AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM KARIER DOMESTIK
Sabina Wulung Rarasati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah mengaktualisasikan diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik. Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik (usia 30-60 tahun) yang pernah berkarier di wilayah publik. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara (interview). Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi kualitatif (AIK), menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa aktualisasi dapat dilakukan melalui wilayah domestik, sehingga miskonsepsi tentang aktualisasi diri hanya bisa dipenuhi di wilayah publik tidak sepenuhnya benar. Selain itu, peluang aktualisasi diri bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik meluas karena dikotomi wilayah publik dan domestik yang semakin cair.
SELF ACTUALIZATION OF MARRIED WOMEN IN DOMESTIC CAREER
Sabina Wulung Rarasati ABSTRACT
This study aims to know how married women self actualize in domestic sphere through the ways of self actualization in each area of domestic sphere. The participants in this study are 6 married women who have a career in domestic area (ages 30-60) and who had a career in public area. The data were collected by interview method. Data analysis was done by qualitative content analysis method (QCA), using deductive approach, namely directional analysis. In this study, it was found that self actualization can be achieved through domestic territory which are in domestic sphere, so that self-actualization can only be met in the public domain is a misconception. In addition, the opportunities of self-actualization for married women who work in domestic area are getting bigger due to increasingly fluid dichotomy of the public and domestic spheres.
AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM
KARIER DOMESTIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Sabina Wulung Rarasati
129114018
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN MOTTO
“Success will follow you precisely because you had
forgotten to think about it”
(Viktor E. Frankl)
“One is not born, rather becomes, a woman”
(Simone de Beauvoir)
“ Masalah itu, mendewasakan kita”
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus Pelindungku Bunda Maria Perawan Suci dan Santo Yosef
Santa Sabina, pelindung Ibu Rumah Tangga
Untuk keluarga kecilku, Bapak, Ibu, dan Mas, serta para sahabat serta teman-teman, atas semangat dan pernyertaanya.
AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM KARIER DOMESTIK
Sabina Wulung Rarasati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah mengaktualisasikan diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik. Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik (usia 30-60 tahun) yang pernah berkarier di wilayah publik. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara (interview). Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi kualitatif (AIK), menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa aktualisasi dapat dilakukan melalui wilayah domestik, sehingga miskonsepsi tentang aktualisasi diri hanya bisa dipenuhi di wilayah publik tidak sepenuhnya benar. Selain itu, peluang aktualisasi diri bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik meluas karena dikotomi wilayah publik dan domestik yang semakin cair.
SELF ACTUALIZATION OF MARRIED WOMEN IN DOMESTIC CAREER
Sabina Wulung Rarasati
ABSTRACT
This study aims to explore how married women self actualize in domestic sphere through the ways of self actualization in each area of domestic sphere. The participants in this study are 6 married women who have a career in domestic area (ages 30-60) and who had a career in public area. The data were collected by interview method. Data analysis was done by qualitative content analysis method (QCA), using deductive approach, namely directional analysis. In this study, it was found that self actualization can be achieved through domestic territory which are in domestic sphere, so that self-actualization can only be met in the public domain is a misconception. In addition, the opportunities of self-actualization for married women who work in domestic area are getting bigger due to increasingly fluid dichotomy of the public and domestic spheres.
KATA PENGANTAR
Finally, this is my first research, akhirnya, selama 10 semester perkuliahan,
karya ini selesai juga. Banyak pelajaran yang didapat dalam perjalanan ini, tapi
dalam perjalanan ini..saya tahu, saya tidaklah sendiri, tetapi bersama begitu
banyak teman-teman dan orang-orang hebat yang menyertai saya. Oleh karena itu
dengan setulusnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Baik, terima kasih atas terkabulnya doa untuk selalu
diberikan kekuatan khususnya dalam mengerjakan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku dosen pembimbing yang mendidik
mengantarkan penulis hingga akhir.
3. Ibu Christiana Handari atas doa-doanya yang tak pernah berhenti, Bapak
Totok Hedi Santosa, pelindung keluargaku dan Mas Gogor atas dukungan dan
semangatnya.
4. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, dan seluruh jajaran dekanat.
5. Dosen penguji skripsi ini, Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si dan Pak Eddy
Suhartanto, M.Si untuk menjadikan skripsi ini lebih baik.
6. Ibu Diana Permata Sari, M.Sc atas saran dan kritikannya untuk skripsi ini.
7. Dosen pembimbing akademik, Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si.
8. Para dosen Fakultas Psikologi.
9. Orang-orang hebat disekitarku, Om Nardi dan Om Johan yang mendukung
10.Si Manajer Maria Anita terima kasih atas jalan-jalan, makan-makan, karaoke,
belanja, menggosip, menginap, sampai muncul ide skripsi ini. Thank U,
Sangat!
11. “Anak-Anak Professor” sebagai teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi, semangat teman-teman!
12.Sahabat dan teman yang menemani di fakultas psikologi dan
teman-teman angkatan 2012.
13.Teman-teman asisten tes Kognitif, Inventori, dan Grafis beserta anak-anak
asisten yang turut mengembangkan penulis di perkuliahan.
14.Para partisipan dalam penelitian ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK...vii
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. Aktualisasi diri ... 14
1. Makna Aktualisasi Diri ... 14
2. Kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri... 15
B. Aktualisasi diri perempuan menikah melalui bidang-bidang kehidupan di wilayah domestik... 22
C. Pandangan Positif dan Negatif dalam Wilayah Karier Domestik... 27
BAB III. METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 32
B. Fokus Penelitian ... 33
C. Partisipan ... 34
D. Peran Peneliti ... 34
E. Metode Pengambilan Data ... 35
F. Analisis dan Interpretasi Data ... 38
G. Kredibilitas Data ... 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Pelaksanaan Penelitian ... 43
B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara ... 43
C. Hasil Penelitian ... 52
1. Wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores) ... 52
2. Wilayah perawatan keluarga (family day care)...56
3. Wilayah pengasuhan anak (childrearing) ... 60
4. Wilayah kehidupan sosial ... 65
5. Wilayah manajemen operasional dan keuangan ... 67
D. Pembahasan... 69
1. Aktualisasi diri di wilayah domestik ... 69
2. Miskonsepsi aktualisasi diri...77
3. Dikotomi wilayah publik dan domestik ... 79
BAB V. PENUTUP ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Keterbatasan Penelitian ... 84
C. Saran ... 84
1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 84
2. Bagi Praktisi Psikologi ... 85
3. Bagi Perempuan Menikah yang Berkarier di Wilayah Domestik ... 85
DAFTAR ACUAN ... 86
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Wilayah karier perempuan menikah...25
Tabel 2. Pedoman wawancara utama...36
Tabel 3. Kriteria koding aktualisasi diri karier domestik...39
Tabel 4. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara...43
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Survei Litbang Kompas menjelang Hari Ibu 2015, sejumlah
1640 pelajar Sekolah Menengah Atas dari 12 kota besar di Indonesia menempatkan
ibu sebagai tokoh penting bagi kehidupan mereka. Lebih lanjut, sebanyak 47, 1
persen menyebut ibu sebagai tempat curhat dibandingkan ayah, yang hanya
mendapat 7,7 persen. Bahkan lebih dari 50 persen responden remaja memilih
membangun komunikasi dengan ibu dibandingkan ayah (kurang dari 10 persen).
