• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIODONTITIS DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM USU TAHUN (STUDI RETROSPEKTIF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERIODONTITIS DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM USU TAHUN (STUDI RETROSPEKTIF)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

D I S T R I B U S I U S I A , J E N I S K E L A M I N , D A N P E N Y A KI T S I S T E M I K P A DA P E N DE RI T A

PERIODONTITIS DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM USU TAHUN 2010-2019

(STUDI RETROSPEKTIF)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

DODY WIDKAJA NIM: 170600091

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2021

Dody Widkaja

Distribusi Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit Sistemik pada Penderita Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU Tahun 2010-2019 (Studi Retrospektif)

xi+47 halaman

Salah satu penyakit periodontal yang paling sering dijumpai pada tahap kronis adalah periodontitis. Beberapa faktor risiko yang dapat memengaruhi prevalensi dan tingkat keparahan periodontitis antara lain usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi penderita periodontitis dan tingkat keparahan periodontitis berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik di Instalasi Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) USU. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan studi retrospektif. Data subjek yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah 36 status periodontitis yang tercatat di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010-2019. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan, berdasarkan usia, periodontitis paling banyak dijumpai pada kelompok usia 46-55 tahun yaitu sebesar 41,67% dan cenderung menurun pada kelompok usia 56-65 tahun serta >65 tahun, sedangkan menurut tingkat keparahannya, periodontitis Stage IV Grade B meningkat seiring bertambahnya usia. Berdasarkan jenis kelamin, periodontitis lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan persentase sebesar 58,33%

dibandingkan perempuan yaitu sebesar 41,67%, dan menurut tingkat keparahannya, periodontitis Stage IV Grade C juga paling banyak dijumpai pada laki-laki yaitu sebesar 57,14%. Berdasarkan penyakit sistemik yang diderita, periodontitis paling banyak dijumpai pada penderita hipertensi yaitu sebesar 38,89%, sedangkan menurut tingkat keparahannya, periodontitis Stage IV Grade C paling banyak dijumpai pada

(3)

penderita diabetes melitus tipe 2 yaitu sebesar 60%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik dapat memengaruhi prevalensi dan tingkat keparahan periodontitis.

Daftar Rujukan: 67 (2000-2020)

(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Distribusi Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit Sistemik pada Penderita Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU Tahun 2010-2019 (Studi Retrospektif)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tercinta Harto Cipto Widkaja dan Ibunda tercinta Lily Marten, serta saudari terkasih Vivian Widkaja, S.E., B.B.A yang selalu memberikan dukungan doa, kasih sayang, serta bantuan baik berupa moril maupun materiil kepada penulis.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, arahan, dan saran dari berbagai pihak dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Alm. Prof. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

2. Dr. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio(K) selaku Plt. Ketua Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Dr. Pitu Wulandari, drg., S.Psi., Sp.Perio(K) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis serta banyak memberikan saran, masukan, motivasi, dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi.

5. Armia Syahputra, drg., Sp.Perio(K) selaku Sekretaris Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Unviersitas Sumatera Utara dan dosen penguji

(7)

skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Dr. Essie Octiara, drg., Sp.KGA selaku dosen pembimbing akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, terutama staf dan pegawai di Departemen Periodonsia atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

8. Direktur dan staf RSGM USU yang telah mengizinkan penulis dalam pengumpulan data pasien RSGM USU sebagai subjek penelitian skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Angga Sinaga, Elvin Janitra, Joswin, Veronica, Silvia Hartanti, teman-teman kelompok pemicu 11 kelas B, serta seluruh teman-teman angkatan 2017, senior, dan junior atas doa dan dukungan kepada penulis dalam segala hal.

10. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Periodonsia yaitu Agnes dan Ratih yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang berguna bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, 23 Agustus 2021 Penulis,

Dody Widkaja NIM:170600091

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis……… . 4

1.4.1 Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Periodontal ... 5

2.1.1 Gingivitis ... 5

2.1.2 Periodontitis ... 7

2.2 Klasifikasi Periodontitis ... 7

2.2.1 Klasifikasi Periodontitis berdasarkan AAP 1999 ... 8

2.2.2 Klasifikasi Periodontitis berdasarkan International Workshop 2017 10 2.2.2.1 Stage I (Periodontitis Awal) ... 11

2.2.2.2 Stage II (Periodontitis Sedang) ... 11

2.2.2.3 Stage III (Periodontitis Parah dengan Kemungkinan Kehilangan Gigi Tambahan) ... 11

2.2.2.4 Stage IV (Periodontitis Lanjut) ... 11

2.3 Prevalensi Periodontitis ... 13

2.4 Etiologi Periodontitis ... 14

2.5 Patogenesis Periodontitis ... 15

2.6 Faktor Risiko Periodontitis ... 16

2.6.1 Usia ... 16

2.6.2 Jenis Kelamin ... 18

2.6.3 Penyakit Sistemik ... 19

2.6.3.1 Diabetes Melitus Tipe 2 ... 19

(9)

viii

2.6.3.2 Hipertensi ... 20

2.6.3.3 Penyakit Jantung ... 21

2.6.3.4 Sindroma Metabolik ... 22

2.6.3.5 Penyakit Saluran Pernafasan ... 22

2.7 Kerangka Teori... 24

2.8 Kerangka Konsep ... 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.2.1 Tempat Penelitian ... 26

3.2.2 Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 26

3.3.1 Populasi ... 26

3.3.2 Sampel ... 26

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 27

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 27

3.4.2 Kriteria Ekslusi ... 27

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 27

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27

3.6.1 Variabel Penelitian ... 27

3.6.2 Definisi Operasional... 28

3.7 Prosedur Penelitian ... 29

3.8 Skema Alur Penelitian ... 30

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Distribusi Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit Sistemik ... 31

4.2 Distribusi Tingkat Keparahan Periodontitis berdasarkan Usia ... 32

4.3 Distribusi Tingkat Keparahan Periodontitis berdasarkan Jenis Kelamin ... 33

4.4 Distribusi Tingkat Keparahan Periodontitis berdasarkan Penyakit Sistemik ... 34

BAB 5 PEMBAHASAN ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 48

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Stage Periodontitis ... 12 2. Grade Periodontitis... 13 3. Distribusi Usia pada Penderita Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM

USU Medan Tahun 2010-2019 ... 31 4. Distribusi Jenis Kelamin pada Penderita Periodontitis di Instalasi

Periodonsia RSGM USU Medan Tahun 2010-2019 ... 32 5. Distribusi Penyakit Sistemik pada Penderita Periodontitis di Instalasi

Periodonsia RSGM USU Medan Tahun 2010-2019 ... 32 6. Staging dan Grading berdasarkan Usia pada Penderita Periodontitis

di Instalasi Periodonsia RSGM USU Medan Tahun 2010-2019 ... 33 7. Staging dan Grading berdasarkan Jenis Kelamin pada Penderita

Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU Medan Tahun

2010-2019 ... 33 8. Staging dan Grading berdasarkan Penyakit Sistemik pada Penderita

Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU Medan Tahun

2010-2019 ... 34

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gingivitis yang diinduksi plak menggambarkan inflamasi pada daerah

margin dan papila ... . 6

2. Inflamasi gingiva parah pada penderita infeksi herpes primer ... 7

3. Periodontitis Kronis Parah ... 9

4. Periodontitis Agresif ... 9

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar riwayat hidup

2. Surat Kelayakan Etika atau Ethical Clearance 3. Surat Pernyataan RSGM Universitas Sumatera Utara 4. Rincian biaya penelitian

