II-1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Komposit
Komposit adalah suatu jenis bahan yang dihasilkan dari rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisika nya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit yang menghasilkan suatu material baru). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat. Material komposit akan bersinergi bila memiliki sebuah “sistem” yang mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah sifat material baru tertentu. Komposit yang akan digunakan dalam perancangan untuk gedung ini bersifat makroskopik. Artinya penggabungan sifat-sifat unggul dari pembentuk masih terlihat nyata. Untuk mendesain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan agar dapat memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan.
Perpaduan baja dengan beton juga dapat menjadi salah satu material konstruksi sistem komposit. Dengan asumsi bahwa baja dan beton bekerja secara bersamaan dalam memikul beban yang bekerja pada suatu struktur, sehingga diharapkan akan menghasilkan desain profil/elemen yang lebih ekonomis.
konstruksi komposit balok dan kolom komposit dapat memikul berat sendiri, berbeda dengan beton bertulang maupun beton prategang karena tulangan bajanya tidak secara struktur memikul beban. Umumnya struktur komposit dapat berupa, sebagai berikut :
1) Kolom baja terbungkus beton atau balok baja terbungkus beton (Gambar 1.a & 1.d)
2) Kolom baja berisi beton atau tiang pancang (Gambar 1.b & 1.c) 3) Balok baja yang menahan slab beton (Gambar 1.e)
II-2 2.2 Sistem Struktur Komposit
Sistem struktur komposit adalah terbentuk dengan adanya interaksi antara komponen-komponen struktur baja dan beton yang masing-masing karakteristik dasar materialnya dimanfaatkan secara optimal. Berikut karakteristik-karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja dan struktur beton.
Karakteristik-karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja :
Kekuatan yang tinggi
Modulus elastisitas yang tinggi
Daktilitas yang tinggi
Karakteristik-karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton :
Sifat ketahanan yang baik terhadap api
Mudah dibentuk dan
Murah
2.3 Keunggulan dan Kelemahan Material Komposit
Setiap jenis material mempunyai mempunyai karakteristik tersendiri sehingga suatu jenis bahan bangunan tidak dapat digunakan untuk semua jenis
II-3
bangunan. Terbentuknya material komposit karena penggabungan beberapa sifat material yang berbeda karakteristiknya menjadi sifat baru dan sesuai dengan desain yang direncanakan. Namun, setiap jenis material mempunyai keunggulan dan kekurangan. Berikut penjelasan keunggulan dan kekurangan material komposit :
2.3.1 Keunggulan material komposit :
1) Bahan komposit mempunyai density atau kepadatan yang jauh lebih rendah dibanding dengan bahan konensional yaitu seperti logam.
Karena bila dibanding dengan bahan konvesional material komposit akan mempunyai kekuatan dan kekakuan spesifik yang lebih tinggi 2) Dilihat dari segi berat, material komposit lebih ringan dibanding
dengan bahan konvesioanal, dan hal ini akan sangat mempengaruhi pada berat bangunan yang akan berpengaruh pada desain struktur bawah yaitu fondasi
3) Pada pengerjaannya, material komposit mudah dibentuk, sehingga tidak menyulitkan dalam proses pengerjaannya
4) Tahan terhadap cuaca juga tahan terhadap korosi
5) Bahan komposit mempunyai ritangan baik terhadap kakisan, beda dengan logam yang mempunyai rintangan kakisa yang lemah 6) Lebih kuat dan tidak getas
7) Koefisien pemuaian yang rendah
8) Dilihat dari segi biaya, material komposit lebih ekonomis dibanding dengan bahan konvesional lainnya. Alasan ini tidak dilihat dari satu segi saja namun juga dilihat dari segi biaya, yaitu : bahan mentah, pemerosesan dan tenaga manusia.
2.3.2 Kelemahan material komposit :
1) Material komposit mempunyai kelemahan yaitu tidak tahan terhadap beban kejut (shock) dan beban tabrak (crash) dibandingkan dengan metal
2) Lebih sulit dibentuk secara plastis
II-4 3) Kurang elastis
4) Belum ada sofware khusus untuk menganalisa dan desain material komposit. Berbeda dengan material beton dan baja, sehingga perhitungan perencanaan kurang menjadi akurat.
