• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh permainan papan "Kubaci" dalam pendampingan iman anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng ParokiHhatiKkudus Tuhan Yesus Ganjuran terhadap minat membaca alkitab pada anak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh permainan papan "Kubaci" dalam pendampingan iman anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng ParokiHhatiKkudus Tuhan Yesus Ganjuran terhadap minat membaca alkitab pada anak."

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “PENGARUH PERMAINAN PAPAN “KUBACI” DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI STASI SANTO MARKUS NGIRENGIRENG PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN TERHADAP MINAT MEMBACA ALKITAB PADA ANAK”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi kurangnya minat membaca Alkitab pada anak. Oleh karena itu kami membuat sebuah permainan papan “KuBaCi” untuk dapat mengajak anak semakin mencintai Alkitab.

Permainan papan “KuBaCi” adalah sebuah permainan papan yang dibuat sebagai sarana dalam Pendampingan Iman Anak. Dalam permainan papan “KuBaCi” anak diajak untuk membuka dan membaca Alkitab. Minat membaca Alkitab berarti tindakan seseorang yang memiliki perasaan senang, perasaan tertarik dan penuh perhatian untuk membaca atau mempelajari Alkitab.

Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, Ho: Permainan papan “KuBaCi” tidak dapat meningkatkan minat membaca Alkitab pada anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Ha: Permainan papan “KuBaCi” dapat meningkatkan minat membaca Alkitab pada anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

Jenis penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain one group pretest and posttest design. Populasi dari penelitian ini adalah anak-anak yang ada di Stasi Santo Markus Ngirengireng, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang berjumlah 25 anak. Instrumen yang digunakan adalah skala Likert yang dikembangkan dalam 20 pernyataan. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 25 anak dengan nilai kritis 0,396 terdapat 16 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,904.

(2)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is THE INFLUENCE “KUBACI” BOARD GAME AT CATECHETICAL PROCESS IN SAINT MARK NGIRENGIRENG COMMUNITY, PARISH OF SACRED HEART OF JESUS GANJURAN TOWARDS CHILDREN’S INTEREST IN BIBLE READING. This thesis is motivated by lack of interest of children in Bible reading. Therefore we created “KuBaCi” board game to be able to motivate children to love the Bible.

“KuBaCi” board game is a board game created as catechetical instrument. In “KuBaCi” board game children are invited to open and read the Bible. Interest in reading Bible means attitude of a person that has a sense of excitement, amusement and attention to read or study the Bible.

Based on the above ideas the writer did a complete research and result of this will be formulated in a hypothesis as follow, Ho: “KuBaCi” board game can’t increase interest of children in Bible reading in Saint Mark Ngirengireng Community, Parish of Sacred Heart of Jesus Ganjuran. Ha: “KuBaCi” board game can increase interest of children in Bible reading in Saint Mark Ngirengireng Community, Parish of Sacred Heart of Jesus Ganjuran.

This research is a quasi experimental with one group pretest and posttest test result obtained an alpha coefficient of 0,904.

(3)

PENGARUH PERMAINAN PAPAN “KUBACI” DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI STASI SANTO MARKUS NGIRENGIRENG PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN TERHADAP MINAT MEMBACA ALKITAB PADA ANAK

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yohanes Caesar Kriswanto Priatmaja NIM: 101124006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGARUH PERMAINAN PAPAN “KUBACI” DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI STASI SANTO MARKUS NGIRENGIRENG PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN TERHADAP MINAT MEMBACA ALKITAB PADA ANAK

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yohanes Caesar Kriswanto Priatmaja NIM: 101124006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Dari hati yang tulus, kupersembahkan skripsi ini kepada:

Hati Kudus Tuhan Yesus,

Sang Guru Sejati dan Sahabat Setiaku, Pendamping dan Penolong Utamaku.

Bunda Maria,

Ibu Penuntun dan Penopangku.

Kedua orangtuaku,

Fransiskus Xaverius Hery Priyono dan Yohana Fransiska Saatun.

Adikku,

Andreas Caesar July Fridanto pada ulang tahunnya yang ke-18.

(8)

v MOTTO

“Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia

yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “PENGARUH PERMAINAN PAPAN “KUBACI” DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI STASI SANTO MARKUS NGIRENGIRENG PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN TERHADAP MINAT MEMBACA ALKITAB PADA ANAK”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi kurangnya minat membaca Alkitab pada anak. Oleh karena itu kami membuat sebuah permainan papan “KuBaCi” untuk dapat mengajak anak semakin mencintai Alkitab.

Permainan papan “KuBaCi” adalah sebuah permainan papan yang dibuat sebagai sarana dalam Pendampingan Iman Anak. Dalam permainan papan “KuBaCi” anak diajak untuk membuka dan membaca Alkitab. Minat membaca Alkitab berarti tindakan seseorang yang memiliki perasaan senang, perasaan tertarik dan penuh perhatian untuk membaca atau mempelajari Alkitab.

Berdasarkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu, Ho: Permainan papan “KuBaCi” tidak dapat meningkatkan minat membaca Alkitab pada anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Ha: Permainan papan “KuBaCi” dapat meningkatkan minat membaca Alkitab pada anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

Jenis penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain one group pretest and posttest design. Populasi dari penelitian ini adalah anak-anak yang ada di Stasi Santo Markus Ngirengireng, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang berjumlah 25 anak. Instrumen yang digunakan adalah skala Likert yang dikembangkan dalam 20 pernyataan. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 25 anak dengan nilai kritis 0,396 terdapat 16 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,904.

(12)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is THE INFLUENCE “KUBACI” BOARD GAME AT CATECHETICAL PROCESS IN SAINT MARK NGIRENGIRENG COMMUNITY, PARISH OF SACRED HEART OF JESUS GANJURAN TOWARDS CHILDREN’S INTEREST IN BIBLE READING. This thesis is motivated by lack of interest of children in Bible reading. Therefore we created “KuBaCi” board game to be able to motivate children to love the Bible.

“KuBaCi” board game is a board game created as catechetical instrument. In “KuBaCi” board game children are invited to open and read the Bible. Interest in reading Bible means attitude of a person that has a sense of excitement, amusement and attention to read or study the Bible.

Based on the above ideas the writer did a complete research and result of this will be formulated in a hypothesis as follow, Ho: “KuBaCi” board game can’t increase interest of children in Bible reading in Saint Mark Ngirengireng Community, Parish of Sacred Heart of Jesus Ganjuran. Ha: “KuBaCi” board game can increase interest of children in Bible reading in Saint Mark Ngirengireng Community, Parish of Sacred Heart of Jesus Ganjuran.

This research is a quasi experimental with one group pretest and posttest test result obtained an alpha coefficient of 0,904.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Agung atas segala rahmat dan kasih karunia-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PERMAINAN PAPAN “KUBACI” DALAM

PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI STASI SANTO MARKUS

NGIRENGIRENG PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN TERHADAP MINAT MEMBACA ALKITAB PADA ANAK.

Skripsi ini disusun sebagai bentuk keprihatinan akan rendahnya minat membaca Alkitab. Hal ini dikarenakan kurangnya inovasi pada bidang pewartaan yang dapat dikatakan monoton dalam prosesnya. Sebagai seorang mahasiswa yang bergulat di bidang pewartaan, penulis memberanikan diri untuk memberikan sebuah sumbangan sederhana untuk dunia pewartaan dalam bentuk sebuah permainan papan “KuBaCi”. Permainan papan “KuBaCi” merupakan sebuah

permainan papan yang sangat sederhana dan mengusung tema yang diangkat dari kisah dalam Alkitab. Harapan dari kami lewat permainan ini supaya anak-anak semakin memiliki minat membaca Alkitab. Dalam jangka panjang, anak dapat semakin mengenal, mencintai dan akhirnya melaksanakan pesan yang ada dalam Alkitab.

(14)

xi

1. Romo Drs. Y. Ispuroyanto Iswarahadi, SJ., M.A. selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran, kesetiaan, dan ketelitiannya dalam membimbing, memberikan masukan serta memotivasi penulis selama masa penulisan skripsi. 2. Bapak Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian penulisan skripsi.

3. Bapak P. Banyu Dewa H. S., S.Ag., M.Si. selaku dosen pembimbing penelitian dan penguji yang senantiasa membimbing penelitian dan memotivasi dalam masa penulisan skripsi.

4. Seluruh staf dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik (PAK), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi, memberikan kemudahan dan perhatian selama masa studi. 5. Seluruh staf karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik (PAK),

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kemudahan dan motivasi selama masa studi.

