• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai keturunan bagi keluarga yang tidak memiliki anak, baik yang tidak memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan di dalam keluarganya. Pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat yang berbeda di masing-masing daerah. Oleh karena itu, lembaga pengangkatan anak menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.1

Di dalam ilmu hukum, dikenal istilah pengangkatan anak sebagai suatu lembaga hukum yang mempunyai eksistensi di masyarakat Indonesia. Pengangkatan anak menjadi bagian dari sistem hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Keberagaman hukum tersebut mengakibatkan adanya pandangan yang berbeda dalam membahas pengangkatan anak. Ada tiga sistem hukum yang harus diperhatikan terhadap keadaan lembaga pengangkatan anak.

2

Ketentuan pengangkatan anak yang diatur dalam Staatsblad 1917 Nomor 129 tersebut hanya berlaku bagi golongan Tionghoa. Pengangkatan anak pada Pertama, bersumber dari ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Staatsblad 1917 Nomor 129. Kedua, hukum adat yang berlaku di Indonesia. Ketiga, hukum Islam, karena mayoritas masyarakat di Indonesia beragama Islam.

1

Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Kencana, Jakarta, hlm.2

2 Muderis Zaini, 1999, ADOPSI Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika

(2)

golongan Tionghoa hanya terbatas pada pengangkatan anak laki-laki saja, karena menurut kepercayaan golongan Tionghoa yang dapat melakukan dan memimpin upacara arwah nenek moyang dan untuk mendoakan leluhur mereka hanyalah anak laki-laki. Jika dalam suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka diperbolehkan untuk mengangkat seorang anak laki-laki.3

Pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum adat mempunyai akibat hukum yang bersifat variatif, artinya setiap daerah memiliki hukum adatnya sendiri. Misalnya masalah kewarisan di daerah Lampung Utara, dengan tegas menyatakan bahwa anak angkat tidak mendapat bagian warisan dari orang tua kandungnya.

4

Di Minangkabau, pengangkatan anak tidak menimbulkan hubungan kewarisan antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Sedangkan di Jawa, pengangkatan anak menimbulkan hubungan kewarisan. Hukum adat Jawa mengenal istilah ngangsu sumur loro, yang artinya seorang anak angkat dapat memperoleh warisan dari dua sumber, yaitu orang tua kandung dan orang tua angkatnya.5

Pengangkatan anak juga menjadi bagian dari adat kebiasan masyarakat muslim yang ada di Indonesia. Pengangkatan anak menurut hukum Islam diatur dalam Al-Qur’an Surat Al-Azhab ( 33 : 4-5 ) yang garis besarnya dapat disimpulkan: Pertama, Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia. Kedua, Anak angkatmu bukanlah anak kandungmu. Ketiga, Panggillah anak angkatmu menurut nama bapaknya. Ketentuan tersebut sangat jelas menyatakan

3Djaja S. Meliala, 1982, Pengangkatan anak ( adopsi ) di Indonesia, Tarsito, Bandung,

hlm. 1

4Muderis Zaini, Op.cit. hlm 49

5 Musthofa Sy, 2008, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Kencana,

(3)

bahwa pengangkatan anak sebagai anak kandung dalam segala hal itu dilarang, karena pengangkatan anak dalam hukum Islam tidak memutuskan hubungan nasab antara anak dengan orang tua kandungnya. Hubungan hukum anak angkat dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak asuh dengan orang tua asuhnya. Status anak angkat dalam Islam hanya sebatas mendapat kasih sayang, pendidikan, kesehatan dan segala kebutuhan si anak terpenuhi, tanpa harus disamakan kedudukannya dengan anak kandung.

Pengangkatan anak dilakukan bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan orang tua angkatnya saja, tetapi lebih memfokuskan pada kepentingan dan kebutuhan si anak angkat. Orang tua angkat bertanggung jawab dalam memelihara dan memenuhi kebutuhan si anak. Peralihan tanggung jawab tersebut memerlukan kepastian hukum, karena pengangkatan anak memberikan status hukum dan tanggung jawab tertentu bagi orang tua angkat dan anak angkat.

Pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum, yaitu melalui penetapan pengadilan. Pengangkatan anak melalui lembaga pengadilan adalah untuk mendapatkan kepastian hukum, karena akibat hukum dari pengangkatan anak menyangkut kewarisan dan tanggung jawab orang tua kepada anaknya. Pengajuan permohonan penetapan pengangkatan anak dapat dilakukan di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama bagi orang yang beragama Islam.6

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyatakan Peradilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

(4)

menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Ketentuan tersebut memberi kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk menerima permohonan penetapan ahli waris, perubahan nama, perubahan jenis kelamin dan pengangkatan anak. Oleh karena itu, permohonan pengangkatan anak menjadi salah satu kewenangan Pengadilan Negeri.

