ABSTRAK
PENGARUH CITRA MEREK (BRAND IMAGE) TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN
Studi Kasus Pada Produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza
Matias Gadau
Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2016
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF BRAND IMAGE TOWARDS
CONSUMER LOYALTY
A Case Study on The Body Shop’ Body Mist Product at Ambarrukmo
Plaza Yogyakarta
Matias Gadau
Sanata Dharma University Yogyakarta
2016
This study aims to determine the influence of the brand image towards the consumer loyalty on the The Body Shop’s product Body Mist. This research was conducted on February 2016 at Ambarrukmo Plaza Yogyakarta. The research population were the consumers of The Body Shop products at Ambarrukmo Plaza, which involved 100 consumers. The sampling technique applied was purposive sampling . The data were collected by using questionnaires that were tested for its validity and reliability. The analysis techniques used were multiple regression and hypothesis test with F test and t test. The result shows that the brand image consisting of corporate image, user image, and product image simultaneously influenced consumer loyalty. The most dominant variable influencing consumer loyalty among these three variables was variable of corporate image, in which the t value was the biggest.
PENGARUH CITRA MEREK (BRAND IMAGE) TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN
Studi Kasus Pada Produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh :
Matias Gadau
NIM : 122214107
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
Skripsi
PENGARUH CITRA MEREK (BRAND IMAGE) TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN
Studi Kasus Pada Produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh :
Matias Gadau
NIM : 122214107
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Belajarlah dari pion catur dia memang orang kecil dan
maju secara perlahan, tapi kalian harus ingat pion tidak
pernah mundur pada saat pion mencapai puncak maka pion
akan menjadi orang yang besar”.
“Apa pun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap
hatimu seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia”
Kolose 3:23
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
Allah yang Maha Kuasa Tuhan Yesus yang senatiasa bersamaku
Kepada Orang Tua saya yang mendoakan dan semangat
Kakak dan adik saya yang selalu mengingatkan dan semangat
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN-PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
v
Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul :
“
PENGARUH CITRA MEREK (BRAND IMAGE) TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN”
Studi Kasus Pada Produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara
menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang
menunjukkan gagasan atau pendapat atau pikiran penulis lain yang saya akui
seolah-olah sebagau tulisan saya sendiri dan tidak terdapat bagian atau keseluruhan
tulisan yang saya salin, tiru atau diambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan
pengakuan pada penulis aslinya.
Yogyakarta, 31 Agustus 2016
Penulis,
Matias Gadau
vi
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Matias gadau
Nomor Induk Mahasiswa : 122214107
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“
PENGARUH CITRA MEREK (BRAND IMAGE) TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN,
Studi Kasus Pada Produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza”Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas,
memplubikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal 31 Agustus 2016
Yang menyatakan,
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat, rahmat, dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Loyalitas
Konsumen”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi tidak akan terlaksana dan terselesaikan dengan baik tanpa
bantuan, dukungan, serta kerjasama dari berbagai pihak yang dengan tulus dan rela
mengorbankan waktu untuk membimbing penulis sampai penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Johanes Eka Priyatma, M. Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas
Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. H. Herry Maridjo, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
viii
3. Bapak Dr. Lukas Purwoto, SE., M.Si selaku Ketua Prodi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas sanata Dharma.
4. Ibu Dra. Diah Utari Bertha Rivienda, M.Si selaku dosen pembimbing I
yang telah mengarahkan, membimbing serta memberi dukungan dan
sara kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak V. Mardi Widyadmono, S.E., MBA selaku dosen pembimbing II
yang telah mengarahkan, teliti, sabar serta memberi dukungan, saran
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam memberi
dukungan kepada penulis.
7. Orang tua tercinta papa, mama, kakak dan adik yang telah memberikan
doa dan dukungan dan nasihat dalam segala hal.
8. Ayu Afrini yang telah mendukung dan memberikan semangat serta
motivasi dalam penulisan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat Aisyah Permatasari, Ausan Agris, Marcela, Alvian,
Nadhira, Yohana, dan Ishaq Matondang yang telah memberikan
dukungan dan semangat serta masukkan dalam pembuatan skripsi.
Terimakasih atas dukungan dan tetap bersama baik dalam suka dan
ix
10.Jenny Siagian terimakasih telah mendukung dan menemani sebagai
sahabat, kakak maupun sebagai keluarga yang tetap memberikan
semangat.
11.Untuk semua teman-teman manajemen angkatan 2012 yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, tetap semangat dalam segala hal dan
diberikan kelancaran.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya masih banyak kekurangan
dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu, diharapkan ada kritik dan
saran untuk meningkatkan kemampuan penulis untuk menulis karya ilmiah
selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapa menjadi referensi dapa
bermanfaat bagi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Sanata Dharma Yogyakarta
khususnya bagi masyarakat pada umumnya.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Penulis,
Matias Gadau
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN...vi
KATA PENGANTAR...vii
DAFTAR ISI...x
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR GAMBAR...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
ABSTRAK...xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Landasan Teori ... 12
B. Penelitian Terdahulu ... 36
C. Kerangka Berpikir ... 37
D. Hipotesis Penelitian ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
xi
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 39
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 39
D. Variabel Penelitian ... 39
E. Definisi Operasional... 45
F. Populasi dan Sampel ... 47
G. Teknik Pengambilan Sampel ... 49
H. Sumber Data... 49
I. Teknik Pengambilan Data ... 50
J. Teknik Pengujian Instrumen ... 51
K. Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 61
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78
A. Uji Validitas Instrumen ... 78
B. Analisis Deskiptif ... 80