6. Kedua orangtuaku yang berbahagia, Bapak Fransiskus Xaverius Hery Priyono dan Ibu Yohana Fransiska Saatun terima kasih atas segala doa, cinta kasih dan pengorbanannya mengantar penulis menempuh pendidikan jenjang S1.

7. Adikku, Andreas Caesar July Fridanto terima kasih atas segala doa, cinta kasih dan dukungannya yang memampukan penulis terus melangkah dan berkarya. 8. Romo Herman Yoseph Singgih Suntoro, Pr selaku Pastor Paroki Hati Kudus

(15)
(16)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 4

(17)

xiv

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. KAJIAN TEORI PERMAINAN PAPAN “KUBACI”, PENDAMPINGAN IMAN ANAK DAN MINAT MEMBACA ALKITAB ... 8

A. Permainan Papan “KuBaCi” ... 8

1. Pemahaman tentang Permainan ... 9

a. Pengertian Bermain dan Permainan ... 9

b. Manfaat Bermain ... 9

c. Jenis Permainan ... 14

d. Ciri Permainan Anak ... 16

2. Pemahaman tentang Permainan Papan ... 20

a. Pengertian Permainan Papan ... 20

b. Kategori Permainan Papan ... 21

c. Permainan Papan Bersejarah dari Berbagai Kebudayaan di Dunia ... 21

3. Mengenal Permainan Papan “KuBaCi” ... 25

a. Permainan Papan “KuBaCi” ... 25

b. Kelengkapan Permainan Papan “KuBaCi” ... 26

c. Cara Bermain Permainan Papan “KuBaCi” ... 29

B. Pendampingan Iman Anak ... 31

1. Pemahaman tentang Pendampingan ... 31

a. Pengertian Pendampingan secara Umum ... 31

b. Dasar Pendampingan ... 32

(18)

xv

d. Ciri Khas Pendampingan ... 33

2. Pemahaman tentang Iman ... 34

a. Pengertian Iman Secara Umum ... 34

b. Pengertian Iman Kristiani ... 35

3. Pemahaman tentang Anak Usia 5 – 13 Tahun ... 37

a. Perkembangan Motorik ... 37

b. Perkembangan Emosi ... 38

c. Perkembangan Sosialitas ... 41

d. Perkembangan Moralitas ... 42

e. Perkembangan Religiositas ... 43

4. Pemahaman tentang Pendampingan Iman Anak ... 44

a. Pengertian Pendampingan Iman Anak ... 44

b. Sejarah Pendampingan Iman Anak ... 45

c. Dasar Pendampingan Iman Anak ... 46

d. Tujuan Pendampingan Iman Anak ... 51

e. Ciri Pendampingan Iman Anak ... 56

f. Media Pendampingan Iman Anak ... 59

C. Minat Membaca Alkitab ... 59

1. Pemahaman tentang Minat ... 60

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Membaca Alkitab 61

a. Media ... 61

b. Lingkungan ... 62

(19)

xvi

3. Pemahaman tentang Alkitab ... 62

4. Minat Membaca Alkitab ... 64

D. Permainan Papan “KuBaCi” dalam Pendampingan Iman Anak .. 64

BAB III. PENGARUH PERMAINAN PAPAN “KUBACI” DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI STASI SANTO MARKUS NGIRENGIRENG PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN TERHADAP MINAT MEMBACA ALKITAB PADA ANAK ... 66

A. Stasi Santo Markus Ngirengireng, Ganjuran ... 66

1. Profil Stasi Santo Markus Ngirengireng ... 67

2. Kegiatan di Stasi Santo Markus Ngirengireng ... 69

a. Pendalaman Iman Orang Dewasa ... 69

b. Orang Muda Katolik ... 69

c. Pendampingan Iman Remaja ... 70

d. Pendampingan Iman Anak ... 70

B. Gambaran Pendampingan Iman Anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng ... 70

C. Penelitian tentang Pengaruh Permainan Papan “KuBaCi” dalam Pendampingan Iman Anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran terhadap Minat Membaca Alkitab Pada Anak ... 71

1. Latar Belakang Penelitian ... 71

2. Tujuan Penelitian ... 72

3. Jenis dan Desain Penelitian ... 73

4. Hipotesis ... 74

(20)

xvii

6. Subyek Penelitian ... 74

7. Teknik dan Instrumen Penelitian ... 75

a. Variabel ... 75

b. Definisi Konseptual ... 75

c. Definisi Operasional ... 76

d. Teknik Pengumpulan Data ... 76

e. Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian ... 77

f. Pengujian Instrumen Penelitian ... 80

8. Teknik Analisis Data ... 83

a. Uji Normalitas ... 83

b. Uji Hipotesis ... 84

9. Indikator Kaberhasilan ... 84

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 86

A. Hasil Penelitian ... 86

1. Permainan Papan “KuBaCi” ... 89

2. Minat Membaca Alkitab ... 92

B. Hasil Analisis Data ... 94

1. Uji Prasyarat ... 94

a. Uji Normalitas Tahap Awal ... 95

b. Uji Normalitas Tahap Akhir ... 96

2. Uji Hipotesis ... 97

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99

(21)

xviii

E. Refleksi Kateketis ... 103

BAB V. PENUTUP ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112

LAMPIRAN ... 114

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Satuan Pertemuan ... (2)

Lampiran 3 : Instrumen Penelitian ... (7)

Lampiran 4 : Contoh Instrumen Penelitian ... (11)

Lampiran 5 : Tabel r ... (15)

Lampiran 6 : Tabel t ... (16)

(22)

xix

DAFTAR TABEL

(23)

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Papan Permainan “KuBaCi” ... 26 Gambar 2. Empat Buah Bidak Permainan Papan “KuBaCi” ... 27 Gambar 3. Dadu Permainan Papan “KuBaCi” ... 27 Gambar 4. 12 Kartu Tujuan Permainan Papan “KuBaCi” ... 28 Gambar 5. 12 Kartu Info Permainan Papan “KuBaCi” ... 29 Gambar 6. Desain Penelitian ... 70 Gambar 7. Grafik Skor Pretest dan Posttest ... 85 Gambar 8. Grafik Deskripsi Frekuensi Pretest dan Posttest Permainan Papan

“KuBaCi” ... 87 Gambar 9. Grafik Deskripsi Frekuensi Pretest dan Posttest Permainan Papan

(24)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci Mat. : Matius Yoh. : Yohanes

B. Singkatan Dokumen Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DCG : Directorium Catecheticum Generale, Petunjuk Umum Katekese oleh Kongregasi Suci untuk Para Klerus, 11 April 1971.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Illahi, 18 November 1965.

GE : Gravissimum Educationis, Deklarasi Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

C. Singkatan Lain Art. : Artikel No. : Nomor

(25)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan pengamatan, ketika kita mengunjungi suatu toko buku, pastilah akan bertemu dengan ribuan buku yang ditawarkan di sana. Di depan pintu masuk, kita disuguhi tumpukan buku yang baru terbit dan best seller. Pada tumpukan buku yang baru terbit dan best seller, kita tidak menjumpai Alkitab berada di sana. Alkitab memang bukanlah sebuah buku yang baru terbit, namun yang lebih memprihatinkan berarti Alkitab bukanlah sebuah buku yang diminati dan best seller.

Fakta yang penulis temukan, nasib Alkitab yang ada di rumah-rumah tampaknya juga mengalami nasib yang tidak jauh berbeda dari Alkitab yang berada di toko buku. Di rumah, Alkitab hanyalah seperti sebuah pelengkap pada tumpukan buku-buku. Alkitab bak sebuah benda yang tabu untuk disentuh dan dibaca. Apalagi membaca, menyentuh Alkitab saja sangat jarang sekali dilakukan sampai-sampai berdebu lantaran tidak pernah dibersihkan.

(26)

Alkitab merupakan sebuah buku tebal yang penuh dengan tulisan yang kecil-kecil dan tidak ada gambarnya.

Mengajak anak untuk mengenal dan mendalami kisah-kisah dalam Alkitab bukanlah hal yang mudah, namun juga bukanlah hal yang sulit untuk diusahakan. Salah satu kunci keberhasilannya terletak pada orangtua. Mereka terkadang mengalami kesulitan ketika mengajak anak dan mengenalkan kisah-kisah dalam Alkitab. Anak lebih memilih menyaksikan film kartun di televisi ataupun bermain game online. Bagi anak, baik itu film kartun maupun game online, keduanya lebih menyenangkan dibandingkan membaca Alkitab.

