• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP MENGHADAPI SINDROM PRE-MENSTRUASI Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Menghadapi Sindrom Pre-Menstruasi Pada Remaja Putri Siswi X Dan XI MAN 2 Madiun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP MENGHADAPI SINDROM PRE-MENSTRUASI Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Menghadapi Sindrom Pre-Menstruasi Pada Remaja Putri Siswi X Dan XI MAN 2 Madiun."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP MENGHADAPI SINDROM PRE-MENSTRUASI

PADA REMAJA PUTRI KELAS X DAN XI MAN 2 MADIUN

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

EKKI DITA ANGGARIKSA

J 500 090 104

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP MENGHADAPI SINDROM PRE-MENSTRUASI

PADA REMAJA PUTRI SISWI X DAN XI MAN 2 MADIUN

Ekki Dita Anggariksa, Burhannudin Ichsan, Dewi Nirlawati, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Latar Belakang : Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk dunia adalah remaja, 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah. Masalah reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Sindrom pre-menstruasi sering menimbulkan gangguan secara fisik maupun emosional. Pelajar SMA yang masuk dalam kategori remaja sering mengalami gangguan ini, sekitar 75,8% dari berbagai jenis gangguan menstruasi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi pada remaja putri siswi kelas X dan XI MAN 2 Madiun.

Metode : Jenis penelitian adalah analitik cross sectional, pengambilan sampel menggunakan cluster sampling, dilanjutkan pencuplikan subyek penelitian dengan metode random sampling. Pencuplikan random dilakukan secara seimbang antara kelas X dan kelas XI MAN 2 Madiun.

Hasil : Sebanyak 32 responden (62 %) memiliki nilai pengetahuan diatas rata-rata (mean). Sebanyak 27 responden (54 %) memiliki nilai sikap diatas rata-rata. Data analisis pada uji Pearson didapatkan nilai p = 0,000 yang secara statistik bermakna dikarenakan nilai p < 0,05 dan didapatkan nilai r (kekuatan korelasi) sebesar 0,740. Dimana jika nilai r dalam rentang 0,60 - 0,799 adalah bermakna kuat.

Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi pada remaja putri kelas X dan XI MAN 2 Madiun.

(3)

ABSTRACT

THE CORRELATION OF REPRODUCTION HEALTH KNOWLEDGE TOWARD THE ATTITUDE TO FACE PRE-MENSTRUAL SYNDROME

OF FEMALE TEENAGE IN X AND XI GRADE IN MAN 2 MADIUN

Ekki Dita Anggariksa, Burhannudin Ichsan, Dewi Nirlawati, Medical Faculty, Muhammadiyah University of Surakarta

Background: Approximately 1 billion people or 1 out of every 6 people in the world are teenagers, where 85% of them live in developing countries. The knowledge of adolescents about reproduction health in Indonesia is still very low. Adolescent reproduction problems not only give impact physically but also can affect mental health, emotion, economical condition and social welfare in long term. Premenstrual syndrome often leads to physical and emotional disorders. Students entering high school who are on adolescent period often suffer from this disorder, with approximately 75,8% of different types of menstrual disorders. Objective: The objective of this research is to know the correlation of reproduction health knowledge toward the attitude to face pre-menstrual syndrome of female students on X and XI grade in MAN 2 Madiun.

Methods: The study was cross sectional analytic, sampling using cluster sampling, sampling continued research subjects by the method of random sampling. Random sampling in a balanced manner between grade X and XI in MAN 2 Madiun.

Results: As much as 32 respondents (62%) had higher reproduction knowledge value compared to the average value (mean). 27 respondents (54%) had higher values above the average of attitude values. Data analysis of the obtained Pearson test p value = 0.000, which is statistically significant because p <0.05 and r values (correlation strength) as much as 0,740 is obtained, whereas the value of r in the range of 0,60 to 0,799 indicates strong significance.

Conclusion: There was a significant correlation between reproductive health knowledge toward attitude to face pre-menstrual syndrome of female students in X and XI grade in MAN 2 Madiun.