2.4 Metode LRFD dan Metode Pelaksanaan Struktur Komposit 2.4.1 Metode LRFD
Dalam perencanaan struktur baja dikenal dua macam filosofi desain yang sering digunakan, yaitu desain tegangan kerja (oleh AISC diacu sebagai Allowable Stress Design, ASD) dan desain keadaan batas (oleh AISC diacu sebagai LRFD). LRFD merupakan suatu perbaikan terhadap perencanaan sebelumnya, yang memperhitungkan secara jelas keadaan batas, aneka ragam faktor beban dan faktor resistensi, atau dengan kata lain LRFD menggunakan konsep memfaktorkan, baik beban maupun resistensi.
Desain ASD telah lama dikenal dan digunakan sebagai filosofi utama dalam perencanaan struktur baja selama + 100 tahun. Dalam desain tegangan kerja, fokus perencanaan terletak pada kondisi-kondisi beban layanan (tegangan-tegangan unit yang mengasumsikan struktur elestis) yang memenuhi persyaratan keamanan (kekuatan yang cukup) bagi struktur tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986 di Amerika Serikat diperkenalkanlah suatu filososfi desain yang baru, yaitu desain keadaan batas yang disebut LRFD. Metode ini diperkenalkan oleh American Institute of Steel Construction (AISC), dengan diterbitkannya dua buku “Load and Resistance Factor Design Spesification for Structural Steel Buildings” (yang dikenal sebagai LRFD spesification) dan Load and Resistance Factor Design of Steel Construction (LRFD manual) yang menjadi acuan utama perencanaan struktur baja dengan LRFD.
II-5
LRFD adalah suatu metode perencanaan struktur baja yang mendasarkan perencanaannya dengan membandingkan kekuatan struktur yang telah diberi suatu faktor resistensi () terhadap kombinasi beban terfaktor yang direncanakan bekerja pada struktur tersebut (iQi ). Faktor resistensi diperlukan untuk menjaga kemungkinan kurangnya kekuatan struktur, sedangkan faktor beban digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kelebihan beban.
Untuk sebuah balok komposit berlaku Mp > Mu dengan = 0,85.
Secara umum, desain harus dimulai dengan mengasumsikan letak garis netral berada pada „slab‟ beton, dengan demikian luas As yang dibutuhkan untuk penampang baja tersebut adalah :
( )
2.4.2 Metode Pelaksanaan Struktur Komposit
Perancangan balok komposit disesuaikan dengan metode yang digunakan di lapangan. Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan dilapangan yaitu dengan pendukung (perancah) dan atau tanpa pendukung.
Jika tanpa pendukung, balok baja akan mendukung beban mati primer selama beton belum mengeras. Beban mati sekunder serta beban- beban lain akan didukung oleh balok komposit yang akan berfungsi jika beton telah mengeras dan menyatu dengan baja.
Dengan pendukung, selama beton belum mengeras beban mati primer akan dipikul oleh pendukung. Setelah beton mengeras dan penunjang dilepas maka seluruh beban akan didukung oleh balok komposit.
2.4.3 Lebar Efektif
II-6
Dalam struktur komposit, konsep lebar effektif slab dapat diterapkan sehingga akan memudahkan perencanaan. Spesifikasi AISC/LRFD telah menetapkan lebar effektif untuk slab beton yang bekerja secara komposit dengan balok baja, sebagai berikut :
1. Untuk gelagar luar (tepi).
beff < L/8 dengan L = Panjang Bentang
beff < L1/2 + b‟ dengan b‟ = jarak dari as balok ketepi slab 2. Untuk gelagar dalam.
beff < L/4 dengan L = Panjang Bentang beff < (L1 + L2)/2 L1 L1 = jarak antar as balok Lebar effektif yang dipakai dipilih yang terkecil.
2.4.4 Analisis penampang
Sifat – sifat penampang (section properties) suatu penampang komposit dapat dihitung dengan menggunakan metode luas pengganti (transformed area method). Prinsip perhitungannya adalah luasan beton pada daerah tegangan tekan diganti dengan luasan ekuivalen baja.
