• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI TENTANG PEMBINAAN AKHLAK SOSIAL REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TEORI TENTANG PEMBINAAN AKHLAK SOSIAL REMAJA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TEORI TENTANG PEMBINAAN AKHLAK SOSIAL REMAJA A. Karakteristik Remaja Usia 14-20Tahun

1. Pengertian Remaja dan Problem Remaja Usia 14-20 Tahun

Istilah remaja atau kata yang berarti remaja tidak ada dalam Islam. Di dalam al-Quran ada kata (al-Fityatun, Fityatun) yang artinya orang muda. Firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi ayat 13:

ُ نۡ ح نَّ

ُ بُم ه َ ُ

أَبَنُ َكۡيَلَعُ ُّص قَن

ُ قَ ۡ لۡٱ

ُى ٗد هُۡم هَٰ َنۡد زَوُۡم ه بَر بُ ْاو نَماَءٌُةَيۡت فُۡم هحن إ ُ ١٣

ُ

Artinya: “Kami ceritakan padamu (Muhammad) dengan sebenarnya.

Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi:13) (Hasbi Assiddiqi, 1989: 444)

Terdapat pula kata baligh yang menunjukkan seseorang tidak kanak- kanak lagi, misalnya dalam surat al-Nur ayat 59:

اَذوَإِ

ُ

َُغَلَب

ُ لَٰ َف ۡط َ ۡ لۡٱ

ُ

ُ م كن م

َُم ل ۡ لۡٱ

ُ

ُ َت ۡسَيۡلَف

ُ َاَمُْاو و ذِن

ُ َتۡسٱ

َََُذِن

ُ

َُني لَّٱ ح

ُۡۚۡم ه لۡبَقُن م ُ

ُ يَّب يُ َك لََٰذ َم

ُ حللّٱ

ُ ه تَٰ َياَءُۡم كَل ُ

ُ ۦُ

َُو

ُ حللّٱ

ُٞمي كَحٌُمي لَع ُ ٥٩

ُ

Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.

Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Nur: 59)(Hasbi Assiddiqi dkk, 1989: 554)

Pada kedua ayat tersebut terdapat istilah kata fityatun yang artinya muda dan kata baligh yang dikaitkan dengan mimpi (al-Hulama). Kata baligh dalam istilah hukum islam digunakan untuk penentuan umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Atau dengan kata lain terhadap mereka yang telah aqil baligh, berlakulah seluruh ketentuan hukum Islam.

Tampaknya masa remaja yang mengantarai masa kanak-kanak dengan dewasa tidak terdapat dalam Islam. Dalam Islam seorang manusia bila telah aqil baligh, telah bertangung jawab atas setiap perbuatanya. Jika ia berbuat baik akan mendapat pahala dan bila melakukan perbuatan tidak baik akan berdosa. Remaja

(2)

dalam pandangan hukum dan perundang-undangan adalah mereka yang berumur 13-17 atau 18 tahun (Zakyah Daradjat, 10-11).

Remaja dalam pengertian psikologi dan pendidikan: remaja dalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja, luar dan dalam itu membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, prilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.

Batasan remaja menurut WHO, adalah suatu masa dimana: Pertama, Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.Kedua, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa; dan ketiga, terjadilah peralihan dari keterganntungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (A.Tafsir, 2004:314).

Pengertian diatas dapat dipahami bahwa masa remaja (adolence) merupakan masa yang penuh dengan berbagai tantangan, di satu sisi remaja telah meninggalkan masa kanak-kananya, namun dipihak lain mereka belum dapat diterima oleh orang dewasa secara utuh. Oleh sebab itu, untuk mampu sejajar dengan orang dewasa terkadang remaja melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak proposional. Mereka melakukan kegiatan tersebut. Dikarenakan kekurang dewasaan dalam menetukan aktivitasnya. Disamping faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi perilaku remaja tersebut.

Penggunaan istilah untuk menyebitkan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah: puberty (Inggris), puberteit (Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Adapula yang menggunakan istialh Adulescentio (Latin) yaitu masa muda. Istilah Pubescence yang berasal dari kata Pubis yang dimaksud pibishair atau rambut disekitar kemaluan. Dengan tumbuhnya rambut itu suatu pertanda masa kanak-kanak berakhir dan menuju kematangan/kedewasaan seksual. Dalam buku-buku Indonesia istilah-istilah itu tidak rancu dalam uraian ini dipakai istilah remaja dengan pembagian praremaja, remaja awal dan remaja akhir (Sri dan S.Sundari, 2004:53).

(3)

Problem Remaja

Umur remaja adalah umur peralihan dari anak-anak menjelang dewasa, yang merupakan masa perkembangan terakhir bagi pembinaan kepribadian atau masa persiapan untuk memasuki umur dewasa, problemnya tidak sedikit. Telah banyak penelitian yang dilakuakan orang dalam mencari problema yang umum dihadapi oleh remaja, baik dinegara yang maju, maupun yang masih berkembang.

Di antara problem remaja yang sering rasakan antara lain adalah:

1. Masalah Hari Depan

Remaja memikirkan masa depannya dan ingin mendapat kepastian, jadi seperti apakah ia nanti setelah tamat. Pemikiran hari depan itu semakin memuncak dirasakan oleh mereka yang duduk di bangku Universitas atau mereka yang berada di dalam kampus. Tidak jarang kita mendengar kalimat-kalimat yang memantulkan kecemasan hari depan itu, misalnya: hari depan suram, untuk apabelajar, sama saja yang berijazah dan tidak berijazah sama-sama tidak dapat bekerja dan sebagainya. Kecemasan hari depan yang kurang pasti, itu telah menimbulkan berbagai problema lain, yang mungkin menambah suramnya masa depan remaja itu, misalnya semangat belajar menurun, kemampuan berpikir berkurang, rasa tertekantimbul bahkan terkadang sampai kepada mudahnya mereka terpengaruh oleh hal-hal yang tidak baik, kenakalan dan penyalah-gunaan narkotika. Perhatian mereka terhadap agama semakin berkurang, bahkan tidak jarang terjadi goncangan hebat dalam kepercayaan kepada Tuhan.

2. Masalah Hubungan dengan Orang Tua

Masalah hubungan dengan orang tua adalah masalah yang dihadapi oleh remaja dari dahulu sampai sekarang. Sering kali terjadi pertentangan pendapat antara orang tua dan anak-anaknya yang telah remaja atau dewasa. Kadang- kadang hubungan yang kurang baik itu timbul, karena remaja mengikuti arus dan mode, seperti: rambut gonderong, pakaian kurang sopan, laga-lagu dan terhadap orang tua kurang hormat.

(4)

3. Masalah Moral dan Agama

Tampaknya masalah ini semakin memuncak, terutama di kota-kota besar barang kali pengaruh hubungan dengan budaya asing semakin meningkat melaui film, bacaan, gambar-gambar dan hubungan langsung dengan orang asing (turis) yang datang dengan berbagai sikap dan kelakuan. Biasanya kemerosotan moral disertai oleh sikap menjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan kepada agama terus berubah sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. Keadaan dan nilai-nilai yang berubah itu menimbulkan kegoncangan pula, karena menyebabkan orang hidup tanpa pegangan yang pasti. Nilai yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolut dan berlaku sepanjang zaman, tidak dipengaruhi oleh waktu, tempat dan keadaan (Zakiyah Daradjat, 2003:145-147).