Pengadilan Negeri mempunyai wewenang dalam menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan permohonan pengangkatan anak yang diajukan kepadanya. Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengangkatan anak melalui penetapan Pengadilan Negeri, antara lain: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979, dan beberapa yurisprudensi yang menjadi sumber hukum Pengadilan Negeri dalam menetapkan permohonan pengangkatan anak yang diajukan kepadanya.7

Pengadilan Agama tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, karena Pengadilan Agama terikat asas pokok kekuasaan kehakiman, yang Permohonan pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum Islam diajukan ke Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Kesadaran masyarakat muslim terhadap pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam dan kebutuhan masyarakat muslim itu sendiri, menjadi dasar Pengadilan Agama dalam menerima permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

7 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

(5)

menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya, sehingga Pengadilan Agama wajib menerapkan kewenangan memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.8

1. Perkawinan;

Pasca diamandemennya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 terjadi perluasan kewenangan, yaitu Pasal 49 menyatakan bahwa orang atau badan hukum yang sendirinya menundukan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam menerima, memeriksa, dan mengadili perkara pada tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 2. Waris; 3. Wasiat; 4. Hibah; 5. Wakaf; 6. Zakat; 7. Infaq; 8. Shadaqah; dan 9. Ekonomi Syariah.9 8 Ibid. 9

(6)

Pengangkatan anak dalam Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan pada Penjelasan Pasal 49 huruf a yaitu tentang perkawinan, pada butir 20 yang menyatakan bahwa “Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam”. Jadi perkara permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam diajukan ke Pengadilan Agama.

Peradilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi masyarakat yang beragama Islam dalam mencari keadilan. Orang-orang yang beragama Islam yang ingin melakukan pengangkatan anak sesuai dengan hukum Islam dengan mengajukannya ke Pengadilan Agama. Beberapa Pengadilan Agama telah mengabulkan permohonan pengangkatan anak tersebut melalui suatu penetapan pengadilan.

Semula pengadilan yang berwenang dalam memberikan penetapan anak angkat adalah Pengadilan Negeri. Sekalipun dalam beberapa kasus terdapat penetapan pengangkatan anak oleh Pengadilan Agama. Setelah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama berlaku, maka pengajuan permohonan penetapan pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang Islam menjadi wewenang absolut Pengadilan Agama.

Pada Prakteknya ada orang Islam mengajukan penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri, seperti terlihat antara lain perkara permohonan pengangkatan anak yang dilakukan di Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan Nomor : 587/Pdt.P/2012/PN.YK.10 dan Nomor : 684/Pdt.P/PN.YK.11

10Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor : 587/ Pdt.P/2012/PN.YK 11Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor : 684/Pdt.P/2012/PN.YK

. Penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri tidak hanya terjadi di Pengadilan Negeri

(7)

Yogyakarta saja. Sebagai pembanding terdapat beberapa penetapan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri lainnya. Seperti penetapan pengangkatan anak

yang dilakukan di Pengadilan Negeri Mojokerto dengan Nomor:

05/Pdt.P/2012/PN.Mkt.12 Penetapan pengangkatan anak juga dilakukan di Pengadilan Negeri Tulungagung dengan Nomor: 85/Pdt.P/2012/PN.Ta.13 Kemudian penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Kota Bumi dengan Nomor: 08/Pdt.P/2013/PN.KB.14

Permasalahan ini perlu ditinjau lebih lanjut tentang landasan hukum dalam menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara permohonan pengangkatan anak oleh orang yang beragama Islam di Pengadilan Negeri. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama menyatakan bahwa Pengadilan Agama berwenang dalam menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama menimbulkan sengketa kewenangan dalam menangani perkara pengangkatan anak menjadi bahan kajian dalam penulisan tugas akhir ini, serta substansi hukum yang merupakan dasar kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama serta segala akibat hukumnya.

12Penetapan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor : 05/Pdt.P/2012/PN.Mkt. 13Penetapan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 85/Pdt.P/ 2012/PN.Ta 14Penetapan Pengadilan Negeri Kota Bumi Nomor : 08/Pdt.P/2013/PN.KB

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Mengapa Pengadilan Negeri masih menerima permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh orang Islam, sedangkan Undang-Undang Peradilan Agama telah mengatur kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam?