Mereka juga tetap memilih ibu sebagai pahlawan (46,2 persen) meski mereka
menyebut ayah kepala keluarga dan pencari nafkah (Litbang Kompas, 2015 dalam
Vermonte, 2016). Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa ibu mempunyai
peranan penting dalam kehidupan berkeluarga. Bahkan menurut Denys Lombard,
kedudukan ibu di Indonesia memiliiki kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada
wanita pada masyarakat Asia lainnya dan memegang peranan penting yang sangat
menonjol (Handayani & Novianto, 2004). Di sisi lain, ada anggapan bahwa ibu atau
perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik yang juga sering disebut
ibu rumah tangga kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri
dibandingkan ibu atau perempuan pada umumnya yang berkarier di wilayah publik.
Manusia pada hakikatnya mempunyai tujuan hidup untuk mengembangkan
dirinya. Rogers (dalam Olson & Hergenhahn, 2013) mendefinisikannya sebagai
kecenderungan mengaktualisasi (actualizing tendency) yang merupakan daya
(kompleks), lebih independen, dan lebih bertanggung jawab secara sosial. Selain
Rogers, Maslow, seorang ahli psikologi humanistik sebelum Rogers, memaknai
aktualisasi diri yang mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan
keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin (Feist & Feist, 2006). Berbeda dengan
Rogers, Maslow menjelaskan aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan (Maslow,
1970 dalam Feist & Feist, 2006). Oleh karena itu, beberapa ahli mengartikan
aktualisasi diri sebagai suatu proses. Selanjutnya Goble (1997) menekankan konsep
aktualisasi-diri Maslow sebagai perkembangan atau penemuan jati diri dan
mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam. Oleh karena itu orang yang
mengaktualisasi diri berarti menjadi manusia sepenuhnya yang dapat melihat
potensi diri yang belum tentu orang lain tidak dapat melihatnya atau
menemukannya.
Untuk mencapai aktualisasi diri, menurut Maslow (Schultz, 1991) seseorang
harus memuaskan terlebih dahulu empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang
lebih rendah, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan rasa aman,
dan (3) kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan (4)
kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan ini setidaknya harus sebagian
dipuaskan berdasarkan urutan ini, baru setelah itu bergerak pada kebutuhan
aktualisasi diri.
Ciri paling umum orang yang mengaktualisasi adalah kemampuannya
melihat hidup secara sederhana, dalam arti tidak menuntut sesuatu harus berjalan
seperti yang ia harapkan. Sebab, orang yang mengaktualisasi diri lebih
realita yang ada daripada menggunakan sisi emosional mereka (Goble, 1997). Akan
tetapi, untuk dapat disebut sebagai pribadi yang teraktualisasi, Maslow (Feist &
Feist, 2006) mempunyai empat kriteria. Pertama, mereka bebas dari psikopatologi.
Mereka bukan neurotik atau psikotik, bahkan tidak memiliki kecenderungan
menuju gangguan-gangguan psikologis. Kedua, pribadi pengaktualisasi-diri
bergerak maju melewati hierarki kebutuhan dan karenanya hidup di atas tingkatan
eksistensi yang mapan dan tidak pernah merasakan ancaman bagi rasa aman
mereka. Ketiga, pribadi yang mengaktualisasikan diri memegang erat-erat
B-values. B-Values atau nilai-nilai “Being” (“Kehidupan”) merupakan indikator
kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari kebutuhan akan kekurangan
(deficiency needs) yang memotivasi orang-orang yang nonaktualisasi diri.
Nilai-nilai B bukanlah kebutuhan yang sama seperti makanan, perlindungan, atau
persahabatan. Maslow menamakan nilai-nilai B sebagai “metakebutuhan”
(metaneeds) untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai ini merupakan level tertinggi
dari kebutuhan. Ia membedakan antara motivasi berdasarkan kebutuhan biasa dan
motivasi dari orang-orang yang mengaktualisasi diri, yang disebutnya sebagai
metamotivasi. Mereka merasa nyaman, bahkan selalu menginginkan kebenaran,
keindahan, keadilan, keefektifan, dan humor. Keempat, akhirnya,
pengaktualisasian-diri berarti menggunakan dan mengeksploitasi secara penuh
talenta diri, kapasitas, potensi, dan seterusnya.
Ketika keempat kriteria tersebut telah dipenuhi, ketika orang yang
mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang bebas dari psikopatologi dan
sebagai suatu kegemaran bagi dirinya karena adanya minat dan ketertarikan
terhadap pekerjaan tersebut. Oleh karena adanya minat dan ketertarikan pada
pekerjaan tersebut, maka timbul suatu kenikmatan pada saat melakukan pekerjaan.
Selain itu, orang yang mengaktualisasi juga mengerjakan pekerjaan tersebut dengan
segenap kemampuannya karena adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan
tersebut (Goble, 1997). Artinya, ketika seseorang mempunyai kesehatan jiwa yang
baik, maka ia akan lebih mempunyai peluang untuk mengembangkan diri
dimanapun dan kapanpun ia berada.
Sejalan dengan pendapat Maslow bahwa untuk mengaktualisasi diri
seseorang harus mempunyai karier yang baik (Goble, 1997) perempuan menikah
atau ibu rumah tangga mempunyai dua wilayah pilihan karier, yaitu wilayah publik
dan wilayah domestik. Di wilayah karier publik, perempuan menikah dapat
mengaktualisasikan diri melalui prestasi kerja, jaringan kerja (networking),
pelatihan-pelatihan, kursus, atau dengan melanjutkan jenjang pendidikannya
(Zainal, 2014). Sedangkan di wilayah karier domestik, perempuan menikah dapat
mengaktualisasikan diri melalui bidang pekerjaan rumah tangga (household
chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing),
kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga (Gatz et
al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati,
2014; Latshaw 2016).
Kelebihan perempuan yang memilih menjalani karier publik adalah
mendapat pengakuan, tampak lebih bahagia, lebih puas, rasa percaya diri yang
Kekurangannya, wanita karier yang sudah menikah lebih rentan mengalami konflik
peran dibanding laki-laki (Harsiwi, 2004; Martins & Veiga, 2002; Kinnunon et al,
1998 dalam Handayani, 2013). Hal itu disebabkan dalam keluarga perempuan
diidentikkan dengan peran ‘caregiver’. Ibu rumah tangga distereotipkan sebagai
caretakers. Dalam keluarga, perempuan dipandang sebagai pengasuh yang tunduk,
tergantung, dan akomodatif, dan dengan demikian lebih mungkin untuk dilihat
pantas menjalani tugas melayani dan menempati posisi bawahan (De Armond et al.,
2006, dalam Denmark & Paludi, 2008). Oleh karena itu, perempuan menikah yang
berkarier di wilayah publik juga secara langsung harus membagi tanggung jawab
kariernya dalam wilayah domestik.