5. Jadwal kegiatan

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2001, Guinness World Records menempatkan penyakit periodontal sebagai penyakit paling umum terjadi pada manusia. Berdasarkan studi dari Global Burden of Disease (GBD 1990-2010), beban global penyakit periodontal meningkat sebesar 57,3% dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2010.1 Prevalensi penyakit periodontal dilaporkan berkisar antara 20%-50% di seluruh dunia serta dapat terjadi pada remaja, dewasa, dan lanjut usia (lansia). Secara global, prevalensi penyakit periodontal diperkirakan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang karena pertumbuhan populasi usia lanjut dan meningkatnya retensi gigi asli akibat penurunan jumlah kehilangan gigi yang signifikan pada populasi tersebut.2

Periodontitis merupakan salah satu penyakit periodontal yang paling sering ditemui pada tahap kronis. Periodontitis terjadi akibat peradangan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kelompok mikroorganisme tertentu, mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar disertai dengan peningkatan kedalaman probing, resesi, atau keduanya.3 Severe periodontitis menduduki peringkat ke-6 sebagai penyakit dengan prevalensi terbesar di seluruh dunia, yaitu mencapai 11,2% secara keseluruhan atau sekitar 743 juta manusia yang terkena dampaknya.1 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eke dkk. tentang prevalensi periodontitis menurut klasifikasi Central for Disease Control and Prevention/American Academy of Periodontology (CDC/AAP) di Amerika Serikat, 42,2% orang dewasa berusia di atas 30 tahun mengalami periodontitis (7,8% dengan severe periodontitis; 34,4% dengan non-severe periodontitis). Prevalensi periodontitis tertinggi ditemukan pada laki-laki (50,2%) dan penderita Diabetes Melitus (59,9%).4 Pada tahun 2010, National Oral Health Survey in Adults (NOHSA) Putrajaya, Malaysia, memperkirakan prevalensi periodontitis kronis sebesar 48,5%, yang jumlahnya hampir dua kali lipat

(14)

dibandingkan laporan NOHSA tahun 2000 yaitu sebesar 25,2%. Penelitian yang dilakukan Khan dkk. menunjukkan bahwa terdapat 73,9% penderita obesitas yang mengalami periodontitis dengan 54,9% merupakan periodontitis parah. Prevalensi periodontitis meningkat seiring bertambahnya usia dan kejadian periodontitis meningkat tajam pada orang dewasa yang berusia 30-40 tahun.5

Periodontitis merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi pada orang dewasa sehingga menimbulkan gangguan pengunyahan pada penderitanya.

Kehilangan gigi dan gangguan pengunyahan dapat memengaruhi nutrisi, kepercayaan diri, menurunkan kualitas hidup seseorang, serta menimbulkan dampak sosio- ekonomi dan biaya perawatan yang besar. Secara global, kerugian akibat produktivitas yang menurun dari severe periodontitis sendiri diperkirakan mencapai

$54 miliar/tahun.1 Beberapa faktor risiko dapat meningkatkan prevalensi dan tingkat keparahan periodontitis antara lain: usia, jenis kelamin, oral higiene yang buruk, penggunaan obat-obatan, dan penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus (DM).6

Prosedur oral higiene yang tidak adekuat menjadi awal mula terjadinya penyakit periodontal. Biofilm yang melekat pada permukaan gigi, apabila tidak dibersihkan dengan baik akan berinteraksi dengan host dan menjadi disbiotik, sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit periodontal.1 Kehilangan perlekatan klinis secara signifikan dijumpai pada individu kelompok usia 60-69 tahun dibandingkan dengan kelompok usia 40-50 tahun. Hal ini berkaitan dengan lamanya jaringan periodontal terpapar plak bakteri.6,7 Kondisi kelainan sistemik dapat meningkatkan insidensi dan keparahan penyakit periodontal dengan cara mengubah respons imun tubuh seseorang. Sekitar sepertiga populasi dengan penyakit DM tidak terkontrol, berisiko tiga kali lebih besar menderita severe periodontitis dibandingkan dengan DM yang terkontrol.4 Periodontitis juga menjadi faktor risiko beberapa kelainan sistemik melalui penyebaran bakteri dan produknya yang berasal dari biofilm mulut dan mediator inflamasi.8 Humphrey dkk. dalam suatu systematic review menunjukkan bahwa penyakit periodontal (termasuk gingivitis, periodontitis, kehilangan tulang alveolar,dll) meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24%-35% dan penderita periodontitis berisiko 1,24 kali lebih besar memiliki

(15)

penyakit jantung koroner.9 Penelitian yang dilakukan Si dkk. di Beijing terhadap 581 pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) menunjukkan bahwa persentase probing depth (PD) ≥4 mm dan attachment loss (AL) ≥3 mm lebih banyak ditemukan pada penderita COPD dibandingkan kelompok kontrol.10

Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi periodontitis di Indonesia adalah sebesar 74,1% dengan prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok usia 45-54 tahun sebesar 77,8%. Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, prevalensi periodontitis tidak berbeda secara signifikan pada perempuan (74,7%) dan laki-laki (73,2%).11 Prevalensi penduduk yang memiliki masalah gigi dan mulut di Kota Medan sebesar 52,2%, namun, hanya 12,5% yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi.12 Hal ini berkaitan dengan kesadaran masyarakat yang kurang dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut, serta keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang belum sepenuhnya dapat dijangkau masyarakat. Salah satu tempat rujukan untuk melakukan perawatan penyakit periodontal di Kota Medan adalah Instalasi Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) USU.

Tingginya prevalensi penderita periodontitis di Indonesia serta risiko periodontitis dalam meningkatkan keparahan penyakit sistemik membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang distribusi usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) USU tahun 2010 - 2019.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah distribusi usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019?

2. Bagaimanakan distribusi tingkat keparahan periodontitis berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019?

(16)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui distribusi usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019.

2. Untuk mengetahui distribusi tingkat keparahan periodontitis berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data valid mengenai distribusi penyakit dan tingkat keparahan periodontitis berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU yang dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu Kedokteran Gigi khususnya di bidang Periodonsia.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai distribusi usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis serta distribusi tingkat keparahan periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada pasien tentang faktor risiko terjadinya periodontitis yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai distribusi usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Periodontal

Istilah penyakit periodontal mencakup berbagai macam kondisi inflamasi kronis pada gingiva, sementum, tulang alveolar, dan ligamen periodontal. Penyakit periodontal diawali dari gingivitis, suatu peradangan lokal pada gingiva akibat invasi bakteri pada plak gigi yang merupakan dental biofilm mikrobial. Keadaan gingivitis yang tidak terawat menyebabkan kerusakan gingiva, tulang, dan ligamen periodontal sehingga menciptakan poket periodontal yang dalam dan pada akhirnya mengakibatkan kehilangan gigi.13

2.1.1 Gingivitis

Gingivitis umumnya dianggap sebagai kondisi site-specific inflammatory yang diawali dengan akumulasi dental biofilm dan ditandai dengan keadaan gingiva yang bengkak, kemerahan, serta tidak adanya kehilangan perlekatan periodontal.

Gingivitis tidak sakit, namun, kadang mengakibatkan perdarahan spontan dan perubahan klinis yang minim, sehingga kebanyakan pasien tidak menyadari dan mengenali penyakit tersebut.14

Gingivitis dapat terjadi sejak masa kanak-kanak dan menjadi semakin parah seiring bertambahnya usia. Gambaran klinis yang tampak pada gingiva yang mengalami gingivitis sebagai berikut: eritema dan konsistensi kenyal, perubahan kontur, perdarahan saat probing, dan adanya plak atau kalkulus tanpa terjadinya kehilangan perlekatan.14,15 Tingkat keparahan dan gejala inflamasi pada gingiva dapat diungkapkan dengan menggunakan indeks gingiva Löe dan Silness. Berdasarkan indeks tersebut, inflamasi gingiva dikategorikan menjadi inflamasi ringan, sedang, dan parah. Keadaan inflamasi ini dianggap sebagai tahap awal dari periodontitis yang bersifat irreversible.15

(18)

Secara luas, ada dua kategori penyakit gingiva, yaitu gingivitis yang diinduksi oleh dental biofilm (dental plaque biofilm-induced gingivitis) dan penyakit gingiva yang tidak diinduksi oleh dental biofilm (non-dental plaque-induced gingival disease).16 Gingivitis yang diinduksi oleh dental biofilm didefinisikan sebagai lesi inflamasi akibat interaksi antara dental biofilm dan respons imun-inflamasi dari host, dimana plak tersebut tetap berada dalam gingiva dan tidak meluas ke perlekatan periodontal. Inflamasi tersebut terbatas pada gingiva dan tidak meluas melewati batas mukogingiva serta bersifat reversible dengan mengurangi level plak gigi pada margin gingiva. Hubungan sebab akibat antara plak mikrobial dan gingivitis telah ditunjukkan melalui suatu penelitian, yaitu dengan menghentikan kebiasaan menjaga kebersihan mulut secara konsisten pada orang dewasa sehat selama 2-3 minggu, dapat memunculkan manifestasi gingivitis.3,16

Gingivitis yang tidak diinduksi oleh dental biofilm jarang terjadi. Lesi ini biasanya merupakan manifestasi penyakit sistemik dan juga dapat mewakili perubahan patologis yang terbatas pada jaringan gingiva. Lesi ini biasanya tidak hilang setelah penyingkiran plak, bahkan ketika tingkat keparahan manifestasi klinisnya tergantung pada interaksi plak bakteri tersebut. Kelompok penyakit ini mencakup berbagai kelainan yang memengaruhi gingiva, termasuk penyakit gingiva yang berasal dari bakteri (seperti Neisseria gonorrhea), virus dan jamur tertentu, genetik, lesi traumatik (khemis, termal, mekanis), maupun reaksi benda asing.3,17,18

Gambar 1. Gingivitis yang diinduksi oleh plak menggambarkan inflamasi pada daerah margin dan papila.3

(19)

2.1.2 Periodontitis

Periodontitis adalah suatu inflamasi kronis yang terjadi pada jaringan pendukung gigi. Kerusakan secara progresif mengakibatkan kerusakan pada ligamen periodontal dan kehilangan tulang alveolar. Pada periodontitis, terdapat gambaran klinis yang membedakannya dengan gingivitis yaitu adanya kehilangan perlekatan klinis. Kehilangan perlekatan klinis ini diikuti dengan pembentukan poket periodontal dan perubahan kepadatan serta ketinggian tulang alveolar.3,19

2.2 Klasifikasi Periodontitis

Pada tahun 2014, American Academy of Periodontology Board of Trustees menugaskan satuan tugas (satgas) untuk mengembangkan intepretasi klinis dari A Classification of Periodontal Disease and Conditions tahun 1999 dalam mengatasi masalah yang diungkapkan oleh American Board of Periodontology mengenai tantangan bagi pendidikan mahasiswa kedokteran gigi dan implementasi dalam praktik klinis.20 Pada tahun 2017, American Academy of Periodontology (AAP) bersama dengan European Federation of Periodontology (EFP) melaksanakan konferensi di Chicago, Amerika Serikat untuk menentukan klasifikasi penyakit dan kondisi periodontal dan peri-implan yang baru. Ruang lingkup konferensi ini adalah untuk menyelaraskan dan memperbarui skema klasifikasi sesuai dengan pemahaman terkini tentang penyakit serta kondisi periodontal dan peri-implan.21

Gambar 2. Inflamasi gingiva parah pada penderita infeksi herpes primer 3

(20)

2.2.1 Klasifikasi Periodontitis berdasarkan AAP 1999

Klasifikasi ini menyederhanakan periodontitis ke dalam tiga bentuk umum yaitu periodontitis kronis, periodontitis agresif, dan periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik.3

A. Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan penyakit infeksi multifaktorial yang terjadi akibat hubungan respons host dan patogen periodontal spesifik. Penyakit ini ditandai dengan manifestasi kerusakan permanen yang bersifat irreversible pada jaringan periodontal dalam jangka waktu tertentu.22 Pada periodontitis kronis, kalkulus subgingiva sering dijumpai. Periodontitis kronis dikaitkan dengan kondisi sistemik seperti diabetes melitus dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).20 Selain itu, periodontitis kronis dapat juga dimodifikasi oleh kebiasaan merokok atau kondisi stress. Skema perbedaan klasifikasi menetapkan rentang usia 35 tahun ke atas untuk membedakan antara periodontitis kronis dan agresif.3 Periodontitis kronis dapat dikategorikan menjadi periodontitis kronis lokalisata dimana <30% gigi menunjukkan kehilangan tulang dan perlekatan klinis, sedangkan periodontitis kronis generalisata yaitu ketika >30% gigi menunjukkan kehilangan tulang dan perlekatan klinis.3,22 Periodontits kronis dikategorikan sebagai periodontitis ringan apabila terjadi kehilangan perlekatan klinis sebesar 1- 2 mm, sedang apabila terjadi kehilangan perlekatan klinis sebesar 3-4 mm, dan parah apabila terjadi kehilangan perlekatan klinis ≥ 5 mm.3

Gambar 3. Periodontitis Kronis Parah 21

(21)

B. Periodontitis Agresif

Periodontitis agresif berbeda dengan periodontitis kronis, utamanya karena tingkat progresivitas penyakit yang cepat. Sifat genetik dapat ditunjukkan oleh tidak adanya akumulasi plak dan kalkulus dalam jumlah besar, serta adanya riwayat keluarga terhadap penyakit tersebut. Pada periodontitis agresif, usia yang digunakan sebagai pedoman dalam membedakan pasien yaitu di bawah 25 tahun saat onset penyakit bersamaan dengan tanda atau kriteria lain untuk mendukung diagnosis periodontitis agresif.20 Periodontitis agresif selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi periodontitis agresif lokalisata apabila onset penyakit pada masa pubertas dan kerusakan periodontalnya mengikuti pola karakteristik gigi yang terkena (terutama gigi molar pertama dan gigi insisivus pertama).

Apabila kehilangan perlekatan proksimal paling sedikit pada tiga gigi selain molar pertama dan insisivus pertama, maka diklasifikasikan ke dalam periodontitis agresif generalisata. Secara umum, periodontitis agresif terjadi pada pasien berusia di bawah 30 tahun.3,20

C. Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik.

Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik adalah diagnosis yang digunakan apabila kondisi sistemik merupakan faktor predisposisi utama dan ketika faktor lokal (misalnya, sejumlah besar plak dan kalkulus) tidak terlihat jelas atau keberadaannya tidak memberikan pengaruh terhadap keparahan atau perkembangan penyakit.3 Penyingkiran faktor iritan lokal sebagai bagian dari terapi periodontal konvensional dalam kasus seperti ini seringkali tidak cukup

Gambar 4. Periodontitis Agresif 3

(22)

untuk menghentikan kerusakan periodontal. Beberapa penyakit dapat memengaruhi jaringan periodontal baik karena pengaruhnya terhadap perjalanan periodontitis atau dengan memengaruhi jaringan periodontal secara independen.

Penyakit sistemik seperti diabetes melitus memengaruhi perjalanan periodontitis.

Besarnya efek penyakit dan kondisi ini bervariasi, tetapi menyebabkan peningkatan kejadian dan keparahan periodontitis.23 Gambaran klinis dari kelainan ini muncul pada usia muda dan sulit membedakannya dengan periodontitis agresif yang menunjukkan kehilangan perletakan yang cepat dan kemungkinan kehilangan gigi dini.3

2.2.2 Klasifikasi Periodontitis berdasarkan International Workshop 2017 Klasifikasi periodontitis terus menerus mengalami perubahan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini untuk menyeleraskan dengan bukti-bukti ilmiah baru yang muncul. Berdasarkan workshop yang dilakukan pada tahun 2017, para ahli sependapat bahwa sesuai dengan pengetahuan terkini mengenai patofisiologi penyakit, ada tiga bentuk periodontitis yang dapat diidentifikasi: periodontitis nekrotik, periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik, dan bentuk periodontitis yang sebelumnya dikenal sebagai “kronis” dan “agresif”, sekarang dikelompokkan ke dalam kategori tunggal yaitu “periodontitis”. Perubahan sistem klasifikasi dikarakteristikkan ke dalam sistem staging dan grading serta dapat disesuaikan seiring ditemukannya bukti ilmiah terbaru.21

Tujuan penggunaan sistem staging pada pasien penderita periodontitis adalah untuk menentukan tingkat keparahan dan perluasan penyakit berdasarkan luas kerusakan jaringan yang terukur. Sistem staging dapat digunakan untuk menilai faktor-faktor spesifik yang dapat menentukan kompleksitas pengendalian penyakit.

Sistem staging dikategorikan ke dalam empat kategori dan ditentukan setelah mempertimbangkan berbagai variabel, termasuk Clinical Attachment Loss (CAL), jumlah dan persentase kehilangan tulang, probing depth (PD), perluasan defek tulang angular, keterlibatan furkasi, mobiliti, dan kehilangan gigi akibat periodontitis.21,24

(23)

2.2.2.1 Stage I (Periodontitis Awal)

Periodontitis stage I adalah area perbatasan (borderline) antara gingivitis dan periodontitis, dan merupakan tahap awal hilangnya perlekatan. Pasien dengan periodontitis stage I mengalami perkembangan periodontitis sebagai respons terhadap inflamasi gingiva dan disbiosis biofilm yang persisten.24

2.2.2.2 Stage II (Periodontitis Sedang)

Periodontitis stage II adalah established periodontitis, dimana pemeriksaan klinis jaringan periodontal yang secara hati-hati dilakukan menunjukkan adanya kerusakan-kerusakan pada jaringan pendukung gigi. Perawatan pada penyakit ini berupa penyingkiran bakteri dan plak, serta pengawasan yang dilakukan untuk menghentikan progresivitas penyakit.24

2.2.2.3 Stage III (Periodontitis Parah dengan Kemungkinan Kehilangan Gigi Tambahan)

Pada tahap ini, periodontitis telah menyebabkan kerusakan signifikan pada perlekatan apparatus, dan apabila perawatan lanjutan tidak dilakukan, kehilangan gigi dapat terjadi. Tahap ini ditandai dengan keberadaan lesi periodontal yang dalam dan meluas ke setengah akar, defek intrabony yang dalam, keterlibatan furkasi, riwayat kehilangan gigi akibat penyakit periodontal, serta keberadaan defek pada ridge sehingga menyulitkan dalam pemasangan implan gigi.24

2.2.2.4 Stage IV (Periodontitis Lanjut)

Pada tahap yang lebih parah, stage IV, periodontitis menyebabkan kerusakan yang cukup besar pada jaringan periodontal dan dapat mengakibatkan kehilangan gigi secara signifikan sehingga dapat terjadi hilangnya fungsi pengunyahan. Tahap ini ditandai dengan keberadaan lesi periodontal dalam yang meluas ke ujung akar;

umumnya disertai dengan keluhan gigi goyang akibat traumatik oklusi sekunder dan gejala dari kehilangan gigi yaitu gigitan posterior terbalik dan drifting. Biasanya, perawatan pada tahap ini membutuhkan stabilisasi/restorasi fungsi pengunyahan.24

(24)

Tabel 1. Stage periodontitis24

Periodontitis Stage I Stage II Stage III Stage IV

Tingkat Keparahan

Kehilangan Perlekatan Klinis (pada sisi dengan kehilangan terbesar)

1-2 mm 3-4 mm ≥5mm ≥5mm

Kehilangan Tulang Secara Radiografi

Sepertiga akar (<15%)

Sepertiga akar (15% - 33%)

Meluas ke sepertiga tengah akar

Meluas ke sepertiga tengah akar

Kehilangan Gigi (Akibat Periodontitis)

Tidak ada Kehilangan gigi ≤ 4 gigi ≥ 5 gigi

Kompleksitas

Lokal -Kedalaman

Probing maksimal

≤4mm - Kehilangan tulang secara horizontal

-Kedalaman Probing maksimal

≤5mm - Kehilangan tulang secara horizontal

Selain kompleksitas stage II:

-Kedalaman Probing ≥6mm -Kehilangan tulang secara vertikal ≥3mm -Keterlibatan furkasi klas II atau III -Defek ridge sedang

Selain kompleksitas stage III:

Perlu rehabilitasi karena:

-Kelainan mastikasi -Traumatik oklusi sekunder (mobiliti gigi derajat 2) -Defek ridge yang parah -gigitan terbalik, drifting,flaring - <20 gigi sisa (10 pasang berlawanan) Perluasan dan

distribusi

Sebagai penjelasan tambahan

Pada setiap stage, perluasan dibagi kedalam:

- Lokalisata ( < 30% gigi terlibat) - Generalisata ( >30% gigi terlibat) - Pola Molar/Insisal

Sistem grading bertujuan untuk memperkirakan progresivitas dan respons risiko periodontitis di masa mendatang terhadap prinsip-prinsip standar perawatan.

Selain itu, sistem grading memungkinkan dokter untuk memasukkan faktor individual pasien ke dalam diagnosis yang sangat penting dalam manajemen kasus yang komprehensif. Sistem grading dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu grade A untuk risiko rendah, grade B untuk risiko sedang, dan grade C untuk risiko tinggi.24

(25)

Tabel 2. Grade Periodontitis24

Perkembangan

Grade A : Perjalanan Penyakit lambat

Grade B:

Perjalanan Penyakit Sedang

Grade C:

Perjalanan Penyakit Cepat Kriteria

Utama

Bila

memungkinkan, perkembangan langsung harus dipakai

Perkembangan Langsung

Kehilangan tulang secara radiografi atau CAL

Tidak ada kehilangan dalam 5 tahun

< 2mm dalam 5 tahun

≥2 mm dalam 5 tahun

Perkembangan tidak langsung

% kehilangan tulang /usia

< 0.25 0.25 - 1.0 > 1.0

Kasus Fenotipe

Deposit biofilm yang banyak dengan kerusakan minimal

Kerusakan setara dengan level deposit biofilm

Kerusakan meluas melebihi deposit biofilm;

gambaran klinis spesifik yang menunjukkan perkembangan yang cepat dan/atau onset penyakit dini Modifikasi

Grade

Faktor Risiko Merokok Bukan Perokok < 10 Rokok/

hari

≥ 10 rokok/

hari Diabetes Normoglikemik/

tidak didiagnosis diabetes

HbA1c <

7.0% pada pasien dengan diabetes

HbA1c ≥ 7.0% pada pasien dengan diabetes

2.3 Prevalensi Periodontitis

Prevalensi periodontitis yang cukup tinggi pada remaja, dewasa, dan lansia menjadikannya masalah di dalam kesehatan masyarakat. Prevalensi penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti merokok, oral higiene yang buruk, diabetes, obat-obatan, usia, dan keadaan psikosial.6

Berdasarkan variasi wilayah negara, prevalensi periodontitis terendah berada di wilayah Oceania (4,2%) dengan 253 kasus periodontitis per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan prevalensi tertinggi berada di wilayah Amerika Latin Selatan (20,4%) dengan 1427 kasus periodontitis per 100.000 penduduk per tahun.25 Penelitian epidemiologi penyakit periodontal yang dilakukan Opperman dkk. di Porto Allegre, Brazil, menunjukkan prevalensi periodontitis sebesar 31,4% (CAL ≥ 5mm).

Pada penelitian ini, laki-laki lebih rentan terkena periodontitis akibat status sosio- ekonomi yang rendah serta kebiasaan merokok berat, dengan prevalensi sebesar

(26)

59,9%.26 Penelitian Serrano dkk. terhadap populasi dewasa di Kolumbia menunjukkan prevalensi periodontitis parah sebesar 10,6% dan periodontitis sedang sebesar 43,6%.27 Penelitian cross-sectional yang dilakukan Holde dkk. berdasarkan klasifikasi CDC/AAP di Norwegia, menunjukkan prevalensi periodontitis parah sebesar 9,1% dan meningkat seiring bertambahnya usia.28

Penelitian Tadjoedin dkk. dalam kurun waktu 2004-2014 di Jakarta, menunjukkan bahwa kejadian periodontitis kronis paling sering ditemukan pada kelompok usia 46-55 tahun yaitu sebesar 23%, sedangkan periodontitis agresif paling sering terjadi pada kelompok usia 36-45 tahun yaitu sebesar 33%. Pada kelompok usia 56-65 tahun, periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik paling sering dijumpai yaitu sebesar 32%.29 Penelitian Wulandari dkk. terhadap perempuan berusia 45-59 tahun dengan periodontitis kronis menunjukkan bahwa perempuan perimenopause dan pascamenopause berdasarkan kehilangan perlekatannya (2.65 ± 0.74 mm) memiliki tingkat keparahan periodontitis sedang.30

2.4 Etiologi Periodontitis

Penyebab utama penyakit periodontal, termasuk periodontitis, adalah plak gigi.31 Plak gigi merupakan kelompok mikrobial yang berkembang pada permukaan gigi kemudian melekat dalam matriks polimer dari bakteri dan saliva. Plak gigi terbentuk melalui kejadian berurutan, membentuk biofilm mikrobial yang mengandung berbagai jenis spesies.32

Pada penyakit periodontal, respons inflamasi terhadap akumulasi biofilm mengakibatkan peningkatan laju alir cairan sulkus gingiva, terkadang disertai perdarahan dan meningkatnya suhu sekitar jaringan. Peningkatan laju alir cairan sulkus gingiva membantu substrat memanfaatkan glikoprotein untuk pertumbuhan co-factor, yaitu anaerobik obligat dan spesies proteolitik pada biofilm subgingiva.32 Selain itu, cairan sulkus gingiva memineralisasi plak yang terus menumpuk, mengakibatkan pembentukan kalkulus subgingiva. Kalkulus berperan penting dalam memperparah penyakit periodontal dengan cara menjaga agar plak tetap melekat pada jaringan gingiva dan menciptakan area dimana pengangkatan plak sulit dilakukan.3

(27)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Benachinmardi dkk. menunjukkan bahwa bakteri yang lebih dominan pada kasus periodontitis kronis adalah bakteri gram- negatif anaerobik (78,4%) dibandingkan dengan bakteri gram-positif (21,6%). Bakteri paling umum dijumpai pada penelitian ini adalah Fusobacterium spp (27,60%), Porphyromonas spp (24,48%), Bacteroides fragilis (21,84%), Prevotella intermedia (9,20%), Prevotella spp (9,20%), dan Fusobacterium nucleatum (4,60%).33

2.5 Patogenesis Periodontitis

Ada dua kategori molekul yang berperan dalam patogenesis periodontitis:

yang berasal dari faktor virulensi mikroba dan yang terjadi akibat respons inflamasi host. Biofilm subgingiva memulai respons inflamasi pada jaringan gingiva dan periodontal. Biofilm ini dapat berkontribusi secara langsung terhadap kerusakan jaringan dengan melepaskan materi berbahaya, tetapi yang paling penting adalah respons inflamasi berupa aktivasi imun yang menyediakan nutrisi bagi bakteri pada poket periodontal.3

Plak bakteri memproduksi produk metabolisme sisa yang dapat berkontribusi langsung terhadap kerusakan jaringan seperti amonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) juga asam karboksilat rantai pendek seperti asam butirat dan asam propionat.

Asam lemak rantai pendek berpengaruh terhadap sekresi sitokin. Sitokin memegang peranan penting terhadap terjadinya inflamasi jaringan dengan mengirim sinyal dari satu sel ke sel lain. Produksi sitokin yang berlebihan dan berkelanjutan akibat inflamasi kronis mengakibatkan kerusakan jaringan yang dicirikan oleh kehilangan perlekatan klinis, mobiliti gigi, dan kehilangan gigi. Sitokin tidak bekerja sendiri, melainkan terlibat pada efek pro-inflamatori dan anti-inflamatori innate dan adaptive immunity.3

Ketika plak bakteri dan produk hasilnya berpenetrasi ke jaringan periodontal,

“sel penjaga” sistem imun mengirim sinyal kepada respons imun. Sel ini termasuk diantaranya makrofag dan sel dendrit, yang mengekspresikan pattern recognition receptors (PRR) akan berinteraksi dengan microbe-associated molecular patterns

(28)

(MAMPs). Aktivasi PRRs mengaktifkan respons innate immune untuk menyiapkan perlindungan langsung, dan mengaktifkan respons adaptive immune dengan tujuan membangun pertahanan spesifik antigen yang berkelanjutan. Respons imun yang berlebihan dan tidak tepat atau tidak teratur menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan yang terkait dengan penyakit periodontal.3

Siklus inflamasi kronis terbentuk dimana keberadaan bakteri subgingiva mendorong terjadinya respons inflamasi di jaringan periodontal; ini ditandai oleh infiltrasi leukosit, pelepasan mediator inflamasi dan enzim perusak, kerusakan jaringan ikat, dan kerusakan serta proliferasi epitelium di apikal. Epitel junctional dan epitel poket menjadi tipis dan serta mudah mengalami ulserasi dan pendarahan, akibatnya terjadi bleeding on probing (BoP). Bakteri di poket ini tidak pernah dieliminasi sepenuhnya dan keberadaannya secara terus menerus mendorong terjadinya respons inflamasi yang merusak jaringan periodontal.3

2.6 Faktor Risiko Periodontitis

Secara umum telah disepakati bahwa hampir seluruh bentuk penyakit periodontal terjadi sebagai akibat dari infeksi mikrobial campuran dimana kelompok bakteri patogen hidup berdampingan. Sejumlah bukti ditinjau berkaitan dengan peran faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi terkait dengan penyakit periodontal. Pemahaman tentang faktor-faktor risiko tersebut sangat penting untuk keperluan klinis, seperti tindakan pencegahan dan perawatan. Faktor- faktor yang dapat dimodifikasi, diantaranya plak bakteri, kebiasaan merokok, dan penyakit sistemik seperti DM tipe 2, sedangkan faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi, diantaranya adalah usia dan jenis kelamin.7

2.6.1 Usia

Perubahan degeneratif pada proses penuaan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap penyakit periodontal. Hal ini berkaitan dengan lamanya seorang individu terpapar faktor-faktor risiko lain seperti penggunaan obat-obatan, kebiasaan merokok, dan perubahan status nutrisi.34 Teori yang dikaitkan untuk menjelaskan

(29)

hubungan penuaan terhadap peningkatan prevalensi dan keparahan periodontitis adalah: (i) efek kumulatif dari kehilangan jaringan periodontal sejalan dengan waktu;

(ii) perubahan pada innate immunity dan status inflamasi; (iii) perubahan pada komposisi mikrobiota subgingiva. Sebagai tambahan, penururan fungsi sistem imun akibat peningkatan usia yang biasa disebut “immunosenescence”, juga berkontribusi terhadap kerentanan orang tua terhadap infeksi mikrobial.35

Perubahan pada innate immunity memengaruhi pertahanan langsung terhadap infeksi maupun aktivasi adaptive immunity dan mengakibatkan inflamasi semakin parah. Penurunan fagositosis dan aktivitas mikrobisidal akibat usia pada neutrofil dan makrofag mengakibatkan pertumbuhan bakteri periodontal yang tidak terkontrol pada kelompok disbiosis. Perubahan yang terjadi pada proses penuaan, mulai dari kemampuan innate immunity dan adaptive immunity dalam mengenal transisi mikrobial biofilm, sampai dengan proses yang menghasilkan perubahan pada tingkat seluler dan humoral sel, dimana inflamasi parah pada periodonsium dapat memiliki efek sekunder mengakibatkan defisiensi imun yang mengarah kepada kerusakan kronis yang persisten.36,37

Berdasarkan National Health Oral Survey pertama di Uruguay, penelitian Lorenzo dkk. menunjukkan bahwa prevalensi periodontitis sedang/parah pada kelompok usia 65-74 tahun sebesar 34,7%, dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia 35-44 tahun yaitu sebesar 16,5%.38 Penelitian yang dilakukan Bokhari dkk. dengan menggunakan community periodontal index (CPI) mengungkapkan bahwa individu yang berusia 40 tahun ke atas berisiko empat kali lebih besar mengalami periodontitis.39 Penelitian Yaacob dkk. di Kuantan, Malaysia, melaporkan bahwa prevalensi periodontitis parah paling tinggi ditemukan pada kelompok usia 50- 64 tahun dibandingkan dengan kelompok usia lain (p=0.532).40 Suatu penelitian observasional pada pasien yang dirujuk ke bagian periodontologi di Portugal melaporkan prevalensi periodontitis kronis tertinggi ditemukan pada kelompok usia 45-65 tahun.41

(30)

2.6.2 Jenis Kelamin

Pada patogenesis periodontitis, dimorfisme seks dapat terlibat dalam etiologi penyakit mikrobial serta dapat memodifikasi respons imun host. Kromosom seks berperan penting dalam memediasi perbedaan respons imun, dengan gen terpaut X mengatur produksi sitokin dan pengenalan reseptor.42

Keadaan signifikan kromosom X dalam sistem imun ditunjukkan pada penyakit bawaan (seperti: sindrom Klinefelter), dimana kromosom X ekstra pada laki-laki menghasilkan respons imun yang sama dengan perempuan (CD4 yang tinggi, rasio CD4/CD8 yang tinggi dan level immunoglobulin yang lebih tinggi) dibandingkan dengan kelompok kontrol XY laki-laki. Pada penelitian terhadap perempuan dengan sindrom Turner (X monosomi) menunjukkan sel T dan sel B yang lebih rendah serta level IgG dan IgM yang rendah, kemotaksis polymorphonuclear (PMN) yang lemah, dan rasio CD4/CD8 yang rendah dibandingkan perempuan dengan kromosom XX.42

Penelitian Eke dkk. menunjukkan kecenderungan terjadinya periodontitis dua kali lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan kejadian terbesar yang diamati yaitu periodontitis parah. Bila dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, periodontitis parah lebih mungkin terjadi pada perempuan usia 65 tahun ke atas. Hal ini dikaitkan dengan perempuan yang lebih menjaga gigi dan juga pada perempuan usia 65 tahun ke atas, produksi hormon estrogen telah menurun akibat menopause. Kadar estrogen yang rendah dikaitkan dengan kejadian periodontitis.43 Hal ini sejalan dengan penelitian Puspitadewi dkk. yang melaporkan adannya hubungan signifikan antara kadar estrogen dan densitas tulang (p=0.02).

Pada perempuan pascamenopause, resorpsi tulang meningkat dan ER-β (estrogen receptor- β) dapat meningkatkan risiko osteoporosis dan fraktur tulang pada perempuan lansia.44

Suatu penelitian meta-analisis dilakukan oleh Yang dkk. pada populasi lansia usia 60 tahun atau lebih di China dalam kurun waktu 1987-2015. Pemeriksaan dilakukan menggunakan indikator BOP (+), CAL ≥4mm, PD ≥4mm. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada BOP (+) antara laki-laki dan

(31)

perempuan, sedangkan CAL ≥4mm dan PD ≥4mm secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi terkena periodontitis. Kebiasaan merokok dapat menjadi salah satu kemungkinan penyebab meningkatnya prevalensi periodontitis karena jumlah perokok laki-laki di China jauh lebih banyak dibandingkan perempuan.45 Hal ini sejalan dengan penelitian Albandar dkk. yang melaporkan bahwa prevalensi periodontitis sedang sampai parah maupun kehilangan perlekatan yang makin parah serta resesi gingiva ditemukan lebih tinggi pada perokok aktif.46

2.6.3 Penyakit Sistemik

Periodontitis digambarkan sebagai risiko yang berpotensi meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit diabetes melitus tipe 2, hipertensi, penyakit jantung, dan sindroma metabolik.8

2.6.3.1 Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 dan periodontitis memiliki hubungan dua arah.

Periodontitis merupakan komplikasi ke-6 dari DM tipe 2, yang berarti DM tipe 2 dapat meningkatkan progresivitas periodontitis. Sebaliknya, periodontitis diketahui sebagai faktor risiko yang memperburuk kontrol glikemik dan meningkatkan risiko komplikasi diabetes. Secara mekanis, DM tipe 2 memengaruhi inisiasi dan progresivitas periodontitis melalui respons hiperinflamasi yang mengganggu proses penyembuhan tulang dan menghasilkan Advanced Glycation End- products (AGEs).

Ketika AGEs berikatan dengan reseptornya, keadaan ini dapat menghasilkan produksi mediator inflasmasi yang berlebihan seperti IL-1β, TNF-α, dan IL-6. Pembentukan molekul-molekul ini meningkatkan produksi Reactive Oxidative Stress (ROS) yang meningkatkan stres oksidatif sehingga mengakibatkan perubahan pada tingkat seluler Akibat dari perubahan seluler ini, dapat terjadi kerusakan vaskular pada jaringan periodontal. Sebaliknya, periodontitis sebagai infeksi lokal dapat meningkatkan level IL-6, TNF-α, dan c-reactive protein yang mengakibatkan peningkatan inflamasi sistemik yang berkontribusi terhadap resistensi insulin 47,48

(32)

Wu dkk. dalam suatu systematic review menunjukkan bahwa DM tipe 2 dan periodontitis saling meningkatkan incidence rate satu dengan lainnya. Pasien DM tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk lebih berisiko tinggi mengalami periodontitis dibandingkan dengan kontrol glikemik yang baik. Hasil yang dikumpulkan juga menunjukkan bahwa penderita periodontitis parah meningkatkan risiko penyakit DM tipe 2 sebesar 53% (RR= 1.53, 95%CI 1.27-1.83, p=0.000).48

Penelitian Eke dkk. melaporkan bahwa periodontitis parah lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Secara spesifik, sekitar sepertiga orang dengan diabetes memiliki penyakit periodontal parah, dan orang dewasa berusia 45 tahun atau lebih dengan diabetes tidak terkontrol, tiga kali lebih rentan memiliki periodontitis parah dibandingkan dengan individu tanpa diabetes.43 Hal ini bertentangan dengan penelitian Wulandari dkk. dimana peningkatan kadar gula darah tidak berpengaruh terhadap status jaringan periodontal, namun, rerata indeks periodontal dan CAL penderita DM tipe 2 pada penelitian ini menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM (p <0.05).49

2.6.3.2 Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan global yang menjangkit sekitar 972 juta orang dewasa tahun 2000 dan angka ini diperkirakan akan bertambah sampai 1,56 miliar orang pada tahun 2025. Hipertensi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan sistolik seseorang lebih besar dari 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Penelitian yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir menemukan hubungan antara hipertensi dan penyakit periodontal. Salah satu mekanisme yang berperan penting yaitu disfungsi endotel.

Disfungsi endotel disebabkan oleh inflamasi pada periodontitis. Inflamasi ini mengakibatkan kerusakan pada extracellular matrix (ECM) sehingga memengaruhi adhesi, proliferasi, dan jalur transportasi sel. Akibat yang ditimbulkan yaitu terjadinya kerusakan pada kelenturan dinding arteri besar sehingga menyebabkan tekanan darah semakin tinggi.50

(33)

Penelitian meta-analysis yang dilakukan Aguilera dkk. pada tahun 2019 menunjukkan adanya hubungan signifikan antara periodontitis dan hipertensi. Pada 15 penelitian cross-sectional dan case control terhadap pasien periodontitis sedang- parah menunjukkan odds ratio hipertensi yang lebih tinggi (OR=1.22, 95% CI: 1.10–

1.35, p=0.0001). Studi meta-analysis terhadap delapan penelitian cross-sectional dan case control juga menunjukkan bahwa penderita periodontitis parah memiliki odds ratio yang lebih tinggi menderita hipertensi (OR=1.49, 95% CI: 1.09–2.50; p=

0.01).51

2.6.3.3 Penyakit Jantung

Beberapa bukti mendukung hubungan sebab-akibat antara infeksi periodontal dan penyakit aterosklerosis. Hubungan yang mungkin melibatkan efek langsung dan tidak langsung dari infeksi periodontal; jalur alternatif mungkin terkait dengan faktor genetik dan host lainnya yang meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis/

trombosis dan periodontitis kronis. Penelitian menunjukkan bahwa penderita periodontitis memiliki c-reactive protein, interleukin (IL)-6, dan neutrofil yang lebih tinggi. Peningkatan mediator inflamasi ini dapat meningkatkan aktivitas inflamasi pada lesi aterosklerosis sehingga berpotensi meningkatkan risiko kejadian penyakit jantung dan penyakit serebrovaskular. Peningkatan konsentrasi c-reactive protein meningkatkan risiko kejadian penyakit jantung sebesar 1,9 kali.8,52

Ada bukti kuat dari penelitian epidemiologi yang melaporkan hubungan positif antara periodontitis dan penyakit jantung koroner (PJK). Berdasarkan systematic review yang dilakukan Dietrich dkk. menunjukkan bahwa terdapat peningkatan risiko kejadian koroner pertama pada pasien dengan periodontitis atau periodontitis parah dibandingkan dengan pasien tanpa periodontitis atau periodontitis yang ringan.53 Bahekar dkk. dalam penelitian systematic review juga menunjukkan hubungan antara periodontitis dengan PJK, dimana orang yang menderita periodontitis memiliki risiko 1,14 kali lebih tinggi mengalami PJK dibandingkan kelompok kontrol (RR=1.14, 95% CI 1.074–1.213, p <0.001).54 Penelitian Beck dkk.

menunjukkan hal yang berbeda dimana gejala klinis penyakit periodontal tidak

(34)

menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kejadian PJK, walaupun respons antibodi menunjukkan hubungan dengan PJK.55

2.6.3.4 Sindroma Metabolik

Sindroma metabolik adalah suatu abnormalitas pada sistem metabolisme tubuh yang mencakup hipertensi, obesitas, resistensi insulin, dan dislipidemia aterogenik. Penyakit ini dikaitkan erat dengan risiko peningkatan kejadian penyakit jantung koroner (PJK) dan DM tipe 2. Prevalensi sindroma metabolik di Amerika Serikat pada tahun 2011-2012 diperkirakan sebesar 34,7%, sedikit lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dari tahun 2003-2006 yaitu sebesar 34%. Sama dengan obesitas, prevalensi sindroma metabolik meningkat seiring bertambahnya usia. Stres oksidatif sistemik dianggap sebagai hubungan potensial antara periodontitis dan sindroma metabolik, dimana meningkatnya produksi sitokin akibat inflamasi kronis pada periodontitis mengakibatkan stres oksidatif meningkat sehingga memicu menurunnya sensitivitas insulin. Sensitivitas insulin yang menurun dianggap sebagai penyebab terjadinya sindroma metabolik.56,57

Suatu penelitian systematic review yang dilakukan Daudt dkk. menunjukkan terdapat hubungan antara sindroma metabolik dan periodontitis, dimana seorang individu dengan sindroma metabolik memiliki kecenderungan sebesar 38% memiliki periodontitis dibandingkan individu tanpa sindroma metabolik. Hasil penelitian juga menunjukkan odds ratio (OR =1,90, 95% CI 1,54-2,34).58

2.6.3.5 Penyakit Saluran Pernafasan

Perjalanan penyakit pada saluran pernafasan bisa dipengaruhi oleh proses infeksi maupun inflamasi, seperti periodontitis. Mikroorganisme yang terdapat pada poket periodontal, khususnya bakteri anaerob, dapat masuk ke saluran nafas bagian bawah. Sensitisasi epitel dan penyebaran hematogen dari mediator proinflamasi seperti sitokin dan metalloproteinase yang diproduksi pada jaringan periodontal yang sakit, dapat meningkatkan beban inflamasi sehingga mengurangi aliran udara. Beban

(35)

inflamasi ini dapat diperkuat dengan stimulasi liver, memunculkan produksi protein fase akut, seperti c-reactive protein (CRP), interleukin-6 (IL-6), transferin, apolipoprotein b, dan amiloid A protein, yang memungkinkan respons inflamasi pada jaringan paru-paru.59

Penelitian yang dilakukan Gomes-Filho dkk. menunjukkan bahwa penderita periodontitis lima kali lebih cenderung memiliki asma parah dibandingkan yang bukan penderita periodontitis (OR adjusted = 4.82, 95% CI = 2.66 to 8.76).60 Penelitian yang dilakukan Bhardwaj dkk. pada pasien penderita asma, menunjukkan CAL yang lebih besar (CAL= 4.964±0.871) dibandingkan penderita non asma (CAL=

3.817±0.722) (p=0.004). Selain itu, pada penderita asma ringan menunjukkan CAL yang lebih kecil (CAL= 3.918±1.143) dibandingkan penderita asma sedang-berat (CAL= 5.926±1.956) (p= 0.006).61

Periodontitis diidentifikasi sebagai kemungkinan faktor risiko independen untuk Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) (OR = 1,78, 95% CI = 1,23- 2,58; p<0,001). Penelitian Zeng dkk. melaporkan bahwa periodontitis dapat meningkatkan risiko COPD sebesar 2,08 kali.62 Si dkk. juga melaporkan hubungan antara periodontitis dengan COPD, dimana pada pasien COPD ditemukan persentase PD ≥4mm, AL ≥3mm yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan indeks tersebut dapat meningkat seiring meningkatnya keparahan COPD.10

(36)

2.7 Kerangka Teori

Periodontitis Usia

Perubahan Imunitas Peningkatan inflamasi kronis

Jenis Kelamin Kromosom

seks Perbedaan Kebiasaan Hormon

Penyakit Sistemik Sindroma Metabolik

Penyakit Jantung DM Tipe 2

Penyakit Saluran Pernafasan Hipertensi

Plak Gigi

(37)

2.8 Kerangka Konsep

Distribusi Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit

Sistemik

Status Periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun

2010 - 2019

Tingkat Keparahan Periodontitis (staging dan grading)

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui distribusi usia, jenis kelamin dan penyakit sistemik pada penderita periodontitis serta mengetahui distribusi tingkat keparahan periodontitis pada penderita periodontitis di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei 2021 sampai dengan Juli 2021.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh status periodontitis dari pasien yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019.

3.3.2 Sampel

Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.

(39)

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Pasien periodontitis yang menderita penyakit sistemik atau memiliki riwayat penyakit sistemik berdasarkan keterangan pada status periodontitis.

2. Status periodontitis yang memiliki data serta gambaran radiografi yang lengkap.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Pasien berusia di bawah 26 tahun berdasarkan keterangan pada status periodontitis.

2. Gambaran radiografi gigi tidak terlihat jelas atau tidak terbaca.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat tulis (pulpen, pensil, penggaris) 2. LED X-ray viewer

3. Jangka 4. Kalkulator

5. Status Periodontitis

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Dependen

Variabel Dependen pada penelitian ini adalah tingkat keparahan periodontitis (staging dan grading).

b. Variabel Independen

Variabel Independen pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, dan penyakit sistemik pasien berdasarkan keterangan pada status periodontitis.

(40)

3.6.2 Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Periodontitis Penyakit

inflamasi pada jaringan

pendukung gigi yang

disebabkan kelompok mikroorganisme spesifik, yang mengakibatkan kerusakan ligamen periodontal, kehilangan tulang alveolar, dan peningkatan kedalaman poket periodontal, resesi gingiva, maupun keduanya.

Pengamatan Status Periodontitis (Diperoleh dari

pemeriksaan periodontal, riwayat medis pasien serta

gambaran radiografi kerusakan tulang alveolar.)

Staging:

-Stage I -Stage II -Stage III -Stage IV

Grading:

-Grade A -Grade B -Grade C

Kategorik

2. Usia Lama hidup

responden berdasarkan usia yang tercatat pada status

periodontitis.

Pengamatan Status Periodontitis

26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun

>65 tahun28

Kategorik

3. Jenis Kelamin

Tanda biologis yang

membedakan manusia berdasarkan kelompok laki- laki dan perempuan.

Pengamatan Status Periodontitis

- Laki-laki -Perempuan

Kategorik

4. Penyakit Sistemik

Penyakit yang diakui pasien sebagai penyakit yang

Pengamatan Status Periodontitis

- Diabetes Melitus Tipe 2 -Hipertensi

Kategorik

(41)

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur sedang

dideritanya atau merupakan riwayat penyakit yang pernah

dideritanya.

(Diperoleh dari anamnesis pasien)

- Penyakit Jantung - Sindroma Metabolik - Penyakit Saluran Pernafasan -Lain-lain (Vertigo, asam urat, kolesterol dan gastritis)

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan survei pendahuluan di Instalasi Periodonsia RSGM USU untuk melihat jumlah status periodontitis pasien dalam kurun waktu 2010 - 2019.

2. Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) dan izin dari penanggung jawab Instalasi Periodonsia RSGM USU.

3. Status periodontitis dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan sebelumnya.

4. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Periodonsia RSGM USU. Dari data tersebut diperoleh usia, jenis kelamin dan penyakit sistemik, serta tingkat keparahan periodontitis pasien yang datang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019.

5. Setelah dilakukan pengambilan data, data ditabulasi dan disajikan secara manual.

(42)

3.8 Skema Alur Penelitian

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabel yang menunjukkan distribusi periodontitis berdasarkan usia, jenis kelamin dan penyakit sistemik serta tingkat keparahan periodontitis pada pasien yang tercatat di Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010 - 2019.

Survei jumlah status periodontitis pasien yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU tahun 2010-2019

Penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) dan izin dari

penanggung jawab RSGM USU

Penghitungan jumlah status periodontitis yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan

Pengelompokkan dan pencatatan status periodontitis meliputi usia, jenis kelamin, penyakit sistemik yang pernah

atau sedang diderita dan tingkat keparahan periodontitis

Tabulasi dan penyajian data secara manual

Pembahasan data secara deskriptif

Gambar

Gambar 1. Gingivitis yang diinduksi oleh plak  menggambarkan inflamasi pada daerah margin dan papila
Gambar 2. Inflamasi gingiva parah pada penderita infeksi herpes   primer  3
Gambar 3. Periodontitis Kronis Parah  21
Gambar 4. Periodontitis Agresif  3
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tidak didapatkan hubungan antara distribusi geografis pasien dengan karakteristik klinik dan tingkat keparahan KHS ( Usia, Jenis Kelamin, Staging BCLC , Kadar Child-Pugh

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan karakteristik sosiodemografik ( usia, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, status

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui proporsi tingkat keparahan simtom ansietas serta distribusi berdasarkan karakteristik demografik (usia, jenis kelamin, status pernikahan

Tidak didapatkan hubungan antara distribusi geografis pasien dengan karakteristik klinik dan tingkat keparahan KHS ( Usia, Jenis Kelamin, Staging BCLC , Kadar Child-Pugh

Tidak didapatkan hubungan antara distribusi geografis pasien dengan karakteristik klinik dan tingkat keparahan KHS ( Usia, Jenis Kelamin, Staging BCLC ,

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui proporsi tingkat keparahan simtom ansietas serta distribusi berdasarkan karakteristik demografik (usia, jenis kelamin, status pernikahan

Penelitian retrospektif ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian HZ, distribusi HZ pada berbagai usia dan jenis kelamin, lama perawatan di rumah sakit,

Tidak didapatkan hubungan antara distribusi geografis pasien dengan karakteristik klinik dan tingkat keparahan KHS ( Usia, Jenis Kelamin, Staging BCLC ,