(4)
(5)

PENDAHULUAN

Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk dunia adalah remaja (UNFPA, 2000). Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Remaja berusia 15–24 tahun di Indonesia berdasarkan sensus penduduk 2010 berjumlah 40,75 juta dari seluruh penduduk yang berjumlah 237,6 juta jiwa. Sementara jumlah penduduk usia 10 – 14 tahun berjumlah 22,7 juta (BKKBN, 2010).

Pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah. Seperti contoh pengetahuan remaja terhadap menstruasi sebagai ciri akil baligh wanita. Remaja laki-laki yang mengetahui menstruasi sekitar 37 % (20 – 24 tahun) dan 32 % (15 – 19 tahun). Sementara remaja perempuan sekitar 78 % (20 – 24 tahun) dan 75 % (15 – 19 tahun) (BKKBN, 2010).

Rendahnya pengetahuan terhadap ciri reproduksi, dapat menyebabkan remaja memiliki perilaku beresiko. Secara umum, pengetahuan remaja wanita terhadap risiko kehamilan lebih tinggi dibandingkan remaja pria. Akan tetapi pengetahuan terhadap risiko ini masih relative rendah, yaitu sekitar 50 %, bahkan remaja yang berpendidikan SD (Sekolah Dasar) sekitar 30 %. Pengetahuan remaja terhadap risiko kehamilan semakin meningkat seiring peningkatan pendidikan (BKKBN, 2010).

Bukti lain ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan seputar organ reproduksi, perilaku seks saat pacaran, Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tak Dikehendaki (KTD), kontrasepsi, pelecehan seksual, homoseksual sampai masalah kepercayaan diri (Ngestiningrum, 2010).

Hasil survei nasional Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) tahun 1999 di 4 (empat) provinsi (Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung) didapatkan hasil sebagai berikut, 45,1% remaja mempunyai pengetahuan yang baik tentang organ reproduksi, pubertas, menstruasi dan kebersihan diri, 42% remaja mengatakan Human Immunodeficiency Viruses (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) tidak ditularkan oleh orang yang tampak sehat, 46% remaja beranggapan bahwa HIV/AIDS bisa disembuhkan, sekitar 24% remaja mengetahui tentang IMS. Hanya 55% mengetahui tentang proses kehamilan; 53% remaja tidak mengetahui bahwa sekali saja berhubungan badan dapat mengakibatkan kehamilan (UNFPA, 2005).

Masalah reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya (UNFPA, 2005).

Peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja dikenal dengan masa pubertas. Secara klinis pubertas ditandai dengan munculnya kelamin sekunder dan berakhir jika sudah ada kemampuan bereproduksi. Kejadian yang penting dalam pubertas ialah pertumbuhan fisik yang cepat, timbul ciri-ciri kelamin sekunder, menarche, dan perubahan psikis (Wiknjosastro, 2009).

(6)

dapat terjadi lebih awal pada usia 9-10 tahun atau lebih lambat pada usia 17 tahun. Secara nasional rata-rata usia menarche 13-14 tahun terjadi pada 37,5 % anak Indonesia (Depkes RI, 2010).

Banyak wanita yang mengalami gangguan kesehatan fisik dan emosi selama fase luteal dari siklus menstruasi. Gejala meliputi lesu, mudah marah, mood kurang bagus, perubahan pola makan, badan tampak bengkak, timbul jerawat, nyeri payudara, insomnia. Lebih dari 70% wanita di dunia mengalami gejala menstruasi tiap tahun. Penyebab yang pasti hingga saat ini belum diketahui, namun ketidakstabilan hormon esterogen dan progesteron serta faktor neurobiologi diyakini berperan penting dalam gejala sindrom pre-menstruasi. Sindrom pre-menstruasi dirasakan lebih dari 50% wanita usia reproduksi. Sindrom pre-menstruasi dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti faktor biologis (panjang siklus menstruasi, kehamilan), psikologi, gaya hidup sehari-hari (diet, olahraga, pemakaian kontrasepsi oral, merokok, alkohol), riwayat reproduksi (menyusui bayi, usia menarche, riwayat kehamilan sebelumnya), sosio-ekonomi (perkawinan, ras, kesibukan, pekerjaan) (Plinta, Drosdzol & Nowosielski, 2010).