Sejauh pengamatan penulis, antusiasme anak untuk mengenal dan mendalami kisah-kisah dalam Alkitab sekaligus mencintainya sangatlah rendah. Padahal cinta akan muncul karena ada rasa sayang. Celakanya, ada pepatah

mengatakan “tak kenal, maka tak sayang”. Sangatlah susah mengajak anak untuk mencintai Alkitab kalau mereka tidak pernah mengenalinya. Langkah awal yang dapat diusahakan untuk mengenalkan Alkitab pada anak yakni dengan cara mengajak anak merasa senang dan bangga dengan Alkitab.

(27)

adalah permainan papan. Permainan papan ini merupakan sebuah permainan yang dilakukan di atas papan. Permainan papan yang sangat terkenal sejak dahulu adalah catur dan yang terbaru adalah monopoli.

Melihat realitas ini, penulis membahas manfaat bermain permainan papan

“KuBaCi”. Penulis juga membahas faktor-faktor yang memengaruhi minat membaca Alkitab. Dengan bantuan permainan papan “KuBaCi” yang disertai dengan kutipan-kutipan dari Alkitab, penulis juga membahas seberapa besar

pengaruh permainan papan “KuBaCi” terhadap minat membaca Alkitab.

Permainan papan “KuBaCi” adalah sebuah permainan yang dilakukan di

atas papan dengan empat buah bidak sebagai penanda keberadaan pemainnya. Untuk menentukan jalannya permainan, masing-masing pemain mendapatkan satu giliran mengeluarkan dadu pada setiap putarannya. Mata dadu yang menghadap ke atas inilah yang menunjukkan jumlah langkah yang boleh dilewati oleh pemain.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diutarakan, maka dapat diketahui rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apa manfaat bermain permainan papan “KuBaCi”?

2. Faktor apa saja yang memengaruhi minat membaca Alkitab?

(28)

C. Tujuan Penulisan

Melihat rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Memaparkan manfaat bermain permainan papan “KuBaCi”.

2. Memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi minat membaca Alkitab.

3. Mengetahui pengaruh permainan papan “KuBaCi” terhadap minat membaca Alkitab.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Permainan Papan

„KuBaCi‟ dalam Pendampingan Iman Anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran terhadap Minat Membaca Alkitab pada Anak” adalah sebagai berikut:

1. Supaya penulis memiliki pengalaman, pengetahuan, dan wawasan baru baik dalam membuat permainan papan maupun meningkatkan minat membaca Alkitab.

2. Memberikan sumbangan media pendampingan bagi para pendamping Pendampingan Iman Anak (PIA) secara khusus di Stasi Santo Markus Ngirengireng Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.

(29)

E. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Menurut Sugiyono (2004: 169) analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Dengan metode ini penulis menggambarkan sejauh mana Pendampingan Iman Anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Penulis juga mencoba memahami pengertian Pendampingan Iman Anak dari sisi kajian teori. Untuk mendapatkan data awal, penulis menggunakan instrumen penelitian melalui kuesioner tertutup pertama yang ditujukan kepada anak-anak PIA di Stasi Santo Markus Ngirengireng Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Kemudian penulis melakukan pendampingan sebanyak dua kali dengan perlakuan permainan papan “KuBaCi” sebagai media pendampingan. Setelah akhir pendampingan yang kedua, penulis kembali membagikan keusioner yang kedua. Keusioner kedua ini sebagai pembanding dengan kuesioner yang pertama. Apabila hasil dari kedua kuesoner ini terlihat peningkatan minat membaca Alkitab dapat dikatakan bahwa permainan papan “KuBaCi” berhasil untuk meningkatkan minat membaca Alkitab pada anak. Sebaliknya, apabila hasil dari kedua kuesioner tersebut terlihat sama atau bahkan mengalami penurunan,

(30)

F. Sistematika Penulisan

Penulis menyusun penulisan karya tulis ini dengan membagi setiap materi dalam bab-bab tertentu. Setiap bab membahas salah satu materi yang akan diulas berkaitan dengan pengaruh permainan papan “KuBaCi” terhadap minat membaca Alkitab.

Bab I berisi pendahuluan. Bagian pertama penulis menguraikan latar belakang. Bagian kedua penulis menguraikan rumusan masalah. Bagian ketiga penulis menguraikan tujuan penulisan. Bagian keempat penulis menguraikan manfaat penulisan. Bagian kelima penulis menguraikan metode penulisan. Bagian keenam penulis menguraikan sistematika penulisan.

Bab II berisi kajian pustaka. Bagian pertama penulis menguraikan

permainan papan “KuBaCi” yang terdiri dari pemahaman tentang permainan,

pemahaman tentang permainan papan, dan mengenal permainan papan “KuBaCi”.

Bagian kedua penulis menguraikan Pendampingan Iman Anak yang terdiri dari pemahaman tentang pendampingan, pemahaman tentang iman, pemahaman tentang anak, dan pemahaman tentang Pendampingan Iman Anak. Bagian ketiga penulis menguraikan minat membaca Alkitab yang terdiri dari pemahaman tentang minat, faktor-faktor yang memengaruhi minat membaca Alkitab, pemahaman tentang Alkitab, dan minat membaca Alkitab. Bagian keempat

penulis menguraikan permainan papan “KuBaCi” dalam Pendampingan Iman

Anak.

(31)

Ganjuran. Bagian kedua penulis menguraikan penelitian tentang pengaruh permainan papan “KuBaCi” dalam Pendampingan Iman Anak di Stasi Santo Markus Ngirengireng Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran terhadap minat membaca Alkitab pada anak.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bagian pertama penulis menguraikan hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi statistik dan deskripsi frekuensi. Pada bagian kedua penulis menguraikan hasil analisis data yang terdiri dari uji prasyarat dan uji hipotesis. Pada bagian ketiga penulis menguraikan pembahasan hasil penelitian. Pada bagian keempat penulis menguraikan keterbatasan penelitian. Pada bagian kelima penulis menguraikan refleksi kateketis.

(32)

8 BAB II

LANDASAN TEORI PERMAINAN PAPAN “KUBACI”,

PENDAMPINGAN IMAN ANAK DAN MINAT MEMBACA ALKITAB

Fokus pembahasan pada bab ini terdiri dari tiga bagian. Dalam bagian pertama penulis membahas permainan papan “KuBaCi” yang terdiri dari

pembahasan mengenai pemahaman tentang permainan, pemahaman tentang permainan papan, dan mengenal permainan papan “KuBaCi”. Pada bagian kedua

penulis membahas Pendampingan Iman Anak yang terdiri dari pembahasan mengenai pemahaman tentang pendampingan, pemahaman tentang iman, pemahaman tentang perkembangan anak usia 5 – 13 tahun, dan pemahaman tentang Pendampingan Iman Anak. Pada bagian ketiga penulis membahas minat membaca Alkitab yang terdiri dari pemahaman tentang minat, faktor-faktor yang mempengaruhi minat membaca Alkitab, pemahaman tentang Alkitab, dan minat membaca Alkitab. Pada bagian keempat penulis membahas permainan papan “KuBaCi” dalam Pendampingan Iman Anak.

A. Permainan Papan “KuBaCi”

Permainan papan “KuBaCi” adalah sebuah permainan papan yang dibuat

untuk dapat digunakan sebagai sebuah media dalam Pendampingan Iman Anak. Sebelum kita membicarakan permainan papan “KuBaCi” ini lebih dalam, ada

(33)

1. Pemahaman tentang Permainan a. Pengertian Bermain dan Permainan

Bermain dan permainan mempunyai asal kata yang sama yakni main. Tidak berhenti di situ, bermain dan permainan juga saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut terlihat dalam pengertian bermain dan permainan. Hurlock merumuskan bermain sebagai segala kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan tanpa memperhitungkan hasil akhir (Hurlock, 1978: 320). Sementara itu permainan dapat diartikan sebagai alat atau sarana untuk mendukung dan mempermudah dalam bermain.

Dalam bermain anak bisa saja bermain aktif maupun pasif (Hurlock, 1978: 321). Anak dikatakan bermain aktif apabila ia ikut dan terlibat dalam suatu permainan, baik secara individu maupun secara kelompok, sehingga ia memperoleh kesenangan dan kepuasan psikologis. Sedangkan anak yang dikatakan bermain pasif apabila ia tidak ikut dalam permainan dan berperan sebagai penonton untuk memperoleh kesenangan dan hiburan.

b. Manfaat Bermain

Bermain merupakan bagian yang penting dalam kehidupan anak pada usia 5 – 13 tahun. Anak mendapatkan banyak manfaat melalui bermain yang berguna untuk perkembangan dirinya. Manfaat tersebut antara lain:

1) Memperkembangkan fisik

(34)

kuat. Sedangkan anak yang kesehatan fisiknya lemah atau sedang sakit sebaiknya diarahkan untuk bermain aktif yang tidak terlalu menuntut kerja fisik yang berat (Hurlock, 1978: 323, 327–328).

