan Pemilihan

1. Harry Sufehmi Team Leader chatbot

Kalimasada MAFINDO

2. Adi Syafitrah Supervisi chatbot

Kalimasada MAFINDO

3. Gabriel Stefano Software Enginner

(Eksekutor Chatbot) Kalimasada)

4. Muhammad Fahmi Programmer

(Eksekutor Chatbot

(6)

47 Informan yang direncanakan ini dapat berkurang dan

bertambah sewaktu-waktu. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan metode studi kasus yang jumlah informannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan data yang dibutuhkan oleh peneliti.

3.5

Teknik Pengumpulan Data

Menurut Stake (1995, pp. 60-68), terdapat empat teknik pengumpulan data dalam melakukan penelitian studi kasus, yaitu observasi, interview, deskripsi konsep, dan analisis dokumen. Stake menjelaskan bahwa peneliti harus sesuai dengan jalur pertanyaan penelitian agar mengetahui instrumen yang sesuai untuk menemukan jawaban pertanyaan penelitian (Stake, 1995, p. 68). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara mendalam. Hal ini sejalan dengan metode penelitian yang mengharuskan peneliti menjadi key

instrument penelitian itu sendiri. Stake menjelaskan bahwa salah

satu dasar kualifikasi dalam melakukan riset kualitatif didasarkan terhadap pengalaman yang ditemukan dari lapangan (Stake, 1995, p. 62).

Stake mengatakan bahwa untuk mendapatkan dekripsi dan juga interpretasi dari pihak lain yang berkaitan dengan penelitian, peneliti dapat menggunakan wawancara mendalam (Stake, 1995, p. 64). Wawancara adalah jalan utama menuju berbagai realitas.

(7)

48 Dalam melakukan wawancara yang baik, peneliti perlu memiliki rencana awal yang kuat (Stake, 1995, p. 64). Hal tersebut seperti, menyiapkan pertanyaan kepada informan yang berorientasi pada isu dan juga memastikan informan yang paling informatif pada isu yang dibahas. Lebih lanjut, Stake (1995, p. 65) menjelaskan bahwa wawancara mendalam bukanlah untuk mendapatkan jawaban ya atau tidak, melainkan deskripsi, keterkaitan, dan penjelasan. Oleh sebab itu, peneliti menyiapkan sejumlah pertanyaan namun pertanyaan tersebut sifatnya tidak kaku. Dengan wawancara yang sifatnya tidak kaku, akan muncul pertanyaan-pertanyaan tidak terduga dengan harapan dapat menggali data sebanyak-banyaknya untuk memperkaya penelitian ini. Selain itu, dalam melakukan wawancara peneliti perlu lebih banyak mendengarkan sambil mencatat poin penting. Dalam proses wawancara, peneliti perlu menyimpan rekaman wawancara (Stake, 1995, p. 66).

3.6

Keabsahan Data

Keabsahan data diuji ketika data telah terkumpul semua. Berbeda dengan kuantitatif, yang membutuhkan uji realibilitas dan uji validitas. Studi kualitatif ini memiliki standar kepercayaan yang berbeda, untuk memeriksa keabsahan datanya dibutuhkan tahap pemeriksaan.

Stake memberikan saran untuk melakukan triangulasi, yang membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui

(8)

49 pengecekan dan pembandingan terhadap data (Stake, 1995, p. 112). Stake menjelaskan protokol triangulasi yang memiliki beberapa teknik yaitu melakukan triangulasi sumber data, triangulasi investigator, triangulasi teori, dan triangulasi metodologi (Stake, 1995, p. 113).

Protokol pertama yaitu triangulasi sumber data dimana peneliti melakukan pengecekan ulang akan suatu fenomena yang sama pada waktu, ruang, keadaan atau pihak yang berbeda (Stake, 1995, p. 113). Sehingga meminimalisir adanya kesalahan untuk hal selanjutnya yang akan dilakukan, yaitu interpretasi data (Stake, 1995, p. 113). Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara mencari data dari berbagai informan yang berbeda dengan metode yang sama.

Triangulasi investigator adalah proses pengecekan kembali akan suatu fenomena yang diteliti oleh peneliti lainnya (Stake, 1995, p. 113). Selanjutnya, triangulasi teori adalah ketika suatu fenomena yang dapat diinterpretasikan berbeda oleh sejumlah investigator (Stake, 1995, p. 113). Protokol terakhir adalah triangulasi metodologi dimana beragam metodologi digunakan untuk mengkonfirmasi informasi tertentu, contohnya seperti observasi, wawancara, dan pengulasan dokumen (Stake, 1995, p. 114).