Berbeda dengan karier publik, kelebihan karier domestik antara lain mereka
mempunyai standar mereka sendiri untuk dipenuhi, dapat merencanakan dan
mengontrol karier mereka sendiri, tidak diawasi, dan tidak dikritik, serta dapat
berkontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri (Santrock,
2002; Handayani, 2013). Sebaliknya, kekurangan yang didapat ketika perempuan
memutuskan untuk berkarier di wilayah domestik antara lain adalah aktivitas
tersebut tidak pernah berakhir, berulang-ulang, dan rutin yang biasanya mencakup
membersihkan, memasak, mengawasi anak, berbelanja mencuci pakaian, dan
beres-beres (Santrock, 2002). Lebih lanjut, peran pengasuh (caregiver) dianggap
sebagai sumber signifkan dari stres pada perempuan-perempuan ini karena tidak
mempunyai nilai untuk masa depan dalam hal dana pensiun atau sumber finansial
Selain itu, karier domestik yang erat kaitannya dengan profesi ibu rumah
tangga seringkali dianggap inferior dibandingkan dengan karier publik yang lebih
identik dengan wanita karier, bukan hanya di kalangan para laki-laki namun juga di
kalangan perempuan menikah. Kanwar (2014) menemukan bahwa 74 dari 89
perempuan memandang bahwa karier rumah tangga dapat menghambat
pertumbuhan dan pembelajaran dalam hidup. Ketika ditanya alasannya, ditemukan
bahwa hal ini berakar dari ide bahwa aktivitas ibu rumah tangga adalah mencuci
piring, memasak, dan membersihkan rumah sepanjang hari, sehingga tidak
mempunyai waktu untuk belajar dan mengeksplorasi identitasnya. Miskonsepsi
yang muncul antara lain adalah bahwa uang yang digunakan untuk pendidikan akan
terbuang sia-sia jika tidak mempunyai karier atau bekerja, menghambat kreativitas,
dan kehidupan ibu rumah tangga yang membosankan (Kanwar, 2014).
Kesalahpahaman lain tentang profesi ibu rumah tangga semakin terlihat, khususnya
pada perempuan yang berpendidikan tinggi. Hal ini dipertegas dengan temuan
Komarovsky, Lopata, dan Oakley (dalam Nilson, 1978) bahwa “hanya menjadi ibu
rumah tangga” mempunyai prestise yang rendah, paling tidak di mata perempuan
yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi dan mempunyai kesempatan
untuk dapat menduduki suatu jabatan.
Adanya miskonsepsi terhadap aktualisasi diri yang hanya dapat dipenuhi di
wilayah publik menjadi keprihatinan peneliti karena berdampak pada pengabaian
peran pengasuhan anak dan perawatan keluarga. Hal ini tampak misalnya pada
fenomena di Korea Selatan, para ibu rumah tangga yang berpendidikan
ketidakpuasan mereka dari peran penuh waktu ibu rumah tangga, terutama untuk
mengembalikan identitas pribadi sebagai individu yang independen (Jang &
Merriam, 2004). Hal ini disebabkan karena mereka berpikir bahwa mereka harus
mengaktualisasikan diri dan menjadi mandiri secara finansial dengan bekerja di luar
seperti laki-laki sepanjang hidup mereka (Cho, 2000 ; Lim & Chung, 1996 dalam
Jang & Merriam, 2004).
Selain itu, mereka juga menganggap keberadaan anak sebagai halangan
untuk pengembangan karier dan pengekang kebebasan sehingga membuat mereka
mengalami frustrasi yang berasal dari konflik diri dan tanggung jawab pengasuhan
(Jang & Merriam, 2004). Padahal ahli psikoanalisis Freud menempatkan tokoh ibu
paling penting dalam perkembangan seorang anak (Dagun, 1990). Oleh karena itu,
jika karier domestik yang dikaitkan sebagai ibu rumah tangga diabaikan akan
berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Pengamatan lain menunjukkan bahwa isolasi merupakan tantangan umum
pada ibu yang tinggal di rumah dan dapat menyumbang untuk perasaan sedih dan
kehilangan diri (Rubin & Wooten, 2007). Perasaan sedih dan kehilangan diri juga
menjadi keprihatinan peneliti karena perasaan sedih dan kehilangan diri
bertentangan dengan salah satu kriteria orang yang mengaktualisasi diri menurut
Maslow, yaitu bebas dari psikopatologi (Feist & Feist, 2006) sehingga menurut
pandangan peneliti, jika ibu rumah tangga dapat menghayati pekerjaannya di
wilayah domestik, maka peluang untuk mengaktualisasi diri akan semakin terbuka.
Dalam perkembangan lain, ada pandangan-pandangan negatif pada
mengaktualisasi diri pada wilayah domestik. Pandangan-pandangan negatif
tersebut misalnya diungkapkan oleh Betty Friedan, seorang tokoh aliran feminis
yang mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) dan
pekerjaan sebagai seorang istri mengekang perempuan menikah. Ia meyakini
bahwa secara tidak sadar perempuan memaksakan dirinya untuk mengerjakan
pekerjaan rumah tangga (Friedan, 1979). Senada dengan Friedan, feminis sosialis
Inggris, Ann Oakley (1974 : 225, dalam Hollows, 2008) mengatakan bahwa
pekerjaan rumah tangga (domestik) berlawanan kemungkinan seseorang untuk
mengaktualisasikan diri. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa orang yang
merasa adanya kreativitas di dalam pekerjaan rumah tangga sebenarnya mengalami
kesalahpahaman.
Pandangan di atas berlawanan dengan pandangan feminis Marxis yang
memandang secara positif dengan memberikan penghargaan pada pekerjaan
domestik seperti mencuci, memasak, dan mengasuh anak (Tong, 2006). Tokoh
psikologi, Abraham Maslow (dalam Feist & Feist, 2006) juga berpendapat bahwa
semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, tak
terkecuali perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik lewat karier
domestiknya. Beberapa temuan penelitian sebelumnya misalnya penelitian yang
dilakukan Daniel, Gutmann dan Raviv (2011) juga memperlihatkan adanya
kreativitas dalam aktivitas memasak yang termasuk dalam wilayah karier domestik.
Kanwar (2014) juga mengatakan bahwa anggapan pekerjaan ibu rumah tangga
(2007) juga menemukan adanya pemenuhan diri ibu rumah tangga melalui
komunitas dan kegiatan di sekolah anak mereka.
Oleh karena itu, dengan melihat pandangan negatif dan positif terhadap
wilayah karier perempuan menikah dan adanya kemungkinan adanya peluang untuk
mengaktualisasikan diri di wilayah domestik, maka penelitian ini mempunyai
tujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik mengaktualisasikan diri dengan mengetahui cara aktualisasi diri
di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah
tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak
(childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan ibu
rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray,
2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016).
Beberapa penelitian tentang aktualisasi diri perempuan di wilayah domestik
pernah dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut menganggap bahwa
wilayah domestik menghambat kesempatan seseorang untuk mengaktualisasikan
diri. Penelitian yang dilakukan oleh Budiati (2006) mencoba menggali aktualisasi
diri perempuan dalam konteks sistem budaya Jawa yang terpaku pada nilai-nilai
3M yaitu masak (memasak), manak (melahirkan) dan macak (berdandan), bukan
mengenai bagaimana cara ibu rumah tangga di Jawa dapat mengaktualisasikan diri
dalam karier domestik sebagai ibu rumah tangga. Penelitian Rubin dan Wooten
(2007) memberikan gambaran umum tentang pengalaman menjadi ibu rumah
tangga, secara khusus ibu rumah tangga berpendidikan yang berkarier di wilayah
memfokuskan pada bagaimana cara ibu rumah tangga mengaktualisasikan diri
melalui karier domestik ibu rumah tangga. Jang & Merriam (2004) juga meneliti
tentang aktualisasi diri ibu rumah tangga, namun lebih berfokus pada pengalaman
ibu rumah tangga yang ingin mengaktualisasikan diri di wilayah publik karena
merasa dirinya terkekang di wilayah domestik. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kanwar (2014) menunjukkan beberapa miskonsepsi tentang tidak adanya
kreativitas bagi perempuan yang berkarier sebagai ibu rumah tangga, meliputi : (1)
uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan terbuang sia-sia, (2) terdapat
sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, dan (3) kehidupan ibu
rumah tangga penuh dengan hal yang membosankan. Penelitian-penelitian tersebut
tidak mengungkap bagaimana kriteria-kriteria aktualisasi diri perempuan menikah
pada karier domestiknya.