Survey melaporkan, di Amerika pada tahun 1980-1982 ditemukan kasus sebesar 50% wanita yang menderita gejala berat sindrom pre-menstruasi. Survey pada wanita di Perancis dilaporkan kurang lebih sebanyak 38% wanita menderita sindrom pre-menstruasi (Head, 2007). Sedangkan sebuah studi pada pelajar SMA di Indonesia didapatkan bahwa sindrom pre-menstruasi merupakan yang paling banyak dialami (75,8%) dari berbagai jenis gangguan menstruasi (Sianipar et al, 2009).

MAN 2 Madiun merupakan salah satu Madrasah Aliyah Negeri yang terletak di pusat kota Madiun dimana memiliki lokasi yang mudah dijangkau dan akses yang memadai. MAN 2 Madiun juga merupakan MAN unggulan di kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur sehingga kemampuan akademik para siswa dan siswi nya memiliki mutu yang bagus. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Menghadapi Sindrom Pre-Menstruasi Pada Remaja Putri Kelas X dan XI MAN 2 Madiun”.

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

B. Kesehatan Reproduksi Remaja

Remaja adalah periode transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial berlangsung pada dekade kedua kehidupan (Narendra et al, 2008).

(7)

Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Definisi ini kemudian disatukan dalam definisi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (BKKBN, 2006).

Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Aisyaroh, 2012).

C. Konsep Sikap

Menurut Berkowitz sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik, Thruststone memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2011).

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus tertentu yang menghendaki adanya respon, yang berarti afek positif (mendukung atau memihak terhadap objek) maupun afek negatif (menolak atau tidak memihak terhadap objek) (Azwar, 2011).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan kata “setuju” dan “tidak setuju” (Notoatmodjo, 2010).

D. Sindrom Pre-Menstruasi

Sindrom Pre-Mensruasi dipahami sebagai tanda emosi, somatik dan fisik yang mendahului sebelum terjadinya periode menstruasi atau setelah fase ovulasi, gejala berlangsung sekitar 10-12 hari sebelum menstruasi dimulai dan berakhir ketika perdarahan dimulai (Filho et al, 2011).

Penyebab pasti munculnya sindrom ini memang belum jelas, beberapa teori menyebutkan bahwa sindrom ini muncul akibat dari ketidakseimbangan faktor hormonal (neuroendocrine), interaksi sosial, psikologi, kekurangan nutrisi atau kelebihan nutrisi, meningkatnya sintesis prostaglandin, dan ketidakseimbangan neurotransmitter. Penyebab yang paling memungkinkan dari gejala fisik yang muncul nampaknya adalah kombinasi dari interaksi hormonal dan nutrisi yang menyebabkan meningkatnya respon inflamasi. Di sisi lain, gejala emosi merupakan respon neurotransmitter dari tekanan stress psikososial. Ketidakseimbangan ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dari satu orang dengan orang lain, atau dari siklus ke siklus pada orang yang sama (Sampalis et al, 2003).

(8)

pada bagian tubuh tertentu (edema perifer), berat badan bertambah. Gejala mental berupa, kecemasan, depresi, letih, tak dapat berkonsentrasi perubahan nafsu makan, insomnia, mudah tersinggung, lelah dan menarik diri dari orang lain (Price & Wilson, 2006).

Gejala-gejalanya sangat bervariasi, sehingga tidak ada satu pun pengobatan yang efektif bagi semua perempuan. Tujuan utama dari pengobatan adalah sedapat mungkin untuk mengurangi atau meredakan gejala-gejala yang jelas. Usaha sederhana yang dapat dilakukan seperti, latihan fisik, mengubah pola makan, menghindari garam, alkohol, dan kafein, dapat menyebabkan perbaikan yang dramatis dan seharusnya diberikan sebagai percobaan yang adekuat. Merubah gaya hidup untuk menghindari stress juga dapat dilakukan untuk memperbaiki gejala yang timbul (Price & Wilson, 2006).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas maupun variabel tergantung di nilai hanya satu kali saja dan di ukur menurut keadaan atau status saat dilakukan observasi ( point time approach ). Penelitian ini dilakukan di MAN 2 Madiun pada bulan September - Oktober 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah siswi remaja putri kelas X dan XI MAN 2 Madiun.