2) Memberi dorongan untuk berkomunikasi

Anak usia ini sudah mulai tertarik dengan kehidupan sosial yang lebih luas. Anak menjadi bisa berbaur dengan teman bermainnya berkat adanya komunikasi. Dengan komunikasi ia bisa mengemukakan ide atau pun menyampaikan apa yang dirasakan oleh dirinya (Hurlock, 1978: 323). Oleh karenanya teman-temannya dapat memahami apa yang sedang dirasakan oleh dirinya, dan sebaliknya ia juga dapat memahami apa yang sedang dirasakan oleh temannya.

3) Penyaluran emosi yang terpendam

Dalam proses sosialisasi terkadang memperoleh hambatan yang berupa pelanggaran dari pihaknya sendiri terhadap aturan sosial yang ada, ataupun karena adanya pembatasan dari lingkungan. Hambatan ini menimbulkan ketegangan pada diri anak yang apabila tidak disalurkan akan menjadi kemarahan yang terpendam (Hurlock, 1978: 323). Kemarahan yang terpendam tersebut akhirnya dapat disalurkan lewat bermain, sehingga anak merasa puas.

4) Menyalurkan kebutuhan dan keinginan anak

(35)

sebagai pemimpin, ia dapat memperoleh kemenangan, ia menjadi bintang, dan sebagainya. Peran yang diperoleh dalam permainan membuat anak merasa puas, karena kebutuhan dan keinginannya atas status sosial yang selama ini belum diperoleh telah terpenuhi (Hurlock, 1978: 323–326). 5) Menjadi sumber belajar

Keluarga menjadi lingkungan sosial yang pertama bagi anak dalam mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan juga pengetahuan-pengetahuan yang mengembangkan kepribadian anak. Tugas orangtua tersebut dibantu oleh sekolah, terutama dalam mengembangkan keterampilan kognitif anak. Meskipun telah dua pihak yang melaksanakan pendidikan pada anak, ternyata masih ada nilai-nilai yang belum dipelajari anak. Nilai-nilai tersebut mereka pelajari di dalam kelompok teman sebaya atau teman bermain (Hurlock, 1978: 320–351), dan juga melalui permainan-permainan yang ada.

6) Merangsang aktivitas anak

(36)

7) Mengembangkan wawasan diri

Anak dalam bermain dituntut untuk mempunyai keterampilan dan kemampuan tertentu, sehingga ia dapat diterima dalam kelompok bermain teman sebayanya. Dalam permainan bersama ini anak dapat mengetahui tingkat kemampuan yang ia miliki, yang kemudian ia bandingkan dengan teman yang lain (Hurlock, 1978: 320–351). Pemahaman dan penemuan diri memungkinkan mereka mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata. Selain itu dengan adanya teman pembanding anak termotivasi untuk terus menambah dan mengembangkan kemampuannya. 8) Membantu anak untuk belajar bermasyarakat

Anak pada usia ini mempunyai minat yang besar pada permainan tim atau permainan yang melibatkan banyak orang. Permainan tim yang memotivasi anak mengadakan hubungan sosial secara lebih dekat dengan kelompoknya merupakan tempat dan saat yang tepat bagi anak untuk belajar bermasyarakat (Hurlock, 1978: 320–334). Dalam kelompok bermain ini anak mempelajari cara-cara membentuk kelompok sosial dan cara-cara mengatasi masalah-masalah yang timbul karena hubungan sosial itu sendiri, serta masalah-masalah yang menjadi keprihatinan bersama. 9) Menanamkan standar moral

(37)

dalam kelompok bermain (Hurlock, 1978: 322–324), karena dalam kelompok ini anak dipaksa untuk mengakui dan mengusahakan tingkah laku sesuai standar moral yang diakui kelompok. Standar moral dalam kelompok tidak secara eksplisit memaksa anak, tetapi secara implisit tersirat dalam peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang ada.

10) Belajar bemain sesuai dengan peran jenis kelamin

Pada tahap usia ini anak cenderung membentuk kelompok teman sejenis. Kelompok anak perempuan lebih menyukai permainan yang bernuansa dapur dan pengelolaan rumah tangga, seperti: memasak, belanja, mengasuh anak, dan sebagainya. Sedangkan pada kelompok anak laki-laki menyukai permainan yang maskulin, di mana mereka lebih menekankan kekuatan fisik dan bernuansa kepahlawanan, seperti: perang-perangan, kejar-kejaran, kuda-kudaan, dan sebagainya. Perbedaan sifat dan jenis permainan terpengaruh oleh tekanan sosial untuk memahami kodratnya. Hal ini sangat baik bagi anak karena akan membuat anak menyadari kodratnya (Hurlock, 1978: 323–325) dan dapat menemukan dirinya dalam konteks hubungan sosial.

11) Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan

(38)

tersebut sedikit demi sedikit melekat dalam diri anak, sehingga membentuk ciri kepribadian yang baik dan sesuai yang diinginkan, yaitu manusia dewasa yang seimbang.

c. Jenis Permainan

Permainan dalam hidup anak menjadi sesuatu yang sangat penting dan bernilai mendidik, secara nyata berkembang dan berubah sesuai taraf perkembangan usia anak. Jenis permainan yang ada dapat digolongkan menjadi dua bagian (Hurlock, 1978: 322–323), yaitu permainan yang dipengaruhi tradisi dan permainan yang mengikuti pola perkembangan yang dapat diramalkan.

Permainan yang dipengaruhi tradisi secara turun temurun diwarisi dari generasi ke generasi (Hurlock, 1978: 322). Permainan ini dipakai oleh orangtua sebagai sarana penanaman nilai pada anak sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat setempat, yang secara implisit terkait dalam kebudayaan yang ada.

Permainan yang mengikuti pola perkembangan dapat diramalkan karena berkaitan dan sesuai dengan perkembangan psikologis anak (Hurlock, 1978: 334), mulai dari permainan masa bayi, permainan individu atau perorangan, permainan tetangga, permainan tim, dan permainan dalam ruang.

(39)

menampilkan bunyi-bunyi khas dan warna-warna mencolok guna memancing perhatian bayi.

2) Anak pada usia 4 – 5 tahun dalam bermain sudah memiliki kemandirian, sehingga mereka lebih menguasai permainan individu atau perorangan. Anak bermain selain untuk kesenangan juga menguji kecakapan yang dia peroleh di masa sebelumnya. Pengujian kecakapan dilakukan anak dengan cara sedikit mengubah peraturan atau bahkan dilanggar sama sekali, sehingga anak selalu melakukan hal-hal di luar kewajaran, misalnya: berjalan di sisi got, berjalan dengan satu kaki, turun tangga mundur, atau meloncat, dan sebagainya.

3) Anak usia 5 – 8 tahun selain tertarik dengan permainan individu atau perorangan, ia juga berminat dalam permainan tetangga atau permainan kelompok. Dalam permainan tetangga ini anak mulai mengenal peraturan, kepemimpinan, sportivitas, kejujuran, dan lain sebagainya. Permainan tetangga menjadi awal dari hidup sosial anak di luar keluarganya, karena dalam permainan tetangga ini anak mulai menyadari perlunya mempunyai teman sebaya.

(40)

5) Anak pada usia 10 – 13 tahun selain menyukai permainan tim, mulai berminat dengan permainan dalam ruang. Secara fisik permainan dalam ruang ini tidak begitu melelahkan, namun banyak menuntut kerja otak dan lebih menekankan perkembangan kognitif anak. Permainan dalam ruangan ini misalnya main kartu, permainan papan, dan lain sebagainya. Permainan dalam ruang tetap bernuansa persaingan, sehingga memotivasi anak untuk sungguh terlibat dalam permainan tersebut.

d. Ciri Permainan Anak

Permainan anak-anak yang secara dasariah bertujuan untuk menjawab kebutuhan anak akan kegembiraan, menjadi sarana dalam mendidik dan mengembangkan anak. Bertitik tolak dari hal tersebut, permainan anak-anak dituntut memiliki ciri khusus (Hurlock, 1978: 320–331) yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Ciri-ciri tersebut adalah:

1) Bebas

(41)

2) Menggembirakan

Permainan hendaklah memiliki ciri “kegembiraan”, karena dengan adanya

unsur kegembiraan tersebut anak tertarik dan dengan suka rela melaksanakannya (Hurlock, 1978: 320–321, 328). Unsur kegembiraan yang terkandung dalam permainan menjawab kebutuhan anak akan kegembiraan, dan menjadi ajang memupuk sikap positif akan kehidupan, sehingga anak yang mengalami masa kanak-kanak penuh kegembiraan diharapkan optimis dalam menempuh hidupnya.