Berdasarkan defisiensi penelitian-penelitian di atas, penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik mengaktualisasikan diri melalui karier di wilayah domestik yang
terdiri dari bidang-bidang kehidupan perawatan keluarga (family day care),
pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan
keuangan ibu rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999;
Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016).
Partisipan yang dipilih adalah perempuan menikah berpendidikan
SMA/SMK, D1/D2/D3, dan S1 karena tingkat pendidikan sudah terbukti
mempunyai kemungkinan untuk menjadi pekerja daripada perempuan yang
Dari segi usia, partisipan dipilih dengan rentangan usia antara 30-60 tahun
karena pada rentangan usia ini kepuasan kerja meningkat secara stabil sepanjang
kehidupan kerja, baik orang dewasa yang berpendidikan tinggi, maupun tidak
berpendidikan tinggi (Rhodes, 1983; Thamir, 1982 dalam Santrock 2002). Selain
itu, partisipan juga dipilih yang pernah berkarier di wilayah publik lalu kemudian
berkarier penuh di wilayah domestik karena dalam miskonsepsi aktualisasi diri
banyak terjadi di kalangan perempuan berpendidikan dengan menjadi wanita karier
(Cho, 2000 ; Lim & Chung, 1996 dalam Jang & Merriam, 2004).
Desain penelitian ini menggunakkan analisis isi kualitatif (AIK), dengan
menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah dengan cara
mengumpulkan data wawancara menjadi satu, kemudian ditafsirkan dengan
memberikan coding yang ditetapkan di awal sebagai satu unit analisis dan tidak
dianalisis setiap bagian atau setiap kasus, berdasarkan kriteria koding yang
dikembangkan dari teori aktualisasi diri Maslow (Hshieh & Shannon, dalam
Supratiknya, 2015).
Prosedur pengambilan data akan dilakukan dengan metode wawancara.
Moleong mengatakan, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Pada metode wawancara, interviewer berhadapan langsung dengan interviewee
untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan utama:
Bagaimana perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan dirinya melalui karier sebagai ibu rumah tangga?
Pertanyaan turunan:
1. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang pekerjaan rumah tangga (household
chores)?
2. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang perawatan keluarga (family day care)?
3. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang pengasuhan anak (childrearing)?
4. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang kehidupan sosial rumah tangga?
5. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang manajemen operasional dan keuangan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi bagaimana perempuan
menikah mencapai aktualisasi diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara
aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari
pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care),
pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial rumah tangga, serta manajemen
operasional dan keuangan rumah tangga.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
Manfaat Teoretis:
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan baru di bidang
psikologi sosial, khususnya yang berkaitan dengan aktualisasi diri perempuan
menikah yang berkarier di wilayah domestik.
Manfaat Praktis:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat bahwa ibu
rumah tangga yang identik dengan karier domestik merupakan karier yang patut
dihargai setara dengan karier yang berada di wilayah publik.
Manfaat Kebijakan:
Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan sumbangsih bagi kebijakan di
Indonesia khususnya tentang perlindungan dan hak-hak perempuan yang berkarier
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian tinjauan pustaka dibagi menjadi empat sub-bab. Penulis akan
menjelaskan konsep aktualisasi diri secara umum, kemudian, pada sub-bab
aktualisasi diri perempuan menikah, penulis akan mengeksplorasi bidang
kehidupan perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik. Setelah itu,
dalam sub-bab “pandangan positif dan negatif terhadap karier domestik”, penulis
akan memberikan gambaran tentang perbandingan ideologi yang berpengaruh pada
konsep aktualisasi diri dan karier domestik. Pada bagian akhir, peneliti akan
menyajikan kerangka konseptual penelitian.
A. Aktualisasi Diri
1. Makna Aktualisasi Diri
Menurut Maslow, aktualisasi diri adalah suatu proses perkembangan atau
penemuan potensi yang terpendam dalam diri seseorang (Goble, 1997).
Selanjutnya, orang yang mengaktualisasi diri adalah seseorang yang dapat
menemukan suatu potensi dalam dirinya karena orang yang mengaktualisasi diri
memegang erat nilai-nilai “Being” yaitu nilai-nilai yang menuju pada suatu
pemenuhan diri (Goble, 1997). Untuk mencapai aktualisasi diri, seseorang harus
memuaskan terlebih dahulu empat kebutuhan yang berada di bawah kebutuhan
aktualisasi diri yaitu : (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan rasa aman,
(3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan (4) kebutuhan-kebutuhan
teori Maslow karena ia menganggap bahwa aktualisasi diri dapat dilakukan di
manapun dan kapanpun (Feist & Feist, 2006) sehingga peneliti menduga bahwa
perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga memiliki kesempatan
untuk mengembangkan diri melalui karier domestiknya. Selain itu, perempuan
menikah juga dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang
terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan memiliki
dan cinta, dan kebutuhan akan penghargaan yang menjadi prasyarat untuk
aktualisasi diri. Untuk melihat aktualisasi diri perempuan menikah yang berkarier
di wilayah domestik, berikut merupakan karakteristik aktualisasi diri menurut teori
aktualisasi diri Maslow:
2. Kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri
a. Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan
Menurut Maslow (Feist & Feist, 2006) orang yang mengaktualisasi diri
dapat cepat menangkap permasalahan lebih cepat dan kritis daripada orang pada
umumnya. Oleh sebab itu, mereka lebih hati-hati dan cepat menangkap kenyataan
secara lebih objektif berdasarkan pengamatan mereka walaupun pada kenyataanya
ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan mereka baik terhadap orang lain
maupun pada sesuatu hal yang ada di depan mereka.
b. Spontanitas, kesederhanaan, dan kealamian
Orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang spontan,
yang dapat melakukan sesuatu hal tanpa dipikirkan atau direncanakan terlebih
dahulu. Orang yang mengaktualisasi diri juga menjunjung nilai-nilai
kesederhanaan, artinya orang yang mengaktualisasi adalah orang yang apa adanya
dan tidak dibuat-buat sehingga biasanya orang-orang ini ekspresif dan mau
mengakui jika memang sedang merasakan suatu emosi tertentu. Di sisi lain ada
persamaan antara orang-orang yang mengaktualisasi diri dengan anak-anak atau
binatang yaitu sifat wajar atau alami dan sifat spontan mereka (Feist & Feist, 2006).
c. Kreativitas
Maslow melihat bahwa kreativitas dapat muncul dari mana saja. Oleh
karena itu ia beranggapan bahwa orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat
memunculkan kreativitas dari mana saja, bahkan dari hal-hal yang sederhana
sekalipun menjadi seseuatu yang lebih beragam dan tidak perlu mempunyai bakat
khusus untuk memunculkan suatu kreativitas (Feist & Feist, 2006).
d. Penghargaan yang selalu baru
Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemampuan untuk
dapat mempertahankan penilaian mereka terhadap sesuatu yang mungkin dianggap
orang lain sebagai sesuatu yang sederhana dengan pandangan yang tetap positif.