2. Kurun Waktu Masa Remaja

Menurut Hurlock (1990:184) menggunakan masa puber namun ia menjelaskan bahwa puber aalah periode tumpang tindih, karena mencakup tahun- tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Pembagiannya sebagai berikut: (Sri dan S.Sundari, 2004:54-56)

1) Tahap prapuber : Wanita 11-13 tahun; pria 14-16 tahun

2) Tahap puber : Wanita 13-17 tahun; pria 14-14 tahun 6 bulan 3) Tahap pasca puber : Wanita 17-21 tahun; pria 17 tahun 6 bulan-21 tahun

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan Hurlock tersebut dapat disimpulkan bahwa masa puber adalah masa terjadinya perubahan tertentu yang tidak terjadi pada periode lainnya. Dikatakan periode tumpang tindih karena dua tahun akhir masa kanak-kanak akhir dan dua tahun awal masa remaja awal sehingga disebut pula periode unik, yang digambarkan sebagai berikut:

Terlampir I

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Pra remaja Remaja Awal Remaja Akhir

(5)

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Pra remaja Remaja Awal Remaja Akhir

Menurut Ny.Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso (1978:16) disebutkan di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolensia dipakai dalam arti yang umum. Selanjutnya ditegaskan akan dipakai istilah remaja, tinjuan psikologis yang ditujukkan pada seluruh proses perkembangan remaja dengan batas usia 12 samapi 22 tahun. Maka selanjutnya dari perkembangan kurun waktu dapat disimpulkan:

1) Masa pra remaja kurun waktunya sekitar 11-13 tahun bagi wanita dan pria sekitar 12-14tahun.

2) Masa remaja awal sekitar 13-17 tahun bagi wanita dan bagi pria 14-17 tahun 6 bulan

3) Masa remaja akhir sekitar 17-21 tahun bagi wanita dan bagi pria sekitar 17 tahun 6 bulan-22 tahun.

Disebutkan kata sekitar kurun waktunya karena pertumbuhan dan perkembangan antara individu satu dan yang lain tidak persis sama, mungkin kurang atau mungkin lebih beberapa bulan atau minggu.

Pengembangan generasi muda diarahkan untuk mempersiapkan kader peners perjuangan bangsa dan pembangunan nasional dengan memberikan bekal keterampilan kepemimpinan, kesegaran jasmani dan kreasi, patrotisme, idealism, kepribadian dan budi pekerti yang luhur. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang sehat sehingga memungkinkan kretivitas generasi muda berkembang secara wajar dan bertanggung jawab. Dalam rangka itu perlu ada usaha-usaha guna mengembangkan generasi muda untuk melihat remaja dalam proses kehdupan

(6)

bebangsa dan bernegara serta pelaksanaan pembangunan sosial (Andi Mappiare, 1982: 12).

Berdasarkan hal itu berarti remaja perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pendidikan dan keikutsertaan dalam masyarakat karena mereka mempunyai kewajiban yang harus didukung hak-haknya untuk mempersiapkan diri sebagai generasi yang ada. Dengan potensi yang dimiliki perlu diusahakan untuk menuju perkembangan yang positif untuk mewujudkan cita-cita bangsa (Sri dan S.Sundari, 2004: 57-58).

3. Perkembangan Pemikiran Remaja Usia 14-20Tahun

Sejak bayi manusia dapat berfikir dengan cara-cara tertentu, makin bertambah usia cara berfikir mengalami perubahan. Piaget mengatakan bahwa remaja awal cara berfikirnya secara sistematis dan mencakup logika yang kompleks. Pada permulaan remaja awal dengan akhir remaja awal, apalagi pada remaja akhir, mempunyai taraf yang agak berbeda pada ringkat kecerdasan yang sama.

Pada umumnya masa remaja awal sifat berfikirnya belum mencapai kematangan. Jadi para remaja awal dalam menilai benar atau salah terhadap sekitarnya masih dipengaruhi oleh egosentris sehingga dalam membantah kadang- kadang tidak menjaga perasaan orang lain. Ia membantah apa yang dirasa tidak masuk akal, bila tidak setuju pendapat orang lain, beberapa remaja hanya diam namun mengutuk dalam hati. Jadi berbantahan anatara remaja dan orang dewasa merupakan hal yang wajar. Orang dewasa/pendidik memaklumi, sebab beranggapan bahwa kritik berangkat dari kerangka acuan (frame of reference) remaja yang masih awal.

Apabila ada anggapan yang menilai remaja tidak sopan, remaja suka melawan dan sejenisnya, remaja menjadi sedih dan marah. Dalam penelitian membuktikan bahwa pola dan cara berpikir remaja yang cenderung mengikuti orang-orang dewasa telah menunjukkan kemampuan lebih daya fikirnya. Maka perlu memberikan pengarahan atau pelatihan agar anak dapat mengenal pola-pola berpikir orang dewasa (Sri dan S.Sundari, 2004: 69-70).

(7)

Pertumbuhan otak dan perkembangan berfikir remaja, menurut Andi Mappirare (1982:54), berbeda antara remaja perempuan. Remaja perempuan cenderung lebih cepat dari remaja lelaki. Sepanjang perkembangan remaja awal, tejadi pertumbuhan dan perkembangan otak dan kemampuan berpikir remaja dalam menerima dan mengolah informasi abstrak dari lingkungannya. Hal ini mengandung arti bahwa remaja telah dapat menilai benar dan salah pendapat- pendapat orang-orang dewasa.

4. Perkembangan Sosial Remaja Usia 14-20 Tahun

Remaja akhir kondisi emosinya tidak meledak-meledak lagi melainkan secara relative telah stabil. Bila menghadapi obyek yang menyenangkan atau tidak meyenangkan bersikap atas hasil pemikirannya sendiri. Hal ini tidak berarti tak pernah bertengkar dengan orang lain. Bila terjadi bentrokan atau salah paham, akan dihadapi dengan tentang dan teratur yang dibatasi oleh norma-norma orang dewasa terutama yang menyadari tokoh indentitasnya.

Tokoh identitas itu diperoleh setahap demi setahap. Mula-mula remaja ingin mendapatkan pedoman hidup namun masih belum mengerti benar-benar pedoman mana yang akan dianut sesuai dengan sifat eksplorasinya akan menmukannya melalui langkah-langkah, sebagai berikut:

a. Apa yang didambakan dan dipuja mempunyai bentuk tertentu. Masa remaja dimulai dengan masa memuja atau mendewakan sesuatu.

b. Selanjutnya obyek yang dipuja makin jelas, adanya pribadi-pribadi pendukung nilai yaitu individu-individu tertentu misalnya: pangeran Diponerogo, Kartini, dan tokoh-tokoh nasional maupun internasional.

c. Tahap selanjutnya bukan individu pendukung tetapi nilai-nilai (yang mendukung) misalnya kejujurannya, keadilannya, kepahlawanannya,Nilai- nilai itu menjadi pegangan hidupnya.

Tahapun tersebut berjalan tidak sekilas saja melainkan mungkin sepanjang masa remaja bahkan baru dicapai dalam masa dewasa. Erickson dalam Ny.Singgih Gunarso (1981:97) menulis masa remaja mempunyai tujuan utama dan seluruh perkembangannya adalah pembentukan identitas diri. Erickson

(8)

menegaskan, untuk mengetahui identitas diri harus dapat mencari jawaban atas pertanyaan.

Who I am? (Siapakah saya?) What am I? (Apakah saya?)

Where I belong to? (Dimanakan tempat saya?)

Maka pengertian identitas tidak mudah diterangkan. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat ahli sebagai berikut:

1) Identitas diartikan suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan bertambahnya umur dan perubahan lingkungan.

2) Identitas diartikan sebagai cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa- masa sebelumnya dan menentukan peran social yang harus dijalankan

3) Identitas merupakan suatu hasilyang diperoleh pada masa remaja tetapi masih akan mengalami perubahan dan pembaharuan.

4) Identitas itu dialami sebagai suatu kelangsungan di dalam dirinya dan dalam hubungannya keluar dirinya.

5) Identitas merupakan suatu penyesuaian peranan social yang pada azasnya mengalami perubahan.

Jadi, identitas itu merupakan persatuan yang terbentuk dari asas-asas, cara hidup, pandangan yang menentukan cara hidup selnajutnya di dalam masyarakat.