Sampel yang digunakan adalah cluster sampling yaitu pengambilan sampel bukan terdiri dari unit individu, tetapi terdiri dari kelompok atau gugusan (cluster) (Notoatmodjo, 2005). Gugusan didasarkan atas kelompok kelas yang ada di MAN 2 Madiun.Pemilihan gugus (cluster) kelas dilakukan secara acak, dua kelas dari kelas X dan dua kelas dari kelas XI. Dengan perkiraan jumlah siswi tiap kelas sebanyak 20 orang. Setelah dilakukan pemilihan kelas secara cluster sampling, dilanjutkan pencuplikan subyek penelitian dengan metode random sampling. Pencuplikan random dilakukan secara seimbang antara kelas X dan kelas XI. Sehingga didapatkan 25 siswi kelas X dan 25 siswi kelas XI.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah siswi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dan tidak ada kelainan organ reproduksi, siswi yang tidak menderita keganasan organ reproduksi, siswi yang bersedia menjadi responden, siswi yang ada di tempat pada saat penelitian, siswi yang sudah mengalami 3x siklus menstruasi, siswi yang masuk dalam kriteria usia remaja (10-24 tahun). Sedangkan kriteria eksklusi meliputi siswi yang tidak bersedia menjadi responden, siswi yang tidak ada pada saat penelitian, siswi yang mengundurkan diri, siswi yang mengalami gangguan siklus menstruasi, siswi yang tidak termasuk dalam kriteria usia remaja.

(9)

0,269 – 0,635 dengan nilai significant <0,05. Dari 19 item soal yang valid kemudian diuji reliabilitasnya dengan menggunakan Cronbach Alpha dan didapatkan nilai 0,735 yang berarti tingkat reliabilitasnya tinggi. Analisis data dalam penelitian menggunakan statistic parametric, teknik analisis bivariat dengan menggunakan rumus korelasi Pearson. Seluruh data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS versi 17 for windows.

HASIL

Tabel 1

No Nilai Pengetahuan Jumlah Presentase (%)

1 10 5 10

2 11 6 12

3 12 8 16

4 13 14 28

5 14 9 18

6 15 5 10

7 16 2 4

8 17 1 2

Total 50 100

Mean 12,88

Median 13

Modus 13

Minimum 10

Maximum 17

Berdasarkan tabel 1 di atas yang menggambarkan nilai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja putri kelas X dan XI MAN 2 Madiun, didapatkan nilai tertinggi adalah 17 sebanyak 1 responden (2 %), nilai terendah adalah 10 sebanyak 5 responden (10 %). Nilai rata rata yang didapat oleh responden (mean) adalah 12,88, nilai tengah (median) untuk semua responden adalah 13, dan yang paling banyak didapat oleh responden (mode/modus) adalah 13 sebanyak 14 responden (28 %).

Tabel 2

No Nilai Sikap Jumlah Presentase (%)

1 49 1 2

2 50 3 6

3 51 2 4

4 52 4 8

5 53 3 6

6 54 4 8

7 55 6 12

8 56 8 16

9 57 9 18

(10)

11 59 2 4

12 60 1 2

13 61 1 2

14 62 0 0

15 63 1 2

16 64 1 2

Total 50 100

Mean 55,46

Median 56

Modus 57

Minimum 49

Maximum 64

Berdasarkan tabel 2 di atas yang menggambarkan nilai sikap dalam menghadapi sindrom pre-menstruasi remaja putri kelas X dan XI MAN 2 Madiun, didapatkan nilai tertinggi adalah 64 sebanyak 1 responden (2 %), nilai terendah adalah 49 sebanyak 1 responden (2 %). Nilai rata rata yang didapat oleh responden (mean) adalah 55,46, nilai tengah (median) untuk semua responden adalah 56, dan yang paling banyak didapat oleh responden (mode/modus) adalah 57 sebanyak 9 responden (18 %).