Hal ini disebabkan orang-orang yang mengaktualisasi dapat menghargai hal-hal
yang dianggap kecil bagi orang-orang pada umumnya dengan penuh rasa syukur
e. Diskriminasi cara dan tujuan
Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai pandangan bahwa
mereka tidak terlalu mementingkan bagaimana cara yang dipakai untuk mencapai
suatu tujuan dan lebih mementingkan tujuan. Yang dimaksud dengan
mementingkan tujuan bukanlah dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan
dengan nilai-nilai dasar tetapi lebih bagaimana orang-orang yang mengaktualisasi
tidak terlalu memperhatikan cara yang mungkin menghambat tujuan utama mereka
(Feist & Feist, 2006).
f. Tidak mengikuti enkulturasi (pembudayaan)
Orang yang mengaktualisasi diri tidak mudah terpengaruh oleh kebiasaan
atau tren pada umumnya yang dikriteria secara sepihak oleh pihak luar yang diikuti
oleh orang-orang di sekitarnya atau pada zamannya, terutama jika memang
kebiasaan atau tren tersebut tidak sesuai atau merasa tidak cocok dengan dirinya.
Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai nilai-nilai untuk suatu
kebiasaan maupun perilaku sesuai dengan keyakinan yang dianggapnya benar yang
diterapkan pada dirinya sendiri (Feist & Feist, 2006).
g. Hubungan interpersonal yang kuat
Orang-orang yang mengaktualisasi diri lebih mengutamakan kualitas
daripada kuantitas dari suatu hubungan. Mereka mempunyai hubungan yang kuat
dan mendalam terhadap orang-orang tertentu yang mereka anggap sehat dan
yang mengaktualisasi diri enggan berteman dengan orang yang kurang sehat
menurut mereka. Mereka tetap menghargai dan berempati terhadap mereka (Feist
& Feist, 2006).
h. Gemeinschaftgefuhl(rasa kemasyarakatan)
Orang-orang yang mengaktualisasi mempunyai rasa keterikatan dan
ketertarikan pada lingkungan sosialnya sehingga bukan hanya sekedar terikat secara
formal dalam suatu masyarakat, namun yang lebih penting adalah perasaan menjadi
bagian dari suatu masyarakat sehingga orang yang mengaktualisasi dapat secara
tulus atau tidak mengharapkan keuntungan dalam bermasyarakat (Feist & Feist,
2006).
i. Kebutuhan akan privasi
Orang yang mengaktualisasikan diri tidak mengalami masalah atau tidak
merasa kesepian ketika dirinya harus sendirian. Sebaliknya mereka juga tidak
bermasalah ketika harus bersama-sama orang lain karena orang-orang ini pada
dasarnya kebutuhan cinta dan keberadaanya telah tercukupi (Feist & Feist, 2006).
j. Penerimaan diri, orang lain, dan alam
Orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima dirinya apa adanya dan
tidak terlalu melihat kekurangan yang ada di dalam diri sehingga mereka tidak
terlalu membela diri dan merasa bersalah ketika ada kritik yang ditujukan pada
selera yang baik terhadap kebutuhan dasar manusia. Di sisi lain mereka juga
menerima orang lain sebagaimana adanya serta dapat menoleransi kelemahan yang
ada pada orang lain dan tidak merasa tertekan oleh kekuatan orang lain sehingga
tidak mempunyai kebutuhan untuk mengendalikan, menginformasikan, atau
mengubah orang lain menurut kemauannya (Feist & Feist, 2006).
k. Berpusat pada tugas (task-oriented)
Orang-orang yang mengaktualisasi diri adalah orang yang lebih
mengutamakan tugas atau pekerjaan mereka (task-oriented) daripada masalah yang
terjadi pada diri mereka. Oleh karena lebih mementingkan hal-hal yang ada di luar
diri mereka, orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk mengembangkan suatu misi dalam hidupnya bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain.
Sedangkan orang yang tidak mengaktualisasi diri lebih memusatkan perhatian pada
diri mereka sendiri dan cenderung melihat masalah-masalah yang ada kaitannya
dengan diri mereka (Feist & Feist, 2006).
l. Kemandirian
Orang-orang yang mengaktualisasi merupakan orang yang berusaha untuk
dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri namun ia tetap masih mempunyai
kesadaran bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya tidak bergantung pada orang
m. Rasa humor yang filosofis
Rasa humor yang diciptakan orang-orang yang mengaktualisasikan diri
biasanya terjadi pada situasi unik tertentu, spontan dan tidak dibuat-buat. Oleh
karena itu orang yang ingin melihat ulang humor tersebut akan sia-sia karena humor
tersebut tidak dapat diulangi lagi. Inilah yang dimaksud Maslow sebagai humor
yang filosofis.
n. Pengalaman puncak
Pengalaman puncak adalah pengalaman tak terduga yang sulit dijelaskan
dan memberi perasaan sangat hebat. Pengalaman puncak ini sendiri ikut
membentuk kepribadian seseorang. Selama mengalami pengalaman puncak mereka
biasanya merasa lebih rendah hati dan sekaligus lebih kuat. Mereka tidak mau
mengubah hal-hal, merasa bisa menerima hal-hal baru, lebih mau memperhatikan
apa yang didengar dan lebih mampu untuk mendengar. Pada saat yang sama,
mereka merasa lebih bertanggung jawab atas aktivitas dan persepsi mereka, lebih
aktif, dan lebih yakin pada diri sendiri.
Orang-orang yang mengalami pengalaman puncak merasakan hilangnya
rasa takut, kecemasan, dan konflik serta menjadi lebih mencintai, menerima, dan
bersikap spontan. Walaupun orang-orang yang mengalami pengalaman puncak
sering kali merasakan emosi seperti kagum, terkejut, senang, bahagia, hormat,
rendah hati, dan berserah diri, mereka cenderung tidak menginginkan untuk
mendapatkan apapun dari pengalaman tersebut. Mereka sering kali mengalami
diri sendiri, dan kemampuan untuk melampaui segala perbedaan yang terjadi pada
kehidupan sehari-hari. (Feist & Feist, 2006).
o. Struktur watak demokratis
Orang yang mengaktualisasi mempunyai prinsip kesetaraan pada
orang-orang disekitarnya oleh karena itu, orang-orang-orang-orang ini menanggap bahwa mereka bisa
belajar dari siapa saja, bahkan pada orang-orang yang dipandang oleh-orang lainnya
terbuang atau tidak berguna karena orang yang mengaktualisasi diri mempunyai
sifat dasar yang rendah hati yang membuat dirinya dapat belajar dari siapa saja
(Feist & Feist, 2006).
p. Pembaktian pada pekerjaan
Ketika orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang bebas
dari psikopatologi dan memegang nilai-nilai “Being” maka orang-orang yang
mengaktualisasikan diri menganggap pekerjaan yang dihadapi sebagai suatu
kegemaran bagi dirinya karena adanya minat dan ketertarikan terhadap pekerjaan
tersebut. Oleh karena adanya minat dan ketertarikan pada pekerjaan tersebut, maka
timbul suatu kenikmatan pada saat melakukan pekerjaan. Selain itu, orang yang
mengaktualisasi juga mengerjakan pekerjaan tersebut dengan segenap
kemampuannya karena adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut
B. Aktualisasi diri perempuan menikah melalui bidang-bidang kehidupan di
wilayah domestik
Menurut Maslow, syarat orang yang mengaktualisasi diri adalah
mempunyai karier yang baik. Tidak hanya itu, orang yang mengaktualisasi diri juga
dapat menikmati kariernya dan sanggup untuk bertanggung jawab atas karier yang
dijalani (Goble, 1987). Selain itu, ahli psikologi humanistik tersebut juga
menambahkan bahwa mekarnya sebuah potensi juga dapat dilakukan dimanapun
dan kapan pun (Feist & Feist, 2006), termasuk perempuan menikah yang berkarier
di wilayah domestik.