Untuk mencapai perkembangan itu remaja mempunyai tugas yang saling berhubungan, yaitu:

1) Harus dapat melepaskan diri dari ikatan orang tua dan membentuk cara hiduppribadi yang dirasa ada keserasian antara kebutuhan diri dalam hubungan dengan orang lain.

2) Harus menemukan suatu tempat yang dapat menermanya, dan memilih serta menjalankan peranan social sesuai dengan tempat di mana ia berada.

Atas dasar itu remaja dapat menjadi individu yang mandiri, namun tetap harus membina hubungan yang baik dengan lingkungannya.Masa remaja mengalami krisis identitas. Selama perkembangan mengalami kegoncangan karena perubahan dalam dirinya maupun dari luar dirinya, yaitu sikap orang tua, guru, cara mengajar, dan masih banyak laginserta melepaskan diri dari orang tua

(9)

dan bergabung dengan teman sebaya. Apa yang diperoleh dan dianut/dipatuhi menjadi goyah karena berkenalan dengan nilai-nilai baru. Jadi dalam pembentukan identitas diri mengalami kegoncangan yang disebut krisis identitas.

Kejadian ini merupakan kejadian yang normal karena memngkinkan perembangan yang luas. Krisis bersifat sementara diatandai dengan kekuatan berlebihan dan menimbulkan konflik baru yang disalurkan dalam aktifitas yang konstuktif sehingga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah lain.

Sosialisasi dalam peer group para remaja akhir biasanya sudah mengendur, namun telah tersedia berbagai organisasi sesuai dengan minat masing-masing. Felly dan Andi Mappiare (1982:89) mengatakan bahwa: dalam masa remaja seseorang mempersiapkan diri memasuki masa dewasa.

Masa remaja akhir merupakan periode kritis atau critical periode dalam berbagai hal yaitu: social, pribadi, dan moral. Perkembangan yang telah dimiliki sejak masa remaja awal akan dimantapkan menjadi dasar memandang diri dan lingkungannya untuk masa selanjutnya. Untuk pemantapan itu sedikit banyak dipengaruhi keadaan lingkungan maupun pandangannya terhadap kehidupan masyarakat. Demikian pula dipengaruhi kuat/lemahnya pribadi, citra diri, dan rasa percaya diri. Rmaja akhir yang sedang memantapkan diri dan mengahadapi lingkungan konkrit. Apabila dalam masyarakat terjadi korupsi, tidak jujur, tidak adil, dan sejenisnya. Mereka bersikap kritis, sesuai dengan pertimbangan moral dan etis mereka. Kemungkinan perlakuan moral dan etis terhadap situasi itu adalah sebagai berikut:

1) Bagi remaja akhir yang agresif, moral dan etis diapai sebagai dasar atau pokok dalam menilai tatanan yang tidak memuaskan berupa kritik atau kecaman karena bertentangan dengan norma dan etik yang ideal.

2) Bagi remaja akhir yang bermasalah, yang menarik diri yemg mengikuti arus/hanyut dalam tatanan yang tidak memuaskan atau masyarakat kacau balau (Sri dan S. Sundari, 2004:73-76).

Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebakan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan

(10)

orang tuanya. Konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri (http://mentoringku.wordpress.com/2/, 07:49 WIB).

5. Perkembangan Spritual dan Akhlak Remaja Usia 14-20 Tahun

Salah satu kelebihan manusia adalah sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugrahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dalam kata lain, manusia dikaruniai insting religious (naluri agama). Karena memiliki fitrah ini, kemudian manusia dijuluki “Homo Devinans”, dan “Homo Religious”, yaitu makhluk yang bertuhan dan beragama.

Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun mengenal arah dan kualitas perkembangan beragama anak sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah hanya karena orang tuanyalah, anak itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi.” Hadits ini mengisyaratkan bahwa factor lingkungan (terutama orang tua) sangat berperan dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak.

Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direflesikan ke dalam peribadahan kepada-Nya, baik yang bersifat habluminallah maupun hablumminannas.

Perkembangan beragama atau spiritual remaja dipengaruhi oleh faktor- faktor pembawaan dan lingkungan.

1) Faktor Pembawaan (Internal)

Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia mempunyai fitrah (pembawaan) beragama (homo religious). Setiap manusia yang lahir ke dunia ini, baik yang masih primitive, bersahaja, maupun yang sudah

(11)

modern, baik yang lahir di Negara komunis mapun kapitalis; baik yang lahir dari orang tua yang saleh maupun jahat; sejak Nabi Adam samapi akhir Zaman, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta.

Masyarakat yang masih primitive muncul kepercayaan terhadap roh-roh gaib ryang dapat memberikan kebaikan atau bahkan malapetaka. Agar roh-roh itu tidak berperilaku jahat, maka mereka berusaha untuk mendekatinya melalui sajian-sajian (bahasa Sunda= Sesajen) yang dipersembahkan kepada roh-roh tersebut. Bahkan dikalangan masyarakat modern pun masih ada yang mempunyai kepercayaan kepada hal-hal yang sifatnya tahayul tersebut, (seperti, keris atau abut ali) mempunayi kekuatan-kekuatan yang dapat mendatangkan kebaikan, sehingga tidak sedikit di kalangan mereka yang mengeramatkannya.

Kenyataan diatas menunjukkan manusia itu memiliki fitrah untuk mempercayai suatu zat yang mempunyai kekuatan baik memberikan sesuatu yang bermanfaat maupun yang madhorot (mencelakakan).

Sesuai perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah (seperti contoh kepercayaan-kepercayaan di atas), da nada yang mendapat bimbingan dari para Rasul Allah Swt sehingga fitrahnya itu berkembang sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Keyakinan bahwa manusia itu mempunyai fitrah atau kepercayaan kepada Tuhan didasarkan kepada firman Allah Swt:

ُۡذوَإِ

ُۡم ه س فو َ ُ

أُ ٰٓ َ َعَلُۡم هَدَهۡشَأَوُۡم هَتحي ر ذُۡم ه رو ه ظُن مَُمَداَءُٓ نَِبُۢن مُ َكُّبَرَُذِنَخَأ

ُ َمۡوَيُْاو لو قَتُ َ َ

أُۡۚٓ َوۡد هَشُ َٰ َلََبُ ْاو ل َقُۡۖۡم ك بَر بُ تۡسَلَأ

ُ ةَاَٰ َي قۡلٱ

ُاَذِنَٰ َهُ ۡنَعُ حن مُ حو إ ُ

ُ َيّ ل فَٰ َغ ١٧٢

ُ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)

(12)

adalah orang-orang yang lengah terhadapini (keesaan Tuhan)".(QS. Al-A’raf:

172) (Hasbi Assiddiqi, dkk: 1989: 250)

ُۡم ق َ أَف

ُ ني ل لُ َكَهۡجَو ُ

ُ َتَر ۡط فُۡۚ ٗفي نَح ُ

ُ حللّٱ

ُ ت حلٱ ُ

ُ

ُ َر َطَف

ُ َس حلنٱ

ُ َلي دۡبَتُ َ ُ

لَُۡۚ َهۡيَلَع

ُ ق ۡلَ لِ

ُۡۚ حللّٱ

ُ

ُ َك لََٰذ

ُ ني لٱ

ُ م يَق ۡلٱ ُ

ُ

َُ َثَۡك َ

أُ حن كََٰلَو

ُ س حلنٱ

ُ

ََُو اَلۡعَيُ لَ َ ٣٠

ُ

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.

Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum:30) (Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 645)

َهَاَه ۡ ل َ أَف

ُ

َُوۡقَتَوُ َهَرو ج ف

ُ َهَٰى ٨

ُ

Artinya: “maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS. As-Syamsu:8)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 1064)

2) Faktor lingkungan (Eksternal)

Faktor pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecendrungan untuk berkembang. Namu, perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada factor luar (eksternal) yang memberikan rangsangan atau stimulus yang memungkinkan itu berkembang dengan sebaik- baiknya. Factor eksternal itu tiada lain adalah lingkungan dimana individu itu hidup. Lingkungan itu adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga

Orang tua, dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan fitrah beragama anak.