(9)

50 Maka dari itu, peneliti akan menggunakan dua bentuk triangulasi dalam penelitian ini, yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Triangulasi sumber data dilakukan dengan wawancara beberapa informan dengan metode yang sama. Sementara itu, triangulasi metode dilakukan dengan mengecek metode yang telah digunakan peneliti, yaitu wawancara mendalam dan tinjauan dokumen.

3.7

Teknik Analisis Data

Pada tahap ini, peneliti melakukan proses analisis yang nantinya akan menjadi interpretasi peneliti dalam laporan akhir penelitian. Stake mengemukakan analisis data adalah tentang memberi makna pada kesan pertama maupun kompilasi akhir (Stake, 1995, p. 71).

Stake mengungkapkan empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus (Stake, 1995, 74-88), yaitu:

1. Agregasi kategori (categorical aggregation), dimana peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan muncul.

2. Interpretasi langsung (direct interpretation), dimana peneliti melihat pada satu contoh serta menarik makna

(10)

51 darinya tanpa mencari banyak contoh dan mengungkapkan makna data tersebut.

3. Peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori (establishes patterns and looks for

a correspondence between two or more categories),

dimana peneliti mencari korespondensi antara kategori-kategori data tersebut.

4. Generalisasi naturalistik (naturalistic generalizations), dimana peneliti menganalisis data dengan menggali sejumlah kasus lain yang terkait.

Dari penjelasan diatas, peneliti akan menganalisis data dengan agregasi kategori dan interpretasi langsung. Dengan interpretasi langsung, peneliti akan lebih berkonsentrasi pada contoh kasus yang nyata terjadi, hal ini biasanya dilakukan oleh peneliti yang mencoba memisahkan dan juga menyatukan kasus tersebut kembali untuk memberikan makna tertentu (Stake, 1995, p. 74). Peneliti juga melakukan agregasi kategori seperti menganalisis hasil transkrip wawancara yang nantinya akan di agregasi ke sejumlah kategori. Dalam hal ini, peneliti akan memberikan kode pada rekaman wawancara, kemudian memasukannya ke dalam kategori. Creswell (2015, p.257) mengatakan pengelompokkan data teks atau visual ke dalam kelompok yang lebih kecil dan diberi kode disebut coding. Dalam Creswell (2015, p. 399), ada tiga

(11)

52 langkah dalam melakukan coding yaitu open coding, axial coding, dan selective coding. Pertama, pada tahap open coding peneliti mengumpulkan data-data seperti hasil wawancara, kemudian hasil wawancara tersebut ditranskrip dan diberikan label. Kemudian, peneliti melakukan identifikasi kategori pada tahap axial coding. Pada tahap terakhir yaitu selective coding, peneliti menyeleksi fenomena utama yang diteliti, kemudian secara sistematis menghubungkan fenomena utama tersebut pada kategori lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara mendalam yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan informasi secara lisan melalui tanya jawab, yang berhadapan lansung dengan

Sama seperti sikap spiritual, untuk mendapatkan hasil pengamatan yang lebih mendalam, peneliti menggunakan software videograph , dengan software ini peneliti

Instrumen penelitian kuantitatif ini akan bersifat penghitungan guna mendapatkan hasil data kuantitatif yang akurat, sehingga pada penelitian

Karakteristik pendekatan kualitatif yaitu: menggunakan latar alamiah, menggunakan manusia sebagai instrumen utama, menggunakan metode kualitatif (pengamatan, wawancara,

Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik snowball sampling yang di mana peneliti menyebarkan kuesioner kepada satu departemen, kemudian karyawan tersebut membantu peneliti

Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (Indepth interview) dengan pihak karyawan HSP Ice Bsd menurut Deddy Mulyana,

Dalam penelitian ini data primer diambil melalui wawancara secara mendalam (In Deph Interview) dengan pihak yang berkaitan dengan HSBC Indonesia yang memahami tentang obyek

Wawancara Peneliti menggunakan teknik wawancara guna untuk mendalami penelitian agar hasil nya menjadi lebih akurat, melalui proses wawancara peneliti akan benar- benar mendapatkan