II-7
Dalam analisa penampang komposit, luas beton direduksi dengan memakai lebar pelat yang sama dengan : bE / n
Dimana : be = lebar efektif
n = Ratio modulus elastisitas baja degan beton (Es/Ee) a. Ratio Modulus n
Modulus elastisitas beton secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ec = W 1,5 33 √f‟c dimana :
W = berat beton dalam lb/ft3 (pcf) f‟c = mutu beton dalam lb/in2 (psi)
Untuk beton dengan berat normal = 145 pcf, maka : Ec = 57000 √f‟c → f‟c dalam psi
Ec = 4730 √f‟c → f‟c dan Ec dalam MPa
Ec = W1,5 (0,043) √f‟c → W dalam kg/m, f‟c dan Ec dalam MPa Ec = 15110 √f‟c → f‟c dan Ec dalam kg/cm2
Secara umum modulus elastisitas baja dapat diambil Es = 29.000 ksi ( 2,1 106 kg/cm2). Untuk perencanaan praktis nilai rasio modulus n dapat diambil pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Nilai Ratio Modulus n untuk perencanaan praktis
Cube Strength (kg/cm2) n
140-170 15
175-200 12
205-275 10
280-345 8
350-up 6
II-8
b. Kekuatan batas penampang komposit
Kekuatan batas penampang komposit bergantung pada kekuatan leleh dan sifat penampang balok baja, kekuatan „slab‟ beton dan kapasitas interaksi alat penyambung geser yang menghubungkan balok dengan
„slab‟.
Kekuatan batas yang dinyatakan dalam kapasitas momen batas memberi pengertian yang lebih jelas tentang kekakuan komposit dan juga ukuran faktor keamanan yang tepat. Faktor keamanan yang sebenarnya adalah rasio kapasitas momen batas dengan momen yang sesungguhnya bekerja.
Untuk menentukan besarnya kekuatan batas beton dianggap hanya menerima tegangan desak, walaupun sesungguhnya beton dapat menahan tegangan tarik yang terbatas.
II-9
Prosedur untuk menentukan besarnya kapasitas momen ultimit, tergantung apakah garis netral yang terjadi jatuh pada „slab‟ beton atau jatuh pada gelagar bajanya. Jika jatuh pada „slab‟ dikatakan bahwa „slab‟
cukup untuk mendukung seluruh gaya desak, dan apabila garis netral jatuh pada gelagar baja dikatakan „slab‟ tidak cukup mendukung beban desak, atau dengan kata lain bahwa „slab‟ hanya menahan sebagian dari seluruh gaya desak dan sisanya didukung oleh gelagar baja. Berikut rumus jika Garis netral jatuh di irisan „slab‟ :
Harga gaya tekan batas : C = 0,85 f’c beff a
Harga gaya tarik batas : T = As . Fy
Dengan menyamakan antara harga C dan T maka didapat harga a, yaitu sebesar :
d1 = d/2 + t - a/2
Dengan demikian didapat kapasitas Momen Batas Mu = C d1 = T d1 dengan :
C = gaya tekan pada balok baja.
f‟c = tegangan ijin tekan beton
beff = lebar effektif plat.
t = tebal plat.
c. Analisa Tegangan Penampang Komposit
Tegangan aktual akibat pembebanan tertentu pada balok komposit tergantung pada cara pelaksanaan konstruksinya. Oleh karena itu, pada konstruksi komposit diusahakan sebesar mungkin beban dipikul oleh balok komposit, atau sekecil mungkin beban dipikul oleh balok bajanya saja.
Untuk mencapai maksud hal tersebut, maka pertimbangan cara pelaksanaan (construction method) perlu diperhatikan.
II-10
2.4.5 Penyambung Geser (Shear Connector)
Gaya geser horisontal yang timbul antara „slab‟ beton dan balok baja selama pembebanan harus ditahan agar penampang komposit bekerja secara monolit, atau dengan kata lain agar terjadi interaksi antara
„slab‟ beton dan balok baja. Untuk menjamin adanya lekatan antara beton dan balok baja maka harus dipasang alat penyambung geser mekanis (shear Connector) diatas balok yang berhubungan dengan „slab‟ beton.
Disamping itu fungsi dari pada shear Connector adalah untuk menahan / menghindari terangkatnya „slab‟ beton sewaktu dibebani.