Menurut Hurlock (1956:434) keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai. Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogianya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya., yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan. Pandangan ini didasarkan pengamatan para ahli jiwa terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa; ternyata mereka itu dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orang tua (terutama ibu) pada masa mereka dalam kandungan.

Mengembangakan fitrah beragama anak dalam lingkungan keluarga, di samping upaya-upaya yang telah dilakukan di atas, maka ada beberapa hal lagi yang perlu menjadi kepedulian (perhatian) orang tua yaitu sebagai berikut:

(13)

1) Orang tua merupakan Pembina pribadi pertama bagi anak, dan tokoh yang diidentifikasi atau ditiru anak, maka seyogianya dia memiliki kepribadian yang baik tau berakhlakul karimah (akhlak yang mulia).

2) Orang tua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik. Perlakuan yang otoriter (perlakuan yang keras) akan mengakibatkan perkembangan pribadi anak yang kurang diharapkan, begitu pula perlakuan yang permisif (terlalu memberi kebebasan) akan mengembangkan pribadi anak yang tidak bertanggung jawab, atau kurang memperdulikan tata nilai yang dijunjung tinggi dalam lingkungan.

3) Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis anatara anggota keluarga (ayah dengan ibu, orang tua dengan anak, dan anak dengan anak).

4) Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan, atau melatih ajaran agama terhadap anak, seperti: syahadat, Salat, (bacaan dan gerakannya); berwudhu;

do’a-do’a, bacaan Al-Qur’an; lafaz zikir atau akhlak terpuji seperti bersyukur ketika mendapat anugerah, bersikap jujur, menjalin persaudaraan dengan orang lain, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah Swt.

Pentingnya peanan orang tua dalam mengembangkan fitrah beragama anak ini, dijelaskan dalam firman Allah Swt dalam surat At-Tahrim: 6

َهُّي َ أٰٓ َي

ُ

َُني لَّٱ ح ي لۡه َ ُ

أَوُ ۡم ك َس فو َ

أُْآو قُْاو نَماَء

ُ َه دو قَوُاٗر َوُ ۡم ك

ُ س حلنٱ

ُ ةَر َج ۡ َُُو لۡٱ

ُ

ُ ََو صۡعَيُ ح

لَُٞداَد شُ ٞظ َلَ غٌُةَك ئٰٓ َلَمُ َهۡيَلَع

َُ حللّٱ

ُ

ُ ََو رَمۡؤ يُ َمُ ََو لَعۡفَيَوُۡم هَرَم َ أُٓ َم

٦

ُ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim:6)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 951)

b. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya.

(14)

Pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitsi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orang tua (Hurlock, 1959: 561).

c. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat yang dimaksud adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu. Dalam masyarakat, individu (terutama anak-anak dan remaja) akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak baik), maka anak remaja pun cenderung akan berakhlak baik. Namun, apail temannya menampilkan perilaku yang kurang baik, amoral atau melanggar norma-norma agama, maka anak cenderung akan terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh perilaku tersebut.

Mengenai dominannya pengaruh kelompok teman sepergaulan ini Hurlock (1956: 436) menegemukakan behwa: “Standar atau aturan ‘gang’ (kelompok bermain) memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya”. Corak perilaku anak atau remaja merupakan cermin dari corak atai perilaku warga masyarakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh karena itu, di sini dapat dikemukakan bahwa kualitas perkembangan kesadaran beragama bagi anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau peribadi orang dewasa atau warga masyarakat.

Kualitas pribadi atau perilaku orang dewasa yang kondusif bagi perkembangan kesadaran beragama anak (remaja) adalah (a) taat melkasanakan kewajiban agama, seperti ibadah ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong, dan bersikap jujur, (b) menghindari diri dari sikap dan perilaku yang dilarang agama, seperti: sikap permusuhan, saling curiga, munafik, mengambil hak orang lain (mencuri, korupsi dan sebagainya) dan perilaku maksiat lainnya (berzina, berjdi, dan meminum minuman keras) (Syamsu, 2004:136-141).

Mengenai lingkungan yang kondusif perkembangan jiwa keagamaan atau kesadaran beragama itu dapat digambarkan sebagai berikut:

(15)

Bagan 1

Lingkungan yang Kondusif bagi Perkembangan Kesadaran Beragama pada Anak (Remaja) (Syamsu, 2004: 142)

KurtLewinTingkah laku yang menurut pendapatnya akan selalu terdapat pada remaja:

a. Pemalu dan perasa, tetapi cepat marah dan agresif sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan psikologik remaja.

b. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus-menerus merasakan pertentangan antara sikap, nilai, ideologi, dan gaya hidup c. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut di atas muncul dalam bentuk

ketegangan emosi yang meningkat.

d. Ada kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat ekstrim dan mengubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul tingkah laku radikal dan memberontak di kalangan remaja.

e. Bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat ditentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan-dorongan yang saling berkonflik di atas.

KELUARGA

MASYARAKAT SEKOLAH

Memberikan Pengajaran, bimbingan, pembiasaan,

keteladanan dalam beribadah dan ber-akhlakuk

karimah;dan menciptakan situasi kehidupan yang memperlihatkan nilai-nilai

atau ajaran agama (amar ma’ruf); serta membersihkan lingkungan

dari kemunkaran dan kemaksiatan, seperti miras,

narkoba, pornografi, tindakan kekerasan atau kriminalitas (nahy munkar

Anak (Remaja)

yang Saleh

(pola pikir, sikap perilaku

sesuai dengan

ajaran agama

(16)

B. Akhlak Sosial

1. Pengertian Akhlak Sosial

Menurut pandangan Jamil Shabila kata akhlak berasal dari kata bahasa Arab, yaitu, isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata akhlaka, yuhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulai majid af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti:

al-sajiyah (perangai), at-thabi’ah (kelakuan baik, tabiat, watak sadar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman) al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).

Namun demikian, isim mashdar tersebut kurang tepat. (Abuddin Nata, 1996:1) oleh karena itu timbul pendapat menyatakan bahwa secara etimologis kata akhlak berasal dari bahasa Arab (akhlaqa)bentuk jamak dari mufradnya khuluq, yang berarti “budi pekerti”. Perkatan akhlak maknanya hamper sama dengan etika dan moral. Beberapa kata yang sering dilontarkan berkenaan dengan kata ini adalah susila kesusilaan, tata susila, budi pekerti, kesopanan, adab, perangai, perilaku dan kelakuan.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh H. Kahar Masykur yang menyatakan bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jama’ kata

”Akhlaq”. Kata mufradnya ialah khulqu yang berarti: sajiyyah (perangai), muruu’ah (budi) thab’u (tabiat) dan adab (adab). (A. Tafsir, 2004, 307) Akhlak adalah aspek perilaku yang tampak pada diri seseorang dalam hubungan dengan dirinya, sesama manusia, dan alam sekitarnya.(A. Toto,2008:46)

Sedangkan pengertian akhlak secara terminologis, menurut Ibnu Maskawaih mengemukakan bahwa akhlak adalah hal li an nafsi daa’iyatun lahaa ila af’aalihaa min goiri fikrin walaa ruwiyatin (Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbahan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan)

Senada dengan pendapat Ibnu Maskawaih, Al-Ghazaly berpendapat bahwa yang dimaksud akhlak adalah: ibaratun ‘anbaiatin fi an-nafsi raasihatun ‘anhaa tashduru al-af’aalu bisyuhuulatin wa yusrin min goiri haajatin ila fikrin waru’yatin. (Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan). (A. Tafsir: 2004: 307)

(17)

Sedangkan menurut Muslim Nurdin bahwa akhlak adalah system nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas. Sstem nilai yang dimaksudkan adalah ajaran Islam yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan al- Sunnah Nabi Muhammad saw sebagai sumber utama, ijtihad sebagai sumber berfikir islami.