Sebelum melakukan uji analisis hubungan kedua variabel, harus diketahui terlebih dahulu distribusi kedua data tersebut. Hal ini berfungsi untuk menentukan uji analisis yang akan digunakan nanti. Untuk menilai distribusi data digunakan metode analitik Shapiro-Wilk (untuk sampel kurang atau sama dengan 50).

Shapiro-Wilk

Stat Sampel Nilai p Nilai Pengetahuan 0,957 50 0,64

Nilai Sikap 0,970 50 0,226

Tabel di atas menunjukkan sebaran data yang di uji normalitas datanya dilakukan dengan Shapiro-Wilk Test, dengan ketentuan bila nilai p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data tersebut terdistribusi secara normal, demikian sebaliknya bila nilai p < 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Nilai untuk pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah 0,64 (p > 0,05) dan nilai sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi adalah 0,226 (p > 0,05) maka sebaran dua kelompok data tersebut normal.

[image:10.595.129.508.109.303.2]

Dengan melihat kedua data yang terdistribusi normal, maka selanjutnya akan menggunakan uji korelasi Pearson.

Tabel 4

Nilai Sikap

Nilai Pengetahuan r 0,740

p 0,000

[image:10.595.128.515.683.748.2]
(11)

Tabel 4 tersebut merupakan hasil perhitungan dari uji korelasi Pearson, didapatkan nilai r (kekuatan korelasi) sebesar 0,740. Dimana jika nilai r dalam rentang 0,60 - 0,799 adalah bermakna kuat. Maka jika didapatkan nilai r 0,740 berarti terdapat korelasi yang kuat. Arah dari korelasi + (positif), didapatkan hasil searah dengan semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. Nilai p 0,000 (< 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi pada remaja putri kelas X dan XI MAN 2 Madiun.

PEMBAHASAN

Dari penelitian diperoleh hasil terdapat korelasi yang kuat antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi. Data mengenai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja putri siswi kelas X dan XI MAN 2 Madiun didapatkan hasil bahwa sebagian besar siswi memiliki pengetahuan yang baik, hal ini dapat dilihat sebanyak 31 responden (62 %) memiliki nilai diatas mean (12,88). Menurut Kurniawan (2008), terdapat banyak cara untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, baik melalui keluarga, lingkungan sekolah, maupun media massa.

Keluarga merupakan lingkungan primer atas perkembangan jiwa remaja sebelum remaja mengenal lingkungan luar, sehingga orang tua merupakan sumber informasi akan kebutuhan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang diperlukan. Peran sekolah sebagai lingkungan sekunder juga memegang peranan penting. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pada penelitian Indarista (2006), dengan judul “Hubungan Faktor Eksternal dengan Perilaku Remaja Dalam Hal Kesehatan Reproduksi di SLTP Medan Tahun 2002” didapatkan proporsi remaja yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua (33,8 %) lebih banyak yang berperilaku reproduksi yang beresiko dibandingkan dengan yang pernah berkomunikasi dengan orang tua. Keadaan ini dikaitkan dengan keberadaan orang tua untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kesehatan reproduksi anak remajanya, karena keluarga merupakan lingkungan primer bagi perkembangan remaja.

Dalam penelitian Huriah (2008), dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Kelompok Sebaya terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi” dapat dilihat terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan reoproduksi remaja di lingkungan sekolah. Hasil penelitian ini juga menjelaskan pengaruh kelompok sebaya terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi.

(12)

tinggi pula tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Dapat disimpulkan bahwa media massa berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang.

Sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi pada remaja putri siswi MAN 2 Madiun diketahui bahwa lebih dari 50 % responden, mempunyai nilai sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi diatas nilai rata-rata (55,46) dengan distribusi jumlah responden terbanyak mendapatkan nilai 57 sebanyak 9 orang (18 %). Sikap disini terbentuk dari interaksi sosial yang dialami oleh individu, seperti saat di sekolah siswa akan berkomunikasi dengan teman dan guru tentang hal yang belum diketahui atau masih membingungkan untuk dirinya, di lingkungan tempat tinggal siswa akan menjalin komunikasi dengan orang tua, saudara, tetangga. Akibat dari proses interaksi sosialnya, akan terjadi proses timbal balik antar individu yang nantinya akan membentuk pola sikap (perilaku tertutup) tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2011).

Menurut Azwar (2011), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap sikap seseorang :

1. Pengalaman Pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Untuk menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan kuat. 2. Pengaruh Orang Lain

Seseorang yang diharapkan persetujuannya, seseorang yang dianggap khusus, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap. Orang yang dianggap penting bagi individu adalah orang tua, guru, teman sebaya, atau orang yang status sosialnya lebih tinggi.

3. Media Massa

Sarana media massa dalam berbagai bentuk seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya pengaruh informasi baru akan memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap.

4. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan memiliki pengaruh yang besar dikarenakan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemisahan sesuatu yang boleh dan tidak boleh diperoleh dari pendidikan.

Pada penelitian Husodo (2008), dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota Semarang” menunjukkan perubahan sikap konselor sebelum dan sesudah mendapatkan penyuluhan kesehatan reproduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dan penyuluhan dapat membentuk sikap seseorang.

Analisis data dengan menggunakan uji korelasi Pearson, terdapat korelasi antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi pada remaja putri MAN 2 Madiun dengan melihat nilai p = 0,000 (p<0,05) dan didapatkan korelasi yang kuat (r = 0,740).

(13)

keyakinan, kehidupan emosional dan pengetahuannya untuk membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dalam penelitian ini, remaja putri MAN 2 Madiun memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang akan membawa pada pembentukan sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi. Pengetahuan yang didapatkan tiap-tiap individu dapat melalui berbagai sumber, baik guru, teman, media massa, maupun lingkungan. Pengetahuan ini membuat remaja untuk berpikir dan berusaha supaya dirinya dapat mengatasi atau mengurangi gejala-gejala dari sindrom pre-menstruasi yang muncul.

SIMPULAN

Penelitian tentang ”Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Sikap Menghadapi Sindrom Pre-Menstruasi Pada Remaja Putri Kelas X dan XI MAN 2 Madiun”, diperoleh hasil yaitu terdapat korelasi positif antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap sikap menghadapi sindrom pre-menstruasi pada remaja putri siswi MAN 2 Madiun yang bermakna secara statistik. Hasil tersebut didapat dari perhitungan uji korelasi Pearson, dengan nilai r (kekuatan korelasi) sebesar 0,740 dimana jika nilai r dalam rentang 0,60 – 0,799 adalah bermakna kuat.

SARAN

1. Sebaiknya perlu pemberian informasi kepada remaja putri MAN 2 Madiun tentang kesehatan reproduksi agar siswi memiliki sikap yang baik dalam menghadapi masalah seputar reproduksi, khususnya sindrom pre-menstruasi. 2. Meningkatkan peran serta guru, orang tua, dan lingkungan sekitar dalam

memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada siswi remaja putri sebagai bekal dalam mengatasi gangguan sindrom pre-menstruasi.

3. Perlu penelitian lebih lanjut, dengan sampel lebih besar dan teknik yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyaroh, N. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Majalah Ilmiah Sultan Agung diterbitkan oleh Unissula.www.unissula.ac.id.

Arcana, I. M. (2006). Indikator Keluarga Pasangan Usia Subur dan Pengetahuan tentang Keamanan Reproduksi Remaja dalam Survei-survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. BKKBN. Diunduh dari: http://mdgsdev.bps.go.id/publikasi/download/buku1/download.php?file=1 6.pdf. Tanggal akses: 6 April 2012.