Sejalan dengan pendapat Maslow bahwa prasyarat untuk mewujudkan
aktualisasi diri adalah memiliki karier yang baik. Ada dua kemungkinan wilayah
karier bagi perempuan menikah, yaitu wilayah publik dan wilayah domestik. Di
wilayah publik, bidang-bidang kehidupan karier yang dapat dipilih perempuan
menikah untuk mengembangkan potensi antara lain adalah dengan cara mencapai
prestasi kerja, memperluas jaringan kerja (networking), melalui
pelatihan-pelatihan, mengikuti kursus, atau dengan melanjutkan jenjang pendidikannya
(Zainal, 2014). Ada beberapa alasan mengapa perempuan menikah memilih untuk
berkarier di wilayah publik yaitu adanya keinginan untuk berkontribusi dalam
pendapatan keluarga, dukungan dari suami untuk berkarier publik, keyakinan
bahwa anak sudah dapat mandiri, dan keyakinan bahwa untuk mengaktualisasikan
diri adalah dengan berkarier di wilayah publik (Sudirman, 2014).
Di sisi lain, perempuan menikah yang berkarier di wilayah karier domestik
domestik yang mencakup pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan
keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), serta kehidupan sosial,
manajemen operasional dan keuangan rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985
dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016).
Secara lebih rinci, wilayah karier domestik yang pertama adalah pekerjaan
rumah tangga (household chores), yang mencakup bantuan instrumental seperti
mendekorasi rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika, mengepel lantai,
membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring, merawat peliharaan
rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan kerusakan rumah, antar
jemput, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas menyetir, dan membereskan
mainan (Gatz et al dalam Lemme, 1999; Latshaw, 2015). Bidang kehidupan karier
domestik yang kedua adalah perawatan keluarga (family day care) yang
mencakup dukungan emosional dan saran, perawatan pada relasi yang lebih tua,
misalnya pada mertua atau orang tua dan perawatan pada suami yang dependen,
misalnya pada suami yang sakit dalam jangka waktu lama atau mengalami
disabilitas (Gatz et al; Brodi, 1985 dalam Lemme 1999). Bidang kehidupan yang
ketiga adalah pengasuhan anak (childrearing) yang mencakup perawatan anak
(basic care), kehadiran atau keterlibatan dalam aktivitas anak (accesibility), kendali
(control), bimbingan (guidance), dukungan emosional dan perhatian (emotional
support), perlindungan dan rasa aman (protection), dan pengharapan terhadap anak
(ekspectation) (Etikawati, 2014). Bidang kehidupan karier domestik yang keempat
adalah kehidupan sosial yang mencakup mengorganisasi kehidupan sosial dan
operasional dan keuangan rumah tangga yang terdiri dari mengelola keuangan,
keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal seperti
perawat dan pembantu untuk datang ke rumah, membayar tagihan, dan bantuan
keuangan langsung. Beberapa alasan mengapa perempuan menikah memilih karier
di wilayah domestik antara lain lebih menghemat biaya dibandingkan memiliki
aktivitas di luar, dapat mengerjakan banyak pekerjaan rumah tangga, dapat
mengawasi anak-anak secara penuh, dapat mempunyai banyak waktu luang untuk
diri sendiri, tidak kehilangan momen penting pertumbuhan anak, dan tidak akan
menghadapi tuntutan-tuntutan untuk membagi peran di wilayah publik maupun
domestik (Reed, 2012). Perbandingan antara wilayah karier publik dan domestik
Wilayah Karier Publik Wilayah Karier Domestik Prestasi Kerja Prestasi kerja merupakan faktor yang
paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karier seorang perempuan menikah. Kemajuan karier sebagian besar tergantung pada prestasi kerja yang baik dan etis. Ketika kinerjanya di bawah standar, dengan mengabaikan upaya-upaya pengembangan karier lain, bahkan tujuan karier yang paling sederhana sekalipun biasanya tidak bisa dicapai. Kemajuan karier umumnya terletak pada kinerja dan prestasi (Zainal, rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika, mengepel lantai, membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring, merawat peliharaan rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan kerusakan rumah, antar jemput, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas menyetir, dan membereskan mainan. (Gatz et al dalam Lemme, 1999; Latshaw, 2015)
Jaringan Kerja (Networking)
Jaringan kerja berarti perolehan eksposur di luar perusahaan. Kontak pribadi dan profesional, utamanya melalui asosiasi profesi akan memberikan kontak kepada seseorang yang bisa jadi penting dalam mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik (Zainal, 2014)
Perawatan
(Growth opportunities)
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada perempuan menikah untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana kariernya. (Zainal, 2014)
(Childrearing) (accesibility), kendali (control), bimbingan (guidance), dukungan emosional dan perhatian (emotional support), perlindungan dan rasa aman (protection), dan pengharapan terhadap anak (ekspectation) (Etikawati, 2014) Kehidupan
Sosial
Mengorganisasi kehidupan sosial (Gray, 2000)
Keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal, seperti perawat dan pembantu untuk datang ke rumah. (Gatz et al. dalam Lemme, 1999) Membayar tagihan (Latshaw, 2015) Bantuan keuangan langsung (Gatz et al.
Ada sebagian masyarakat modern, termasuk wanita karier yang cenderung
menganggap karier di wilayah domestik secara negatif. Pandangan negatif ini
menurut aliran konservatif (Robertson, 2000 & Schaffly dalam Brescoll & Uhlman,
2005) dipengaruhi oleh adanya gerakan kesetaraan (feminis). Hal tersebut
disebabkan karena gerakan kesetaraan (feminis), khususnya feminis liberal, yang
menganggap bahwa subordinasi kaum perempuan berakar pada kendala legal
seperti mengucilkan atau menghalangi keterlibatan penuh dan setara kaum
perempuan dalam ajang publik (Sumiyatiningsih, 2016).
Hal ini terungkap misalnya oleh beberapa feminis gelombang kedua sekitar
tahun 1960-an sampai dengan 1970-an seperti Betty Friedan yang mengklaim
bahwa domestisitas membuat para perempuan menikah yang berkarier di wilayah
domestik menjadi ‘sakit’. Selanjutnya ketika perempuan melihat diri mereka
sebagai istri dan ibu, mereka kehilangan identitas diri mereka. Dengan alasan inilah
Friedan percaya bahwa solusi yang paling baik adalah perempuan menolak
keterlibatannya di karier domestiknya dan memahami bahwa domestisitas tidak
akan mengisi rasa pemenuhannya sehingga ia menyarankan perempuan untuk
mengenyam pendidikan yang tinggi, mempunyai pekerjaan yang digaji, dan
mencari tempat di wilayah publik (Friedan, 1973).
Senada dengan Friedan, Ann Oakley percaya bahwa peran sebagai istri
bertentangan dengan identitas yang nyata dan berlawanan pada kesempatan
seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Ia juga memandang bahwa orang yang
merasakan adanya kreativitas dalam pekerjaan rumah tangga sedang mengalami
salah seorang feminis Marxis, Margaret Benston mengatakan bahwa memberikan
ruang publik bagi perempuan tanpa diimbangi sosialisasi yang baik terhadap karier
di wilayah domestik seperti memasak, membersihkan dan mengasuh anak, berarti
menjadikan kondisi opresinya menjadi lebih buruk. Menurutnya, begitu setiap
orang menyadari betapa sulitnya pekerjaan rumah tangga, masyarakat tidak akan
lagi mempunyai dasar bagi opresi terhadap perempuan sebagai orang-orang yang
tidak berguna atau lebih rendah sehingga dibutuhkan sosialisasi atau kesetaraan
pada pekerjaan rumah tangga (Tong, 2011).