3) Menarik anak untuk aktif

Permainan anak sebagai sarana belajar bagi anak, hendaklah bersifat menarik minat anak (Hurlock, 1978: 321–322, 328), karena hal tersebut memungkinkan anak untuk bermain secara aktif dan gembira. Kemenarikan suatu permainan dapat diupayakan melalui sarana ataupun peraturan-peraturan dalam permainan. Adanya sarana dan aturan permainan tersebut membuat anak aktif terlibat dalam bermain.

4) Berorientasi sosial

(42)

5) Sesuai lingkungan

Permainan anak tidak dapat lepas dari lingkungan di mana anak tinggal, karena permainan anak menjadi bagian dari penanaman nilai-nilai pada anak (Hurlock, 1978: 322–323, 328). Permainan anak yang sesuai dengan lingkungan dapat mempermudah anak untuk bermain dan mencari sarana-sarana perlengkapan bermain. Kemudahan tersebut menjadikan anak tidak menghadapi kesulitan-kesulitan yang serius, sehingga tidak menghambat perkembangan psikologis anak.

6) Memacu kreativitas anak

Kreativitas anak terpacu dengan adanya sifat terbuka dari permainan yang ada, yang memungkinkan anak mengadakan perubahan baik dari cara bermain, alat, sarana, maupun peraturan-peraturan permainan. Perubahan yang dilakukan anak tersebut akan menghasilkan bentuk baru dari permainan yang telah ada (konstruktif), sehingga anak tidak pernah menemukan kejenuhan dalam bermain. Hal tersebut berpengaruh bagi perkembangan anak, karena anak terpuaskan keinginannya untuk mengadakan percobaan (Hurlock, 1978: 329), sehingga anak semakin kreatif, produktif, dan berjiwa sosial.

7) Mengembangkan fantasi anak

(43)

mengkhayalkan dirinya menjadi seseorang yang hebat, Hal ini mendorong anak untuk memiliki cita-cita bagi hidupnya.

8) Mengembangkan rasa seni

Seperti halnya bermain konstruktif, nyanyian dan tarian dapat menjadi sarana penyesuaian sosial anak, karena nyanyian, gerakan, ataupun tarian tersebut sering mereka gunakan sebagai alat komunikasi dan membentuk kelompok (Hurlock, 1978: 331). Di samping itu, permainan yang mengandung unsur seni berperan pula dalam membentuk kehalusan rasa pada diri anak, karena melalui bermain anak menghayati nyanyian, gerakan, ataupun tarian yang ada, dan hal tersebut membawa anak untuk menghayati lingkungan, alam, dan dirinya sendiri dengan rasa seni.

9) Memancing anak untuk mengadakan penelitian dan percobaan

Anak mengadakan permainan selain sebagai pelepas kejenuhan dan memperoleh kegembiraan, juga mengadakan percobaan-percobaan (Hurlock, 1978: 332–333). Bertitik tolak dari hal tersebut, banyak ahli dan juga orangtua menyadari akan pentingnya bermain bagi anak untuk mengadakan percobaan-percobaan, walaupun terkadang menimbulkan kerugian materi, seperti: mainan cepat rusak, kaca jendela pecah, taman menjadi rusak, dan sebagainya.

10) Mengandung nilai-nilai positif

(44)

antara lain nilai moral, nilai sosial, dan rasa kemanusiaan. Nilai moral tampak dari adanya peraturan-peraturan, yang menuntut anak untuk mengadakan penyesuaian diri. Nilai sosial tampak dalam permainan tim yang lebih berpola pada suatu tatanan masyarakat (miniatur) yang di dalamnya ada pemimpin, anak buah, peraturan-peraturan, penghargaan, dan bahkan sanksi. Rasa kemanusiaan dalam diri anak muncul karena dengan berkembangnya rasa moral dan rasa sosial tersebut anak terbuka untuk menghargai dan menerima orang lain.

2. Pemahaman tentang Permainan Papan a. Pengertian Permainan Papan

Permainan papan merupakan jenis permainan yang dimainkan di atas papan yang khas bagi permainan tersebut (https://id.wikipedia.org). Papan permainan dalam permainan papan menjadi hal utama yang harus ada. Papan permainan menjadi penting karena di atas papan inilah permainan papan akan dimainkan oleh para pemainnya. Setiap permainan papan memiliki kekhasan pada papan permainannya yang juga berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya permainan papan tersebut.

(45)

Sayangnya pemahaman orang-orang zaman sekarang ini mengalami pergeseran persepsi mengenai permainan papan. Orang-orang zaman sekarang ini menganggap bahwa permainan papan adalah permainan untuk anak-anak. Padahal permainan papan merupakan medium rekreasi yang tidak mengenal usia dan mendorong para pemain untuk berinteraksi lebih dekat dibandingkan dengan permainan jenis lainnya (http://tekno.kompas.com).

b. Kategori Permainan Papan

Permainan papan yang telah ada dapat digolongkan menjadi beberapa kategori (https://id.wikipedia.org). Beberapa kategori tersebut adalah sebagai berikut: (1) permainan strategi abstrak, seperti: Catur, Dam Inggris, Arimaa, Irensei, dan Go; (2) permainan papan gaya Jerman atau Eurogames, seperti: The Settlers of Catan, dan Puerto Rico; (3) permainan balap, seperti: Parcheesi dan Backgammon; (4) permainan gelontor dan jalan, seperti: Monopoli dan The Game of Life; (5) permainan trivia, seperti: Trivial Pursuit; (6) permainan kata, seperti: Scrabble; dan (7) permainan perang, seperti: Risk dan Advanced Squad Leader.

c. Permainan Papan Bersejarah dari Berbagai Kebudayaan di Dunia

(46)

1) Tafl

Tafl adalah permainan yang sangat populer di kalangan Viking. Permainan ini dimainkan oleh dua pemain. Pemain pertama bertujuan untuk mengamankan rajanya dari pusat papan menuju ke tepi papan. Sementara pemain kedua bertujuan untuk menangkap raja pemain pertama dengan berbagai cara yang ia bisa. Tafl tersebar di seluruh Eropa dan menjadi kebanggaan para bangsawan pada masa itu.

2) The Landlord’s Game

The Landlord’s Game diciptakan pada tahun 1903 oleh aktris Maryland Lizzie Magie. Papan permainan terdiri dari jalur persegi, dengan deretan properti di sekitar bagian luar dimana tiap pemain bisa membeli. Papan permainan memiliki empat jalur kereta api, dua utilitas, penjara, dan sudut bernama "Labor Upon Mother Earth Produces Wages", dimana pemain menerima $100 setiap kali kali mereka melewatinya. Permainan inilah yang mejadi cikal bakal permainan papan Monopoli yang kita kenal seperti sekarang ini.

3) Vaikuntapaali

(47)

berdosa. Sekarang kita menjumpai permainan seperti ini dengan nama permainan papan ular tangga.

4) Nine Men’s Morris

Nine Men’s Morris merupakan permainan kuno yang diciptakan sekitar tahun 1.440 SM. Permainan ini ditemukan berupa ukiran pada undak dan batu di Sri Lanka, Zaman Perunggu Irlandia, Troy kuno dan Barat Daya Amerika Serikat. Permainan ini dimainkan dengan tujuan menciptakan baris ketiga. Setelah semua pion terpasang pada papan permainan, pion tersebut bisa dipindahkan satu ruang per langkah. Setiap kali seorang pemain membuat pion menjadi tiga deret, maka ia dapat mengambil salah satu pion lawannya dari papan permainan. Pemain yang telah kehilangan dua pion dianggap kalah. Permainan ini adalah asal-usul dari permainan papan Tick-Tack-Toe.

5) The Mansion of Happiness

(48)

6) Senet

Senet adalah permainan papan tertua yang ditemukan ada di dunia. Senet telah ditemukan di ruang pemakaman dari zaman 3.500 SM termasuk di empat makam Tutankhamen. Papan permainan terdiri dari tiga kotak lebar dan sepuluh kotak panjang, dan set biasanya memiliki 57 buah untuk setiap pemain. Masing-masing pemain menempatkan pionnya di seluruh papan dengan menggunakan tongkat yang dilemparkan sebagai semacam dadu.