C. Uji Prasyarat Analisis ... 89
D. Analisis dan Pembahasan Regresi Berganda ... 91
E. Uji Hipotesis ... 94
F. Pembahasan ... 98
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 103
C. Keterbatasan Penelitian ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
xii
DAFTAR TABEL
III.1 Definisi operasional variabel-variabel ... 43
III.2 Skala Likert ... 46
V.1 Rangkuman tes validitas ... 80
V.2 Rangkuman uji validitas ... 81
V.3 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 82
V.4 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 83
V.5 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 84
V.6 Karekteristik responden berdasarkan penghasilan ... 85
V.7 Kategori variabel citra perusahaan ... 86
V.8 Kategori variabel citra pemakai ... 87
V.9 Kategori variabel citra produk ... 88
V.10 Kategori variabel loyalitas konsumen... 89
V.11 Hasil uji normalitas ... 90
V.12 Hasil uji multikolinieritas ... 91
V.13 Hasil uji heteroskedastisitas ... 92
V.14 Hasil perhitungan regresi ... 93
V.15 Koefisien Determinasi (R2) ... 95
V.16 Hasil perhitungan uji F (secara simultan) ... 96
xiii
DAFTAR GAMBAR
I.1 Penjualan kosmetik ... 5
I.2 Top brand award The Body Shop ... 6
II.1 Kerangka Ekuitas merek berbasis konsumen ... 23
II.2 Piramida Loyalitas Konsumen ... 34
II.3 Kerangka konseptual ... 37
IV.1 Kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri ... 68
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 109
Lampiran 2 Data hasil penelitian ... 114
Lampiran 3 Data hasil kategorisasi ... 119
Lampiran 4 Hasil uji validitas ... 124
Lampiran 5 Hasil uji reliabilitas ... 128
Lampiran 6 Karakteristik responden ... 129
Lampiran 7 Rumus Perhitungan kategorisasi ... 130
Lampiran 8 Hasil uji kategorisasi ... 132
Lampiran 9 Uji Normalitas ... 133
Lampiran 10 Uji Multikolineritas ... 133
Lampiran 11 Uji heteroskedastisitas ... 134
xv
ABSTRAK
PENGARUH CITRA MEREK (BRAND IMAGE) TERHADAP
LOYALITAS KONSUMEN
Studi Kasus Pada Produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza
Matias Gadau
Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2016
xvi
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF BRAND IMAGE TOWARDS
CONSUMER LOYALTY
A Case Study on The Body Shop’ Body Mist Product at Ambarrukmo
Plaza Yogyakarta
Matias Gadau
Sanata Dharma University Yogyakarta
2016
This study aims to determine the influence of the brand image towards the consumer loyalty on the The Body Shop’s product Body Mist. This research was conducted on February 2016 at Ambarrukmo Plaza Yogyakarta. The research population were the consumers of The Body Shop products at Ambarrukmo Plaza, which involved 100 consumers. The sampling technique applied was purposive sampling . The data were collected by using questionnaires that were tested for its validity and reliability. The analysis techniques used were multiple regression and hypothesis test with F test and t test. The result shows that the brand image consisting of corporate image, user image, and product image simultaneouses influenced consumer loyalty. The most dominant variable influencing consumer loyalty among these three variables was variable of corporate image, in which the t value was the biggest.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDi era globalisasi saat ini banyak dari para wanita yang semakin peduli
dengan fasion dan penampilan yang menarik. Penampilan menarik merupakan
hal yang sangat penting bagi para wanita. Penampilan menarik tersebut
tentunya membutuhkan perawatan pribadi dengan menggunakan
produk-produk kecantikan yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
adanya kebutuhan akan produk kecantikan tersebut, maka banyak
perusahaan-perusahaan yang bersaing untuk menciptakan atau membuat produk-produk
kecantikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari konsumen.
Industri kosmetik merupakan industri dengan pertumbuhan yang sangat
cepat serta salah satu industri dengan tingkat penjualan yang sangat tinggi.
Persaingan antar perusahaan di pasar industri kecantikan dan perawatan pribadi
pun semakin kompetitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya jenis produk
kecantikan yang beredar saat ini. Menghadapi persaingan yang semakin
kopetitif, perusahan dituntut untuk bisa menciptakan keunikan tersendiri
diiringi dengan penanaman citra positif terhadap produk yang dikeluarkan agar
bisa unggul diantara pesaing. Melihat kondisi ekonomi dan gaya hidup
masyarakat Indonesia yang saat ini semakin cerdas dalam memilih produk
kecantikan dan yang selalu menginginkan produk-produk yang baru, pemasar
supaya dapat mengusai pangsa pasar. Hal ini didukung dari daya beli
masyarakat Indonesia yang semakin meningkat terutama bagi konsumen yang
memutuskan untuk membeli produk tertentu (kosmetik) dalam rangka
memperjelas identitas diri agar dipandang baik dalam komunitas.
Terdapat keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan
apabila memiliki konsumen yang loyal (Griffin, 2005:11), antara lain:
1. Biaya pemasaran menjadi berkurang (biaya pengambilalihan pelanggan
lebih tinggi daripada biaya mempertahankan pelanggan).
2. Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negosiasi kontrak dan
pemrosesan order
3. Biaya perputaran pelanggan (customer turnover) menjadi berkurang (lebih
sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan)
4. Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa
pelanggan yang lebih besar
5. Pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif dengan asumsi para
pelanggan yang loyal juga merasa puas
6. Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim
garansi, dan sebagainya)
Loyalitas pelanggan mutlak diperlukan oleh sebuah perusahaan untuk
dapat tetap survive dan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Untuk
membangun loyalitas konsumen diperlukan adanya usaha-usaha dari
perusahaan untuk tetap memberikan kualitas terbaik dalam setiap produk atau
konsumen. Pelanggan yang puas dan loyal merupakan peluang untuk
mendapatkan pelanggan baru. Mempertahankan semua pelanggan yang ada
umumnya akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan pergantian
pelanggan karena biaya untuk menarik pelanggan baru bisa lima kali lipat dari
biaya mempertahankan seorang pelanggan yang sudah ada (Kotler et al,2006).
Loyalitas tentunya tidak hadir begitu saja, perusahaan harus bisa
mengatur strategi bagaimana mengelola konsumen dengan cara mengenal dan
mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dari konsumen dengan harapan
konsumen tersebut ingin membeli produk yang diproduksi oleh perusahaan.
Dalam proses pembelian produk kosmetik tersebut tentunya konsumen melalui
beberapa tahapan-tahapan dan proses-proses terlebih dahulu, seperti melihat
iklan dan rekomendasi orang lain. Setelah melewati tahapan tersebut maka
konsumen mulai membandingkan produk satu dengan produk lainnya sehingga
pada akhirnya konsumen memilih untuk membeli berdasarkan pengalamannya
serta akan membeli produk yang sama (loyal). Salah satu jalan untuk meraih
keunggulan kompetisi dan mempertahankan loyalitas konsumen adalah dengan
membentuk brand image (citra merek) yang positif dimata konsumen.