Hal ini didukung dengan pandangan feminis domestik yang berargumen
bahwa perempuan secara natural lebih cocok untuk kehidupan domestik dan diberi
penghargaan yang tinggi. Hasilnya, feminis domestik mengklaim, perempuan harus
diberikan hak untuk menyelesaikan masalah yang berada di publik karena
keterlibatannya di domestik membuat mereka lebih superior dari laki-laki (Hayden,
1982; Matthews 1987 dalam Hollows 2008).
Pandangan positif ini juga dapat dilihat misalnya pada masyarakat Jawa
yang menekankan kelemahlembutan dan kehalusan sehingga karier domestik yang
identik dengan kekuatan feminin menemukan ruang untuk mengekspresikan diri
secara leluasa. Selain itu, sosok ibu atau perempuan menikah, secara spesifik dalam
kultur Jawa memiliki posisi sangat penting sekaligus dipandang sebagai pusat
rumah yang selalu dipercaya yang tidak dimiliki sosok bapak yang menjadi simbol
publik (Handayani & Novianto, 2004).
Di samping adanya pandangan positif dan negatif dalam karier domestik,
yang berorientasi pada prestasi (achievement) dan prinsip feminim (eros) yang
dicirikan dengan keterikatan (reatedness), kepekaan (receptivity), cinta kasih,
mengasuh berbagai potensi hidup yang mempunyai orientasi ‘communal’ atau
memelihara hubungan. Artinya ketika perempuan menikah memilih karier di
wilayah publik, maka ia menggunakan peran maskulin. Sebaliknya, ketika
perempuan menikah memilih karier di wilayah domestik, maka ia menggunakan
peran feminim.
Dalam dunia psikologi, peran maskulin dan peran feminim tersebut lebih
sering disebut sebagai stereotip gender yaitu gambaran tentang ciri sifat maupun
peran laki-laki dan wanita (Handayani & Novianto, 2004). Oleh karena itu, adanya
anggapan bahwa perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik dapat
menghambat seseorang untuk berkembang dan memiliki nilai yang lebih rendah
daripada perempuan yang berkarier di wilayah publik dapat dipertanyakan kembali.
Sadli (2009) juga mengatakan bahwa menjadi kurang relevan untuk
mempertentangkan karier publik dan karier domestik karena keduanya adalah
Menurut Maslow, aktualisasi diri adalah sebuah kebutuhan untuk
pemenuhan diri. Lebih lanjut, pada jaman sekarang wilayah aktualisasi diri bagi
perempuan menikah dibagi menjadi dua wilayah karier yaitu wilayah publik dan
wilayah domestik. Di wilayah publik, karier diidentikkan dengan prestasi kerja,
jaringan kerja, dan potensi untuk mengembangkan diri untuk tumbuh melalui
pendidikan dan pelatihan. Sedangkan di wilayah domestik yang identik dengan
karier domestik yaitu sebagai ibu rumah tangga dihadapkan dengan pekerjaan
rumah tangga, perawatan keluarga, pengasuhan anak, manajemen operasional dan
keuangan. Di zaman dahulu, ketika perempuan menikah, perempuan diidentikkan
dengan ibu rumah tangga tradisional, dengan kata lain, perempuan mempunyai
tugas untuk menjalankan karier di wilayah domestik. Akan tetapi, adanya gerakan
kesetaraan perempuan (feminis) membuat adanya miskonsepsi wilayah domestik
tidak memberikan ruang perempuan menikah untuk mengaktualisasikan diri,
padahal menurut Maslow, peluang untuk mengaktualisasikan diri dapat dilakukan
dimanapun dan kapanpun asalkan seseorang dapat menghayati kariernya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti mempunyai perkiraan bahwa
wilayah domestik tidak akan menghambat seseorang untuk mengaktualisasikan
diri. Selain itu, peneliti juga memperkirakan bahwa peluang aktualisasi diri bagi
perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga akan semakin luas
karena pada zaman sekarang dikotomi wilayah domestik dan publik yang semakin
Perempuan Menikah
Melalui Wilayah Pemenuhan
Diri ( Self-Fulfillment)
Domestik
Pekerjaan Rumah Tangga (Household Chores)
- Perawatan Keluarga (Family Day Care)
- Pengasuhan anak (Childrearing) - Manajemen Keuangan dan Operasional Rumah Tangga
Publik
Aktualisasi Diri
\
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitan yang mencoba menggali makna menurut para partisipan, sehingga
peneliti harus terjun langsung ke dalam lingkungan atau suasana alamiah partisipan
untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui wawancara, observasi
maupun dokumen-dokumen. Penelitian kualitatif mencoba untuk mencari
gambaran menyeluruh dari isu yang diteliti, sehingga bisa saja pelaksanaan
penelitian ini lebih luas dari rencana penelitian yang telah disusun sebelumnya
(Creswell, 2009, dalam Supratiknya, 2015).
Desain penelitian menggunakan analisis isi kualitatif (AIK), yaitu
penafsiran secara partisipantif dari isi data yang berupa teks dengan proses
klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian
berbaga tema dan pola (Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana cara perempuan
menikah mencapai aktualisasi diri melalui kariernya di wilayah domestik, meliputi
wilayah-wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga
(family day care), kehidupan sosial rumah tangga, dan manajemen operasional dan
keuangan rumah tangga. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara, dengan pertanyaan wawancara utama di setiap bidang-bidang
elektronik menjadi teks tertulis atau dokumen. Selanjutnya dengan analisis isi
kualitatif (AIK), teks atau kata-kata tersebut dikelompokkan dalam beberapa
kategori. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang padat dan kaya
tentang fenomena yang diteliti (Supratiknya, 2015).
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah aktualisasi diri perempuan menikah
dalam karier domestik. Penelitian ini hendak mengungkap bagaimana perempuan
menikah mengaktualisasikan dirinya di wilayah domestik dengan menggunakan
kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri menurut teori Maslow.
Kriteria orang yang mengaktualisasikan diri menurut Maslow adalah:
persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, spontanitas; kesederhanaan; dan
kealamian, kreativitas, penghargaan yang selalu baru, diskriminasi cara dan tujuan,
tidak mengikuti enkulturasi, hubungan interpersonal yang kuat,
gemeinschafttgefuhl, kebutuhan akan privasi, penerimaan diri; orang lain; dan alam,
berpusat pada tugas, kemandirian, rasa humor yang filosofis, pengalaman puncak,
struktur watak demokratis, dan pembaktian pada pekerjaan.
Wilayah domestik tempat perempuan menikah mengaktualisasikan diri
adalah: (houshehold chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan
Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier
di wilayah domestik, berusia 30-60 tahun, mempunyai anak, pernah berkarier di
wilayah publik minimal selama satu tahun, berpendidikan minimal sekolah
menengah atas, tidak memiliki usaha skala besar (mempunyai karyawan), dan yang
terakhir adalah kesediaan dan kesanggupan partisipan untuk menceritakan
pengalamannya. Terkait dengan pemilihan partisipan, peneliti menggunakan teknik
sampling berupa criterion sampling. Patton (2002) menjelaskan bahwa, criterion
sampling bertujuan untuk meninjau dan mempelajari semua kasus yang memenuhi
kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti supaya sesuai dengan tujuan penelitian.