7) Mancala

Papan permainan Mancala adalah sepetak tanah lunak dan beberapa biji atau kerikil. Tanah lunak tersebut digali sampai membentuk deretan lubang yang menyamping. Pemain mengambil biji atau kerikil dari salah satu lubang dan mendistribusikannya satu per satu pada setiap lubang. Kita mengenal permainan papan ini dengan nama Dakon.

8) Chaupat

Chaupat merupakan permainan papan kuno dari India. Setiap pemain berlomba untuk mengarahkan pionnya menuju area di tengah papan permainan. Langkah pion setiap pemain ditentukan oleh kerang cowry yang dilempar oleh pemain. Sekarang permainan papan ini disederhanakan dan kita mengenalnya dengan nama permainan papan Ludo.

9) Chaturanga

(49)

pada tahun 1972, bahkan telah menggulingkan semua pesaing di Eropa yang dijuluki "Game of Kings" dan bahkan permainan Barat. Permainan papan ini juga digunakan sebagai analogi untuk kehidupan dan dalam pikiran populer permainan ini dijadikan sebagai simbol dari kejeniusan. Chaturanga adalah leluhur dari apa yang kita kenal sekarang dengan nama permainan papan Catur.

10) The Royal Game Ur

The Royal Game Ur adalah permainan papan tertua yang terkenal dan ditemukan masih dalam bentuk aturan main yang asli. Permainan ini diperkirakan sudah ada sejak 2600 SM. Set tertua yang ditemukan berada di Irak pada tahun 1920. The Royal Game Ur adalah permainan adu cepat, dimana salah satu pemain melempar dadu untuk memindahkan bidaknya menuju tujuan. Permainan ini diperkirakan telah lama punah dan digantikan oleh permainan papan Backgammon yang ada sejak 2000 tahun yang lalu.

3. Mengenal Permainan Papan “KuBaCi” a. Permainan Papan “KuBaCi"

(50)

b. Kelengkapan Permainan Papan “KuBaCi”

Dalam bermain permainan papan “KuBaCi” ini diperlukan kelengkapan

permainan. Adapun kelengkapan permainan papan “KuBaCi” yaitu:

1) Papan Permainan

Papan yang berukuran 9x9 kotak inilah yang menjadi area permainan “KuBaCi”. Pada setiap sudut papan ini terdapat titik awal keberangkatan

masing-masing kelompok. Setiap sudut hanya dapat ditempati oleh satu kelompok pemain. Kotak-kotak yang terdapat dalam papan permainan merupakan batas setiap langkah. Setiap kotak dapat dilalui dengan satu langkah. Gerak langkah pemain dapat secara vertikal maupun horizontal. Dalam papan ini juga terdapat gambar-gambar dua belas rasul yang menjadi tujuan setiap kelompok sesuai dengan Kartu Tujuan.

(51)

2) Bidak

Terdapat empat buah bidak dalam permainan papan “KuBaCi” ini. Empat bidak tersebut mempunyai warna yang berbeda-beda yakni merah, kuning, hijau, dan ungu. Setiap kelompok memiliki satu bidak yang menjadi penanda keberadaan kelompok tersebut di atas papan permainan “KuBaCi”.

Gambar 2. Empat Buah Bidak Permainan Papan “KuBaCi”

3) Dadu

Dadu yang digunakan dalam permainan papan “KuBaCi” ini sedikit

berbeda dengan dadu pada umumnya. Mata dadu dalam permainan “KuBaCi” ini hanya ada bulatan antara satu sampai dengan tiga pada

keenam sisi dadu. Bulatan-bulatan inilah menjadi penanda jumlah langkah untuk melangkahkan bidak.

(52)

4) Kartu Tujuan

Ada duabelas Kartu Tujuan dalam permainan papan “KuBaCi” ini. Kartu inilah yang menjadi tujuan bagi para kelompok. Kelompok yang tercepat sampai di tujuan akan mendapatkan kartu ini. Kartu ini akan menjadi incaran setiap kelompok karena kelompok yang berhasil mengumpulkan dengan jumlah terbanyaklah yang akan menjadi pemenang dalam permainan papan “KuBaCi”.

Gambar 4. 12 Kartu Tujuan Permainan Papan “KuBaCi”

5) Kartu Info

(53)

Gambar 5. 12 Kartu Info Permainan Papan “KuBaCi”

c. Cara Bermain Permainan Papan “KuBaCi”

(54)

Setiap kelompok ini nantinya akan mendapatkan satu buah bidak yang akan menjadi penanda keberadaan kelompoknya. Bidak yang digunakan oleh masing-masing kelompok berbeda-beda warnanya. Warna ini pula yang akan dijadikan acuan untuk pemberian nama masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok meletakkan bidaknya di kotak titik awal pada papan permainan. Setiap kelompok mempunyai titik awal yang berbeda-beda yang terdapat pada sudut-sudut papan permainan. Setiap sudut-sudut papan permainan hanya dapat digunakan oleh satu kelompok.

Pendamping mengambil satu kartu tujuan sebelum kelompok pertama melemparkan dadu untuk pertama kali. Kartu yang diambil kemudian diperlihatkan kepada semua pemain. Isi kartu tersebut merupakan tujuan yang harus dicapai oleh semua kelompok. Selanjutnya dadu dilempar oleh anggota kelompok dan mata dadu terlihat menunjukkan jumlah langkah yang didapat oleh kelompok tersebut pada putaran saat itu. Gerak langkah bidak boleh secara vertikal maupun horizontal dengan tetap memperhatikan jumlah langkahnya. Pelemparan dadu terus berlangsung dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain sampai ada salah satu kelompok yang telah mencapai tujuan sesuai yang terdapat dalam kartu.

(55)

Permainan dilanjutkan dengan mengambil kartu tujuan berikutnya dan menunggu giliran bermain. Permainan ini terus berlangsung sampai dua belas kartu tujuan telah terbuka semua. Kelompok yang paling banyak memiliki kartu tujuan tersebut adalah pemenangnya.

B. Pendampingan Iman Anak

Pendampingan Iman Anak (PIA) ini merupakan wadah yang telah diupayakan oleh Gereja untuk membimbing dan mengembangkan hidup beriman anak. Sebelum kita membicarakan Pendampingan Iman Anak ini lebih dalam, ada baiknya kita memulainya dari pembahasan mengenai pemahaman tentang pendampingan, kemudian pemahaman tentang iman, dilanjutkan dengan pemahaman tentang perkembangan anak usia 5 – 13 tahun, dan yang terakhir pemahaman tentang Pendampingan Iman Anak.

1. Pemahaman tentang Pendampingan a. Pengertian Pendampingan secara Umum

(56)

b. Dasar Pendampingan

Manusia tercipta sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial secara kodrati. Manusia sebagai makhluk individu dikaruniai keunikan-keunikan yang ada pada dirinya, sehingga membedakan dirinya dengan orang lain. Sementara itu ia juga tercipta sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari kelompoknya (Kartono, 1979: 7–8). Pada kenyataannya manusia tidak dapat mengembangkan dirinya sendirian dan tanpa campur tangan dari orang lain. Atas dasar ini, maka dalam pendampingan mengandaikan telah ada kesadaran dari orang yang akan didampingi terkait pentingnya pendampingan bagi dirinya. Kesadaran dari dirinya yang perlu mendapatkan pendampingan dari orang lain yang mampu mendampingi dirinya. Namun perlu diperhatikan juga dari pihak pendamping untuk memperhatikan potensi-potensi yang telah dimiliki orang yang akan didampingi.

Mengingat bahwa pendampingan diperlukan bagi siapa saja, maka pendampingan perlu disesuaikan dengan tingkat kedewasaan subyek yang didampingi, sehingga lebih efisien dan efektif (Mangunhardjana, 1986: 40–41) dan subyek yang didampingi itulah yang menjadi titik tolak peletakan dasar pendampingan. Pendampingan mengutamakan subyek yang didampingi karena:

1) Bertujuan membantu pemekaran kaum muda secara bertahap sehingga berkembang dan dapat mencapai kedewasaan yang utuh.

(57)

3) Berpusat pada peserta pendampingan sedangkan pendamping sendiri berperan sebagai pelancar dalam proses pendampingan.

4) Memanfaatkan kelompok dan hal ini sesuai dengan harapan dan tuntutan kaum muda untuk membangun kebersamaan.