Sebuah brand yang memiliki image baik pada masyarakat, pasti akan
mendapatkan posisi yang lebih baik di pasar, keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan, dan meningkatkan pangsa pasar atau kinerja (Park, Jaworski, &
MacInnis, 1986). Menurut Hsieh, Pan, dan Setiono (2004:252), brand image
yang positif memungkinkan konsumen untuk mengidentifikasi kebutuhannya
pesaingnya, sehingga meningkatkan kemungkinan konsumen akan membeli
brand tersebut.
Di Indonesia, saat ini banyak perusahaan-perusahaan kosmetik yang
mulai masuk dan bersaing untuk memperebut pangsa pasar. Persaingan
memperebutkan pangsa pasar tidak hanya berasal dari perusahaan dari luar
negeri saja, namun persaingan tersebut juga berasal dari perusahaan kosmetik
yang berasal dari Indonesia. Industri kosmetik merupakan salah satu Industri
dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi. Menurut data yang di
peroleh dari Perkosmi (Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia), jumlah
perusahaan kosmetik yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 744 perusahaan.
Hal ini menunjukkan banyaknya perusahaan yang bermain di Industri
kosmetik, khususnya di Indonesia.
Data dari kementerian Perindustrian Indonesia Melalui “Indonesia
finance Today” diketahui bahwa industri kosmetik berhasil bertahan dalam
krisis ekonomi global pada tahun 2012 dengan terus mengalami pertumbuhan
solid (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2013). Berdasarkan data
yang diperoleh dari Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Perkosmi)
memperkirakan pada tahun 2013 penjualan kosmetik dapat tumbuh hingga Rp
11,22 triluan, naik 15% dibandingkan dengan proyeksi pada tahun 2012
sebesar Rp 9,76 triliun. Dari sisi ekspor, industri kosmetik ditaksir tumbuh 20%
Berikut adalah data penjualan kosmetik Indonesia:
Tabel I.1
Sumber: http://indonesianconsume.blogspot.co.id
Pemerintah juga mendukung perkembangan industri kosmetik dengan
memberikan insentif berupa tax allowance dan pembebasan bea masuk atas
impor mesin. Diharapkan dengan adanya insentif tersebut maka industri
kosmetik dapat berekspansi secara rutin untuk meningkatkan 15 kapasitas
produksi. Kebijakan tersebut dilengkapi pula dengan adanya pasar bebas
ASEAN dan China (ACFTA) yang akan berlaku pada 2015 sehingga
produk-produk kosmetik China juga dapat memasuki industri kosmetik Indonesia
(Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2013). Peluang ini akan
semakin meningkatkan persaingan di dalam industri kosmetik Indonesia.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh lembaga survey “Clicktop10”
pada tahun 2013, terdapat sepuluh perusahaan kosmetik yang dinilai memiliki
setuju bahwa pemimpin pasar untuk industri kosmetik di Indonesia adalah
“L’Oreal Group” dengan membawahi brand – brand ternama seperti
“Garnier”, “Maybelline”, “The Body Shop”, dan berbagai brand lainnya.
“The Body Shop” adalah salah satu brand kosmetik dari “L’Oreal”
sebagai perusahaan kosmetik dengan penjualan terbaik di Indonesia. “The
Body Shop” adalah brand yang pertama kali diperkenalkan oleh Anita Roddick
di Inggris pada tahun 1976 sebagai brand yang memposisikan diri sebagai
produk kosmetik organik. “The Body Shop” berada di ranking ke 29 dalam
Most Valuable Cosmetics Brands in the World yang diadakan oleh “Brand
Finance” dengan nilai 1.278 USD (www.rangkingthebrand.com, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Top Brand Award pada fase I 2015 pada
kosmetik perawatan pribadi khususnya pada produk perawatan tubuh yaitu
Body Mist yang mendapatkan penghargaan top brand dapat dilihat pada tabel:
Tabel II.2
Top Brand Award Kategori Body Mist
Sumber : www.topbrand-award.com
Tabel II.1 memperlihatkan urutan merek produk Body Mist The Body
Shop terpilih menjadi Top Brand, sedangkan Produk Mustika Puteri dan
produk lainnya berada di bawah produk The Body Shop. Hal ini
TBI TOP The Body Shop 32.0% TOP Mustika Puteri 7.8%
Victoria Secret 7.3%
Eskulin 4.4%
Oriflame 3.3%
Natural Beauty 2.6%
memperlihatkan bahwa produk kosmetik organik mampu bersaing dengan
produk lainnya. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti
loyalitas konsumen terhadap produk Body Mist dan melihat seberapa kuat citra
merek yang telah dibangun oleh The Body Shop.
Menurut Freddy Rangkuti (2002:2) mengatakan bahwa merek
merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat,
dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan
kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya
tidak hanya merupakan suatu symbol, melainkan atribut, manfaat, nilai,
budaya, kepribadian, dan pemakai. Merek (brand) telah menjadi krusial yang
berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik
perusahaan profit maupun nonprofit, manufaktur maupun penyedia jasa, dan
organisasi lokal maupun global.
Pemasar harus selalu mendesain program pembangunan citra merek
(brand image) dalam aktivitas pemasaran dan melakukan kegiatan yang
mendukung pemasaran guna memperkuat merek. Kekuatan merek menyangkut
dalam dua hal, yaitu persepsi konsumen terhadap merek dan loyalitas
konsumen pada penggunaan merek. Seiring dengan perkembangan persaingan
antar Industri Kosmetik dengan berbagai macam keunggulan yang bertujuan
untuk meningkatkan volume penjualan, meraih kembali pasar yang telah
menurun, dan untuk mempertahankan pasar yang telah diperolehnya adalah
Oleh karena itu, citra merek (brand image) sangatlah penting untuk
meraih pangsa pasar yang diharapkan oleh perusahaan. Sesuai uraian di atas,
maka penulis mengambil judul “Pengaruh Citra Merek (Brand Image) terhadap Loyalitas Konsumen Produk Body Mist The Body Shop (Studi
Pada kosmetik The Body Shop di Ambarrukmo Plaza Yogyakarta)”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah citra merek (brand image) dengan dimensi citra perusahaan
(corporate image), citra pemakai (user image), dan citra produk (product
image) berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen produk Body
Mist The Body Shop di Ambarrukmo Plaza Yogyakarta?