2. Apakah akibat hukum yang timbul antara orang tua angkat dan anak angkat dengan adanya penetapan pengangkatan anak tersebut oleh Pengadilan Negeri?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, diketahui telah ada beberapa penelitian tentang Pengangkatan anak yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum khususnya yang mengambil jurusan Perdata dan Kenotariatan. Beberapa tulisan tersebut sebagai berikut:

1. Nurni Mariyani, Penetapan Pengesahan Pengangkatan Anak bagi Warga yang Beragama Islam oleh Pengadilan Agama (Studi Kasus Peneteapan No. 61/Pdt.P/2006/PA.Btl).15

15Nurni Mariyani, 2009, Penetapan Pengesahan Pengangkatan Anak bagi Warga yang

Beragama Islam oleh Pengadilan Agama (Studi Kasus Peneteapan No. 61/Pdt.P/2006/PA.Btl), Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Penelitian ini dibahas mengenai dasar pertimbangan dalam penetapan pengangakatan anak bagi warga yang beragama Islam oleh Pengadilan Agama. Kesimpulan dari penelitian ini,

(9)

untuk memiliki kepastian hukum bagi anak angkat maka orang tua angkatnya mengajukan permohonan penetapan di Pengadilan Agama. Persamaannya adalah mengenai permasalahan Pengangkatan Anak yang diajukan oleh orang yang beragama Islam. Perbedaanya pada tesis ini membahas mengenai Pengangkatan anak bagi masyarakat yang beragama Islam oleh Pengadilan Agama, sedangkan pada penelitian penulis Pengangkatan Anak bagi warga negara yang beragama Islam oleh Pengadilan Negeri.

2. Emnu Azami, Pengangkatan Anak dalam Lingkungan Hukum Adat Minangkabau Tinjauan atas Beberapa Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Padang.16

16 Emnu Azami, 2009, Pengangkatan Anak dalam Lingkungan Hukum Adat

Minangkabau Tinjauan atas Beberapa penetapan Hakim Pengadilan Negeri kelas I Padang, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Penelitian ini membahas tinjauan hakim terhadap permohonan penetapan pengangkatan anak yang diajukan oleh masyarakat hukum adat Minangkabau ke Pengadilan Negeri. Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan penulis. Tesis ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya adalah mengenai permasalahan Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri. Perbedaanya terletak pada tesis ini yaitu lebih menitikberatkan kepada pengangkatan anak ditinjau dari segi hukum adat yang dilakukan di Pengadilan Negeri, sedangkan penulis membahas alasan orang yang beragama Islam mengajukan permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri.

(10)

3. Alkhairi Fajri, Kedudukan Anak Angkat dalam Masyarakat Minangkabau di Kabupaten Padang Pariaman.17 Penelitian ini membahas mengenai proses Pengangkatan Anak yang dilaksanakan oleh Masyarakat Minangkabau di Kabupaten Padang Pariaman telah sesuai dengan Peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Adat Minangkabau. Kesimpulan dari penelitian ini, proses pengangkatan anak, status hukum si anak angkat serta hak dan kewajiban si anak angkat terhadap orangtua angkatnya berdasarkan permohonan penetapan di Pengadilan berdasarkan hukum adat Minangkabau yang berlaku di Kabupaten Padang Pariaman, dengan demikian penelitian ini berbeda yang dilakukan penulis. Penulis membahas tentang permohonan penetapan pengangkatan anak bagi orang yang beragama Islam diajukan ke Pengadilan Negeri.

D. Manfaat Penelitian

Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan akademik maupun kegunaan praktis, yaitu sebagai berikut:

17 Alkhairi Fajri, 2009, Kedudukan Anak Angkat dalam Masyarakat Minangkabau di

Kabupaten Padang Pariaman, Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(11)

1. Secara Teoritis.

Diharapkan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang hukum keluarga.

2. Secara Praktis.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para pihak khususnya yang terkait dalam pelaksanaan pengangkatan anak, agar dapat memberi masukan, serta pemecahan permasalahan yang mungkin timbul dalam melaksanakan pengangkatan anak.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui alasan Pengadilan Negeri masih menerima permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh orang Islam, sedangkan Undang-Undang Peradilan Agama telah mengatur kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul antara orang tua angkat dan anak angkat dengan adanya penetapan pengangkatan anak tersebut oleh Pengadilan Negeri.

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan perincian daftar kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan kewenangan lain

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam laporan Hibah Iptek bagi Masyarakat

(2) Dalam hal tindak pidana lalu lintas dilakukan Perusahaan Angkutan Umum, selain pidana yang dijatuhkan terhadap pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Kami tidak melakukan review atas laporan keuangan Anak perusahaan yang dikonsolidasi, PT Citra Pembina Pengangkutan Industries dan Anak perusahaan, dengan kepemilikan 98%, yang

Pada kesempatan P5 2015 ini, diharapkan para mahasiswa baru dapat menanamkan nilai-nilai serta kepahaman peran dan fungsi mahasiswa sehingga timbul pribadi-pribadi

Petunjuk teknis disusun dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi pemangku kepentingan dalam melaksanakan seleksi, pengajuan, penyaluran, penyelenggaraan,

Melakukan evaluasi dan analisis terhadap seluruh aktivitas yang berjalan secara periodik/berkala sebagai dasar pelaksanaan tindakan preventif (pencegahan) sehingga mengurangi

Puji dan Syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Fungsi