5) Tujuan final yang diinginkan adalah menjadi manusia cakap dalam status dan tanggung jawab terhadap kehidupannya di masa dewasa.

c. Tujuan Pendampingan

Hakikat dari pendampingan adalah membantu dan mendorong seseorang, secara khusus kaum muda, dalam mengembangkan dirinya secara jelas dan terarah. Pendampingan memiliki tujuan untuk membantu mereka untuk memperoleh pengetahuan, informasi, kecakapan, sikap, perbuatan, dan perilaku hidup baik hidup pribadi maupun hidup bersama orang lain (Mangunhardjana, 1986: 26–28), sehingga nantinya mereka dapat memperoleh peran di tengah masyarakat. Mengacu dari rumusan tersebut, tujuan pendampingan meliputi semua aspek pribadi manusia, sehingga hasil dari pendampingan tersebut adalah sebuah pribadi yang utuh dan integral.

d. Ciri Khas Pendampingan

(58)

atau penerima pasif dalam pendampingan, melainkan subyek yang aktif mengembangkan dirinya atas dasar kebebasan. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Mangunhardjana (1986: 21) yang mengatakan bahwa pendampingan merupakan usaha dua arah dari pendamping kepada subyek yang didampingi dan dari subyek yang didampingi kepada pendamping.

Dengan adanya kekhasan tersebut pendampingan menampakkan adanya unsur yang sungguh manusiawi, di mana dalam pendampingan kebebasan dari masing-masing subyek sungguh dijunjung tinggi. Penghargaan tersebut tampak jelas dalam proses pendampingan, di mana pendamping tidak mengindoktrinasi subyek yang didampingi, demikian pula sebaliknya subyek yang didampingi tidak tergantung pada subyek pendamping atau menuntut pendamping di luar kemampuannya. Dengan kata lain, antar subyek pendamping dan yang didampingi tetap saling menghormati kebebasan masing-masing (Mangunhardjana, 1986: 44), serta mengikuti jalur-jalur relasi yang saling menguntungkan.

2. Pemahaman tentang Iman a. Pengertian Iman secara Umum

(59)

kepercayaan akan kebenaran wahyu tersebut, atau sering disebut iman. Di mana perbuatan atau tindakan tersebut keluar dari dirinya sebagai keseluruhan, karena beriman berarti mengadakan relasi pribadi dengan Allah. Manusia berelasi dengan Allah bukan hanya sebatas menerima kebenarannya (Huijbers, 1985: 76–77), akan tetapi menyerahkan diri kepada Allah secara total atau utuh.

Jika manusia sampai pada percaya, ia mengikuti suatu rahmat Allah yang membawa ke arah Allah sendiri. Kepercayaan tersebut menyangkut perasaan yang membawa pula pengertian akan Allah yang diakui kehadiran-Nya. Dengan demikian muncul kesadaran dari pihak manusia bahwa Allah adalah “kebaikan”. Atas dasar pengertian tersebut, manusia percaya bahwa tidak mungkin bisa mencapai Allah dengan menguasainya, melainkan dengan menyerahkan diri seutuhnya pada Allah (KWI, 1996: 127–128).

b. Pengertian Iman Kristiani

Iman merupakan jawaban manusia terhadap wahyu Allah, dalam iman Kristiani secara khusus dihayati lewat misteri pewahyuan Allah dalam pribadi Yesus Kristus, maka dalam agama Kristiani diakui bahwa:

1) Iman sebagai jawaban manusia terhadap wahyu Allah

(60)

dan usaha dari manusia sebagai wujud jawaban atas tawaran keselamatan dari Allah. Jawaban manusia tersebut diwujudkan melalui kepercayaannya terhadap kebenaran wahyu Allah dalam diri Yesus Kristus.

2) Iman sebagai penyerahan diri manusia kepada Allah

Kebaikan terbesar yang dikerjakan Allah terwujud dalam “Pribadi Yesus

Kristus” sebagai pemenuhan pewahyuan. Wahyu yang mempribadi dalam

diri Yesus tersebut menjadi perantara persatuan manusia dengan Allah. Yesus mengajarkan kepada kita untuk selalu berserah diri kepada Allah. Oleh karena itu manusia wajib menyatakan ketaatan iman dalam wujud penyerahan diri seutuhnya kepada Allah (DV, art. 4). Pada akhirnya segala tindakan dan perilaku yang diperbuat oleh manusia bertitik tolak serta berarah pada kehendak Allah.

3) Yesus Kristus Pusat Iman Kristiani

(61)

3. Pemahaman tentang Anak Usia 5 13 Tahun a. Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat urat syaraf dan otak yang terkoordinasi (Hurlock, 1978: 150). Perkembangan motorik pada anak usia 5 – 13 ini tampak pada keterampilan-keterampilan tertentu yang digunakan sebagai sarana untuk memperoleh pengakuan sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut di antaranya: keterampilan berbicara, keterampilan menolong diri sendiri dan orang lain, keterampilan sekolah, dan keterampilan bermain.

Keterampilan berbicara menjadi hal yang penting pada usia tahap ini. Hal ini berguna untuk mengutarakan keinginannya terhadap sesuatu. Ciri yang menonjol dari kemampuan berbicara pada usia ini adalah senangnya anak menggunakan kata-kata tidak lazim atau pantangan dan kata-kata rahasia untuk menarik perhatian, senang bercerita, dan dapat mencapai prestasi akademik (Hurlock, 1978: 176–180).

(62)

Keterampilan sekolah merupakan keterampilan yang diperlukan anak untuk dapat mengikuti segala kegiatan baik akademik maupun non akademik (Hurlock, 1978: 163), yang berpuncak pada kemampuan anak mencapai prestasi di sekolah. Anak pada usia ini memang telah mencapai kematangan untuk sekolah. Hal ini tampak dengan pesatnya perkembangan pikiran atau intelegensi anak.

Keterampilan terakhir yang dituntut pula dari anak pada usia tahap ini adalah keterampilan bermain. Pada usia tahap ini anak mulai masuk ke dalam kelompok teman sebaya, yang secara sosial terwujud dalam kelompok bermain. Dalam kelompok bermain anak dituntut siap secara fisik dan mental untuk terlibat di dalam permainan kelompok (Hurlock, 1978: 163, 322). Oleh karena itu anak dituntut pula untuk menguasai permainan-permainan beserta peraturan sesuai dengan kesepakatan dalam kelompok.

b. Perkembangan Emosi

Emosi merupakan unsur dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, sehingga manusia memiliki motivasi untuk berbuat sesuatu. Emosi sudah melekat pada pribadi seseorang dari mulai lahir sampai dengan meninggal. Semakin bertambahnya usia semakin tampak pula variasi ekspresi yang berbeda-beda dari emosi (Hurlock, 1978: 210–212).

(63)

dalam diri anak. Perasaan-perasaan tersebut di antaranya adalah perasaan takut, marah, cemburu, iri, dukacita, keingintahuan, gembira, dan kasih sayang.

Perasaan takut adalah salah satu unsur emosi yang menonjol pada anak usia ini. Perasaan takut pada anak dapat dipengaruhi oleh daya fantasi dan sosialitas anak itu sendiri. Daya fantasi selain memperkembangkan diri anak juga dapat menghanyutkan pada khayalan yang menimbulkan rasa takut akibat cerita mistis yang telah mereka baca. Perasaan takut ini disebut rasa takut fantastis (Hurlock, 1978: 215–217), karena rasa takut tersebut berasal dari fantasi anak. Rasa takut anak dipengaruhi juga oleh perkembangan sosialitasnya. Pengalaman berelasi dengan orang lain dapat menimbulkan rasa canggung, rasa khawatir, rasa cemas, dan rasa malu.

Perasaan marah dapat menjadi sarana yang efektif bagi anak untuk memperoleh keinginannya. Seringkali anak mendapat penolakan ataupun penerimaan yang negatif dalam mencari perhatian dan pengakuan sosial. Sebagai protes dari diri anak akan penolakan tersebut muncullah berbagai ekspresi rasa marah, seperti: memukul, menangis, dan menarik, bahkan bisa sampai mengasingkan diri.

Perasaan cemburu muncul akibat dari ketakutan kehilangan rasa kasih sayang. Hal ini muncul karena berubahnya sikap orangtua terhadap mereka. Orangtua mulai membiarkan mereka lepas dari rasa tergantung, namun hal tersebut sering diartikan sebagai pilih kasih dan tidak sayang lagi.

(64)

usia ini menginginkan pemilikan sesuatu lebih banyak dari anak yang lain, sehingga muncul sikap memusuhi pada pihak lain.

Perasaan dukacita pada anak usia ini lebih disebabkan karena suatu trauma psikis. Anak merasa berduka akibat kehilangan sesuatu yang dicintainya. Namun perasaan semacam ini biasanya tidak terjadi begitu lama. Hal ini disebabkan karena ingatan anak akan sesuatu tidak bertahan lama.