2. Dimensi apakah dari citra merek (brand image) yang paling dominan
berpengaruh secara parsial terhadap loyalitas konsumen produk kosmetik
Body Mist The Body Shop?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh citra merek (brand image) dengan dimensi
citra perusahaan (corporate image), citra pemakai (user image), dan citra
produk (product image) terhadap loyalitas konsumen produk Body Mist
The Body Shop di Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui dimensi apakah dari citra merek (brand image) yang
paling dominan berpengaruh secara parsial terhadap loyalitas konsumen
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian Ini diharapkan bagi manajemen perusahaan dapat
menggunakannya dan memberikan gambaran dan masukan baik konsep
maupun pemasaran, khususnya pada citra merek dalam mempertahankan
konsumen.
2. Bagi Akademik
Hasil Penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi kajian tentang
loyalitas konsumen terhadap produk kosmetik dengan menggunakan
analisis dari perspektif pemasaran (brand image).
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada ilmu
pengetahuan dan menambah referensi kepustakaan yang dapat
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang hendak melakukan penelitian
sebelumnya.
E. Sistematika Penulisan
Dalam proposal ini penulis menyusun enam bab uraian, dimana dalam
tiap-tiap bab dilengkapi dengan sub-sub bab masing-masing, yaitu sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah,
BAB II Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini penulis menjelaskan teori-teori yang diperlukan untuk
menjelaskan variabel-variabel pada penelitian ini. Selain itu dalam
bab ini diuraikan pula mengenai penelitian terdahulu, kerangka
berpikir, dan hipotesis penelitian.
BAB III Metode Penelitian
Dalam bab ini menjelaskan tentang obyek/subyek penelitian,
populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan
data, uji validitas dan uji reliabilitas, metode analisis, serta lokasi dan
objek penelitan.
BAB IV Gambaran Umum Perusahaan
Dalam bab ini menguraikan tentang gambaran umum perusahaan,
yaitu sejarah perusahaan, struktur organisasi perusahaan, visi dan
misi, serta hal-hal lain menyangkut perusahaan.
BAB V Analisis Hasil dan Pembahasan
Dalam bab ini menguraikan analisis data yang telah diperoleh dalam
penelitian. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis statistic
yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis
BAB VI Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini merupakan bagian penutup dari skripsi ini, disajikan
kesimpulan-kesimpulan serta saran-saran yang relevan dengan hasil
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran sebagai disiplin ilmu, bidang kajian riset, dan salah satu
praktik bisnis yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pemasaran
selama ini sering dikaitkan dengan “penjualan” dan “periklanan”. Pemasaran
diharapkan memiliki keahlian dan merangsang permintaan akan produk yang
dihasilkan oleh perusahaan.
Definisi pemasaran menurut Kotler (2007:6) dapat dibedakan menjadi
definisi sosial, yaitu suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain, sedangkan menurut definisi manajerial, pemasaran
sering digambarkan sebagai seni menjual produk.
American Marketing Association (AMA) (dalam Kotler dan Keller
2009:5) menawarkan defininisi formal yaitu, pemasaran adalah suatu fungsi
organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan
pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pemasaran di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran merupakan suatu aktivitas
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen baik individu atau kelompok
sehingga tercapai kepuasan konsumen melalui penciptaan, penawaran, dan
penukaran suatu produk atau jasa dengan lainnya.
2. Filosofi Pemasaran
Pemikiran dan praktik pemasaran berkembang pesat dari waktu ke
waktu. Filosofi pemasaran mengalami evolusi, mulai dari konsep produksi,
konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran
sosial. Sejumlah faktor (seperti customers, company, competition,
collaborators, dan change) berkontribusi pada berkembangnya sejumlah
perspektif baru dalam pemasaran.
Filosofi pemasaran mengalami evolusi dari orientasi internal
(inward-looking) menuju orientasi eksternal (outward-(inward-looking). Artinya, pemasaran
beralih dari yang semula menekankan “try to sell what I can make” (berusaha
menjual apa saja yang bisa saya buat/hasilkan) menjadi “try to make what I
can sell” (berusaha menghasilkan produk atau jasa yang bisa dijual karena
dibutuhkan dan diinginkan konsumen). Orientasi internal tercermin dalam
konsep produksi, konsep produk, dan konsep penjualan, sedangkan orientasi
1. Konsep produksi (production concept) berkeyakinan bahwa konsumen
akan menyukai produk-produk yang tesedia dimana-mana dan harganya
murah. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi pada upaya menciptakan
efisiensi produksi, biaya rendah, dan distribusi massal.
2. Konsep produk (product Concept) berpandangan bahwa konsumen bakal
menyukai produk-produk yang berkualitas, kinerja atau fitur inovatif
terbaik. Penganut konsep ini akan berkonsentrasi pada upaya penciptaan
produk superior dan penyempurnaan kualitasnya.
3. Konsep Penjualan (selling concept) berkeyakinan bahwa konsumen tidak
akan tertarik untuk membeli produk dalam jumah banyak, jika mereka
tidak diyakinkan dan bahkan bila perlu dibujuk. Penganut konsep ini akan
berkonsentrasi pada usaha-usaha promosi dan penjualan yang agresif.
4. Konsep Pemasaran (marketing concept) berpandangan bahwa kunci
untuk mewujudkan tujuan organisasi terletak pada kemampuan organisasi
dalam menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan nilai
pelanggan (custumer value) kepada pasar sasarannya secara lebih efektif
dibandingkan pada pesaing.
5. Konsep Pemasaran Sosial (societal marketing concept) berkeyakinan
bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan
minat pasar sasaran dan memberi kepuasan yang diharapkan secara lebih
efektif dan lebih efisien dibanding para pesaing sedemikian rupa sehingga
mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
Sebagai ilmu sekaligus seni, pemasaran (marketing), mengalami
perkembangan pesat dan dramatis. Berbagai transformasi telah, sedang, dan
akan terus berlangsung. Peranan dan arti penting pemasaran semakin diakui
dan disadari oleh para pelaku bisnis. McKenna (1991) bahkan menegaskan
bahwa “marketing is everything and everything is marketing”. Dengan kata
lain, pemasaran bukan lagi sekedar departemen atau fungsi manajerial dalam
sebuah organisasi, melainkan telah menjelma menjadi filosofi dan cara
berbisnis yang berorientasi pada pemuas kebutuhan dan keinginan pelanggan
secara efektif, efisien, dan etis sedemikian rupa sehingga lebih unggul
dibandingkan para pesaing dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan lingkungan secara umum.
3. Tujuan Pemasaran
Tujuan pemasaran adalah mengenal dan memahami pelanggan
sedemikian rupa, sehingga produk cocok dengannya dan dapat dijual dengan
sendirinya. Idealnya pemasaran menyebabkan pelanggan siap membeli,
sehingga produsen harus berusaha agar produknya tetap tersedia.