(14)

BKKBN. (2010). Remaja Genre dan Perkawinan Dini. Diunduh dari: http://www.bkkbn.go.id/publikasi/Documents/Policy%20brief%20remaja %20%20perkawinan%20dini.pdf. Tanggal akses: 6 April 2012.

Depkes RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Diunduh dari: http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_risk esdas2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf. Tanggal akses: 28 Juli 2010.

Filho, E. A. R., Lima. J. C., Neto. J. S. P., & Montarrayos, U. (2011). Essential Fatty Aacids for Premenstrual Syndrome and Their Effect on Prolactin and Total Cholesterol Levels: a Randomized, Double blind, Placebo Controlled Study. Reproductive Health Journal..

Huriah, T., & Nisma, H. (2008). Pengaruh Pendidikan Kesehtan Reproduksi oleh Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMP Negeri 2 Kasihan Bantul Yogyakarta. Mutiara Medika Volume 8 , Nomor 2.

Husodo, B. T., & Widagdo, L. (2008). Pengetahuan dan Sikap Konselor SMP dan SMA Dalam Penyuluhan Kesehatan Reproduksi di Kota Semarang.

Makara Kesehatan Volume 12, Nomor 1

Indarista, D. (2002). Hubungan Faktor Eksternal Dengan Perilaku Remaja Dalam

Hal Kesehatan Reproduksi Di SLTPN Medan Tahun 2002. Jurnal Ilmiah

Pannmed.

Kurniawan, T. P. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA Negeri 1 Purbalingga Kabupaten Purbalingga. Tesis. Program Pasca Sarjana, Semarang: Universitas Diponegoro.

Ngestiningrum, A.H. (2010). Perbandingan Antara Pengaruh Layanan Informasi dan Konseling Kelompok Terhadap Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume 1, Nomor 1.

Narendra, M. B., Sularyo, T. S., Soetjiningsih., Suyitno, H., & Ranuh, I. N. G. (2008). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

(15)

Rahmawati, V. E., Azizah, N., & Suyati. (2011). Hubungan Pemanfaatan Beberapa Jenis Media Massa dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja Kelas XI SMA.

Riyatno, P. (1997). ”Efektivitas Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok Dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi”. Tesis. Program Pasca Sarjana, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sampalis, F., Bunea, R., Pelland, M.F., Kowalski, O., Duguet .N., & Dupuis, S. (2003). Evaluation of the Effects of Neptune Krill Oil on the Management of Premenstrual Syndrome and Dysmenorrhea. Alternative Medicine Review Volume: 8, Number: 2, 2003.

Sianipar, O., Bunawan, N. C., Almazini, P., Calista, N., Wulandari, P., Rovenska, N., Djuanda, R. E., Irene., Seno, A., & Suarthana, E. (2009). Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 7, Juli 2009.

UNFPA. (2005). Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Diunduh dari: http://indonesia.unfpa.org/application/assets/publications/Kebijakan_Strate gi_Nasional_Kesehatan_Reproduksi_di_Indonesia.pdf.pdf. Tanggal akses: 8 April 2012.

Gambar

 Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Cara pandang ini memiliki implikasi tersendiri dalam mere- konstruksi konsep pembangunan. Jika pem-bangunan cenderung menekankan pada dimensi pertumbuhan ekonomi, maka

Dengan situasi semacam ini, lebih lanjut menurut Pranadji (2004) dengan lahan serba terbatas dan dengan produk andalan yang masih bernilai tambah relatif rendah sulit

[r]

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Manajemen dalam Pembinaan Akhlak Santri di Pondok Pesantren Ashshirathal Mustaqim Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep

Hanya saja ketersediaan dan fluktuasi yang berbeda pada produksi rumput gajah sebagai hijauan makanan ternak khususnya pada musim kemarau belum dapat memenuhi

Untuk mengetahui pengaruh Kompetensi, Kompensasi, Iklim Organisasi dan Penempatan Pegawai secara simultan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Kesehatan

Dari hasil pencarian akar pendekatannya akan diketahui metode mana dari kedua metode di atas yang lebih tepat dengan akurasi mendekati nol dan lebih cepat. Dimana dari kedua