Perasaan ingin tahu pada anak usia ini tampak dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang sering mereka ajukan. Sesuatu yang baru, aneh, dan hebat juga menjadi hal yang membuat anak menjadi penasaran. Penasaran ini menjadi sumber dari rasa ingin tahu dalam diri anak. Keingintahuan anak ini menjadi suatu hal yang positif bagi perkembangan intelektualitasnya, karena mereka menjadi lebih kritis dan kreatif.

Perasaan gembira merupakan unsur terbesar dalam emosi anak. Hal ini tampak dari mudahnya mereka beralih dari situasi duka ke suka. Anak dapat beralih dari situasi duka menjadi suka tanpa terbebani rasa bersalah sedikit pun. Demikian terjadi karena dunia anak adalah dunia yang penuh dengan kegembiraan. Ditambah lagi dengan adanya pertemuan dan permainan kelompok bersama teman sebayanya yang semakin membawa mereka sampai pada puncak kegembiraan.

(65)

damai, dan keberanian. Ketika anak semakin merasa disayang maka mereka juga memberikan respon dengan kasih sayang dan tingkah laku yang positif.

c. Perkembangan Sosialitas

Perkembangan sosialitas dan kepribadian anak usia 5 – 13 tahun ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial mereka. Mereka mulai keluar dari rumah dan bertemu dengan teman-teman sebayanya. Teman sebaya ini menjadi titik tolak mengenal diri sendiri serta berperan dalam perkembangan pribadinya. Perkembangan kepribadian dan sosialitas mereka yang semula berlingkup dalam keluarga kini mulai meluas ke lingkungan teman sebaya, baik dalam lingkup sekolah maupun teman bermain.

Lingkungan sosial di sekolah menjadi pelengkap serta perluasan pendidikan dalam keluarga. Sekolah menjadi tempat pengembangan potensi-potensi anak, sehingga dapat menyesuaikan diri serta mencapai kemandirian diri (Hurlock, 1978: 252–258). Kemandirian anak yang tumbuh berkat pengetahuan yang mereka dapatkan di dalam kelas maupun ketika mereka sedang berinteraksi dengan teman-temannya.

Dalam bermain permainan kelompok mereka mulai menerapkan kriteria baru dalam pemilihan teman bermain mulai dari jenis kelamin, ciri fisik, sampai kematangan psikologis. Oleh sebab itu pada tahap usia ini anak cenderung membentuk “gang” (Hurlock, 1978: 264–267), yang tujuannya untuk memperoleh

(66)

d. Perkembangan Moralitas

Perkembangan moralitas anak pada usia 5 – 13 tahun dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di sini adalah diri anak itu sendiri yang mengalami masa transisi. Sementara itu yang dimaksud faktor eksternal adalah keluarga dan lingkungan tempat tinggal anak yang turut serta berpengaruh pada perkembangan moral anak.

Perkembangan moralitas anak pada usia ini mengalami masa transisi dari moralitas kosong menuju moralitas yang berdasar. Moralitas kosong merupakan suatu tindakan moral tanpa tahu alasan yang mendasari tindakannya serta lebih bersifat egosentris. Sifat egosentris ini tampak dari tujuan mereka mematuhi nilai-nilai moral untuk menghindari hukuman atau karena ia ingin mendapat pujian dan hadiah (Hurlock, 1978: 80). Moralitas kosong terjadi pada anak tahap usia sebelumnya. Sementara itu, pada anak usia ini mulai memahami adanya nilai-nilai tertentu yang mendasari suatu tindakan. Selain itu mereka mulai pula memahami kegunaan peraturan serta konsekuensi-konsekuensi bagi pelanggaran nilai tersebut.

(67)

e. Perkembangan Religiositas

Perkembangan religiositas pada anak usia 5 – 13 tahun dapat diamati melalui tahap perkembangan psikologisnya. Karena kehidupan agama pada masa kanak-kanak membawa pula ciri perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Hurlock, 1978: 78–82). Hal ini dapat kita lihat dari ciri-ciri agama pada anak yang berorientasi egosentris, kekonkretan antropoformis, serta eksperimentasi, inisiatif, dan spontanitas.

Ciri pertama agama masa kanak-kanak adalah “orientasi egosentris” (Hurlock, 1978: 132–133). Ciri ini tampak dari arah dan fokusnya adalah dirinya sendiri. Hidup keagamaan anak pun mengarah pada terpenuhinya segala kebutuhannya. Hal ini tampak dari kesediaan anak untuk menghafal doa yang diajarkan agar memperoleh pujian atau hadiah.

Ciri kedua agama masa kanak-kanak adalah “kekonkretan antropoformis” (Hurlock, 1978: 133–134). Ciri ini bertitik tolak dari pengalaman hidup konkret anak dalam berelasi dengan orang lain, terutama orangtuanya. Mereka menghayati Allah sebagai manusia seperti ayah atau kakeknya. Allah yang sungguh manusia yang mempunyai kepala, badan, tangan, dan kaki. Allah yang dapat marah ataupun penuh dengan kebaikan. Oleh sebab itu tokoh ayah atau kakek sangat mempengaruhi gambaran Allah dalam diri anak.

(68)

spontan. Inisiatif melakukan percobaan tersebut memberikan pemahaman kepada anak tentang gambaran Allah atau pun ajaran-ajaran religius yang telah ia terima.

4. Pemahaman Tentang Pendampingan Iman Anak a. Pengertian Pendampingan Iman Anak

(69)

Pendampingan Iman Anak diupayakan oleh Gereja untuk mendampingi anak-anak dalam mengembangkan imannya. Oleh karena itu dalam Pendampingan Iman Anak pasti terdiri dari anak-anak yang beriman Katolik. Dalam Pendampingan Iman Anak semuanya dikemas menarik yang didasari pada nilai-nilai Kristiani. Pendampingan Iman Anak juga merupakan kegiatan yang dapat menolong para orangtua dalam pengembangan iman anak mereka.

Berbeda dengan Pendampingan Iman Anak, playgroup diadakan tidak semata-mata untuk mengembangkan dari sisi iman. Oleh karena itu peserta dalam playgroup juga tidak seiman. Playgroup yang dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai Kelompok Bermain dipercaya dapat memberikan stimulasi yang baik untuk mengembangkan intelegensi, kemampuan sosial, dan kematangan motorik anak.

b. Sejarah Pendampingan Iman Anak

Pendampingan Iman Anak dalam Gereja Katolik berawal dari keprihatinan Gereja terhadap hidup anak dan kaum remaja di zaman ini. Keprihatinan tersebut tercetus dalam Konsili Vatikan II pada tahun 1962–1965. Konsili Vatikan II tersebut menghasilkan salah satu dokumen yang berisi tentang pendidikan Kristen (Gravissimum Educationis). Dalam dokumen tersebut tersirat keprihatinan Gereja terhadap perkembangan anak dan kaum remaja yang berbunyi:

(70)

itu akan tampil dalam usaha terus menerus untuk dengan seksama mengembangkan hidup mereka sendiri ... (GE, art. 1)

Dokumen tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang keprihatinan Gereja akan hidup anak dan remaja dalam zaman yang terus berubah. Gereja perlu mengusahakan untuk dapat mengembangkan hidup para anak dan kaum remaja.

Keprihatinan Gereja tersebut terus berlanjut sampai pada tahun 1977. Dalam tahun tersebut diselenggarakanlah Sinode para Uskup sedunia. Masih pada pokok keprihatinan yang sama, sinode ini secara tegas menekankan perlunya pendidikan beriman untuk anak dan kaum muda melalui katekese (Hardawiryana, 1978: 5).

Untuk menjawab keprihatinan tersebut Gereja Katolik mencoba mengikuti jejak langkah Gereja Kristen. Gereja Katolik membentuk sebuah wadah untuk mendampingi anak-anak dan kaum remaja. Pendampingan untuk anak dan remaja yang dibentuk oleh Gereja ini kemudian dikenal dengan sebutan “Pendampingan Iman Anak” (DCG, art. 80) yang disesuaikan dengan keadaan setempat dan kebutuhan rohani anak.

c. Dasar Pendampingan Iman Anak

Gambar

Gambar 1. Papan Permainan “KuBaCi”  ...........................................................
Gambar 1. Papan Permainan “KuBaCi”
Gambar 2. Empat Buah Bidak Permainan Papan “KuBaCi”
Gambar 4. 12 Kartu Tujuan Permainan Papan “KuBaCi”
+7

Referensi

Dokumen terkait