Menurut Philip Kotler (2007:6), tujuan pemasaran adalah
menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi dan agar konsumen memperoleh
apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,
dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Selanjutnya, Peter Drucker (dalam Philip Kotler, 2007:6) mengemukakan
sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya mampu
menjual dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari pemasaran itu adalah untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggan agar produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen dapat cocok
di hati konsumen maupun pelanggan.
4. Strategi Pemasaran
Program pemasaran meliputi tindakan-tindakan pemasaran yang bisa
mempengaruhi permintaan terhadap produk, diantaranya mengubah harga,
memodifikasi kampanye iklan, merancang promosi khusus, menentukan
pilihan saluran distribusi, dan sebagainya. Dalam penerapannya, kerap kali
berbagai program pemasaran dipadu atau dilaksanakan secara bersama-sama.
Namun, kadangkala ada juga situasi dimana manajer pemasaran harus memilih
program pemasaran yang terbaik dikarenakan keterbatasan anggaran. Dalam
menentukan pilihan program pemasaran terbaik tersebut, manajer pemasran
harus terlebih dahulu menyusun dan mengkomunikasikan strategi pemasaran
yang jelas.
Strategi pemasaran merupakan rencana yang menjabarkan ekspektasi
perusahaan akan dampak dari berbagai aktivitas atau program pemasaran
terhadap permintaan produk atau lini produknya di pasar sasaran tertentu.
Perusahaan bisa menggunakan dua atau lebih program pemasaran secara
personal selling, layanan pelanggan, atau pengembangan produk) memiliki
pengaruh yang berbeda-beda terhadap permintaan.
Menurut Philip Kotler (2007:30), mengatakan bahwa inti pemasaran
strategis modern terdiri atas tiga langkah pokok, yaitu segmentasi, targeting,
dan positioning. Ketiga langkah ini sering disebut STP (Segmentation,
Targetting, Positioning). Langkah pertama adalah segmentasi pasar, yaitu
mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli yang terpisah-pisah yang
mungkin membutuhkan produk dan atau bauran pemasaran tersendiri.
Merupakan upaya pengelompokan konsumen ke dalam beberapa kriteria baik
dari segi usia, status, golongan, dan lain-lain. Langkah kedua adalah
menentukan pasar sasaran, yaitu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar
untuk dimasuki atau dilayani. Langkah ketiga adalah positioning, yaitu
tindakan membangun dan mengkomunikasikan manfaat pokok yang istimewa
dari produk di dalam pasar. Ketiga upaya ini perlu dilakukan melalui penelitian
yang cermat agar mampu meminimalisir kegagalan berupa salah sasaran.
5. Pengertian dan Tingkatan Produk
Produk merupakan elemen kunci dari penawaran di pasar untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. . Menurut Kotler (2009:69)
mengemukakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke suatu
pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Sedangkan menurut Alma
(2009:139) mengungkapkan bahwa produk adalah seperangkat atribut baik
berwujud dan maupun tidak berwujud termasuk didalamnya masalah warna,
pelayanan pengecer yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginan.
Dalam hal ini, pengertian produk tidak hanya dalam bentuk fisik, akan tetapi
produk diartikan secara luas bisa berupa jasa manusia, organisasi, ide/gagasan,
atau tempat.
Menurut Tjiptono (2008:95) Secara konseptual, produk adalah
pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas perusahaan serta
daya beli pasar. Dalam melakukan sebuah penawaran, seorang pemasar perlu
memahami tingkatan sebuah produk. Setiap tingkatan produk memiliki nilai
tambah bagi pelanggannya yang dapat membentuk hierarki nilai pelanggan
(customer value hierarchy). Menurut Kotler (2009:156) terdapat lima level
produk, yaitu:
a. Manfaat Inti (Core Benefit) merupakan tingkatan yang paling dasar, yaitu
manfaat atas jasa yang sebenarnya dibeli oleh pelanggan. Contohnya adalah
seorang tamu hotel yang membeli istirahat dan tidur.
b. Produk Dasar (Basic Product) merupakan versi dasar dari produk atau
manfaat umum dari produk yang dikonsumsi. Contohnya adalah sebuah
kamar hotel yang mencakup tempat tidur, kamar mandi, handuk, meja rias,
meja tulis, dan lemari pakaian.
c. Produk yang diharapkan (Expected Product) merupakan seperangkat atribut
produk. Contohnya adalah tamu hotel dapat mengharapkan tempat tidur
yang bersih, handuk bersih, lampu baca, dan ketenangan.
d. Produk yang ditingkatkan (Augmented Product) merupakan produk yang
memiliki manfaat tambahan yang lebih daripada expected product atau yang
melampaui harapan pelanggan. Contohnya adalah suatu hotel dapat
meningkatkan produknya dengan menyertakan televisi, bunga segar, check
in yang cepat, check-out yang segera, dan lain-lain.
e. Calon Produk (Potential Product) merupakan keseluruhan penyempurnaan
dan perubahan yang mungkin dialami sebuah produk di kemudian hari.
Produk potensial menekankan pada evolusi dimana perusahaan mencari
cara-cara baru yang agresif untuk memuaskan dan membedakan tawaran
pesaing. Contohnya, suatu hotel menyediakan kamar president suite dengan
berbagai fasilitas yang mewah.
6. Pengertian Merek (Brand)
Merek merupakan suatu atribut yang sangat penting terutama dalam
menumbuhkan persepsi yang positif dan konsumen akan percaya setelah
menilai atribut yang dimiliki oleh suatu merek. Merek sering diinterpretasikan
secara berbeda-beda, diantaranya sebagai logo, instrumen legal (hak
kepemilikan), perusahaan,citra dan lain sebagainya. Menurut Menurut Kotler
dan Keller (2009:147) brand adalah nama, istilah, tanda, simbol atau
rancangan, atau mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok
penjual dan untuk mendiferensiasikan dari barang atau jasa. Menurut
merek sebagai simbol dan indikator kualitas dari sebuah produk. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Aaker (dalam Sangadji dan Sopiah (eds.), 2010:
322) yang menyebutkan bahwa “merek adalah nama dan/atau simbol yang
bersifat membedakan (seperti logo, cap, atau kemasan) dengan maksud
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau penjual tertentu
yang mampu membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh para
kompetitor.” Sememtara menurut Stanton dan Lamarto (dalam Sangadji dan
Sopiah (eds.), 2010: 322), “merek adalah nama, istilah, simbol atau desain
khusus, atau beberapa kombinasi unsur-unsur tersebut yang dirancang untuk
mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.” Mendukung
ketiga pendapat tersebut, American Marketing Association (AMA) dalam
Kotler (dalam Sangadji dan Sopiah (eds.), 2010: 322) menyatakan bahwa
“merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal
-hal tesebut, yang dimaksudka untuk meng identifikasi barang atau jasa dari
seseorang atau kelompok penjual, dan untuk membedakannya dari produk
pesaing.”
Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa merek
merupakan suatu nama atau simbol yang mengidentifikasi suatu produk dan
membedakannya dengan produk-produk lain sehingga mudah dikenali oleh
konsumen ketika hendak membeli sebuah produk.
Menurut Kotler (dalam Sangadji dan Sopiah (eds.), 2010: 323), merek
1. Atribut
Setiap merek memiliki atribut yang dikelola dan diciptakan agar pelanggan
dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung di
dalam merek.
2. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat karena konsumen
tidak hanya membeli atribut tetapi juga manfaat.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang
memiliki nilai tinggi dan di hargai oleh konsumen sebagai merek yang
berkualitas dan berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna
merek tersebut.
4. Budaya
Merek memiliki budaya tertentu yang dapat mempengaruhinya.
5. Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya.
Jadi, diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian pengguna akan
tercermin dengan merek yang digunakan.
6. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah
sebabnya para pemasar selalu menggunakan orang-orang yang terkenal
7. Citra Merek
Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan
persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu
terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang
berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang
memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan
untuk melakukan pembelian.
Menurut Kotler dan Keller (2009:332) mendefinisikan citra merek
adalah suatu kesan yang ada didalam benak konsumen mengenai suatu merek
yang hal ini dibentuk oleh pesan dan pengalaman konsumen mengenai merek,
sehingga menimbulkan citra yang ada dalam benak konsumen. Sementara
menurut Tjiptono (2011:49) mendefinisikan brand image merupakan deskripsi
tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Menurut
Kotler dan Fox dalam Sutisna (dalam Sangadji dan Sopiah (eds.), 2010: 327)
mendefinisikan citra sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan-kesan,
dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Citra
terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan
preferensi terhadap suatu merek. Rangkuti (dalam Sangadji dan Sopiah (eds.),
2010: 327) mengemukakan bahwa “citra merek adalah sekumpulan asosiasi
merek yang terbentuk dibenak konsumen.”
Ship et al (dalam Sangadji dan Sopiah (eds.), 2010: 327) citra merek
(brand image) dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak
sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang
dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai
orang lain.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan, dapat
disimpulkan bahwa citra merek dapat positif atau negatif, tergantung pada
persepsi seseorang terhadap merek. . Jika digambarkan, pengetahuan
[image:42.595.71.545.221.617.2]konsumen atas merek akan tampak seperti berikut:
Gambar 2.1 Kerangka ekuitas merek berbasis konsumen (Sumber: Keller dalam Shimp et al, 2000)
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa komponen citra merek
adalah jenis-jenis asosiasi merek, dan dukungan, kekuatan, dan keunikan
asosiasi merek.
(Simamora, 2008:33) mengatakan citra adalah persepsi yang relatif
konsisten dalam jangka waktu panjang. Sehingga tidak mudah untuk
membentuk citra, citra sekali terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra Kesadaran akan merek Pengetahuan akan merek Citra merek Pengenalan terhadap merek Kemampuan mengingat merek Jenis-jenis asosiasi merek Dukungan, kekuatan, dan Keunikan asosiasi merek Evaluasi keseluruhan (sikap) Manfaat Atribut Pengalaman Simbolis Fungsional Hal-hal yang berhubungan dengan produk (contoh: warna, desain, ukuran) Hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk (contoh: harga, kemasan, pemakai, dan
yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan
pesaingnya, saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek
lain. Komponen citra merek (brand image) terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu barang
atau jasa.
2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan
konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa.
3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa.
a) Faktor-Faktor Yang Membentuk Citra Merek
Glenn Walters (1974) mengemukakan pentingnya faktor lingkungan
dan personal sebagai awal terbentuknya suatu citra merek, karena faktor
lingkungan dan personal mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah atribut-atribut teknis yang ada
pada suatu produk dimana faktor ini dapat dikontrol oleh produsen, selain
itu juga, sosial budaya termasuk dalam faktor ini. Faktor personal adalah
kesiapan mental konsumen untuk melakukan proses persepsi, pengalaman
konsumen sendiri, mood, kebutuhan serta motivasi konsumen. Citra
merupakan produk akhir dari sikap awal dan pengetahuan yang terbentuk
lewat proses pengulangan yang dinamis karena pengalaman (Arnould,
Menurut Runyon (1980:17), citra merek terbentuk dari stimulus
tertentu yang ditampilkan oleh produk tersebut yang menimbulkan respon
tertentu pada diri konsumen:
a. Stimulus yang muncul dalam citra merek tidak hanya terbatas pada
stimulus yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup stimulus yang bersifat
psikologis. Ada tiga sifat stimulus yang dapat membentuk citra merek
yaitu stimulus yang bersifat fisik, seperti atribut-atribut teknis dari
produk tersebut; stimulus yang bersifat psikologis, seperti nama merek,
dan stimulus yang mencakup sifat keduanya, seperti kemasan produk
atau iklan produk.
b. Datangnya stimulus menimbulkan respon dari konsumen. Ada dua
respon yang mempengaruhi pikiran seseorang, yang membentuk citra
merek, yaitu respon rasional—penilaian mengenai performa aktual dari
merek yang dikaitkan dengan harga produk tersebut, dan respon
emosional—kecenderungan perasaan yang timbul dari merek tersebut.
(Schiffman dan Kanuk, 2008:291) menyebutkan faktor-faktor
pembentuk citra merek adalah sebagai berikut:
1. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang
ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau
kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk
3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu
produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani
konsumennya.
5. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi
yang mungkin dialami oleh konsumen.
6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau
banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk
mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka
panjang.
7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan,
kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari
produk tertentu.
Menurut Timmerman (dalam Lutiary Eka Ratri, 2007:50), citra
merek sering terkonseptualisasi sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi
yang berhubungan dengan sebuah merek yang terdiri dari:
1. Faktor fisik, karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain
kemasan, logo, nama merek, fungsi, dan kegunaan produk dari
merek itu.
2. Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai,
kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan produk
Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang pikirkan,
rasakan terhadap suatu merek tertentu, sehingga dalam citra merek faktor
psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor fisik dari merek
tersebut.
b)Komponen Citra Merek
Menurut Hogan (2005), citra merek merupakan asosiasi dari semua
informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek
yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara; yang pertama melalui
pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan
fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak cuma dapat
bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga
harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang
diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual
konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek
tersebut. Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek
tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi,
hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap
karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak
merek, media, dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan atribut-atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini
dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi
kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau
tersebut. Gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan
citra ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya.
Citra merek terdiri dari atribut objektif/instrinsik seperti ukuran kemasan
dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan, dan asosiasi
yang ditimbulkan oleh merek produk tersebut. (Arnould, Price, dan Ziakan,
2005:120-122).
Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai
suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri
dari:
1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk
2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk
3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut
4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu
5. Semua makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen,
termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia
Sehingga dapat dikatakan bahwa citra merek merupakan ‘totalitas’
terhadap suatu merek yang terbentuk dalam persepsi konsumen. (Sengupta,
2005:139).
Citra pada suatu merek merefleksikan image dari perspektif
konsumen dan melihat janji yang dibuat merek tersebut pada konsumennya.
Citra merek terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan
karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada merek tersebut.
personality menjelaskan mengapa orang menyukai merek-merek tertentu
dibandingkan merek lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup
besar antara merek yang satu dengan yang lain. David Ogilvy (dalam
Lutiary Eka Ratri, 2007:53) menyebutkan bahwa kepribadian merek
merupakan kombinasi dari berbagai hal; nama merek, kemasan merek,
harga produk, gaya iklan, dan kualitas produk itu sendiri.
Menurut Joseph Plummer (dalam Aaker 1991:139), citra merek
terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Product attributes (Atribut produk) yang merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan merek tersebut sendiri, seperti kemasan, isi produk,
harga, rasa, dan lain-lain.
2. Consumer benefits (Keuntungan konsumen) yang merupakan kegunaan
produk dari merek tersebut.
3. Brand personality (Kepribadian merek) merupakan asosiasi yang
mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut adalah
manusia.
Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang
mengindikasikan bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan
alternatif merek lain dalam suatu kategori produk. Titik perbedaan suatu
merek dapat diekspresikan melalui berbagai kelebihan merek, seperti:
a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau
keuntungan ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi
b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan
menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun
merasa senang. Merek menawarkan kesenangan, membantu atau
meningkatkan citra diri dan status, dan hubungannya dengan orang lain.
Kelebihan emosional menggeser fokus dari merek dan fungsi
produknya ke pengguna dan perasaan yang didapat ketika
menggunakan merek tersebut. Kelebihan ini berhubungan dengan
mempertahankan keinginan dan kebutuhan dasar manusia, termasuk
juga keinginan konsumen untuk mengekspresikan diri, pengembangan
diri dan prestasi, serta determinasi diri.
Pengakuan superioritas bisa juga didukung oleh pembentukan citra
merek yang direpresentasikan oleh orang-orang yang menggunakan merek
tersebut, misalnya menggunakan selebriti atau atlit dalam iklan. (Tybout &
Calkins 2005:18-20)
8. Loyalitas Konsumen
Loyalitas merek merupakan komitmen konsumen yang dalam untuk
melakukan pembelian ulang merek tertentu secara konsisten pada masa yang
akan datang, tanpa tepengaruh dari adanya situasi dan usaha pemasaran dari
merek lain yang dapat berpotensi membuat konsumen tersebut berpindah
merek. Sehingga disimpulkan bahwa loyalitas mencakup adanya kesiapan
untuk bertindak (dalam hal ini melakukan pembelian berulang) dan adanya
Menganalisa loyalitas konsumen akan lebih berhasil apabila mampu
memahami aspek psikologis manusia. Persepsi merupakan salah satu aspek
tersebut dan sebelum persepsi konsumen terbentuk terhadap suatu objek, dalam
hal ini kualitas, harga, dan suasana toko merupakan faktor yang memotivasi
konsumen dalam suatu produk. Konsumen mempunyai rasa suka dan tidak
suka setelah mereka membeli produk dan kemudian persepsi terbentuk dan
akan menentukan perilaku terhadap merek produk tersebut. Hal ini
dikarenakan persepsi menjelaskan evaluasi kognitif, perasaan emosional, dan
kecenderungan tindakan yang menguntungkan (Kartawidjaja 1996).
Loyalitas konsumen terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan
oleh suatu perusahaan yang tercermin dari kebiasaan konsumen dalam
melakukan pembelian barang atau jasa secara terus menerus harus selalu
diperhatikan oleh perusahaan atau produsen. Bagi perusahaan, loyalitas
konsumen dapat memberikan nilai yang tinggi bagi inisiatif kepedulian para
pelanggan, yaitu lebih mudah dan lebih murah untuk mempertahankan
pelanggan kunci, daripada menarik pelanggan baru yang loyalitasnya belum
terbukti. Dengan demikian perusahaan perlu mengamati loyalitas konsumen
untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta tercapainya
tujuan suatu perusahaan. Loyalitas adalah loyalitas konsumen akan suatu
barang atau jasa tersebut secara terus-menerus, kebiasaan ini termotivasi
sehingga sulit dirubah dan sering berakar dalam keterlibatan yang sangat
Selanjutnya Griffin (2005:5) berpendapat bahwa seorang pelanggan
dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku
pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan
pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya
memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap
pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan
perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.
Loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan bertahan secara
mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang
produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun
pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk
menyebabkan perubahan perilaku. (Arnould, Price, dan Zinkan dalam Ogi
Sulistian, 2011:34)
Konsumen dengan loyalitas tinggi akan memberitahukan keunggulan
dan kualitas layanan tersebut kepada orang lain bahkan sering memberikan
saran untuk menggunakan layanan jasa yang diberikan kepada konsumen.