Dari beberapa pengertian akhlak di atas, tampak tidak ada perbedaan yang prinsip dalam mendefinisikan akhlak, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Adapun intisari dari beberapa pengertian akhlak di atas, menurut Abudin Nata antara lain pertama; perbuatan akhlak adalan perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, kedua; perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran, ketiga; perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul ddari dalam diri orang yang mengerjakannya, keempat; perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atu bersandiwara dan kelima; perbuatan akhlak (akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata- mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian (A. Tafsir: 2004: 308).

Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk mengetahui atau mengenali orang atau kelompok sosial lainnya. Dalam masyarakat terdapat barbagai jenis kelompok, baik berdasarkan mata pencaharian, letrak geografis, warna kulit atau asal keturunan, dan lain-lain. Namun perbedaan-perbedaan tersebut bukan penghalang untuk mengenal orang dari kelompok social lain. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13:

َهُّي َ أٰٓ َي

ُ

ُ س حلنٱ

ُ َل ئ ٓ َبَقَوُ ٗبو ع شُ ۡم كََٰنۡلَعَجَوُ َٰ َثَو أَوُٖرَمَذُن مُم كََٰنۡقَلَخُ حو إ ُ

َُدن عُۡم كَمَرۡك َ

أُ حَ إُ ۡۚ ْآو فَر َعَ لِ

ُ حللّٱ

ُ حَ إُۡۚۡم كَٰىَقۡت َ ُ أ

َُ حللّٱ

ُٞير بَخٌُمي لَع ُ ١٣

ُ

Artinya: “Hai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling meulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.

Sesungguhnya orang yang paling meulia di antara kamu adalah orang yang

(18)

paling bertakwa di antara kamu.(QS. Al-Hujurat: 13)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989:

647)

Tafsiran dari pangkal ayat 13 tersebut adalah bahwa seluruh manusia itu dijadikan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Nabi Adam dan seorang perempuan yaitu Siti Hawa, dapat disimpulkan bahwasannya segala manusia ini sejak dahulu samapai searang isalah terjadi dari pada serang laki-laki dan seorang perempuan, yaitu ibu. Kemudian terusan ayat berikutnya, yaitu dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal“

bahwasannya anak manusia yang mulanya setumpuk mani yang berkumpul berpadu satu dalam satu keadaan belum Nampak jelas warnanya tadi, kemudian dia bewarna menurut keadaan iklim buminya, hawa udaranya, letak tanahnya, peredaran musimnya, sehingga berbagailah timbul warna wajah dan diri manusia dab berbagai pula bahasa mereka pakai, terpisah diatas bumi dalam keluasannya, hidup mencari kesukaannya, sehingga dia pun berpisah berpecah, dibawa untung masing-masing, berkelompok karena dibawa oleh dorongan dan panggilan hidup, mencari tanah ynag cocok dan sesuai, sehingga lama kelamaan hasillah apa yan dinamai bangsa-bangsa dan kelompok yang lebih besar dan rata, dan bangsa- bangsa tadi terpecah pula menjadi berbagai suku dalam ukuran lebih kecil terperinci. Tafsir dari ujung ayat 13 ialah, Sesungguhnya orang yang paling meulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu”, ujung ayat ini ialah memberi penjelasan bagi manusia bahwasannya kemuliaan sejati yang dianggap bernilai oleh Allah tidak lain adalah kemuliaan hati, kemuliaan budi, kemuliaan perangai, ketaatan kepada ilahi. Tafsir dari penutup ayat 13 ini adalah “Sesungguhnya orang yang paling meulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu”, hidup berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bisa saja menimbulkan permusuhan dan peperangan, karena orang telah lupa kepada nilai ketaqwaan. Di ujung ayat ini Allah menyatakan bahwa Allah Maha Mengetahui, bahwasannya bukan sedikit kebangsaan menimbulkan ‘ashabiyah jahiliyah, pongah dan bangga karena mementingkan bangsa sendiri, Islam telah menentukan langkah yang akan ditempuh dalam hidup,

“Yang semulia-mulia kamu ialah barangsiapa yang paling takwa kepada Allah”

(Jilid 9, Tafsir al-azhar: 6834-6836).

(19)

Perbedaan kelas sosial bukanlah sesuatu yang penting dalam agama Islam.

Manusia harus bersikap adil. Allah hanya melihat derajat manusia dari ketakwaannya sebagai makhluk sosial, manusia harus bernteraksi dengan berbagai pihak (Aliah, 2006: 197).

Dimensi manusia sebagai makhluk sosial ini oleh para ahli pikih dan tafsir sering diterjemahkan dengan mengacu kepada kata al-naas yang cenderung merujuk pada status manusia sebagai makhluk yang dalam peranannya terkait dengan lingkungan sosial masyarakat. Adanya suatu masyarakat menjadikan manusia memiiki peran sosial, yang selain peran sebagai seorang individu. Setiap peran memiliki pertanggungjawaban masing-masing. Pertanggungjawaban sebagai individu jelas. Akan tetapi pertanggung jawaban sebagai warga sosial jelas berbeda dengan pertanggungjawaban sebagai seorang individu.

Secara garis besar peran manusia sebagai makhluk sosial ini ada dua hal yaitu: yang pertama, hubungan manusia dengan Yang Maha Pencipta (hubungan vertical) yang bersifat individu. Sedangkan yang kedua, adalah hubungan horizontal yaitu hubungan antara sesama manusia. Hubungan kedua ini menuntut manusia untuk berperan di tengah-tengah lingkungan masyarakat dan berusaha menciptakan lingkungan yang harmonis antar sesamanya. Hubungan ini secara luas juga mencakup seluruh aspek kehidupan dan lapangan pergaulan social beskala global baik hubungan dengan sesamanya maupun hubungan dengan alam sekitarnya. Secara singkat dapat dikatakan hubungan social itu mulai dari bentuk satuan yang terkecil, yaitu keluarga, masyarakat, sampai pada bentuk yang paling luas cakupannya, seperti Negara, bangsa dan umat.

Hubungan sosial antar manusia tidak akan bebas nilai, melainkan harus mengacu kepada memperoleh Ridho Allah. Hubungan tersebut harus tetap terpelihara secara timbal balik, hubungan antara sesama manusia harus mengacu pada pedoman Allah tentang bagaimana norma-norma hubungan itu harus dijalankan. Serta hubungan dengan Allah yang bersifat individu yang menuntut adanya kesungguhan dan keihklasan, itu mutlak dilakukan, sebab keduanya memang memiliki keterikatan yang erat.

(20)

Hubungan antara manusia dengan Allah dinilai sah apabila hubungan tersebut dilakukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya. Demikian pula dengan hubungan anatara sesama manusia dalam segala bentuk lapangan dan aspek kehidupannya, tidak boleh lepas dari pedoman yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. Atas dasar pemahaman norma-norma tersebut, maka hubungan antar sesama manusia baru didnilai absah, apabila mengacu kepada kesesuaian dengan pedoman yang dimaksud. Dengan cara seperti itu, diharapkan hubungan antara sesama manusia memperoleh ridha Allah.

Tanggung jawab tersebut, manusia sebagai makhluk sosial mengacu kepada dua tanggung jawab yang utama, yaitu:

a. Tanggung jawab dalam membentuk memelihara dan membina jalinan hubungan baik antar sesama manusia dalam berbagai lapangan pergaulan dan aspek kehidupannya seoptimal mungkin. Hubungan yang harmonis diharapkan akan menciptakan keselamatan, kedamaian, kesejahteraan dalam kehidupan bersama yang berkualitas dan berkelanjutan sebagai makhluk sosial.

b. Tanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan jalinan hubungan yang baik dengan Allah. Hubungan ini dibina dengan cara mematuhi dan menjalankan tuntunan agama Allah dalam setiap bentuk dan aspek sosial tersebut. Memalui sikap kepatuhan dan ketaatan seperti itu diharapkan hubungan sosial antara sesama manusia akan memperoleh jaminan keridhoan dari Allah. Hal ini dikarenakan masing-masing merujuk kepada tata aturan illahiyat yang baku, abadi dan bersumber dari tuntunan-Nya. Kebenaran yang hakiki memang bersumber dari Allah (Triyo Supriyanto, 2009:85-86).

Tanda-tanda kebagusan akhlak bahwa tiap-tiap manusia itu, tidak mengetahui dengan kekurangan dirinya, apabila ia berjuang menentang nafsunya dengan perjuangan sedikit saja sehingga ia meninggalkan kekejian perbuatan maksiat, kadang-kadang ia menyangka sendiri, bahwaia telah membersihkan dirinya dan membaguskan akhlaknya dan tidak merasa perlu lagi mujahadah. Dari itu, maka tidak mungkin tidak, dijelsakan tanda kebagusan akhlak, sesungguhnya

(21)

kebagusan akhlak itu ialah iman dan keburukan akhlak ialah nifak (Al-Ghazali, Penerjemah Ismail Yaqub, 1998: 1074).

2. Macam-macam Akhlak Sosial

Pada dasarnya Akhlak sosial dalam Islam meliputi tiga aspek, untuk lebih jelasnya Quraish Shihab memberikan penjelasan ketiga aspek tersebut, (Quraish Shihab. 1996:261) yaitu diantaranya:

1. Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai Khaliqnya. Dalam hal ini, banyak cara yang dapat dilakukan manusia dalam berperilaku kepada Allah sebagai Rabnya Akhlak tersebut, diantaranya tidak menyekutukan-Nya (QS. 4:116):

ُحَ إ

ُ

َُ حللّٱ

ُ ه بُ َكَ ۡشۡ يَُ َ ُ

أُ ر فۡغَيُ لَ َ

ُ ۡك ۡشۡ يُنَمَوُۡۚ ء ٓ َشَيُنَا لُ َك لََٰذُ ََو دُ َمُ ر فۡغَيَو ۦُ

ُ ب

ُ حللّٱ

ُاًدي عَبُ ۢ َلَََٰل َضُ حل َضُۡدَقَف ُ ١١٦

ُ

Artinya:“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (QS. An-Nisa:116)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 141)

Mensyukuri nikmatnya (QS. 2:152):

ُ حللّٱ

ََُو هَاۡعَيُۡم ه نَٰ َيۡغ طُ فُِۡم هُّد اَيَوُۡم ه بُ ئ زۡهَت ۡسَي ُ ١٥

ُ

Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS. Al-Baqarah:15)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 10)

Selalu berdo’a kepada-Nya (QS. 40: 60):

َُني ح لَّٱَو

ََُو ع جََٰرُۡم ه بَرَُٰ َ ُ لَ إُۡم هحن َ

أٌُةَل جَوُۡم ه بو ل قحوُْاوَتاَءُٓ َمََُو تۡؤ ي ٦٠

ُ

Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina"

(QS. Al-Mu’minun:60)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 533)

(22)

Beribadah (QS. 51:56):

َمَو

ُ

ُ تۡقَلَخ

ُحن ۡ لۡٱ

ُ َسن لۡٱ ۡ َُُو

ُ َو د بۡعَ لُِ ح ُ لَ إ ٥٦

ُ

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adh-Dhariyat:56)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 889)

Meniru sifat-sifat Nabi dan selalu berusaha mencari keridlaan-Nya (QS.

48:29):

ُٞدحاَ ُّمُّ

ُ

ُ لو سحر

ُۡۚ حللّٱ

َُُو

َُني لَّٱ ح

ُ

ُ هَعَم

ُٓۥُ

ُ َ َعَلُ ءٓاحد شَأ

ُ ر حف كۡلٱ

ُ ٗعحم رُ ۡم هَٰىَرَتُۡۖۡم هَنۡيَبُ ءٓ َ َحَ ر ُ

ُ َن مُ ٗ

لَ ۡضَفُ ََو غَتۡبَيُا ٗدحج س

ُ حللّٱ

ُ رَثَأُۡن مُم ه هو ج وُ فُِۡم ه َاي سُۡۖ ٗوََٰو ۡض رَو ُ

ُ دو ج ُّسلٱ

ُ

ُ فُِ ۡم ه لَثَمُ َك لََٰذ

ُ فُِ ۡم ه لَثَمَوُ ةَٰىَرۡوحلِ ٱ

ُ لي نج ۡ لۡٱ

ُ

ُ ۡطَشُ َجَرۡخ َ

أُ ٍعۡرَزَم

ُ هۥ

ُ

َُف

ُ َرَز ۥُ

َُف

ُ َظَلۡغَت ۡسٱ

َُُف

َُٰىَوَت ۡسٱ

ُ

ُ ه قو سُ َٰ َ َعَل

ُ ب جۡع ي ۦُ

َُعاحرُّزلٱ

ُ م ه بُ َظي غَ لِ ُ

ُ َر حف كۡلٱ

ُ

ُ َدَعَو

ُ حللّٱ

ُ

َُني ح لَّٱ

ُ اَعَوُ ْاو نَماَء ُ

ُْاو ل

ُ تَٰ َح لَٰ حصلٱ

ُ فۡغحمُم هۡن م ُ

ُٗةَر

ُاَۢاي ظَعُاًرۡج َ ُ أَو ٢٩

ُ

Artinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku´ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.

Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;

tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Fath:

29)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 843) Selalu memuji-Nya (QS. 27:93):

ُ ل قَو

ُ

ُ دۡاَ ۡ لۡٱ

ُ ه تَٰ َياَءُ ۡم كي يرَسُ ح للّ ُ

ََُو لَاۡعَتُ حاَعُ ٍل فَٰ َغ بُ َكُّبَرُ َمَوُۡۚ َهَنو ف رۡعَتَف ۦُ

٩٣

ُ

Artinya: “Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan" (QS.An-Naml: 93)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 605)

(23)

Bertawakal kepada-Nya (QS. 3:159)

َا بَف

ُ َن مُ ٖةَ ۡحََر ُ

ُ حللّٱ

ُ َظي لَغُ ًّظَفُ َتن مُۡوَلَوُۡۖۡم هَلُ َت لن ُ

ُ ب ۡلَقۡلٱ

ُ

ُ َ ل

ُْاو ُّضَفو

ُ

ُ ۡن م

َُفُۡۖ َك لۡوَح

ُ فۡعٱ

ُ

َُوُ ۡم هۡنَع

ُۡر فۡغَتۡسٱ

ُ فُِ ۡم هۡر و َشَوُ ۡم ه َل ُ

ُ رۡم َ ۡ لۡٱ

ُ ۡ حكََّوَتَفُ َتۡمَزَعُاَذ إَف ُ

ُ َ َعَل

ُۡۚ حللّٱ

ُ حَ إ ُ

َُ حللّٱ

ُ ُّب يُ ُ

ُ كَوَت ا ۡ لٱ

ُ َيّ

١٥٩

ُ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Al-Imran: 159)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 103) 2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Perilaku dalam hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dilakukan dalam bentuk hubungan yang baik dengan sesama, menegakkan keadilan, menyebarkan kasih sayang dan amar ma’ruf nahi munkar.

Hubungan baik dengan sesama dilakukan dengan mengembangkan silaturahmi silaturahmi adalah menghubungkan kasih sayang, yaitu menjaga, memelihara, dan berkomunikasi dengan orang lain dengan dimotivasi oleh rasa kasih sayang.

Akhlak terhadap sesama manusia pada prinsipnya merupakan implikasi dari tumbuh dan berkembangnya iman seseorang. Salah satu indikator kuatnya keimanan seseorang Nampak dalam perilakunya terhadap orang lain. Dengan kata lain mereka senantiasa memperlakukan sesama manusia itu sama.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan manusia dalam berinetraksi dengan manusia lain dalam bentuk perilaku yang baik. Ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah banyak mengungkapkan tentang hubungan manusia dengan manusia, misalnya: mengucapkan sesuatu yang baik (QS. 24:58):

َهُّي َ أٰٓ َي

ُ

َُني ح لَّٱ

ُ َت ۡسَي لُْاو نَماَء ُ

ُ م كو ذِن

َُني ح لَّٱ

ُ

َُوُۡم ك نَٰ َمۡي َ

أُ ۡتَكَلَم

َُني ح لَّٱ

ُ

ُْاو غ لۡبَيُۡمَل

َُم ل ۡ لۡٱ

ُ ةَٰوَل َصُ لۡب َقُن مُ ٖتَٰحرَمُ َثََٰلَثُۡم كن م ُ

ُ رۡجَف ۡلٱ

ُ َن مُم كَب َي ثََُو ع َضَتُ َيّ حَو ُ

(24)

ُ ةَير ه حظلٱ

ُ ةَٰوَل َصُ دۡعَبُ ۢن مَو ُ

ُۡلٱ

ُ لََوُ ۡم كۡيَلَعُ َسۡيَلُ ۡۚۡم كحلُ ٖتََٰرۡوَعُ ثََٰلَثُ ءٓ َش ع َ

ُ ك ضۡعَبُم كۡيَلَعُ ََو فَٰ حو َطُۡۚ حن هَدۡعَبُۢ ح َن جُ ۡم هۡي َلَع

ُ يَّب يُ َك لََٰذ َمُ ٖضۡعَبََُٰ َعَلُۡم

ُ حللّٱ

ُ

ُ م كَل

ُ تََٰيلۡأٓٱ

َُُو

ُ حللّٱ

ُٞمي كَحٌُمي لَع ُ ٥٨

ُ

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Nur: 58)(Hasbi Assiddiqi, dkk:1989: 554)

Mengucapkan yang benar (QS. 33:70):

َهُّي َ أٰٓ َي

ُ

َُني ح لَّٱ

ُ

ُْاو نَماَء

ُْاو قحتٱ

ُ

َُ حللّٱ

ُا ٗدي دَسُ لَۡوَقُْاو لو قَو ٗ ُ ٧٠

ُ

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)(Hasbi Assiddiqi, dkk:

1989: 680)

Jangan mengucilkan seseorang, berperasngka buruk, menceritakan keburukan orang dan memanggil seseorang dengan panggilan yang buruk (QS.

49: 11-12).

َهُّي َ أٰٓ َي

ُ

َُني لَّٱ ح

ُ

ُۡم هۡن مُاٗ ۡيرَخُْاو وو كَيَُ َ

أُ ٰٓ َسََعُ ٍمۡوَقُن مُٞمۡوَقُ ۡرَخ ۡسَيُ لَُْاو نَماَء َ

ُ لََوُ ۡم ك َس فو َ َ أُْآو ز اۡلَتُ َلََوُۡۖحن هۡن مُاٗ ۡيرَخُ حن كَيََُأُٰٓ َسََعٍُءٓ َس نُن مُٞءٓ َس نُ َلََو

ُ بُ ْاو زَب َنَت

ُ بَٰ َق ۡلَ ۡلۡٱ

ُ َسۡئ ب ُ

ُۡس لٱ

ُ م

ُ قو س فۡلٱ

ُ

ُ َدۡعَب

ُ نَٰ َمي ۡ لۡٱ

ُ َك ئٰٓ َلْو أَفُ ۡب تَيُۡمحلُنَمَو ُ

ُ م ه

ََُو ا لَٰ حظلٱ

ُ ١١

ُ َهُّي َ

أٰٓ َي

ُ

َُني ح لَّٱ

ُ

ُْاو نَماَء

ُْاو ب نَتۡجٱ

ُ َن مُاٗير ث َم ُ

ُ ن حظلٱ

ُ َضۡعَبُ حَ إ ُ

ُ ن حظلٱ

ُ

َُ َ

أُ ۡم ك دَح َ

أُ ُّب يُ َ

أُۡۚ ًضۡعَبُ م ك ضۡعحبُ بَتۡغَيُ لََوُْاو س حسَ َ تَُ َ َ

لَُ َوُۡۖٞمۡث إ

َُل ك ۡ أَي

َُوُۡۚ و ا تۡه ر َكَفُ ٗتۡيَمُ هي خَأَُمَۡلۡ ُ

ُْاو قحتٱ

َُۡۚ حللّٱ ُ

ُ حَ إ ُ

َُ حللّٱ

ُٞمي ححرُ ٞباحوَت ُ ١٢

ُ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan

(25)

lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.

Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

(11) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.

Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 11-12)(Hasbi Assiddiqi, dkk: 1989: 847)

3. Akhlak Terhadap Lingkungan

Islam menempatkan manusia dalam konteks ruang dan waktu, karena itu Islam mengatur hubungan manusia dengan aspek tersebut. Dalam konteks keruangan, Islam menata hubungan manusia dengam alam secara harmonis dan seimbang dengan meletakkan Allah sebagai sumber dan pemilik mutlak.

Penempatan Allah sebgai pemilik Mutlak menjadikan pemilikan alam oleh manusia menjadi relative dan sementara yang mengandung konsekuensi dalam bentuk tanggung jawab.

Alam disediakan Allah sebakagai bekal agar manusia bertahan dan memepertahankan hidupnya di tengan alam semesta. Karena manusia sebagai makhluk fisik perlu memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum dari bahan-bahan yang terdapat di alam

Manusia mengolah alam dengan menggunakan potensi akal yang dimilkinya sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Akan tetapi akal manusia tiadk bisa memecahkam segalanya, karena itu iamemerlukan petunjuk Tuhan.

Akal mendorong manusia mengembangkan kemampuan mengolah dan memanfaatkan alam utuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sedangakan wahyu difungsikan sebagai pembimbing dan pengarah agar manusia tidak melampaui batas-batas pemiliknya sesuai dengan peraturan Allah. Pelanggaran terhadap perasturan Allah bukan saja melahirkan disa secara spiritual, tetapi juga mengakibatkan kecelakaan dan kebinasaan manusia itu sendiri di tengah alam.

Malalui wahyu, Allah menggariskan batas pemanfaatan alam agar manusia tetap mampu mempertahankan hidupnya secara lestari dari generasi ke generasi secara terus menerus. Dasar pemanfaatan alam dalam ajaran Islam tidak terlepas

(26)

dari misi risalah, yaitu rahmatan lil’alamin; memberiakn rahmat kepada seluruh alam. Memberikan rahmat kepada alam diaplikasikan dengan cara memandang alam bukan semata-mata untuk kepentingan manusia saja, tetapi juga untuk kepentingan alam itu sendiri sehingga keutuhan dan kelestariannya dapat terjaga dengan baik (A.Toto. 2008:120).

Manusia diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola isi dunia demi kemakmuran dirinya, sebagai anugerah dari Allah SWT yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Demi terciptanya keserasian yang harmonis dan keseimbangan ekolog. Menurut Nursid Sumaatmadja mengemukakan bahwa

“dalam system alam” manusia merupakan bagian diri alam yang berinteraksi dengan alam sebagai lingkungannya. Dengan kata lain, pada sistem alam ini manusia ada dan hidup dalam lingkungan alam tadi. Sementara itu cerminan manusia yang berilkau baik terhadap alam, memiliki keyakinan bahwa dengan kualitas alam yang baik maka akan semakin banyak pula keuntungan yang diperoleh manusia.

R. Soedjiran Resosoedarmo, dkk. Berpendapat bahwa dengan segala usaha berupa alat-alat teknologi yang dimilikinya, manusia sambil memnfaatkan sumber daya alam lingkungan, juga meningkatkan lingkungannya (R. Soedjiran Resosoedarmo, dkk 1993:169).

Akhlak manusia seperti telah dikemukakan di atas, mencerminkan bahwa mereka tidak mau merusak lingkungan yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. (A. Tafsir. 2004:310) Oleh sebab itu, pantas Allah Tidak menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan di muka bumi ini. Allah berfirman dalam surat Al-Qassas: 77:

ُ غَتۡبٱَو

ُ

ُ َكَٰىَتاَءُٓ َاي ف

ُ حللّٱ

ُ

َُراحلٱ

َُۡۖةَر خلۡأٓٱ ُ

ُ َن مُ َكَبي صَوُ َسنَتُ لََو َ ُ

ُۡۖ َيۡنُّلٱ

ُن سۡح َ ُ أَو

ُ َن َسۡح َ أُٓ َاَم

ُ حللّٱ

ُ غۡبَتُ َ ُ

لََوُۡۖ َكۡ َلِ إ

َُد َسَفۡلٱ

ُ فِ ُ

ُ ضرۡ َ ۡ لۡٱ

ُ حَ إ ُ

َُ حللّٱ

ُ ُّب يُُ لَ َ ُ

َُني د سۡف ا ۡ لٱ

ُ

٧٧

ُ

ُ

(27)

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qassas:77)(Hasbi Assiddiqi, dkk: 1989: 623)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Sosial a. Perhatian kasih sayang dan komunikasi timbal balik

Perhatian dan kasih sayang memnag sangat dibutuhkan oleh para remaja, terlebih pada masa-masa di mana mereka telah bergaul bebas bersama teman- teman sejawatnya. Menurut Syekh Abdul Rosyad Ghanim mengemukakan bahwa di antara yang paling dikhawatirkan dari sikap anak remaja adalah: adanya ketidaksetabilan dalam maslah sekssualitas. Para guru dan orang tua serta semua pihak yang bertanggung jawab terhadap kesetabilan dan keselamatan masyarakat, hendaklah memberikan perhatian yang besar dan memberikan pengarahan yang memuaskan kepada mereka. Perlakuan yang buruk dan kasar dari keluarga dan berdampak kurang baik pada perkembangan dan pertumbuhan seorang remaja.

Keadaan yang demikian akan berpengaruh pada gangguan jiwa mereka. Misalnya sulit mengeluarkan pendapat, tidak kretif, tidak percaya diri dan lain sebgainya.

Nashih Ulwan berpendapat bahwa akibat perlakuan kasar dan kejam orang tua dapat mempengaruhi jiwa anak mereka, bukan saja dapat melahirkan sikap- sikap cemas, gejala takut, tapi juga lebih parah yakni dapat saja mereka membunuh kedua orang tuanya. Atau perilaku yang lebih ringan dar itu, meninggalkan lingkungan keluarga untuk mencari lingkungan lain yang dapat memberikan perlindungan secara utuh.

Sementara menurut Zakiah Darajat mengemukakan bahwa banyak alasan mengapa para orang tua melakukan tindakan kasar dank eras. Di anatanya adalah keinginan orang tua agar anaknya disiplin, hidup tertaur, kedua, merupakan aksi balas dendam atas perlakuan orang tuanya tempo dudlu, maka dilampiaskan kepada anaknya.

Karenanya, dalam rangka pembinaan akhlak social anak di lingkungan keluarga, agama Islam memberikan tuntunan tentang pentingnya perlakuan yang

(28)

ramah dan penuh kasih saying dari kedua orang tuanya terhadap anaknya Allah berfirman sebagai berikut: (QS. 3:159)

َا بَف

ُ َن مُ ٖةَ ۡحََر ُ

ُ حللّٱ

ُ َظي لَغُ ًّظَفُ َتن مُۡوَلَوُۡۖۡم هَلُ َت لن ُ

ُ ب ۡلَقۡلٱ

ُ

ُ َ ل

ُْاو ُّضَفو

ُ

ُ ۡن م

َُفُۡۖ َك لۡوَح

ُ فۡعٱ

ُ

َُوُ ۡم هۡنَع

ُۡر فۡغَتۡسٱ

ُ فُِ ۡم هۡر و َشَوُ ۡم ه َل ُ

ُ رۡم َ ۡ لۡٱ

ُ ۡ حكََّوَتَفُ َتۡمَزَعُاَذ إَف ُ

ُ َ َعَل

ُۡۚ حللّٱ

ُ حَ إ ُ

َُ حللّٱ

ُ ُّب يُ ُ

ُ كَوَت ا ۡ لٱ

ُ َيّ

١٥٩

ُ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Al-Imran:159)(Hasbi Assiddiqi, dkk: 1989: 103) b. Panutan dalam Keluarga

Secara psikologis, remaja memang sangat membutuhkan panutan atau contoh dalam keuarga. Sehingga dengan contoh tersebut remaja dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, jika remaja tidak memperoleh model atau perilaku yang mencerminkan perilaku yang karimah, tentu merekapun akan melakukan hal-hal yang kurang baik. Sebagaimana ungkapan Nashih Ulwan antara lain:

Pada dasarnya sang anak yang melihat orang tuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia belajar jujur. Sang anak melihat orang tuanya berkhinanat, tidak mungkin ia belajar amanah. Sang anak, yang melihat orang tua selalu mengikuti hawa nafsu, tidak mungkin akan belajar keutamaan. Sang anak, yang mendengar kedua orang tuanya berkata kufur, caci maki dan celaan, tidak mungkin akan belajar bertutur manis. Sang anak, yang melihat kedua orang tua marah, bertegang urat dan emosi, tidak mungkin ia akan belajar sabar. Sang anak yang melihat kedua orang tuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin iaakan belajar kasih sayang.

Zakiah Daradjat mengemukakan tentang tidak adanya panutan atau contoh dalam keluarga akan berdampak pada jeleknya pribadi anak. Lebih lanjut ia mengatakan sebagai berikut:

Apabila orang tua pasif atau kurang memperhatikan pendidikan ankanya dan tidak menjauhkannya dan pengaruh contoh yang tidak baik dalam lingkungan itu, maka akan sukarlah untuk mengatur kelakuan anak-anak. Karena anak-anak mudah terpengaruh oleh tinadakan-tindakan dan kelakuak orang dewasa daripada

Referensi

Dokumen terkait

Materi tersebut juga sesuai deng- an kondisi peserta didik yang berasal dari Sekolah Dasar yang mayoritas mereka belum mengenal bahasa Arab di masa sekolahnya

Sesuai dengan teori yang dikemukakan karim 4 bahwa dalam produk giro, bank syariah menerapkan prinsip wadi’ah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai

K-Means merupakan salah satu atau lebih clustering non hirarki yang berusaha mempartisi data kedalam cluster atau kelompok sehingga data yang memiliki karakteristik

Ketika melihat atau menemukan suatu objek yang menarik, yang pertama dilakukan adalah membayangkan dan berimajinasi tentang objek yang akan dijadikan ke dalam

Jadi teknik penarikan contoh dua tahap pada Survei Pertanian menghasilkan penduga populasi yang lebih rendah tingkat validitasnya dibandingkan dengan keempat teknik penarikan

produktivitas tanaman jagung di wilayah daratan Kabupaten Sumenep. Bentuk kegiatan berupa penentuan anjuran pemupukan spesifik lokasi pada tanaman jagung di masing-masing

Jadi, dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka fasilitas maupun peralatan pabrik dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan

Elemen musik yang mempengaruhi suasana hati konsumen tersebut adalah beat dalam musik yang sesuai dengan tema, tempo pada musik yang dapat menciptakan suasana yang