Dalam merencanakan sambungan geser dapat dilaksanakan berdasarkan : 1) Kuat desak beton : Cmax = 0,85 f’c beff ts
2) Kuat tarik baja : Tmax = As Fy
dipilih yang terbesar sehingga menghasilkan jumlah alat sambung geser yang lebih banyak. Banyaknya alat sambung geser yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
dengan Qn adalah kekuatan satu alat sambung geser.
Macam-macam shear Connector yang ada dipasaran sampai dengan saat ini sangat banyak macam dan bentuknya, diantaranya adalah :
II-11 1) Connector dari „Stud‟ baja berkepala Qn = 0,5 Asc f 'c Ec ≤ Asc Fbu
Keterangan :
Qn = Kekuatan satu stud, kips.
Asc = Luas penampang stud, inchi(2).
Ec = Modulus Elastis Beton, ksi
Fbu = Kuat tarik stud, ksi f‟c = Kuat tekan beton, ksi.
f‟c = Kuat tekan beton, ksi.
2) Connector berbentuk „Cannal‟
Qn = 0,3 (tf + 0,5 tw) Lc f 'c Ec
Keterangan :
Qn = Kekuatan satu stud, kips.
Lc = Panjang kanal, inci.
tf = Tebal flens kanal, inci.
tw = Tebal badan kanal, inci.
Fbu = Kuat tarik stud, ksi f‟c = Kuat tekan beton, ksi.
Ec = Modulus Elastis Beton, ksi 3) Connector berbentuk „Spiral‟
Dapat dilihat gambar 2.4.c
II-12 2.5 Perencanaan Balok Komposit
Ada 2 tipe balok komposit :
1) Balok komposit dengan penghubung geser 2) Balok baja yang diberi selubung beton
Aksi komposit terbentuk dengan adanya transfer geser antara pelat beton dan balok baja yang dapat terjadi melalui :
Mekanisme interlocking antara penghubung geser mekanis dan pelat beton
Mekanisme lekatan dan friksi di sepanjang permukaan atas profil baja yang terkekang didalam beton dan
Mekanisme tahanan geser pada bidang antara pelat beton dan selubung beton disekitar profil baja
2.5.1 Kekuatan lentur yang dihasilkan balok komposit dengan menggunakan penghubung geser b Mn) :
1) Kekuatan lentur positif :
II-13
Untuk penampang berbadan kompak h/tw ≤1680/ , kekuatan lentur positif dapat dihitung dengan menggunakan distribusi tegangan plastis ( n = 0,85)
Untuk penampang berbadan tidak kompak
h/tw ≤1680/ , kekuatan lentur positif dapat dihitung dengan menggunakan distribusi tegangan elastik (memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara. Pada kondisi ini,kekuatan lentur batas penampang ditentukan oleh terjadinya leleh pertama ( n = 0,90)
2) kekuatan lentur negatif
dapat dihitung dengan megabaikan aksi komposit, jadi kekuatan lentur negatif penampang komposit adalah sama dengan kekuatan lentur negatif penampang baja saja saja ( n = 0,90)
sebagai alternatif, untuk balok dengan penampang kompak dan tidak langsing, kekuatan lentur negatif dapat dihitung dengan menggunakan distribusi tegangan plastis dengan ikut mempertimbangkan pengaruh tulangan baja di sepanjang lebar efektif pada beton ( n = 0,85)
2.5.2 Kekuatan lentur balok baja yang berselubung beton b Mn) : 1) kekuatan lentur balok baja yang berselubung beton dapat
ditentukan berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastik pada baja dan beton yang memperhitungkan pengaruh adanya tumpuan sementara ( b = 0,90 )
2) sebagai alternatif, kekuatan lentur balok baja yang berselubung beton dapat ditentukan berdasarkan distribusi tegangan plastik pada penampang baja saja ( b = 0,90 )
2.6 Perencanaan Kolom komposit
II-14 Ada 2 tipe kolom komposit :
A. kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di sekelilingnya (kolom baja berselubung beton)
B. kolom komposit yang terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan beton)
Batasan :
Luas penampang baja ≥ 4% luas penampang komposit total
Kolom baja berselubung beton harus diberi tulangan longitudinal dan tulangan lateral minimum sebesar 0,18 mm2/mm spasi tulangan
21 MPA ≤ f‟c ≤ 55 MPA
Fy ≤ 380 MPA
Ketebalan minimum dinding penampang baja berongga : o Penampang persegi » tmin = √
o Penampang bundar » tmin = √
Kekuatan aksial rencana kolom komposit ( = 0,85) Nu = Nn ; Nn = As fcr = As
untuk λc ≤ 0,25 » = 1
untuk 0,25 < λc < 1,2 » = untuk λc ≥ 1,2 » = 1,25 λc2
II-15 Dimana :
Keterangan :
o Untuk pipa baja yang diisi beton » c1 = 1, 0 ; c2 = 0,85 dan c3 = 0,4 o Untuk profil baja yang diberi selubung beton » c1 = 1, 0 ; c2 = 0,85
dan c3 = 0,4
pada persamaan nilai diatas fmy diturunkan berdasarkan konsep kompatibilitas regangan antara bahan beton dalam baja, sedangkan nilai Em
ditentukan dengan menggunakan nilai Ec (modulus beton) yang direduksi.
Dalam penyaluran beban, bagian kekuatan rencana kolom komposit penahan beban aksial yang dipikul oleh beton harus disalurkan melalui tumpuan lansung pada sambungan. Kekuatan maksimum rencana beton penumpu harus diambil sebesar : 1,7 c f‟c As ( B = 0,60) dan ini hanya berlaku untuk kondisi luas bidang penumpu lebih besar dari pada luas daerah pembebanan. Untuk kondisi yang berbeda gunakan 0,85 c f‟c As.
Bagian Kombinasi Aksial dan Lentur :
II-16 Dimana :
Aw = luas badan penampang baja ; Aw = 0 » untuk penampang berongga h2 = dimensi penampang sejajar bidang lentur
h1 = dimensi penampang tegak lurus bidang lentur
Cr = tebal selimut beton rata-rata terhadap tulangan longitudinal Jika 0 ≤ < 0,3
Mn ditentukan berdasarkan interpolasi antara nilai Mn pada = 0,3 dan nilai Mn untuk balok komposit
2.7 Beton Ringan Pracetak Hebel
Hebel merupakan salah satu jenis beton, yaitu beton ringan yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada beton umumnya. Beton ringan bisa
II-17
disebut sebagai beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC) yang mempunyai bahan baku utama terdiri dari pasir silika, kapur, semen, air, ditambah dengan suatu bahan pengembang yang kemudian dirawat dengan tekanan uap air.
Beton Ringan Pracetak Hebel yang masif dan bertulang merupakan produk pengganti pelat lantai beton yang praktis, cepat dan efisien dan berfungsi sebagai lantai. Tanpa proses pengecoran yang memungkinkan adanya aktifitas diruang bawah sewaktu pekerjaan langsung, keramik pun juga dapat langsung dipasang diatasnya. Beton Ringan Pracetak Hebel telah di uji dan disimpulkan dapat berfungsi sebagai lantai diafragma yang dapat mendistribusikan beban gempa.
Banyak keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan Beton Ringan Pracetak Hebel, yaitu sebagai berikut :
1) Mudah dikerjakan
2) Kuat tekan yang tinggi namun ringan
3) Tanpa bekisting, memungkinkan adanya aktifitas di ruang bawah sementara pekerjaan konstruksi berlangsung
4) Rangka pembesian diproteksi dengan coating anti karat serta dirangkai menggunakan las listrik
5) Insulasi panas yang baik 6) Insulasi suara yang baik
7) Mudah dimobilisasi diruang terbatas. Sesuai untuk daerah urban yang padat
8) Memenuhi standar mutu internasional
2.8 Perencanaan Struktur Gedung Berlantai Banyak
Ada 3 kriteria yang perlu diperhatikan dalam analisis dan desain struktur, yaitu : kemampuan layan (serviceability) yaitu struktrur harus mampu memikul beban rancang serta aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah yang diizinkan. Efisiensi, yaitu : mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis dan yang terakhir
II-18
adalah konstruksi, yaitu : tinjauan konstruksi sering mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan elemen-elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit.
2.9 Kekakuan Struktur suatu bangunan
Dalam perencanaan suatu gedung perlu diperhitungkan kekakuannya agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah retak saat terjadi gempa serta aman dari faktor tekuk. Berikut beberapa jenis sistem kekakuan gedung :
a) Dinding pendukung sejajar (paralel bearing walls)
Sistem ini terdiri dari unsur-unsur bidang vertikal yang dipikul berat sendiri, sehingga menyerap gaya aksi lateral secara efisien
b) Inti dan dinding pendukung kulit luar (core and facade bearing walls) Unsur bidang vertikal membentuk dinding luar yang mengelilingi sebuah struktur inti, hal ini memungkinkan ruang interior yang terbuka, yang bergantung pada kemampuan bentangan dari struktur lantai.
c) Pelat rata (flat slab)
Sistem bidang horizontal pada umumnya terdiri dari pelat lantai dengan tebal yang rata dan ditumpu pada kolom
d) Rangka kaku (rigid frame)
Sambungan kaku yang digunakan antara susunan unsur linear atau membentuk bidang vertikal dan horizontal. Pengaturan bidang vertikal terdiri dari balok dan kolom, pada grid horizontal terdiri dari balok dan gelagar.
Dengan keterpaduan dari kesemuanya menjadi penentu pertimbangan rancangan.
e) Sistem Kekakuan Ganda / Dual System (rigid frame and shearwall) Rangka kaku bereaksi terhadap bidang lateral, terutama melalui lentur balok dan kolom. Perilaku demikian berakibat ayunan lateral yang besar pada bangunan dengan ketinggian tertentu. Akan tetapi, apabila dilengkapi struktur inti, ketahanan lateral bangunan akan sangat meningkat karena interaksi inti dan rangka mengalami fungsi menambah
II-19
kekakuan dan menyerap bidang geser pada bangunan tersebut. Sistem inti memuat sistem mekanis dan transportasi vertikal. Pada kondisi struktur dengan lantai banyak, efektifitas struktur inti (shearwall) hanya dapat terjadi 80% hingga 90% dari jumlah lantai yang ada, sehingga pada lantai atas atau 20% dari lantai keseluruhan akan tidak berfungsi secara nilai kekakuan terhadap struktur bangunan, bahkan ada kemungkinan akan menambah bidang geser pada lantai tersebut. Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut :
Akibat pengaruh gaya lateral, frame akan melentur terutama dalam mode geser, sedangkan dinding akan berperilaku seperti kantilever vertikal dengan deformasi lentur primer (Gbr. 6.1.b dan 6.1.c). Kompatibilitas deformasi memperlihatkan bahwa perilaku kombinasi frame dan dinding dalam menyerap gaya lateral ternyata sangat mirip pada setiap lantai (Gbr. 6.1.d).
II-20
Modus berbagi ketahanan terhadap gaya lateral antara dinding dan frame dari sistem ganda juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik respon dinamis dan perilaku sendi plastis selama peristiwa gempa terjadi, dan mungkin sangat berbeda dari yang diperkirakan oleh analisis elastis. Akibatnya dalam kasus sistem ganda, analisis elastis yang disederhanakan cenderung menyesatkan. Karena dalam analisis tersebut membagi sebagian dari kekuatan lateral ditahan oleh frame dan sisanya ke dinding, kemudian masing-masing dianalisis secara terpisah, sepenuhnya tidak relevan. Sehingga interaksi berdasarkan kompatibilitas deformasi dari dua elemen harus dipertimbangkan.
2.10 Syarat-syarat yang menyatakan struktur itu aman
Salah satu karakteristik material adalah kemampuan memikul gaya aksial tarik. Besarnya beban yang menimbulkan keruntuhan disebut beban batas
(ultimate load). Tegangan batas (ultimate stress) dapat dihitung dengan memberi beban batas dengan luas penampang specimen.
Untuk keperluan perencanaan tegangan ijin ditentukan jauh lebih kecil dari tegangan batas karena beberapa alasan :
II-21
Besarnya beban yang bekerja pada struktur tidak dapat diketahui dengan akurat
Material struktur tidak seragam, specimen yang diuji tidak selalu sama dengan material yang dipasang
Ada hal-hal yang dapat diuji dengan cepat, misalnya ketahanan kelelahan material akibat beban berubah besar dan arah
Proses pembentukan elemen struktur menimbulkan ketidaksempurnaan ukuran, kelurusan, tegangan sisa dan lain-lain
Kesulitan menentukan besarnya tegangan secara akurat pada struktur yang rumit
Kesalahan-kesalahan pada saat konstruksi
Untuk menentukan adanya ketidak sempurnaan seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, peraturan perencanaan mengharuskan diterapkannya suatu faktor keamanan:
Faktor keamanan (Safety Factor = sf) =
Berdasarkan metode ini disyaratkan, tegangan yang direncanakan yang merupakan hasil perkiraan dari analisa tidak boleh melebihi besarnya tegangan ijin :
Tegangan rencana ≤ Tegangan ijin
fu ≤ fi
vu ≤ vi
Dimana : tegangan batas (fu, vu) diperoleh dari pengujian lab, sedangkan faktor keamanan ditentukan pada peraturan perencanaan berdasarkan konsensus masyarakat, sehingga tegangan ijin (fi, vi) bisa ditentukan
II-22 2.11 Pembebanan
Dalam melakukan analisis desain struktur bangunann perlu adanya gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis
2.11.1 Beban Statis
Beban statis adalah beban yang memiliki perubahan intensitas beban terhadap waktu berjalan lambat atau konstan. Jenis-jenis statis menurut peraturan pembebanan indonesia untuk rumah dan gedung adalah sebagai berikut :
Beban Mati (Dead Load/DL)
Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat bangunan, termasuk segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengannya.
Tabel 2.2 Beban Mati pada struktur
Beban Mati Besar Beban
Batu alam 2600 kg/m3
Beton bertulang 2400 kg/m3
Dinding pasangan ½ Bata 250 kg/m2
Langit-langit penggantung 18 kg/m2 Lantai ubin dari semen Portland 24 kg/m2
Speci per cm 21 kg/m2
Beban Hidup (Live Load/LL)
Beban hidup adalah semua beban tidak tetap, kecuali beban angin, beban gempa dan pengaruh-pengaruh khusus yang diakibatkan oleh selisih suhu, pemasangan (erection), penurunan fondasi, susut dan pengaruh-pengaruh
II-23
khusus lainnya.untuk faktor pengali pada beban hidup lebih besar dibanding faktor pengali beban mati.
Tabel 2.3 Beban Hidup pada struktur
Beban Hidup Besar Beban Lantai Apartemen 250 kg/m2 Tangga dan Bordes 300 kg/m2
Pelat Atap 100 kg/m2
Lantai ruang rapat 400 kg/m2
Beban pekerja 100 kg
Kolam renang 1000 kg/m2
2.11.2 Beban Dinamik
Beban dinamik adalah beban dengan variasi perubahan intensitas beban terhadap waktu yang cepat. Terdiri dari 2, yaitu :
Beban Gempa Bumi
Gempa Bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi. Faktor utamanya adalah benturan/pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Gaya-gaya yang timbul pada bangunan yang diakibatkan oleh gempa bumi disebut gaya inersia, besar gaya tersebut bergantung pada beberapa faktor :
a. Massa bangunan
b. Pendistribusian massa bangunan c. Kekakuan struktur
d. Jenis tanah
e. Mekanisme redaman dari struktur
f. Perilaku dan besar alami getaran itun sendiri g. Wilayah kegempaan
h. Periode getar alami
II-24
Beban angin
Berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 197, muatan angin diperhitungkan dengan menganggap adanya tekanan positif dan negatif, yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.
2.12 Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan
Untuk keperluan desain, analisis dan sistem struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan (Load Combination) dari beberapa kasus beban yang dapat bekerja secara bersamaan selama umur rencana. Menurut peraturan pembebanan indonesia untuk rumah dan gedung 1983, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur, yaitu : kombinasi pembebanan tetap dengan kombinasi pembebanan sementara.
Faktor beban memberikan nilai kuat perlu bagi perencanaan pembebanan struktur. Rancangan Standar Nasional Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) adalah :
U = 1,4 D
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) U = 0,9 D ± 1,6 W
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E U = 0,9 D ± 1,0 E
Keterangan :
U = kuat perlu akibat beban faktor D = beban mati
L = beban hidup
II-25 A = beban tetap
R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa
2.13 Faktor Reduksi Kekuatan
Dalam menentukan kuat rencana struktur, kuat minimalnya harus direduksi dengan faktor reduksi kekuatan sesuai dengan sifat beban yang bekerja.
Pada SNI 03-2847-2002 pasal 11.3, menetapakan berbagai nial reduksi kekuatan (⏀) untuk berbagai jenis besaran gaya dalam perhitungan struktur.
Tabel 2.4 Faktor Reduksi Kekuatan
Kondisi Pembebanan Faktor Reduksi (⏀)
Beban Lentur tanpa gaya aksial
Gaya aksial tarik, aksial tarik dengan lentur Gaya aksial tekan, aksial tekan dengan lentur
Dengan tulangan spiral
Dengan tulangan biasa Lintang dan Torsi
Tumpuan pada beton
Daerah pengangkuran pasca tarik
0,8 0,8
0,7 0,65 0,75 0,65 0,85
2.14 Tinjauan terhadap Beban Lateral (Gempa)
Kestabilan lateral dalam desain struktur merupakan faktor yang sangat penting, karena gaya lateral tersebut akan mempengaruhi elemen-elemen vertikal dan horizontal dari struktur.
Beban lateral yang sangat berpengaruh adalah beban gempa dimana efek dimensinya menjadikan analisisnya lebih komplek. Pada dasarnya ada 2 buah
II-26
metode analisis yang digunakan untung menghitung pengaruh beban gempa pada struktur yaitu beban gempa statik dan beban gempa dinamik. Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan membahas beban gempa dinamik saja karena salah satu syarat dari gedung yang tingginya lebih dari 40 m yaitu perlunya dilakukan penggunaan Metode Analisa Dinamik.
Analisa dinamik pada perencanaan gedung tahan gempa perlu dilakukan untuk evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa yang sifatnya berulang. Analisa Dinamik perlu dilakukan pada struktur bangunan tidak beraturan dengan karakteristik sebagai berikut :
Gedung dengan konsfigurasi struktur yang tidak beraturan
Gedung dengan loncatan bidang muka yang besar
Gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata
Gedung yang tingginya lebih dari 40 m
Daktilitas struktur bangunan gedung tidak beraturan harus ditentukan yang representative mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat daktilitas tersebut dapat dinyatakan dalam faktor reduksi gempa R representative, yang nilainya dapat dihitung sebagai nilai rerata berbobot dari faktor reduksi gempa untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh struktur bangunan gedung dalam masing-masing arah tersebut sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan:
Dimana :
Rx dan Vx adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu X
Ry dan Vy faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar pembebanan gempa dalam arah sumbu Y
𝐑 𝑽𝒙 𝑽𝒚
𝑹𝒙 𝑽𝒙 𝑽𝒚
𝑹𝒚
II-27
Metode ini hanya dipakai apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa untuk reduksi 2 arah pembebanan gempa tersebut tidak lebih dari 1,5.
Nilai akhir respon dinamik struktur bangunan gedung terhadap pembebenan gempa nominal dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respon gempa yang pertama. Bila respon dinamik struktur bangunan gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal Vt maka persyaratan tersebut dinyatakan menurut persamaan :
Dimana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana menurut persamaan :
Dengan C1 adalah nilai Faktor Respon Gempa yang didapat dari spektrum Respons Gempa Rencana untuk waktu getar alami pertama T1
Perhitungan respon dinamik struktur bangunan gedung tidak beraturan terhadap pembebanan Gempa nominal, dapat dilakukan dengan metode analisis ragam spektrum respon dengan memakai diagram spektrum respon gempa rencana berdasar wilayah gempa dengan periode ulang 500 tahun. Dalam hal ini, jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam penjumlahan respon ragam menurut metode ini harus sedemikian rupa, sehingga partisipasi massa ragam efektif dalam menghasilkan respon total harus mencapai sekurang-kurangnya 90%.
𝐕𝟏 𝑪𝟏 𝑰 𝑾𝒕 𝑹 Vt ≥ 0,8 V1
II-28