D. Peran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen kunci. Artinya,
peneliti memainkan peranan penting dalam pengambilan data. Selain itu, peneliti
juga berperan menangkap suara partisipan dan mengolahnya. Peneliti turun sendiri
ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data dengan mewawancarai partisipan
dengan sebuah protokol yaitu instrumen pengumpulan data berupa pedoman
wawancara atau pedoman observasi, namun tetap peneliti sendiri yang benar-benar
mengumpulkan data (Supratiknya, 2015).
Peneliti tidak memiliki kaitan apapun dengan lokasi penelitian maupun
dengan partisipan. Peneliti memilih kediaman partisipan sebagai lokasi penelitian
karena peneliti merasa bahwa rumah partisipan merupakan tempat yang terkait
pengalamannnya.
Potensi paling buruk yang bisa terjadi dari penelitian ini adalah munculnya
rasa malu dan sedih atau perasaan-perasaan lain yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dalam diri partisipan ketika menceritakan pengalamannya
sebagai ibu rumah tangga. Untuk memastikan bahwa partisipan terbebas dari rasa
tidak nyaman, peneliti menempuh prosedur informed consent yaitu dengan cara
mempersilahkan partisipan untuk mengetahui tema penelitian, prosedur
pengambilan data, dan potensi paling buruk yang mungkin terjadi di dalam
penelitian.
Isu sensitif yang mungkin muncul terkait etika adalah terbongkarnya
identitas partisipan. Untuk menanggulangi hal itu, semua data mengenai identitas
partisipan akan diminimalisir, peneliti akan menggunakan inisial atau P1, P2, dan
seterusnya.
E. Metode Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, metode utama dalam pengambilan data adalah
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
jawaban itu (Moleong, 2015). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi
terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan wawancara. Pertanyaan yang
disusun dapat dimodifikasi menurut respon partisipan sehingga memungkinkan
peneliti dan partisipan untuk melakukan dialog. Di samping itu, peneliti dapat
digunakan agar pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahapan
pelaksanakan wawancara tersebut adalah:
1. Mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria dan bersedia untuk berpartisipasi
dalam penelitian.
2. Membangun rapport, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan dan memastikan kembali kesediaan partisipan untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
3. Menyusun kesepakatan jadwal dilakukannya wawancara antara peneliti dan
partisipan.
4. Melaksanakan wawancara sesuai kesepakatan peneliti dan partisipan. Dalam sesi
wawancara, peneliti menggunakan alat bantuan alat perekam (digital recorder). Di
samping itu peneliti juga mencatat perilaku nonverbal dari partisipan selama proses
wawancara berlangsung. Setelah data terkumpul peneliti melakukan transkrip
wawancara dari hasil perekaman tersebut.
Berikut adalah pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 2. Pedoman wawancara utama
Wilayah karier domestik Pertanyaan utama
Pekerjaan rumah tangga/ household chores)
Coba ceritakan bagaimana peranan ibu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga?
Perawatan keluarga/ family day care) Coba ceritakan bagaimana peranan ibu dalam merawat anak atau anggota keluarga ibu?
ibu?
Manajemen operasional dan keuangan rumah tangga
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif
(AIK). AIK merupakan suatu metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi
yang bersifat lisan, tertulis, atau visual (Supratiknya, 2015). Penelitian ini
menghasilkan data berupa transkripsi dari hasil wawancara. Ketika data selesai
ditranskripsi lalu data tersebut dikumpulkan menjadi satuan analisis. Data-data
hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan kesamaan makna
sehingga diperoleh suatu deskripsi yang padat terhadap fenomena yang sedang
diteliti (Supratiknya, 2015).
Analisis isi kualitatif (AIK) dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
deduktif atau analisis isi terarah. Peneliti akan melakukan pengodean terhadap
transkripsi wawancara yang sudah dikumpulkan menjadi satuan analisis. Skema
awal pengodean yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri dari teori Maslow yang diterapkan
dalam lima wilayah bidang-bidang kehidupan rumah tangga yang terdiri dari
pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care),
kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga. Apabila
peneliti masih menemukan data-data yang belum dimasukan ke dalam kode, maka
peneliti akan membaca dan kembali menganalisis apakah data-data tersebut
hanyalah termask subkategori atau perlu membuat suatu kode baru. Kriteria yang
Tabel 3. Kriteria koding aktualisasi diri karier domestik
Aspek (beserta koding) Wilayah Karier Domestik
Struktur karakter demokratis atau tren yang dibuat secara sepihak dari pihak luar jika memang tidak cocok.
Berpusat pada tugas
Mengutamakan tugas sebagai hal utama daripada kepentingan pribadi Kemandirian
Dapat mengambil keputusan dan tanggung jawab pada diri sendiri, mempunyai niat untuk tidak tergantung pada orang lain.
Rasa humor yang filosofis Mempunyai rasa humor terhadap sesuatu yang sedang dijalani.
.
Pengalaman puncak
Pengalaman tak terduga yang sulit dijelaskan dan memberi perasaan sangat hebat.
Pembaktian pada pekerjaan Merasakan kenikmatan pada pekerjaannya karena menganggap pekerjaannya sebagai kegemaran, bertanggung jawab pada
G. Kredibilitas Data
Peneliti biasanya melakukan beberapa strategi untuk menguji kredibilitas
penelitiannya. Strategi pertama yang digunakan adalah member checking. Pada
member checking, setelah data dirumuskan ke dalam tema-tema, peneliti akan
membawa kembali kepada partisipan untuk mengetahui apakah tema-tema yang
telah dirumuskan tersebut sudah akurat atau sesuai dengan diri partisipan. Strategi
kedua yang digunakan adalah thick description atau deskripsi mendalam dimana
peneliti menyajikan deskripsi yang sangat rinci tentang setting atau lingkungan
penelitian dan dinamika ketika melaksanakan wawancara. Dengan cara itu,
hasil-hasil penelitian menjadi lebih realistik dan dapat dipercaya (Supratiknya, 2015).
Strategi ketiga yang digunakan adalah dengan menuliskan latar belakang setiap
partisipan sehingga peneliti dapat membuktikan bahwa setiap partisipan yang
dilibatkan dalam penelitian ini benar adanya dan bukan sekedar partisipan fiktif
Penelitian ini menggunakan dua strategi untuk menguji konsistensi hasil
penelitian. Strategi yang pertama adalah peneliti memeriksa berungkali
transkrip-transkrip rekaman wawancara untuk memastikan tidak ada kesalahan yang serius
saat proses transkripsi. Pada strategi yang kedua, peneliti juga membandingkan data
dengan kode-kode yang telah dirumuskan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diadakan pada pertengahan Desember 2016 sampai awal
bulan Februari. Proses pengambilan data menggunakan metode wawancara yang
dilakukan oleh peneliti sendiri kepada enam ibu rumah tangga. Wawancara
dilakukan di rumah partisipan. Durasi wawancara bervariasi antara 30 menit sampai
paling lama 2,5 jam. Rangkuman waktu dan tempat diadakannya wawancara
disajikan di Tabel 4.
Tabel 4. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara
No Partisipan Waktu Lokasi
B. Latar belakang partisipan dan dinamika proses wawancara
Wawancara dilakukan oleh peneliti secara tatap muka personal terhadap tiap
partisipan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menjelaskan secara garis besar
mengenai penelitian dan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh partisipan. Tiap