Fullerton danTaylor (dalam Farid Yuniar Nugroho, 2011:17). membagi tingkat
loyalitaskonsumen dalam tiga tahap, antara lain:
1. Loyalitas advokasi, merupakan sikap pelanggan untuk memberikan
rekomendasi kepada orang lain untuk melakukan pembelian ulang terhadap
produk atau jasa. Loyalitas advokasi pada umumnya disertai dengan
2. Loyalitas repurchase, loyalitas pelanggan berkembang pada perilaku
pembelian pelanggan terhadap layanan baru yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan, yang ditunjukkan dengan keinginan untuk membeli kembali.
3. Loyalitas paymore, loyalitas pelanggan untuk kembali melakukan transaksi
untuk menggunakan produk atau jasa yang telah dipakai oleh konsumen
tersebut dengan pengorbanan yang lebih besar.
Ciri-ciri loyalitas konsumen, yaitu:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan
merek lain.
3. Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut, tidak melakukan
pertimbangan.
5. Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut, juga
selalu mengikuti perkembangannya.
6. Dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan selalu
mengembangkan hubungan dengan merek tersebut
Untuk menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus melalui
beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan
perhatian yang berbeda-beda untuk masing-masing tahapan, karena setiap
tahap mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan
masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut,
pembeli menjadi konsumen yang loyal dan klien perusahaan. Hill (dalam
Sugiyono, 2010:154) menggambarkan tingkatan loyalitas konsumen sebagai
[image:53.595.89.513.218.624.2]berikut:
Gambar 2.2 The Customer Loyalty Pyramid
Sumber: Nigel Hill, (Sugiyono, 2010:154)
Menurut Nigel Hill (dalam Sugiyono, 2010:152), tahap loyalitas
konsumen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suspect, meliputi semua orang yang diyakini akan membeli
(membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi tentang
barang/jasa perusahaan.
2. Prospect, adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa
tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini
meskipun mereka belum melakukan pembelian tetapi telah mengetahui
keberadaan perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi
3. Customer, pada tahap ini pelanggan sudah melakukan hubungan
transaksi dengan perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif
terhadap perusahaan, loyalitas pada tahap ini belum terlihat.
4. Clients, meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang/jasa
yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan
ini berlangsung lama dan mereka telah memiliki sifat retention.
5. Advocates, pada tahap ini, clients secara aktif mendukung perusahaan
dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli
barang/jasa di perusahaan tersebut.
6. Partners, pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling
menguntungkan antara penyedia jasa dengan pelanggan, dan pada tahap
ini pula pelanggan berani menolak barang/jasa dari perusahaan lain.
9. Hubungan Antara Citra Merek dan Loyalitas Konsumen
Hubungan antara citra merek dengan loyalitas konsumen terletak pada
keinginan-keinginan dan pilihan konsumen (preference) atas suatu merek
adalah merupakan sikap konsumen. Dalam banyak hal, sikap terhadap merek
tertentu sering mempengaruhi apakah konsumen akan loyal atau tidak. Persepsi
yang baik dan kepercayaan konsumen akan suatu merek tertentu akan
menciptakan minat beli konsumen dan bahkan meningkatkan loyalitas
konsumen terhadap produk tertentu. Teori penghubung antara citra merek
Freddy Rangkuti (2002) yang mengatakan:
“Apabila konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda
dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus
sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu yang disebut
dengan loyalitas merek”.
B. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Ayu Anisha Pradipta
(2012) dengan judul “Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Loyalitas
Konsumen Produk Oli Pelumas Pt Pertamina (Persero) Enduro 4t Di
Makassar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui brand image dari produk
body mist pada The Body Shop memiliki pengaruh terhadap loyalitas
konsumen. Hasil dari analisa Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear
sederhana, pengujian dilakukan dengan uji t pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 16 for windows pada Produk Oli Pelumas PT
Pertamina (Persero) Enduro 4T di Makassar pada Konsumen Makasar
diperoleh populasi sebanyak 100 orang dan diambil sampel penelitian sebesar
100 orang. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa citra merek
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penulisan ini dapat digambarkan secara
sistematis, sebagai berikut:
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
yang masih harus dibuktikan kebenarannya melalui penelitian. (Sugiyono,
2010:93). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : Citra Merek (Brand Image) dengan dimensi Citra Perusahaan (Corporate
Image), Citra Pemakai (User Image), Citra Produk (product Image)
berpengaruh secara bersama-sama terhadap loyalitas konsumen pada
produk Body Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza Yogyakarta.
H2 : Citra Merek (Brand Image) dengan dimensi Citra Perusahaan (Corporate
Image), Citra Pemakai (User Image), Citra Produk (product Image)
berpengaruh secara parsial terhadap loyalitas konsumen pada produk Body
Mist The Body Shop di Ambarukmo Plaza Yogyakarta. Citra Merek (Brand Image)
The Body Shop
Loyalitas Konsumen
The Body Shop Citra Perusahaan
(¢orporate Image)
Citra Pemakai
(User Image)
Citra Produk
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis PenelitianJenis penelitian dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan format
kausalitas dan deskriptif. Penelitian kausalitas adalah penelitian untuk menguji
kebenaran hubungan kausal (cause-and-effect), yaitu hubungan antara variabel
independen (yang mempengaruhi) dengan variabel dependen (yang
dipengaruhi). Pada dasarnya ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu
hipotesis yang dilakukan melalui pengumpulan data di lapangan (Sugiyono,
2009:57).
Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan
secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan (Sugiyono, 2009:13). Sedangkan penelitian kuantitatif dengan
mengunakan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan
berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen produk kosmetik The
Body Shop di Ambarrukmo Plaza Yogyakarta.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah tanggapan responden mengenai,
brand image dan Loyalitas konsumen pada produk kosmetik The Body
Shop.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari 2016.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Ambarrukmo Plaza Yogyakarta.
D. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel penelitian berikut ini terdiri dari dua macam variabel, yaitu
variabel yang lainnya, serta variabel bebas (independent variabel) atau
variabel yang tidak memiliki ketergantungan terhadap variabel yang
lainnya. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Loyalitas konsumen
terhadap produk kosmetik The Body Shop.
b. Variabel bebas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
loyalitas konsumen pada produk kosmetik The Body Shop, dalam
penelitian ini adalah Corporate Image (X1).
c. Variabel bebas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
loyalitas konsumen pada produk kosmetik The Body Shop, dalam
penelitian ini adalah User Image (X2).
d. Variabel bebas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
Loyalitas konsumen pada produk kosmetik The Body Shop, dalam
penelitian ini adalah Product Image (X3).
2. Definisi Variabel Penelitian
Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Variabel Independen/Bebas
Variabel Independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabe